Peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam Penerapan Keadilan Restoratif Bagi Pelaku Dewasa (Studi Perbandingan dengan Belanda)
Abstract
Tujuan pemidanaan di Indonesia saat ini masih belum dapat sepenuhnya meninggalkan paradigma retributif yang berorientasi pada pembalasan. Banyaknya peraturan perundang-undangan yang memuat aturan pidana dengan sanksi penjara membawa implikasi pada permasalahan overcrowding Lapas/Rutan. Guna menanggulangi hal tersebut pembaharuan hukum pidana Indonesia melalui penyusunan RUU KUHP memuat sebuah terobosan yaitu dirumuskannya tujuan pemindanaan di mana Keadilan Restoratif terdapat di dalamnya. Sejalan dengan hal tesebut, hadirnya alternatif pemidanaan dalam RUU KUHP membawa angin segar bagi pemasyarakatan yang masih mengalami permasalahan klasik berupa overcrowding Lapas. Pemasyarakan dalam hal ini turut memiliki andil dalam mengatasi permasalahan overcrowding melalui optimalisasi tugas dan fungsi Pembimbing Kemasyarakatan. Dalam RUU KUHP peran Pembimbing Kemasyarakatan di Indonesia mengalami perluasan ruang lingkup menjadi mendekati praktik probation service di Belanda yang dinilai cukup berhasil dalam penerapan keadilan restoratif dan alternatif pidana. Untuk itu tulisan ini akan menggali peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam pelaksanaan keadilan restoratif bagi pelaku dewasa, sambil memaparkan perbandingannya dengan praktik probation service di Belanda. Metode yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam tulisan ini adalah metode penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Agar dapat dilaksanakan secara optimal, peran Pembimbing Kemasyarakatan dalam pelaksanaan keadilan restoratif masih membutuhkan dukungan hukum positif sebagai pijakan.
Downloads
Copyright (c) 2022 Margareta Dewi Lusiana, Surastini Fitriasih
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.