MIME-Version: 1.0 Content-Type: multipart/related; boundary="----=_NextPart_01D9BF08.7B495F70" ------=_NextPart_01D9BF08.7B495F70 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Melssy,siappublish.htm Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/html; charset="us-ascii"

Syntax Literate: Jurnal <= span class=3DSpellE>Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548= -1398

Vol. 8, No. 7, Juli 2023

 =

IMPLEMENTASI PELEP= ASAN BERSYARAT DALAM SISTEM PEMBINAAN PEMASYARAKATAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG=

HUKUM PIDANA<= /o:p>

 

Melssy Dinda Nursyahfitri1, <= span class=3DSpellE>Feny Windiyastuti2

Sekolah = Tinggi Ilmu Hukum IBLAM, Jakarta, Indonesia

Email: melsydinda99@gmail.com, feny@iblam.ac.id,

 

Abstrak

Pembebasan bersyarat adalah proses <= span class=3DSpellE>pembinaan Narapidana di <= span class=3DSpellE>luar Rumah Tahanan/Lembaga Pemasyarakatan setelah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (duaper tiga) masa = pidananya dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut minimal 9 (sembilan) bulan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembebasan bersyarat dapat diimplemantasikan <= span class=3DSpellE>dengan memperhatikan beberapa ketentuan yang <= span class=3DSpellE>tercantum dalam Pasal 15a dan Pasal 15b Kitab Undang-Undang Hu= kum Pidana, selanjutnya= Pasal 14 ayat (1) huruf (k) Undang-Undang <= span class=3DSpellE>Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan ju= ga menyebutkan bahwa Narapidana berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. Terkait syarat dan tata cara pelaksanaan hak dan warga binaan pemasyarakatan diatur dalam Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan= Hak dan Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam pelaksanaannya, pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan diselenggarakan oleh Menteri dan dilaksanakan oleh petugas Pemasyarakatan. <= span class=3DSpellE>Implementasi sistem pembinaan pemasyarakatan = dilaksanakan berdasarkan = atas azas-azas pengayoman, persamaan perlakuan dan pelayanan, pendidikan dan pembimbingan, penghormatan harkat dan martabat manusia, kehilangan= kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan = serta terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan = keluarga dan orang-orang = tertentu. Konsep pelepasan bersyarat dalam Sistem Pembinaan Pemasyarakatan dilakukan oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pembebasan bersyarat terhadap narapidana, yaitu Menteri= Kehakiman atau pejabat yang dirunjuk untuk itu dengan memperhatikan syarat substantif dan syarat administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 8 Kep= utusan Menteri Kehakiman Nomor: M. 01. PK. 04-10 Tahun 1999, = serta memperhatikan tata cara untuk memperoleh pembebasan bersyarat sebagaimana telah diuraikan pada pembahasan di atas.

 

Kata kunci: Pelepasan Bersayarat, Lem= baga Pemasyarakatan, Narapidana.

 

 

 

Abstract

Conditional release is the= process of fostering prisoners outside the Detention Center/ Correctional Instituti= on after serving at least 2/3 (two thirds) of their criminal period with the provision that 2/3 (two thirds) of the criminal period is at least 9 (nine) months. The research method used is the normative juridical method. The res= ults of the study indicate that parole can be implemented by taking into account several provisions contained in Article 15a and Article= 15b of the Criminal Code, then Article 14 paragraph (1) letter (k) of Law Numbe= r 12 of 1995 concerning Corrections also states that Prisoners are entitled to parole. Regarding the requirements and procedures for the implementation of= the rights and the prisoners in prison, it is regulated in Article 43 of the Government Regulation Number 32 of 1999 concerning the Terms and Procedures= for the Implementation of the Rights and the Correctional Inmates. In its implementation, the guidance and mentoring of Correctional Inmates is carri= ed out by the Minister and carried out by Correctional Officers. The implementation of the correctional development system is carried out based = on the principles of protection, equality of treatment and service, education = and guidance, respect for human dignity, loss of independence is the only suffe= ring and guarantee of the right to keep in touch with family and certain people.= The concept of conditional release in the Correctional Guidance System is carri= ed out by an official authorized to carry out conditional release of prisoners, namely the Minister of Justice or an official appointed for that purpose by= taking into account the substantive requirements and administrative requirements as referred to in Article 7 paragraph (2) and Article 8 of the Decree of the Minister of Justice. Number: M. 01. PK. 04-1= 0 of 1999, as well as paying attention to the procedures for obtaining parole as described in the discussion above.

 

Keywords: Conditional Release, Corre= ctional Institution, Prisoners.

 

Pendahuluan

Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa : “Negara Indonesia adalah nega= ra hukum”. Ketentuan pasal tersebut merupakan landasan konstitusional ba= hwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, hukum ditempatkan seba= gai satu-satunya aturan main dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, hu= kum merupakan salah satu perantara yang dibutuhkan untuk mengantisipasi perkembangan dalam kehidupan manusia. Selain itu hukum juga diperlukan untuk mengantisipasi penyimpangan penyimpangan yang terjadi. Salah satu bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh masyarakat misalnya munculnya suatu tindak pidana yang menyebabkan terganggunya kenyam= anan dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat.

Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa: “hukum yaitu keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-k= aedah dalam suatu kehidupan bersama/ keseluruhan peraturan tentang tingkah laku y= ang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi”. Hal ini berarti setiap individu harus mentaati peraturan-peraturan yang telah ditetapkan ol= eh pemerintah di dalam berlangsungnya kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Aji, 2022). Dalam memberantas tindak pidana yang muncul dalam kehidupan masyarakat saat ini, fungsi hukum menjadi sangat penting, karena seperti yang dikemukakan o= leh Prodjodikoro bahwa “tujuan dari hukum yaitu mengadakan keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib di dalam masyarakat”. Untuk mencapai tujuan hukum tersebut, pemerintah berusaha untuk memperbesar pengaruhnya terhadap masyarakat dengan berbagai alat yang= ada padanya (Permata, 2015). Salah satu al= at itu adalah hukum pidana. Dengan adanya hukum pidana, pemerintah dapat menetapkan perubahan-perubahan tertentu sebagai tindak pidana baru (Danil, 2021). Ruba̵= 7;i menyatakan bahwa: (Ruba’i, 2021)=

“Hukum pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan un= tuk menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilara= ng, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut”.

&n= bsp;

Dalam hukum pidana pasti tidak akan terlepas dari permasalahan-permasalahan pokok ya= ng merupakan salah satu bagian penting dalam proses berjalannya hukum pidana (Purwanto, 2022). Secara dogmatis di dalam hukum pidana terdapat tiga pokok permasalahan, yaitu: “perbuatan yang dilarang, orang yang melakukan perbuatan yang dilarang itu dan pidana = yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan itu” (Swardhana, 2020). Selain itu bagian terpenting dalam hukum pidana yang saat ini masih kurang mendapat perhatian adalah bagian mengenai pemidanaan (Situmorang, Ham, & Kav, 2019). Karnasudir= dja berpendapat lain dalam bukunya yang berjudul Beberapa Pedoman Pemidanaan dan Pengawasan Narapidana, menyebutkan bahwa:

“Segala pengaturan mengenai hukum pidana ini pada akhirnya akan berpuncak pada pemidanaan yang dapat merenggut kemerdekaan seseorang, kejahatan, penj= ahat (pembuat kejahatan) dan pidana, serta merupakan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memungkinkan penjatuhan pidana. Maka masalah pemidanaan dan pidana merupakan masalah yang sama sekali tidak boleh dilupakan”.

 

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdapa= t dua jenis sanksi yang dapat dijatuhkan kepada seseorang apabila terbukti telah melanggar hokum (Sushanty, 2019). Pengaturan mengenai jenis-jenis pidana tercantum dalam Pasal 10 KUHP  yang terdiri dari “pidana po= kok dan pidana tambahan”. Pidana pokok meliputi, (1) pidana mati, (2) pid= ana penjara, (3) pidana kurungan dan (4) pidana denda. Sedangkan pidana tambahan meliputi, (1) pencabutan hak-hak tertentu, (2) perampasan barang-barang tertentu dan (3) pengumuman putusan hakim. Salah satu bentuk pidana yang la= zim dijatuhkan terhadap pelaku kejahatan adalah pidana penjara. Pidana penjara merupakan salah satu jenis pidana yang terdapat dalam sistem hukum pidana di Indonesia. Dalam Penjelasan atas Undang-Undang = Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyebutkan bahwa:

“Sistem pemenjaraan yang sangat berangsur-angsur dipand= ang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep rehabilita= si dan reintegrasi sosial agar narapidana menyadari kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan kembali menjadi warga masyara= kat yang bertanggung jawab bagi diri sendiri, keluarga dan lingkungannya”= .

 

Dalam perkembangannya muncul suatu Lembaga Pemasyarakatan yang didirikan dengan harapan akan dapat mengembalikan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) sebagai warga yang baik juga bertujuan untuk melindungi masyarakat terhadap kemungk= inan diulanginya tindak pidana oleh WBP (Eryansyah & IP, 202= 1). Serta merupakan penerapan dan bagian yang tidak terpisahkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila (Astuti & Dewi, 2021). Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran baru mengenai fungsi pemidanaan yang tidak lagi sekedar pen= jeraan tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan telah melahirkan suatu sistem pembinaan yang dikenal dengan nama Sistem Pemasyarakatan (Wulandari, 2015). Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 T= ahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyatakan bahwa:

“Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanak= an secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatk= an kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali ol= eh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hi= dup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab”.

 

Adapun hak-hak dari Narapidana diatur dalam ketentuan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyaraka= tan, yang menyebutkan bahwa: <= span lang=3DEN-GB style=3D'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"Times = New Roman",serif; mso-ansi-language:EN-GB'>(Nasip, Yuliartini, & Mangku, 2020).

Narapidana berhak:

1.&n= bsp;  Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya;

2.&n= bsp;  Mendapatkan pengurang= an masa pidana (remisi);

3.&n= bsp;  Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga; dan

4.&n= bsp;  Mendapatkan pembebasan bersyarat.

Terkait dengan hak pembebasan bersyarat, pemberian hak tersebut diberikan kepada narapidana yang betul-betul sudah berperilaku baik dan mematuhi semua aturan yang telah diberlakukan di rumah tahanan/ lembaga permasyarakatan selama ma= sa penahanan berlangsung <= span lang=3DEN-GB style=3D'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"Times = New Roman",serif; color:black;mso-ansi-language:EN-GB'>(Yanto, 2021)= .

 

Metode Pene= litian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif (normative legal resear= ch) dengan pendekatan perundang-undangan. Metode penelitian yuridis normatif ad= alah penelitian yang dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku atau diterapkan terhadap suatu permasalahan hukum tertentu. Penelit= ian normatif seringkali disebut penelitian kepustak= aan, karena objek kajiannya adalah dokumen peraturan perundang-undangan dan bahan pustaka. Pendekatan undang-undang digunakan untuk mengkaji Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomo= r 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah= Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan= Hak dan Warga Binaan Pemasyarakatan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

 =

Hasil dan Pembahasan

Implementasi Pelepasan Bersyarat Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pid= ana

Pembebasan bersyarat adalah proses pembinaan Narapidana di luar Rumah Tahanan/Lembaga Pemasyarakatan setelah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (duaper tiga) masa pidan= anya dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut minimal 9 (sembila= n) bulan. Pembebasan bersyarat tersebut merupakan bagian dari fungsi Rumah Tahanan/Lembaga Pemasyarakatan, yang merupakan salah satu dari bagian sistem peradilan pidana Indonesia, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan (Aji, 2022). Pidana bersyarat adalah menjatuhkan pidana pada seseorang akan tetapi pidana itu tidak usah dijalani, kecuali dikemudian hari ternyata bahwa terpidana sebelum batas tempo percobaan berbuat sesuatu tindak pidana lagi atau melan= ggar perjanjian (syarat-syarat) yang diberikan kepadanya oleh Hakim jadi keputus= an pidana tetaplah ada akan tetapi hanya pelaksanaan pidana itu yang tidak dilakukan (DP, 2018).

Ketentuan mengenai pembebasan bersyarat di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, pertama kalinya termuat dengan isti= lah pelepasan bersyarat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dimana penyusunan KUHP dib= uat berdasarkan We= tboek van straftrecht voor Nederlandsch-Indie, yang Hukum Pidana itu sendiri. Keberadaan ketentuan pelepasan bersyarat dalam Wetboek van straftrecht voor Nederlandsch-Indie terpengaruh olehs istem pidana penjara di Inggris (progressive system), = dimana pembebasan bersyarat tersebut dimaksudkan sisa pidana terakhir dalam rangka pengembalian terpidana dengan baik ke masyarak= at.

Pembebasan bersyarat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

a.   Pembebasan bersyarat dari kewajiban untuk menjalankan pidana penjara dalam suatu Rumah Tahanan/Lembaga Pemasyarakatan seperti yang diatur dalam Pasal 15 sampai Pasal 17 KUHP, lebih lanjut setel= ah diaturdalam ordonansi tanggal 27 Desember 1917, Stb Nomor 749 yang juga dikenal sebagai ordonansi de voorwardelijjke invrijheidstelli= ng atau peraturan mengenai Pembebasan bersyarat.

b.   Pembebasan bersyarat dari kewajiban untuk mendapatkan pendidikan dalam suatu lembaga pendidikan suatu Negara sepertiyang dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) dan Pasa= l 69 ayat (1) dari ordonansi pada tanggal 21 Desember 1917, Stb nomor 741 yangjuga dikenal sebagai dwangopveding regeling<= /i> atau peraturan mengenai pendidikan paksa.

Adapun dasar hukum tentang pemberian bebas bersy= arat bagi Narapidana di lembaga Pemasyarakatan diatur dalam Pasal 15 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu :(Moeljatno, 2021).

(1)&= nbsp;   Jika terpidana telah menjalani dua pertiga dari lamanya pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya, yang sekurang-kurangnya harus sembilan bulan, maka ia dapat dikenakan pelepasan bersyarat. Jika terpidana harus menjalani beberapa pidana berturut-turut, pidana itu dianggap sebagai satu pidana.<= /span>

(2)&= nbsp;   Ketika memberikan pelepasan bersyarat, ditentukan pula suatu masa percobaan, serta ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan.

(3)&= nbsp;   Masa percobaan itu lamanya sama dengan sisa waktu pidana penjara yang belum dijalani, ditambah satu tahun. Jika terpidana ada dalam tahanan yang sah, m= aka waktu itu tidak termasuk masa percobaan.

Pembebasan bersyarat dapat diimplemantasikan dengan memperhatikan beberapa ketentuan yang tercantum dalam Pasal 15a dan Pasal 1= 5b Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang berbunyi= :

Pasal 1= 5a

(1)&= nbsp;   Pelepasan bersyarat diberikan dengan syarat umum bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana dan perbuatan lain yang tidak baik.

(2)&= nbsp;   Selain itu, juga boleh ditambahkan syarat-syarat khusus mengenai kelakuan terpidan= a, asal saja tidak mengurangi kemerdekaan beragama dan kemerdekaan berpolitik.=

(3)&= nbsp;   Yang diserahi mengawasi supaya segala syarat dipenuhi ialah pejabat tersebut dal= am pasal 14d ayat 1.

(4)&= nbsp;   Agar supaya syarat-syarat dipenuhi, dapat diadakan pengawasan khusus yang semata-mata harus bertujuan memberi bantuan kepada terpidana.

(5)&= nbsp;   Selama masa percobaan, syarat-syarat dapat diubah atau di hapus atau dapat diadakan syarat-syarat khusus baru; begitu juga dapat diadakan pengawasan khusus. Pengawasan khusus itu dapat diserahkan kepada orang lain daripada orang yang semula diserahi.

(6)&= nbsp;   Orang yang mendapat pelepasan bersyarat diberi surat pas yang memuat syarat-syarat yang harus dipenuhinya. Jika hal-hal yang tersebut dalam ayat di atas dijalankan, maka orang itu diberi surat pas baru.

 <= /o:p>

Pasal 1= 5b

(1)&= nbsp;   Jika orang yang diberi pelepasan bersyarat selama masa percobaan melakukan hal-h= al yang melanggar syarat-syarat tersebut dalam surat pasnya, maka pelepasan bersyarat dapat dicabut. Jika ada sangkaan keras bahwa hal-hal di atas dilakukan, Menteri Kehakiman dapat menghentikan pelepasan bersyarat tersebut untuk sementara waktu.

(2)&= nbsp;   Waktu selama terpidasna dilepaskan bersyarat sampai menjalani pidana lagi, tidak termasuk waktu pidananya.

(3)&= nbsp;   Jika tiga bulan setelah masa percobaan habis, pelepasan bersyarat tidak dapat dicabut kembali, kecuali jika sebelum waktu tiga bulan lewat, terpidana dituntut karena melakukan tindak pidana pada masa percobaan, dan tuntutan berakhir dengan putusan pidana yang menjadi tetap. Pelepasan bersyarat masih dapat dicabut dalam waktu tiga bulan bersyarat masih dapat dicabut dalam wa= ktu tiga bulan setelah putusan menjadi tetap berdasarkan pertimbangan bahwa terpidana melakukan.

 

Dalam Pasal 14 ayat (1) huruf (k) Undang-Undang Nomor= 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan juga diterangkan bahwa Narapidana berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. Selanjutnya, dalam Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak= dan Warga Binaan Pemasyarakatan, diterangkan bahwa:

(1)&= nbsp;   Setiap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan kecuali Anak Sipil, berhak mendapa= tkan pembebasan bersyarat.

(2)&= nbsp;   Pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi Narapidana dan Anak Pida= na setelah menjalani pidana sekurangkurangnya 2/3 = (dua pertiga) dari masa pidananya dengan ketentuan 2/3 (dua pertiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan.

(3)&= nbsp;   Pembebasan bersyarat bagi Anak Negara diberikan setelah menjalani pembinaan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.

Menurut Aruan Sakidjo dan Bambang Purnomo, maksud dan t= ujuan dari pada pembebasan bersyarat adalah untuk transisi atau memudahkan kembal= inya terpidana kemasyarakat dan pemberian pelepasan bersyarat sebelum selesainya masa pidana itu juga dimaksudkan untuk mendoro= ng terpidana untuk berkelakuan baik dalam penjara. Supaya terpidana tidak mengulangi kejahatan lagi, dan supaya terpidana yang diberikan pelepasan bersyarat dari penjara itu diberi pertolongan untuk berbuat baik dengan ban= tuan Reklasering.

Dalam pelaksanaannya, pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan diselenggarakan oleh Menteri dan dilaksanakan oleh petugas Pemasyarakatan. Yang dimaksud dengan Petugas Pemasyarakatan adalah pegawai pemasyarakatan yang melaksanaka tugas pembinaan, pengamanan, dan pembimbingan Warga B= inaan Pemasyarakatan. Petugas Pemasyarakatan tersebut merupakan Pejabat Fungsional Penegak Hukum yang melaksanakan tugas di bidang pembinaan, pengamanan, dan = pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Pejabat Fungsional diangkat dan diberhentikan oleh Menteri (sekarang Menteri Hukum = dan Hak Asasi Manusia dan Kehakiman) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun dalam pengangkatan Pejabat Fungsional tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain: mempunyai latar belakang pendidi= kan teknis di bidang pemasyarakatan, melakukan tugas yang bersifat khusus di lingkungan Unit PelaksanaanTeknis Pemasyarakatan,dan memenuhi persyaratan lain bagi fungsional sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Implementasi sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan atas azas-azas sebagai berikut:

a.&n= bsp;  Pengayoman

Pengayoman adalah perlakuan terhadap Warga Binaan Pemasayarakatan= dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakataan, juga memberikan b= ekal hidupnya kepada Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi warga yang berguna= di dalam masyarakat.

b.&n= bsp;  Persamaan perlakuan d= an pelayanan

Persamaan perlakuan dan pelayanan adalah pemberian perlakuan dan pelayanan yang sama kepada Warga Binaan Pemasyarakatan tanpa membedabedaka= n orang.

c.&n= bsp;  Pendidikan dan Pembimbingan

Pendidikan dan pembimbingan adalah penyelenggaraan pendidi= kan dan pembimbingan yang dila= ksakan berdasarkan Pancasila, antara lain penanaman jiwa kekeluargaan, keterampila= n, pendidikan kerohanian, dan kesempatan untuk menunaikan ibadah.

d.&n= bsp;  Penghormatan harkat d= an martabat manusia

Penghormatan harkat d= an martabat manusia adalah bahwa sebagai orang yang tersesat Warga Binaan Pemasyarakatan harus tetap diperlakukan sebagai manusia.<= /p>

e.&n= bsp;  Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan

Yakni Warga Binaan Pemasyarakatan harus berada dalam LAPAS untuk jangka waktu tertentu, sehing= ga mempunyai kesempatan penuh untuk memperbaikinya. Selama di LAPAS, (Warga Bi= naan Pemasyarakatan tetap memperoleh hak-hak nya yan= g lain seperti layaknya manusia, dengan kata lain hak perdatanya tetap dilindungi seperti hak memperoleh perawatan kesehatan, makan, minum, pakaian, tempat tidur, latihan, keterampilan oleh raga, atau rekreasi).

f.&n= bsp;   Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu.

Yakni bahwa walaupun Warga Binaan Pemasyarakatan berada di LAPAS, tetapi harus di= dekatkan dan dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat, antara lain berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan ke dalam LAPAS dari anggota masyarakat yang bebas, dan kesempatan berkumpul bersama sahabat dan keluarga seperti program cuti mengunjungi keluarga.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: M. 01. PK. 04-10 Tahun 1999 tentang Asimilasi, Pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas, seseorang Narapid= ana dapat diberikan izin untuk memperoleh pembebasan bersyarat apabila memenuhi= 2 (dua) persyaratan pokok, yaitu persyaratan subtantif dan persyaratan administratif. Adapun kedua persyaratan tersebut adalah seb= agai berikut:

a.&n= bsp;  Persyaratan subtantif

Dalam Pasal 7 ayat (2) Keputusan Menteri Kehakiman Nomor : M. 01. PK. 04-10 Tahun 1999, menerangkan bahwa persyaratan subtantif terdiri dari:<= /o:p>

1)&n= bsp;  Telah menunjukan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana.

2)&n= bsp;  Telah menunjukan perkembangan budi pekerti dan moral yang positif.

3)&n= bsp;  Berhasil mengikuti program pembinaan dengan tekun dan bersemangat.

4)&n= bsp;  Masyarakat telah dapat menerima program kegiatan pembinaan narapidana yang bersangkutan.

5)&n= bsp;  Selama menjalankan pidana, narapidana tidak pernah mendapatkan hukuman disiplin sekurang-kuran= gnya dalam waktu 9 (sembilan) bulan terakhir.

6)&n= bsp;  Masa pidana yang telah dijalani 2/3 dari masa pidananya dengan ketentuan 2/3 tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan.

b.&n= bsp;  Persyaratan administr= atif

Dalam Pasal 8 Keputus= an Menteri Kehakiman Nomor :M. 01. PK. 04-10 Tahun 1999, dinyatakan bahwa persyaratan administratif terdiri dari:

1)&n= bsp;  Salinan putusan pengadilan.

2)&n= bsp;  Surat keterangan asli dari kejaksaan bahwa narapidana yang bersangkutan tidak mempunyai perkara a= tau tersangkut dengan tindak pidana lainnya.

3)&n= bsp;  Laporan penelitian kemsyarakatan dari BAPAS tentang pihak keluarga yang = akan menerima narapidana, keadaan masyarakat sekitarnya dan pihak lain yang ada hubungannya dengan narapidana.

4)&n= bsp;  Salinan daftar yang memuat tentang pelanggaran tata tertib yang dilakukan narapidana selama menjalankan masa pidana dari kepala Lembaga Pemasyarakatan.

5)&n= bsp;  Salinan daftar peruba= han atau pengurangan masa pidana seperti grasi, remisi, dan lain-lain dari Kepa= la Lembaga Pemasyarakatan.

6)&n= bsp;  Surat pernyataan kesa= nggupan dari pihak yang akan menerima narapidana, seperti pihak keluarga, sekolah, instansi pemerintah atau swasta dengan diketahui oleh Pemerintah Daerah setempay serendah-rendahnya Lurah atau Kepala Desa.

7)&n= bsp;  Surat keterangan kesehatan dari psikolog atau dari dokter bahwa narapidana sehat baik jasmani atau jiwanya dan apabila di lembaga tidak ada psikolog dan dokter, maka sur= at keterangan dapat diminta kepada dokter puskesmas atau rumah sakit umum.

8)&n= bsp;  Bagi narapidana warga negara asing diperlukan syarat tambahan berupa surat keterangan sanggup menjamin Kedutaan Besar atau Konsulat negara orang asing yang bersangkutan = dan surat rekomendasi dari Kepala Kantor Imigrasi setempat. <= /p>

Konsep pelepasan bersyarat dalam Sistem Pembinaan Pemasyarakatan dilakukan oleh pejabat yang berwenang untuk melaku= kan pembebasan bersyarat terhadap narapidana, yaitu Menteri Kehakiman atau peja= bat yang dirunjuk untuk itu. Adapun tata cara untuk memperoleh pembebasan bersyarat itu adalah sebagai berikut:

a.&n= bsp;  Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Lembaga Pemasyarakatan setelah mendengar pendapat angg= ota tim serta telah mempelajari laporan penelitian kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan mengusulkan kepada kepala Lembaga Pemas= arakatan yang di tuangkan dalam formulir yang telah di tetapkan.

b.&n= bsp;  Kepala Lembaga Pemasyarakatan apabila menyetujui usulan tim pengamat Pemasyarakatan LAPAS selanjutnya melanjutkan usul tersebut kepada Kepala Ka= ntur Wilayah Departemen Kehakiman setempat.

c.&n= bsp;  Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dapat menolak atau menyetujui usul Kepala LAPAS setelah mempertimbangkan hasil sidang TPP Kantor Wilayah Departemen Kehakiman setem= pat;

d.&n= bsp;  Apabila Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman menolak usul Kepala Lembaga Pemasyarakatan, ma= ka dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterimanya us= ul tersebut memberitahukan penolakan itu beserta alasannya kepada Kepala Lemba= ga Pemasyarakatan.

e.&n= bsp;  Tetapi apabila Kantor Wilayah Departemen Kehakiman menyetujui usul Kepala Lembaga Pemasyarakatan = maka dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya usul tersebut dan meneruskan usul Kepala Lembaga Pemasyarakatan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

f.&n= bsp;   Direktur Jenderal Pemasyarakatan dalam jangka paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejaktanggal diterimanya usul Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Direktur Jenderal Pemasyarakatan menetapkan penolakan atau persetujuan terhadap usul tersebut.

g.&n= bsp;  Apabila Direktur jend= eral Pemasyarakatan menolak usul tersebut, maka dalam jangka waktu paling lambat= 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penetapan memberitahu penolakan = itu beserta alasannya kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan.

h.&n= bsp;  Tetapi sebaiknya apab= ila Direktur Jenderal Pemasyarakatan menyetujui usul Kepala Lembaga Pemasyaraka= tan, maka usul tersebut diteruskan kepada Menteri Kehakiman untuk mendapat persetujuan. Apabila Menteri kehakiman menyetujui usul tersebut maka dikeluarkan keputusan Menteri Kehakiman mengenai pembebasan bersyarat.

Dalam menjalankan masa pembebaasn bersyarat Narapidana memiliki beberapa kewajiban yang harus dipenuhi. Adapun kewajiban-kewajiban yang harus di penuhi oleh narapidana bebasa bersyarat, yaitu:

a.&n= bsp;  Tidak melanggar perat= uran hukum yang ada;

b.&n= bsp;  Dalam bulan pertama, 1 (satu) kali seminggu narapidana bebas bersyarat wajib melapor ke Balai Pemasyarakatan;

c.&n= bsp;  Dalam bulan kedua, 2 (dua) kali seminggu narapidana bebas bersyarat wajib melapor ke Balai Pemasyarakatan;

d.&n= bsp;  Dan 1 (satu) bulan se= kali narapidana bebas bersyarat wajib melapor ke Balai Pemasyarakatan.

Narapidana bebas bersyarat wajib melapor, yang pelaksanaannya dilakukan dalam bentuk-bentuk sendiri-sendiri atau secara individu, jika tidak melapor maka petugas Balai Pemasyarakatan tersebut datang kerumah narapidana bebas bersyarat tersebut. Dalam pemberian pembebasan bersyarat d= apat pula dicabut oleh direktur Jenderal Pemasyarakatan atas usul kepala Balai Pemasyarakatan (BAPAS) melalui Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman setempat, apabila narapidana malas bekerja; mengulangi melakukan tindak pid= ana; menimbulkan keresahan dalam masyarakat; dan atau melanggar ketentuan mengen= ai pelaksanaan asimilasi, pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas. Pencabutan pembebasan bersyarat dapat dijatuhkan sementara setelah diperole= h informasi mengenai alasan-alasan pencabutan tersebut. Kemudian Kepala lembaga Pemasyarakatan berkewajiban melakukan pemeriksaan terhadap narapidana dan apabila terdapat bukti-bukti yang kuat, maka pencabutan dujatuhkan secara tetap. Kepala Lembaga Pemasyarakatan melaporkan pencabutan tersebut kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan yang dilengkapi dengan alasan-alasa= nnya serta Berita Acara Pemeriksaan.

 =

Kesimpulan

Pembebasan bersyarat adalah proses pembinaan Narapidana di luar Rumah Tahanan/Lembaga Pemasyarakatan setelah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (duaper tiga) masa pidananya dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana terseb= ut minimal 9 (sembilan) bulan. Ketentuan mengenai pembebasan bersyarat di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, pertama kalinya termuat dengan isti= lah pelepasan bersyarat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dasar hukum tentang pemberian bebas bersyarat bagi Narapidana di lembaga Pemasyarakatan diatur dalam Pasal 15 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Adapun pembebasan bersyarat dapat diimplemantasikan dengan memperhatikan beberapa ketentuan yang tercantum dalam Pasal 15a dan Pasal 1= 5b Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, selanjutnya P= asal 14 ayat (1) huruf (k) Undang-Undang Nomor 12 ta= hun 1995 tentang Pemasyarakatan juga menyebutkan bahwa Narapidana berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. Terkiat syara= t dan tata cara pelaksanaan hak dan warga binaan pemasyarakatan diatur dalam Pasa= l 43 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelak= sanaan Hak dan Warga Binaan Pemasyarakatan.

Dalam pelaksanaannya, pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan diselenggarakan oleh Menteri dan dilaksanakan oleh petugas Pemasyarakatan. Implementasi sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan atas azas-azas pengayo= man, persamaan perlakuan dan pelayanan, pendidikan dan pemb= imbingan, penghormatan harkat dan martabat manusia, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan serta terjaminnya hak untuk tetap berhubungan deng= an keluarga dan orang-orang tertentu. Konsep pelepasan bersyarat dalam Sistem Pembinaan Pemasyarakatan dilakukan oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pembebasan bersyarat terhadap narapidana, yaitu Menteri Kehakiman atau pejabat yang = dirunjuk untuk itu dengan memperhatikan syarat substantif dan syarat administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 8 Keputusan Menteri Kehakiman Nomor :M. 01. PK. 04-10 Tahun 1999, serta memperhatikan tata cara untuk memperoleh pembebasan bersyarat sebagaimana telah diuraikan pada pembahasan di atas.

 =

BIBLIOGRAFI

Aji, Galang Res= woro. (2022). Model Pembinaan N= arapidana Sebagai Upaya Pencegahan Residivis di = Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Magel= ang. Amnesti Jurnal<= /span> Hukum, 4(1), 1–10.

 

Astuti= , Nabila Ratri Widya, & Dewi, Dinie = Anggraeni. (2021). Pentingnya Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Menghadapi Perkembangan IPTEK. EduPsyCouns: Journal of Educa= tion, Psychology and Counseling, 3(1), 41–49.

 

Danil<= /span>, Elwi. (2021). Korupsi: Konsep, Tindak Pidana Dan Pemberantasannya-Raj= awali Pers. PT. RajaGrafindo Persada.

DP, Sa= pto Handoyo. (2018). Pelaksan= aan pidana bersyarat <= span class=3DSpellE>dalam sistem pemidanaan di Indonesia. PALAR (Pakuan Law Review)= , 4(1).

 

Eryans= yah, Andi Marwan, & IP, A. Md. (2021). = Hakikat Sistem Pemasyarakatan Sebagai Upaya Pemulihan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan: Perspektif Hak Asasi Manusia-Jejak Pustaka. Jejak Pustaka.

 

Moelja= tno, S. H. (2021). KUHP (Kitab undang-un= dang hukum pidana).= Bumi Aksara.

 

Nasip<= /span>, Nasip, Yul= iartini, Ni Putu Rai, & Mangku, Dewa Gede Sudika. (2020). Implement= asi Pasal 14 Ayat (1) Undang-= Undang Nomor 12 Tahun 199= 5 Tentang Pemsyarakatan Terkait Hak Narapidana Mendapatkan Remisi= Di Lembaga Pemasyasrakatan Kelas II B Singaraja. Jurnal= Komunikasi Hukum (JKH), 6(2), 560–574.

 

Permata, P. D. ,. Hartanto, S. H. ,. &. Bambang Sukoco, S. H. (2015). Peran<= /i> Reserse Dalam Penyidikan Terhadap Tindak Pidana Pencurian Yang Dilakukan= Oleh Anak (Studi Kasus di Polres Ngawi) (= Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakar= ta).

 

Purwan= to, E. (2022). Tinjauan <= span class=3DSpellE>Yuridis Tentang Pemberian Remisi Terhadap Justice Collaborator D= alam Perkara Pidana Korupsi (Doctoral dissertation, Universitas Islam Kalimantan MAB).

 

Ruba&#= 8217;i, Masruchin. (2021). Buku Ajar Hukum Pidana<= /i>. Media Nusa Creative (MNC Publishing).

 

Situmo= rang, Victorio H., Ham, R., & Kav, JHRS. (2019). Lembaga Pema= syarakatan sebagai Bagian dari Penegakan Hukum. Jurnal = Ilmiah Kebijakan Hukum, 13(1), 85.

 

Sushan= ty, Vera Rimbawani. (2019). Pornografi Dunia Maya Menurut Kitab Undang-Undang Hukum= Pidana, Undang-Undang Pornografi Dan Undang-Undang Informasi Elektronik. Jurnal Gagasan= Hukum, 1(01), 109–129.

 

Swardh= ana, Gde Made. (2020). Kebijakan kriminal dalam menghadapi perkembangan = kejahatan cyber adultery. Ke= rtha Wicaksana, 14(2), 87–95.

 

Wuland= ari, Sri. (2015). Fungsi sistem pemasyarakatan dalam merehabilitasi dan mereintegrasi sosial warga binaan pemasyarakatan. Serat Acitya, 4(2), 87.

 

Yanto<= /span>, Yudi Hari. (2021). EFEktivitas Pembebasan Bersyarat Terhadap Pembinaan Narapidana Narkotika (Studi pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Dharma= sraya). UNES Law Review, 3(3), 241–249.

 =

 

Copyright holder:

Melssy Dinda Nurs= yahfitri, Feny Windiyastuti= (= 2023)

 <= /span>

First publication right:

Syntax Lit= erate: Jurnal Ilm= iah Indonesia

 <= /span>

This article is licensed under:

 

------=_NextPart_01D9BF08.7B495F70 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Melssy,siappublish.fld/item0001.xml Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/xml AMUW2mXrDu1qAD= yMIOfozXknpmTK+KWcV8kZzy2x7RcGDQ+t6vTnbkvLJaCpcMNaMrxi5FzoL8i3KoPzhqgPopVEU= vGLrh4J9p4MrpTQH7pa8qJ4mD1Vu5c=3D ------=_NextPart_01D9BF08.7B495F70 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Melssy,siappublish.fld/props002.xml Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/xml ------=_NextPart_01D9BF08.7B495F70 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Melssy,siappublish.fld/item0003.xml Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/xml ------=_NextPart_01D9BF08.7B495F70 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Melssy,siappublish.fld/props004.xml Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/xml ------=_NextPart_01D9BF08.7B495F70 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Melssy,siappublish.fld/themedata.thmx Content-Transfer-Encoding: base64 Content-Type: application/vnd.ms-officetheme UEsDBBQABgAIAAAAIQDp3g+//wAAABwCAAATAAAAW0NvbnRlbnRfVHlwZXNdLnhtbKyRy07DMBBF 90j8g+UtSpyyQAgl6YLHjseifMDImSQWydiyp1X790zSVEKoIBZsLNkz954743K9Hwe1w5icp0qv 8kIrJOsbR12l3zdP2a1WiYEaGDxhpQ+Y9Lq+vCg3h4BJiZpSpXvmcGdMsj2OkHIfkKTS+jgCyzV2 JoD9gA7NdVHcGOuJkTjjyUPX5QO2sB1YPe7l+Zgk4pC0uj82TqxKQwiDs8CS1Oyo+UbJFkIuyrkn 9S6kK4mhzVnCVPkZsOheZTXRNajeIPILjBLDsAyJX89nIBkt5r87nons29ZZbLzdjrKOfDZezE7B /xRg9T/oE9PMf1t/AgAA//8DAFBLAwQUAAYACAAAACEApdan58AAAAA2AQAACwAAAF9yZWxzLy5y ZWxzhI/PasMwDIfvhb2D0X1R0sMYJXYvpZBDL6N9AOEof2giG9sb69tPxwYKuwiEpO/3qT3+rov5 4ZTnIBaaqgbD4kM/y2jhdj2/f4LJhaSnJQhbeHCGo3vbtV+8UNGjPM0xG6VItjCVEg+I2U+8Uq5C ZNHJENJKRds0YiR/p5FxX9cfmJ4Z4DZM0/UWUtc3YK6PqMn/s8MwzJ5PwX+vLOVFBG43lExp5GKh qC/jU72QqGWq1B7Qtbj51v0BAAD//wMAUEsDBBQABgAIAAAAIQBreZYWgwAAAIoAAAAcAAAAdGhl bWUvdGhlbWUvdGhlbWVNYW5hZ2VyLnhtbAzMTQrDIBBA4X2hd5DZN2O7KEVissuuu/YAQ5waQceg 0p/b1+XjgzfO3xTVm0sNWSycBw2KZc0uiLfwfCynG6jaSBzFLGzhxxXm6XgYybSNE99JyHNRfSPV kIWttd0g1rUr1SHvLN1euSRqPYtHV+jT9yniResrJgoCOP0BAAD//wMAUEsDBBQABgAIAAAAIQAh WqKEIQcAANsdAAAWAAAAdGhlbWUvdGhlbWUvdGhlbWUxLnhtbOxZT28bRRS/I/EdRnsvsRMnTaI6 VezYDbRpo9gt6nG8O/ZOM7uzmhkn8Q21RyQkREEcqMSNAwIqtRKX8mkCRVCkfgXezOyud+Jxk5QA FTSH1jv7e2/e+70/82evXD1KGDogQlKeNoP6e7UAkTTkEU1HzeB2v3tpNUBS4TTCjKekGUyIDK5u vPvOFbyuYpIQBPKpXMfNIFYqW19YkCEMY/kez0gK74ZcJFjBoxgtRAIfgt6ELSzWaisLCaZpgFKc gNpbwyENCeprlcFGobzD4DFVUg+ETPS0auJIGGy0X9cIOZFtJtABZs0A5on4YZ8cqQAxLBW8aAY1 8xcsbFxZwOu5EFNzZCtyXfOXy+UC0f6imVOMBuWk9W5j7fJWqd8AmJrFdTqddqde6jMAHIbgqbWl qrPRXa23Cp0VkP05q7tdW641XHxF/9KMzWutVmt5LbfFKjUg+7Mxg1+trTQ2Fx28AVn88gy+0dps t1ccvAFZ/MoMvnt5baXh4g0oZjTdn0HrgHa7ufYSMuRs2wtfBfhqLYdPUZANZXbpKYY8VfNyLcH3 uOgCQAMZVjRFapKRIQ4hi9uY0YGgegK8TnDljR0K5cyQngvJUNBMNYMPMgwVMdX38tl3L589Qcf3 nx7f//H4wYPj+z9YRY7UNk5HVakX33z6x6OP0O9Pvn7x8HM/Xlbxv3z/8c8/feYHQvlMzXn+xeNf nz5+/uUnv3370APfFHhQhfdpQiS6SQ7RHk/AMcOKazkZiPNJ9GNMqxKb6UjiFOtZPPo7KnbQNyeY YQ+uRVwG7whoHz7gtfE9x+BeLMYqj7fj2fU4cYA7nLMWF14Wruu5KjT3x+nIP7kYV3F7GB/45m7j 1IlvZ5xB36Q+le2YOGbuMpwqPCIpUUi/4/uEePi6S6nD6w4NBZd8qNBdilqYeinp04GTTVOhbZpA XCY+AyHeDjc7d1CLM5/XW+TARUJVYOYxvk+YQ+M1PFY48ans44RVCb+BVewzsjcRYRXXkQoiPSKM o05EpPTJ3BLgbyXo16F1+MO+wyaJixSK7vt03sCcV5FbfL8d4yTzYXs0javY9+U+pChGu1z54Dvc rRD9DHHA6dxw36HECffp3eA2HTkmTRNEvxkLTyyvEe7kb2/ChpiYVgNN3enVCU1f1bgT6Nu54xfX uKFVPv/qkcfuN7VlbwIJvprZPtGo5+FOtuc2FxF987vzFh6nuwQKYnaJetuc3zbn4D/fnOfV88W3 5GkXhgatt0x2o2223cncXfeQMtZTE0ZuSLPxlrD2RF0Y1HLmxEnKU1gWw09dyTCBgxsJbGSQ4OpD quJejDPYtNcDrWQkc9UjiTIu4bBohr26NR42/soeNZf1IcR2DonVDo/s8JIeLs4apRpj1cgcaIuJ lrSCs062dDlXCr69zmR1bdSZZ6sb00xTdGYrXdYUm0M5UF66BoMlm7CpQbAVApZX4Myvp4bDDmYk 0rzbGBVhMVH4e0KUe20diXFEbIic4QqbdRO7IoVm/NPu2Rw5H5sla0Da6UaYtJifP2ckuVAwJRkE T1YTS6u1xVJ02AzWlheXAxTirBkM4ZgLP5MMgib1NhCzEdwVhUrYrD21Fk2RTj1e82dVHW4u5hSM U8aZkGoLy9jG0LzKQ8VSPZO1f3G5oZPtYhzwNJOzWbG0Cinyr1kBoXZDS4ZDEqpqsCsjmjv7mHdC PlZE9OLoEA3YWOxhCD9wqv2JqITbClPQ+gGu1jTb5pXbW/NOU73QMjg7jlkW47xb6quZouIs3PST 0gbzVDEPfPPabpw7vyu64i/KlWoa/89c0csBXB4sRToCIdzsCox0pTQDLlTMoQtlMQ27AtZ90zsg W+B6Fl4D+XC/bP4X5ED/b2vO6jBlDWdAtUdHSFBYTlQsCNmFtmSy7xRl9XzpsSpZrshkVMVcmVmz B+SAsL7ugSu6BwcohlQ33SRvAwZ3Mv/c57yCBiO9R6nWm9PJyqXT1sA/vXGxxQxOndhL6Pwt+C9N LFf36epn5Y14sUZWHdEvprukRlEVzuK3tpZP9ZomnGUBrqy1tmPNeLy4XBgHUZz1GAbL/UwGV0BI /wPrHxUhsx8r9ILa53vQWxF8e7D8IcjqS7qrQQbpBml/DWDfYwdtMmlVltp856NZKxbrC96olvOe IFtbdpZ4n5PschPlTufU4kWSnTPscG3H5lINkT1ZojA0LM4hJjDmK1f1QxQf3INAb8GV/5jZT1My gydTB9muMNk14NEk/8mkXXBt1ukzjEaydI8MEY2OivNHyYQtIft5pNgiG7QW04lWCi75Dg2uYI7X ona1LIUXTxcuJczM0LJLYXOX5lMAH8fyxq2PdoC3TdZ6rYurYIqlf4WyMxjvp8x78jkrZfag+MpA vQZl6ujVlOVMAXmziQefNwWGo1fP9F9YdGymm5Td+BMAAP//AwBQSwMEFAAGAAgAAAAhAA3RkJ+2 AAAAGwEAACcAAAB0aGVtZS90aGVtZS9fcmVscy90aGVtZU1hbmFnZXIueG1sLnJlbHOEj00KwjAU hPeCdwhvb9O6EJEm3YjQrdQDhOQ1DTY/JFHs7Q2uLAguh2G+mWm7l53JE2My3jFoqhoIOumVcZrB bbjsjkBSFk6J2TtksGCCjm837RVnkUsoTSYkUiguMZhyDidKk5zQilT5gK44o49W5CKjpkHIu9BI 93V9oPGbAXzFJL1iEHvVABmWUJr/s/04GolnLx8WXf5RQXPZhQUoosbM4CObqkwEylu6usTfAAAA //8DAFBLAQItABQABgAIAAAAIQDp3g+//wAAABwCAAATAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAABbQ29udGVu dF9UeXBlc10ueG1sUEsBAi0AFAAGAAgAAAAhAKXWp+fAAAAANgEAAAsAAAAAAAAAAAAAAAAAMAEA AF9yZWxzLy5yZWxzUEsBAi0AFAAGAAgAAAAhAGt5lhaDAAAAigAAABwAAAAAAAAAAAAAAAAAGQIA AHRoZW1lL3RoZW1lL3RoZW1lTWFuYWdlci54bWxQSwECLQAUAAYACAAAACEAIVqihCEHAADbHQAA FgAAAAAAAAAAAAAAAADWAgAAdGhlbWUvdGhlbWUvdGhlbWUxLnhtbFBLAQItABQABgAIAAAAIQAN 0ZCftgAAABsBAAAnAAAAAAAAAAAAAAAAACsKAAB0aGVtZS90aGVtZS9fcmVscy90aGVtZU1hbmFn ZXIueG1sLnJlbHNQSwUGAAAAAAUABQBdAQAAJgsAAAAA ------=_NextPart_01D9BF08.7B495F70 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Melssy,siappublish.fld/colorschememapping.xml Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/xml ------=_NextPart_01D9BF08.7B495F70 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Melssy,siappublish.fld/plchdr.htm Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/html; charset="us-ascii"
Click or tap here to enter text.
------=_NextPart_01D9BF08.7B495F70 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Melssy,siappublish.fld/image001.jpg Content-Transfer-Encoding: base64 Content-Type: image/jpeg /9j/4AAQSkZJRgABAgAAAQABAAD/2wBDAAgGBgcGBQgHBwcJCQgKDBQNDAsLDBkSEw8UHRofHh0a HBwgJC4nICIsIxwcKDcpLDAxNDQ0Hyc5PTgyPC4zNDL/2wBDAQkJCQwLDBgNDRgyIRwhMjIyMjIy MjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjL/wAARCAAfAFgDASIA AhEBAxEB/8QAHwAAAQUBAQEBAQEAAAAAAAAAAAECAwQFBgcICQoL/8QAtRAAAgEDAwIEAwUFBAQA AAF9AQIDAAQRBRIhMUEGE1FhByJxFDKBkaEII0KxwRVS0fAkM2JyggkKFhcYGRolJicoKSo0NTY3 ODk6Q0RFRkdISUpTVFVWV1hZWmNkZWZnaGlqc3R1dnd4eXqDhIWGh4iJipKTlJWWl5iZmqKjpKWm p6ipqrKztLW2t7i5usLDxMXGx8jJytLT1NXW19jZ2uHi4+Tl5ufo6erx8vP09fb3+Pn6/8QAHwEA AwEBAQEBAQEBAQAAAAAAAAECAwQFBgcICQoL/8QAtREAAgECBAQDBAcFBAQAAQJ3AAECAxEEBSEx BhJBUQdhcRMiMoEIFEKRobHBCSMzUvAVYnLRChYkNOEl8RcYGRomJygpKjU2Nzg5OkNERUZHSElK U1RVVldYWVpjZGVmZ2hpanN0dXZ3eHl6goOEhYaHiImKkpOUlZaXmJmaoqOkpaanqKmqsrO0tba3 uLm6wsPExcbHyMnK0tPU1dbX2Nna4uPk5ebn6Onq8vP09fb3+Pn6/9oADAMBAAIRAxEAPwCzp2ne FtO8C2Wv69YWUzS2sdxcXF1Cs008si72+ZsszMxPf8gKpadouveJ0F7oXw48NWWmOMwy6tbKHkXs QFwQD9COepo0XTU8T+KfAWhXo36ZZ6FFqcsJ6Stt2gEdxlV/An1rrdH+JPibV9OuvE9voNg3ha3e ff8A6SVuliiUsZMH5T0+6Oc8dPmoA4+dU8LXUUXjn4f6NZWkzbE1GwtI3hDejDBI/PPB4NdZJ4S8 NNGssWh6S0bqGVltIyCD0IOK0fD2peIviBpCL4g8P6Z/wjWr2shDQ3BMsIzhQwYcseoK9MZ4PFc7 8NnuR4UutNupPMfStQmsFf1VMEf+hED2ApMTC80DwxYWs11c6NpccMKF3c2kfAAye1YSaDJd2Nhq Z0Hwvo1jqdylpp6ajYNLNPI+dmRGuEDYPX8e1bnjuFpfCd8FhMyp5crxjqyLIrMP++Qa0Pile6tq um+Dr7wn4iksrTUNQSzWS2mZBI02PLZtvVV2NlT69KECMC00bT7bWJND17wppNnqkcfnIYreN4bi PON8Z2569QeRV+70HwxY2k11c6NpccMKF3c2icKBk9q2viDdW158QPDVjbbZLyxjubi5KnmGJ0Cq G/3mwce2awfGsTTeEb4LCZgnlyvGOrIsisw/75BoAxY9HjvLSHUJNN8GaBZ3SlrOPWIR58y5++VX AVT+NXrPSNOh1aTRdc8LaRa6ksXnxtDBG8NzFnG+NtucZ7HkV0Gq3WjnxPc6/cabf63puq6Wsdj5 Fmk8PuoI+ZWzng4xlvYDAit57M+BNEuxu1fTYLu5u0zlraGQERo/oSSvHbb9KBj/ABB4f0ez8O6j eWmmWlrdW1u9xBcW0SxSRSICysrrgghgDwaK0vFH/Ipaz/14T/8AotqKEJHKafrcWlQ+EPHGmN9t t9Kso9M1eGLO+JNuM4PoSxz0J284Oa9J0HwB4I1UprGkXdzd6XNK1wtlHdsbQSMuGPl9jg4wfpjH FfNOlavrHgbxBdRoqrPC7215ay4eOTaSrIwBwec8g/Sukh8R+B2mN5Fa+JdCun5kj0e5QRk+xYgj 6AAUxnsGq2HhH4RQjVY72/ub+KKSPS9MnvWkClzyETspPUnP4nFc34f1nSvAfh2Kz8Saktvq+oSP f3EPlu7Iz4+8FBwcAdcc59K4BfGHhfQ5GvdA0i/vdWPK3+tSq7RH1CqcE+/Brhr6+utSvpr29nee 5mbfJI5yWP8Ant2oA99k+JnhBif+Jtn/ALdpf/iK5+LxJ4QsXl/sjxfq+kQykl7ewMqRbj1YKYyF P0xXjNd5r/juG80jQ4dMa6W70+3giYzxgomyARSKAzyBkfnKqsSsOHWQkFVYVjttK8X+BdHWU2+q yPPO26e4mimklmb1ZiuTWj/wsnwieurf+S0v/wATXiPiHUYdS1meSzWSLTY3aOwt3AHkW+4lEwCR nByTkksWYkkknKosFj2aLxJ4QsXl/sjxfq+kQykl7ewMqRbj1YKYyFP0xVzSvF/gXR1lNvqsjzzt unuJoppJZm9WYrk1xtl4306xsdEhY314dPhlcQFWggSYwOsbBFmILLIykSoIXGGY73fK8x4n1a31 zXpdStrb7OJooTInP+tESCVslmZt0gZtzEsc5Y5JpjPWte+IHhe98O6na2+qb55rSWONfIlG5mQg DJXA5NFeK2NlcalqFtYWkfmXN1KsMKbgNzsQqjJ4GSR1ooA//9k= ------=_NextPart_01D9BF08.7B495F70 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Melssy,siappublish.fld/header.htm Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/html; charset="us-ascii"





Melssy <= span class=3DSpellE>Dinda Nursyahfitri, Feny Windiyastuti<= span lang=3DEN-US style=3D'font-size:11.0pt;font-family:"Calibri",sans-serif;mso= -fareast-font-family: Calibri;color:black'>

Im= plementasi Pelepasan= Bersyarat dalam Sistem Pembinaan Pemasyarakatan Menurut Ki= tab Undang-Undang Hukum Pidana

2=         &= nbsp;           &nbs= p;            &= nbsp;           &nbs= p;            &= nbsp;           &nbs= p;            &= nbsp;           &nbs= p;            &= nbsp;           &nbs= p;            &= nbsp; Syntax Literate, Vol. 8, No. 7, Juli 2023

Syntax Literate, Vol. 8, No. 7, Juli 202= 3        &= nbsp;           3

 

 =

How to cite:

Mel= ssy Dinda Nursyahfi= tri, Feny Windiyastuti (2023) Implementasi Pelepasan Bersya= rat dalam Sistem Pembinaan Pemasyarakatan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (8) 7, http://dx.doi.org/10.36418/syntax-literate.v6i6

 

E-ISSN:

 

2548-139= 8

Published by:

Ridwan Institute =

 

------=_NextPart_01D9BF08.7B495F70 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Melssy,siappublish.fld/filelist.xml Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/xml; charset="utf-8" ------=_NextPart_01D9BF08.7B495F70--