MIME-Version: 1.0 Content-Type: multipart/related; boundary="----=_NextPart_01D9C140.9EAD3740" ------=_NextPart_01D9C140.9EAD3740 Content-Location: file:///C:/F057B2C8/Enny,siappublish.htm Content-Transfer-Encoding: quoted-printable Content-Type: text/html; charset="us-ascii"
Syntax Literate: Jurnal <=
span
class=3DSpellE>Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548=
-1398
Vol. 8, No. 7, Juli 2023
RESTORATIVE
JUSTICE DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN (STUDI PUTUSAN NOMOR
28/PID.B/2022/PN.LBB)
Enny Yulistiawati1, Arif Aw=
angga2
Sekolah = Tinggi Ilmu Hukum IBLAM, Jakarta, Indonesia
Email: =
ennyyulistiawati@gmail.com1, arifawangga=
@iblam.ac.id2
Abstrak
Hukum di Indonesia terbagi atas hukum
pidana dan hukum perdata. Hukum pidana adalah
hukum yang mengatur=
perbuatan-perbuatan apa y=
ang dilarang dan memberikan
pidana kepada siapa yang melanggarnya <=
span
class=3DSpellE>serta mengatur bagaimana cara-cara mengajukan perkara-perkara ke muka pengadilan,
misalnya pencurian.=
Salah satu upaya penegakan
hukum dalam penanggulangan tindak didasarkan pada Peraturan Mahkamah Agung =
Nomor 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batas=
an Tindak Pidana Ringan
dan Jumlah Denda dalam KUHP, Pasal 4 Nota Kesepakatan =
Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Menteri Hukum=
Dan Hak Asasi Manusia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia tentang Pelaksan=
aan
Penerapan Penyesuaian
Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah
Denda, Acara Pemeriksaan=
span> Cepat, Serta Penerapan Keadilan Restoratif (Rest=
orative
Justice) Nomor: 131/KMA I SKB I X /2012 Nomor: M. HH - 07. HM. 03. 02 Ta=
hun
2012 Nomor: KEP - 06 /E IEJP /10/2012 Nomor: B/39/X/2012 Pasal =
3 Peraturan Kepolisian Nega=
ra Republik Indonesia Nomor =
8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif dan Pasal 4 ayat
(2), Pasal 5 ayat (=
1) Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Pertimbangan Hakim dalam =
memutus restorative justice terh=
adap
perkara tindak pidana pencurian pada putusan nomor
28/Pid.B/2022/Pn.Lbb
didasarkan pada Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Kata kunci: Restorative Justice, Tindak Pidana, Pencurian.<= /span>
Abstract
Law in Indonesia is divide=
d into
criminal law and civil law. Criminal law is the law that regulates what act=
ions
are prohibited and gives punishment to those who violate them and regulates=
how
to bring cases to court, for example theft. One of the law enforcement effo=
rts
in overcoming the crime of theft that is firm, consistent and integrated, c=
an
be done in one way, namely the application of restorative justice. The rese=
arch
method used is a normative juridical method with a law approach and a case
approach. From the results of the study, it was found that the legal basis =
for
restorative justice in the case of the crime of theft is based on the Supre=
me
Court Regulation Number 02 of 2012 concerning Adjustment of the Limits of M=
inor
Crimes and the Amount of Fines in the Criminal Code, Article 4 Memorandum of
Understanding with the Chief Justice of the Supreme Court of the Republic of
Indonesia Minister of Law and Human Rights Man, the Attorney General of the
Republic of Indonesia, the Head of the Indonesian National Police regarding=
the
Implementation of Adjustment on the Limits of Minor Crimes and the Amount of
Fines, Quick Examination Procedures, and the Application of Restorative Jus=
tice
Number: 131/KMA I SKB IX/2012 Number: M. HH - 07. HM. 03. 02 of 2012 Number:
KEP - 06 /E IEJP /10/2012 Number: B/39/X/2012 Article 3 Regulation of the
Indonesian National Police Number 8 of 2021 concerning Handling of Crimes B=
ased
on Restorative Justice and Article 4 paragraph (2 ),
Article 5 paragraph (1) of the Prosecutor's Office Regulation Number 15 of =
2020
concerning Termination of Prosecution Based on Restorative Justice. The jud=
ge's
consideration in deciding restorative justice for the theft criminal case in
the decision number 28/Pid.B/2022/Pn.Lbb was based on the testimony of witness Mulyono, several previous decisions related to restor=
ative
justice and Article 10 paragraph (1) of Law Number 48 Year 2009 on Judicial
Power.
Keywords: Restorative Justice, Crime=
, Theft.
Pendahuluan
Tindak
pidana merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang dan
patut dipidana sesuai dengan kesalahannya sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang
Dalam
kehidupan masyarakat, terdapat suatu norma yang berfungsi untuk mengatur dan
mengontrol atau mengendalikan tingkah laku dari setiap anggota masyarakat
seperti norma agama, kesusilaan, kesopanan/adat, dan hukum
Hukum di Indonesia terbagi atas hukum
pidana dan hukum perdata
Restorative
justice adalah konsep pemidanaan, tetapi sebagai konsep pemidanaan tidak h=
anya
terbatas pada ketentuan hukum pidana (formal dan mater=
il)
Restorative
justice sebagai salah usaha untuk mencari penyelesaian konflik secara dama=
i di
luar pengadilan masih sulit diterapkan
Konsep pendekatan restorative justice adalah suatu pendekatan ya=
ng
lebih menitik beratkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan b=
agi
pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri
Kepala
Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri pada
tanggal 08 Agustus 2012 telah mengeluarkan Surat Kabareskrim Nomor: STR/583/VIII/2012
tentang Penerapan Restorative Justice,
surat tersebut kemudian dijadikan dasar penyidik polri=
dalam penyelesaian perkara pengaduan masyarakat dengan keadilan restoratif, hingga Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Kapolri) Muhammad Tito=
Karnavian, pada 27 Juli 2018 menandatangani&nb=
sp;Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/8/VII/20=
18
tentang Penerapan Keadilan Restoratif (restorative Justice) dalam Penyelesaian Perkara Pidana,
bertujuan untuk menyelesaikan perkara dengan pendekatan restoratif justice agar
tidak memunculkan keberagaman admnistrasi
penyelidikan/penyidikan dan perbedaan interpretasi para penyidik serta
penyimpangan dalam pelaksanaannya
Sementara
itu, Mahkamah Agung juga mengeluarkan pedoman terkait penerapan restorative justice=
i> di
lingkungan peradilan umum yang diatur dalam Surat Keputusan (SK) Direktur
Jenderal Badan Peradilan Umum (Dirjen Badilum) =
MA
Nomor: 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pemberlakuan Pedoman Penerapan
Keadilan Restoratif (Restorative Justi=
ce).
SK ini diberlakukan dengan mempertimbangkan dua hal. Satu, untuk mendorong
optimalisasi penerapan Peraturan MA, Surat Edaran MA, maupun Keputusan Ketu=
a MA
yang mengatur tentang pelaksanaan keadilan restoratif<=
/span>
di pengadilan, maka perlu disusun pedoman tentang keadilan restoratif.
Dua, perkembangan sistem pemidanaan bukan lagi bertumpu pada pelaku melaink=
an
telah mengarah penyelarasan kepentingan pemulihan korban dan pertanggungjaw=
aban
pelaku tindak pidana <=
span
lang=3DEN-GB style=3D'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"Times =
New Roman",serif;
color:black;mso-ansi-language:EN-GB'>
Dalam
penelitian ini, Penulis mengkaji putusan nomor 28/Pid.=
B/2022/Pn.Lbb dengan Terdakwa Dedi Plg<=
/span>
Dedi. Terdakwa telah diajukan ke persidangan oleh penuntut umum dalam surat
dakwaannya dengan nomor registrasi perkara PDM-09/AGAM/Eoh.2/02/2022 tangga=
l 16
Februari 2021. Dalam surat dakwaannya, terdakwa telah didakwa oleh jaksa
penuntut umum dengan dakwaan berbentuk alternatif yakni pertama melanggar
ketentuan Pasal 363 ayat (1) ke-,4e, ke-5 KUHP, kedua melanggar ketentuan P=
asal
362 KUHPidana atau ketiga melanggar ketentuan P=
asal
362 Jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP. Adapun majelis hakim dalam amarnya memutusk=
an
sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa Dedi Pg=
l
Dedi tersebut di atas terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan sebagaim=
ana
dakwaan alternatif kesatu tetapi tidak dapat dikenakan pertanggungjawaban
pidana karena sudah dilaksanakan keadilan restoratif=
span> (Restorative Justice).=
2. Melepaskan Terdakwa oleh karena itu dari segala
tuntutan hukum.
3. Memerintahkan Terdakwa dibebaskan dari tahanan s=
egera
setelah putusan ini diucapkan.
4. Memulihkan hak-hak Terdakwa dalam kemampuan,
kedudukan serta martabatnya.
5. Membebankan biaya perkara kepada Negara.
Metode Pene=
litian
Penelitian
ini, termasuk ke dalam penelitian yuridis normatif dengan pendekatan
undang-undang dan pendekatan kasus. Penelitian yuridis normatif adalah
penelitian yang dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang
berlaku atau diterapkan terhadap suatu permasalahan hukum tertentu. Penelit=
ian
normatif seringkali disebut penelitian kepustak=
aan,
karena objek kajiannya adalah dokumen peraturan perundang-undangan dan bahan
pustaka.
Dalam
penelitian ini, pendekatan undang-undang dilakukan dengan mengkaji Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 te=
ntang
Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restorat=
if
dan peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan penelitian. Semen=
tara
pendekatan kasus dilakukan dengan mengkaji Putusan Nomor 28/Pid.B/2022/PN.Lbb disesuaikan dengan fakta =
dilapangan
sehingga menghasilkan jawaban dari permasalahan yang diteliti.
Hasil dan Pembahasan
=
1. =
b>Dasar Hukum Restorative Justice=
i> Dalam
Perkara Tindak Pidana Pencurian
Restorative Justice
pada prinsipnya merupakan suatu falsafah (pedoman dasar) dalam proses
perdamaian di luar pengadilan yang menitik beratkan pada kondisi terciptanya
suatu keadilan yang diharapkan oleh para pihak yang terlibat dalam hukum pi=
dana
tersebut yaitu pelaku tindak pidana (keluarganya) dan korban tindak pidana
(keluarganya) dengan mekanisme dan tata cara dan peradilan pidana yang berf=
okus
pada pemidanaan diubah menjadi proses dialog dan mediasi untuk menciptakan
kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan seimbang b=
agi
pihak korban dan pelaku
Pendekatan keadilan restoratif diasumsi=
kan
sebagai pergeseran paling mutakhir dari berbagai model dan mekanisme yang
bekerja dalam sistem peradilan pidana datam men=
angani
perkara-perkara pidana pada saat ini. PBB melalui Basic principles
yang telah digariskannya menilai bahwa pendekatan keadilan restoratif
adalah pendekatan yang dapat dipakai dalam sistem peradilan pidana yang
rasional. Hal ini sejalan dengan pandangan G. P. Hoefn=
agels
yang menyatakan bahwa politik kriminil harus ra=
sional
(a rational total of the responses to
crime). Pendekatan keadilan restoratif
merupakan suatu paradigma yang dapat dipakai sebagai bingkai dan strategi
penanganan perkara pidana yang bertujuan menjawab keti=
dakpuasan
atas bekerjanya sistem peradilan pidana yang ada saat ini
Adapun tindak
pidana pencurian diatur dalam Pasal 364 Kitab Undang-U=
ndang
Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi:
“Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal =
362
dan Pasal 363 butir 4, begitu juga apa yang diterangkan dalam Pasal 363 but=
ir
5, asal saja tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau dalam perkarangan
yang tertutup yang ada rumahnya, maka jika harga barang yang dicuri itu tid=
ak
lebih dari dua ratus lima puluh rupiah, dihukum sebagai pencurian ringan de=
ngan
hukuman penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya
sembilan ratus rupiah”.
Restorative ju=
stice dapat diterapkan dalam berbagai penyelesaian ti=
ndak
pidana salah satunya tindak pidana pencurian dengan kategori ringan, hal ini
didasarkan pada Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomo=
r:
1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pedoman Penerapan Restorative Justice Di lingkungan Peradilan Um=
um,
yang berbunyi: “Perkara pidana yang dapat diselesaikan dengan keadila=
n restoratif (<=
span
class=3DSpellE>restorative justice) =
adalah
perkara tindak pidana ringan dengan ancaman pidana sebagaimana diatur dalam
Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan Pasal 482 KUHP d=
engan
nilai kerugian tidak lebih dari Rp 2.500.000 (dua juta lima ratus ribu
rupiah)”
Ketentuan isi Pasal 364 KUHP memuat kata-kata
“jika harga
barang yang dicuri itu tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah”.
Jika dicermati, isi pasal tersebut mungkin bertentangan dengan Surat Keputu=
san
Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor: 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 ten=
tang
Pedoman Penerapan Restorative Justice=
i> Di
lingkungan Peradilan Umum. Namun hal ini diperjelas dengan ketentuan=
Pasal
1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan
Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP yang berbunyi:
“kata-kata dua ratus lima puluh rupiah dalam Pasal 364, 373, 379, 384,
407 dan Pasal 482 KUHP dibaca menjadi Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus =
ribu
rupiah)”. Artinya, nilai kerugian yang dimaksud dalam Pasal 364 KUHP
adalah tidak lebih dari 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
Terhadap tindak pidana pencurian yang termasuk dalam kategori yang dimaksud
dalam Pasal 364 KUHP tersebut, maka penyelesaiannya dapat diterapkan dengan
pendekatan res=
torative justice=
i>.
Dasar hukum terkait
penerapan restorative justice
dalam tindak pidana pencurian juga diatur dalam Pasal 4 Nota Kesepakatan
Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Menteri Hukum Dan Hak Asasi
Manusia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia tentang Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan Tindak Pidana
Ringan dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat, Serta Penerapan Keadilan =
Restoratif (Restorative Justice) Nomor: 131/KMA I SKB I X /=
2012
Nomor: M. HH - 07. HM. 03. 02 Tahun 2012 Nomor: KEP - 06 /E IEJP /10/2012 N=
omor:
B/39/X/2012 yang berbunyi:
(1) =
Penyelesaian perkara
Tindak Pidana Ringan melalui Keadilan Restoratif
dapat dilakukan dengan ketentuan telah dilaksanakan perdamaian antara pelak=
u,
korban, keluarga pelaku/korban, dan tokoh masyarakat terkait yang berperkar=
a dengan
atau tanpa ganti kerugian.
(2) =
Penyelesaian perkara
Tindak Pidana Ringan melalui Keadilan Restoratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penyidik Kepolisian
atau Hakim.
(3) =
Perdamaian antara para
pihak yang berperkara dikukuhkan dalam kesepakatan tertulis.
(4) = Keadilan Restoratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku pada pelaku tind= ak pidana yang berulang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.<= o:p>
Ketentuan ini
mensyaratkan dalam penyelesaian
perkara tindak pidana pencurian ringan melalui restorative justice, terlebih dahulu harus terjadi perdamaian antara
pelaku, korban, keluarga pelaku=
dan
keluarga korban serta masyarakat yang terkait dengan perkara tindak pidana
pencurian tersebut. Jika tidak, maka majelis hakim pun tidak bisa menerapka=
n restorative justice=
i> dalam
penyelesaian perkaranya.
Selanjutnya, dasar hu=
kum
lain juga juga tercantum dalam Peraturan
Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan =
Tindak
Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Pasal 3 Peraturan Kepolisian tersebut berbunyi: “Penanganan Tindak Pi=
dana
berdasarkan Keadilan Restoratif sebagaimana dim=
aksud
dalam Pasal 2 harus memenuhi persyaratan: a. umum; dan/atau b. khusus.
Adapun Persyaratan um=
um
meliputi persyaratan materiil dan persyaratan formil=
span>.
Persyaratan materiil meliputi:
a. =
tidak menimbulkan
keresahan dan/atau penolakan dari masyarakat;
b. =
tidak berdampak konfl=
ik
sosial;
c. =
tidak berpotensi meme=
cah
belah bangsa;
d. =
tidak bersifat
radikalisme dan separatisme;
e. =
bukan pelaku pengulan=
gan
Tindak Pidana berdasarkan Putusan Pengadilan; dan
f. <=
/span>bukan Tindak Pidana
terorisme, Tindak Pidana terhadap keamanan negara, Tindak Pidana Korupsi dan
Tindak Pidana terhadap nyawa orang.
Sedangkan persyaratan=
formil meliputi: perdamaian dari kedua belah pihak, k=
ecuali
untuk Tindak Pidana Narkoba; dan pemenuhan hak-hak korban dan tanggung jawab
pelaku, kecuali untuk Tindak Pidana Narkoba
Dasar hukum lainnya yang menjadi dasar diterapka=
nnya
restorative justice=
i> dalam
tindak pidana pencurian adalah Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tent=
ang
Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif=
yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (1) yang berbunyi:
Pasal 4:
(2)Penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakuk=
an
dengan mempertimbangkan:
a. Subjek, objek, kategori, dan ancaman tindak pida=
na;
b. Latar belakang terjadinya dilakukannya tindak
pidana;
c. Tingkat ketercelaan;=
d. Kerugian atau akibat yang ditimbulkan dari tindak
pidana;
e. Cost and=
span> benefit
penanganan perkara;
f. Pemulihan kembali pada keadaan semula; dan
g. Adanya perdamaian antara Korban dan Tersangka.
Selanjutnya, Pasal 5 ayat (1) Peraturan Kejaksaan
Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan
(1)Perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum d=
an
dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restorat=
if
dalam hal terpenuhi syarat sebagai berikut:
a. tersangka baru pertama kali melakukan tindak pid=
ana;
b. tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda =
atau
diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; dan
c. tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti
atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih =
dari
Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
Meskipun Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (1)
Peraturan Kejaksaan tidak menyebutkan secara spesifik terkait penyelesaian
perkara tindak pidana pencurian melalui restorative justice, namun jika dicermati ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (1) Pera=
turan
Kejaksaan tersebut ternyata selaras dengan ketentuan yang diatur dalam Surat
Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor:
1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pedoman Penerapan Restorative Justice Di lingkungan Peradilan Um=
um dan
Nota Kesepakatan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Menteri Hu=
kum
Dan Hak Asasi Manusia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Ne=
gara
Republik Indonesia tentang Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan Tindak
Pidana Ringan dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat, Serta Penerapan
Keadilan Restoratif (Restorative Justi=
ce)
Nomor: 131/KMA I SKB I X /2012 Nomor: M. HH - 07. HM. 0=
3. 02
Tahun 2012 Nomor: KEP - 06 /E IEJP /10/2012 Nomor: B/39/X/2012. Untuk itu,
Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 20=
20
tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Re=
storatif
juga merupakan salah satu dasar hukum diterapkannya restorative justice dalam tindak pidana pencur=
ian.
2.&n=
bsp;
Pertimbangan
Hakim Dalam Memutus Restorative Justice
Terhadap Perkara Tindak Pidana Pencurian Pada Put=
usan
Nomor 28/Pid.B/2022/Pn.Lbb
Restorativ=
e justice dalam pe=
nyelesaian
tindak pidana dapat dilakukan pada waktu sebelum
dilakukannya penyelidikan, saat dilakukannya penyelidikan; saat dilakukan p=
enyidikan;
dan saat pemeriksaan di depan persidangan. Hal ini sebagaimana dikemukakan =
oleh
Didik Endro Purwoleksono yang berjudul “<=
/span>Hukum Pidana Untaian Pemikiran”
Pada<=
/span> Putusa=
n Nomor<=
/span> 28/P=
id.B/2022/Pn.Lbb, Terdakwa Dedi te=
lah
didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan alternatif yaitu perbuatann=
ya
dianggap melanggar ketentuan Pasal 363 ayat (1) ke-,4e, ke-5 KUHP, <=
/span>atau <=
span
lang=3DEN-US>melanggar ketentuan
Pasal 362 KUHPidana=
atau melanggar ketentuan Pasal 362 Jo Pasal 53 ayat (1) KUHP. Untuk menguatkan dakwaannya, Pen=
untut
umum telah mengajukan beberapa saksi Atma Yuris, saksi Amrizal dan saksi
Mulyono.
Penuntut umum dalam tuntutannya ju=
ga
memohon kepada Majelis Hakim agar memutuskan:
a.&n=
bsp;
Menyatakan
terdakwa Dedi Pgl. Dedi telah terbukti secara s=
ah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dalam keadaan membera=
tkan
sebagaimana yang tercantum dalam Dakwaan alternative=
span>
pertama yang diatur dalam Pasal 363 Ayat (1) Ke-4, Ke-5 KUHPidana;
b.&n=
bsp;
Menjatuhkan
pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan penja=
ra
dengan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara, dengan
perintah terdakwa tetap ditahan;
c.&n=
bsp;
Menetapkan supaya
terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 3.000,- (tiga ribu rupiah);
Dalam
hal ini, Terdakwa juga menyatakan mohon hukuman yang seringan-ringannya kep=
ada
Majelis Hakim dengan alasan menyesali perbuatannya dan Terdakwa merupakan
tulang punggung keluarga.
Mengingat
terdakwa telah didakwa oleh Jaksa penuntut umum dengan dakwaan berbentuk
alternatif, untuk itu Majelis Hakim dengan memperhatikan fakta-fakta hukum =
yang
terungkap dipersidangan, memilih langsung dakwa=
an
alternatif kesatu sebagaimana diatur dalam Pasal =
363 ayat =
(1) ke-4
dan ke-5 KUHP, yang memiliki unsur sebagai berikut:
a.&n=
bsp;
Barangsiapa
mengambil sesuatu barang;
b.&n=
bsp;
Barang tersebut
seluruhnya atau sebagian milik orang lain;
c.&n=
bsp;
Dilakukan dengan maks=
ud
untuk dimiliki secara melawan hukum;
d.&n=
bsp;
Dilakukan oleh dua or=
ang
atau lebih dengan bersekutu;
e.&n=
bsp;
Untuk masuk ke tempat
kejahatan atau untuk sampai pada barang yang diambil dilakukan dengan merus=
ak,
memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu
atau pakaian jabatan palsu.
Dari
hasil penelitian, didapat bahwa dari kelima unsur dalam Pasal 363 ayat (1) =
ke-4
dan ke-5 KUHP tersebut, terhadap unsur kelima tidak terpenuhi. Dalam hal ini
Majelis hakim menimbang, oleh kar=
ena
hanya unsur dari Pasal 363 ayat (1) ke-4 Kitab Undang-=
Undang
Hukum Pidana telah terpenuhi, meskipun demikian Terdakwa tetap haruslah din=
yatakan
telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pencurian
dengan pemberatan sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif kesatu
sepanjang unsur yang terpenuhi tersebut.
Dalam persidangan, saksi Mulyono yang merupakan
Humas atau perwakilan dari PT AMP selaku korban dalam perkara ini, menerang=
kan
bahwa pada saat penanganan perkara ini sedang berlangsung dalam proses
penyidikan, telah terjadi kesepakatan perdamaian antara Pihak PT AMP selaku
korban dengan Terdakwa sebagai pelaku, sebagaimana tertuang dalam Surat
Perdamaian tanggal 7 Januari 2021 dimana Ninik =
Mamak
Terdakwa dari Terdakwa telah menghadap kepada pimpinan PT. AMP, yang pada
pokoknya berisi bahwa Terdakwa meminta maaf sehubungan perkara pencurian ya=
ng
dilakukan oleh Terdakwa dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya
sementara Korban juga menyatakan memaafkan perbuatan Terdakwa dan tidak akan
menuntut Terdakwa secara hukum atas peristiwa ini. Kemudian dalam pemeriksa=
an
di persidangan terhadap saksi Mulyono itu pula, ketika ditanya oleh Majelis
Hakim mengenai harapan terhadap perkara Terdakwa ini, saksi Mulyono menjawab
bahwa oleh karena sudah ada perdamaian sebelumnya dan melihat kondisi kelua=
rga
Terdakwa yang memprihatinkan serta saksi Mulyono juga menerangkan bahwa
Terdakwa hanyalah orang yang disuruh untuk meng=
ambil
sawit milik PT AMP dan baru pertama kali mengambi sawit milik PT AMP, sedan=
gkan
yang menyuruhnya adalah Ade Inyiak dan Bujang K=
adek
yang sudah sering juga mengambil sawit di PT AMP, atas alasan tersebut saksi
Mulyono memohon kepada Majelis Hakim agar Terdakwa dapat dibebaskan dalam
perkara ini.
Berdasarkan hal tersebut maka pokok permasalahan
yang perlu dipertimbangkan Majelis Hakim adalah apakah kesepakatan perdamai=
an
yang terjadi antara Terdakwa dengan Korban dan Permohonan Korban agar Terda=
kwa
dapat dibebaskan, dapat menjadi alasan untuk tidak menjatuhkan pemidanaan
kepada Terdakwa?
Dalam perkembangan ilmu hukum pidana belakangan =
ini,
konsep perdamaian dan atau pemaafan dari korban terhadap pelaku tindak pida=
na
merupakan salah satu upaya penyelesaian perkara pidana melalui konsep Keadi=
lan Restoratif. Eva Achjani Z=
ulfa
mengartikan Keadilan Restoratif sebagai suatu m=
odel
pendekatan baru dalam penyelesaian perkara pidana yang mengemuka dalam kurun
waktu 30 tahun terakhir, yang menitikberatkan pada adanya partisipasi langs=
ung
pelaku, korban dan masyarakat dalam proses penyelesaian perkara pidana. Hal=
ini
sama dengan pengertian yang diberikan Pasal 1 angka 6 =
Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang mengartikan
keadilan restorasi sebagai penyelesaian perkara tindak pidana dengan meliba=
tkan
pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk
bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kem=
bali
pada keadaan semula dan bukan pembalasan.
Dalam tataran regulasi ketentuan keadilan restoratif dalam konteks sistem peradilan pidana baru
sampai pada peradilan anak. Namun karena tuntutan praktis Kepolisian, Kejak=
saan
maupun Mahkamah Agung secara progresif menerbitkan aturan menyangkut keadil=
an restoratif. Kepolisian menerbitkan Surat Edaran Kapol=
ri
Nomor SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restora=
tif
Dalam Penyelesaian Perkara Pidana dan Peratuan =
Kepala
Kepolisian Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana yang di dalam
Pasal 1 angka 27 dan Pasal 12 menjabarkan tentang mekanisme penyelesaian
perkara dengan menggunakan keadilan restoratif,
sementara Kejaksaan menerbitkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020
tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Re=
storatif,
sedangkan Mahkamah Agung baru menerbitkan Surat Keputusan Direktur Jenderal
Badan Peradilan Umum Nomor 1691/DJU/SK/PS.0012/2020 Mahkamah Agung Republik
Indonesia tentang Pemberlakukan Pedoman Penerap=
an
Keadilan Restoratif (Re=
storative
Justice).
Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Ba=
dan
Peradilan Umum Nomor 1691/DJU/SK/PS.0012/2020 Mahkamah Agung Republik Indon=
esia
tentang Pemberlakukan Pedoman Penerapan Keadila=
n Restoratif diatur mengenai petunjuk penerapan keadila=
n restoratif dalam perkara tindak pidana ringan, perkara
anak, perkara perempuan berhadapan dengan hukum dan perkara narkotika, namun
hingga saat ini belum diatur mengenai perkara pidana biasa untuk orang dewa=
sa.
Oleh karena pengaturan r=
estorative
justice dalam perkara pidana biasa untuk or=
ang
dewasa belum diatur oleh peraturan perundang-undangan yang ada saat ini,
berdasarkan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nom=
or 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pengadilan dilarang menolak untuk m=
emeriksa,
mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum
tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilin=
ya
dan berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang =
Nomor
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Hakim wajib menggali, mengikuti,=
dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. M=
aka
dengan melakukan penafsiran sistematis terhadap ketentuan tersebut Majelis
Hakim berpendapat bahwa Hakim wajib mengisi kekosongan hukum tersebut dan
melakukan penemuan hukum dengan cara menggali dan memahami nilai-nilai hukum
dan keadilan dalam masyarakat.
Dalam praktik beracara terdapat beberapa putusan yang menjadi dasar keadilan
restoratif sebagai alasan utama dalam menjatuhk=
an
putusan, baik dalam bentuk pemidanaan maupun bukan. Di=
antaranya
putusan yang dijatuhkan baru-baru ini yaitu Putusan Nomor 63/Pid.B/2021/PN Skm tanggal=
9
November 2021, menurut putus=
an
tersebut meskipun perbuatan penganiayaan yang dilakukan oleh Terdakwa terbu=
kti,
namun karena telah dilakukan upaya perdamaian secara adat, maka perdamaian
tersebut menjadi penghapus sifat melawan hukum pada perbuatan Terdakwa, kar=
ena
telah terjadi pemulihan kondisi sebagaimana sebelum terjadinya tindak pidan=
a.
Terdakwa tidak patut untuk dijatuhi pidana sekalipun telah terbukti melakuk=
an
tindak pidana, sebab dengan adanya perdamaian yang diresmikan secara adat i=
ni
kesalahan Terdakwa terhadap korban dapat dimaafkan dan unsur “Pencela=
annya”
menjadi hapus, sehingga terhadap perkara tersebut Terdakwa dilepaskan dari
segala tuntutan hukum (onslaght van alle rechtvervolging).
Berdasarkan uraian pertimbangan hukum di atas
kemudian dikaitkan dengan fakta dalam persidangan perkara ini mengenai adan=
ya
suatu perdamaian pada proses penyidikan antara Terdakwa dan Pihak Korban (PT
AMP) dan keterangan saksi Mulyono selaku perwakilan dari PT AMP selaku pihak
korban yang menerangkan bahwa telah terjadi perdamaian antara Terdakwa dan =
PT
AMP. Dari upaya perdamaian tersebut, telah dibuat Surat Perdamaian pada tan=
ggal
7 Januari 2022 yang pada pokoknya berisi pihak Terdakwa meminta maaf dan pi=
hak
PT. AMP memaafkan Terdakwa, pihak PT. AMP tidak akan menuntut Terdakwa dan
pihak PT. AMP meminta Terdakwa untuk tidak mengulangi perbuatannya.
Majelis Hakim berpendapat bahwa adanya perdamaian
tersebut merupakan bentuk penyelesaian berdasarkan konsep keadilan restoratif, dimana telah
dilakukan perundingan antara pihak pelaku dengan korban dengan melibatkan u=
nsur
adat yaitu tokoh adat masyarakat sekitar yang disebut Ninik Mamak. Perdamai=
an
dan permohonan dari Saksi Mulyono tersebut sejalan dengan konsep keadilan <=
span
class=3DSpellE>restoratif yaitu penyelesaian yang adil dengan meneka=
nkan
pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan, meskipun dalam
hukum positif khususnya dalam perkara pidana biasa untuk orang dewasa belum
diatur mengenai penyelesaian perkara melalui konsep keadilan restoratif, maka dengan memperhatikan nilai-nilai
kemanusiaan dan keadilan serta dengan dasar pertimbangan-pertimbangan hukum=
di
atas, Majelis Hakim berpendapat bahwa perdamaian antara Terdakwa dan Korban=
dan
Permohonan dari Saksi Mulyono tersebut harus menjadi pertimbangan utama dal=
am
penjatuhan putusan ini.
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Majel=
is
Hakim berpendapat meskipun perbuatan pencurian yang dilakukan oleh Terdakwa
terbukti, namun karena telah dilakukan upaya perdamaian dan ada permohonan =
dari
Korban sendiri agar Terdakwa tidak dihukum, maka perdamaian dan permohonan
tersebut menjadi penghapus sifat melawan hukum pada perbuatan Terdakwa,
meskipun dalam hukum positif saat ini belum diatur tentang perdamaian sebag=
ai
alasan penghapus pidana atau penghapus sifat melawan hukum pada perbuatan
pelaku. Dalam hal ini, Terdakwa tidak patut untuk dijatuhi pidana sekalipun
telah terbukti melakukan tindak pidana, sebab dengan adanya perdamaian ini
kesalahan Terdakwa terhadap korban dapat dimaafkan dan unsur “Melawan
Hukum” menjadi hapus, sehingga terhadap perkara tersebut Terdakwa dil=
epaskan
dari segala tuntutan hukum.
Berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, Majelis Hakim
dalam amarnya memutuskan sebagai berikut:
a.&n=
bsp;
Menyatakan
Terdakwa Dedi Pgl Dedi tersebut di atas terbukti
melakukan perbuatan yang didakwakan sebagaimana dakwaan alternatif kesatu
tetapi tidak dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana karena sudah
dilaksanakan keadilan restoratif (Restorative Justice).=
b.&n=
bsp;
Melepaskan
Terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum.
c.&n=
bsp;
Memerintahkan
Terdakwa dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan.
d.&n=
bsp;
Memulihkan
hak-hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan serta martabatnya.
e.&n=
bsp;
Membebankan
biaya perkara kepada Negara.
Dari
uraian tersebut di atas, dapat dipahami bahwa meskipun perbuatan
yang dilakukan oleh Terdakwa tidak termasuk ke dalam kategori tindak pidana
pencurian ringan yang penyelesaiannya dapat dilakukan dengan restorative justice,
namun karena telah terjadi perdamaian antara pelaku, korban, keluarga pelak=
u,
keluarga korban dan tokoh masyarakat, maka terhadap perbuatan terdakwa yang
melanggar ketentuan Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke-5 KUHP dapat diterapkan =
restorative justice dalam
penyelesaian perkaranya. Sehingga hal ini menjadi dasar bagi Majelis
Hakim dalam menjatuhkan restorative <=
span
class=3DSpellE>justice terhadap perkara tindak pidana pencurian =
ringan
dalam putusan nomor 28/ Pid.B/2022/PN Lbb.=
Kesimpulan
Hukum
restorative justice=
i> dalam
perkara tindak pidana pencurian didasarkan pada Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor:
1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pedoman Penerapan Restorative Justice Di lingkungan Peradilan Um=
um,
Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian
Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, Pasal 4 Nota Kesepakatan Bersama Ketua
Mahkamah Agung Republik Indonesia Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia, Jaksa
Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tenta=
ng
Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah
Denda, Acara Pemeriksaan Cepat, Serta Penerapan Keadilan Restoratif
(Restorative Justice)
Nomor: 131/KMA I SKB I X /2012 Nomor: M. HH - 07. HM. 03. 02
Tahun 2012 Nomor: KEP - 06 /E IEJP /10/2012 Nomor: B/39/X/2012 Pasal 3
Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang
Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restorat=
if
dan Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 ayat (1) Peraturan Kejaksaan Nomor 15
Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Pertimbangan Hakim dalam memutus restorative justice terhadap perkara tindak pi=
dana
pencurian pada putusan nomor 28/Pid.B/2022/Pn.Lbb didasarkan pada keterangan saksi Mulyono yang
menerangkan bahwa dalam proses penyidikan, telah terjadi kesepakatan perdam=
aian
antara Pihak PT AMP selaku korban dengan Terdakwa sebagai pelaku. Dari upaya
perdamaian tersebut, telah dibuat Surat Perdamaian pada tanggal 7 Januari 2=
022
yang pada pokoknya berisi pihak Terdakwa meminta maaf dan pihak PT. AMP
memaafkan Terdakwa, pihak PT. AMP tidak akan menuntut Terdakwa dan pihak PT.
AMP meminta Terdakwa untuk tidak mengulangi perbuatannya. Selain itu, Majel=
is
Hakim juga mendasarkan pada praktik beracara, terdapat beberapa putusan yang
menjadi dasar keadilan restoratif sebagai alasan
utama dalam menjatuhkan putusan, baik dalam bentuk pemidanaan maupun bukan,=
diantaranya putusan yang dijatuhkan baru-baru ini yai=
tu
Putusan Nomor 63/Pid.B/2021/PN.Skm
tanggal 9 November 2021. Selanjutnya, meskipun sejauh ini pengaturan keadil=
an restoratif dalam perkara pidana biasa untuk orang dew=
asa
belum diatur oleh peraturan perundang-undangan yang ada, namun Majelis Hakim
mendasarkan putusannya pada Pasal 10 ayat (1) Undang-U=
ndang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Adapun terhadap perbuatan =
yang
dilakukan oleh Terdakwa tidak termasuk ke dalam kategori tindak pidana
pencurian ringan yang penyelesaiannya dapat dilakukan dengan restorative justice,
namun karena telah terjadi perdamaian antara pelaku, korban, keluarga pelak=
u,
keluarga korban dan tokoh masyarakat, maka perbuatan terdakwa yang melanggar
ketentuan Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke-5 KUHP dapat diterapkan restorative justice dalam
penyelesaian perkaranya.
BIBLIOGRAFI
Andriy=
anti, E. F. (2020). Urgensitas Implementasi Restorative Justice Dalam
Hukum Pidana Indon=
esia. Jurnal Education and Development, 8=
(4),
326–331.
Anggar= a, P., & Mukhlis, M. (2019). <= span class=3DSpellE>Penerapan Keadilan Restoratif Pada Tindak Pidana Pencurian Ringan. Jurnal Ilmiah = Mahasiswa Bidang Hukum Pidana, 3= i>(3), 468–477.
Anisah= , S., & Raharjo, T. (2018). B= atasan Melawan Hukum Dalam Perdata Dan Pidana Pada Kasus Persekongkolan Tender. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 25= i>(1), 24–48.
Arief<= /span>, H., & Ambarsari, N. (2018).= Penerapan Prinsip Restor= ative Justice Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia. Al-Adl: = Jurnal Hukum, 10<= /i>(2), 173–190.
Ariefi=
anto, Y. (2016). Penerapan =
Restoratif Justice Dalam=
Penyelesaian Kasus Kecelakaan Lalu Lintas (=
Doctoral
dissertation, Brawijaya University).
Azhari=
, M. (N.D.). Tinjauan <=
span
class=3DSpellE>Kriminologis Tindak Pidana Pemerkosaan Dalam Ruang Lingkup
Rumah Tangga Di Muara Enim.=
p>
Budoyo= , S., & Sari, R. K. (2019). Eksisten= si restorative justice sebagai tujuan pelaksanaan diversi pada sistem peradilan anak di Indonesia. Jur= nal Meta-Yuridis, 2(2).
Farhan, A. (2023). Penerapan Restorative Justice Dalam Tindak Pidana
Pencurian Pada
Fatoni=
, K., & Wibawa, I. (2023). Penanganan Tindak Pidana Narkotika Berdasarkan Keadilan
Fianha= r. (n.d.). “Surat Edaran = Kapolri Nomor 8 tahun 2018 tentang Penerapan Restorative Justice d= alam Penyelesaian Perkara Pidana”, diakses <= span class=3DSpellE>pada tanggal 29 Oktober 2022, Pukul 15:3= 0 WIB.
Hambal=
i, A. R. (2020). Penegakan Hukum Melalui Pendekatan Restorative Justice =
Penyelesaian
Perkara Tindak
Hartono, B. (2015). Analisis Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Dalam
Konteks Ultimum Remedium Sebagai Penyelesaian Permasalahan Tindak Pidana Anak. Pranata =
Hukum, 10(2), 160342.
Hattu<= /span>, J. (2020). Pertanggungjawaban <= span class=3DSpellE>pidana pengambilan jenasah covid-19 secara = paksa berdasarkan aturan tindak pidana umum dan tindak pidana khusus. Jurnal= Belo, 6(1), 11–31.
Irawan= , D. (2022). Tinjauan Hukum Atas Keadilan Restoratif Sebagai Perlindungan Hukum Bagi Korban Tindak Pidana Di Indonesia. L= ex Administratum, 10(5).
Lubis<=
/span>, M. A., & Siregar, S. A. (20=
20).
Restorative Justice Sebagai Model Perlindungan Terhadap Anak Yang Berhadapan
Nur Aziz, N. A. (2019).
Nurwia= nti, A., Gunarto, G., & Wahyuningsih, S. E. (2017). Imp= lementasi Restoratif/Restorative Justice Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas Yang Dilakukan Oleh Anak Di Polres Rembang. Jurnal Hukum Khaira Ummah, = 12(4), 705–716.
Purba<= /span>, J. (2017). Penegakan = hukum terhadap tindak pidana bermotif ringan dengan restorative justice. Jala Permata Aksara.
Purwol= eksono, D. E. (2019). Hukum <= span class=3DSpellE>Pidana Untaian Pemikiran. Airlangga University Press.
Rahmi<=
/span>, I., & Rizanizarli, R. (2020=
). Penerapan Restorative Justice D=
alam
Penyelesaian Tindak Pidana Pencurian Oleh Anak Dalam Perspektive
Adat Aceh. Syiah=
span>
Kuala Law Journal, 4(1), 11–20.
Sabir = Laluhu. (n.d.). “MA Terbitkan Pedoman Penerapan Keadilan= Restoratif dalam Perkara Pidana”, <= span class=3DSpellE>diakses pada tanggal 29 Oktober 2022, pukul 15:50 WIB.
Satria= di. (2022). “Pendekatan Restorative Justice Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Pencurian= span> Ringan Perspektif = Hukum Islam”, Al-Syakhshi= yyah: Jurnal Hukum Keluarga Islam dan Kemanusiaan, Vol. 4, No.1.
Sirega=
r, F. A. (2018). Ciri hukum
adat dan karaktristiknya. Jurnal<=
/span>
Al-Maqasid: Jurnal=
Ilmu Kesyariahan Dan
Suharto, S., & Efendi, =
J.
(2016). Panduan praktis bila
anda menghadapi perkara pidana: mulai proses penyelidikan hingga persidangan.<=
/span>
Yudhia= nto, H. (2018). Penerapan Asas Kesalahan Sebagai Dasar Pertanggungjawaba= n Pidana Korporasi. = Karya Ilmiah <= span class=3DSpellE>Dosen, 4(2).
Copyright holder: Enny Yulistiawati, Arif
Awangga (2023) |
First publication right: Syntax Lit=
erate: Jurnal Ilm=
iah
Indonesia |
This article is licensed under: |
Enny
Restorative Justice dalam
Perkara Tindak Pidana Pencurian (Studi Putusan Nomor
28/Pid.B/2022/Pn.Lbb)
2=
&=
nbsp; &nbs=
p; &=
nbsp; &nbs=
p; &=
nbsp; &nbs=
p; &=
nbsp; &nbs=
p; &=
nbsp; &nbs=
p; &=
nbsp; Syntax
Literate, Vol. 8, No. 7, Juli 2023
Syntax Literate, Vol. 8, No. 7, Juli 202=
3 &=
nbsp; =
span>3
How
to cite: |
Enny Yulistiawati, Arif Awangga (2023) Res=
torative
Justice Dalam Perkara Tindak Pidana Pencurian (Studi Putusan Nomor 28/Pid.B/2022/Pn.Lbb)
, (8) 7, http://dx.doi.org/10.36418/syntax-literate.v6i6=
span> |
E-ISSN: |
|
Published
by: |