Implementasi Kebijakan Anti-Korupsi: Suatu Studi Perbandingan Lembaga Anti-Korupsi di Indonesia dan Hong Kong
Abstract
Korupsi sudah ada di Indonesia sejak zaman dahulu. Pada masa penjajahan Belanda, korupsi diperparah dengan ulah pejabat Belanda. Setelah Kemerdekaan pada tahun 1945, korupsi berkurang untuk waktu yang singkat. Setelah tahun 1955, korupsi kembali meningkat. Korupsi semakin parah setelah Soeharto mengambil alih kekuasaan dari Soekarno pada tahun 1966. Korupsi sebagian besar terjadi tanpa pengawasan. Pemberantasan korupsi telah muncul sebagai komponen utama dari program reformasi resmi Indonesia sejak Mei 1998. Agenda anti korupsi telah diterima, setidaknya secara retorika, oleh Presiden B.J. Habibie, Gus Dur, Megawati, dan Susilo Bambang Yudoyono (SBY) untuk ekonomi dan alasan politik. Setelah Mei 1998 Indonesia memulai program reformasi politik dan kelembagaan yang ekstensif. Pada masa SBY, Indonesia memiliki dua Badan Nasional Pemberantasan Korupsi, yaitu “KPK†dan “TimTasTipikorâ€. Artikel ini merangkum dan membahas bagaimana Lembaga Antikorupsi Nasional di Indonesia dapat menjadi pemain kunci dalam perang melawan suap, seperti Independent Commission Against Corruption (ICAC) di Hong Kong. Sebelum penyerahan Hong Kong ke China pada Juli 1997, ICAC bertanggung jawab langsung kepada Gubernur, dan Komisarisnya melapor langsung kepada Chief Executive Daerah Administratif Khusus Hong Kong dan bertanggung jawab langsung kepadanya. Hong Kong menerapkan pola pemberantasan korupsi yang paling efektif dengan kombinasi legislasi antikorupsi komprehensif yang dilaksanakan secara imparsial oleh lembaga antikorupsi independen. Saya kira KPK di Indonesia sudah diterapkan seperti ICAC di Hong Kong, tapi ada kendala.
Downloads
Copyright (c) 2022 Ulul Albab
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.