Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan yang Mengakibatkan Kematian
Abstract
Bahwa penegakan hukum di Negara Republik Indonesia tercinta ini senantiasa diuji oleh berbagai macam persoalan hukum dengan berbagai macam skenario dan motif tindak pidana yang dilakukan. Institusi-institusi penegak hukum baik Kepolisian, Kejaksaan, maupun Kehakiman juga selalu bahu membahu saling mendukung proses penegakan hukum tersebut. Satu institusi dengan lainnya saling membutuhkan, bagaikan satu bangunan yang tidak terpisahkan. Kekompakan institusi-institusi tersebut dipertaruhkan tatkala dihadapkan pada kasus tindak pidana berskala nasional. Kasus tindak pidana berskala nasional yang tengah viral menjadi sorotan seluruh elemen masyarakat, baik akademisi, mahasiswa, Advokat, wartawan media cetak maupun elektronik, maupun masyarakat awam lainnya. Sebagaimana kasus besar yang dialami oleh seorang karyawati BRI Syariah di Jalan S. Parman, Medan yang bernama Wahyuni Br Simangunsong terkait pidana Pasal 365 Ayat (4) KUHP Pidana, yakni pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan kematian. Bahwa ketentuan tindak pidana Pasal 365 Ayat (4) KUHPidana yang berbunyi sebagai berikut, “diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu, paling lama 20 (dua puluh) tahun, bila perbuatan (pencurian ) itu mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu yang diterangkan dalam nomor satu dan tiga.,†merupakan ketentuan pasal pemidanaan yang memberikan solusi terbaik untuk menghukum mati para pelaku tindak pidana yang tergolong biadab dan sadis tersebut. Bahwa dalam tindak pidana tersebut terkandung 3 (tiga) buah tindak pidana berlapis sekaligus, yakni tindak pidana pencurian, penganiayaan dan tindak pindak pembunuhan. Akumulasi dari ketiga unsur tersebut menciptakan sebuah tindak pidana kejam luar biasa yang berdasarkan ketentuan Pasal 365 Ayat (4) KUHPidana sangat pantas dijatuhkan pidana mati, penjara seumur hidup maupun penjara 20 (dua puluh) tahun. Karenanya wajar jika kemudian majelis hakim yang memutuskan perkara ini terkadang memberikan hukuman terberat berupa hukuman mati atau minimal seumur hidup sebagai perwujudan rasa keadilan (Sense Of Justice) bagi korban dan keluarga yang ditinggalkan.
Downloads
Copyright (c) 2022 Peby Novalia Br Sembiring, Andreas Josua Situmorang, M.Fikri Rady Ilham Hasibuan
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.