MIME-Version: 1.0 Content-Type: multipart/related; boundary="----=_NextPart_01D9B4BF.0DE20610" ------=_NextPart_01D9B4BF.0DE20610 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Hardian,siappublish.htm Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/html; charset="us-ascii"

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 7, Juli 2023

 

TANGGUNG JAWAB NEG= ARA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK PENYALAHGUNA NARKOTIKA

 

Hardian Ardy Sengkey¹, Tomy Michael²

Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Indonesia

Email: ardisengkey@gmail.com1,

 

Abstrak

Dalam kasus anak y= ang telah penyalahguna narkotika bukan hanya di anggap sebagai pelaku tindak pi= dana melainkan sebagai korban dari tindak pidana itu sendiri. Dalam Undang-Undang perlindungan anak juga di atur bahwa anak korban penyalahgunaan narkotika mendapatkan perlindungan khusus. Kelemahan mendasar dalam penegakan hukum adalah sering terabaikannya hak dari anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika karena tidak mendapat pengaturan yang memadai. Perlindungan hukum terhadap anak penyalahgunaan narkotika selama ini baru mencapai tingkat pro= sedural dan belum mencapaai keadialan substansial. Penegakan hukum anak penyalahguna narkotika hanya semata-mata ditujukan untuk menjatuhkan sanksi kepada pelaku kejahatan tanpa mempertimbangkan aspek kerugian yang diderita oleh anak penyalahguna narkotika. Penjatuhan sanksi semata-mata untuk pembalasan terh= adap pelaku tanpa memulihkan kerugian yang diderita oleh anak itu sendiri. Beber= apa undang-undang di Indonesia sebenarnya telah menguraikan beberapa hal yang menjadi hak anak korban penyalahguna narkotia, namun hak-hak tersebut hanya diatur secara normatif dan memuat hak-hak korban yang berbeda satu dengan y= ang lain, baik sisi penyelenggarannya maupun pelaksanaanya, salah satunya terka= it rehabilitasi medis dan sosial, maupun ganti kerugian (restitusi). Untuk memberikan artikulasi makna bentuk tanggung jawab negara dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak korban penyalahguna narkotika, maka diperl= ukan rekonstruksi terhadap Undang-Undang Nomor UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Si= stem Peradilan Pidana Anak, dengan menambahkan klausa tentang besaran nilai rehabilitasi dan menetapkan restitusi sebagai pidana tambahan bagi pelaku pengedar narkotika terhadap anak kedalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak Yang Menjadi Kor= ban Tindak Pidana.

 <= /span>

Kata kunci<= /b>: Tanggung Jawab Negara, Anak, Penyalahguna Narkotika.<= /p>

 

Abstract

In the case of children wh= o have abused narcotics, they are not only considered as perpetrators of crimes bu= t as victims of the crime itself. The Child Protection Act also stipulates that child victims of narcotics abuse receive special protection. The fundamental weakness in law enforcement is that the rights of children who are victims = of narcotics abuse are often neglected because they do not receive adequate regulation. Legal protection for children who abuse narcotics so far has on= ly reached the procedural level and has not achieved substantial justice. Law enforcement for children who abuse narcotics is solely aimed at imposing sanctions on the perpetrators of crimes without considering aspects of the losses suffered by children who abuse narcotics. The imposition of sanction= s is solely for revenge against the perpetrator without recovering the losses suffered by the child himself. Several laws in Indonesia have actually outl= ined several things that are the rights of children who are victims of narcotics abuse, but these rights are only regulated normatively and contain the righ= ts of victims that are different from one another, both in terms of implementa= tion and implementation, one of which is related to medical and social rehabilitation, as well as compensation (restitution). In order to provide = an articulation of the meaning of the form of state responsibility in providing legal protection for child victims of narcotics abuse, it is necessary to reconstruct Law Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System, by adding a clause regarding the amount of rehabilitation value and stipulating restitution as an additional punishment. for perpetrators of narcotics dealers against children into the Government Regulation of the Republic of Indonesia Number 43 concerning the Implementation of Restitution for Children Who Become Victims of Crime.

 

Keywords: State Responsibility, Chil= dren, Narcotics Abusers. =

 

Pendahuluan

Negara Republik Indonesia adalah negara yang memiliki landasan hukum yang mana Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Imdonesia Tahun 1945 (UUDNRI 1945) Indonesia adalah negara hukum (Simamora, 2014). Hukum secara singkatnya dapat dipahami sebagai sekumpulan norma atau aturan yang mengatur tatanana masyar= akat (Sumardi, 2016). Hukum tumbuh dan berkembang di = tengah masyarakat. Peraturan hukum yang ada dan berlaku tidaklah boleh bertentangan dengan sikap kasus hukum di Indonesia (Rosana, 2014). Anak mempunyai peranan yang pent= ing di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, karena kedudukannya sebagai penerus bangsa. Oleh karena itu anak mempunyai potensi untuk berperan aktif menjaga kelestarian kehidupan bagsa guna mewujudkan tujuan pembentukan suatu pemerintah yang melindungi warga negara (Rachmawati, 2021). Anak sebagai generasi yang ak= an meneruskan setiap perjuangan dan juga cita-cita dari bangsa sehingga harus diberikan perhatian terhadap kehidupannya khususnya kepada hak-haknya yang paling utama, hak anak adalah hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap apapun juga, dimana perlindungan yang dimaksud adalah perlindungan secara yuridis dan non yuridis dan yang paling utama adalah perlindungan terhadap keamanan dan keselamatan agar tidak terjerumus dan tidak menjadi korban terhadap penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya (Saimima & E= leanora, 2020).

Penyalahgunaan narkotika sudah merak terjadi dimana-m= ana, korbannya tidak hanya orang dewasa saja, tetapi juga terhadap anak dengan berbagai macam modus atau cara dilakukan agar anak bisa mengonsumsi narkoti= ka tersebut misalkan saja dalam lingkungan pergaulannya melalui teman-temannya, atau dikarenakan coba-coba untuk menghilangkan stres, depresi dan juga mela= lui pengasuhnya, dikarenakan orang tuanya yang sibuk bekerja sehingga kesibukan= tersebut mengakibatkan anak tidak mendapat pengawasan dari orangtuannya dan dampak terjadi penyalahgunaan narkotika oleh anak (Putri, 2018).

Tujuan dan dasar pemikiran perlindungan hukum terhada= p anak tidak dapat dilepaskan dari tujuan bagaimana mewujudkan kesejahteraan anak sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari mewujudkan kesejahteraan sosial secara menyeluruh, sebagaimana juga disebutkan dalam Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Repulik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bah= wa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta ber= hak atas perlindungan dan diskriminasi (Ariyulinda, 2013). Dengan demikian, Pemerintah Indonesia tidak hanya mengakui hak-hak anak yang perlu dilindungi, tetapi j= uga mengakui tanggung jawab negara untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak (Data, n.d.).

UUNRI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pi= dana anak pasal 1 angka 4 menyatakan anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut anak korban adalah anak yang belum berumur 18 tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebab= kan oleh tindak pidana. Berdasarkan UU sistem peradilan pidana anak bahwa anak = ini bukan hanya menjadi pelaku tindak pidana melainkan anak korban tindak pidan= a. Korban penyalahgunaan   narkotik= a   adalah   seseorang yang   tidak   sengaja   menggunakan   narkotika karena   dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika (Ariyanti, 2017).

Putusan Pengadilan Negeri Manado Nomor: 18/PID.SUS-An= ak-2021/PN.MND berakibat hukum kepada anak penyalahgunaan narkotika dan menjadi bagian dari perederan narkotika yang dimana seharusnya anak ini menjadi korban dari peredaran narkotika dan semestinya di lindungi oleh negara (Suhari, 2022). Korban selama ini hanya diwakili = oleh negara sebagai penerima derita, yang kedepannya justru berpotensi akan menj= adi pengedar narkotika, karena anak sebagai korban penyalahgunaan narkotika dis= ini tidak begitu populer diperhatikan, akibat konsen penghukuman hanya diberikan kepada pelaku yang hal tersebut menandakan selesainya persoalan.=

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu orang t= ua dari anak korban pengguna narkotika pada bulan februari 2022, menujukkan ti= dak adanya tanggung jawab negara dalam memberikan perlindungan hukum kepada anak korban penyalahgunaan narkotika pasca putusan pengadilan. Perlindungan hukum yang dimaksud adalah tidak dilakukannya rehabilitasi medis dan non medis ya= ng biayanya ditanggung oleh negara, melainkan justru menjadi tambahan beban hi= dup bagi keluarga korban penyalahgunaan narkotika, termasuk tidak adanya pember= ian restitusi oleh pelaku, baik sejak dari proses penyidikan di kepolisian, penuntutan di kejaksaan hingga putusan pengadilan.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penelitian= tesis ini bermaksud untuk atau telaah hukum bentuk tanggung jawab negara dalam memberikan perlindungan terhadap anak pennyalahguna narkotika.

Metode Penelitian <= /span>

Penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu penelit= ian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan terkait permasalahan yang dibahas guna menjawab isu huk= um yang dihadapi dalam aspek yuridis dan implementasinya (Laia 2022).

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini terbagi dalam tiga bagian, diantaranya yaitu pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan studi kasus.

Sumber bahan hukum utama adalah kepustakaan, yaitu do= kumen-dokumen tertulis berupa perundang-undangan, jurnal-jurnal ilmiah, dokumen-dokumen, buku-buku, tesis dan berbagai referensi yang relevan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini menggunakan tiga bahan hukum, diantaranya yaitu pertama bahan hukum primer yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang diuraikan berdasarkan hirarki dan putusan pengadilan. Kedua bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Dan ketiga bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekun= der, misalnya kamus atau artikel.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini melalui prosedur inventarisasi, wawancara dan identifikasi peraturan perundang-undangan, serta klasifikasi dan sistimatisasi bahan hukum sesuai permasalahan penelitian. Oleh karena itu, teknik pengumpulan bahan hukum ya= ng digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan. Setelah bahan hukum terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan bahan hukum dengan melalui bebe= rapa tahapan yaitu editing, sistimatisasi dan deskripsi.

Analisis penelitian ini dilakukan dengan cara mengkri= tisi, mendukung, atau memberi komentar, kemudian membuat suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pikiran sendiri dan bantuan kajian pustaka. Metode untuk jenis penelitian hukum normatif berupa metode prespektif yang merupak= an metode analisis untuk memberikan penelian (justifikasi) tentang objek yang diteliti apakah sudah benar atau masih salah atau yang seharusnya menurut hukum.

 =

Hasil dan Pembahasan

Bentuk Tanggung Jawab Dalam Memberikan Perlindungan H= ukum Terhadap Anak Penyalahguna Narkotika

Pengaturan yang berkaitan dengan kesejahteraan anak, perlindungan HAM anak dan perlindungan anak merupakan pelaksanaan dari land= asan konstitusional terkait dengan hak anak (Haling et al., 2018). Landasan konstitusional terkait dengan hak anak diatur dalam Pasal 28 B ayat (2) UUDNRI 1945, hasil Amandemen ke- 4 yang menentukan bahwa: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan da= ri kekerasan dan diskriminasi”. Ketentuan dalam Pasal 28 B ayat (2) UUDN= RI 1945 tersebut merupakan landasan konstitusional perlindungan hukum terhadap= hak asasi manusia khususnya hak-hak anak sebagai warga negara Republik Indonesi= a.

Keseriusan negara untuk melindungi segenap warganya sebagaimana yang termaktub didalam alinea ke-IV Pembukaan UUDNRI 1945, selanjutnya dijabarkan dalam BAB XA UUDNRI 1945 tentang Hak Asasi Manusia. Khusus untuk perlindungan terhadap anak, Pasal 28B ayat 2 UUD NRI 1945 mengatakan “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak untuk perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Berdasarkan Pasal 1 angka (2) UU Perlindungan Anak menyatakan bahwa: “Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan mart= abat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. UU Perlindungan Anak meletakkan kewajiban untuk member= ikan perlindungan terhadap anak berdasarkan asas-asas non-diskriminasi, kepentin= gan terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup, perkembangan dan penghargaan terhadap pendapat anak sebagaiman termuat dalam ketentuan Pasal= 2 UU Perlindungan Anak yang menentukan: “Penyelenggaraan perlindungan a= nak berdasarkan Pancasila dan berlandaskan UUDNRI Tahun 1945 serta prinsip-prin= sip dasar Konvensi Hak Anak yang meliputi non-diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup, perkembangan dan penghargaan terhadap pendapat anak”.

Ketentuan Pasal 23 UU Perlindungan Anak tersebut dapat dikatakan sebagai pelaksanaan Pasal 28 B ayat (2) UUD NRI 1945 yang menempa= tkan Negara, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berkewajiban untuk menjamin perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak = dan kewajiban orang tua, wali atau orang lain yang secara hukum bertanggungjawab terhadap anak. Disamping berkewajiban untuk menjamin perlindungan, pemeliha= raan dan kesejahteraan anak, Negara, pemerintah dan pemerintah daerah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak. Ketentuan pasal tersebut menegaskan bahwa permasalahan perlindungan anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, akan tetapi juga menjadi tanggung jawab negara, pemerintah pusat maupun pemerint= ah daerah. Tanggung jawab terhadap anak bukan sebatas pada jaminan perlindunga= n, pemeliharaan dan kesejahteraan anak semata, akan tetapi juga meliputi pengawasan dalam penyelenggaraan perlindungan anak.

Berkaitan dengan kepentingan terbaik bagi anak dikenal dengan prinsip the best interest of the child (kepentingan terbaik bagi ana= k), diadopsi dari article 3, The Convention on The Right of The Child yang menentukan (Unicef 2007):

a.&n= bsp;  Dalam = semua tindakan mengenai anak-anak, baik yang dilakukan oleh lembaga kesejahteraan sosial publik atau swasta, pengadilan hukum, otoritas administratif atau ba= dan legislatif, kepentingan terbaik anak hendaknya menjadi pertimbangan utama.<= o:p>

b.&n= bsp;  Partai= -partai negara berupaya memastikan agar anak mendapat perlindungan dan perawatan ya= ng diperlukan demi kesejahteraan anak, dengan mempertimbangkan hak dan kewajib= an orang tuanya, wali sah, atau individu lain yang bertanggung jawab secara hu= kum atas dirinya, dan, untuk ini dan, akan mengambil semua langkah hukum dan administratif yang sesuai.

c.&n= bsp;   Partai= -partai negara bagian harus memastikan bahwa lembaga-lembaga, layanan dan fasilitas yang bertanggung jawab untuk perawatan atau perlindungan anak-anak harus selaras dengan standar yang ditetapkan oleh keunggulan yang kompeten, terut= ama di bidang keamanan, kesehatan, dalam jumlah dan kesesuaian staf mereka, ser= ta pengawasan komponen.

Kedudukan Restitusi Dalam Perlindungan Hukum Terhadap= Anak Korban Penyalahguna Narkotika

Dalam penyelesaian perkara pidana masih ditemukan anak penylahguna narkotika kurang memperoleh perlindungan hukum yang memadai, ba= ik perlindungan yang sifatnya immaterial maupun materiil. Hal demikian memuncu= lkan persoalan klasik, bahwa peradilan pidana sebagai basis penyelesaian perkara pidana kurang mengakui eksistensi korban kejahatan selaku pencari keadilan = (Yuliartini, 2015).

Menurut Andi Hamzah, dalam perkara tindak pidana korb= an kejahatan sebenarnya merupakan pihak yang paling menderita (Hamzah, 2022). Dalam penyelesaian perkara pidan= a, sering kali hukum terlalu mengedepankan hak-hak tersangka atau terdakwa, sedangkan hak-hak korban tindak pidana diabaikan salah satunya ialah hak ga= nti kerugian (restitusi) yang merupakan suatu hak yang mengharuskan seseorang y= ang telah bertindak merugikan orang lain untuk membayar sejumlah uang ataupun barang pada orang yang dirugikan, sehingga kerugian yang telah terjadi dian= ggap tidak pernah terjadi, ganti kerugian sebenarnya merupakan ranah hukum perda= ta, akan tetapi untuk mewujudkan asas peradilaan sederhana, cepat, dan berbiaya ringan ganti kerugian ini dapat digabungkan dengan pemeriksaan pidana (Al Munawwar, 2018)

Tindak pidana terhadap anak bukan hanya menimbulkan penderitaan fisik maupun psikis yang mempengaruhi tumbuh kembang dan kualit= as hidup anak namun juga menimbulkan kerugian materiil maupun immateriil bagi pihak keluarga (Anggreini et al., 2018). Selama ini apabila terj= adi tindak pidana terhadap anak, pihak korban tidak hanya menanggung sendiri kerugian materiil (yang dapat dihitung) dan kerugian immateriil (yang tidak dapat dihitung) antara lain kerugian berupa rasa malu, kehilangan harga dir= i, rendah diri, dan/atau kecemasan berlebihan yang bersifat traumatik. Kerugian ini seharusnya juga ditanggung oleh pelaku dalam bentuk restitusi sebagai bentuk ganti rugi atas penderitaan yang dialami anak yang menjadi korban ti= ndak pidana maupun pihak korban.

Restitusi yang harus dibayarkan oleh pelaku tindak pi= dana dimaksudkan selain untuk mengganti kerugian atas kehilangan kekayaan, ganti kerugian atas penderitaan sebagai akibat tindak pidana, dan/atau penggantian biaya perawatan medis, dan/atau psikologis sebagai bentuk tanggung jawab ti= ndak pidana yang dilakukan, juga dimaksudkan untuk meringankan penderitaan dan menegakkan keadilan bagi anak yang menjadi korban tindak pidana sebagai aki= bat terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana.

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak Yang Menjadi Korban Tindak Pidana adalah merupakan amanat dari Pasal 59 dan Pasal 71 D UU Perlindungan Anak, dimana Peraturan Pemerintah ini mengatur secara khusus tentang tata cara pengajuan restitusi kepada pelaku melalui pengadilan. Peraturan pemerintah ini terdiri dari 4 (empat) Bab 23 (dua puluh tiga) Pasal yaitu: BAB I Ketentuan Umum ya= ng terdiri dari 1 (satu) Pasal yaitu Pasal 1; BAB II Tata Cara Pengajuan Permohonan Restitusi yang terdiri dari 17 (tujuh belas) pasal yaitu dari Pa= sal 2 sampai dengan Pasal 18; BAB III Tata Cara Pemberian Restitusi yang terdiri dari 4 (empat) pasal yaitu dari Pasal 19 sampai dengan Pasal 22; dan BAB IV. Ketentuan Penutup yang terdiri dari 1 pasal yaitu Pasal 23. Adapun pasal ya= ng mengatur restitusi bagi korban tindak pidana adalah Pasal 2 ayat (1) yang menyebutkan “Setiap Anak yang menjadi korban tindak pidana berhak memperoleh restitusi”. Dan ketentan Pasal 3 mengatur bentuk dari restitusi yang akan diterima oleh korban yang mengajukan permohonan restitu= si.

Meskipun sudah ada peraturan terkait yang merumuskan mengenai kewajiban pelaku pengedar narkotika untuk membayar restitusi terse= but kepada korban, maupun hak korban untuk mendapatkan rehabitasi medis maupun sosial, namun pada prakteknya putusan pengadilan dengan memberikan ganti ru= gi kepada Anak korban penylahguna narkotika tidak dilakukan, seperti kasus anak penyalaguna narkotia di Manado pada 23 dalam Putusan Pengadilan Negeri Mana= do Nomor: 18/Pid.Sus/2021/PN.Mnd  pada tanggal 23juli  2021 yang telah berkekuatan hukum tetap ini berakibat hukum yang hanya beriorientasi pada tindak pidana semata dan mengabaikan hak-haknya yang telah diatur dalam perundang-undangan maupun peraturan pelaksanaannya.

Restitusi merupakan bentuk dari tanggung jawab negara= dalam memberikan perlindungan hukum bagi anak korban penyalahguna narkotika. Pelaksanaan restitusi tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 43 Tah= un 2017. Meski demikian, masih ditemukan beberapa faktor yang menjadi hambatan dalam pelaksaannya. Adapun yang menjadi faktor penghambat.

 =

Hambatan Pelaksanaan Restitusi Dalam Kasus Penyalaguna Narkotika Terhadap Anak

Persyaratan administratif pengajuan atau permohonan restitusi dalam PP No. 43 Tahun 2017 memberikan beban baru bagi pihak korba= n. Dalam Pasal 7 PP No. 43 Tahun 2017 diatur bahwa pengajuan permohonan restit= usi yang diajukan oleh pihak korban.

Pengaturan Dalam PP No. 43 Tahun 2017 Belum Memuat At= uran Apabila Restitusi Tidak Dibayarkan. Pada kenyataannya, sangat jarang pelaku yang mau membayar ganti rugi atau restitusi tersebut kecuali dalam kasus Ti= ndak Pidana Perdagangan Orang (selanjutnya disingkat TPPO), yang dikarenakan ada= nya mekanisme “memaksa” yang diberikan kepada pelaku seperti peramp= asan aset apabila pelaku tindak membayar restitusi tersebut. Sedangkan restitusi diluar kasus TPPO, umumnya pelaku tidak mau membayar karena adanya pidana subsider penjara 2 sampai 3 bulan, sehingga korban tetap tidak dapat memper= oleh ganti kerugian secara finansial. Kemudian di dalam Peraturan Pemerintah No.= 43 Tahun 2017 ini, tidak adanya aturan lebih lanjut tentang konsekuensi apabila restitusi ini tidak dibayarkan oleh pelaku tindak pidana. Sehingga membuat pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2017 ini tidak efektif.<= o:p>

Pembuktian Nilai Materil Dalam Permohonan Restitusi. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2017 disebutkan bahwa dalam mengajukan permohonan restitusi, korban dapat meminta perhitungan kerugian kepada LPSK. Pembuktian kerugian nilai materil tersebut terkadang tidak dimiliki oleh pi= hak korban. Pihak korban mengalami masalah pembuktian formil, dimana mereka menanggung biaya bagi korban namun tidak dapat membuktikannya. Penelitian restitusi dilakukan melalui perhitungan biaya pengobatan, kerusakan harta benda, atau biaya dari proses hukum yang dilakukan oleh pihak korban. Kemud= ian muncul persoalan baru, dimana pengabulan restitusi ini tetap bergantung pada aparat penegak hukum. Biaya yang sudah dihitung oleh LPSK, tetapi Jaksa Penuntut Umum tidak bersedia memasukkan ke dalam surat dakwaan (Sibuea, 2017).

Kurangnya Kesadaran dari Aparat Penegak Hukum. Dalam = PP No. 43 Tahun 2017 ini telah diatur bahwa permohonan restitusi dapat Di diajukan pada saat proses penyidikan dan penuntutan. Namun yang terjadi dilapangan, = dari hasil penelitian penulis, didapati bahwa baik dari penyidik maupun jaksa penuntut umum belum berperan aktif dalam melaksanakan hak restitusi ini. Da= lam pasal 9 dan pasal 14 diatur bahwa penyidik dan penuntut umum dapat memberit= ahukan adanya hak restitusi kepada korban. Seharusnya aturan tersebut mewajibkan penyidik dan penuntut umum untuk memberitahukan kepada korban tentang adanya hak restitusi beserta tata cara pengajuannya. Namun dalam kenyataannya, penyidik dan penuntut umum tidak memberikan informasi atau pengetahuan tent= ang adanya hak restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana kepada pih= ak korban, dengan dalil bahwa restitusi ini hanya berlaku bagi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO), sehingga penyidik dan penuntut umum belum mengetahui adanya PP No. 43 Tahun 2017 tentang hak restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana.

 

Konsep Kepastian Hukum Dalam Pemberian Restitusi Kepa= da Anak Korban Penyalahguna Narkotika

Terjaminnya kepastian hukum adalah merupakan salah sa= tu tujuan dari hukum itu sendiri disamping kemanfaatan dan keadilan, karena bagaimana keadilan bisa tercapai jika kepastian hukumnya tidak jelas, dan bagaimana kemanfataan hukum itu dapat dirasakan jika kepastian dan keadilan= nya tidak jelas. Dengan telah terjaminya kepastian hukum terhadap pelaksanaan pemberian restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana dalam bentuk peraturan pemerintah maka diharapkan keadilan dapat dirasakan oleh anak yang menjadi korban tindak pidana tersebut. Dan diharapkan dapat menjadi pedoman bagi para jaksa untuk menuntut di dalam tuntutan pidana dan pedoman bagi ha= kim untuk menjatuhkan pidana berupa pemberian restitusi terhadap terdakwa yang diserahkan kepada korban di dalam amar putusannya.

Penjatuhan pidana berupa pemberian restitusi bagi ana= k yang menjadi korban tindak pidana di dalam putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap juga merupakan amanat dari Pasal 9 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang merupakan d= asar si korban mendapat ganti kerugian dan rehabilitasi. Adapun bentuk putusan h= akim terhadap pemberian restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana tersebut kedepannya adalah berupa pidana tambahan, dimana pidana pokoknya a= dalah pidana badan dan pidana denda sebagaimana yang tercantum dalam Pasal yang menjadi pokok permasalahan,sementara pemberian retitusi ini akan menjadi pi= dana tambahan di dalam tuntutan pidana dan putusan hakim, bukan lagi sebagai pid= ana bersyarat bagi terdakwa atau pelaku yang apabila telah membayar maka pidana pokoknya tidak perlu lagi dijalankan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal= 14c KUHP.

Inilah yang menjadi pembeda antara Pasal 14c KUHP den= gan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana, dimana Pasal 14c KUHP menjadikan pemberian restitusi sebagai syarat untuk dapat dilaksanakannya pidana bersyarat, sehingga pidana pokoknya tidak perlu dijalankan jika pemberian restitusi telah dilakukan, hal ini lebih menitikberatkan atau menekankan at= au berorientasi kepada kepentingan si pelaku atau terdakwa. Sementara itu Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 akan memposisikan dirinya sebagai pidana tambahan yang mana apabila pemberian restitusi telah dilaksanakan, pidana pokok tidak akan hilang atau dengan kata tetap dijalani oleh pelaku = atau terdakwa.

Menjadikannya pidana tambahan disamping pidana pokok = yang dijatuhkan kepada pelaku diharapkan keadilan bagi anak yang menjadi korban tindak pidana terutama tindak pidana perederan narkotika kedepannya dapat memberikan kepastian hukum bagi anak yang menjadi korban tindak pidana untuk menuntut haknya kepada pelaku dan bagi masyarakat juga dapat menjadi pertimbangan untuk berbuat karena ada pidana yang berlapis-lapis yang dijatuhkan untuk kejahatan ini. Sanksi terhadap pelaku yang ingkar melaksan= akan kewajibannya membayar atau memberikan restitusi kepada korban atau ahli warisnya masih menjadi ganjalan, karena sebagaimana layaknya sebuah pidana tambahan yang tercantum dalam amar putusan hakim biasanya ada di sertai pid= ana pengganti jika pidana tambahan tidak dilaksanakan apakah berupa penjara yang lama pidana pengganti tersebut tidak melebihi pidana pokoknya.

 =

Kesimpulan

Tanggung jawab negara dalam memberikan perlindungan h= ukum terhadap anak penyalahguna narkotika secara filosofis dilaksanakan dengan m= odel restorative justice yang dalam hal ini merupakan tanggung jawab negara guna mencapai kemanusiaan dan keadilan sosial. Secara yuridis, terdapat norma sa= mar dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur perlindungan anak. Sehingga diperlukan pengaturan secara eksplisit yang menitikberatkan kepada korban dari tindak pidana agar diharapkan dapat terjawab perihal adanya atu= ran tentang besaran nilai biaya rehabilitasi dan ganti kerugian (restitusi) dari pelaku pengedar narkotika, sementara secara sosiologis masih belum memberik= an kepastian hukum dalam tataran pelaksanaannya. Bentuk tanggung jawab negara dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak korban penyalahguna narko= tika adalah dalam bentuk yaitu menetapkan aturan tentang besaran nilai pembiayaan rehabilitasi didalam penjelasan Pasal 90 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan menetapkan restitusi sebagai pidana tambahan bagi pelaku pengedar narkotika terhadap anak kedalaam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 tahun Tentang Pelaksanaan Restitusi = Bagi Anak Yang Menjadi Korban Tindak Pidana.

 =

BIBLIOGRAFI

Al Munawwar, T. A. , & M. I. S. H. (2018). Implementasi Penggabungan Perkara Gugatan Gan= ti Kerugian Dalam Penyelesaian Perkara Pidana (Study Kasus Di Kejaksaan Negeri Surakarta) (Doctoral dissertation). Universitas Muhammadiyah Surakarta= .

 

Anggreini, R., Ablisar, M., Ekaput= ra, M., & Bariah, C. (2018). Pemberian Restitusi Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Bagi Anak Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

 

Ariyanti, V. (2017). Kedudukan Kor= ban Penyalahgunaan Narkotika dalam Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Pidana Isl= am. Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam, 11(2), 247–262.

 

Ariyulinda, N. (2013). Penanganan Kekerasan Terhadap Anak Melalui UU tentang Sistem Pendidikan Nasional dan = UU tentang Perlindungan Anak. Jurnal Rechts Vinding Online Media Pembinaan Hukum Nasional. Https://Rechtsvinding. Bphn. Go. Id/Jurnal_online/Penangan= an% 20Kekerasan% 20Terhadap% 20Anak. Pdf.

 

Data, P. (n.d.). Kekerasan seks= ual terhadap anak (sexual abuse) merupakan kejahatan kemanusiaan yang masuk da= lam kategori pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).—Dalam ketentuan Konvensi Hak Anak Pasal.

 

Haling, S., Halim, P., Badruddin, = S., & Djanggih, H. (2018). Perlindungan hak asasi anak jalanan dalam bidang pendidikan menurut hukum nasional dan konvensi internasional. Jurnal Hu= kum & Pembangunan, 48(2), 361–378.

 

Hamzah, A. (2022). Kejahatan di Bidang Ekonomi: Economic Crimes. Sinar Grafika.

 

Putri, D. D. M. (2018). Disfungsi Keluarga Pada Remaja Korban Penyalahgunaan Narkoba di Badan Narkotika Nasi= onal Provinsi Kalimantan Timur. EJournal Sosiatri/Sosiologi, 6(1), 133–144.

 

Rachmawati, L. D. (2021). Rekonseptualisasi Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Syariati: Jurnal S= tudi Al-Qur’an Dan Hukum, 7(1), 117–128.

 

Rosana, E. (2014). Kepatuhan hukum sebagai wujud kesadaran hukum masyarakat. Jurnal Tapis: Jurnal Teropong Aspirasi Politik Islam, 10(1), 61–84.

 

Saimima, I. D. S., & Eleanora,= F. N. (2020). Restitusi Bagi Anak Korban Penyalahgunaan Narkotika. Ius Civile: Refleksi Penegakan Hukum Dan Keadilan, 4(2).

 

Sibuea, H. Y. P. (2017). Persoalan= Hukum atas Restitusi Terhadap Anak Korban Tindak Pidana. Majalah Info Singkat Hukum, 21.

 

Simamora, J. (2014). Tafsir Makna = Negara Hukum dalam Perspektif Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jurnal Dinamika Hukum, 14(3), 547–561.

 

Suhari, D. (2022). Kebijakan Kr= iminal Dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika Dikaitkan Dengan Semakin Meningkatnya Jumlah Pengguna Narkotika Di Provinsi Riau (Doctoral dissertation). Universitas Islam Riau.

 

Sumardi, D. (2016). Islam, Plurali= sme Hukum dan Refleksi Masyarakat Homogen. Asy-Syir’ah: Jurnal Ilmu Syari’ah Dan Hukum, 50(2), 481–504.

 

Yuliartini, N. P. R. (2015). Kedud= ukan Korban Kejahatan Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia Berdasarkan Ki= tab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Jurnal Komunikasi Hukum (JKH)= , 1(1).

 

Copyright holder:

Nama Author <= /span>(Tahun Terbit)=

&nb= sp;

First publication right:

Syntax Lit= erate: Jurnal Ilmiah Indonesia

&nb= sp;

This article is licensed under:

 

------=_NextPart_01D9B4BF.0DE20610 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Hardian,siappublish.fld/item0001.xml Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/xml AMUW2mXrDu1qAD= yMIOfozXknpmTK+KWcV8kZzy2x7RcGDQ+t6vTnbkvLJaCpcMNaMrxi5FzoL8i3KoPzhqgPopVEU= vGLrh4J9p4MrpTQH7pa8qJ4mD1Vu5c=3D ------=_NextPart_01D9B4BF.0DE20610 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Hardian,siappublish.fld/props002.xml Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/xml ------=_NextPart_01D9B4BF.0DE20610 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Hardian,siappublish.fld/item0003.xml Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/xml ------=_NextPart_01D9B4BF.0DE20610 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Hardian,siappublish.fld/props004.xml Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/xml ------=_NextPart_01D9B4BF.0DE20610 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Hardian,siappublish.fld/themedata.thmx Content-Transfer-Encoding: base64 Content-Type: application/vnd.ms-officetheme UEsDBBQABgAIAAAAIQDp3g+//wAAABwCAAATAAAAW0NvbnRlbnRfVHlwZXNdLnhtbKyRy07DMBBF 90j8g+UtSpyyQAgl6YLHjseifMDImSQWydiyp1X790zSVEKoIBZsLNkz954743K9Hwe1w5icp0qv 8kIrJOsbR12l3zdP2a1WiYEaGDxhpQ+Y9Lq+vCg3h4BJiZpSpXvmcGdMsj2OkHIfkKTS+jgCyzV2 JoD9gA7NdVHcGOuJkTjjyUPX5QO2sB1YPe7l+Zgk4pC0uj82TqxKQwiDs8CS1Oyo+UbJFkIuyrkn 9S6kK4mhzVnCVPkZsOheZTXRNajeIPILjBLDsAyJX89nIBkt5r87nons29ZZbLzdjrKOfDZezE7B /xRg9T/oE9PMf1t/AgAA//8DAFBLAwQUAAYACAAAACEApdan58AAAAA2AQAACwAAAF9yZWxzLy5y ZWxzhI/PasMwDIfvhb2D0X1R0sMYJXYvpZBDL6N9AOEof2giG9sb69tPxwYKuwiEpO/3qT3+rov5 4ZTnIBaaqgbD4kM/y2jhdj2/f4LJhaSnJQhbeHCGo3vbtV+8UNGjPM0xG6VItjCVEg+I2U+8Uq5C ZNHJENJKRds0YiR/p5FxX9cfmJ4Z4DZM0/UWUtc3YK6PqMn/s8MwzJ5PwX+vLOVFBG43lExp5GKh qC/jU72QqGWq1B7Qtbj51v0BAAD//wMAUEsDBBQABgAIAAAAIQBreZYWgwAAAIoAAAAcAAAAdGhl bWUvdGhlbWUvdGhlbWVNYW5hZ2VyLnhtbAzMTQrDIBBA4X2hd5DZN2O7KEVissuuu/YAQ5waQceg 0p/b1+XjgzfO3xTVm0sNWSycBw2KZc0uiLfwfCynG6jaSBzFLGzhxxXm6XgYybSNE99JyHNRfSPV kIWttd0g1rUr1SHvLN1euSRqPYtHV+jT9yniResrJgoCOP0BAAD//wMAUEsDBBQABgAIAAAAIQAh WqKEIQcAANsdAAAWAAAAdGhlbWUvdGhlbWUvdGhlbWUxLnhtbOxZT28bRRS/I/EdRnsvsRMnTaI6 VezYDbRpo9gt6nG8O/ZOM7uzmhkn8Q21RyQkREEcqMSNAwIqtRKX8mkCRVCkfgXezOyud+Jxk5QA FTSH1jv7e2/e+70/82evXD1KGDogQlKeNoP6e7UAkTTkEU1HzeB2v3tpNUBS4TTCjKekGUyIDK5u vPvOFbyuYpIQBPKpXMfNIFYqW19YkCEMY/kez0gK74ZcJFjBoxgtRAIfgt6ELSzWaisLCaZpgFKc gNpbwyENCeprlcFGobzD4DFVUg+ETPS0auJIGGy0X9cIOZFtJtABZs0A5on4YZ8cqQAxLBW8aAY1 8xcsbFxZwOu5EFNzZCtyXfOXy+UC0f6imVOMBuWk9W5j7fJWqd8AmJrFdTqddqde6jMAHIbgqbWl qrPRXa23Cp0VkP05q7tdW641XHxF/9KMzWutVmt5LbfFKjUg+7Mxg1+trTQ2Fx28AVn88gy+0dps t1ccvAFZ/MoMvnt5baXh4g0oZjTdn0HrgHa7ufYSMuRs2wtfBfhqLYdPUZANZXbpKYY8VfNyLcH3 uOgCQAMZVjRFapKRIQ4hi9uY0YGgegK8TnDljR0K5cyQngvJUNBMNYMPMgwVMdX38tl3L589Qcf3 nx7f//H4wYPj+z9YRY7UNk5HVakX33z6x6OP0O9Pvn7x8HM/Xlbxv3z/8c8/feYHQvlMzXn+xeNf nz5+/uUnv3370APfFHhQhfdpQiS6SQ7RHk/AMcOKazkZiPNJ9GNMqxKb6UjiFOtZPPo7KnbQNyeY YQ+uRVwG7whoHz7gtfE9x+BeLMYqj7fj2fU4cYA7nLMWF14Wruu5KjT3x+nIP7kYV3F7GB/45m7j 1IlvZ5xB36Q+le2YOGbuMpwqPCIpUUi/4/uEePi6S6nD6w4NBZd8qNBdilqYeinp04GTTVOhbZpA XCY+AyHeDjc7d1CLM5/XW+TARUJVYOYxvk+YQ+M1PFY48ans44RVCb+BVewzsjcRYRXXkQoiPSKM o05EpPTJ3BLgbyXo16F1+MO+wyaJixSK7vt03sCcV5FbfL8d4yTzYXs0javY9+U+pChGu1z54Dvc rRD9DHHA6dxw36HECffp3eA2HTkmTRNEvxkLTyyvEe7kb2/ChpiYVgNN3enVCU1f1bgT6Nu54xfX uKFVPv/qkcfuN7VlbwIJvprZPtGo5+FOtuc2FxF987vzFh6nuwQKYnaJetuc3zbn4D/fnOfV88W3 5GkXhgatt0x2o2223cncXfeQMtZTE0ZuSLPxlrD2RF0Y1HLmxEnKU1gWw09dyTCBgxsJbGSQ4OpD quJejDPYtNcDrWQkc9UjiTIu4bBohr26NR42/soeNZf1IcR2DonVDo/s8JIeLs4apRpj1cgcaIuJ lrSCs062dDlXCr69zmR1bdSZZ6sb00xTdGYrXdYUm0M5UF66BoMlm7CpQbAVApZX4Myvp4bDDmYk 0rzbGBVhMVH4e0KUe20diXFEbIic4QqbdRO7IoVm/NPu2Rw5H5sla0Da6UaYtJifP2ckuVAwJRkE T1YTS6u1xVJ02AzWlheXAxTirBkM4ZgLP5MMgib1NhCzEdwVhUrYrD21Fk2RTj1e82dVHW4u5hSM U8aZkGoLy9jG0LzKQ8VSPZO1f3G5oZPtYhzwNJOzWbG0Cinyr1kBoXZDS4ZDEqpqsCsjmjv7mHdC PlZE9OLoEA3YWOxhCD9wqv2JqITbClPQ+gGu1jTb5pXbW/NOU73QMjg7jlkW47xb6quZouIs3PST 0gbzVDEPfPPabpw7vyu64i/KlWoa/89c0csBXB4sRToCIdzsCox0pTQDLlTMoQtlMQ27AtZ90zsg W+B6Fl4D+XC/bP4X5ED/b2vO6jBlDWdAtUdHSFBYTlQsCNmFtmSy7xRl9XzpsSpZrshkVMVcmVmz B+SAsL7ugSu6BwcohlQ33SRvAwZ3Mv/c57yCBiO9R6nWm9PJyqXT1sA/vXGxxQxOndhL6Pwt+C9N LFf36epn5Y14sUZWHdEvprukRlEVzuK3tpZP9ZomnGUBrqy1tmPNeLy4XBgHUZz1GAbL/UwGV0BI /wPrHxUhsx8r9ILa53vQWxF8e7D8IcjqS7qrQQbpBml/DWDfYwdtMmlVltp856NZKxbrC96olvOe IFtbdpZ4n5PschPlTufU4kWSnTPscG3H5lINkT1ZojA0LM4hJjDmK1f1QxQf3INAb8GV/5jZT1My gydTB9muMNk14NEk/8mkXXBt1ukzjEaydI8MEY2OivNHyYQtIft5pNgiG7QW04lWCi75Dg2uYI7X ona1LIUXTxcuJczM0LJLYXOX5lMAH8fyxq2PdoC3TdZ6rYurYIqlf4WyMxjvp8x78jkrZfag+MpA vQZl6ujVlOVMAXmziQefNwWGo1fP9F9YdGymm5Td+BMAAP//AwBQSwMEFAAGAAgAAAAhAA3RkJ+2 AAAAGwEAACcAAAB0aGVtZS90aGVtZS9fcmVscy90aGVtZU1hbmFnZXIueG1sLnJlbHOEj00KwjAU hPeCdwhvb9O6EJEm3YjQrdQDhOQ1DTY/JFHs7Q2uLAguh2G+mWm7l53JE2My3jFoqhoIOumVcZrB bbjsjkBSFk6J2TtksGCCjm837RVnkUsoTSYkUiguMZhyDidKk5zQilT5gK44o49W5CKjpkHIu9BI 93V9oPGbAXzFJL1iEHvVABmWUJr/s/04GolnLx8WXf5RQXPZhQUoosbM4CObqkwEylu6usTfAAAA //8DAFBLAQItABQABgAIAAAAIQDp3g+//wAAABwCAAATAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAABbQ29udGVu dF9UeXBlc10ueG1sUEsBAi0AFAAGAAgAAAAhAKXWp+fAAAAANgEAAAsAAAAAAAAAAAAAAAAAMAEA AF9yZWxzLy5yZWxzUEsBAi0AFAAGAAgAAAAhAGt5lhaDAAAAigAAABwAAAAAAAAAAAAAAAAAGQIA AHRoZW1lL3RoZW1lL3RoZW1lTWFuYWdlci54bWxQSwECLQAUAAYACAAAACEAIVqihCEHAADbHQAA FgAAAAAAAAAAAAAAAADWAgAAdGhlbWUvdGhlbWUvdGhlbWUxLnhtbFBLAQItABQABgAIAAAAIQAN 0ZCftgAAABsBAAAnAAAAAAAAAAAAAAAAACsKAAB0aGVtZS90aGVtZS9fcmVscy90aGVtZU1hbmFn ZXIueG1sLnJlbHNQSwUGAAAAAAUABQBdAQAAJgsAAAAA ------=_NextPart_01D9B4BF.0DE20610 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Hardian,siappublish.fld/colorschememapping.xml Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/xml ------=_NextPart_01D9B4BF.0DE20610 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Hardian,siappublish.fld/plchdr.htm Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/html; charset="us-ascii"
Click or tap here to enter text.
------=_NextPart_01D9B4BF.0DE20610 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Hardian,siappublish.fld/image001.jpg Content-Transfer-Encoding: base64 Content-Type: image/jpeg /9j/4AAQSkZJRgABAgAAAQABAAD/2wBDAAgGBgcGBQgHBwcJCQgKDBQNDAsLDBkSEw8UHRofHh0a HBwgJC4nICIsIxwcKDcpLDAxNDQ0Hyc5PTgyPC4zNDL/2wBDAQkJCQwLDBgNDRgyIRwhMjIyMjIy MjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjL/wAARCAAfAFgDASIA AhEBAxEB/8QAHwAAAQUBAQEBAQEAAAAAAAAAAAECAwQFBgcICQoL/8QAtRAAAgEDAwIEAwUFBAQA AAF9AQIDAAQRBRIhMUEGE1FhByJxFDKBkaEII0KxwRVS0fAkM2JyggkKFhcYGRolJicoKSo0NTY3 ODk6Q0RFRkdISUpTVFVWV1hZWmNkZWZnaGlqc3R1dnd4eXqDhIWGh4iJipKTlJWWl5iZmqKjpKWm p6ipqrKztLW2t7i5usLDxMXGx8jJytLT1NXW19jZ2uHi4+Tl5ufo6erx8vP09fb3+Pn6/8QAHwEA AwEBAQEBAQEBAQAAAAAAAAECAwQFBgcICQoL/8QAtREAAgECBAQDBAcFBAQAAQJ3AAECAxEEBSEx BhJBUQdhcRMiMoEIFEKRobHBCSMzUvAVYnLRChYkNOEl8RcYGRomJygpKjU2Nzg5OkNERUZHSElK U1RVVldYWVpjZGVmZ2hpanN0dXZ3eHl6goOEhYaHiImKkpOUlZaXmJmaoqOkpaanqKmqsrO0tba3 uLm6wsPExcbHyMnK0tPU1dbX2Nna4uPk5ebn6Onq8vP09fb3+Pn6/9oADAMBAAIRAxEAPwCzp2ne FtO8C2Wv69YWUzS2sdxcXF1Cs008si72+ZsszMxPf8gKpadouveJ0F7oXw48NWWmOMwy6tbKHkXs QFwQD9COepo0XTU8T+KfAWhXo36ZZ6FFqcsJ6Stt2gEdxlV/An1rrdH+JPibV9OuvE9voNg3ha3e ff8A6SVuliiUsZMH5T0+6Oc8dPmoA4+dU8LXUUXjn4f6NZWkzbE1GwtI3hDejDBI/PPB4NdZJ4S8 NNGssWh6S0bqGVltIyCD0IOK0fD2peIviBpCL4g8P6Z/wjWr2shDQ3BMsIzhQwYcseoK9MZ4PFc7 8NnuR4UutNupPMfStQmsFf1VMEf+hED2ApMTC80DwxYWs11c6NpccMKF3c2kfAAye1YSaDJd2Nhq Z0Hwvo1jqdylpp6ajYNLNPI+dmRGuEDYPX8e1bnjuFpfCd8FhMyp5crxjqyLIrMP++Qa0Pile6tq um+Dr7wn4iksrTUNQSzWS2mZBI02PLZtvVV2NlT69KECMC00bT7bWJND17wppNnqkcfnIYreN4bi PON8Z2569QeRV+70HwxY2k11c6NpccMKF3c2icKBk9q2viDdW158QPDVjbbZLyxjubi5KnmGJ0Cq G/3mwce2awfGsTTeEb4LCZgnlyvGOrIsisw/75BoAxY9HjvLSHUJNN8GaBZ3SlrOPWIR58y5++VX AVT+NXrPSNOh1aTRdc8LaRa6ksXnxtDBG8NzFnG+NtucZ7HkV0Gq3WjnxPc6/cabf63puq6Wsdj5 Fmk8PuoI+ZWzng4xlvYDAit57M+BNEuxu1fTYLu5u0zlraGQERo/oSSvHbb9KBj/ABB4f0ez8O6j eWmmWlrdW1u9xBcW0SxSRSICysrrgghgDwaK0vFH/Ipaz/14T/8AotqKEJHKafrcWlQ+EPHGmN9t t9Kso9M1eGLO+JNuM4PoSxz0J284Oa9J0HwB4I1UprGkXdzd6XNK1wtlHdsbQSMuGPl9jg4wfpjH FfNOlavrHgbxBdRoqrPC7215ay4eOTaSrIwBwec8g/Sukh8R+B2mN5Fa+JdCun5kj0e5QRk+xYgj 6AAUxnsGq2HhH4RQjVY72/ub+KKSPS9MnvWkClzyETspPUnP4nFc34f1nSvAfh2Kz8Saktvq+oSP f3EPlu7Iz4+8FBwcAdcc59K4BfGHhfQ5GvdA0i/vdWPK3+tSq7RH1CqcE+/Brhr6+utSvpr29nee 5mbfJI5yWP8Ant2oA99k+JnhBif+Jtn/ALdpf/iK5+LxJ4QsXl/sjxfq+kQykl7ewMqRbj1YKYyF P0xXjNd5r/juG80jQ4dMa6W70+3giYzxgomyARSKAzyBkfnKqsSsOHWQkFVYVjttK8X+BdHWU2+q yPPO26e4mimklmb1ZiuTWj/wsnwieurf+S0v/wATXiPiHUYdS1meSzWSLTY3aOwt3AHkW+4lEwCR nByTkksWYkkknKosFj2aLxJ4QsXl/sjxfq+kQykl7ewMqRbj1YKYyFP0xVzSvF/gXR1lNvqsjzzt unuJoppJZm9WYrk1xtl4306xsdEhY314dPhlcQFWggSYwOsbBFmILLIykSoIXGGY73fK8x4n1a31 zXpdStrb7OJooTInP+tESCVslmZt0gZtzEsc5Y5JpjPWte+IHhe98O6na2+qb55rSWONfIlG5mQg DJXA5NFeK2NlcalqFtYWkfmXN1KsMKbgNzsQqjJ4GSR1ooA//9k= ------=_NextPart_01D9B4BF.0DE20610 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Hardian,siappublish.fld/header.htm Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/html; charset="us-ascii"





Hardian Ardy Sengkey¹, Tomy Michael²

 

Tanggung Jawab Negara dalam Memberikan Perlindungan Hukum terhadap Anak Penyalahguna Narkotika

 

2=         &= nbsp;           &nbs= p;            &= nbsp;           &nbs= p;            &= nbsp;           &nbs= p;            &= nbsp;           &nbs= p;            &= nbsp;           &nbs= p;            &= nbsp; Syntax Literate, Vol. 8, No. 7, Juli 2023

Syntax Literate, Vol. 8, No. 7, Juli 2023           &nbs= p;        3

 

 =

How to cite:

Hardi= an Ardy Sengkey¹, Tomy Michael² (2023) Tanggung Jawab Negara Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Penyalahguna Narkotika, (8) 7,= http://dx.doi.org/10.36418/syntax-literate.v6i6

 

E-ISSN:

 

2548-139= 8

Published by:

Ridwan Institute =

 

------=_NextPart_01D9B4BF.0DE20610 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Hardian,siappublish.fld/filelist.xml Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/xml; charset="utf-8" ------=_NextPart_01D9B4BF.0DE20610--