MIME-Version: 1.0 Content-Type: multipart/related; boundary="----=_NextPart_01D9B66D.CFAEF320" ------=_NextPart_01D9B66D.CFAEF320 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Puji,siappublish.htm Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/html; charset="us-ascii"
Syntax Lite=
rate:
Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No.
7, Juli 2023
RESOLUSI
KONFLIK AGRARIA DI KABUPATEN LEBONG DALAM
PERSPEKTIF
FACE NEGOTATION THEORY
Puji Haryadi Mulyana Sukma1,
Panji Suminar2, Dhanurseto Hadiprashada3<=
span
lang=3DEN-US>
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Bengkulu, Indonesia
Email: Pujisukma2@gmail.com1, psuminar@unib.ac.=
id2,
hadiprashada@unib.ac.id3
Abstrak
Konflik agraria terkait dengan Kawasan hutan ju=
ga
terjadi di Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu yaitu Kawasan hutan Taman Wis=
ata
Alam Danau Tes. Penetapan kawasan Taman Wisata Alam Danau Tes ini
berdampak pada masyarakat karena tidak dapat mengurus sertifikat atau=
pun
legalitas kepemilikan tanah di daerah tersebut meskipun masyarakat lebih da=
hulu
bermukim disana dibandingkan keluarnya aturan penetapan kawasan Taman Wisata
Alam Danau Tes. Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan menjelaskan
resolusi konflik Taman Wisata Alam Danau Tes dalam perspektif Face Negotati=
on
Theory. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis
penelitian studi kasus dan bersifat deskriptif. Hasil penelitian ini
menemukan fakta bahwa Adapun aktor konflik Taman Wisata Alam Danau Tes
melibatkan antara masyarakat dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan. Adapun penyelesaian konflik dilakukan dengan kerjasama tim dalam
Gugus Tugas Reforma Agraria dan dianalisis memalui Face Negotation Theory. =
Tim
yang terlibat dalam penyelesaian konflik Taman Wisata Alam Danau Tes tidak
melakukan penghindaran namun memiliki rasa tanggung jawab atas penyeledaian
konflik Taman Wisata Alam Danau Tes sesuai tugas masing-masing dam saling
berkompromi dan berintegrasi untuk menyelesaikan konflik Taman Wisata Alam
Danau Tes.
Kata Kunci<=
/b>: Konflik Agrarian; Twa Danau Tes; Face Negotation Theory; Gug=
us
Tugas Reforma Agraria
Abstract
Agrarian conflicts related to forest areas also occurred in Lebong
Regency, Bengkulu Province, namely the Tes Lake Natural Tourism Park Forest
area. Area designation Nature Tourism Park Lake Tes has an impact on the
community because they cannot take care of certificates or the legality of =
land
ownership in the area even though the community has lived there before the
issuance of the zoning regulations Nature Tourism Park Tes Lake. This study
aims to understand and explain conflict resolution Nature Tourism Park Tes =
Lake
in perspective Face Negotation Theory. This research uses a qualitative
approach with a case study research type and is descriptive in nature. The
results of this study found that the conflict actors Nature Tourism Park Tes
Lake involves the community and the Ministry of Environment and Forestry. T=
he
conflict resolution is carried out by teamwork in the Agrarian Reform Task
Force and analysed through Face Negotiation Theory. The team involved in
conflict resolution Nature Tourism Park Lake of Tests did not practice evas=
ion
but had a sense of responsibility for resolving conflicts Nature Tourism Pa=
rk
Lake Tes, according to their respective duties, compromises and integrates =
with
each other to resolve conflicts Nature Tourism Park Tes Lake.
Keywords:
Agrarian Conflict; Wa Danau Tes; Face Negotation
Theory; Agrarian Reform Task Force
Pendahuluan
Konsorium Pembaruan Agraria (=
KPA)
mencatat, sepanjang tahun 2021 di Indonesia terjadi konflik agraria sebanyak
207 kasus. Sektor perkebunan menjadi sektor paling banyak terjadi konflik
agraria dengan jumlah 74 kasus. Adapun rincian sebanyak 59 kasus atau 80% k=
asus
di sektor perkebunan sawit dengan luas mencapai 255.006 hektare. Urutan ked=
ua
konflik agraria terdapat di sektor infrastruktur dengan 52 kasus. Ketiga,
konflik agraria di sektor pertambangan sebanyak 30 kasus. Keempat, konflik
agraria di sektor properti sebanyak 20 kasus. Kelima, konflik agraria di se=
ktor
kehutanan sebanyak 17 kasus. Keenam, konflik agraria terjadi di pesisir
sebanyak 7 kasus dan selanjutnya 3 konflik agraria terjadi di sektor pertan=
ian (Mahdi,
2022).
Konflik agraria terkait dengan
Kawasan hutan juga terjadi di Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu yaitu Kawa=
san
hutan TWA Danau Tes. Berdasarkan
SK.3558/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/5/2018 tanggal 28 Mei 2018 terjadi perubahan fung=
si
Cagar Alam Danau Tes menjadi Taman wisata alam Danau Tes. Secara administra=
tif
pemerintahan, kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Danau Tes terletak dalam wila=
yah
Kabupaten Lebong, Propinsi Bengkulu. Perubahan ini akan membawa konsekuensi
terhadap bentuk pengelolaan kawasan tersebut, dimana Taman wisata alam
merupakan kawasan suaka alam yang dimanfaatkan terutama untuk kepentingan
pariwisata dan rekreasi. Adapun penduduk di empat desa yang berlokasi disek=
itar
TWA Danau Tes di Kabupaten Lebong yaitu Desa Sukasari, Desa Mangkurajo, Desa
Kota Donok dan Kelurahan Tes. legalisasi aset adalah pendaftaran hak atas t=
anah
yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh seseorang atau badan hukum untuk
memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum.
Adapun konflik agraria yang a=
kan
diangkat dalam penelitian ini yakni mengenai konflik TWA Danau Tes yang ber=
ada
di Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu. Peneliti telah melakukan wawancara p=
ada
tanggal Senin, 26 September 2022 dan mendapatkan informasi mengenai TWA Dan=
au
Tes dengan mewawancarai Dodik Gusmiarto, S.H Kepala Seksi Pengendalian dan
Penanganan Sengketa Kantor
Pertanahan Kabupaten Lebong terkait dengan permasalahan yang terjadi
Ketika adanya pemukiman dalam Kawasan TWA Danau Tes. Informan mengatakan bahwasanya dal=
am UU
Nomor 41 Tahun 1999 tidak memperkenankan lahan di TWA menjadi hak milik war=
ga.
Namun, warga bisa memanfaatkan lahan di TWA dengan pola kerjasama pemanfaat=
an
kawasan tersebut. Sedangkan untuk masyarakat yang bermukim di Kawasan TWA D=
anau
Tes lebih dahulu bermukim disana dibandingkan keluarnya UU Nomor 41 Tahun 1=
999
dapat dibebaskan dari Kawasan hutan.
Teori yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu teori negosiasi wajah Stella Ting-Toomey menjelaskan d=
an
memprediksi perbedaan budaya dalam menanggapi konflik. Seorang profesor
komunikasi di California State University, Fullerton, Ting-Toomey berasumsi
bahwa orang-orang dari setiap budaya selalu bernegosiasi muka. Istilah ini
merupakan metafora untuk citra diri publik kita—cara kita ingin orang
lain melihat dan memperlakukan kita (Griffin,
Ledbetter, & Sparks, 2019). Beberapa asumsi Teori Negosiasi Wajah
mempertimbangkan komponen kunci dari teori: wajah, konflik, dan budaya. Den=
gan
mengingat hal itu, berikut ini panduan pemikiran teori Ting-Toomey:
· Identitas diri penting dalam interaksi
interpersonal, dengan individu menegosiasikan identitas mereka secara berbe=
da
lintas budaya.
· Pengelolaan konflik dimediasi oleh waj=
ah
dan budaya.
· Tindakan tertentu mengancam citra diri
(wajah) yang diproyeksikan.
Berdasarkan karya M. Afzalur =
Rahim,
profesor manajemen di Western Kentucky University, Ting-Toomey awalnya
mengidentifikasi lima tanggapan berbeda terhadap situasi di mana ada
ketidaksesuaian kebutuhan, minat, atau tujuan. Kelima gaya konflik tersebut
adalah menghindari (menarik diri), mewajibkan (menampung), kompromi
(menawarkan), mendominasi (bersaing), dan mengintegrasikan (memecahkan
masalah). (Griffin
et al., 2019).
Metode
Penelitian
Metode penelitia=
n yang
digunakan dalam proses penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan
pendekatan deskriptif. Menurut Lodico, Spaulding, dan Voegtle menjelaskan
bahwasanya penelitian kualitatif merupakan penelitian interpretif ataupun
penelitian lapangan yaitu metodologi dari ilmu sosiologi dan antropologi se=
rta
adaptasi kedala seting pendidikan (Pasolong,
2020) Penelitian ini
menggunakan teknik sampel purposive (purposive sampling). Teknik ini merupa=
kan
strategi yang umum digunakan dalam penentuan informan yang merupakan teknik
menentukan kelompok peserta yang akan menjadi informan sesuai dengan kriter=
ia
terpilih yang relevan dengan masalah penelitian tertentu (Bungin,
2010).
Teknik pengumpul=
an data
yang digunakan yaitu observasi non partisipan digunakan peneliti yang dimana
peneliti tidaklah terlibat secara langsung di dalam objek penelitian atau d=
apat
dikatakan juga peneliti tidak ikut serta dalam kegiatan yang diamati.
Selanjutnya wawancara mendala=
m (in-depth interview) dilakukan kepada informan yaitu, Kepala Seksi Penat=
aan
dan Pemberdayaan Kantor Pertanahan Kabupaten Lebong, Kepala Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Ba=
dan
Perencananan Pembangunan Daerah Kabupaten Lebong, Kepala Seksi Konservasi
Wilayah 1 Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu-Lampung, Ketua Aliansi
Masyarakat Taneak Jang, Camat Lebong Selatan, Perwakilan masyarakat yang be=
rada
di kawasan TWA Danau Tes. Peneliti menggunakan jenis wawancara terstruktur
dengan terlebih dahulu menyiapkan instrumen penelitian berupa daftar
pertanyaan- pertanyaan tertulis sehingga proses wawancara akan lebih terara=
h. Teknik pengumpulan data melalui Focus Group Discu=
ssion
(FGD) merupakan pengumpulan data yang dapat dilakukan dalam penelit=
ian
kulitatif dalam menemukan makna pada sebuah tema menurut pemahaman kelompok=
.
Hasil dan Pembahasan
Dalam penelitian ini peneli=
ti
melihat konflik yang ada di TWA Danau Tes Kabupaten Lebong Provinsi
Bengkulu. Peneliti melihat si=
tuasi
dan tindakan komunikatif dalam proses penyelesaian konflik TWA Danau Tes. Peneliti akan menjabarkan hasil dari penelitian=
terkait dengan faktor, aktor, dampak negatif dan resolusi konflik TWA Danau
Tes. Berdasarkan penelitian dan observasi yang dilaksanakan peneliti menemu=
kan
bahwa masyarakat sudah mengeluhkan sejak lama sejak lama terkait dengan sta=
tus
kawasan TWA Danau Tes.
Ber=
dasarkan
d=
ata yang
didapatkan di lapangan terkait dengan kondisi terkini di
Kelurahan Tes, Desa Kutai Donok, Desa Sukasari, dan Desa Mangkurajo yang ad=
a di
Kecamatan Lebong Selatan Kabupaten Lebong, antara pemilik/ penggarap/ pengh=
uni/
penguasa lahan di dalam kawasan hutan sudah sejak lama bersengketa dengan
pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Masyarakat
cenderung berada diposisi yang lemah karena tidak memiliki sertipikat atas
tanah yang dikuasai maupun surat-surat lain yang kurang lengkap. Padahal
masyarakat yang ada di dalam kawasan hutan telah lebih dulu menduduki dan
menguasai lahan yang diklaim oleh negara dan ditetapkan melalui Keputusan
Menteri Pertanian Nomor 148/Kpts/UM/3/1974 ditunjuk sebagai kawasan hutan
dengan fungsi lindung.
Kek=
alahan
yang dirasakan oleh masyarakat jelas sangat merugikan masyarakat yang telah
lama menguasai tanah di kawasan hutan tersebut. Penegasan kepastian hukum a=
tas
hak-hak masyarakat yang menguasai tanah di kawasan hutan perlu mendapat
perhatian khusus mengingat terdapat sekumpulan manusia yang bermukim dan
menggantungkan hidup dari lahan yang dikuasai yang berada di dalam hutan<=
/span>. Bermukim di =
dalam
kawasan hutan TWA Danau Tes sehinga masyarakat disana tidak memiliki sertif=
ikat
tanah yang menunjukkan legalitas kepemilikan.
Dal=
am
setiap konflik yang terjadi pasti ada aktor yang terlibat, aktor-aktor yang
bertikai tidak hanya dua orang atau dua pihak yang langsung terlibat konflik
saja, namun bisa saja aktor-aktor yang mendukung atau bersimpati kepada sal=
ah
satu pihak. Jadi ada aktor utama dan ada aktor pendukung. Konflik dapat bersifat dinamis, dipengaruhi oleh berbagai variabel
seperti kebijakan nasional, penegakan hukum, kebijakan deadlock, tin=
gkat
partisipasi masyarakat lokal, kepentingan antar aktor yang terkotak-kotak d=
an
kompleks, namun dengan memanfaatkan framing kepentingan aktor ini, dan
mempertimbangkan Dengan sifat konflik yang asimetris, kami melakukan
penyederhanaan heuristik dengan hanya menyandingkan dua jenis aktor, seperti
antara aktor pemerintah dan aktor masyarakat lokal
Konflik TWA Danau Tes antara
masyarakat dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentunya dapat
dikategorikan bahwa masyarakat TWA Danau Tes masuk ke dalam kategori aktor
masyarakat lokal yang tak berdaya bahkan seringkali masyarakat kehilangan
kesamaan ha katas tanahh yang menjadi korban campur tangan kebijakan. Hal
inilah yang dirasakan oleh masyarakat TWA Danau Tes seperti yang peneliti
temukan di lapangan. Kategori aktor berikutnya yaitu melibatkan Pemerintah =
yang
menjadi aktor dominan yang tentunya dalam hal ini mereka yang menetapkan
kebijakan yang harus dipatuhi oleh masyarakat khususnya di TWA Danau Tes da=
lam
penetapan kawasan hutan. Dari tahun 1974 masyarakat TWA Danau Tes diharuskan
mematuhi penetapan kawasan hutan TWA Danau Tes yang berujung pada
ketidakpastian kepemilikan hak legalitas tanah yang diperoleh masyarakat.
Gejolak konflik TWA Danau T=
es
tentunya akan semakin berdampak jika pemerintah tidak segera melepaskan mer=
eka
dari status kawasan hutan. Seperti yang disampaikan oleh informan bahwa den=
gan
adanya aturan yang menjamin bahwa masyarakat TWA Danau Tes bisa lepas dari
status kawasan hutan kerena masyarakat sudah terlebih dahulu menguasai
kepemilikan dibandingkan openetapan status kawasan. Hal ini sejalan menurut=
(Halawa
& Wagey, 2022) dampak negati=
f dari
konflik yaitu: menyebabkan retaknya hubungan antarkelompok
sehingga muncul disintegrasi sosial, kerusakan harta benda dan
hilangnya nyawa manusia, perubahan kepribadian individu misalnya dari yang semula sopan menjadi kasar dan tidak ramah, adanya dominasi sebuah kelompok, munculnya aksi balas dend=
am
dan perpecahan, timbulnya aksi kekerasan.
Jika dilihat dari paparan d=
i atas
dampak konflik memicu disintegrasu sosial antar masyarakat dengan Kementeri=
an
Lingkungan dan Kehutanan. Menurut informan jika konflik TWA Danau Tes ini t=
idak
disegera untuk diselesaikan tidak menutup kemungkinan timbul aksi kekerasan
atas dominasi kelompok lain seperti Pemerintah. Masyarakat tentu akan terus
menuntut hak kepemilikan mereka yang mana masyarakat sudah jauh terlebih da=
hulu
menempati, mendiami, mengolah ataupun menguasai wilayah tersebut yang menja=
di
hak personal amsyarakat yang tentunya berbenturan dengan aturan pemerintah
jelas itu persoalan masalah. Menurut peneliti pemerintah khususnya Kementer=
ian
Lingkungan dan Kehutanan seharusnya segera berkomunikasi dengan masyarakat =
dan
mendengarkan aspirasi masyarakat TWA Danau Tes. Hal ini bisa dilakukan mela=
lui
komunikasi publik yang bertujuan membangun citra dan
reputasi institusi dan pengelola komunikasi publik sebagai salah satu insta=
nsi
pemerintah, membentuk opini publik, menampung dan mengolah pesan serta aspi=
rasi
masyarakat, hingga upaya mengklarifikasi data dan informasi yang berkembang=
di
masyarakat.
Gejolak konflik TWA Danau Tes jika tidak kian mereda maka menurut peneliti
terjadi kegagalan pemerintahan dalam segi komunikasi ataupun melakukan
komunikasi publik dengan masyarakat TWA Danau Tes.
Ada hal menarik yang peneli=
ti
temukan bahwa untuk menyelesaikan persoalan konflik TWA Danau Tes Kantor
Pertanahan melalui Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 ten=
tang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020–2024, Reforma
Agraria tetap menjadi Program Prioritas yang harus dilaksanakan sehinggan Keme=
nterian
Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional memiliki program Gugus Tug=
as
Reforma Agraria yang pelaksanaanya hingga tingkat Kabupaten dan Kota. Progr=
am
Gugus Tugas Reforma Agraria dilaksanakan di Kabupaten Lebong tahun 2022 unt=
uk
mengatasi konflik agraria di Kabupaten Lebong yang melibatkan lini sektor.
Peneliti menemukan fakta yang menarik bahwa penyelesaian konflik TWA Danau =
Tes
menjadi program kerja Kantor Pertanahan Kabupaten Lebong yang melibatkan be=
berapa
Organisasi Pemerintah Daerah dan organisasi non pemerintahan dan bahkan tim=
ini
diketuai oleh Bupati Lebong. Adanya kerjasama lintas sektor tentunya semakin
mempercepat perolehan informasi terkait dengan data yang akan digali di
lapangan.
Teo=
ri
negosiasi wajah konflik (FNT), seperti yang dikembangkan oleh Stella
Ting-Toomey menjelaskan faktor berbasis budaya, berbasis individu, dan
situasional yang membentuk kecenderungan komunikator dalam mendekati dan
mengelola konflik dalam berbagai situasi (Ting-Toomey, Conflict
Face-Negotiation Theory; Tracking Its Evolutionary Journey, 2017). Penyelesaian konflik TWA Danau Tes
menurut peneliti sangat tepat menggunakan Face
Negotiation Theory atau Teori Negosiasi Wajah yang mana dalam tim Gugus =
Tugas
Reforma Agraria terdapat kerjasama lini sektor yang tentunya memiliki perbedaan-perbedaan budaya guna lebih membantu dalam upaya penanganan
adanya konflik di TWA Danau Tes.
Perbedaan latar belakang in=
stansi
yang tergabung di dalam Gugus Tugas Reforma Agraria dapat menekan ego dan
berinteraksi satu sama lain serta mempersatukan presepsi terkait dengan kon=
flik
TWA Danau Tes. Tim yang berada di dalam Gugus Tugas Reforma Agraria sepakat
bahwa masyarakat terlebih dahulu ada dibandingkan penetapan. Hal inilah yang
diupayakan untuk dilakukan pembuktian sehingga tim ini menemukan bukti ajual
beli, rumah tua ukiran lama.
Berikut ini jika dilihat da=
ri
dimensi budaya yang mempengaruhi gaya dalam berkonflik.
1.
Menghindari/Avoiding
Berdasarkan hasil wawancara, observasi serta
dokumentasi dari berbagai sumber yang peneliti dapatkan. Maka dapat dikatak=
an baik Organis=
asi
Pemerintah Daerah tidak menghindar dalam proses penyelesaian konflik TWA Da=
nau
Tes. Terbentuk tim Gugus Tugas Reforma Agraria semakin mempererat komunikasi
dan kerjasama lini sektor yang terbuka dengan masyarakat dalam mendukung up=
aya
masyarakat lepas dari status kawasan hutan. Penghindaran terhadap masalah d=
apat
menjadi pemicu masalah baru sehingga tim yang tergabung dalam Gugus Tugas
Reforma Agraria dengan berkerjasama untuk mempercepat pengumpulan data Tanah
Objek Reforma Agraria. Selain itu penghindaran yang dilakukan terhadap
masyarakat juga bentuk dari tidak bertangungjawabnya pemerintah daerah terh=
adap
masalah yang dihadapi masyarakat.
2.
Keharusan/Obliging
Berdasarkan hasil wawancara, observasi serta
dokumentasi dari berbagai sumber yang peneliti dapatkan setiap tim
Gugus Tugas Reforma Agraria memiliki rasa tanggung jawab hal ini berdasarkan
Keputusan Bupati Lebong Nomor 141 Tahun 2022 tentang Tim Gugus Tugas Reforma
Agraria Kabupaten Lebong tanggal 10 Maret 2022 dan Keputusan Ke=
pala
Kantor Pertanahan Kabupaten Lebong Nomor 26/SK-17.17/III/2022 tentang pelak=
sana
harian Gugus Tugas Reforma Agraria Kabupaten Lebong Tahun 2022 tanggal 11 M=
aret
2022. Maka dari itu tim yang tergabung dalam tim Gug=
us
Tugas Reforma Agraria Kabupaten Lebong memiliki tanggung jawab dalam
penyelesaian konflik TWA Danau tes sesuai dengan tupoksi masing-masing.
3.
Kompromi/Compromising
Berdasarkan hasil wawancara, observasi serta
dokumentasi dari berbagai sumber yang peneliti dapatkan ba=
hwa
tim Gugus Tugas Reforma Agraria Kabupaten Lebong dalam rapat integrasi Gugus
Tugas Reforma Agraria Kabupaten Lebong yang merupakan dorum diskusi antar t=
im
Gugus Tugas Reforma Agraria Kabupaten Lebong dengan ketua RTRWP Terpadu
Provinsi Bengkulu yang diutus oleh Kementerian Lingkungan dan Kehutanan unt=
uk
menyelesaikan konflik kawasan hutan. Peneliti memperoleh informasi dalam fo=
rum
tersebut tim Gugus Tugas Reforma Agraria Kabupaten Lebong menyampaikan hasil
dari pendataan TORA yang mana kemudian Dr.Ir. Enggar Apriyanto mengatakan b=
ahwa
analisis data yang diperoleh oleh tim Gugus Tugas Reforma Agraria Kabupaten
Lebong bisa menjadi data tambahan dalam proses pengajuan pelepasan kawasan
hutan.
4.
Dominasi/Dominating
Dominasi mencakup penggunaan pengaruh, otoritas =
atau
keahlian untuk mendapatkan ide dalam pengambilan keputusan. Hasil yang didapatkan bahwasanya d=
alam
penyelesian konflik agrarian di TWA Danau Tes didominasi oleh Kantor Pertan=
ahan
Kabupaten Lebong. Hal ini terjadi program Gugus Tugas Reforma Agraria merup=
akan
program dari Kantor Pertanahan yang kemudian mengajak lini sektor bekerjasa=
ma
dalam penyelesaian konflik TWA Danau Tes. Meskipun begitu dalam proses inte=
raksi
antar tim Gugus Tugas Reforma Agraria Kantor Pertanahan Kabupaten menerima
masukan-masukan dari lini sektor yang lainnya. Sehingga komunikasi antar tim
berjalan dengan baik dan bahkan mereka memiliki grup GTRA Kabupaten Lebong
untuk bertukar informasi secara cepat melalui digital.
5.
Integrasi/Integration
Bentuk integ=
rasi
ini adalah upaya dari menemukan solusi dari sebuah permasalahan. Dalam hal =
ini
antar tim Gugus Tugas Reforma Agraria juga melakukan integrasi yang mana ad=
anya
perbedaaan budaya antar lini sektor yang tergabung dalam Gugus Tugas Reforma
Agraria Kabupaten Lebong yaitu mengkesampingkan ego sectoral dan bersikap
menghargai satu sama lain supaya kerjasama antar tim Gugus Tugas Reforma
Agraria Kabupaten Lebong dapat berjalan dengan baik. Hal ini ditunjukkan da=
lam
sesi rapat teknis sebelum dilaksanakan pendataan TORA antar lini sektor ber=
bagi
informasi terkait dengan data yang dapat mendukung pelepasan kawasan hutan =
yang
nantinya akan digali kelapangan oleh Gugus Tugas Reforma Agraria Kabupaten
Lebong sebagai bukti yang memperkuat bahwa TWA Danau Tes sudah ada sebelum
tpenetapan kawasan hutan.
TWA Danau Tes =
dapat
dibebaskan karena memenuhi unsur syarat pelepasan dari kawasan hutan sesuai
dengan aturan Peraturan Pemer=
intah
No 23 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan Kehutanan pasal 25 menerangkan
penyelesaian bidang tanah yang telah dikuasai dan dimanfaatkan dan/atau tel=
ah
diberikan hak di atasnya sebelum bidang tanah tersebut ditunjuk sebagai kaw=
asan
hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (4) huruf a, dilakukan dengan
mengeluarkan bidang tanah dari kawasan hutan negara melalui perubahan batas
kawasan hutan.
Menurut peneli=
ti yang
berdasarkan hasil penelitian di lapangan, penyelesaian konflik TWA Danau Tes
ini sudah diupayakan oleh tim Gugus Tugas Reforma Agraria yang merupakan
program nasional Kementeria Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional
yang mana juga dilaksanakan juga oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Lebong.
Kemudian dibentuklah tim yang beranggotakan Organisasi Pemerintah Daerah
Kabupaten Lebong, organisasi masyarakat seperti Aliansi Masyarakat Adat
Kabupaten Lebong dan diketuai Bupati Lebong. Melalui kerjasama antar lini
sektor ini diperoleh data hasil pendataan potensi Tanah Objek Reforma Agrar=
ia
dan kemudian diserahkan kepada tim review RTRWP Provinsi Bengkulu menjadi d=
ata
tambahan untuk pelepasan status kawasan hutan TWA Danau Tes.
Komunikasi ant=
ar tim
yang tergabung dalam penyelesaian konflik TWA Danau Tes berjalan dengan bai=
k.
Dalam proses penelitian peneliti menemukan bahwa terjadi komunikasi ke bawa=
h,
ke atas dan horizontal. Kemudian dalam penyelesaian konflik TWA Danau Tes t=
im
sudah berupaya dan bahkan juga memiliki grup whatsapp untuk bekomunikasi se=
cara
digital. Adapun win win salutation yang peneliti tawarkan adalah pemerintah
terkait dan dalam hal ini merupakan Kementerian Lingkungan dan Kehutanan ha=
rus
segera melepaskan status kawasan hutan sehingga masyarakat yang berada disa=
na
meliputi Kelurahan Tes, Desa Kutai Donok, Desa Sukasari dan Desa Mangkurajo
memiliki secara legalitas hak miliki yang berbentu sertifikat tanah.
Penyelesaian k=
onflik
agraria di TWA Danau Tes yang telah diupayakan tim Gugus Tugas Reforma Agra=
ria
sudah mendapatkan data berupa luas Desa/Kelurahan, luas TWA, luas rumah
tinggal, luas fasilitas umum/fasilitas sosial, luas sawah, luas kebun, luas
jalan dan luas jumlah bidang terbangun yang rinciannya terdapat pada table =
2 di
atas. Ditemukan juga bukti jual beli tahun 1970, makam lama yang berdasarkan
tulisan pada kuburan tersebut, diketahui penduduk setempat ada yang meningg=
al
tahun 1929, 1939, rumah tua dan silsilah Ario
Aliasar merupakan pasirah (raja) marga Bermani-Jurukalang di Desa Kutai=
Donok.
Penemuan ini dikuatkan oleh dalam Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2021 ten=
tang
penyelenggaraan Kehutanan pasal 25 menerangkan penyelesaian bidang tanah ya=
ng
telah dikuasai dan dimanfaatkan dan/atau telah diberikan hak di atasnya seb=
elum
bidang tanah tersebut ditunjuk sebagai kawasan hutan sebagaimana dimaksud d=
alam
Pasal 24 ayat (4) huruf a, dilakukan dengan mengeluarkan bidang tanah dari
kawasan hutan negara melalui perubahan batas kawasan hutan. Selanjutnya unt=
uk
masyarakat yang berada di TWA Danau Tes jika lepas dari kawasan hutan juga
harus menjaga hutan konservasi.
Kesimpulan
Ber=
dasarkan
hasil penelitian ini yang berjudul penyelesaian konflik agraria di kabupaten
lebong maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab konflik disebabkan oleh
penetapan kawasan hutan TWA Danau Tes pada tanggal 27 Maret 1974 sedangkan
masyarakat sudah terlebih dahulu bermukim di TWA Danau Tes jauh sebelum
penetapan kawasan hutan. Adapun aktor yang terlibat konflik TWA danau tes
melibatkan masyarakat dengan Kementrian Lingkungan dan Kementrian Kehutanan
dalam menetapkan aturan penetapan kawasan hutan. Konflik TWA Danau Tes
berdampak pada gejolak masyarakat yang menuntut hak kepemilikan legalitas t=
anah
mereka. Dalam penelitian peneliti menemukan resolusi konflik TWA Danau Tes
melalui Face Negotation Theory yang dapat diterapkan tim yang terlibat dalam
konflik TWA Danau Tes. Penggunaan Face Negotation theory dalam penyelesaian
konflik TWA Danau Tes ditinjau dari banyaknya lini sektor yang terlibat dal=
am
upaya penyelesaian konflik agraria.
Adiansah, Wandi, Apsari, Nurliana C=
ipta,
& Raharjo, Santoso Tri. (2019). Resolusi Konflik Agraria di Desa
GenteAdiansah, Wandi, Apsari, Nurliana Cipta, & Raharjo, Santoso Tri.
(2019). Resolusi Konflik Agraria di Desa Genteng Kecamatan Sukasari Kabupat=
en
Sumedang. Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik, 1(1), 1–10.ng Kecamatan
Suka. Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik, 1(1), 1–10.
Al Azis, Muhammad Rachdian, &
Irwansyah, Irwansyah. (2021). Konflik Antar Etnis di Indonesia dalam Analis=
is
Face Negotiation Theory. JESS (Journal of Education on Social Science)=
i>, 5(2),
123–134.
Aryamto, Ferry. (2022). Konflik agr= aria, petani di Mukomuko Bengkulu rawan dikriminalisasi. Retrieved from https://bengkulu.antaranews.com/ website: https://bengkulu.antaranews.com/<= o:p>
Bungin, Burhan. (2010). Peneliti=
an
Kualitatif: Komunikasi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya.
Diharjo, Sumartono Mulyo. (2019). D=
inamika
Perubahan Sosial dalam Teori Konflik. Jurnal Ilmu Komunikasi Dan Bisnis<=
/i>,
5(1), 1–17.
Griffin, Em, Ledbetter, Andrew, &am=
p;
Sparks, Glenn. (2019). A first look at communication theory (tenth edit)=
.
McGraw-Hill Education.
Halawa, Adieli, & Wagey, Robert=
Calvin.
(2022). Model Penyelesaian Konflik Dalam Pemilihan Pemimpin di Sinode Gereja
Kristen Injili Nusantara (GKIN). Missio Ecclesiae, 11(1),
1–20.
Mahdi, M. Ivan. (2022). Konflik Agr=
aria
Paling Banyak Terjadi di Sektor Perkebunan. Retrieved from
https://dataindonesia.id/ website: https://dataindonesia.id/
Masdin, Masdin. (2022). Kedudukan R=
eforma
Agraria Dalam Penyelesaian Konflik Agraria Di Daerah. Tadulako Master Law
Journal, 6(1), 67–85.
Moleong, Lexy J. (2005). metodologi
penelitian kualitatif, Bandung: Remaja. Rosdakarya. T. Hani.
Muri Yusuf, Ahmad. (2017). Metode
penelitian: kuantitatif, kualitatif, dan penelitian gabungan.
Pasolong, Harbani. (2020). Metode
penelitian administrasi publik. Penerbit Alfabeta.
Sahide, Muhammad Alif K., Sirimorok,
Nurhady, Batiran, Karno, Fisher, Micah, Verheijen, Bart, Sulu, Mitalia Nonz=
a,
Faturachmat, Fatwa, Supratman, Supratman, & Maryudi, Ahmad. (2021).
Actor-center framing on measuring land use conflict visibility. MethodsX=
,
8, 101450.
Senoaji, Gunggung, Anwar, Guswarni,
Hidayat, Muhammad Fajrin, & Iskandar, Iskandar. (2020). Tipologi dan
Resolusi Konflik Tenurial dalam Kawasan Hutan Konservasi Taman Wisata Alam
Pantai Panjang-Pulau Baai di Kota Bengkulu. Jurnal Ilmu Lingkungan, =
18(2),
323–332.
Sibuea, Harris Y. P. (2022). Konflik
Agraria Di Desa Wadas: Pertimbangan Solusi. Info Singkat, 14(=
4),
1–6.
Sutrisno, Edy, & Desanti, Novi.=
(2018).
Identifikasi Pendekatan Dalam Penanganan Konflik Dan Pengaruhnya Terhadap
Kinerja Pegawai Di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sanggau Provinsi
Kalimantan Barat. Transformasi: Jurnal Manajemen Pemerintahan,
143–154.
Tualeka, M. Wahid Nur. (2017). Teori
konflik sosiologi klasik dan modern. Al-Hikmah: Jurnal Studi Agama-Agama=
,
3(1), 32–48.
Copyright holder: Puji Haryadi =
Mulyana
Sukma, Panji Suminar, Dhanurseto Hadiprashada (=
2023) |
First publication right: Syntax Lit=
erate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |
Puji Haryadi Mulyana Sukma, Panji Suminar, Dhanurseto Hadipras= hada
Resolusi Konflik Agraria di Kabupaten Lebong dalam Perspektif Face
Negotation Theory
2=
&=
nbsp; &nbs=
p; &=
nbsp; &nbs=
p; &=
nbsp; &nbs=
p; &=
nbsp; &nbs=
p; &=
nbsp; &nbs=
p; &=
nbsp; Syntax
Literate, Vol. 8, No. 7, Juli 2023
Syntax Literate, Vol. 8, No. 7, Juli 2023 &nbs=
p; 3
How
to cite: |
Puji Haryadi Mulyana Sukma, Panji Suminar, Dhan=
urseto
Hadiprashada (2023) Resolusi Konflik Agraria di Kabupaten Lebong dalam Pe=
rspektif
Face Negotation Theory, (8) 7, =
http://dx.doi.org/10.36418/syntax-literate.v6i6=
span> |
E-ISSN: |
|
Published
by: |