MIME-Version: 1.0 Content-Type: multipart/related; boundary="----=_NextPart_01D9BB0C.9921A160" ------=_NextPart_01D9BB0C.9921A160 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Novario,siappublish.htm Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/html; charset="us-ascii"

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 10, Oktober 2022

 =

KONSEPSI NEGARA HU= KUM DALAM UPAYA PENYELESAIAN PERMASALAHAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA =

&nb= sp;

Novario Asca H.

Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Indonesia

Email: novario.asca@gmail.com

 

Abstrak

Indonesia memiliki kasus-kasus pelan= ggaran hukum berat. Pada awal tahun 2023, Presiden Jokowi mengakui setidaknya ada = 12 (dua belas) kasus pelanggaran hak asasi manusia berat di masa lampau mulai = dari peristiwa terkait G30S/PKI sampai dengan peristiwa Jambo Keuopok di Aceh pa= da tahun 2023. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang hubungan antara konsep negara hukum dan perlindungan hak a= sasi manusia serta bagaimana konsep tersebut diimplementasikan dalam konteks nya= ta di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Data penelitian didapatkan melalui studi pustaka, wawancara dan observasi. Analisis data  dengan menggunakan analisis kualitatif untuk mengidentifikasi pola, tren, dan temuan penting terkait dengan konsepsi negara hukum dan upa= ya penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia. Hasil penelitian i= ni adalah politik hukum HAM dalam negara hukum demokratis harus bersifat promo= tif, protektif dan implementatif terhadap HAM guna mencegah penyalahgunaan kekua= saan dalam bentuk pelanggaran HAM.

 

Kata kunci: Hak asasi manusia, Negara Hukum, Pelan= ggaran HAM

 

Abstract <= /p>

Indonesia has had serious cases of legal violations. = In early 2023, President Jokowi acknowledged the existence of at least 12 (twe= lve) cases of severe human rights violations in the past, ranging from events related to the G30S/PKI to the Jambo Keuopok incident in Aceh in 2023. This research aims to gain a deeper understanding of the relationship between the concept of a state based on the rule of law and the protection of human rig= hts, as well as how this concept is implemented in real contexts in Indonesia. T= he method used in this research is a qualitative approach. Research data is obtained through literature reviews, interviews, and observations. Data analysis employs qualitative analysis to identify patterns, trends, and important findings related to the conception of a state based on the rule of law and efforts to address human rights violations in Indonesia. The result= s of this study show that the human rights legal politics within a democratic ru= le of law must be promotive, protective, and implementative in order to prevent the abuse of power in the form of human rights violations.

 

Keywords: Human Rights, Rule of Law= , Human Rights Violations

Pendahuluan

Manusia secara alami adalah makhluk yang bebas, sama = dan merdeka, tak seorangpun dapat dikeluarkan dari keadaan ini dan tunduk kepada kekuatan politik dari orang lain tanpa adanya persetujuan dari manusia ters= ebut (SA & SH, 20= 19).  Setiap manusia memiliki norma yang= dianutnya sendiri, dan norma-norma individu ini berhubungan dengan normal-norma umum = yang berlaku sebagai statuta umum terkait dengan konstitusi.  Oleh karenanya setiap manusia, den= gan kesepakatan dengan manusia yang lainnya untuk menciptakan suatu badan polit= ik berdasarkan satu pemerintahan, menempatkan dirinya terhadap suatu kewajiban untuk setiap orang pada masyarakat tersebut untuk tunduk kepada keputusan d= ari mayoritas.  Keputusan mayoritas inilah merupakan salah satu bentuk suatu sistem demokrasi yang ada (Hanafi, 2013).

Menurut Samuel P. Huntington, dalam dua (hingga tiga) dekade terakhir ini, kita melihat terjadinya revolusi politik yang luar bia= sa dimana transisi dari otoritarianisme menuju demokrasi telah terjadi di lebih dari 40 negara.

Negara merupakan konstruksi yang diciptakan umat manu= sia (human creation) tentang pola hubungan antarmanusia dalam kehidupan bermasy= arakat yang diorganisasikan sedemikian rupa untuk maksud memenuhi kepentingan dan mencapai tujuan Bersama (Rifan & Ra= hmawati, n.d.). Apabila perkumpulan orang bermasyarakat itu di organisasikan untuk mencapai tujuan sebagai satu unit pemerintahan tertentu, maka perkumpulan itu dapat dikatakan diorganisasikan secara politik, dan disebut body politic atau Negara (state) sebagai a society politically organized.

Ada hubungan yang signifikan antara sistem pemerintah= an sebuah negara dengan hukum yang dianutnya. Dalam sistem pemerintahan yang otoriter, hukum menjadi subordinasi dari politik. Artinya, hukum mengikuti politik (Bareta et al., 2020). Dengan kata lain, hukum digunakan hanya sekadar menunjang politik penguasa. Sebaliknya dalam sistem pemerintahan yang demokratis, hukum terpisah secara diametral dari politik. Artinya, hukum bukan menjadi bagian dari politik, akan tetapi hukum menjadi acuan berpolitik dari sebuah bangsa.

Negara merupakan konstruksi yang diciptakan umat manu= sia (human creation) tentang pola hubungan antarmanusia dalam kehidupan bermasyarakat yang diorganisasikan sedemikian rupa untuk maksud memenuhi kepentingan dan mencapai tujuan Bersama (Liwe, 2016). Apabila perkumpulan orang bermasyara= kat itu di organisasikan untuk mencapai tujuan sebagai satu unit pemerintahan tertentu, maka perkumpulan itu dapat dikatakan diorganisasikan secara polit= ik, dan disebut body politic atau Negara (state) sebagai a society politically organized (Nendissa, 2020).

Untuk memahami Negara hukum secara baik, perlu menget= ahui sejarah timbulnya pemikiran tentang Negara hokum (Ridwan & Sudrajat, 2020). Pengertian tentang Negara hukum sebenarnya sudah sangat tua, jauh lebih tua dari usia ilmu Negara ataupun ilmu kenegar= aan (Anshar, 2019).

Negara Hukum adalah konsep yang merupakan produk seja= rah. Karena itu unsur-unsur negara hukum mempunyai hubungan yang sangat erat den= gan sejarah dan perkembangan masyarakat dari suatu negara. Sementara itu sejarah dan perkembangan masyarakat setiap negara tidaklah sama, sehingga pemaknaan= dan unsur-unsur negara hukumnya juga berbeda. Hal ini melahirkan adanya berbagai tipe negara hukum, mulai dari Negara Hukum Anglo Saxon, Negara Hukum Eropa Kontinenantal, Negara Hukum Sosialis, Negara Hukum Islam (Nomokrasi Islam) sampai Negara Hukum Pancasila yang masing-masing mempunyai dasar pemikiran = dan ciri karakteristik sendiri-sendiri.

Tulisan penulisan ini membahas bagaimana suatu negara= hukum dapat memberikan jaminan dan perlindungan atas hak asasi manusia, khususnya perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.

 =

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penel= itian ini adalah pendekatan kualitatif. Data penelitian didapatkan melalui studi pustaka, wawancara dan observasi dengan mengumpulkan literatur dan sumber terkait konsep negara hukum dan isu pelanggaran hak asasi manusia di Indone= sia melalui buku, jurnal, laporan pemerintah, dan sumber-sumber terpercaya lain= nya untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang konsep negara hukum, hak a= sasi manusia, dan upaya penyelesaian permasalahan pelanggaran hak asasi manusia.=   Wawancara dilakukan dengan para ah= li hukum, akademisi, pegawai pemerintah, dan aktivis hak asasi manusia yang berpengalaman untuk mendapatkan perspektif mereka tentang konsepsi negara h= ukum di Indonesia dan upaya penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia. Analisis data dengan menggunakan analisis kualitatif untuk mengidentifikasi pola, tr= en, dan temuan penting terkait dengan konsepsi negara hukum dan upaya penyelesa= ian pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia.

 =

Hasil dan Pembahasan

= Negara hukum

Istilah Negar= a Hukum baru dikenal pada Abad XIX tetapi konsep Negara Hukum telah lama ada dan berkembang sesuai dengan tuntutan keadaan. Dimulai dari jaman Plato hingga kini, konsepsi Negara Hukum telah banyak mengalami perubahan yang mengilhami para filsuf dan para pakar hukum untuk merumuskan apa yang dimaksud dengan Negara Hukum dan hal-hal apa saja yang harus ada dalam konsep Negara Hukum. Negara memiliki kekuatan koersif, dan orang-orang ingin tahu bagaimana menghindari kekuasaan itu (Ramdani & Kusmayadi, 2016)

Plato dan Aristoteles memperkenalkan Negara Hukum sebagai negara yang diperintah oleh negara yang adil. Dalam filsafatnya, keduanya menyinggung angan-angan (cita-cita) manusia yang berkorespondensi dengan dunia yang mut= lak yang disebut: (Moh. Kusnardi dan Bintan Saragih, n.d.)<= span style=3D'mso-bidi-font-weight:bold'>

1.   Cita-cita untuk mengejar kebenaran (idée der warhead);

2.   Cita-cita untuk mengejar kesusilaan (idée der zodelijkheid);

3.   Cita-cita manusia untuk mengejar keindahan (idee der schonheid); dan

4.   Cita-cita untuk mengejar keadilan (idée der gorechtigheid).

Plato dan Aristoteles meng= anut paham filsafat idealisme. Menurut Aristoteles, keadilan dapat berupa komunikatif (menjalankan keadilan) dan distribusi (memberikan keadilan). Menurut Plato yang kemudian dilanjutkan oleh Aristoteles, bahwa hukum yang diharapkan adalah hukum yang adil dan dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, hukum yang bukan merupakan paksaan dari penguasa melainkan sesu= ai dengan kehendak warga Negara, dan untuk mengatur hukum itu dibutuhkan konstitusi yang memuat aturan-aturan dalam hidup bernegara (Debi, 2015)

Negara Hukum Formal menyus= un unsur-unsur Negara hukum adalah:

1.&n= bsp;  Mengakui dan melindun= gi hak-hak asasi manusia;

2.&n= bsp;  Untuk melindungi hak asasi tersebut maka penyelenggaraan Negara harus berdasarkan pada teori tri= as politica;

3.&n= bsp;  Dalam menjalankan tugasnya, pemerintah berdasar atas undang-undang (wetmatig bestuur); <= /o:p>

4.&n= bsp;  Apabila dalam menjala= nkan tugasnya berdasarkan undang-undang pemerintah masih melanggar hak asasi (ca= mpur tangan pemerintah dalam kehidupan pribadi seseorang), maka ada pengadilan administrasi yang akan menyelesaikannya.

Arliman menjelaskan yang t= erpenting dalam Negara hukum, yaitu (Arliman, 2019)

1.&n= bsp;  Bahwa pemerintahan da= lam menjalankan tugas dan kewajibannya harus berdasarkan hukum atau peraturan perundang-undangan;

2.&n= bsp;  Adanya jaminan terhad= ap hak-hak asasi manusia (warganya);

3.&n= bsp;  Adanya pembagian kekuasaan dalam Negara;

4.&n= bsp;  Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (rechterlijke controle).

Dalam perkembangan sejarah pemikiran dan praktik negara hukum ditemukan adanya beberapa tipe negara hu= kum. Dari pemikiran ahli dan praktik ketatanegaraan di Eropa ditemukan adanya ti= pe Negara Hukum Anglo Saxon yang berasal dari konsep rule of law dan Negara Hu= kum Eropa Kontinental yang berasal dari konsep rechtsstaat. Selain kedua tipe tersebut di negara-negara komunis juga berkembang tipe Negara Hukum Sosialis atau yang disebut dengan socialist legality.

Karakteristik politik hukum nasional adalah kebijakan atau ara= h yang akan dituju oleh politik hukum nasional dalam masalah pembangunan hukum nasional. sebagai bentuk dari kristalisasi kehendak-kehendak rakyat (Fata et al., 2015). Untuk itu kita perlu= untuk menengok kembali rumusan politik hukum nasional yang terdapat dalam GBHN. P= ada butir ke-2 TAP MPR No IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara tentang arah kebijakan bidang hukum dikatakan:  &#= 8220;Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui menghorma= ti hukum agama dan hukum adat serta memperbaharui perundang-undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif, termasuk ketidakadilan gend= er dan ketidak sesuaiannya dengan tuntutan reformasi melalui program legislasi.“

Berdasarkan pemaparan diatas ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik:

= 1.     Sistem hukum nasional yang dibentuk hendaknya bersifat menyeluruh dan terpadu;

= 2.     Sistem hukum nasional yang dibentuk tetap mengakui dan menghormati eksistensi hukum dan agama adat; adat

3.     Sistem hukum nasional yang dibentuk melakukan pembaharuan terhadap warisan hukum kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif dan tidak sesuai dengan tujuan reformasi.

Penyelesaian Permasalahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Di Indonesia Sebagai Suatu Negara Hukum

HAM yang melekat pada manusia secara kodrati merupakan seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijujung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerin= tah dan setiap orang. Hak-hak ini tidak dapat diingkari oleh siapapun juga. Pengingkaran terhadap hak prinsipil tersebut berarti mengingkari martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itulah baik negara, pemerintah maupun organisasi apapun harus mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia pada tiap manusia tanpa terkecual= i. Hal ini mengandung maksud bahwa HAM harus selalu menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bemasyarakat, berbangsa dan bernegara.=

Pendekat= an politik hukum dalam penanganan HAM ini dilakukan karena politik hukum HAM adalah kebijakan hukum HAM (human rights legal policy) tentang penghormatan (to respect), pemenuhan (to fulfill) dan perlindungan HAM (to protect). Kebijakan ini bisa dalam bentuk pembuatan, perubahan, pemuatan pasal-pasal tertentu atau pencabutan peratur= an perundang-undangan (Nurhardianto, 2014). Dalam pandangan Moh. Mahfud M D, implementasi politik hukum dapat berupa:

1.&n= bsp;  Pembuatan hukum dan pembaruan terhadap bahan-bahan hukum yang dianggap asing atau tidak sesuai dengan kebutuhan dengan penciptaan hukum yang diperlukan;=

2.&n= bsp;  Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada, termasuk penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para anggota penegak hukum.

Penegasan mengenai HAM dalam setiap bentuk peraturan perundang-undangan Indonesia sep= erti disebut di atas, merupakan terdapatnya politik hukum pemerintah dalam melaksanakan nilai-nilai esensial yang terkandung di dalam HAM. Pergeseran paradigma dari sistem pemerintahan yang otoriter kepada sistem pemerintahan yang cenderung demokratis saat ini dapat telihat dengan jelas dari karakteristik produk hukum yang dihasilkannya.Hal ini dapat dijelaskan dalam konfigurasi politik dan produk hukum bahwa dalam sis= tem yang demokratis maka menghasilkan produk hukum yang berkarakter responsif. = Produk hukum yang responsif ialah produk hukum yang mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan masyarakat. Dalam proses pembuatannya memberikan peranan b= esar dan partisipasi penuh kelompok-kelompok sosial atau individu di dalam masyarakat. Hasilnya bersifat responsif terhadap tuntutan-tuntutan kelompok sosial atau individu dalam masyarakat.

Pernyata= an bahwa “hukum adalah produk politik” adalah benar jika didasarkan pada Das Sein dengan mengonsepkan hukum sebagai undang-undang.  Dalam faktanya jika hukum dikonsepkan sebagai undang-undang yang dibuat oleh lemb= aga legislatif maka tak seorang pun dapat membantah  b= ahwa hukum adalah produk politik sebab ia merupakan kristalisasi, formalisasi at= au legalisasi dari kehendak-kehendak politik yang saling bersaingan baik melal= ui kompromi politik maupun melalui dominasi oleh kekuatan politik yang terbesa= r. Dalam konsep dan konteks inilah terletak kebenaran pernyataan bahwa “hukum merupakan produk politik” (Antariksa, 2017).

Hukum da= pat berubah-ubah sesuai dengan apa yang berkembang di tengah-tengah masyarakat.  Demikian pula halnya yang terjadi pada salah satu bidang peegakan hukum, dimana adanya keinginan masyarakat baik nasional atau inter= nasional untuk segera memiliki atau membentuk institusi peradilan yang khusus mengen= ai masalah HAM di wilayah Indonesia.

Politik hukum HAM merupakan kebijakan hukum (leg= al policy) tentang HAM yang mencakup kebijakan Negara tentang bagaimana hukum tentang HAM itu telah dibuat dan abagiamana pula seharusnya hukum tentang H= AM itu dibuat untuk membangun masa depan yang lebih baik, yakni kehidupan Nega= ra yang bersih dari pelanggaran-pelanggaran HAM terutama yang dilakukan oleh penguasa. 

Penguasa= Asia yang otoriter, termasuk rezim Orde Baru selalu mengajukan argumen bahwa neg= ara dan masyarakat yang ia pimpin memiliki konsep HAM tersendiri; suatu pandang= an yang sama dengan penganutabsolutisme budaya bahwa HAM pada masyarakat yang berbeda memiliki konsep HAM yang berbeda pula.

Setelah perubahan rezim pada 1998 Indonesia mencoba untuk menjadi negara yang bersi= fat demokrasi dan tidak lagi menganut totaliter dimana negara totaliter selalu berorientasi mempertahankan kekuasaan juga melakukan kontrol terhadap kehid= upan masyarakat dengan membentuk suatu sistem politk yang melebihi kekuasaan neg= ara yang mengontrol, menguasai dan memobilisasi segala kehidupan masarakat. Dim= ulai pada masa Presiden B.J. Habibie sudah dibentuk beberapa peraturan serta ada= nya kebijakan yang membuka akses bagi masyarakat untuk mencapai keadilan diantaranya: Pembebasan Tahanan Politik.

Diantara= yang dibebaskan tahanan politik kaum separatis dan tokoh-tokoh tua mantan PKI, yang telah ditahan lebih dari 30 tahun. Amnesti diberik= an kepada Mohammad Sanusi dan orang-orang lain yang ditahan setelah Insiden Tanjung Priok. Selain tokoh itu tokoh aktivis petisi 50 (kelompok yang seba= gian besar terdiri dari mantan jendral yang menuduh Soeharto melanggar perinsip Pancasila dan Dwi Fungsi ABRI). Dr Sri Bintang Pamungkas, ketua Partai PUDI= dan Dr Mochtar Pakpahan ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia dan K. H Abdurrahman Wahid merupakan segelintir dari tokoh-tokoh yang dibebaskan Habibie. Selain itu Presiden B.J. Habibie mencabut Undang-Undang Subversi d= an menyatakan mendukung budaya oposisi serta melakukan pendekatan kepada mereka yang selama ini menentang Orde Baru.

Ketakutan beberapa pihak akan tetap terjadinya pemerintahan yang represif dan tidak menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia membuat desakan kepada Presiden B.J. Habibie untuk mengundangkan peraturan yang mengandung muatan HAM tidak tebendung. 

Pada masa Presiden Gus Dur serta Megawati juga terjadi beberapa kebijakan penting yang berkaitan dengan HAM antara lain:

a.&n= bsp;  Penghapusan ketetapan MPRS No.25 Tahun 1966 tentang PKI meskipun pada akhirnya hal ini gagal direalisasikan oleh pemerintahan Abdurahman Wahid.

b.&n= bsp;  Pada masa ini dengan berubahnya peta kekuatan di parlemen yang berwenang merubah UUD terjadilah perubahan signifikan dalam UUD 1945 kita dengan adanya amandemen baru konstitusi tersebut. Pengaturan tentang HAM diperluas dalam konsitiusi lota dengan perdebatan berlangsung alot, pada Sidang Tahunan MPR tahun 2000, perjuangan untuk memasukkan perlindungan HAM ke dalam Undang-Undang Dasar akhirnya berhasil dicapai. MPR sepakat memasukan HAM ke dalam Bab= XA, yang berisi 10 Pasal HAM (dari pasal 28A-28J) pada Amandemen Kedua UUD 1945 yang ditetapkan pada 18 Agustus 2000, yang melengkapi dan memperluas Pasal = 28.

Tolak tarik kepentingan antar elite di MPR/DPR mengenai luas l= ingkup perubahan UUD 1945, termasuk substansi HAM yang harus dimuat di dalamnya ti= dak saja dilatarbelakangi oleh perbedaan persepsi tentang konsep HAM di antara = para elite politik di parlemen untuk kepentingan politik pendukung status quo= Orde Baru yang cemas akan kuatnya desakan untuk menyelesaikan pelanggaran HAM ya= ng terjadi dan dilakukan oleh penguasa Orde Baru.

= c.   Penghapusan badan koordinasi bantuan pemantapan stabilitas nasional (Baskorstanas) dan lembaga penelitian khusus (Litsus). Kebijakan ini dikeluarkan melalui keput= usan Presiden (Keppres) No. 38/2000 tentang penghapusan Baskorstanas dan Litsus = yang selama orde baru menjadi alat represif Negara. Kebijakan ini merupakan cerm= in gagasan besar Presiden K.H. Abdurrahman Wahid untuk meletakkan TNI pada tem= pat yang sebenarnya sekaligus mencabut sistem kontrol terhadap kebebasan masyarakat. Kedua lembaga yang di masa lalu menjadi instrumen rezim otoriter ini dinilai tidak tepat lagi berada di alam politik baru yang demokratis. Kebijakan ini mendapatkan respon positif yang sangat luas dari masyarakat, hingga ada beberapa kalangan yang menyatakan bahwa seharusnya kebijakan itu dilakukan sejak dulu, karena fungsi dan perannya tidak jelas.

Kebijakan Presiden Abdurahman Wahid yang membuat beberapa peraturan yang menjunjung H= AM diteruskan pada Masa Presiden Megawati dengan berhasil mengadili beberapa pelaku pelanggaran HAM Tanjung priok dan Timur-Timor walaupun pada akhirnya memang belum juga tuntas terselesaikan.

Warisan kekerasan dan pelanggaran HAM masa lalu menjadi salah satu warna dominan ba= gi rezim yang tengah mengalami tranisisi dari otoritarian ke demokratis, seper= ti halnya Indonesia.(Faruk & Bu= diawan, 2018).

Di bawah= ini adalah tabel berbagai peristiwa menonjol terkait pelanggaran HAM di masa la= lu yang diambil dari dokumentasi ELSAM:

&nb= sp;

Tabel 1. HAM di masa lalu yang diambil dari dokumentasi E= LSAM

No

Tahun

Perkara

Bentuk Pelanggaran=

1.

1965-

Peristiwa 1965

(1) Pembunuhan,  penyiksaan, penangkapan d= an penahanan sewenang-wenang, penghilangan paksa, peramp= asan harta benda, perkosaan atau kekerasan seksual lainnya, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, pemusnahan, perbudakan, penganiayaan, berbagai tindakan lainnya;

(2) Ke= matian perdata bagi orang-orang yang dituduh anggota PKI;

(3) Stigmatisasi dan diskriminasi hingga sekarang.

2.

1965-

1969

Kekerasandi Papua sampai dengan Pepera 1969

Pembunuhan, penyiksaan, intimidasi, dll.

3.

1971

Pemerkosaan terhadap Sum Kuning, <= span style=3D'letter-spacing:-.75pt'>Yogyakarta

Peradilan sesat, korban justru diadili. Akhirnya dibebaskan

4.

Perampasan tanah di Tapos (sampai90an)

Perampasan tanah, intimidasi kepada war= ga

5.

Pembangunan Taman Mini Indonesia

Indah

Pengusiran paksa, Kehilangan tanah, Intimidasi

6.

1971-

1972

Perampasan lahan di Gunung Balak, = Lampung

Pengosongan l= ahan untuk waduk, perampasan tana= h, perubuhan rumah dan fasilitas penduduk, tanaman warga dicabuti

7.

1974

Peristiwa Malari

11 pendemo terbunuh, orang-orang yang dianggap actor peristiwa tersebut diadili

8.

Pembredelan media massa

Pembredelan koran, diantaranya koran Ind= onesia Raya.

9.

1977-

1980an

Komando Jihad<= o:p>

Ribuan= aktifisIslam ditangkapi secara sewenang-<= span style=3D'letter-spacing:-.15pt'>wenang, disiksa, dipenjara tanpa prosedur dan vonis tanpa lan= dasan hukum

10.

1976-

1989

PraDOM di Aceh=

Kasus-= kasuspra-DOM 1976-1989. Semenjak dideklarasikann= ya GAM oleh Hasan Di Tiro,Aceh selalu menjadi dae= rah operasi militer dengan intensitas kekerasan yang tinggi.

11.

1978

Pembungkaman ekspresi politik, ger= akan mahasiswa dan pembredelan su= rat kabar

Beberapamahasiswa ditahan dan koran dibredel

13.

1982

Pengembangan obyek wisata

Borobudur=

Pengusiran paksa, pengambilan tanah secara paksa, ganti = rugi yang tidak layak

14.

Pembredelan majalah

Pembredelan m= ajalah Tempo selama 2 bulan karena pember= itaan

15.

1982-

1985

Penembakan Misterius

Pembunuhan, penyiksaan, perampasan kemerdekaan atau kebebasan lainnya secara sewenang-wenang, penghilangan orang secara paksa

16.

1984

Peristiwa Tanjung Priok

Pembunuhan, penganiayaan, penghilangan p= aksa

17.

1985-

1989

Pembangunan waduk Kedung

Ombo,Jawa Tengah

Meneng= galamkan37 Desa, pengusiran paksa, kehilangan tanah, ganti rugi yang tak laya= k teror, intimidasi dan kekerasan fisika= kibat perlawanan=

18.

1989

Peristiwa Talangsari Lampung

Pembunuhan, penyiksaan, penganiayaan, pe= nghilangan

Paksa

19.

Perampasan lahan di Cimac= an

Perusakan lahan, pengambilalihan lahan masyarakat

20.

1989-

1998

DOMdiAceh=

Pembunuhan, penyiksaan (Operasi militer guna menumpas GPK di bawah pimpinan Tgk. Hasan di Tiro. pada tiga kabupaten;Aceh Utara,Aceh Timur dan Pidie)

21.

1991

Pembantaian di Santa Cruz, Dili, T= imor-Timur

Pembunuhan kilat

Upaya atau insiatif penyelesaian pelan= ggaran HAM masa lalu, pada satu sisi perlu diapresiasi, namun pada sisi lain harus diletakkan kembali dalam “jalur” yang sebenarnya. Meski upaya penyelesaian dilakukan dalam berbagai konteks dan tujuan yang berbeda-beda, misalnya kepentingan sebagai bangsa di masa depan, tujuan utama penyelesaian adalah untuk melaksanakan kewajiban negara berdasarkan konstitusi dan hukum= HAM internasional terkait dengan pelanggaran HAM yang telah terjadi. Kewajiban negara itu diantaranya memberikan hak-hak korban yang mencakup hak atas kebenaran (the right to know the truth), hak atas keadilan (the r= ight to justice), maupun hak atas pemulihan (the rights to reparations).

Dapat dilihat pada tabel di bawah ini landasan hukum yang digunakan dalam penyelesaian masalah HAM di masa lalu berdasarkan penelitian dari ELSAM.

 

Tabel.2. Landasan = hukum yang digunakan dalam penyelesaian masalah HAM Di masa lalu berdasarkan penelitian dari ELSAM

No

Kebijakan

Mandat

Keterangan

1.

Ketetapan MPR No. V Tahun 2000 Tentang Persat= uan dan Kesatuan Nasional

Memben= tuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional sebagai lembaga ekstra-yudisia= l. Komisi ini bertugas untuk menegakkan kebenaran dengan mengungkapkan penyalahgunaan kekuasaan dan pelangga= ran hak asasi manusia di masa lampau, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berl= aku, dan melaksanakan rekonsiliasi dalam perspektif kepentingan bersama sebagai bangsa,

Masih Berlaku sebelum

Terbentuk KKR

2.

UU No. 26 Tahun 2000

Tentang Pengadilan HAM

(1)Memeriksa perkara pelanggaran HAM yang berat, yaitu (1) kejahatan genosida dan (2) Kejahatan terhadap kemanusiaan

 

 

Untuk pelanggaran HAM yang berat s= ebelum dan sesudah tahun 2000

(2)Mengatur pen= yelesaian pelanggaran HAM yang berat d= engan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

Pelanggaran HAM yang

beratsebelum tahun 2000

3.

PP No.= 2 Tahun 2002 tentang Perlindungan Saksi dan Korban Pelanggaran HAM yang Berat

Mengat= ur tentang mekanisme perlindungan saksi dan korban pelanggaran HAM yang berat

Aturan turunan UU No. 26 tahun 2000

4.

PP No.= 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Res= titusi dan Rehabilitasi Terhadap Ko= rban Pelanggaran HAM yang Berat

Mengaturteknis pelaksanaan Kompensasi, Restitusidan Rehabilitasi

Aturanturunan UU No. 26 tahun 2000

5.

UU No.= 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus = Papua

Pembentukan KKR di Papua

Belum terimplementasi

6.

UU No. 27 Tahun 2004

Tentang KKR

Mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu melalui pencarian kebenaran

Dibatalkan MK tahun 2006

7.

UU No.&nb= sp; 11 tahun 2006=

Tentang Pemerintahan Aceh

Pembentukan KKRdan Pengadilan HAM di

Nangroe Aceh Darussalam

Belum terimplementasi

8.

UUNo. 13 tahun 2006

Tentang Perlindungan

Saksidan Korban

(1)Mengatur perlindungan saksi dan korban, termasuk kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat

Belum diuji di pengadilan

(2)Mengatur mekanisme kompensasi dan restitusi korban kejahatan, termasuk pelanggaran HAM yang berat

Belum diuji di pengadilan

(3)Mengatur hak korban pelanggaran HAM yang berat untuk mendapatkan bantu= an medis dan psiko social

S= udah terimplementasi secara terbatas

9.

PP No.= 44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban

Mengat= urteknis pemberikan Kompensasi, Restitusi dan Bantuan Kepada Saksi dan  Korban<= /p>

S= udah terimplementasi secara terbatas

 

&nbs= p;  Baru-baru ini Presiden Jokowi mengakui peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu yakni:

1.      Peristiwa 1965-1966;=

2.      Peristiwa Penembakan Misterius 1982-19= 85;

3.      Peristiwa Talangsari, Lampung 1989;

4.      Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis= , Aceh 1989;

5.      Peristiwa Penghilangan Orang Secara Pa= ksa 1997-1998;

6.      Peristiwa Kerusuhan Mei 1998;

7.      Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999;

8.      Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998= -1999;

9.      Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999;=

10.   Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002;

11.   Peristiwa Wamena, Papua 2003; dan=

12.   Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.

Pada kesempatan tersebut, Presiden J= okowi juga menyampaikan rasa simpati dan empati yang mendalam kepada para korban = dan keluarga korban. Untuk itu, pemerintah akan berupaya memulihkan hak para ko= rban secara adil dan bijaksana. Selain itu, Presiden menambahkan, pemerintah akan berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM y= ang berat pada masa yang akan datang. Presiden pun menginstruksikan kepada Ment= eri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md untuk mengawal hal tersebut.

Pilihan atas berbagai jalur penyeles= aian, atau pentahapan proses penyelesaian tampaknya harus dirumuskan secara lebih serius, untuk mampu menerobos kebuntuan yang selama ini terjadi. Pilihan at= as pembentukan komite/badan khusus dengan kebijakan Presiden, dapat dilakukan dalam konteks membuka ruang pengungkapan kebenaran, atau mempercepat proses-proses penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.Dalam pengalaman sejum= lah negara yang menghadapi masalah pelanggaran HAM masa lalu dan mengalami transisi, pengungkapan kebenaran tidak jarang dilakukan berlandaskan pada k= ebijakan kepresidenan.Demikian juga pada pilihan politik hukum HAM dalam menyelesaik= an pelanggaran HAM masa lalu ini.

   Politik hukum HAM dalam negara hukum demokratis harus bersifat promotif, protektif dan implementatif terha= dap HAM guna mencegah penyalahgunaan kekuasaan dalam bentuk pelanggaran HAM (Triputra et al., 2020). Promotif, berarti undang-undang yang dibuat memiliki kekuatan moral dan hukum yang memungkink= an setiap kebijakan, setiap orang dan kekuasaan menghormati dan menghargai HAM. Protektif, berarti undang-undang yang dibuat memiliki daya cegah terhadap pelbagai kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM (PUTRA, n.d.). Sementara implementatif, b= erarti undang-undang yang dibuat harus bisa dilaksanakan atau diterapkan jika terj= adi pelanggaran, dan bukan undang-undang yang tidak bisa dilaksanakan, baik kar= ena rumusan pasalnya yang kabur, tidak jelas, duplikasi atau multi tafsir, maup= un karena pelaksana undang-undang tidak independen.

   Karena efektifitas pelaksanaan hak-hak konstitusional bagaimanapun sangat tergantung pada adanya syarat-syara= t  sebagai berikut:

a.   Adanya pengetahuan dan pemahaman para warga masyarakat terhadap hak-hak konstitusional mereka, yang telah secara jelas diakui di dalam Undang-Undang Dasar yang berlaku. Dalam konteks Indonesia adalah UUD 1945. 

b.   Hak-hak konstitusional te= rsebut dipandang dan dirasakan oleh para warga masyarakat sebagai sesuatu yang esensial untuk melindungi kepentingan-kepentingan mereka.

c.   Adanya prosedur-prosedur = hukum yang memadahi yang diperlukan guna menuntut agar hak-hak konstitusional mer= eka.

d.   Adanya kecakapan dari para warga masyarakat untuk memperjuangkan dan mewujudkan hak-hak konstitusional mereka.

e.   Adanya sumber daya politi= k yang memadahi yang diperlukan oleh para warga masyarakat guna memperjuangkan perwujudan hak-hak konstitusional para warga masyarakat.

   Syarat-syarat tersebut di atas tidaklah bersifat alternatif tapi bersifat komulatif. Itu berarti kelima syarat terseb= ut diatas diperlukan keberadaannya bagi efektifitas pelaksanaan hak-hak konstitusional para warga masyrakat.

   Di dalam konsep Negara hukum Pancasila, ada penekanan tentang pentingnya keseimbangan anatara “hak” dan “kewajiban” serta an= tara “kebebasan” dan tanggung jawab” dalam penegakan HAM. = ; Kedua, jika pilihan harus dilaku= kan terhadap dua konsepsi barat yang berbeda, maka titik berat paradigma negara hukum Indonesia perlu diarahkan kepada the rule of just law, yakni hukum yang bersukmakan keadilan tanpa harus membuang prinsip kepastian hukum.  Artinya, asas kepastian hukum dipergunakan untuk memastikan tegaknya keadilan, minimal memastikan adanya putusan yang lebih adil. =

   Terkait dengan hal yang dipap= arkan di atas, Satya Arinanto mengutip pendapat Friedman bahwa untuk mereformasi hukum harus dilakukan pada 3 (tiga) hal, yakni: pada struktur hukum (tatanan kelembagaan dan kinerja lembaga), pada substansi hukum (materi hukum) dan budaya hukum. Ketiga bidang ini menjadi landasan dasar dari legal policy yang mengarahkan politik pembangunan hukum nasional, sehing= ga dengan politik pembangunan hukum nasional yang komprehensif diharapkan dapat memperbaiki dan menyempurnakan tatanan hukum dalam era pasca reformasi.

 =

Kesimpulan

Hukum tidak dimaksudkan untuk hanya menjamin kepentin= gan yang berkuasa, melainkan kepentingan keadilan bagi semua orang (justice for all). Dengan demikian negara hukum yang dikembangkan bukan absolute rechtsstaat, melainkan democratische rechtsstaat.  J. Soedjati Djiwandono menjelaskan= bahwa dalam sistem hukum Indonesia, masa depan masyarakat hukum Indonesia dapat ditandai dengan adanya keseimbangan yang dinamis antara militer dan warga sipil. Selain itu, keseimbangan yang dinamis antara kebutuhan ekonomi dan politik juga akan terus berlanjut untuk menandai perkembangan nasional di Indonesia.

Negara Indonesia adalah Negara Hukum.  Negara Hukum Indonesia adalah nega= ra hukum yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang merupakan falsafah dan da= sar negara. Pancasila sebagai dasar negara yang merupakan cerminan dari jiwa ba= ngsa Indonesia, haruslah menjadi sumber hukum dari semua peraturan hukum yang ad= a.

Politik hukum HAM dalam negara hukum demokratis harus bersifat promotif, protektif dan implementatif terhadap HAM guna mencegah penyalahgunaan kekuasaan dalam bentuk pelanggaran HAM.

Selengkap dan sebaik apapun peraturan perundang-undan= gan yang mengatur HAM hanya akan bernilai bila dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Adanya peraturan perundang-undangan sudah seharusnya dan sewajarnya untuk dilaksanakan dan ditegakkan. Sistem peradilan yang tidak memihak dan menjatuhkan hukuman kepada yang bersalah berdasarkan atas hukum yang benar dan dijalankan sesuai dengan prosedur hukum yang benar. Hak asasi manusia akan bisa berjalan dengan baik kalau setiap warga negara atau setiap manusia menjalankan haknya dengan mengingat kewajiban-kewajibannya.

 

BIBLIOGRAFI

Anshar, S. (2019). Konsep Negara Hukum dalam Pers= pektif Hukum Islam. Soumatera Law Review, 2(2), 235–245.

 

Antariksa, B. (2017). Penerapan hierarki peraturan perundang-undangan dalam ketatanegaran indonesia. Deliberatif, 1= , 24–41.

 

Arliman, L. (2019). Mewujudkan Penegakan Hukum Ya= ng Baik Di Negara Hukum Indonesia. Dialogia Iuridicia: Jurnal Hukum Bisnis= Dan Investasi, 11(1), 1–20.

 

Bareta, R. D., Santoso, J., & Amin, F. (2020). Peran Badan Layanan Umum dalam Politik Hukum Omnibus Law Cipta Kerja. J= urnal Manajemen Perbendaharaan, 1(1), 1–20.

 

Debi, R. , A. A. F. , = S. M. , & I. S. H. (2015). Kontradiksi Putusan Mahkamah Konstitusi (Studi K= asus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008) (Doctoral dissertatio= n, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

 

Faruk, H. T., & Budiawan, B. (2018). POLITIK NEGOSISASI DISKURSUS REKONSOLIASI 1965 DAN IMAJI KEINDONESIAAN PASCA-ORDE BARU. Jurnal Politik Profetik, 6(1), 54–74.

 

Fata, M., Zain, M., & Arifin, A. N. (2015). I= mpresi Politik Hukum Nasional Berlandaskan Pancasila Terhadap Sistem Perundang-undangan Nasional. Gema, 27(50), 62065.

 

Hanafi, M. (2013). Kedudukan Musyawarah dan Demok= rasi di Indonesia. None, 1(2), 95778.

 

Liwe, I. C. (2016). Kewenangan Hakim Konstitusi D= alam Memutus Sengketa Pengujian Undang-undang Terhadap Undang-undang Dasar Nega= ra Republik Indonesia. Lex Privatum, 4(8).

 

Moh. Kusnardi dan Bintan Saragih. (n.d.). Ilmu Negara (edisi revisi), . Gaya Media.

 

Nendissa, R. H. (2020). MEMAKNAI PASAL 33 UNDANG-= UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN MALUK= U. Pattimura Proceeding: Conference of Science and Technology, 9–18.

 

Nurhardianto, F. (2014). Politik hukum HAM di Indonesia. Jurnal Tapis: Jurnal Teropong Aspirasi Politik Islam, 10(2), 67–88.

 

PUTRA, R. Z. S. (n.d.). Pengaturan Politik Huk= um Ham Di Indonesia Dan Kebebasan Berekspresi Serta Batasannya Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia.

 

Ramdani, D., & Kusmayadi, T. (2016). Identifi= kasi Karakteristik Sifat Kuantitatif Kambing Peranakan Etawah Betina Di Kelompok Ternak Mitra Usaha Kecamatan Samarang Kabupaten Garut (Quantitative Traits Identification of Peranakan Etawah Female Goat at Mitra Usaha Livestock Gr= oup Samarang Subdistrict Garut Regency). JANHUS Jurnal Ilmu Peternakan Jour= nal of Animal Husbandry Science, 1(1), 24–32.

 

Ridwan, I. H. J., & Sudrajat, M. H. A. S. (20= 20). Hukum administrasi Negara dan kebijakan pelayanan publik. Nuansa Cendekia.

 

Rifan, M., & Rahmawati, L. (n.d.). Konstitusi= Desa dan Eksistensinya dalam Regulasi Di Indonesia (The Village Constitution and Its Existence in Indonesian Regulation). Jurnal Konstitusi, 18.

 

SA, A. W. G., & SH, M. H. (2019). Hukum Hak Asasi Manusia. Penerbit Andi.

 

Triputra, Y. A., Meirani, W., Marshinta, F. U., Oktanisa, S., & Indasari, D. (2020). POLITIK HUKUM HAM DI INDONESIA. <= i>Disiplin: Majalah Civitas Akademika Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda, 17–29.

     =             &nb= sp;            =             &nb= sp;     

Copyright holder:

Novario Asca H. = (2022)

 <= /span>

First publication right:

Syntax Lit= erate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 <= /span>

This article is licensed under:

 

------=_NextPart_01D9BB0C.9921A160 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Novario,siappublish.fld/item0001.xml Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/xml AMUW2mXrDu1qAD= yMIOfozXknpmTK+KWcV8kZzy2x7RcGDQ+t6vTnbkvLJaCpcMNaMrxi5FzoL8i3KoPzhqgPopVEU= vGLrh4J9p4MrpTQH7pa8qJ4mD1Vu5c=3D ------=_NextPart_01D9BB0C.9921A160 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Novario,siappublish.fld/props002.xml Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/xml ------=_NextPart_01D9BB0C.9921A160 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Novario,siappublish.fld/item0003.xml Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/xml ------=_NextPart_01D9BB0C.9921A160 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Novario,siappublish.fld/props004.xml Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/xml ------=_NextPart_01D9BB0C.9921A160 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Novario,siappublish.fld/themedata.thmx Content-Transfer-Encoding: base64 Content-Type: application/vnd.ms-officetheme UEsDBBQABgAIAAAAIQDp3g+//wAAABwCAAATAAAAW0NvbnRlbnRfVHlwZXNdLnhtbKyRy07DMBBF 90j8g+UtSpyyQAgl6YLHjseifMDImSQWydiyp1X790zSVEKoIBZsLNkz954743K9Hwe1w5icp0qv 8kIrJOsbR12l3zdP2a1WiYEaGDxhpQ+Y9Lq+vCg3h4BJiZpSpXvmcGdMsj2OkHIfkKTS+jgCyzV2 JoD9gA7NdVHcGOuJkTjjyUPX5QO2sB1YPe7l+Zgk4pC0uj82TqxKQwiDs8CS1Oyo+UbJFkIuyrkn 9S6kK4mhzVnCVPkZsOheZTXRNajeIPILjBLDsAyJX89nIBkt5r87nons29ZZbLzdjrKOfDZezE7B /xRg9T/oE9PMf1t/AgAA//8DAFBLAwQUAAYACAAAACEApdan58AAAAA2AQAACwAAAF9yZWxzLy5y ZWxzhI/PasMwDIfvhb2D0X1R0sMYJXYvpZBDL6N9AOEof2giG9sb69tPxwYKuwiEpO/3qT3+rov5 4ZTnIBaaqgbD4kM/y2jhdj2/f4LJhaSnJQhbeHCGo3vbtV+8UNGjPM0xG6VItjCVEg+I2U+8Uq5C ZNHJENJKRds0YiR/p5FxX9cfmJ4Z4DZM0/UWUtc3YK6PqMn/s8MwzJ5PwX+vLOVFBG43lExp5GKh qC/jU72QqGWq1B7Qtbj51v0BAAD//wMAUEsDBBQABgAIAAAAIQBreZYWgwAAAIoAAAAcAAAAdGhl bWUvdGhlbWUvdGhlbWVNYW5hZ2VyLnhtbAzMTQrDIBBA4X2hd5DZN2O7KEVissuuu/YAQ5waQceg 0p/b1+XjgzfO3xTVm0sNWSycBw2KZc0uiLfwfCynG6jaSBzFLGzhxxXm6XgYybSNE99JyHNRfSPV kIWttd0g1rUr1SHvLN1euSRqPYtHV+jT9yniResrJgoCOP0BAAD//wMAUEsDBBQABgAIAAAAIQAh WqKEIQcAANsdAAAWAAAAdGhlbWUvdGhlbWUvdGhlbWUxLnhtbOxZT28bRRS/I/EdRnsvsRMnTaI6 VezYDbRpo9gt6nG8O/ZOM7uzmhkn8Q21RyQkREEcqMSNAwIqtRKX8mkCRVCkfgXezOyud+Jxk5QA FTSH1jv7e2/e+70/82evXD1KGDogQlKeNoP6e7UAkTTkEU1HzeB2v3tpNUBS4TTCjKekGUyIDK5u vPvOFbyuYpIQBPKpXMfNIFYqW19YkCEMY/kez0gK74ZcJFjBoxgtRAIfgt6ELSzWaisLCaZpgFKc gNpbwyENCeprlcFGobzD4DFVUg+ETPS0auJIGGy0X9cIOZFtJtABZs0A5on4YZ8cqQAxLBW8aAY1 8xcsbFxZwOu5EFNzZCtyXfOXy+UC0f6imVOMBuWk9W5j7fJWqd8AmJrFdTqddqde6jMAHIbgqbWl qrPRXa23Cp0VkP05q7tdW641XHxF/9KMzWutVmt5LbfFKjUg+7Mxg1+trTQ2Fx28AVn88gy+0dps t1ccvAFZ/MoMvnt5baXh4g0oZjTdn0HrgHa7ufYSMuRs2wtfBfhqLYdPUZANZXbpKYY8VfNyLcH3 uOgCQAMZVjRFapKRIQ4hi9uY0YGgegK8TnDljR0K5cyQngvJUNBMNYMPMgwVMdX38tl3L589Qcf3 nx7f//H4wYPj+z9YRY7UNk5HVakX33z6x6OP0O9Pvn7x8HM/Xlbxv3z/8c8/feYHQvlMzXn+xeNf nz5+/uUnv3370APfFHhQhfdpQiS6SQ7RHk/AMcOKazkZiPNJ9GNMqxKb6UjiFOtZPPo7KnbQNyeY YQ+uRVwG7whoHz7gtfE9x+BeLMYqj7fj2fU4cYA7nLMWF14Wruu5KjT3x+nIP7kYV3F7GB/45m7j 1IlvZ5xB36Q+le2YOGbuMpwqPCIpUUi/4/uEePi6S6nD6w4NBZd8qNBdilqYeinp04GTTVOhbZpA XCY+AyHeDjc7d1CLM5/XW+TARUJVYOYxvk+YQ+M1PFY48ans44RVCb+BVewzsjcRYRXXkQoiPSKM o05EpPTJ3BLgbyXo16F1+MO+wyaJixSK7vt03sCcV5FbfL8d4yTzYXs0javY9+U+pChGu1z54Dvc rRD9DHHA6dxw36HECffp3eA2HTkmTRNEvxkLTyyvEe7kb2/ChpiYVgNN3enVCU1f1bgT6Nu54xfX uKFVPv/qkcfuN7VlbwIJvprZPtGo5+FOtuc2FxF987vzFh6nuwQKYnaJetuc3zbn4D/fnOfV88W3 5GkXhgatt0x2o2223cncXfeQMtZTE0ZuSLPxlrD2RF0Y1HLmxEnKU1gWw09dyTCBgxsJbGSQ4OpD quJejDPYtNcDrWQkc9UjiTIu4bBohr26NR42/soeNZf1IcR2DonVDo/s8JIeLs4apRpj1cgcaIuJ lrSCs062dDlXCr69zmR1bdSZZ6sb00xTdGYrXdYUm0M5UF66BoMlm7CpQbAVApZX4Myvp4bDDmYk 0rzbGBVhMVH4e0KUe20diXFEbIic4QqbdRO7IoVm/NPu2Rw5H5sla0Da6UaYtJifP2ckuVAwJRkE T1YTS6u1xVJ02AzWlheXAxTirBkM4ZgLP5MMgib1NhCzEdwVhUrYrD21Fk2RTj1e82dVHW4u5hSM U8aZkGoLy9jG0LzKQ8VSPZO1f3G5oZPtYhzwNJOzWbG0Cinyr1kBoXZDS4ZDEqpqsCsjmjv7mHdC PlZE9OLoEA3YWOxhCD9wqv2JqITbClPQ+gGu1jTb5pXbW/NOU73QMjg7jlkW47xb6quZouIs3PST 0gbzVDEPfPPabpw7vyu64i/KlWoa/89c0csBXB4sRToCIdzsCox0pTQDLlTMoQtlMQ27AtZ90zsg W+B6Fl4D+XC/bP4X5ED/b2vO6jBlDWdAtUdHSFBYTlQsCNmFtmSy7xRl9XzpsSpZrshkVMVcmVmz B+SAsL7ugSu6BwcohlQ33SRvAwZ3Mv/c57yCBiO9R6nWm9PJyqXT1sA/vXGxxQxOndhL6Pwt+C9N LFf36epn5Y14sUZWHdEvprukRlEVzuK3tpZP9ZomnGUBrqy1tmPNeLy4XBgHUZz1GAbL/UwGV0BI /wPrHxUhsx8r9ILa53vQWxF8e7D8IcjqS7qrQQbpBml/DWDfYwdtMmlVltp856NZKxbrC96olvOe IFtbdpZ4n5PschPlTufU4kWSnTPscG3H5lINkT1ZojA0LM4hJjDmK1f1QxQf3INAb8GV/5jZT1My gydTB9muMNk14NEk/8mkXXBt1ukzjEaydI8MEY2OivNHyYQtIft5pNgiG7QW04lWCi75Dg2uYI7X ona1LIUXTxcuJczM0LJLYXOX5lMAH8fyxq2PdoC3TdZ6rYurYIqlf4WyMxjvp8x78jkrZfag+MpA vQZl6ujVlOVMAXmziQefNwWGo1fP9F9YdGymm5Td+BMAAP//AwBQSwMEFAAGAAgAAAAhAA3RkJ+2 AAAAGwEAACcAAAB0aGVtZS90aGVtZS9fcmVscy90aGVtZU1hbmFnZXIueG1sLnJlbHOEj00KwjAU hPeCdwhvb9O6EJEm3YjQrdQDhOQ1DTY/JFHs7Q2uLAguh2G+mWm7l53JE2My3jFoqhoIOumVcZrB bbjsjkBSFk6J2TtksGCCjm837RVnkUsoTSYkUiguMZhyDidKk5zQilT5gK44o49W5CKjpkHIu9BI 93V9oPGbAXzFJL1iEHvVABmWUJr/s/04GolnLx8WXf5RQXPZhQUoosbM4CObqkwEylu6usTfAAAA //8DAFBLAQItABQABgAIAAAAIQDp3g+//wAAABwCAAATAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAABbQ29udGVu dF9UeXBlc10ueG1sUEsBAi0AFAAGAAgAAAAhAKXWp+fAAAAANgEAAAsAAAAAAAAAAAAAAAAAMAEA AF9yZWxzLy5yZWxzUEsBAi0AFAAGAAgAAAAhAGt5lhaDAAAAigAAABwAAAAAAAAAAAAAAAAAGQIA AHRoZW1lL3RoZW1lL3RoZW1lTWFuYWdlci54bWxQSwECLQAUAAYACAAAACEAIVqihCEHAADbHQAA FgAAAAAAAAAAAAAAAADWAgAAdGhlbWUvdGhlbWUvdGhlbWUxLnhtbFBLAQItABQABgAIAAAAIQAN 0ZCftgAAABsBAAAnAAAAAAAAAAAAAAAAACsKAAB0aGVtZS90aGVtZS9fcmVscy90aGVtZU1hbmFn ZXIueG1sLnJlbHNQSwUGAAAAAAUABQBdAQAAJgsAAAAA ------=_NextPart_01D9BB0C.9921A160 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Novario,siappublish.fld/colorschememapping.xml Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/xml ------=_NextPart_01D9BB0C.9921A160 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Novario,siappublish.fld/plchdr.htm Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/html; charset="us-ascii"
Click or tap here to enter text.
------=_NextPart_01D9BB0C.9921A160 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Novario,siappublish.fld/image001.jpg Content-Transfer-Encoding: base64 Content-Type: image/jpeg /9j/4AAQSkZJRgABAgAAAQABAAD/2wBDAAgGBgcGBQgHBwcJCQgKDBQNDAsLDBkSEw8UHRofHh0a HBwgJC4nICIsIxwcKDcpLDAxNDQ0Hyc5PTgyPC4zNDL/2wBDAQkJCQwLDBgNDRgyIRwhMjIyMjIy MjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjL/wAARCAAfAFgDASIA AhEBAxEB/8QAHwAAAQUBAQEBAQEAAAAAAAAAAAECAwQFBgcICQoL/8QAtRAAAgEDAwIEAwUFBAQA AAF9AQIDAAQRBRIhMUEGE1FhByJxFDKBkaEII0KxwRVS0fAkM2JyggkKFhcYGRolJicoKSo0NTY3 ODk6Q0RFRkdISUpTVFVWV1hZWmNkZWZnaGlqc3R1dnd4eXqDhIWGh4iJipKTlJWWl5iZmqKjpKWm p6ipqrKztLW2t7i5usLDxMXGx8jJytLT1NXW19jZ2uHi4+Tl5ufo6erx8vP09fb3+Pn6/8QAHwEA AwEBAQEBAQEBAQAAAAAAAAECAwQFBgcICQoL/8QAtREAAgECBAQDBAcFBAQAAQJ3AAECAxEEBSEx BhJBUQdhcRMiMoEIFEKRobHBCSMzUvAVYnLRChYkNOEl8RcYGRomJygpKjU2Nzg5OkNERUZHSElK U1RVVldYWVpjZGVmZ2hpanN0dXZ3eHl6goOEhYaHiImKkpOUlZaXmJmaoqOkpaanqKmqsrO0tba3 uLm6wsPExcbHyMnK0tPU1dbX2Nna4uPk5ebn6Onq8vP09fb3+Pn6/9oADAMBAAIRAxEAPwCzp2ne FtO8C2Wv69YWUzS2sdxcXF1Cs008si72+ZsszMxPf8gKpadouveJ0F7oXw48NWWmOMwy6tbKHkXs QFwQD9COepo0XTU8T+KfAWhXo36ZZ6FFqcsJ6Stt2gEdxlV/An1rrdH+JPibV9OuvE9voNg3ha3e ff8A6SVuliiUsZMH5T0+6Oc8dPmoA4+dU8LXUUXjn4f6NZWkzbE1GwtI3hDejDBI/PPB4NdZJ4S8 NNGssWh6S0bqGVltIyCD0IOK0fD2peIviBpCL4g8P6Z/wjWr2shDQ3BMsIzhQwYcseoK9MZ4PFc7 8NnuR4UutNupPMfStQmsFf1VMEf+hED2ApMTC80DwxYWs11c6NpccMKF3c2kfAAye1YSaDJd2Nhq Z0Hwvo1jqdylpp6ajYNLNPI+dmRGuEDYPX8e1bnjuFpfCd8FhMyp5crxjqyLIrMP++Qa0Pile6tq um+Dr7wn4iksrTUNQSzWS2mZBI02PLZtvVV2NlT69KECMC00bT7bWJND17wppNnqkcfnIYreN4bi PON8Z2569QeRV+70HwxY2k11c6NpccMKF3c2icKBk9q2viDdW158QPDVjbbZLyxjubi5KnmGJ0Cq G/3mwce2awfGsTTeEb4LCZgnlyvGOrIsisw/75BoAxY9HjvLSHUJNN8GaBZ3SlrOPWIR58y5++VX AVT+NXrPSNOh1aTRdc8LaRa6ksXnxtDBG8NzFnG+NtucZ7HkV0Gq3WjnxPc6/cabf63puq6Wsdj5 Fmk8PuoI+ZWzng4xlvYDAit57M+BNEuxu1fTYLu5u0zlraGQERo/oSSvHbb9KBj/ABB4f0ez8O6j eWmmWlrdW1u9xBcW0SxSRSICysrrgghgDwaK0vFH/Ipaz/14T/8AotqKEJHKafrcWlQ+EPHGmN9t t9Kso9M1eGLO+JNuM4PoSxz0J284Oa9J0HwB4I1UprGkXdzd6XNK1wtlHdsbQSMuGPl9jg4wfpjH FfNOlavrHgbxBdRoqrPC7215ay4eOTaSrIwBwec8g/Sukh8R+B2mN5Fa+JdCun5kj0e5QRk+xYgj 6AAUxnsGq2HhH4RQjVY72/ub+KKSPS9MnvWkClzyETspPUnP4nFc34f1nSvAfh2Kz8Saktvq+oSP f3EPlu7Iz4+8FBwcAdcc59K4BfGHhfQ5GvdA0i/vdWPK3+tSq7RH1CqcE+/Brhr6+utSvpr29nee 5mbfJI5yWP8Ant2oA99k+JnhBif+Jtn/ALdpf/iK5+LxJ4QsXl/sjxfq+kQykl7ewMqRbj1YKYyF P0xXjNd5r/juG80jQ4dMa6W70+3giYzxgomyARSKAzyBkfnKqsSsOHWQkFVYVjttK8X+BdHWU2+q yPPO26e4mimklmb1ZiuTWj/wsnwieurf+S0v/wATXiPiHUYdS1meSzWSLTY3aOwt3AHkW+4lEwCR nByTkksWYkkknKosFj2aLxJ4QsXl/sjxfq+kQykl7ewMqRbj1YKYyFP0xVzSvF/gXR1lNvqsjzzt unuJoppJZm9WYrk1xtl4306xsdEhY314dPhlcQFWggSYwOsbBFmILLIykSoIXGGY73fK8x4n1a31 zXpdStrb7OJooTInP+tESCVslmZt0gZtzEsc5Y5JpjPWte+IHhe98O6na2+qb55rSWONfIlG5mQg DJXA5NFeK2NlcalqFtYWkfmXN1KsMKbgNzsQqjJ4GSR1ooA//9k= ------=_NextPart_01D9BB0C.9921A160 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Novario,siappublish.fld/header.htm Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/html; charset="us-ascii"





Novario Asca H.

 

Konsepsi Negara Hukum dalam Upaya Penyelesaian Permasalahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia=

2=         &= nbsp;           &nbs= p;            &= nbsp;           &nbs= p;            &= nbsp;           &nbs= p;            &= nbsp;           &nbs= p;            &= nbsp;           &nbs= p;            Syntax Literate, Vol. 7, No. 10, Juli 2022

Syntax Literate, Vol. 7, No. 10, Juli 2022           &nb= sp;      3

 

 =

How to cite:

Novario Asca H. (2022) Konsepsi Ne= gara Hukum dalam Upaya Penyelesaian Permasalahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia= di Indonesia, (7) 10, http://dx.doi.org/10.36418/syntax-literate.v6i6

 

E-ISSN:

 

2548-139= 8

Published by:

Ridwan Institute =

 

------=_NextPart_01D9BB0C.9921A160 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Novario,siappublish.fld/filelist.xml Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/xml; charset="utf-8" ------=_NextPart_01D9BB0C.9921A160--