MIME-Version: 1.0 Content-Type: multipart/related; boundary="----=_NextPart_01D9C140.9EAD3740" ------=_NextPart_01D9C140.9EAD3740 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Enny,siappublish.htm Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/html; charset="us-ascii"

Syntax Literate: Jurnal <= span class=3DSpellE>Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548= -1398

Vol. 8, No. 7, Juli 2023

 =

RESTORATIVE JUSTICE DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN (STUDI PUTUSAN NOMOR 28/PID.B/2022/PN.LBB)

 

Enny Yulistiawati1, Arif Aw= angga2

Sekolah = Tinggi Ilmu Hukum IBLAM, Jakarta, Indonesia

Email: = ennyyulistiawati@gmail.com1,  arifawangga= @iblam.ac.id2

 

Abstrak

Hukum di Indonesia terbagi atas hukum pidana dan hukum perdata. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur= perbuatan-perbuatan apa y= ang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa yang melanggarnya <= span class=3DSpellE>serta mengatur bagaimana cara-cara mengajukan perkara-perkara ke muka pengadilan, misalnya pencurian.= Salah satu upaya penegakan hukum dalam penanggulangan tindak pidana pencurian yang tegas, konsisten dan terpadu, dapat dilakukan melalui <= span class=3DSpellE>suatu cara yakni dengan penerapan restorative justice. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang = dan pendekatan kasus. Dari hasil penelitian, didapat dasar hukum restorative j= ustice dalam perkara tindak pidana pencurian didasarkan pada Peraturan Mahkamah Agung = Nomor 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batas= an Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, Pasal 4 Nota Kesepakatan = Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Menteri Hukum= Dan Hak Asasi Manusia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Pelaksan= aan Penerapan Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat, Serta Penerapan Keadilan Restoratif (Rest= orative Justice) Nomor: 131/KMA I SKB I X /2012 Nomor: M. HH - 07. HM. 03. 02 Ta= hun 2012 Nomor: KEP - 06 /E IEJP /10/2012 Nomor: B/39/X/2012 Pasal = 3 Peraturan Kepolisian Nega= ra Republik Indonesia Nomor = 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif dan Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 ayat (= 1) Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Pertimbangan Hakim dalam = memutus restorative justice terh= adap perkara tindak pidana pencurian pada putusan nomor 28/Pid.B/2022/Pn.Lbb didasarkan pada keterangan saksi Mulyono, beberapa putusan terdahulu terkait restorative justice sert= a Pasal 10 ayat (1) <= span class=3DSpellE>Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

 

Kata kunci: Restorative Justice, Tindak Pidana, Pencurian.<= /span>

 

Abstract <= /p>

Law in Indonesia is divide= d into criminal law and civil law. Criminal law is the law that regulates what act= ions are prohibited and gives punishment to those who violate them and regulates= how to bring cases to court, for example theft. One of the law enforcement effo= rts in overcoming the crime of theft that is firm, consistent and integrated, c= an be done in one way, namely the application of restorative justice. The rese= arch method used is a normative juridical method with a law approach and a case approach. From the results of the study, it was found that the legal basis = for restorative justice in the case of the crime of theft is based on the Supre= me Court Regulation Number 02 of 2012 concerning Adjustment of the Limits of M= inor Crimes and the Amount of Fines in the Criminal Code, Article 4 Memorandum of Understanding with the Chief Justice of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Minister of Law and Human Rights Man, the Attorney General of the Republic of Indonesia, the Head of the Indonesian National Police regarding= the Implementation of Adjustment on the Limits of Minor Crimes and the Amount of Fines, Quick Examination Procedures, and the Application of Restorative Jus= tice Number: 131/KMA I SKB IX/2012 Number: M. HH - 07. HM. 03. 02 of 2012 Number: KEP - 06 /E IEJP /10/2012 Number: B/39/X/2012 Article 3 Regulation of the Indonesian National Police Number 8 of 2021 concerning Handling of Crimes B= ased on Restorative Justice and Article 4 paragraph (2 ), Article 5 paragraph (1) of the Prosecutor's Office Regulation Number 15 of = 2020 concerning Termination of Prosecution Based on Restorative Justice. The jud= ge's consideration in deciding restorative justice for the theft criminal case in the decision number 28/Pid.B/2022/Pn.Lbb was based on the testimony of witness Mulyono, several previous decisions related to restor= ative justice and Article 10 paragraph (1) of Law Number 48 Year 2009 on Judicial Power.

 

Keywords: Restorative Justice, Crime= , Theft.

 

Pendahuluan

Tindak pidana merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang dan patut dipidana sesuai dengan kesalahannya sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang (Hattu, 2020)= . Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggung jawabkan perbuatan tersebut dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan (Yudhianto, 2018). Tindak pidana diatur dalam Pasal 1 Kitab Undang-Undang= Hukum Pidana (KUHP) yang mengatakan bahwa perbuatan yang pelakunya dapat dipidana/dihukum adalah perbuatan yang sudah disebutkan didalam perundang-undangan sebelum perbuatan itu dilakukan (Nur Aziz, 2019).

Dalam kehidupan masyarakat, terdapat suatu norma yang berfungsi untuk mengatur dan mengontrol atau mengendalikan tingkah laku dari setiap anggota masyarakat seperti norma agama, kesusilaan, kesopanan/adat, dan hukum (AZHARI, n.d.). Norma adalah suatu kaidah atau aturan yang berlaku di dalam masyarakat. Norma yang memil= iki sanksi yang tegas dan nyata adalah norma hukum, karena sanksi bagi yang melanggar norma hukum ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari<= span lang=3DIN style=3D'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"Times New= Roman",serif; mso-ansi-language:EN-GB'> (Siregar, 2018).

Hukum di Indonesia terbagi atas hukum pidana dan hukum perdata (Anisah & Raharjo, 2018). Hukum pidana adalah hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan pi= dana kepada siapa yang melanggarnya serta mengatur bagaimana cara-cara mengajukan perkara-perkara ke muka pengadilan (Suharto & Efendi, 2016). Misalnya pencurian<= /span>, pemerkosaan, perampokan dan sebagainya.&nb= sp; Tindak pidana pencurian merupakan perbuatan yang sangat merugikan di= ri sendiri dan orang lain serta bertentangan dengan nilai-nilai agama dan nilai-nilai moral kesusilaan (Farhan, 2023). Salah satu u= paya penegakan hukum dalam penanggulangan tindak pidana pencurian yang tegas, konsisten dan terpadu, dapat dilakukan melalui suatu cara yakni dengan penerapan rest= orative justice (Fatoni & Wibawa, 2023)= .

Restorative justice adalah konsep pemidanaan, tetapi sebagai konsep pemidanaan tidak h= anya terbatas pada ketentuan hukum pidana (formal dan mater= il) (Hartono, 2015).  Konsep pemidanaan tersebut haruslah mengedepankan keadilan, yang ditegask= an dengan istilah keadilan terpadu, yaitu keadilan bagi pelaku, keadilan bagi korban dan keadilan bagi masyarakat (Anggara & Mukhlis, 2= 019).

Restorative justice sebagai salah usaha untuk mencari penyelesaian konflik secara dama= i di luar pengadilan masih sulit diterapkan (Nurwianti et al., 2017). Di Indonesia banyak hukum adat yang bisa menj= adi restorative justice, namun keberadaannya tidak diakui negara atau tidak dikodifikasikan dalam hu= kum nasional (Budoyo & Sari, 2019)= . Hukum adat bisa menyelesaikan konflik yang mu= ncul di masyarakat dan memberikan kepuasan pada pihak yang berkonflik. Munculnya= ide restorative just= ice sebagai kritik atas penerapan sistem peradilan pidana dengan pemenjaraan yang dianggap tidak efektif menyelesaikan konflik sosial. Penyebabnya, pihak yang terlibat dalam konflik tersebut tid= ak dilibatkan dalam penyelesaian konflik. Korban tetap saja menjadi korban, pe= laku yang dipenjara juga memunculkan persoalan baru bagi keluarga dan sebagainya= (Lubis & Siregar, 202= 0).

Konsep pendekatan restorative justice adalah suatu pendekatan ya= ng lebih menitik beratkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan b= agi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri (Hambali, 2020). Mekanisme tata cara dan peradilan pidana yang berfokus pada pemidanaan diubah menjadi proses dialog dan mediasi untuk menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan seimbang bagi pihak korban dan pelaku (Andriyanti, 2020). Restorative justice itu sendiri memiliki makna keadilan yang merestorasi, adapun restorasi di sini memiliki makna yang lebih luas dari a= pa yang dikenal dalam proses peradilan pidana konvensional adanya restitusi at= au ganti rugi terhadap korban (Andriyanti, 2020).

Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri pada tanggal 08 Agustus 2012 telah mengeluarkan Surat Kabareskrim Nomor: STR/583/VIII/2012 tentang Penerapan Restorative Justice, surat tersebut kemudian dijadikan dasar penyidik polri= dalam penyelesaian perkara pengaduan masyarakat dengan keadilan restoratif, hingga Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Muhammad Tito= Karnavian, pada 27 Juli 2018 menandatangani&nb= sp;Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/8/VII/20= 18 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (restorative Justice) dalam Penyelesaian Perkara Pidana, bertujuan untuk menyelesaikan perkara dengan pendekatan restoratif justice agar tidak memunculkan keberagaman admnistrasi penyelidikan/penyidikan dan perbedaan interpretasi para penyidik serta penyimpangan dalam pelaksanaannya (Fianhar, n.d.).

Sementara itu, Mahkamah Agung juga mengeluarkan pedoman terkait penerapan restorative justice di lingkungan peradilan umum yang diatur dalam Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum (Dirjen Badilum) = MA Nomor: 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pemberlakuan Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justi= ce). SK ini diberlakukan dengan mempertimbangkan dua hal. Satu, untuk mendorong optimalisasi penerapan Peraturan MA, Surat Edaran MA, maupun Keputusan Ketu= a MA yang mengatur tentang pelaksanaan keadilan restoratif<= /span> di pengadilan, maka perlu disusun pedoman tentang keadilan restoratif. Dua, perkembangan sistem pemidanaan bukan lagi bertumpu pada pelaku melaink= an telah mengarah penyelarasan kepentingan pemulihan korban dan pertanggungjaw= aban pelaku tindak pidana <= span lang=3DEN-GB style=3D'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"Times = New Roman",serif; color:black;mso-ansi-language:EN-GB'>(Sabir Laluhu, n.d.)= .

Dalam penelitian ini, Penulis mengkaji putusan nomor 28/Pid.= B/2022/Pn.Lbb dengan Terdakwa Dedi Plg<= /span> Dedi. Terdakwa telah diajukan ke persidangan oleh penuntut umum dalam surat dakwaannya dengan nomor registrasi perkara PDM-09/AGAM/Eoh.2/02/2022 tangga= l 16 Februari 2021. Dalam surat dakwaannya, terdakwa telah didakwa oleh jaksa penuntut umum dengan dakwaan berbentuk alternatif yakni pertama melanggar ketentuan Pasal 363 ayat (1) ke-,4e, ke-5 KUHP, kedua melanggar ketentuan P= asal 362 KUHPidana atau ketiga melanggar ketentuan P= asal 362 Jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP. Adapun majelis hakim dalam amarnya memutusk= an sebagai berikut:

1.   Menyatakan Terdakwa Dedi Pg= l Dedi tersebut di atas terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan sebagaim= ana dakwaan alternatif kesatu tetapi tidak dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana karena sudah dilaksanakan keadilan restoratif (Restorative Justice).=

2.   Melepaskan Terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum.

3.   Memerintahkan Terdakwa dibebaskan dari tahanan s= egera setelah putusan ini diucapkan.

4.   Memulihkan hak-hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan serta martabatnya.

5.   Membebankan biaya perkara kepada Negara.

 

Metode Pene= litian

Penelitian ini, termasuk ke dalam penelitian yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku atau diterapkan terhadap suatu permasalahan hukum tertentu. Penelit= ian normatif seringkali disebut penelitian kepustak= aan, karena objek kajiannya adalah dokumen peraturan perundang-undangan dan bahan pustaka.

Dalam penelitian ini, pendekatan undang-undang dilakukan dengan mengkaji Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 te= ntang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restorat= if dan peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan penelitian. Semen= tara pendekatan kasus dilakukan dengan mengkaji Putusan Nomor 28/Pid.B/2022/PN.Lbb disesuaikan dengan fakta = dilapangan sehingga menghasilkan jawaban dari permasalahan yang diteliti.

 =

Hasil dan Pembahasan

= 1.   Dasar Hukum Restorative Justice Dalam Perkara Tindak Pidana Pencurian

Restorative Justice pada prinsipnya merupakan suatu falsafah (pedoman dasar) dalam proses perdamaian di luar pengadilan yang menitik beratkan pada kondisi terciptanya suatu keadilan yang diharapkan oleh para pihak yang terlibat dalam hukum pi= dana tersebut yaitu pelaku tindak pidana (keluarganya) dan korban tindak pidana (keluarganya) dengan mekanisme dan tata cara dan peradilan pidana yang berf= okus pada pemidanaan diubah menjadi proses dialog dan mediasi untuk menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan seimbang b= agi pihak korban dan pelaku (Ariefianto, 2016). Penanganan perkara pidana dengan pende= katan keadilan restoratif menawarkan pandangan dan pendekatan berbeda dalam memahami dan menangani suatu tindak pidana. Dalam pandangan keadilan restoratif makna tindak pida= na pada dasarnya sama seperti pandangan hukum pidana pada umumnya yaitu serang= an terhadap individu dan masyarakat serta hubungan kemasyarakatan.=

Pendekatan keadilan restoratif diasumsi= kan sebagai pergeseran paling mutakhir dari berbagai model dan mekanisme yang bekerja dalam sistem peradilan pidana datam men= angani perkara-perkara pidana pada saat ini. PBB melalui Basic principles yang telah digariskannya menilai bahwa pendekatan keadilan restoratif adalah pendekatan yang dapat dipakai dalam sistem peradilan pidana yang rasional. Hal ini sejalan dengan pandangan G. P. Hoefn= agels yang menyatakan bahwa politik kriminil harus ra= sional (a rational total of the responses to crime).  Pendekatan keadilan restoratif merupakan suatu paradigma yang dapat dipakai sebagai bingkai dan strategi penanganan perkara pidana yang bertujuan menjawab keti= dakpuasan atas bekerjanya sistem peradilan pidana yang ada saat ini (Purba, 2017)<= span lang=3DIN style=3D'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"Times New= Roman",serif; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";color:black;mso-themecolor:text1; mso-bidi-font-weight:bold;mso-bidi-font-style:italic'>. Restorative justi= ce dapat diterapkan dalam berbagai penyelesaian ti= ndak pidana salah satunya tindak pidana pencurian dengan kategori ringan.

Adapun tindak pidana pencurian diatur dalam Pasal 364 Kitab Undang-U= ndang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi: (Rahmi & Rizaniza= rli, 2020).

Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal = 362 dan Pasal 363 butir 4, begitu juga apa yang diterangkan dalam Pasal 363 but= ir 5, asal saja tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau dalam perkarangan yang tertutup yang ada rumahnya, maka jika harga barang yang dicuri itu tid= ak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah, dihukum sebagai pencurian ringan de= ngan hukuman penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya sembilan ratus rupiah”.

Restorative ju= stice dapat diterapkan dalam berbagai penyelesaian ti= ndak pidana salah satunya tindak pidana pencurian dengan kategori ringan, hal ini didasarkan pada Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomo= r: 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pedoman Penerapan Restorative Justice Di lingkungan Peradilan Um= um, yang berbunyi: “Perkara pidana yang dapat diselesaikan dengan keadila= n restoratif (<= span class=3DSpellE>restorative justice) = adalah perkara tindak pidana ringan dengan ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 364,  373,  379, 384, 407 dan Pasal 482 KUHP d= engan nilai kerugian tidak lebih dari Rp 2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah)” (Satriadi, 2022).

Ketentuan isi Pasal 364 KUHP memuat kata-kata “jika harga barang yang dicuri itu tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah”. Jika dicermati, isi pasal tersebut mungkin bertentangan dengan Surat Keputu= san Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor: 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 ten= tang Pedoman Penerapan Restorative Justice Di lingkungan Peradilan Umum. Namun hal ini diperjelas dengan ketentuan= Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP yang berbunyi: “kata-kata dua ratus lima puluh rupiah dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan Pasal 482 KUHP dibaca menjadi Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus = ribu rupiah)”. Artinya, nilai kerugian yang dimaksud dalam Pasal 364 KUHP adalah tidak lebih dari 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Terhadap tindak pidana pencurian yang termasuk dalam kategori yang dimaksud dalam Pasal 364 KUHP tersebut, maka penyelesaiannya dapat diterapkan dengan pendekatan res= torative justice.

Dasar hukum terkait penerapan restorative justice dalam tindak pidana pencurian juga diatur dalam Pasal 4 Nota Kesepakatan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat, Serta Penerapan Keadilan = Restoratif (Restorative Justice) Nomor: 131/KMA I SKB I X /= 2012 Nomor: M. HH - 07. HM. 03. 02 Tahun 2012 Nomor: KEP - 06 /E IEJP /10/2012 N= omor: B/39/X/2012 yang berbunyi:

(1)    = Penyelesaian perkara Tindak Pidana Ringan melalui Keadilan Restoratif dapat dilakukan dengan ketentuan telah dilaksanakan perdamaian antara pelak= u, korban, keluarga pelaku/korban, dan tokoh masyarakat terkait yang berperkar= a dengan atau tanpa ganti kerugian.

(2)    = Penyelesaian perkara Tindak Pidana Ringan melalui Keadilan Restoratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyidik Kepolisian atau Hakim.

(3)    = Perdamaian antara para pihak yang berperkara dikukuhkan dalam kesepakatan tertulis.

(4)    = Keadilan Restoratif sebagaimana dimaksud pada ayat  (1) tidak berlaku pada pelaku tind= ak pidana yang berulang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.<= o:p>

Ketentuan ini mensyaratkan dalam penyelesaian perkara tindak pidana pencurian ringan melalui restorative justice, terlebih dahulu harus terjadi perdamaian antara pelaku, korban, keluarga pelaku= dan keluarga korban serta masyarakat yang terkait dengan perkara tindak pidana pencurian tersebut. Jika tidak, maka majelis hakim pun tidak bisa menerapka= n restorative justice dalam penyelesaian perkaranya.

Selanjutnya, dasar hu= kum lain juga juga tercantum dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan = Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif. Pasal 3 Peraturan Kepolisian tersebut berbunyi: “Penanganan Tindak Pi= dana berdasarkan Keadilan Restoratif sebagaimana dim= aksud dalam Pasal 2 harus memenuhi persyaratan: a. umum; dan/atau b. khusus.=

Adapun Persyaratan um= um meliputi persyaratan materiil dan persyaratan formil. Persyaratan materiil meliputi: (Arief & Ambarsari, 2018).

a.   = tidak menimbulkan keresahan dan/atau penolakan dari masyarakat;

b.   = tidak berdampak konfl= ik sosial;

c.   = tidak berpotensi meme= cah belah bangsa;

d.   = tidak bersifat radikalisme dan separatisme;

e.   = bukan pelaku pengulan= gan Tindak Pidana berdasarkan Putusan Pengadilan; dan

f.    <= /span>bukan Tindak Pidana terorisme, Tindak Pidana terhadap keamanan negara, Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana terhadap nyawa orang.

Sedangkan persyaratan= formil meliputi: perdamaian dari kedua belah pihak, k= ecuali untuk Tindak Pidana Narkoba; dan pemenuhan hak-hak korban dan tanggung jawab pelaku, kecuali untuk Tindak Pidana Narkoba (Irawan, 2022)= .

Dasar hukum lainnya yang menjadi dasar diterapka= nnya restorative justice dalam tindak pidana pencurian adalah Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tent= ang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif= yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (1) yang berbunyi:=

Pasal 4:

(2)Penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakuk= an dengan mempertimbangkan:

a.   Subjek, objek, kategori, dan ancaman tindak pida= na;

b.   Latar belakang terjadinya dilakukannya tindak pidana;

c.   Tingkat ketercelaan;=

d.   Kerugian atau akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana;

e.   Cost and benefit penanganan perkara;

f.    Pemulihan kembali pada keadaan semula; dan<= /o:p>

g.   Adanya perdamaian antara Korban dan Tersangka.

Selanjutnya, Pasal 5 ayat (1) Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif berbunyi:

(1)Perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum d= an dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restorat= if dalam hal terpenuhi syarat sebagai berikut:

a.   tersangka baru pertama kali melakukan tindak pid= ana;

b.   tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda = atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; dan

c.   tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih = dari Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).

Meskipun Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Kejaksaan tidak menyebutkan secara spesifik terkait penyelesaian perkara tindak pidana pencurian melalui restorative justice, namun jika dicermati ketentuan Pasal 4  ayat (2) dan Pasal 5 ayat (1) Pera= turan Kejaksaan tersebut ternyata selaras dengan ketentuan yang diatur dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor: 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pedoman Penerapan Restorative Justice Di lingkungan Peradilan Um= um dan Nota Kesepakatan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Menteri Hu= kum Dan Hak Asasi Manusia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Ne= gara Republik Indonesia tentang Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat, Serta Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justi= ce) Nomor: 131/KMA I SKB I X /2012 Nomor: M. HH - 07. HM. 0= 3. 02 Tahun 2012 Nomor: KEP - 06 /E IEJP /10/2012 Nomor: B/39/X/2012. Untuk itu, Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 20= 20 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Re= storatif juga merupakan salah satu dasar hukum diterapkannya restorative justice dalam tindak pidana pencur= ian.

2.&n= bsp;  Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Restorative Justice Terhadap Perkara Tindak Pidana Pencurian Pada Put= usan Nomor 28/Pid.B/2022/Pn.Lbb

Restorativ= e justice dalam pe= nyelesaian tindak pidana dapat dilakukan pada waktu sebelum dilakukannya penyelidikan, saat dilakukannya penyelidikan; saat dilakukan p= enyidikan; dan saat pemeriksaan di depan persidangan. Hal ini sebagaimana dikemukakan = oleh Didik Endro Purwoleksono yang berjudul “<= /span>Hukum Pidana Untaian Pemikiran (Purwoleksono, 2019)= .

Pada<= /span> Putusa= n Nomor<= /span> 28/P= id.B/2022/Pn.Lbb, Terdakwa Dedi te= lah didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan alternatif yaitu perbuatann= ya dianggap melanggar ketentuan Pasal 363 ayat (1) ke-,4e, ke-5 KUHP, <= /span>atau <= span lang=3DEN-US>melanggar ketentuan Pasal 362 KUHPidana= atau melanggar ketentuan Pasal 362 Jo Pasal 53 ayat (1) KUHP. Untuk menguatkan dakwaannya, Pen= untut umum telah mengajukan beberapa saksi Atma Yuris, saksi Amrizal dan saksi Mulyono.

Penuntut umum dalam tuntutannya ju= ga memohon kepada Majelis Hakim agar memutuskan:

a.&n= bsp;  Menyatakan terdakwa Dedi Pgl. Dedi telah terbukti secara s= ah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dalam keadaan membera= tkan sebagaimana yang tercantum dalam Dakwaan alternative pertama yang diatur dalam Pasal 363 Ayat (1) Ke-4, Ke-5 KUHPidana;

b.&n= bsp;  Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan penja= ra dengan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara, dengan perintah terdakwa tetap ditahan;

c.&n= bsp;  Menetapkan supaya terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 3.000,- (tiga ribu rupiah);

Dalam hal ini, Terdakwa juga menyatakan mohon hukuman yang seringan-ringannya kep= ada Majelis Hakim dengan alasan menyesali perbuatannya dan Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga.

Mengingat terdakwa telah didakwa oleh Jaksa penuntut umum dengan dakwaan berbentuk alternatif, untuk itu Majelis Hakim dengan memperhatikan fakta-fakta hukum = yang terungkap dipersidangan, memilih langsung dakwa= an alternatif kesatu sebagaimana diatur dalam Pasal = 363 ayat = (1) ke-4 dan ke-5 KUHP, yang memiliki unsur sebagai berikut:

a.&n= bsp;  Barangsiapa mengambil sesuatu barang;

b.&n= bsp;  Barang tersebut seluruhnya atau sebagian milik orang lain;

c.&n= bsp;  Dilakukan dengan maks= ud untuk dimiliki secara melawan hukum;

d.&n= bsp;  Dilakukan oleh dua or= ang atau lebih dengan bersekutu;

e.&n= bsp;  Untuk masuk ke tempat kejahatan atau untuk sampai pada barang yang diambil dilakukan dengan merus= ak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.

Dari hasil penelitian, didapat bahwa dari kelima unsur dalam Pasal 363 ayat (1) = ke-4 dan ke-5 KUHP tersebut, terhadap unsur kelima tidak terpenuhi. Dalam hal ini Majelis hakim menimbang, oleh kar= ena hanya unsur dari Pasal 363 ayat (1) ke-4 Kitab Undang-= Undang Hukum Pidana telah terpenuhi, meskipun demikian Terdakwa tetap haruslah din= yatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif kesatu sepanjang unsur yang terpenuhi tersebut.

Dalam persidangan, saksi Mulyono yang merupakan Humas atau perwakilan dari PT AMP selaku korban dalam perkara ini, menerang= kan bahwa pada saat penanganan perkara ini sedang berlangsung dalam proses penyidikan, telah terjadi kesepakatan perdamaian antara Pihak PT AMP selaku korban dengan Terdakwa sebagai pelaku, sebagaimana tertuang dalam Surat Perdamaian tanggal 7 Januari 2021 dimana Ninik = Mamak Terdakwa dari Terdakwa telah menghadap kepada pimpinan PT. AMP, yang pada pokoknya berisi bahwa Terdakwa meminta maaf sehubungan perkara pencurian ya= ng dilakukan oleh Terdakwa dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya sementara Korban juga menyatakan memaafkan perbuatan Terdakwa dan tidak akan menuntut Terdakwa secara hukum atas peristiwa ini. Kemudian dalam pemeriksa= an di persidangan terhadap saksi Mulyono itu pula, ketika ditanya oleh Majelis Hakim mengenai harapan terhadap perkara Terdakwa ini, saksi Mulyono menjawab bahwa oleh karena sudah ada perdamaian sebelumnya dan melihat kondisi kelua= rga Terdakwa yang memprihatinkan serta saksi Mulyono juga menerangkan bahwa Terdakwa hanyalah orang yang disuruh untuk meng= ambil sawit milik PT AMP dan baru pertama kali mengambi sawit milik PT AMP, sedan= gkan yang menyuruhnya adalah Ade Inyiak dan Bujang K= adek yang sudah sering juga mengambil sawit di PT AMP, atas alasan tersebut saksi Mulyono memohon kepada Majelis Hakim agar Terdakwa dapat dibebaskan dalam perkara ini.

Berdasarkan hal tersebut maka pokok permasalahan yang perlu dipertimbangkan Majelis Hakim adalah apakah kesepakatan perdamai= an yang terjadi antara Terdakwa dengan Korban dan Permohonan Korban agar Terda= kwa dapat dibebaskan, dapat menjadi alasan untuk tidak menjatuhkan pemidanaan kepada Terdakwa?

Dalam perkembangan ilmu hukum pidana belakangan = ini, konsep perdamaian dan atau pemaafan dari korban terhadap pelaku tindak pida= na merupakan salah satu upaya penyelesaian perkara pidana melalui konsep Keadi= lan Restoratif. Eva Achjani Z= ulfa mengartikan Keadilan Restoratif sebagai suatu m= odel pendekatan baru dalam penyelesaian perkara pidana yang mengemuka dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, yang menitikberatkan pada adanya partisipasi langs= ung pelaku, korban dan masyarakat dalam proses penyelesaian perkara pidana. Hal= ini sama dengan pengertian yang diberikan Pasal 1 angka 6 = Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang mengartikan keadilan restorasi sebagai penyelesaian perkara tindak pidana dengan meliba= tkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kem= bali pada keadaan semula dan bukan pembalasan.

Dalam tataran regulasi ketentuan keadilan restoratif dalam konteks sistem peradilan pidana baru sampai pada peradilan anak. Namun karena tuntutan praktis Kepolisian, Kejak= saan maupun Mahkamah Agung secara progresif menerbitkan aturan menyangkut keadil= an restoratif. Kepolisian menerbitkan Surat Edaran Kapol= ri Nomor SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restora= tif Dalam Penyelesaian Perkara Pidana dan Peratuan = Kepala Kepolisian Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana yang di dalam Pasal 1 angka 27 dan Pasal 12 menjabarkan tentang mekanisme penyelesaian perkara dengan menggunakan keadilan restoratif, sementara Kejaksaan menerbitkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Re= storatif, sedangkan Mahkamah Agung baru menerbitkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor 1691/DJU/SK/PS.0012/2020 Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Pemberlakukan Pedoman Penerap= an Keadilan Restoratif (Re= storative Justice).

Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Ba= dan Peradilan Umum Nomor 1691/DJU/SK/PS.0012/2020 Mahkamah Agung Republik Indon= esia tentang Pemberlakukan Pedoman Penerapan Keadila= n Restoratif diatur mengenai petunjuk penerapan keadila= n restoratif dalam perkara tindak pidana ringan, perkara anak, perkara perempuan berhadapan dengan hukum dan perkara narkotika, namun hingga saat ini belum diatur mengenai perkara pidana biasa untuk orang dewa= sa.

Oleh karena pengaturan r= estorative justice dalam perkara pidana biasa untuk or= ang dewasa belum diatur oleh peraturan perundang-undangan yang ada saat ini, berdasarkan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nom= or 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pengadilan dilarang menolak untuk m= emeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilin= ya dan berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang = Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Hakim wajib menggali, mengikuti,= dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. M= aka dengan melakukan penafsiran sistematis terhadap ketentuan tersebut Majelis Hakim berpendapat bahwa Hakim wajib mengisi kekosongan hukum tersebut dan melakukan penemuan hukum dengan cara menggali dan memahami nilai-nilai hukum dan keadilan dalam masyarakat.

Dalam praktik beracara terdapat beberapa putusan yang menjadi dasar keadilan restoratif sebagai alasan utama dalam menjatuhk= an putusan, baik dalam bentuk pemidanaan maupun bukan. Di= antaranya putusan yang dijatuhkan baru-baru ini yaitu Putusan Nomor 63/Pid.B/2021/PN Skm tanggal= 9 November 2021, menurut putus= an tersebut meskipun perbuatan penganiayaan yang dilakukan oleh Terdakwa terbu= kti, namun karena telah dilakukan upaya perdamaian secara adat, maka perdamaian tersebut menjadi penghapus sifat melawan hukum pada perbuatan Terdakwa, kar= ena telah terjadi pemulihan kondisi sebagaimana sebelum terjadinya tindak pidan= a. Terdakwa tidak patut untuk dijatuhi pidana sekalipun telah terbukti melakuk= an tindak pidana, sebab dengan adanya perdamaian yang diresmikan secara adat i= ni kesalahan Terdakwa terhadap korban dapat dimaafkan dan unsur “Pencela= annya” menjadi hapus, sehingga terhadap perkara tersebut Terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan hukum (onslaght van alle rechtvervolging).

Berdasarkan uraian pertimbangan hukum di atas kemudian dikaitkan dengan fakta dalam persidangan perkara ini mengenai adan= ya suatu perdamaian pada proses penyidikan antara Terdakwa dan Pihak Korban (PT AMP) dan keterangan saksi Mulyono selaku perwakilan dari PT AMP selaku pihak korban yang menerangkan bahwa telah terjadi perdamaian antara Terdakwa dan = PT AMP. Dari upaya perdamaian tersebut, telah dibuat Surat Perdamaian pada tan= ggal 7 Januari 2022 yang pada pokoknya berisi pihak Terdakwa meminta maaf dan pi= hak PT. AMP memaafkan Terdakwa, pihak PT. AMP tidak akan menuntut Terdakwa dan pihak PT. AMP meminta Terdakwa untuk tidak mengulangi perbuatannya.

Majelis Hakim berpendapat bahwa adanya perdamaian tersebut merupakan bentuk penyelesaian berdasarkan konsep keadilan restoratif, dimana telah dilakukan perundingan antara pihak pelaku dengan korban dengan melibatkan u= nsur adat yaitu tokoh adat masyarakat sekitar yang disebut Ninik Mamak. Perdamai= an dan permohonan dari Saksi Mulyono tersebut sejalan dengan konsep keadilan <= span class=3DSpellE>restoratif yaitu penyelesaian yang adil dengan meneka= nkan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan, meskipun dalam hukum positif khususnya dalam perkara pidana biasa untuk orang dewasa belum diatur mengenai penyelesaian perkara melalui konsep keadilan restoratif, maka dengan memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan serta dengan dasar pertimbangan-pertimbangan hukum= di atas, Majelis Hakim berpendapat bahwa perdamaian antara Terdakwa dan Korban= dan Permohonan dari Saksi Mulyono tersebut harus menjadi pertimbangan utama dal= am penjatuhan putusan ini.

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Majel= is Hakim berpendapat meskipun perbuatan pencurian yang dilakukan oleh Terdakwa terbukti, namun karena telah dilakukan upaya perdamaian dan ada permohonan = dari Korban sendiri agar Terdakwa tidak dihukum, maka perdamaian dan permohonan tersebut menjadi penghapus sifat melawan hukum pada perbuatan Terdakwa, meskipun dalam hukum positif saat ini belum diatur tentang perdamaian sebag= ai alasan penghapus pidana atau penghapus sifat melawan hukum pada perbuatan pelaku. Dalam hal ini, Terdakwa tidak patut untuk dijatuhi pidana sekalipun telah terbukti melakukan tindak pidana, sebab dengan adanya perdamaian ini kesalahan Terdakwa terhadap korban dapat dimaafkan dan unsur “Melawan Hukum” menjadi hapus, sehingga terhadap perkara tersebut Terdakwa dil= epaskan dari segala tuntutan hukum.

Berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, Majelis Hakim dalam amarnya memutuskan sebagai berikut:

a.&n= bsp;  Menyatakan Terdakwa Dedi Pgl Dedi tersebut di atas terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan sebagaimana dakwaan alternatif kesatu tetapi tidak dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana karena sudah dilaksanakan keadilan restoratif (Restorative Justice).=

b.&n= bsp;  Melepaskan Terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum.

c.&n= bsp;  Memerintahkan Terdakwa dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan.=

d.&n= bsp;  Memulihkan hak-hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan serta martabatnya.

e.&n= bsp;  Membebankan biaya perkara kepada Negara.

Dari uraian tersebut di atas, dapat dipahami bahwa meskipun perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa tidak termasuk ke dalam kategori tindak pidana pencurian ringan yang penyelesaiannya dapat dilakukan dengan restorative justice, namun karena telah terjadi perdamaian antara pelaku, korban, keluarga pelak= u, keluarga korban dan tokoh masyarakat, maka terhadap perbuatan terdakwa yang melanggar ketentuan Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke-5 KUHP dapat diterapkan = restorative justice dalam penyelesaian perkaranya. Sehingga hal ini menjadi dasar bagi Majelis Hakim dalam menjatuhkan restorative <= span class=3DSpellE>justice terhadap perkara tindak pidana pencurian = ringan dalam putusan nomor 28/ Pid.B/2022/PN Lbb.=

 =

Kesimpulan

Hukum restorative justice dalam perkara tindak pidana pencurian didasarkan pada Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor: 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pedoman Penerapan Restorative Justice Di lingkungan Peradilan Um= um, Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, Pasal 4 Nota Kesepakatan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tenta= ng Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat, Serta Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Nomor: 131/KMA I SKB I X /2012 Nomor: M. HH - 07. HM. 03. 02 Tahun 2012 Nomor: KEP - 06 /E IEJP /10/2012 Nomor: B/39/X/2012 Pasal 3 Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restorat= if dan Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 ayat (1) Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Pertimbangan Hakim dalam memutus restorative justice terhadap perkara tindak pi= dana pencurian pada putusan nomor 28/Pid.B/2022/Pn.Lbb didasarkan pada keterangan saksi Mulyono yang menerangkan bahwa dalam proses penyidikan, telah terjadi kesepakatan perdam= aian antara Pihak PT AMP selaku korban dengan Terdakwa sebagai pelaku. Dari upaya perdamaian tersebut, telah dibuat Surat Perdamaian pada tanggal 7 Januari 2= 022 yang pada pokoknya berisi pihak Terdakwa meminta maaf dan pihak PT. AMP memaafkan Terdakwa, pihak PT. AMP tidak akan menuntut Terdakwa dan pihak PT. AMP meminta Terdakwa untuk tidak mengulangi perbuatannya. Selain itu, Majel= is Hakim juga mendasarkan pada praktik beracara, terdapat beberapa putusan yang menjadi dasar keadilan restoratif sebagai alasan utama dalam menjatuhkan putusan, baik dalam bentuk pemidanaan maupun bukan,= diantaranya putusan yang dijatuhkan baru-baru ini yai= tu Putusan Nomor 63/Pid.B/2021/PN.Skm tanggal 9 November 2021. Selanjutnya, meskipun sejauh ini pengaturan keadil= an restoratif dalam perkara pidana biasa untuk orang dew= asa belum diatur oleh peraturan perundang-undangan yang ada, namun Majelis Hakim mendasarkan putusannya pada Pasal 10 ayat (1) Undang-U= ndang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Adapun terhadap perbuatan = yang dilakukan oleh Terdakwa tidak termasuk ke dalam kategori tindak pidana pencurian ringan yang penyelesaiannya dapat dilakukan dengan restorative justice, namun karena telah terjadi perdamaian antara pelaku, korban, keluarga pelak= u, keluarga korban dan tokoh masyarakat, maka perbuatan terdakwa yang melanggar ketentuan Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke-5 KUHP dapat diterapkan restorative justice dalam penyelesaian perkaranya.

 =

BIBLIOGRAFI

Andriy= anti, E. F. (2020). Urgensitas Implementasi Restorative Justice Dalam Hukum Pidana Indon= esia. Jurnal Education and Development, 8= (4), 326–331.

 

Anggar= a, P., & Mukhlis, M. (2019). <= span class=3DSpellE>Penerapan Keadilan Restoratif Pada Tindak Pidana Pencurian Ringan. Jurnal Ilmiah = Mahasiswa Bidang Hukum Pidana, 3(3), 468–477.

 

Anisah= , S., & Raharjo, T. (2018). B= atasan Melawan Hukum Dalam Perdata Dan Pidana Pada Kasus Persekongkolan Tender. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 25(1), 24–48.

 

Arief<= /span>, H., & Ambarsari, N. (2018).= Penerapan Prinsip Restor= ative Justice Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia. Al-Adl: = Jurnal Hukum, 10<= /i>(2), 173–190.

 

Ariefi= anto, Y. (2016). Penerapan = Restoratif Justice Dalam= Penyelesaian Kasus Kecelakaan Lalu Lintas (= Doctoral dissertation, Brawijaya University).

 

Azhari= , M. (N.D.). Tinjauan <= span class=3DSpellE>Kriminologis Tindak Pidana Pemerkosaan Dalam Ruang Lingkup Rumah Tangga Di Muara Enim.

 

Budoyo= , S., & Sari, R. K. (2019). Eksisten= si restorative justice sebagai tujuan pelaksanaan diversi pada sistem peradilan anak di Indonesia. Jur= nal Meta-Yuridis, 2(2).

 

Farhan, A. (2023). Penerapan Restorative Justice Dalam Tindak Pidana Pencurian Pada Tahap Pemeriksaan di Persidangan (Studi Kasus Putusan Nomor 28/Pid. B/2022/Pn. Lbb).

 

Fatoni= , K., & Wibawa, I. (2023). Penanganan Tindak Pidana Narkotika Berdasarkan Keadilan Restoratif di Direktorat= Reserse Narkoba Polda Jateng.=

Fianha= r. (n.d.). “Surat Edaran = Kapolri Nomor 8 tahun 2018 tentang Penerapan Restorative Justice d= alam Penyelesaian Perkara Pidana”, diakses <= span class=3DSpellE>pada tanggal 29 Oktober 2022, Pukul 15:3= 0 WIB.

 

Hambal= i, A. R. (2020). Penegakan Hukum Melalui Pendekatan Restorative Justice = Penyelesaian Perkara Tindak Pidana. Kalabbirang Law Journal, 2(1), 69–77.

 

Hartono, B. (2015). Analisis Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Dalam Konteks Ultimum Remedium Sebagai Penyelesaian Permasalahan Tindak Pidana Anak. Pranata = Hukum, 10(2), 160342.

 

Hattu<= /span>, J. (2020). Pertanggungjawaban <= span class=3DSpellE>pidana pengambilan jenasah covid-19 secara = paksa berdasarkan aturan tindak pidana umum dan tindak pidana khusus. Jurnal= Belo, 6(1), 11–31.

 

Irawan= , D. (2022). Tinjauan Hukum Atas Keadilan Restoratif Sebagai Perlindungan Hukum Bagi Korban Tindak Pidana Di Indonesia. L= ex Administratum, 10(5).

 

Lubis<= /span>, M. A., & Siregar, S. A. (20= 20). Restorative Justice Sebagai Model Perlindungan Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum. PKM Maju UDA, 1(1), 8–24.

 

Nur Aziz, N. A. (2019). Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Penarikan Keuntungan Atas Perbuatan Cabul Menurut Pasal 506 Kitab Undang <= span class=3DSpellE>Undang Hukum Pidana (KUHP).

 

Nurwia= nti, A., Gunarto, G., & Wahyuningsih, S. E. (2017). Imp= lementasi Restoratif/Restorative Justice Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Di Polres Rembang. Jurnal Hukum Khaira Ummah, = 12(4), 705–716.

 

Purba<= /span>, J. (2017). Penegakan = hukum terhadap tindak pidana bermotif ringan dengan restorative justice. Jala Permata Aksara.

 

Purwol= eksono, D. E. (2019). Hukum <= span class=3DSpellE>Pidana Untaian Pemikiran. Airlangga University Press.

 

Rahmi<= /span>, I., & Rizanizarli, R. (2020= ). Penerapan Restorative Justice D= alam Penyelesaian Tindak Pidana Pencurian Oleh Anak Dalam Perspektive Adat Aceh. Syiah Kuala Law Journal, 4(1), 11–20.

 

Sabir = Laluhu. (n.d.). “MA Terbitkan Pedoman Penerapan Keadilan= Restoratif dalam Perkara Pidana”, <= span class=3DSpellE>diakses pada tanggal 29 Oktober 2022, pukul 15:50 WIB.

 

Satria= di. (2022). Pendekatan Restorative Justice Dalam Penyelesaian Tindak  Pidana Pencurian Ringan  Perspektif = Hukum Islam”, Al-Syakhshi= yyah: Jurnal Hukum Keluarga Islam dan Kemanusiaan, Vol. 4, No.1.

 

Sirega= r, F. A. (2018). Ciri hukum adat dan karaktristiknya. Jurnal<= /span> Al-Maqasid: Jurnal= Ilmu Kesyariahan Dan Keperdataan, 4(2), 1–14.

Suharto, S., & Efendi, = J. (2016). Panduan praktis bila anda menghadapi perkara pidana: mulai proses penyelidikan hingga persidangan.<= /span>

Yudhia= nto, H. (2018). Penerapan Asas Kesalahan Sebagai Dasar Pertanggungjawaba= n Pidana Korporasi. = Karya Ilmiah <= span class=3DSpellE>Dosen, 4(2).

 

 

Copyright holder:

Enny Yulistiawati, Arif Awangga (2023)

 <= /span>

First publication right:

Syntax Lit= erate: Jurnal Ilm= iah Indonesia

 <= /span>

This article is licensed under:

 

------=_NextPart_01D9C140.9EAD3740 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Enny,siappublish.fld/item0001.xml Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/xml AMUW2mXrDu1qAD= yMIOfozXknpmTK+KWcV8kZzy2x7RcGDQ+t6vTnbkvLJaCpcMNaMrxi5FzoL8i3KoPzhqgPopVEU= vGLrh4J9p4MrpTQH7pa8qJ4mD1Vu5c=3D ------=_NextPart_01D9C140.9EAD3740 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Enny,siappublish.fld/props002.xml Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/xml ------=_NextPart_01D9C140.9EAD3740 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Enny,siappublish.fld/item0003.xml Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/xml ------=_NextPart_01D9C140.9EAD3740 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Enny,siappublish.fld/props004.xml Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/xml ------=_NextPart_01D9C140.9EAD3740 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Enny,siappublish.fld/themedata.thmx Content-Transfer-Encoding: base64 Content-Type: application/vnd.ms-officetheme UEsDBBQABgAIAAAAIQDp3g+//wAAABwCAAATAAAAW0NvbnRlbnRfVHlwZXNdLnhtbKyRy07DMBBF 90j8g+UtSpyyQAgl6YLHjseifMDImSQWydiyp1X790zSVEKoIBZsLNkz954743K9Hwe1w5icp0qv 8kIrJOsbR12l3zdP2a1WiYEaGDxhpQ+Y9Lq+vCg3h4BJiZpSpXvmcGdMsj2OkHIfkKTS+jgCyzV2 JoD9gA7NdVHcGOuJkTjjyUPX5QO2sB1YPe7l+Zgk4pC0uj82TqxKQwiDs8CS1Oyo+UbJFkIuyrkn 9S6kK4mhzVnCVPkZsOheZTXRNajeIPILjBLDsAyJX89nIBkt5r87nons29ZZbLzdjrKOfDZezE7B /xRg9T/oE9PMf1t/AgAA//8DAFBLAwQUAAYACAAAACEApdan58AAAAA2AQAACwAAAF9yZWxzLy5y ZWxzhI/PasMwDIfvhb2D0X1R0sMYJXYvpZBDL6N9AOEof2giG9sb69tPxwYKuwiEpO/3qT3+rov5 4ZTnIBaaqgbD4kM/y2jhdj2/f4LJhaSnJQhbeHCGo3vbtV+8UNGjPM0xG6VItjCVEg+I2U+8Uq5C ZNHJENJKRds0YiR/p5FxX9cfmJ4Z4DZM0/UWUtc3YK6PqMn/s8MwzJ5PwX+vLOVFBG43lExp5GKh qC/jU72QqGWq1B7Qtbj51v0BAAD//wMAUEsDBBQABgAIAAAAIQBreZYWgwAAAIoAAAAcAAAAdGhl bWUvdGhlbWUvdGhlbWVNYW5hZ2VyLnhtbAzMTQrDIBBA4X2hd5DZN2O7KEVissuuu/YAQ5waQceg 0p/b1+XjgzfO3xTVm0sNWSycBw2KZc0uiLfwfCynG6jaSBzFLGzhxxXm6XgYybSNE99JyHNRfSPV kIWttd0g1rUr1SHvLN1euSRqPYtHV+jT9yniResrJgoCOP0BAAD//wMAUEsDBBQABgAIAAAAIQAh WqKEIQcAANsdAAAWAAAAdGhlbWUvdGhlbWUvdGhlbWUxLnhtbOxZT28bRRS/I/EdRnsvsRMnTaI6 VezYDbRpo9gt6nG8O/ZOM7uzmhkn8Q21RyQkREEcqMSNAwIqtRKX8mkCRVCkfgXezOyud+Jxk5QA FTSH1jv7e2/e+70/82evXD1KGDogQlKeNoP6e7UAkTTkEU1HzeB2v3tpNUBS4TTCjKekGUyIDK5u vPvOFbyuYpIQBPKpXMfNIFYqW19YkCEMY/kez0gK74ZcJFjBoxgtRAIfgt6ELSzWaisLCaZpgFKc gNpbwyENCeprlcFGobzD4DFVUg+ETPS0auJIGGy0X9cIOZFtJtABZs0A5on4YZ8cqQAxLBW8aAY1 8xcsbFxZwOu5EFNzZCtyXfOXy+UC0f6imVOMBuWk9W5j7fJWqd8AmJrFdTqddqde6jMAHIbgqbWl qrPRXa23Cp0VkP05q7tdW641XHxF/9KMzWutVmt5LbfFKjUg+7Mxg1+trTQ2Fx28AVn88gy+0dps t1ccvAFZ/MoMvnt5baXh4g0oZjTdn0HrgHa7ufYSMuRs2wtfBfhqLYdPUZANZXbpKYY8VfNyLcH3 uOgCQAMZVjRFapKRIQ4hi9uY0YGgegK8TnDljR0K5cyQngvJUNBMNYMPMgwVMdX38tl3L589Qcf3 nx7f//H4wYPj+z9YRY7UNk5HVakX33z6x6OP0O9Pvn7x8HM/Xlbxv3z/8c8/feYHQvlMzXn+xeNf nz5+/uUnv3370APfFHhQhfdpQiS6SQ7RHk/AMcOKazkZiPNJ9GNMqxKb6UjiFOtZPPo7KnbQNyeY YQ+uRVwG7whoHz7gtfE9x+BeLMYqj7fj2fU4cYA7nLMWF14Wruu5KjT3x+nIP7kYV3F7GB/45m7j 1IlvZ5xB36Q+le2YOGbuMpwqPCIpUUi/4/uEePi6S6nD6w4NBZd8qNBdilqYeinp04GTTVOhbZpA XCY+AyHeDjc7d1CLM5/XW+TARUJVYOYxvk+YQ+M1PFY48ans44RVCb+BVewzsjcRYRXXkQoiPSKM o05EpPTJ3BLgbyXo16F1+MO+wyaJixSK7vt03sCcV5FbfL8d4yTzYXs0javY9+U+pChGu1z54Dvc rRD9DHHA6dxw36HECffp3eA2HTkmTRNEvxkLTyyvEe7kb2/ChpiYVgNN3enVCU1f1bgT6Nu54xfX uKFVPv/qkcfuN7VlbwIJvprZPtGo5+FOtuc2FxF987vzFh6nuwQKYnaJetuc3zbn4D/fnOfV88W3 5GkXhgatt0x2o2223cncXfeQMtZTE0ZuSLPxlrD2RF0Y1HLmxEnKU1gWw09dyTCBgxsJbGSQ4OpD quJejDPYtNcDrWQkc9UjiTIu4bBohr26NR42/soeNZf1IcR2DonVDo/s8JIeLs4apRpj1cgcaIuJ lrSCs062dDlXCr69zmR1bdSZZ6sb00xTdGYrXdYUm0M5UF66BoMlm7CpQbAVApZX4Myvp4bDDmYk 0rzbGBVhMVH4e0KUe20diXFEbIic4QqbdRO7IoVm/NPu2Rw5H5sla0Da6UaYtJifP2ckuVAwJRkE T1YTS6u1xVJ02AzWlheXAxTirBkM4ZgLP5MMgib1NhCzEdwVhUrYrD21Fk2RTj1e82dVHW4u5hSM U8aZkGoLy9jG0LzKQ8VSPZO1f3G5oZPtYhzwNJOzWbG0Cinyr1kBoXZDS4ZDEqpqsCsjmjv7mHdC PlZE9OLoEA3YWOxhCD9wqv2JqITbClPQ+gGu1jTb5pXbW/NOU73QMjg7jlkW47xb6quZouIs3PST 0gbzVDEPfPPabpw7vyu64i/KlWoa/89c0csBXB4sRToCIdzsCox0pTQDLlTMoQtlMQ27AtZ90zsg W+B6Fl4D+XC/bP4X5ED/b2vO6jBlDWdAtUdHSFBYTlQsCNmFtmSy7xRl9XzpsSpZrshkVMVcmVmz B+SAsL7ugSu6BwcohlQ33SRvAwZ3Mv/c57yCBiO9R6nWm9PJyqXT1sA/vXGxxQxOndhL6Pwt+C9N LFf36epn5Y14sUZWHdEvprukRlEVzuK3tpZP9ZomnGUBrqy1tmPNeLy4XBgHUZz1GAbL/UwGV0BI /wPrHxUhsx8r9ILa53vQWxF8e7D8IcjqS7qrQQbpBml/DWDfYwdtMmlVltp856NZKxbrC96olvOe IFtbdpZ4n5PschPlTufU4kWSnTPscG3H5lINkT1ZojA0LM4hJjDmK1f1QxQf3INAb8GV/5jZT1My gydTB9muMNk14NEk/8mkXXBt1ukzjEaydI8MEY2OivNHyYQtIft5pNgiG7QW04lWCi75Dg2uYI7X ona1LIUXTxcuJczM0LJLYXOX5lMAH8fyxq2PdoC3TdZ6rYurYIqlf4WyMxjvp8x78jkrZfag+MpA vQZl6ujVlOVMAXmziQefNwWGo1fP9F9YdGymm5Td+BMAAP//AwBQSwMEFAAGAAgAAAAhAA3RkJ+2 AAAAGwEAACcAAAB0aGVtZS90aGVtZS9fcmVscy90aGVtZU1hbmFnZXIueG1sLnJlbHOEj00KwjAU hPeCdwhvb9O6EJEm3YjQrdQDhOQ1DTY/JFHs7Q2uLAguh2G+mWm7l53JE2My3jFoqhoIOumVcZrB bbjsjkBSFk6J2TtksGCCjm837RVnkUsoTSYkUiguMZhyDidKk5zQilT5gK44o49W5CKjpkHIu9BI 93V9oPGbAXzFJL1iEHvVABmWUJr/s/04GolnLx8WXf5RQXPZhQUoosbM4CObqkwEylu6usTfAAAA //8DAFBLAQItABQABgAIAAAAIQDp3g+//wAAABwCAAATAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAABbQ29udGVu dF9UeXBlc10ueG1sUEsBAi0AFAAGAAgAAAAhAKXWp+fAAAAANgEAAAsAAAAAAAAAAAAAAAAAMAEA AF9yZWxzLy5yZWxzUEsBAi0AFAAGAAgAAAAhAGt5lhaDAAAAigAAABwAAAAAAAAAAAAAAAAAGQIA AHRoZW1lL3RoZW1lL3RoZW1lTWFuYWdlci54bWxQSwECLQAUAAYACAAAACEAIVqihCEHAADbHQAA FgAAAAAAAAAAAAAAAADWAgAAdGhlbWUvdGhlbWUvdGhlbWUxLnhtbFBLAQItABQABgAIAAAAIQAN 0ZCftgAAABsBAAAnAAAAAAAAAAAAAAAAACsKAAB0aGVtZS90aGVtZS9fcmVscy90aGVtZU1hbmFn ZXIueG1sLnJlbHNQSwUGAAAAAAUABQBdAQAAJgsAAAAA ------=_NextPart_01D9C140.9EAD3740 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Enny,siappublish.fld/colorschememapping.xml Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/xml ------=_NextPart_01D9C140.9EAD3740 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Enny,siappublish.fld/plchdr.htm Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/html; charset="us-ascii"
Click or tap here to enter text.
------=_NextPart_01D9C140.9EAD3740 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Enny,siappublish.fld/image001.jpg Content-Transfer-Encoding: base64 Content-Type: image/jpeg /9j/4AAQSkZJRgABAgAAAQABAAD/2wBDAAgGBgcGBQgHBwcJCQgKDBQNDAsLDBkSEw8UHRofHh0a HBwgJC4nICIsIxwcKDcpLDAxNDQ0Hyc5PTgyPC4zNDL/2wBDAQkJCQwLDBgNDRgyIRwhMjIyMjIy MjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjIyMjL/wAARCAAfAFgDASIA AhEBAxEB/8QAHwAAAQUBAQEBAQEAAAAAAAAAAAECAwQFBgcICQoL/8QAtRAAAgEDAwIEAwUFBAQA AAF9AQIDAAQRBRIhMUEGE1FhByJxFDKBkaEII0KxwRVS0fAkM2JyggkKFhcYGRolJicoKSo0NTY3 ODk6Q0RFRkdISUpTVFVWV1hZWmNkZWZnaGlqc3R1dnd4eXqDhIWGh4iJipKTlJWWl5iZmqKjpKWm p6ipqrKztLW2t7i5usLDxMXGx8jJytLT1NXW19jZ2uHi4+Tl5ufo6erx8vP09fb3+Pn6/8QAHwEA AwEBAQEBAQEBAQAAAAAAAAECAwQFBgcICQoL/8QAtREAAgECBAQDBAcFBAQAAQJ3AAECAxEEBSEx BhJBUQdhcRMiMoEIFEKRobHBCSMzUvAVYnLRChYkNOEl8RcYGRomJygpKjU2Nzg5OkNERUZHSElK U1RVVldYWVpjZGVmZ2hpanN0dXZ3eHl6goOEhYaHiImKkpOUlZaXmJmaoqOkpaanqKmqsrO0tba3 uLm6wsPExcbHyMnK0tPU1dbX2Nna4uPk5ebn6Onq8vP09fb3+Pn6/9oADAMBAAIRAxEAPwCzp2ne FtO8C2Wv69YWUzS2sdxcXF1Cs008si72+ZsszMxPf8gKpadouveJ0F7oXw48NWWmOMwy6tbKHkXs QFwQD9COepo0XTU8T+KfAWhXo36ZZ6FFqcsJ6Stt2gEdxlV/An1rrdH+JPibV9OuvE9voNg3ha3e ff8A6SVuliiUsZMH5T0+6Oc8dPmoA4+dU8LXUUXjn4f6NZWkzbE1GwtI3hDejDBI/PPB4NdZJ4S8 NNGssWh6S0bqGVltIyCD0IOK0fD2peIviBpCL4g8P6Z/wjWr2shDQ3BMsIzhQwYcseoK9MZ4PFc7 8NnuR4UutNupPMfStQmsFf1VMEf+hED2ApMTC80DwxYWs11c6NpccMKF3c2kfAAye1YSaDJd2Nhq Z0Hwvo1jqdylpp6ajYNLNPI+dmRGuEDYPX8e1bnjuFpfCd8FhMyp5crxjqyLIrMP++Qa0Pile6tq um+Dr7wn4iksrTUNQSzWS2mZBI02PLZtvVV2NlT69KECMC00bT7bWJND17wppNnqkcfnIYreN4bi PON8Z2569QeRV+70HwxY2k11c6NpccMKF3c2icKBk9q2viDdW158QPDVjbbZLyxjubi5KnmGJ0Cq G/3mwce2awfGsTTeEb4LCZgnlyvGOrIsisw/75BoAxY9HjvLSHUJNN8GaBZ3SlrOPWIR58y5++VX AVT+NXrPSNOh1aTRdc8LaRa6ksXnxtDBG8NzFnG+NtucZ7HkV0Gq3WjnxPc6/cabf63puq6Wsdj5 Fmk8PuoI+ZWzng4xlvYDAit57M+BNEuxu1fTYLu5u0zlraGQERo/oSSvHbb9KBj/ABB4f0ez8O6j eWmmWlrdW1u9xBcW0SxSRSICysrrgghgDwaK0vFH/Ipaz/14T/8AotqKEJHKafrcWlQ+EPHGmN9t t9Kso9M1eGLO+JNuM4PoSxz0J284Oa9J0HwB4I1UprGkXdzd6XNK1wtlHdsbQSMuGPl9jg4wfpjH FfNOlavrHgbxBdRoqrPC7215ay4eOTaSrIwBwec8g/Sukh8R+B2mN5Fa+JdCun5kj0e5QRk+xYgj 6AAUxnsGq2HhH4RQjVY72/ub+KKSPS9MnvWkClzyETspPUnP4nFc34f1nSvAfh2Kz8Saktvq+oSP f3EPlu7Iz4+8FBwcAdcc59K4BfGHhfQ5GvdA0i/vdWPK3+tSq7RH1CqcE+/Brhr6+utSvpr29nee 5mbfJI5yWP8Ant2oA99k+JnhBif+Jtn/ALdpf/iK5+LxJ4QsXl/sjxfq+kQykl7ewMqRbj1YKYyF P0xXjNd5r/juG80jQ4dMa6W70+3giYzxgomyARSKAzyBkfnKqsSsOHWQkFVYVjttK8X+BdHWU2+q yPPO26e4mimklmb1ZiuTWj/wsnwieurf+S0v/wATXiPiHUYdS1meSzWSLTY3aOwt3AHkW+4lEwCR nByTkksWYkkknKosFj2aLxJ4QsXl/sjxfq+kQykl7ewMqRbj1YKYyFP0xVzSvF/gXR1lNvqsjzzt unuJoppJZm9WYrk1xtl4306xsdEhY314dPhlcQFWggSYwOsbBFmILLIykSoIXGGY73fK8x4n1a31 zXpdStrb7OJooTInP+tESCVslmZt0gZtzEsc5Y5JpjPWte+IHhe98O6na2+qb55rSWONfIlG5mQg DJXA5NFeK2NlcalqFtYWkfmXN1KsMKbgNzsQqjJ4GSR1ooA//9k= ------=_NextPart_01D9C140.9EAD3740 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Enny,siappublish.fld/header.htm Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/html; charset="us-ascii"





Enny Yulistiawati, Arif Awangga

Restorative Justice dalam Perkara Tindak Pidana Pencurian (Studi Putusan Nomor 28/Pid.B/2022/Pn.Lbb)

2=         &= nbsp;           &nbs= p;            &= nbsp;           &nbs= p;            &= nbsp;           &nbs= p;            &= nbsp;           &nbs= p;            &= nbsp;           &nbs= p;            &= nbsp; Syntax Literate, Vol. 8, No. 7, Juli 2023

Syntax Literate, Vol. 8, No. 7, Juli 202= 3        &= nbsp;           3

 

 =

How to cite:

Enny Yulistiawati, Arif Awangga (2023) Res= torative Justice Dalam Perkara Tindak Pidana Pencurian (Studi Putusan Nomor 28/Pid.B/2022/Pn.Lbb) , (8) 7, http://dx.doi.org/10.36418/syntax-literate.v6i6

 

E-ISSN:

 

2548-139= 8

Published by:

Ridwan Institute =

 

------=_NextPart_01D9C140.9EAD3740 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Enny,siappublish.fld/filelist.xml Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/xml; charset="utf-8" ------=_NextPart_01D9C140.9EAD3740--