Tanggung Gugat Pejabat Pembuat Akta Tanah terhadap Pembuatan Akta Hibah Atas Tanah yang Dibatalkan Pengadilan
Abstract
Perbuatan hukum hibah mengenai tanah yang dilakukan orang-perorangan dapat dijadikan dasar peralihan hak atas tanah. Pada hibah terdapat unsur tidak dapat ditarik kembali, akan hal tersebut tetapi bukan suatu hal yang mutlak karena dalam keadaan tertentu menjadikan unsur tidak dapat ditarik kembali menjadi tidak berlaku. Dengan demikian hibah dapat dikategorikan sebagai perjanjian (perikatan) bersyarat. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji untuk alasan-alasan pembatalan akta hibah yang dibuat dihadapan PPAT oleh pengadilan dan menganalisis tanggung gugat PPAT atas dibatalkannya akta Hibah yang dibuatnya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif, dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, konseptual dan pendekatan kasus. Hasil dari penelitian ini adalah: Pertama, Hibah adalah perjanjian, sehingga syarat sahnya hibah juga harus memperhatikan syarat sahnya perjanjian. Di samping itu hibah merupakan perikatan yang memiliki syarat batal baik karena diperjanjikan maupun karena undang-undang. Alasan-alasan dibatalkannya akta hibah dari 3 (tiga) putusan pengadilan yang dikaji menunjukkan bahwa larangan hibah di langgar, yaitu hibah dilakukan antara suami istri dalam perkawinan (kasus I) dan tidak terpenuhi kecakapan/kewenangan penghibah untuk melakukan penghibahan (kasus II dan III). Kedua, pembatalan akta hibah PPAT yang mengandung cacat hukum, akan menimbulkan kesulitan bagi klien atau orang yang berhak atas hibah untuk mendapatkan haknya, maka PPAT dapat dituntut untuk memberikan ganti rugi dengan dalil wanprestasi, karena PPAT yang bersangkutan tidak memenuhi prestasinya (membuat akta) dengan baik. Di samping itu juga dapat menggunakan dalil perbuatan melanggar hukum yang diakibatkan adanya kesalahan karena kesengajaan maupun kelalaian berupa kurang hati-hatinya, tidak cermat dan tidak teliti dalam pelaksanaan kewajiban hukum bagi PPAT yang membuat akta hibah.
Downloads
References
Damayanti, DA. (2020). Perjanjian Jual Beli Yang Tidak Dilakukan Di Hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Jurnal Lex Privatum, 8(2), 16–24.Google Scholar
Harsono, Boedi. (2020). Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya (Edisi Revi). Jakarta: Djambatan. Google Scholar
Hayati, Nur. (2016). Peralihan Hak dalam Jual Beli Hak Atas Tanah (suatu Tinjauan terhadap Perjanjian Jual Beli dalam Konsep Hukum Barat dan Hukum Adat dalam Kerangka Hukum Tanah Nasional). Lex Jurnalica, 13(3), 147934. Google Scholar
Hisbullah, Rahmat Wiwin. (2018). Asas Publisitas Pada Pelaksanaan Program Nasional Agraria Dalam Rangka Mewujudkan Efektivitas Pelayanan Publik. Madani Legal Review, 2(1), 40–58. Google Scholar
Khoidin, M. (2020). Tanggung Gugat Dalam Hukum Perdata. Yogyakarta: Laksbang Justitia.
Lengkong, Mario Randy. (2017). Perbuatan Melawan Hukum Oleh Notaris Dalam Akta Perjanjian Yang Memberikan Keterangan Palsu. Lex Administratum, 5(4). Google Scholar
Marzuki, Peter Mahmud. (2014). Pеnеlitian Hukum. Jakarta: Kеncana Prеnada Mеdia Group. Google Scholar
Murad, Rusmadi, & Tanah, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas. (1991). Penerbit Alumni. Bandung. Google Scholar
Muthohar, Muhammad. (2017). Tugas Dan Kewenangan Camat Sebagai PPAT Sementara Dalam Pembuatan Akta-Akta Tentang Tanah (Studi Di Kabupaten Boyolali). Jurnal Akta, 4(4), 527–534. Google Scholar
Muyassar, Muyassar, Ali, Dahlan, & Suhaimi, Suhaimi. (2019). Pertanggungjawaban Hukum Notaris Terhadap Pengingkaran Akta Jual Beli Tanah Bersertipikat Oleh Pihak Yang Dirugikan. Syiah Kuala Law Journal, 3(1), 147–166. Google Scholar
Oping, Meylita Stansya Rosalina. (2017). Pembatalan Hibah Menurut Pasal 1688 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Lex Privatum, 5(7). Google Scholar
Parlindungan, Adi Putera. (1999). Pendaftaran tanah di Indonesia:(berdasarkan PP 24 Tahun 1997) dilengkapi dengan Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PP 37 Tahun 1998). Mandar Maju. Google Scholar
Pitlo, Adriaan, Kasdorp, J. E., & Arief, M. Isa. (1979). Hukum waris: menurut kitab undang-undang hukum perdata Belanda. Intermasa. Google Scholar
Pomantow, Vivien. (2019). Akibat Hukum Terhadap Akta Otentik Yang Cacat Formil Berdasarkan Pasal 1869 KUHPerdata. Lex Privatum, 6(7). Google Scholar
Pratama, Moh Bafarirahman. (2017). Tanggung Gugat Pejabat Pembuat Akta Tanah Terhadap Prinsip Kehati-Hatian Dalam Pembuatan Akta Jual Beli. Al-Qanun: Jurnal Pemikiran Dan Pembaharuan Hukum Islam, 20(2), 454–472. Google Scholar
Santoso, Urip. (2010). Pendaftaran Dan Peralihan Hak Atas Tanah (Edisi Pertama). Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Google Scholar
Santoso, Urip. (2015). Hibah Tanah Pemerintahan Kabupaten/Kota Kepada Warga Negara Indonesia. Perspektif, 20(3), 136–145. Google Scholar
Sesung, Rusdianto. (2017). Hukum dan Politik Hukum Jabatan Notaris. RA De Rozarie, Surabaya. Google Scholar
Syuhada, Muhammad Fikri. (2019). Pembatalan Akta Hibah Oleh Ahli Waris Setelah Putusan Pengadilan Agama. Jurnal Hukum Dan Kenotariatan, 3(2), 191–207. Google Scholar
Copyright (c) 2021 Elizabeth Anjani Putri Hariyanto
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.