MIME-Version: 1.0 Content-Type: multipart/related; boundary="----=_NextPart_01D9B63E.2613CE00" ------=_NextPart_01D9B63E.2613CE00 Content-Location: file:///C:/5ECB24D2/Annisa,siappublish2.htm Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/html; charset="us-ascii"
Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 7, Juli 2023
DESAIN
PERENCANAAN PAJAK DALAM KEBIJAKAN PENUNJUKAN BADAN USAHA MILIK NEGARA SEBAG=
AI
WAJIB PUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
Anisha
Charisma Permatasari1, Milla Sepliana Setyowati2=
Program Studi Ilmu Administrasi Perpajakan Universitas Indones= ia
anishacharisma.25@g=
mail.com1,
milla.s.setyowati@gmail.com=
2,
Abstrak
Pajak merupakan salah satu penerimaan Negara yang digunakan untuk keberlangsungan hidup Negara. Direktorat Jendral Pajak selalu berinovasi dalam menumbuhkan penerimaan pajak melalui berbagai program – program Direktorat Jendral Pajak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perencanaan pajak dalam kebijakan penunjukkan Badan Usaha Milik Negara sebagai wajib pungut pajak pertambahan nilai di PT Perumnas. Penelitian ini dilaksanakan pada salah sa= tu BUMN sebagai Wajib Pungut Pajak sesuai aturan PMK 85/2012 yakni Perumnas Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan mengambil wawancara kepada pihak Ahli, Perumnas, dan Perusahaan Rekanan Perumnas. Tek= nik pengumpulan data pada penelitian ini adalah kualitatif dikarenakan seluruh pengumpulan data ditarik berdasarkan bentuk kata– kata serta memberik= an penjelasan, serta teknik pengumpulan data dilanjutkan dengan penafsiran ber= upa angka maupun dokumen yang didapat sebagai bahan pertimbangan. Diantara komponen penting yang har= us dipersiapkan dan dipastikan oleh Departemen Pajak dalam merencanakan PPN WA= PU di Perumnas adalah pengetahuan Sumber Daya Manusia terkait dengan aturan-at= uran yang berlaku. Terkait dengan serangkaian permasalahan pajak yang terjadi di Perumnas, maka dipilihlah perencanaan pajak yang terdiri dari: tidak membar= code faktur pajak sebelum masuk ke keuangan, Melaksanakan Pembayaran Pajak walau= pun tagihan belum dibayar oleh Proyek, Menghimbau agar pihak vendor dan rekanan untuk membayarkan pajak secara bertahap, dan Berkordinasi dengan DJP untuk menyesuaikan sistem dan aplikasi.
Kata kunci: Kebijakan; Perencanaan Pajak; Kebijaka= n; BUMN.
Abstract
Taxes are one of the state=
's
revenues used for the sustainability of the country. The Directorate Genera=
l of
Taxes constantly innovates to increase tax revenues through various program=
s.
This research aims to determine tax planning in the policy of appointing
State-Owned Enterprises as value-added tax collectors in PT Perumnas. The s=
tudy
was conducted at one of the SOEs designated as a Tax Collector according to=
PMK
85/2012, namely Perumnas Indonesia. This research is qualitative in nature =
and
involves interviews with experts, Perumnas, and Perumnas' contractor compan=
ies.
The data collection technique in this study is qualitative because all data
collection is based on words and explanations, and data collection techniqu=
es
are followed by interpretation of numbers and documents obtained as
considerations. Among the important components that need to be prepared and
ensured by the Tax Department in planning VAT collection at Perumnas is the
knowledge of human resources regarding applicable regulations. Regarding a
series of tax issues that occurred in Perumnas, tax planning was chosen, wh=
ich
includes: not barcoding tax invoices before they enter the finance departme=
nt,
implementing tax payments even if the bills are not paid by the project, ur=
ging
vendors and contractors to pay taxes gradually, and coordinating with the
Directorate General of Taxes to adjust systems and applications.
Keywords:
Policy; Tax Planning; Policy; BUMN.
Pendahuluan
Pajak merupakan salah satu penerimaan Negara yang dig=
unakan
untuk keberlangsungan hidup Negara
Enam = tahun terakhir Badan Usaha Milik Negara berkontribusi sebesar 2.259 triliun yang terbagi atas tiga sumber yaitu 1) sumber penerimaan dari pajak, pajak memberikan kontribusi yang secara rutin naik disetiap tahunnya namun ditahun 2021 mengalami penurunan, dengan rata – rata kontribusi setiap tahun sebesar 225.5 Triliun, 2) sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak berkontribusi dengan rata-rata 110 triliun, dan 3) sumber dari Deviden dengan rata – rata sebesar 41.33 triliun. P= ada tabel 1.1 terlihat penerimaan pajak memiliki porsi tertinggi sebesar 60% sehingga Direktorat Jendral Pajak berharap penerimaan pajak melalui Badan U= saha Milik Negara dipandang perlu untuk dimaksimalkan melalui seluruh transaksi Badan Usaha Milik Negara.
Direk= torat Jendral Pajak memunjuk Badan Usaha Milik Negara sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai sesuai Peraturan Nomor 8/PMK.03/2021 yang sebelumnya sudah mengalami perubahan sebagai berikut:
Tabel 1. Perubahan
Peraturan Penunjukan BUMN sebagai Wajib Pungut
No |
Peraturan |
Isi
Peraturan |
1 |
Keputusan Presiden (KEPPRES) No 56 13 Desember 1988 |
Penunjukk=
an Badan
serta Bendaharawan dalam memungut serta menyetorkan PPN dan Pajak Penjual=
an
Atas Barang Mewah |
2 |
KEPPRES No. 180 Tahun 2000 22 Desember 2000 |
Pencabutan
KEPPRES no 56 tahun 1988 Penunjukkan Badan serta Bendaharawan dalam memun=
gut
serta menyetorkan PPN dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah |
3. |
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor=
547/KMK.04/2000 22 Desember 2000 |
Penunjukk=
an
Bendaharawan untuk memungut, menyetor, serta melaporkan pajak pertambahan
nilai dan pajak penjualan atas baraang mewah. |
4. |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 24 Desember 2003 |
Penunjukk=
an Bendaharawan
pemerintah dan Kantor Perbendaharaan serta kas negara untuk memungut,
menyetor, serta melaporkan pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan at=
as
baraang mewah. |
5. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012 7 Juni 2015 |
Penunjukan Badan Usaha Milik Negara Untuk memungut,
menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan N=
ilai
dan Pajak Penjualan Atas Barang mewah, serta tata cara pemungutan,
penyetoran, dan pelaporannya. |
6. |
Peraturan Menteri Keuangan No 8/PMK.03/2021 29 Januari 2021 |
Mengatur tata cara pemungutan serta penyetoran, dan
pelaporan pajak pertanbahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah o=
leh
badan usaha milik Negara dan perusahaan tertentu yang dimiliki secara
langsung oleh Badan Usaha Milik Negara sebagai pemungut pajak pertambahan
nilai. |
Sumber: peraturan kebijakan
penunjukkan BUMN sebagai WAPU PPN
Penu= njukkan Badan Usaha Milik Negara diberlakukan kembali sebagai pemungut pajak pertambahan nilai dengan perturan PMK 85/2012, yang sebelumnya pernah dinonaktifkan. Penunjukkan kembali BUMN sebagai wajib pungut pajak pertamba= han nilai diakibatkan banyak jumlah rekanan badan usaha milik Negara yang belum melakukan kewajiban perpajakan dengan baik. BUMN merupakan salah satu badan usaha milik pemerintah yang seluruh sahamnya masih dimiliki oleh pemerintah. BUMN sudah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak maka harus melakukan kewajiban untuk memungut pajak pertambahan nilai dari kegiatan produksi BUM= N. PPN terutang adalah terjadinya penyerahan barang kena pajak dan atau jasa k= ena pajak di daerah pabean oleh pengusaha sesuai Undang – Undang No. 42 T= ahun 2009 Perubahan Ketiga UU No. 8 Tahun 1983.
Seti=
ap
pengusaha kena pajak yang melakukan kegiatan usaha sehingga munculnya terut=
ang
PPN maka wajib melakukan perpajakannnya untuk memungut, menyetor dan melapor
PPN
Kebijakan penunjukkan badan usaha milik pemerintah se=
bagai
wajib pungut pajak pertambahan nilai melalui PMK 8/2021 tentunya menimbulkan
beberapa dampak yang terjadi.
Kebijakan penunjukkan badan usaha milik pemerintah sebagai wajib pun=
gut
pajak pertambahan nilai melalui PMK 8/2021 tentunya menimbulkan beberapa da=
mpak
yang terjadi. Dampak ini tidak hanya dirasakan oleh Direktorat Jendral Pajak
saja. Namun dampak juga terjadi pada BUMN sebagai pemungut pajak, serta pel=
aku
usaha kena pajak. Seperti bertambahnya beban manajemen bagi BUMN, timbul
keterlambatan PPN terhutang dan denda yang mengakibatkan kepatuhan pengusaha
kena pajak rekanan menjadi tidak terkontrol, Direktorat jendral Pajak harus
siap melakukan pemeriksaan yang terjadi akibat lebih bayar.
Dampak yang dihasilkan dari Kebijakan penunjukkan bad=
an
usaha milik pemerintah sebagai wajib pungut pajak pertambahan nilai melalui=
PMK
8/2021 terjadi pada salah satu BUMN yang memiliki potensi aktifitas pemungu=
tan
pajak PPN yang besar yakni PT Perumnas. Disampaikan bahwa PT Perumnas saat =
ini
masih mengalami keterlaambatan dalam pembayaran PPN dari rekanan serta memi=
liki
berbagai permasalahan.
Jika melihat pada permasalahan di atas, maka diketahui
bahwa kondisi ini disebabkan PT Perumnas selaku BUMN belum melaksanakan
perencanaan pajak secara maksimal. Hal ini dibuktikan dimana PT Perumnas be=
lum
memahami secara penuh terkait aturan dan pelaksanaan dari kebijakan PMK 8/2=
021
tersebut. Kurangnya pengetahuan akan mengakibatkan salahnya dalam menentukan
perencanaan pajak. Sebab diantara aspek dalam perencanaan pajak adalah aspek
administratif dimana mampu mengaitkan perencanaan strategis dengan aturan y=
ang
berlaku. Kurangnya pengetahuan ini sudah pasti akan mengakibatkan aspek ini
belum terlaksana secara baik.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka
permasalahan penelitian ini adalah: Bagaimana
perencanaan pajak dalam kebijakan penunjukkan Badan Usaha Milik Negara seba=
gai
wajib pungut pajak pertambahan nilai di PT Perumnas?
Pene= liti mengambil studi kasus pada badan usaha milik negara PT Perumnas yang seluruh saham masih dimiliki oleh pemerintah sehingga seluruh kegiatan operasional perlu pengawasan menyeluruh sesuai undang – undang pemerintah yaitu BUMN.
Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, berisikan
penjelasan rinican terkait suatu fenomena yang diteliti. Sehingga tujuan ak=
hir
dari penelitian deskriptif adalah mendapatkan deskripsi dan penjelasan sehi=
ngga
mampu menjawab permasalahan penelitian. Paradigma deskriptif lebih menekank=
an
pada penjelasan –penjelasan diskripsi sehingga pendekatan yang diguna=
kan
pendekatan kualitatif
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah
kualitatif dikarenakan seluruh pengumpulan data ditarik berdasarkan bentuk =
kata
– kataserta memberikan penjelasan, serta teknik pengumpulan data
dilanjutkan dengan penafsiran berupa angka maupun dokumen yang didapat seba=
gai
bahan pertimbangan. Teknik pengumpulan data yang digunakan yakni ada dua: y=
akni
Studi Literarut dan Studi Lapangan Merdeka Pematangsiantar.
Penelitian melakukan informan yang digunakan sebagai
penelitian antara lain:
a. Pihak
Akademisi
Wawancara mendalam dilakukan dengan pihak akademisi. =
Pihak
akademisi merupakan pihak yang memiliki pemahaman teoritis terkait permasal=
han
penelitian, pihak netral yang betujuan untuk memberikan masukan, saran, kri=
tik
serta solusi dari permasalahan yang diangkat.
b. Pegawai
Keungan Badan Usaha Milik Negara
Wajib Pajak yang ditunjuk sebagai pelaksanaan kebijak=
an
dalam rangka pemungutan PPN antara lain adalah BUMN, adapun BUMN yang akan
diwawancarai untuk mendapatkan informasi yang mendalam: adapun pada bagian =
ini
adalah pegawai PT Perumnas.
Penelitian ini diawali dengan proses yaitu mencari st=
udi
literatur dari buku-buku, jurnal, data-data terkait penelitian, dan penelit=
ian
sebelumnya yang berkaitan dengan penunjukan BUMN sebagai wajib pungut pajak
pertambahan nilai. Setelah studi literatur dan pencarian data telah dilakuk=
an,
maka proses selanjutnya adalah melakukan analisis data post positivisme.
Analisis post positivisme adalah bekerja dengan data, melakukan gorganisasi
data, melakukan kategori satuan yang dapat dikelola, sintesa data, mendapat=
kan
pola, menemukan hal penting dan dapat dipelajari, dan memutuskan apa yang a=
kan
diceritakan kepada orang lain (Sugiyono, 2020). Hasil wawancara dan beberapa
sumber data yang diperoleh akan dipelajari oleh peneliti akan dikategorikan=
dan
digunakan untuk melengkapi analisis post positivisme.
Peneliti mengambil tiga site penelitian yaitu pada Ba=
dan
Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai wajib pungut, Lingkungan Kantor Direktorat
Jenderal Pajak Kanwil Wajib Pajak Besar, dan rekanan transaksi BUMN.
Hasil dan Pembahasan
Pajak pertambahan n=
ilai
adalah nilai yang ditambahkan oleh produsen (apakah pabrikan, distributor, =
agen
periklanan, penata rambut, petani, pelatih kuda pacuan, atau pemilik sirkus=
) ke
bahan mentah atau pembeliannya (selain tenaga kerja) sebelum menjual produk
atau layanan baru atau lebih baik . Artinya, imp=
ut
(bahan mentah, transportasi, iklan sewa, dan sebagainya) dibeli, orang diba=
yar
upah untuk mengerjakan input ini dan, ketika barang dan jasa akhir dijual,
sebagian laba tersisa. Jadi Nilai Tambah dapat dilihat dari sisi aditif (up=
ah
plus profit) atau dari sisi subtraktif (output dikurangi input).
Pajak pertambahan nilai (PPN) ma=
sih
merupakan pajak yang relatif baru
Sistem PPN didefinisikan secara
substansial oleh dua fitur mendasar yang mereka tunjukkan dalam semua perda=
gangan
yang mereka terapkan, yaitu untuk perdagangan domestik sepenuhnya serta
perdagangan internasional. Pertama, PPN merupakan pajak berbasis luas atas
konsumsi akhir. Kedua, PPN dipungut melalui proses pemungutan bertahap
Mekanisme administrasi pajak
pertambahan nilai dan sistem pemungutannya didasarkan pada aturan Sebagai
pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan No 8/PMK.03/2021. Aturan ini bertuju=
an
untuk Memberikan kemudahan dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya bagi
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan anak perusahaannya sebagai pemungut
PPN. Pada aturan Mekanisme
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai ini menjelaskan 3 hal penting yakni pert=
ama,
PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)
dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) oleh rekanan kepada pemungut PPN dipungut,
disetor, dan dilaporkan oleh pemungut PPN. Kedua, Mekanisme Pemungutan Pajak
Pertambahan Nilai. Ketiga, Dalam hal terjadi penyerahan BKP dan/atau JKP ol=
eh
pemungut PPN kepada pemungut PPN lainnya sebagaimana dimaksud dalam Peratur=
an
Menteri Keuangan ini, PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dipungut, diseto=
r,
dan dilaporkan oleh pemungut PPN yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.
Mekanisme pemungutan memiliki kewajiban administrasi berbentuk pelaporan.
Pelaporan dilakukan setiap bulan dan disampaikan ke KPP tempat badan usaha
tertentu terdaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya M=
asa
Pajak, dengan menggunakan formulir "Surat Pemberita.huan Masa PPN bagi
Pemungut PPN". Surat Pemberitahuan Masa PPN bagi Pemungut PPN wajib
dilampiri dengan daftar nominatif Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak sesu=
ai
format
Kewajiban mekanisme ini terkait =
pada 2
bagian yakni mekanisme di Rekanan dan BUMN. Rekanan wajib membuat Faktur Pa=
jak
untuk setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN. Faktur Pajak
harus dibuat pada saat penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP, penerimaan
pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP
dan/atau sebelum penyerahan JKP, atau penerimaan pembayaran termin dalam hal
penyerahan sebagian tahap pekerjaan. Faktur Pajak dibuat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
Mekanisme pemungutan PPN di Indo=
nesia
memiliki perbedaan dengan negara-negara lain. Sebagai contoh adalah konsep =
PPN
di Uni Eropa. Konsep PPN di Uni Eropa menuntut agar setiap negara anggota d=
apat
bertindak sebagai entitas ekonomi yang memiliki satu perlakuan yang seragam.
Setiap negara dalam serikat memiliki otoritas independen untuk memungut dan
mengelola PPN di mana proporsi tertentu harus disetorkan ke otoritas pusat,
dalam hal ini Uni Eropa. Masalah lintas batas yang biasa dihadapi oleh nega=
ra
lain tidak menjadi beban dalam model ini. Itu karena Uni Eropa diubah menja=
di
"pasar bersama". Konsep “pasar bersama” ini telah men=
jadi
prioritas sejak Uni Eropa pertama kali dibentuk
Pajak di Cina terdiri dari 3 jen=
is
mekanisme distribusi, yaitu pajak penuh menjadi pendapatan pemerintah pusat,
pendapatan pajak penuh yang dialokasikan ke pemerintah daerah, dan pendapat=
an
pajak dibagi antara pemerintah pusat dan daerah dengan mekanisme tertentu. =
PPN
dan Pajak Penghasilan adalah penerimaan pajak yang haknya dibagi antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan persentase tertentu berdasark=
an
tempat pemungutannya atau tempat terjadinya transaksi, bukan tempat barang
dikonsumsi
Antara tahun 2003 dan 2008, nega=
ra
bagian India berubah dari pajak penjualan distorsi menjadi PPN daerah yang
lebih seragam
Berdasarkan penjelasan di atas
diketahui bahwa dalam mekanisme pemungutan PPN di Indonesia dan negara lain
memiliki perbedaan signifikan yakni pengelolaan pajak tersebut yang di nega=
ra
lain seperti india dan china yang diserahkan kepada pemerintah daerah. Hal =
ini
berbeda dengan Indonesia yang PPN saat ini masih dikelola langsung oleh
pemerintah pusat. Namun jika melihat mekanisme pemungutannya tidak jauh
berbeda. Seperti yang terjadi pada negara India yang juga melibatkan badan
usaha dalam pemungutan pajak pertambahan nilai.
Penun= jukan Perumnas sebagai wajib pungut pajak disebabkan beberapa alasan. Diantara alasannya yakni Perumnas merupakan badan usaha yang kepemilikannya dimiliki oleh Pemerintah. Perumnas didirikan sebagai solusi pemerintah dalam menyedi= akan perumahan yang layak bagi masyarakat menengah kebawah. Perusahaan didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1974, diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1988, dan disempurnakan melalui Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 2004 tanggal 10 Mei 2004.
Selai= n dari kepemilikan dan bentuk badan usahanya yang merupakan BUMN, penunjukan perum= nas sebagai wajib pungut pajak disebabkan perusahaan ini memiliki aktifitas unt= uk membangun hunian yang nyaman dan terjangkau bagi seluruh kalangan masyaraka= t. disebabkan aktifitasnya tersebut, maka memungkinkan Perumnas untuk bekerjas= ama dengan perusahaan rekanan dalam memenuhi operasionalnya. Sehingga mekanisme pemanfaatan barang dan jasa akan mungkin terjadi di Perumnas dan perusahaan rekanan. Hal inilah yang menjadi objek pajak perusahaan.
Pada = tahun 2023 ini, setidaknya terdapat 75 proyek yang dikelola oleh Perumnas dalam memenuhi hunian masyarakat. Besarnya jumlah proyek yang dikerjakan ini menj= adi dasar bahwa besarnya potensi penggunaan barang dan jasa kena pajak. Sehingga mekanisme pemungutan pajak oleh Perumnas sebagai BUMN menjadi wajib untuk direncanakan. Rekanan merupakan pengusaha kena pajak yang melakukan penyera= han BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN. Rekanan dapat memberikan dalam bentuk barang ataupun jasa yang terindentifikasi sebagai objek kena pajak. Pengena= an pajak dimulai saat adanya penyerahan dari BKP atgtau JKP kepada pihak Perum= nas. Nilai perhitungannya ditaksir sesuai dengan tarif 10% dari nilai transaksi.=
Secara umum, mekanisme pemungutan PPN adalah rekanan menerbitkan faktur pajak dan membuat SSP atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN yang dalam hal ini adalah Perumnas. Selanjutnya Pemungut PPN berkewajiban menyetorkan PPN yang dipungut ke kas negara dan kemudian melaporkan PPN yang dipungutnya. Rekanan menerima faktur pajak dan SSP sebagai bukti pemungutan PPN.
Adapun mekanisme Perumnas sebagai= WAPU menurut PMK 8/2021 yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan secara internal dilaksanakan sebagai berikut:
=
Gambar
1.
Skema WAPU Perumnas
Seda= ngkan pada mekanisme khusus atau dikenal dengan mekanisme internal terdiri dari 4 bagian yang menjadi bagian terlibat. Bagian tersebut adalah bagian Proyek b= aik PKP maupun Non PKP, bagian pengendali, bagian Akuntansi, dan Departemen Paj= ak Perumnas. Pada bagian proyek PKP maupun Non PKP, proses yang terjadi pada bagian ini akan membuat rincian anggaran proyek dan biaya-biayanya. Rincian= ini dibuat dalam bentuk invoice yang dikirimkan kepada pihak pengendali. Diseba= bkan mekanisme pembayaran PPN yang menganut sentralisasi, maka pihak proyek diharapkan membuat Faktur Pajak sementara (Non Barcode) kepada pihak Perumnas melalui bagian pengendali. Hal ini menghindari penyetoran sepihak dari Rekanan maupun Proy= ek yang dampaknya akan ditolak oleh pihak Negara. Sebab melalui aturan PMK 8/2= 021 yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan segala bentuk pembayaran pajak PPN kemitraan dengan BUMN harus melalui BUMN terkait yang dalam konteks ini ada= lah Perumnas. Penggunaan Faktur sementara ini untuk menghindari keterlambatan, sehingga dari faktur tersebut, nantinya pihak Departemen Pajak akan membuat faktur resmi dan langsung menyetorkan pajak ke pihak negara. Sebab jika mengikuti mekanisme pada masing-masing rekanan terkadang faktur resmi dibuat setelah proyek berjalan 50% atau bahkan setelah proyek selesai. Hal ini jel= as akan menimbulkan denda dan keterlambatan yang ujungnya akan merugikan pihak perumnas. Setelah selesai proses invoice di Proyek, maka dokumen faktur paj= ak sementara akan di cek kembali oleh bagian pengendali. Hal ini untuk memasti= kan nominal biaya sesuai dengan objek pajak. Terlebih terkait dengan PPN yang objek pajaknya terdiri dari barang dan jasa. Setelah tim pengendali menerima fakt= ur pajak dan memastikan kesesuaiannya, maka proses berlanjut ke kantor Pusat Perumnas.Pada kantor pusat perumnas, dokumen faktur pajak akan diterima oleh bagian Akuntansi untuk catat sebagai transaksi. Namun disebabkan mekanisme = di Kantor Pajak menganut sistem Akrual Basis, sedangkan di Perumnas menganut C= ash Basis, maka bagian Akuntansi akan berkordinasi dengan pihak Departemen Pajak untuk merealisasikan penyetoran walaupun secara waktu belum semestinya direalisasikan sebab proyek belum selesai sepenuhnya. Di Kantor Pusat Perum= nas, Bagian Akuntansi berkordinasi dengan pihak Departemen Pajak Perumnas untuk merealisasikan penyetoran pajak agar sesuai dengan waktunya sehingga terhin= dar dari denda dan keterlambatan. Realisasi penyetoran pajak dimulai dengan menerbitkan Faktur Pajak Resmi dengan NPWP Perumnas senilai dengan nilai ya= ng diajukan oleh proyek di Faktur Sementara. Selanjutnya membayarkan pajak ke Pihak DJP sesuai dengan waktu yakni tanggal 15 setiap bulannya. Bukti pembayaran akan didistribusikan kepada pihak Akuntansi untuk di jurnal dalam pembukuan pajak, dan ke pihak proyek melalui bagian pengendali sebagai bukti pembayaran.
Mekanisme yang dilaksanakan di Peru=
mnas
ini didukung oleh penelitian terdahulu yang disampaikan oleh tentang
Perhitungan, Pencatatan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT Badak=
NGL
Bontang. Hasil dari penelitian ini adalah perhitungan PPN Masukan dan PPN
Keluaran yang perusahaan lakukan dan yang telah disetorkan ke kas negara su=
dah
sesuai dengan rumus dan aturan-aturan yang berlaku. Hal ini sesuai dengan
aturan yang berlaku bahwa rekanan wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap
penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN. Faktur Pajak harus dibuat =
pada
saat penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP, penerimaan pembayaran dalam hal
penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum
penyerahan JKP, atau penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan seba=
gian
tahap pekerjaan. Faktur Pajak dibuat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan
Penerapan kebijakan penunjukkan WAPU PPN memiliki
permasalahan bagi BUMN sebagai pelaksanan dan Direktorat Jendral Pajak seba=
gai
Regulator. Diantara permasalahan bagi BUMN yang dengan adanya kebijakan ini
semakin menambah beban untuk BUMN dalam melakukan kewajiban pajak, selain
melakukan kewajibannya sendiri, BUMN wajib memungut, melaporkan serta
menyetorkan pajak pertambahan nilai dari lawan transaksi
Berikut adalah beberapa kendala yang dirasakan oleh
Perumnas dalam melaksanakan pemungutan PPN WAPU:
1.&n=
bsp;
Aturan perpajakan berubah setiap waktu
Aturan terkait dengan penu=
njakan
Perumnas sebagai pemungut pajak PPN WAPU terdapat pada PMK
8/2021 yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan. Namun implementasinya mengal=
ami
perubahan dari waktu ke waktu. Jika merujuk pada perkembangannya pada tahun
2015 lalu aturan melalui Peraturan Menteri Keua=
ngan
Nomor 85/PMK.03/2012 menyatakan bahwa BUMN hanya menyetorkan pajak dari
pembelian saja. Sehingga PPN yang disetor adalah PPN keluaran. Namun pada 2=
021
lalu kembali berubah menjadikan BUMN menyetorkan pajak dari pembelian dan
penjualan. Pada hakikatnya ini membantu aktifitas di Perumnas sebab hanya p=
erlu
membayarkan selisih dari pajak yang ada. Namun dari aspek sumber daya manus=
ia
dan sistem kerja mengalami kesulitan sebab harus melaksanakan penyesuaian
dengan beberapa kondisi yang baru.
2.&n=
bsp;
Sulitnya Aplikasi perpajakan
Aplikasi perpajakan membutuhk=
an keahlian
dari Sumber Daya Manusia yang mendukung. Hal ini disebabkan sampai saat ini
mekanisme di DJP masih menggunakan aplikasi manual sehingga menuntut pemaha=
man
dari pihak Perumnas harus secara benar. Perumnas sendiri sudah berulang kali
menciptakan sistem yang dapat memudahkan mereka dalam memungut PPN WAPU dari
para rekanan. Namun sistrem dan aplikasi yang sudah diciptakan sering terbe=
ntuk
oleh mekanisme di DJP. Maka dari itu sistem baru bisa terntegrasi secara
internal, namun belum bisa membantu mekanisme antara pihak Perumnas dan DJP=
.
3.&n=
bsp;
Sumber Daya Manusia kurang mendukung
Sumber daya manusia merupakan operator yang sangat berperan dalam menyukseskan penerapan Perumnas sebagai pemungut PPPN WAPU. Namun kondisinya pada Perumnas sendiri saat Sumber Daya Manusia yang fokus mengelola pajak hanya terdapat di Departemen Pajak Perumnas. Saat ini jumlah Sumber Daya Manusia pada bagian tersebut hanya 3 orang saja yakni 2 orang s= taf dan 1 manager. Sedangkan jumlah proyek yang dikelola PPN WAPU-nya terdapat sekitar 75 proyek. Seluruh proyek tersebut tidak semua yang PKP yang mana d= alam hal pelaporannya dapat dilaksanakan oleh masing-masing proyek ke KPP di daerahnya masing-masing. Namun masih banyak proyek yang berstatus Non PKP sehingga pengelolaan dari mulai pencatatan, penyetoran, dan pelaporannya se= mua dipengang oleh Perumnas Kantor Pusat. Kondisi ini jelas menjadi kendala dari pelaksanaan kebijakan ini. = span>
Pada perumnas, dalam perenca=
naan
pajak dirumuskan oleh pihak Direksi yang dalam hal ini adalah Direktur Keua=
ngan
bersama Manager Departemen Pajak untu menentukan serangkaian strategi yang
dalam dilaksanakan untuk mengatasi kendala dalam mekanisme PPN WAPU dan
menghindari keterlambatan yang berdampak pada denda. Pada perencanaan ini p=
ihak
Direksi yang dalam hal ini Direktur Keuangan akan memberikan arahan dan opsi
solusi yang memungkinkan untuk dilaksanakan. Sedangkan pada pihak Departemen
pajak lebih menjelaskan permasalahan teknis yang diidentifikasi menjadi
kendala.
Setelah merumuskan permasala= han, maka bagian Departemen pajak akan berkordinasi kembali secara internal untuk membagi tugas antar sesama dalam menetapkan Standar Operasional Prosedur (S= OP) yang baru dalam menjalankan kewajiban PPN WAPU. S= OP depatemen pajak yang dibahas ini akan menghasilkan 2 mekanisme. SOP terbagi menjadi 2 (dua) yaitu: SOP Administrasi Perpajakan dan SOP Prosedur Pembaya= ran Pajak Online. Maka perencanaan ini akan didistribusikan kepada pihak Akunta= nsi sebagai kordinasi internal dan pihak proyek sebagai pihak kordinasi ekstern= al. Adapun pembagian tugas kepada staf di Departemen Pajak tidak berdasarkan wilayahnya maupun sub kerja. Namun lebih kepada jenis objek pajak. Sehingga staf yang memegang PPN WAPU hanya 1 orang saja. Sedangkan 1 staf lainnya bertugas mengelola objek pajak lain.
Sehi=
ngga
dapat disimpulkan bahwa pihak yang terlibat pada perencanaan pajak ini terd=
iri
dari 3 bagian. Pertama adalah Direksi Perumnas yang dalam hal ini adalah
Direktur Keuangan sebagai pengambil keputusan opsi perencanaan yang dapat
direalisasikan. Kedua Pihak Departemen Pajak yang berkordinasi dengan Direk=
si
untuk memperjelas mekanisme perncanaan dari tatanan teknis serta menyiapkan=
turunan
dari Perencanaan Pajak menjadi Standar Operasional Prosedur (SOP). Ketiga adalah bagian Akuntansi d=
an
Proyek sebagai mitra dan operator pelaksanan dari perencanaan pajak ini.
Diantara komponen penting yang harus dipersiapkan dan dipastikan oleh Departemen Pajak dalam merencanakan PPN WAPU di Perumnas adalah pengetahuan Sumber Daya Manusia terkait dengan aturan-aturan yang berlaku. Jika, Sumber Daya Manusia di Departemen Perpajakan Perumnas sudah menguasai aturan terba= ru dan mekanisme pelaksanaan PPN WAPU, maka selanjutnya adalah mengedukasi kep= ada pihak yang terlibat lainnya untuk juga memahami aturan dan mekanisme PPN WA= PU yang terbaru.
Terkait dengan
serangkaia permasalahan pajak yang terjadi di Perumnas, maka dipilihlah
perencanaan pajak sebagai berikut:
1.&n=
bsp;
Faktur pajak jangan di barcode dulu sebelum masuk ke keuangan.=
Seperti yang telah dijelaskan=
bahwa
dalam pelaksanaanya PPN WAPU di Perumnas mengambil sistem sentralisasi, maka
dari itu tagihan yang dibuat oleh pihak proyek yang PKP akan langsung berla=
ku
jika yang digunakan adalah Faktur resmi yang memiliki barcode. Hal ini sebab
pada perusahaan PKP sudah memiliki kewenangan untuk membuat faktur sendiri =
dan
berbeda dengan non PKP yang mekanismenya harus terpusat di Perumnas.
Adapun faktur yang diizinkan =
untuk
dibuat oleh proyek adalah Faktur sementara yang nantinya akan diperbaharui =
oleh
pihak Akuntansi di Perumnas. Hal ini dilakukan untuk menghindari keterlamba=
tan
dari penyetoran pajak karena tanggal tagihan faktur yang tidak sesuai dengan
realisasinya.
2.&n=
bsp;
Melaksanakan Pembayaran Pajak walaupun tagihan belum dibayar o=
leh
Proyek.
Ketika bagian Akuntansi menda=
patkan
faktur pajak sementara dari pihak proyek, maka bagian Akuntansi langsung
menginformasikan kepada pihak Departemen Pajak untuk ditindak lanjut. Pada
kondisi tersebut, departemen pajak akan mengusahakan langsung membayarkan
pajaknya terlebih dulu. Walaupun sebenarnya tagihan pajak tersebut belum
dibayarkan oleh perusahaan rekanan namun ditalangi pembayarannya dulu oleh
Pihak Perumnas. Hal ini dilakukan untuk menghindari keterlambatan. Maka dari
itu, terkait dengan Faktur Pajak akan dibuat oleh Departemen Pajak sesuai
dengan tanggal yang memungkinkan untuk disetorkan. Segala bentuk perencanaan
yang disusun dari awal ini saling berkaitan satu sama lainnya.
3.&n=
bsp;
Menghimbau agar pihak vendor dan rekanan untuk membayarkan paj=
ak
secara bertahap.
Diketahui bahwa dalam seti=
ap
keterlambatan pembayaran pajak akan menimbulkan denda
4. Berkordinasi dengan=
DJP
untuk menyesuaikan sistem dan aplikasi
M=
eyakini
bahwa rumit pengelolaan pajak PPN WAPU yang mengkordinir sekitar 75 proyek =
di
Indonesia. Selain itu adanya keterbatasan Sumber Daya Manusia di Perumnas, =
maka
salah satu perencanaan yang dilakukan yakni berkordinasi dengan pihak DJP u=
ntuk
menciptakan sistem dan aplikasi yang terintegrasi sehingga pelaksanaan PPN =
WAPU
dapat lebih efektif dan terkendalikan dengan baik.
K=
ebutuhan
kordinasi ini disebabkan sampai saat ini mekanisme pelaporan di DJP masih
secara manual. Walau sudah ada E-Faktur, ini hanya mempercepat penyetoran s=
aja.
Namun akan menyulitkan pihak BUMN seperti Perumnas yang mekanisme PPN WAPU =
dari
proyek-proyek yang berjalan secara kontinyu dan memiliki batas waktu terntu=
.
S=
erangkaian
strategi perencanaan yang dilakukan oleh Perumnas ini merupakan bentuk
perencanaan pajak yang harus dilaksanakan. Disampaikan oleh Manrejo (2021) =
Diantara perencanan pajak ini adalah penundaan
pembuatan faktor yang memiliki barcode. Hal ini didukung oleh pernyataam Ra=
mdhaani
(2021)
Kesimpulan
Pada perumnas, dalam perencanaan pajak dirumuskan oleh
pihak Direksi yang dalam hal ini adalah Direktur Keuangan bersama Manager
Departemen Pajak untu menentukan serangkaian strategi yang dalam dilaksanak=
an
untuk mengatasi kendala dalam mekanisme PPN WAPU dan menghindari keterlamba=
tan
yang berdampak pada denda. Adapun para pihak yang terlibat pada perencanaan
pajak ini terdiri dari 3 bagian. Pertama adalah Direksi Perumnas yang dalam=
hal
ini adalah Direktur Keuangan sebagai pengambil keputusan opsi perencanaan y=
ang
dapat direalisasikan. Kedua Pihak Departemen Pajak yang berkordinasi dengan
Direksi untuk memperjelas mekanisme perncanaan dari tatanan teknis serta
menyiapkan turunan dari Perencanaan Pajak menjadi Standar Operasional Prose=
dur
(SOP). Ketiga adalah bagian Akuntansi dan Proyek sebagai mitra dan operator
pelaksanan dari perencanaan pajak ini. Diantara komponen penting yang harus
dipersiapkan dan dipastikan oleh Departemen Pajak dalam merencanakan PPN WA=
PU
di Perumnas adalah pengetahuan Sumber Daya Manusia terkait dengan aturan-at=
uran
yang berlaku. Adapun kendala yang dirasakan oleh Perumnas dalam melaksanakan
pemungutan PPN WAPU diantaranya adalah aturan perpajakan berubah setiap wak=
tu,
sulitnya aplikasi perpajakan, dan sumber daya manusia kurang mendukung. Ter=
kait
dengan serangkaian permasalahan pajak yang terjadi di Perumnas, maka dipili=
hlah
perencanaan pajak yang terdiri dari : tidak memb=
arcode
faktur pajak sebelum masuk ke keuangan, Melaksanakan Pembayaran Pajak walau=
pun
tagihan belum dibayar oleh Proyek, Menghimbau agar pihak vendor dan rekanan
untuk membayarkan pajak secara bertahap, dan Berkordinasi dengan DJP untuk
menyesuaikan sistem dan aplikasi.
BIBLIOGRAFI
Aksari, Agista Ayu. (2017a). Analisis Penerapan Pemungutan Pa=
jak
Pertambahan Nilai Pada Bumn Sebagai Pemungut Dan Tidak Sebagai Pemungut Pa=
jak
Pertambahan Nilai. Ihtiyath : J=
urnal
Manajemen Keuangan Syariah, 1(2).
Aksari, Agista Ayu. (2017b). Analisis Penerapan Pemungutan Pa= jak Pertambahan Nilai Pada Bumn Sebagai Pemungut Dan Tidak Sebagai Pemungut Pa= jak Pertambahan Nilai. Ihtiyath: Jurnal Manajemen Keuangan Syariah, = 1(2).
Anggoro, Damas Dwi, & Agusti, Rosalita Rachma. (2019). Rekonstruksi Pajak Properti. Universitas Brawijaya Press.
Bird, Barbara. (2019). Toward a theory of entrepreneurial competency. In Seminal ideas for the next twenty-five years of advances= (pp. 115–131). Emerald Publishing Limited.
Fitrah, Muh. (2018). Metodologi penelitian: penelitian kualitatif, tindakan kelas & studi kasus. CV Jejak (Jejak Publishe= r).
Manrejo, Sumarno, & Sebayang, Dicky Raidaldi. (2021). Ana= lisis Implementasi Perencanaan Ppn dan Ppnbm Pada Pt Astragraphia Xprins Indones= ia. AKURASI: Jurnal Riset Akuntansi Dan Keuangan, 3(3), 197–210.
Misra, Isra, Hakim, Sofyan, & Pramana, Agus. (2020). M= anajemen risiko pendekatan bisnis ekonomi syariah. K-Media.
Mohanty, Sthitapragyan, Patra, Prashanta K., Sahoo, Sudhansu = S., & Mohanty, Asit. (2017). Forecasting of solar energy with application = for a growing economy like India: Survey and implication. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 78, 539–553.
Mokoagow, Selviani, Nangoy, Grace, & Warongan, Jessy D. L. (2021). Analisis Kepatuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) Dalam Melaksanakan Kewajiban Perpajakannya Berdasarkan Modernisasi Sistem Administrasi Perpaj= akan Pada Sektor Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Manado. JURNAL RISET AKUNT= ANSI DAN AUDITING" GOODWILL", 12(2), 179–193.=
Organisation for Economic Co-Operation and Development. (2017= ). Mechanisms for the Effective Collection of VAT/GST: Where the Supplier if not Located= in the Jurisdiction of Taxation. 1–53.
PUSPITASARI, S. A. ,. &. Purwa= nti, E. Y. (2017). Puspitasari, S. A., & Purwanti, E. Y. Implementasi Penerapan Pmk No. 136/Pmk. 03/2012 Tentang Penunjukan Bumn Sebagai Wajib Pungut Pajak Pertambahan Nilai Pada Pt. Kai Persero Daop 4 Kota Semarang (= Doctoral dissertation). Sekolah Vokasi.
Ramadhani, F. (2021). Penerapan Tax Planning atas Pajak Pertambahan Nilai Sebagai Upaya Efisiensi Beban Pajak Terutang Pada PT. Da= ya Surya Sejahtera Di Ponorogo Tahun 2019 (Doctoral dissertation). Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
Sari, Yuli Permata, Utomo, Raden Priyo, & Oktavianti, Bramantika. (2018). Analisis pemotongan dan pelaporan pph pasal 23 atas ja= sa angkut pada laporan keuangan. Jurnal Ilmu Akuntansi Mulawarman (JIAM)= i>, 3(4).
Setyawan, Setu. (2020). PERPAJAKAN Pengantar, KUP, Pajak Penghasilan, PPN & PPn-Bm, Pajak Bea Materai, Pajak & Retribusi Da= erah (Vol. 1). UMMPress.
Suryani, Suryani. (2020). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Return = On Asset, Debt To Asset Ratio dan Komite Audit terhad= ap Penghindaran Pajak. Jurnal Online Insan Akuntan, 5(1), 83–98.
Wingender, Edgar, Schoeps, Torsten, Haubrock, Martin, Krull, Mathias, & Dönitz, Jürgen. (2018). TFClass: expanding the classification of human transcription factors to their mammalian orthologs= . Nucleic Acids Research, 46(D1), D343–D347.
Zulianto, Muhamad Ricki. (2023). Analisis Perlakuan Akuntansi= Pajak Pertambahan Nilai Atas Imbalan (Insentif) Penjualan Pada Pt Anugerah Karya= mata Mandiri Di Palangkaraya. Soetomo Accounting Review, 1(3), 32= 7–343.
Copyright holder: Anisha Charisma
Permatasari, Milla Sepliana Setyowati (2023) |
First publication right: Syntax Lit=
erate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |
Anisha Charisma Permatasari, Milla
Sepliana Setyowati
Desain Peren=
canaan
Pajak dalam Kebijakan Penunjukan Badan Usaha
Milik Negara Sebagai Wajib Pungut Pajak Pertambahan Nilai
2=
&=
nbsp; &nbs=
p; &=
nbsp; &nbs=
p; &=
nbsp; Syntax
Literate, Vol. 8, No. 7, Juli 2023
&nb=
sp; =
&nb=
sp; =
&nb=
sp; =
&nb=
sp; =
&nb=
sp; =
&nb=
sp;
Syntax Literate, Vol. 8, No. 7, Juli 2023 &nbs=
p; 3
How
to cite: |
An=
isha
Charisma Permatasari, Milla Sepliana Setyowati (2023) Desain Perencanaan
Pajak dalam Kebijakan Penunjukan Badan Usaha Milik Negara Sebagai Wajib
Pungut Pajak Pertambahan Nilai, (8) 7, http://dx.doi.org/10.36418/syntax-literate.v6i6=
span> |
E-ISSN: |
|
Published
by: |