MIME-Version: 1.0 Content-Type: multipart/related; boundary="----=_NextPart_01D9BB0C.9921A160" ------=_NextPart_01D9BB0C.9921A160 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Novario,siappublish.htm Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/html; charset="us-ascii"
Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 10, Oktober 2022
KONSEPSI NEGARA HU=
KUM DALAM
UPAYA PENYELESAIAN PERMASALAHAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA =
Novario
Asca H.
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Indonesia
Email: novario.asca@gmail.com
Abstrak
Indonesia memiliki kasus-kasus pelan= ggaran hukum berat. Pada awal tahun 2023, Presiden Jokowi mengakui setidaknya ada = 12 (dua belas) kasus pelanggaran hak asasi manusia berat di masa lampau mulai = dari peristiwa terkait G30S/PKI sampai dengan peristiwa Jambo Keuopok di Aceh pa= da tahun 2023. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang hubungan antara konsep negara hukum dan perlindungan hak a= sasi manusia serta bagaimana konsep tersebut diimplementasikan dalam konteks nya= ta di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Data penelitian didapatkan melalui studi pustaka, wawancara dan observasi. Analisis data dengan menggunakan analisis kualitatif untuk mengidentifikasi pola, tren, dan temuan penting terkait dengan konsepsi negara hukum dan upa= ya penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia. Hasil penelitian i= ni adalah politik hukum HAM dalam negara hukum demokratis harus bersifat promo= tif, protektif dan implementatif terhadap HAM guna mencegah penyalahgunaan kekua= saan dalam bentuk pelanggaran HAM.
Kata kunci: Hak asasi manusia, Negara Hukum, Pelan= ggaran HAM
Abstract
Indonesia has had serious cases of legal violations. =
In
early 2023, President Jokowi acknowledged the existence of at least 12 (twe=
lve)
cases of severe human rights violations in the past, ranging from events
related to the G30S/PKI to the Jambo Keuopok incident in Aceh in 2023. This
research aims to gain a deeper understanding of the relationship between the
concept of a state based on the rule of law and the protection of human rig=
hts,
as well as how this concept is implemented in real contexts in Indonesia. T=
he
method used in this research is a qualitative approach. Research data is
obtained through literature reviews, interviews, and observations. Data
analysis employs qualitative analysis to identify patterns, trends, and
important findings related to the conception of a state based on the rule of
law and efforts to address human rights violations in Indonesia. The result=
s of
this study show that the human rights legal politics within a democratic ru=
le
of law must be promotive, protective, and implementative in order to prevent
the abuse of power in the form of human rights violations.
Keywords: Human Rights, Rule of Law=
, Human
Rights Violations
Pendahuluan
Manusia secara alami adalah makhluk yang bebas, sama =
dan
merdeka, tak seorangpun dapat dikeluarkan dari keadaan ini dan tunduk kepada
kekuatan politik dari orang lain tanpa adanya persetujuan dari manusia ters=
ebut
Menurut Samuel P. Huntington, dalam dua (hingga tiga)
dekade terakhir ini, kita melihat terjadinya revolusi politik yang luar bia=
sa
dimana transisi dari otoritarianisme menuju demokrasi telah terjadi di lebih
dari 40 negara.
Negara merupakan konstruksi yang diciptakan umat manu=
sia
(human creation) tentang pola hubungan antarmanusia dalam kehidupan bermasy=
arakat
yang diorganisasikan sedemikian rupa untuk maksud memenuhi kepentingan dan
mencapai tujuan Bersama
Ada hubungan yang signifikan antara sistem pemerintah=
an
sebuah negara dengan hukum yang dianutnya. Dalam sistem pemerintahan yang
otoriter, hukum menjadi subordinasi dari politik. Artinya, hukum mengikuti
politik
Negara merupakan konstruksi yang diciptakan umat manu=
sia
(human creation) tentang pola hubungan antarmanusia dalam kehidupan
bermasyarakat yang diorganisasikan sedemikian rupa untuk maksud memenuhi
kepentingan dan mencapai tujuan Bersama
Untuk memahami Negara hukum secara baik, perlu menget=
ahui
sejarah timbulnya pemikiran tentang Negara hokum
Negara Hukum adalah konsep yang merupakan produk seja=
rah.
Karena itu unsur-unsur negara hukum mempunyai hubungan yang sangat erat den=
gan
sejarah dan perkembangan masyarakat dari suatu negara. Sementara itu sejarah
dan perkembangan masyarakat setiap negara tidaklah sama, sehingga pemaknaan=
dan
unsur-unsur negara hukumnya juga berbeda. Hal ini melahirkan adanya berbagai
tipe negara hukum, mulai dari Negara Hukum Anglo Saxon, Negara Hukum Eropa
Kontinenantal, Negara Hukum Sosialis, Negara Hukum Islam (Nomokrasi Islam)
sampai Negara Hukum Pancasila yang masing-masing mempunyai dasar pemikiran =
dan
ciri karakteristik sendiri-sendiri.
Tulisan penulisan ini membahas bagaimana suatu negara=
hukum
dapat memberikan jaminan dan perlindungan atas hak asasi manusia, khususnya
perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penel= itian ini adalah pendekatan kualitatif. Data penelitian didapatkan melalui studi pustaka, wawancara dan observasi dengan mengumpulkan literatur dan sumber terkait konsep negara hukum dan isu pelanggaran hak asasi manusia di Indone= sia melalui buku, jurnal, laporan pemerintah, dan sumber-sumber terpercaya lain= nya untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang konsep negara hukum, hak a= sasi manusia, dan upaya penyelesaian permasalahan pelanggaran hak asasi manusia.= Wawancara dilakukan dengan para ah= li hukum, akademisi, pegawai pemerintah, dan aktivis hak asasi manusia yang berpengalaman untuk mendapatkan perspektif mereka tentang konsepsi negara h= ukum di Indonesia dan upaya penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia. Analisis data dengan menggunakan analisis kualitatif untuk mengidentifikasi pola, tr= en, dan temuan penting terkait dengan konsepsi negara hukum dan upaya penyelesa= ian pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia.
Hasil dan Pembahasan
=
Negara
hukum
Istilah Negar=
a Hukum
baru dikenal pada Abad XIX tetapi konsep Negara Hukum telah lama ada dan
berkembang sesuai dengan tuntutan keadaan. Dimulai dari jaman Plato hingga
kini, konsepsi Negara Hukum telah banyak mengalami perubahan yang mengilhami
para filsuf dan para pakar hukum untuk merumuskan apa yang dimaksud dengan
Negara Hukum dan hal-hal apa saja yang harus ada dalam konsep Negara Hukum.
Negara memiliki kekuatan koersif, dan orang-orang ingin tahu bagaimana
menghindari kekuasaan itu
Plato dan Aristoteles memperkenalkan Negara Hukum sebagai negara yang
diperintah oleh negara yang adil. Dalam filsafatnya, keduanya menyinggung
angan-angan (cita-cita) manusia yang berkorespondensi dengan dunia yang mut=
lak yang
disebut:
1. Cita-cita
untuk mengejar kebenaran (idée der warhead);
2. Cita-cita
untuk mengejar kesusilaan (idée der zodelijkheid);
3. Cita-cita
manusia untuk mengejar keindahan (idee der schonheid); dan
4. Cita-cita
untuk mengejar keadilan (idée der gorechtigheid).
Plato dan Aristoteles meng=
anut
paham filsafat idealisme. Menurut Aristoteles, keadilan dapat berupa
komunikatif (menjalankan keadilan) dan distribusi (memberikan keadilan).
Menurut Plato yang kemudian dilanjutkan oleh Aristoteles, bahwa hukum yang
diharapkan adalah hukum yang adil dan dapat memberikan kesejahteraan bagi
masyarakat, hukum yang bukan merupakan paksaan dari penguasa melainkan sesu=
ai
dengan kehendak warga Negara, dan untuk mengatur hukum itu dibutuhkan
konstitusi yang memuat aturan-aturan dalam hidup bernegara
Negara Hukum Formal menyus=
un
unsur-unsur Negara hukum adalah:
1.&n=
bsp;
Mengakui dan melindun=
gi
hak-hak asasi manusia;
2.&n=
bsp;
Untuk melindungi hak
asasi tersebut maka penyelenggaraan Negara harus berdasarkan pada teori tri=
as
politica;
3.&n=
bsp;
Dalam menjalankan
tugasnya, pemerintah berdasar atas undang-undang (wetmatig bestuur);
4.&n=
bsp;
Apabila dalam menjala=
nkan
tugasnya berdasarkan undang-undang pemerintah masih melanggar hak asasi (ca=
mpur
tangan pemerintah dalam kehidupan pribadi seseorang), maka ada pengadilan
administrasi yang akan menyelesaikannya.
Arliman menjelaskan yang t=
erpenting
dalam Negara hukum, yaitu
1.&n=
bsp;
Bahwa pemerintahan da=
lam
menjalankan tugas dan kewajibannya harus berdasarkan hukum atau peraturan
perundang-undangan;
2.&n=
bsp;
Adanya jaminan terhad=
ap
hak-hak asasi manusia (warganya);
3.&n=
bsp;
Adanya pembagian
kekuasaan dalam Negara;
4.&n=
bsp;
Adanya pengawasan dari
badan-badan peradilan (rechterlijke controle).
Dalam perkembangan sejarah
pemikiran dan praktik negara hukum ditemukan adanya beberapa tipe negara hu=
kum.
Dari pemikiran ahli dan praktik ketatanegaraan di Eropa ditemukan adanya ti=
pe
Negara Hukum Anglo Saxon yang berasal dari konsep rule of law dan Negara Hu=
kum
Eropa Kontinental yang berasal dari konsep rechtsstaat. Selain kedua tipe
tersebut di negara-negara komunis juga berkembang tipe Negara Hukum Sosialis
atau yang disebut dengan socialist legality.
Karakteristik politik hukum nasional adalah kebijakan atau ara=
h yang
akan dituju oleh politik hukum nasional dalam masalah pembangunan hukum
nasional. sebagai bentuk dari kristalisasi kehendak-kehendak rakyat
Berdasarkan pemaparan diatas ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik:
=
1. Sistem
hukum nasional yang dibentuk hendaknya bersifat menyeluruh dan terpadu;
=
2. Sistem
hukum nasional yang dibentuk tetap mengakui dan menghormati eksistensi hukum
dan agama adat; adat
3. Sistem hukum nasional yang dibentuk melakukan pembaharuan terhadap warisan hukum kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif dan tidak sesuai dengan tujuan reformasi.
Penyelesaian Permasalahan Pelanggaran Hak Asasi
Manusia Di Indonesia Sebagai Suatu Negara Hukum
HAM yang melekat pada manusia secara
kodrati merupakan seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijujung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerin=
tah
dan setiap orang. Hak-hak ini tidak dapat diingkari oleh siapapun juga.
Pengingkaran terhadap hak prinsipil tersebut berarti mengingkari martabat
manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itulah baik
negara, pemerintah maupun organisasi apapun harus mengemban kewajiban untuk
mengakui dan melindungi hak asasi manusia pada tiap manusia tanpa terkecual=
i. Hal
ini mengandung maksud bahwa HAM harus selalu menjadi titik tolak dan tujuan
dalam penyelenggaraan kehidupan bemasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pendekat=
an
politik hukum dalam penanganan HAM ini dilakukan karena politik hukum HAM
adalah kebijakan hukum HAM (human rights legal policy) tentang
penghormatan (to respect), pemenuhan (to fulfill) dan
perlindungan HAM (to protect). Kebijakan ini bisa dalam bentuk
pembuatan, perubahan, pemuatan pasal-pasal tertentu atau pencabutan peratur=
an
perundang-undangan
1.&n=
bsp;
Pembuatan hukum dan
pembaruan terhadap bahan-bahan hukum yang dianggap asing atau tidak sesuai
dengan kebutuhan dengan penciptaan hukum yang diperlukan;
2.&n=
bsp;
Pelaksanaan ketentuan
hukum yang telah ada, termasuk penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para
anggota penegak hukum.
Penegasan mengenai HAM dalam setiap bentuk peraturan perundang-undangan Indonesia sep= erti disebut di atas, merupakan terdapatnya politik hukum pemerintah dalam melaksanakan nilai-nilai esensial yang terkandung di dalam HAM. Pergeseran paradigma dari sistem pemerintahan yang otoriter kepada sistem pemerintahan yang cenderung demokratis saat ini dapat telihat dengan jelas dari karakteristik produk hukum yang dihasilkannya.Hal ini dapat dijelaskan dalam konfigurasi politik dan produk hukum bahwa dalam sis= tem yang demokratis maka menghasilkan produk hukum yang berkarakter responsif. = Produk hukum yang responsif ialah produk hukum yang mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan masyarakat. Dalam proses pembuatannya memberikan peranan b= esar dan partisipasi penuh kelompok-kelompok sosial atau individu di dalam masyarakat. Hasilnya bersifat responsif terhadap tuntutan-tuntutan kelompok sosial atau individu dalam masyarakat.
Pernyata=
an
bahwa “hukum adalah produk politik” adalah benar jika didasarkan
pada Das Sein dengan mengonsepkan hukum sebagai undang-undang. Dalam
faktanya jika hukum dikonsepkan sebagai undang-undang yang dibuat oleh lemb=
aga
legislatif maka tak seorang pun dapat membantah b=
ahwa
hukum adalah produk politik sebab ia merupakan kristalisasi, formalisasi at=
au
legalisasi dari kehendak-kehendak politik yang saling bersaingan baik melal=
ui
kompromi politik maupun melalui dominasi oleh kekuatan politik yang terbesa=
r.
Dalam konsep dan konteks inilah terletak kebenaran pernyataan bahwa
“hukum merupakan produk politik”
Hukum da= pat berubah-ubah sesuai dengan apa yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Demikian pula halnya yang terjadi pada salah satu bidang peegakan hukum, dimana adanya keinginan masyarakat baik nasional atau inter= nasional untuk segera memiliki atau membentuk institusi peradilan yang khusus mengen= ai masalah HAM di wilayah Indonesia.
Politik hukum HAM merupakan kebijakan hukum (leg= al policy) tentang HAM yang mencakup kebijakan Negara tentang bagaimana hukum tentang HAM itu telah dibuat dan abagiamana pula seharusnya hukum tentang H= AM itu dibuat untuk membangun masa depan yang lebih baik, yakni kehidupan Nega= ra yang bersih dari pelanggaran-pelanggaran HAM terutama yang dilakukan oleh penguasa.
Penguasa= Asia yang otoriter, termasuk rezim Orde Baru selalu mengajukan argumen bahwa neg= ara dan masyarakat yang ia pimpin memiliki konsep HAM tersendiri; suatu pandang= an yang sama dengan penganutabsolutisme budaya bahwa HAM pada masyarakat yang berbeda memiliki konsep HAM yang berbeda pula.
Setelah perubahan rezim pada 1998 Indonesia mencoba untuk menjadi negara yang bersi= fat demokrasi dan tidak lagi menganut totaliter dimana negara totaliter selalu berorientasi mempertahankan kekuasaan juga melakukan kontrol terhadap kehid= upan masyarakat dengan membentuk suatu sistem politk yang melebihi kekuasaan neg= ara yang mengontrol, menguasai dan memobilisasi segala kehidupan masarakat. Dim= ulai pada masa Presiden B.J. Habibie sudah dibentuk beberapa peraturan serta ada= nya kebijakan yang membuka akses bagi masyarakat untuk mencapai keadilan diantaranya: Pembebasan Tahanan Politik.
Diantara= yang dibebaskan tahanan politik kaum separatis dan tokoh-tokoh tua mantan PKI, yang telah ditahan lebih dari 30 tahun. Amnesti diberik= an kepada Mohammad Sanusi dan orang-orang lain yang ditahan setelah Insiden Tanjung Priok. Selain tokoh itu tokoh aktivis petisi 50 (kelompok yang seba= gian besar terdiri dari mantan jendral yang menuduh Soeharto melanggar perinsip Pancasila dan Dwi Fungsi ABRI). Dr Sri Bintang Pamungkas, ketua Partai PUDI= dan Dr Mochtar Pakpahan ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia dan K. H Abdurrahman Wahid merupakan segelintir dari tokoh-tokoh yang dibebaskan Habibie. Selain itu Presiden B.J. Habibie mencabut Undang-Undang Subversi d= an menyatakan mendukung budaya oposisi serta melakukan pendekatan kepada mereka yang selama ini menentang Orde Baru.
Ketakutan beberapa pihak akan tetap terjadinya pemerintahan yang represif dan tidak menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia membuat desakan kepada Presiden B.J. Habibie untuk mengundangkan peraturan yang mengandung muatan HAM tidak tebendung.
Pada masa Presiden Gus Dur serta Megawati juga terjadi beberapa kebijakan penting yang berkaitan dengan HAM antara lain:
a.&n=
bsp;
Penghapusan ketetapan
MPRS No.25 Tahun 1966 tentang PKI meskipun pada akhirnya hal ini gagal
direalisasikan oleh pemerintahan Abdurahman Wahid.
b.&n=
bsp;
Pada masa ini dengan
berubahnya peta kekuatan di parlemen yang berwenang merubah UUD terjadilah
perubahan signifikan dalam UUD 1945 kita dengan adanya amandemen baru
konstitusi tersebut. Pengaturan tentang HAM diperluas dalam konsitiusi lota
dengan perdebatan berlangsung alot, pada Sidang Tahunan MPR tahun 2000,
perjuangan untuk memasukkan perlindungan HAM ke dalam Undang-Undang
Dasar akhirnya berhasil dicapai. MPR sepakat memasukan HAM ke dalam Bab=
XA,
yang berisi 10 Pasal HAM (dari pasal 28A-28J) pada Amandemen Kedua UUD 1945
yang ditetapkan pada 18 Agustus 2000, yang melengkapi dan memperluas Pasal =
28.
Tolak tarik kepentingan antar elite di MPR/DPR mengenai luas l= ingkup perubahan UUD 1945, termasuk substansi HAM yang harus dimuat di dalamnya ti= dak saja dilatarbelakangi oleh perbedaan persepsi tentang konsep HAM di antara = para elite politik di parlemen untuk kepentingan politik pendukung status quo= Orde Baru yang cemas akan kuatnya desakan untuk menyelesaikan pelanggaran HAM ya= ng terjadi dan dilakukan oleh penguasa Orde Baru.
=
c. Penghapusan
badan koordinasi bantuan pemantapan stabilitas nasional (Baskorstanas) dan
lembaga penelitian khusus (Litsus). Kebijakan ini dikeluarkan melalui keput=
usan
Presiden (Keppres) No. 38/2000 tentang penghapusan Baskorstanas dan Litsus =
yang
selama orde baru menjadi alat represif Negara. Kebijakan ini merupakan cerm=
in
gagasan besar Presiden K.H. Abdurrahman Wahid untuk meletakkan TNI pada tem=
pat
yang sebenarnya sekaligus mencabut sistem kontrol terhadap kebebasan
masyarakat. Kedua lembaga yang di masa lalu menjadi instrumen rezim otoriter
ini dinilai tidak tepat lagi berada di alam politik baru yang demokratis.
Kebijakan ini mendapatkan respon positif yang sangat luas dari masyarakat,
hingga ada beberapa kalangan yang menyatakan bahwa seharusnya kebijakan itu
dilakukan sejak dulu, karena fungsi dan perannya tidak jelas.
Kebijakan Presiden Abdurahman Wahid yang membuat beberapa peraturan yang menjunjung H= AM diteruskan pada Masa Presiden Megawati dengan berhasil mengadili beberapa pelaku pelanggaran HAM Tanjung priok dan Timur-Timor walaupun pada akhirnya memang belum juga tuntas terselesaikan.
Warisan
kekerasan dan pelanggaran HAM masa lalu menjadi salah satu warna dominan ba=
gi
rezim yang tengah mengalami tranisisi dari otoritarian ke demokratis, seper=
ti
halnya Indonesia.
Di bawah= ini adalah tabel berbagai peristiwa menonjol terkait pelanggaran HAM di masa la= lu yang diambil dari dokumentasi ELSAM:
Tabel 1. HAM di masa lalu yang diambil dari dokumentasi E=
LSAM
No |
Tahun |
Perkara |
Bentuk
Pelanggaran |
1. |
1965- |
Peristiwa 1965 |
(1) (2) Ke=
matian
perdata bagi orang-orang yang
dituduh anggota PKI; (3) Stigmatisasi dan diskriminasi hingga
sekarang. |
2. |
1965- 1969 |
Kekerasandi Papua sampai
dengan Pepera 1969 |
Pembunuhan,
penyiksaan, intimidasi, dll. |
3. |
1971 |
Pemerkosaan terhadap Sum Kuning, <=
span
style=3D'letter-spacing:-.75pt'>Yogyakarta |
Peradilan
sesat, korban justru diadili. Akhirnya
dibebaskan |
4. |
Perampasan tanah di Tapos (sampai90an) |
Perampasan
tanah, intimidasi kepada war=
ga |
|
5. |
Pembangunan Taman Mini Indonesia Indah |
Pengusiran
paksa, Kehilangan tanah, Intimidasi |
|
6. |
1971- 1972 |
Perampasan lahan di Gunung Balak, =
Lampung |
Pengosongan l=
ahan
untuk waduk, perampasan tana=
h,
perubuhan rumah dan fasilitas penduduk, tanaman warga dicabuti |
7. |
1974 |
Peristiwa Malari |
11 pendemo terbunuh, orang-orang yang dianggap actor peristiwa tersebut diadili |
8. |
Pembredelan media massa=
span> |
Pembredelan
koran, diantaranya koran Ind=
onesia
Raya. |
|
9. |
1977- 1980an |
Komando Jihad<= o:p> |
Ribuan=
aktifisIslam
ditangkapi secara sewenang-<=
span
style=3D'letter-spacing:-.15pt'>wenang, disiksa, dipenjara tanpa
prosedur dan vonis tanpa lan=
dasan
hukum |
10. |
1976- 1989 |
PraDOM di Aceh=
|
Kasus-=
kasuspra-DOM
1976-1989. Semenjak dideklarasikann=
ya
GAM oleh Hasan Di Tiro,Aceh selalu menjadi dae=
rah
operasi militer dengan intensitas kekerasan yang
tinggi. |
11. |
1978 |
Pembungkaman ekspresi politik, ger=
akan
mahasiswa dan pembredelan su=
rat
kabar |
Beberapamahasiswa ditahan dan koran dibredel |
13. |
1982 |
Pengembangan obyek wisata Borobudur |
Pengusiran
paksa, pengambilan tanah secara paksa, ganti =
rugi yang tidak layak |
14. |
Pembredelan majalah |
Pembredelan m=
ajalah Tempo selama 2 bulan karena pember=
itaan |
|
15. |
1982- 1985 |
Penembakan Misterius |
Pembunuhan,
penyiksaan, perampasan kemerdekaan atau kebebasan lainnya secara sewenang-wenang,
penghilangan orang secara paksa |
16. |
1984 |
Peristiwa Tanjung
Priok |
Pembunuhan,
penganiayaan, penghilangan p=
aksa |
17. |
1985- 1989 |
Pembangunan waduk Kedung Ombo,Jawa Tengah |
Meneng=
galamkan37
Desa, pengusiran paksa, kehilangan tanah, ganti rugi yang tak laya=
k teror, intimidasi dan kekerasan fisika=
kibat
perlawanan |
18. |
1989 |
Peristiwa Talangsari
Lampung |
Pembunuhan,
penyiksaan, penganiayaan, pe=
nghilangan Paksa |
19. |
Perampasan lahan di Cimac=
an |
Perusakan
lahan, pengambilalihan lahan masy=
span>arakat |
|
20. |
1989- 1998 |
DOMdiAceh |
Pembunuhan,
penyiksaan (Operasi militer guna menumpas GPK di bawah pimpinan Tgk. Hasan di Tiro. pada tiga kabupaten;Aceh
Utara,Aceh Timur dan Pidie) |
21. |
1991 |
Pembantaian di Santa Cruz, Dili, T=
imor-Timur |
Pembunuhan
kilat |
Upaya atau insiatif penyelesaian pelan= ggaran HAM masa lalu, pada satu sisi perlu diapresiasi, namun pada sisi lain harus diletakkan kembali dalam “jalur” yang sebenarnya. Meski upaya penyelesaian dilakukan dalam berbagai konteks dan tujuan yang berbeda-beda, misalnya kepentingan sebagai bangsa di masa depan, tujuan utama penyelesaian adalah untuk melaksanakan kewajiban negara berdasarkan konstitusi dan hukum= HAM internasional terkait dengan pelanggaran HAM yang telah terjadi. Kewajiban negara itu diantaranya memberikan hak-hak korban yang mencakup hak atas kebenaran (the right to know the truth), hak atas keadilan (the r= ight to justice), maupun hak atas pemulihan (the rights to reparations).
Dapat dilihat pada tabel di bawah ini landasan hukum yang digunakan dalam penyelesaian masalah HAM di masa lalu berdasarkan penelitian dari ELSAM.
Tabel.2. Landasan =
hukum
yang digunakan dalam penyelesaian masalah HAM Di masa lalu berdasarkan
penelitian dari ELSAM
No |
Kebijakan |
Mandat |
Keterangan |
1. |
Ketetapan MPR No. V Tahun 2000 Tentang Persat=
uan
dan Kesatuan Nasional |
Memben=
tuk
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional sebagai lembaga ekstra-yudisia=
l.
Komisi ini bertugas untuk menegakkan kebenaran dengan mengungkapkan pen |
Masih Berlaku sebelum Terbentuk KKR |
2. |
UU No. 26 Tahun 2000=
span> Tentang Pengadilan HAM |
(1)Memeriksa perkara pelanggaran HAM yang berat, yaitu (1) kejahatan genosida dan (2) Kejahatan terhadap
kemanusiaan |
Untuk
pelanggaran HAM yang berat s=
ebelum
dan sesudah tahun 2000 |
(2)Mengatur pen=
yelesaian
pelanggaran HAM yang berat d=
engan
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi |
Pelanggaran
HAM yang beratsebelum tahun 2000 |
||
3. |
PP No.=
2 Tahun 2002 tentang Perlindungan Saksi dan Korban Pelanggaran HAM yang Berat |
Mengat=
ur
tentang mekanisme perlindungan saksi dan korban pelanggaran HAM yang berat |
Aturan turunan UU No. 26 tahun
2000 |
4. |
PP No.=
3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Res=
titusi
dan Rehabilitasi Terhadap Ko=
rban Pelanggaran HAM yang Berat |
Mengaturteknis pelaksanaan Kompensasi, Restitusidan
Rehabilitasi |
Aturanturunan UU No. 26 tahun
2000 |
5. |
UU No.=
21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus =
Papua |
Pembentukan
KKR di Papua |
Belum terimplementasi |
6. |
UU No. 27 Tahun
2004 Tentang KKR |
Mekanisme penyelesaian
pelanggaran HAM masa
lalu melalui pencarian kebenaran |
Dibatalkan MK tahun 2006 |
7. |
UU No.&nb=
sp;
11 tahun 2006=
Tentang Pemerintahan
Aceh |
Pembentukan
KKRdan Pengadilan HAM di Nangroe Aceh Darussalam |
Belum terimplementasi |
8. |
UUNo. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksidan Korban |
(1)Mengatur perlindungan saksi dan korban, termasuk
kasus-kasus pelanggaran HAM yang
berat |
Belum diuji di pengadilan |
(2)Mengatur mekanisme kompensasi dan restitusi korban
kejahatan, termasuk pelanggaran HAM yang
berat |
Belum diuji di pengadilan |
||
(3)Mengatur hak korban pelanggaran HAM yang berat untuk mendapatkan bantu=
an
medis dan psiko social |
S=
udah
terimplementasi secara terbatas |
||
9. |
PP No.=
44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan
Bantuan Kepada Saksi dan Korban |
Mengat=
urteknis
pemberikan Kompensasi, Restitusi dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban |
S=
udah
terimplementasi secara terbatas |
&nbs= p; Baru-baru ini Presiden Jokowi mengakui peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu yakni:
1. Peristiwa 1965-1966;
2. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-19=
85;
3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989;
4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis=
, Aceh
1989;
5. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Pa=
ksa
1997-1998;
6. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998;
7. Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II
1998-1999;
8. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998=
-1999;
9. Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999;
10.
11.
12.
Pada kesempatan tersebut, Presiden J= okowi juga menyampaikan rasa simpati dan empati yang mendalam kepada para korban = dan keluarga korban. Untuk itu, pemerintah akan berupaya memulihkan hak para ko= rban secara adil dan bijaksana. Selain itu, Presiden menambahkan, pemerintah akan berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM y= ang berat pada masa yang akan datang. Presiden pun menginstruksikan kepada Ment= eri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md untuk mengawal hal tersebut.
Pilihan atas berbagai jalur penyeles= aian, atau pentahapan proses penyelesaian tampaknya harus dirumuskan secara lebih serius, untuk mampu menerobos kebuntuan yang selama ini terjadi. Pilihan at= as pembentukan komite/badan khusus dengan kebijakan Presiden, dapat dilakukan dalam konteks membuka ruang pengungkapan kebenaran, atau mempercepat proses-proses penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.Dalam pengalaman sejum= lah negara yang menghadapi masalah pelanggaran HAM masa lalu dan mengalami transisi, pengungkapan kebenaran tidak jarang dilakukan berlandaskan pada k= ebijakan kepresidenan.Demikian juga pada pilihan politik hukum HAM dalam menyelesaik= an pelanggaran HAM masa lalu ini.
Politik hukum HAM dalam negara
hukum demokratis harus bersifat promotif, protektif dan implementatif terha=
dap
HAM guna mencegah penyalahgunaan kekuasaan dalam bentuk pelanggaran HAM
Karena efektifitas pelaksanaan hak-hak konstitusional bagaimanapun sangat tergantung pada adanya syarat-syara= t sebagai berikut:
a. Adanya pengetahuan dan pemahaman para warga masyarakat terhadap hak-hak konstitusional mereka, yang telah secara jelas diakui di dalam Undang-Undang Dasar yang berlaku. Dalam konteks Indonesia adalah UUD 1945.
b. Hak-hak konstitusional te= rsebut dipandang dan dirasakan oleh para warga masyarakat sebagai sesuatu yang esensial untuk melindungi kepentingan-kepentingan mereka.
c. Adanya prosedur-prosedur = hukum yang memadahi yang diperlukan guna menuntut agar hak-hak konstitusional mer= eka.
d. Adanya kecakapan dari para warga masyarakat untuk memperjuangkan dan mewujudkan hak-hak konstitusional mereka.
e. Adanya sumber daya politi= k yang memadahi yang diperlukan oleh para warga masyarakat guna memperjuangkan perwujudan hak-hak konstitusional para warga masyarakat.
Syarat-syarat tersebut di atas tidaklah bersifat alternatif tapi bersifat komulatif. Itu berarti kelima syarat terseb= ut diatas diperlukan keberadaannya bagi efektifitas pelaksanaan hak-hak konstitusional para warga masyrakat.
Di
dalam konsep Negara hukum Pancasila, ada penekanan tentang pentingnya
keseimbangan anatara “hak” dan “kewajiban” serta an=
tara
“kebebasan” dan tanggung jawab” dalam penegakan HAM. =
; Kedua, jika pilihan harus dilaku=
kan
terhadap dua konsepsi barat yang berbeda, maka titik berat paradigma negara
hukum Indonesia perlu diarahkan kepada the
rule of just law, yakni
hukum yang bersukmakan keadilan tanpa harus membuang prinsip kepastian
hukum. Artinya, asas kepastian hukum dipergunakan untuk memastikan
tegaknya keadilan, minimal memastikan adanya putusan yang lebih adil. =
Terkait dengan hal yang dipap= arkan di atas, Satya Arinanto mengutip pendapat Friedman bahwa untuk mereformasi hukum harus dilakukan pada 3 (tiga) hal, yakni: pada struktur hukum (tatanan kelembagaan dan kinerja lembaga), pada substansi hukum (materi hukum) dan budaya hukum. Ketiga bidang ini menjadi landasan dasar dari legal policy yang mengarahkan politik pembangunan hukum nasional, sehing= ga dengan politik pembangunan hukum nasional yang komprehensif diharapkan dapat memperbaiki dan menyempurnakan tatanan hukum dalam era pasca reformasi.
Kesimpulan
Hukum tidak dimaksudkan untuk hanya menjamin kepentin=
gan
yang berkuasa, melainkan kepentingan keadilan bagi semua orang (justice for
all). Dengan demikian negara hukum yang dikembangkan bukan absolute
rechtsstaat, melainkan democratische rechtsstaat. J. Soedjati Djiwandono menjelaskan=
bahwa
dalam sistem hukum Indonesia, masa depan masyarakat hukum Indonesia dapat
ditandai dengan adanya keseimbangan yang dinamis antara militer dan warga
sipil. Selain itu, keseimbangan yang dinamis antara kebutuhan ekonomi dan
politik juga akan terus berlanjut untuk menandai perkembangan nasional di
Indonesia.
Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Negara Hukum Indonesia adalah nega=
ra
hukum yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang merupakan falsafah dan da=
sar
negara. Pancasila sebagai dasar negara yang merupakan cerminan dari jiwa ba=
ngsa
Indonesia, haruslah menjadi sumber hukum dari semua peraturan hukum yang ad=
a.
Politik hukum HAM dalam negara hukum demokratis harus
bersifat promotif, protektif dan implementatif terhadap HAM guna mencegah
penyalahgunaan kekuasaan dalam bentuk pelanggaran HAM.
Selengkap dan sebaik apapun peraturan perundang-undan=
gan
yang mengatur HAM hanya akan bernilai bila dipraktekkan dalam kehidupan
sehari-hari. Adanya peraturan perundang-undangan sudah seharusnya dan
sewajarnya untuk dilaksanakan dan ditegakkan. Sistem peradilan yang tidak
memihak dan menjatuhkan hukuman kepada yang bersalah berdasarkan atas hukum
yang benar dan dijalankan sesuai dengan prosedur hukum yang benar. Hak asasi
manusia akan bisa berjalan dengan baik kalau setiap warga negara atau setiap
manusia menjalankan haknya dengan mengingat kewajiban-kewajibannya.
BIBLIOGRAFI
Anshar, S. (2019). Konsep Negara Hukum dalam Pers=
pektif
Hukum Islam. Soumatera Law Review, 2(2), 235–245.
Antariksa, B. (2017). Penerapan hierarki peraturan perundang-undangan dalam ketatanegaran indonesia. Deliberatif, 1= , 24–41.
Arliman, L. (2019). Mewujudkan Penegakan Hukum Ya= ng Baik Di Negara Hukum Indonesia. Dialogia Iuridicia: Jurnal Hukum Bisnis= Dan Investasi, 11(1), 1–20.
Bareta, R. D., Santoso, J., & Amin, F. (2020). Peran Badan Layanan Umum dalam Politik Hukum Omnibus Law Cipta Kerja. J= urnal Manajemen Perbendaharaan, 1(1), 1–20.
Debi, R. , A. A. F. , =
S. M. ,
& I. S. H. (2015). Kontradiksi Putusan Mahkamah Konstitusi (Studi K=
asus
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008) (Doctoral dissertatio=
n,
Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Faruk, H. T., & Budiawan, B. (2018). POLITIK NEGOSISASI DISKURSUS REKONSOLIASI 1965 DAN IMAJI KEINDONESIAAN PASCA-ORDE BARU. Jurnal Politik Profetik, 6(1), 54–74.
Fata, M., Zain, M., & Arifin, A. N. (2015). I= mpresi Politik Hukum Nasional Berlandaskan Pancasila Terhadap Sistem Perundang-undangan Nasional. Gema, 27(50), 62065.
Hanafi, M. (2013). Kedudukan Musyawarah dan Demok= rasi di Indonesia. None, 1(2), 95778.
Liwe, I. C. (2016). Kewenangan Hakim Konstitusi D= alam Memutus Sengketa Pengujian Undang-undang Terhadap Undang-undang Dasar Nega= ra Republik Indonesia. Lex Privatum, 4(8).
Moh. Kusnardi dan Bintan Saragih. (n.d.). Ilmu Negara (edisi revisi), . Gaya Media.
Nendissa, R. H. (2020). MEMAKNAI PASAL 33 UNDANG-= UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN MALUK= U. Pattimura Proceeding: Conference of Science and Technology, 9–18.= p>
Nurhardianto, F. (2014). Politik hukum HAM di Indonesia. Jurnal Tapis: Jurnal Teropong Aspirasi Politik Islam, 10(2), 67–88.
PUTRA, R. Z. S. (n.d.). Pengaturan Politik Huk= um Ham Di Indonesia Dan Kebebasan Berekspresi Serta Batasannya Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia.
Ramdani, D., & Kusmayadi, T. (2016). Identifi= kasi Karakteristik Sifat Kuantitatif Kambing Peranakan Etawah Betina Di Kelompok Ternak Mitra Usaha Kecamatan Samarang Kabupaten Garut (Quantitative Traits Identification of Peranakan Etawah Female Goat at Mitra Usaha Livestock Gr= oup Samarang Subdistrict Garut Regency). JANHUS Jurnal Ilmu Peternakan Jour= nal of Animal Husbandry Science, 1(1), 24–32.
Ridwan, I. H. J., & Sudrajat, M. H. A. S. (20= 20). Hukum administrasi Negara dan kebijakan pelayanan publik. Nuansa Cendekia.= span>
Rifan, M., & Rahmawati, L. (n.d.). Konstitusi= Desa dan Eksistensinya dalam Regulasi Di Indonesia (The Village Constitution and Its Existence in Indonesian Regulation). Jurnal Konstitusi, 18= i>.
SA, A. W. G., & SH, M. H. (2019). Hukum Hak Asasi Manusia. Penerbit Andi.
Triputra, Y. A., Meirani, W., Marshinta, F. U., Oktanisa, S., & Indasari, D. (2020). POLITIK HUKUM HAM DI INDONESIA. <= i>Disiplin: Majalah Civitas Akademika Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda, 17–29.
=
&nb=
sp; =
&nb=
sp;
Copyright holder: Novario Asca H. = (2022) |
First publication right: Syntax Lit=
erate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |
Novario Asca H.
Konsepsi Negara Hukum dalam Upaya
Penyelesaian Permasalahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia=
2=
&=
nbsp; &nbs=
p; &=
nbsp; &nbs=
p; &=
nbsp; &nbs=
p; &=
nbsp; &nbs=
p; &=
nbsp; &nbs=
p; Syntax
Literate, Vol. 7, No. 10, Juli 2022
Syntax Literate, Vol. 7, No. 10, Juli 2022 &nb=
sp; 3
How
to cite: |
Novario Asca H. (2022) Konsepsi Ne=
gara
Hukum dalam Upaya Penyelesaian Permasalahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia=
di
Indonesia, (7) 10, http://dx.doi.org/10.36418/syntax-literate.v6i6=
span> |
E-ISSN: |
|
Published
by: |