Makna Sumir Dalam Putusan Permohonan Pailit Menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 125 Pk/Pdt.Sus-Pailit/2015)

  • Ivan Hamonangan Sianipar Fakultas Hukum, Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Indonesia
  • Busyra Azheri Fakultas Hukum, Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Indonesia
  • Yulfasni Yulfasni Fakultas Hukum, Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Indonesia
  • Yussy Adelina Mannas Fakultas Hukum, Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Indonesia
  • Dahlil Marjon Fakultas Hukum, Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Indonesia
Keywords: Pembuktin, Disparitas, Pengadilan Niaga

Abstract

Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang hanya mengatur permohonan pailit dikabulkan apabila dapat dibuktikan secara sumir dengan membuktikan adanya debitur memiliki 2 (dua) atau lebih kreditur dan salah satu utang telah jatuh waktu serta dapat ditagih. Hakim dalam memaknai pembuktian sumir dalam permohonan pailit terdapat perbedaan pandangan yang mengakibatkan adanya diparitas putusan atas permohonan pailit. Disapritas putusan tersebut dapat dilihat dalam perkara perkara nomor 125 PK/PDT.SUSPAILIT/2015 j.o. Nomor 19 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 j.o. Nomor 02/Pdt.Sus.Pailit/2014/PN Niaga Mks. Permasalah dalam tesis ini adalah apa yang menjadi pertimbangan hukum Hakim dalam memaknai pembuktian sumir serta mengapa terjadi disparitas putusan dalam memaknai pembutian sumir. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengertian makna sumir dalam permohonan pailit dan mengetahui pertimbangan hukum Hakim dalam memaknai pembuktian sederhana dalam putusannya serta mengetahui penyebab disparitas putusan dalam memaknai pembuktian sederhana pada permohonan pailit. Medote yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif berfokus pada norma hukum positif berupa peraturan perundang-undangan kepailitan dan putusan pengadilan mengenai permohonan pailit. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini bahwa pembuktian sumir dalam hukum kepailitan di Indonesia, Bahwa makna pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan yang dimuat dalam Pasal 8 ayat (4) sudah cukup jelas yaitu membuktikan adanya fakta dua kreditur atau lebih dan minimal satu utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar. Selanjutnya Hakim dalam memaknai pembuktian sumir terdapat perbedaan dengan mendasarkan bahwa dengan menilai sulit tidaknya pembuktian suatu pekara yang cenderung subjektif. Penyebab adanya disparitas dalam memaknai pembuktian sumir dikarenakan undang-undang kepailitan tidak mengatur secara tegas yang menjadi batasan dari suatu perkara yang pembuktiannya sumir atau sulit.

Downloads

Download data is not yet available.

References

Andani, D., & Pratiwi, W. B. (2021). Prinsip Pembuktian Sederhana dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 28(3), 635–656.

Apriantoro, M. S., Sekartaji, S. I., & Suryaningsih, A. (2021). Penyelesaian Sengketa Kepailitan Ekonomi Syariah Perspektif Ibnu Rusyd Al-Qurthubi Dalam Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(3), 1400–1408.

Benuf, K., & Azhar, M. (2020). Metodologi penelitian hukum sebagai instrumen mengurai permasalahan hukum kontemporer. Gema Keadilan, 7(1), 20–33.

Disemadi, H. S., & Gomes, D. (2021). Perlindungan Hukum Kreditur Konkuren Dalam Perspektif Hukum Kepailitan di Indonesia. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 9(1), 123–134.

Jonaedi Efendi, S. H. I., Johnny Ibrahim, S. H., & Se, M. M. (2018). Metode Penelitian Hukum: Normatif dan Empiris. Prenada Media.

Makmur, S. (2018a). Kepastian Hukum Kepailitan Bagi Kreditur dan Debitur Pada Pengadilan Niaga Indonesia. Mizan: Journal of Islamic Law, 4(2).

Makmur, S. (2018b). Penerapan Undang-Undang Kepailitan dalam Menciptakan Iklim Berusaha Yang Sehat Bagi Seluruh Pelaku Usaha. Jurnal AJUDIKASI Vol, 2(1), 89–115.

Pandiangan, R. (2022). Diskrepansi Sita Umum Kepailitan dengan Sita Pidana Dihubungkan dengan Pemberesan Harta Pailit yang Mengandung Unsur Pidana. Jurnal Pendidikan Dan Konseling (JPDK), 4(5), 4047–4060.

Rabbani, D. N. (2018). Perlindungan Hukum Bagi Bank Syariah Dalam Pembiayaan Akad Mudharabah Dalam Hal Kepailitan Mudharib. E-Jurnal SPIRIT PRO PATRIA, 4(1), 73–86.

Rachmawati, A. F. (2021). Dampak Korupsi dalam Perkembangan Ekonomi dan Penegakan Hukum di Indonesia. Eksaminasi: Jurnal Hukum, 1(1), 12–19.

Rochmawanto, M. (2015). Upaya Hukum dalam Perkara Kepailitan. Jurnal Independent, 3(2), 25–35.

Simanjuntak, H. A. (2020). Prinsip Prinsip Dalam Hukum Kepailitan Dalam Penyelesaian Utang Debitur Kepada Kreditur. Jurnal Justiqa, 2(2), 17–28.

Sutan Remy Sjahdeini, S. H. (2016). Sejarah, Asas, dan Teori Hukum Kepailitan (Memahami undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran). Kencana.

Towoliu, W. (2022). Eksistensi Pengakuan dan Sumpah Terhadap Pembuktian Dalam Perkara Perdata. LEX ADMINISTRATUM, 10(3).

Zulaeha, M. (2015). Mengevaluasi pembuktian sederhana dalam kepailitan sebagai perlindungan terhadap dunia usaha di Indonesia. ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata, 1(2), 171–187.
Published
2023-01-16