Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849
e-ISSN : 2548-1398
Vol. 6, No. 2, Februari 2021
JENIS KEJAHATAN PADA MASA PANDEMI
COVID-19 DALAM PERSPEKTIF CYBER SECURITY NASIONAL DI INDONESIA
Pitra Ratulangi, Henny Saptatia
Drajati Nugrahani dan Audrey G. Tangkudung
Universitas
Indonesia, Depok Jawa Barat, Indonesia
Email: pitra.pjjs3@gmail.com, henny.saptatia@ui.ac.id dan audreygdt@gmail.com
Abstract
Globalization is a process of interdependence between events, people and
governments around the world, which is rapidly connected through: the global
political economy, growing communication, free transportation and engagement,
potential and types of transnational crime can arise and transform, especially
considering the current pandemic covid-19. This research method uses
qualitative methods more easily, when with plural reality. This method presents directly the nature of the relationship between
researchers and sources of information. This method is more sensitive and more
able to adjust to many sharpeners of shared influence on the patterns of value
faced. The theory used is to use modernization theory and world system theory,
the change in question is a change that usually occurs in conjunction with
modernization efforts with the research method used is to use qualitative. The
result of the discussion of this study is to provide a detailed explanation and
how the prevention process in the covid-19 pandemic, related to crimes that
occur due to the modernization process, and the types of national crimes that
are developing today in the era of globalization and still pandemics that occur
in parts of the world, especially in Indonesia.
Keywords: transnational
crime; covid-19 pandemic; cyber security
Abstrak
Globalisasi adalah proses ketergantungan (interdependensi) antara
kejadian-kejadian, orang dan pemerintahan-pemerintahan di seluruh dunia, yang
secara cepat terhubung melalui: ekonomi politik global, komunikasi yang semakin
berkembang, transportasi dan pergadangan bebas, potensi dan jenis kejahatan
transnasional pun bisa saja muncul dan bertransformasi, apalagi mengingat saat
ini di masa pandemi covid-19. Metode penelitian ini menggunakan metode
kualitatif agar lebih mudah. Metode ini
secara langsung menunjukkan sifat hubungan antara peneliti dan sumber informasi. Metode ini lebih sensitif
dan menyesuaikan dengan banyak pengaruh umum dari model nilai. Teori yang digunakan adalah menggunakan teori
modernisasi dan teori sistem dunia, Perubahan masalah adalah perubahan yang
biasanya menyertai pekerjaan modernisasi, dan metode penelitian yang digunakan
adalah kualitatif. Hasil pembahasan dari penelitian ini adalah dengan
memberikan penjelasan detail dan
bagaimana proses pencegahannya di masa pandemi covid-19, terkait dengan
kejahatan yang terjadi karena proses modernisasi, dan jenis-jenis kejahatan
nasional yang berkembang saat ini di era globalisasi dan masih pandemi yang
terjadi di belahan dunia, terutama di Indonesia.
Kata kunci: kejahatan
transnasional; pandemi covid-19; cyber security
Pendahuluan
Indonesia di antara negara-negara yang
terjangkit Covid 19. Indonesia adalah salah satu Negara yang tertular Covid 19 setelah Presiden
mengumumkan secara terbuka pada tanggal 2 Maret 2020. Dua pasien tertular covid
19 ini bertempat tinggal di Jawa Barat, yaitu di wilayah Kota Depok (Harirah
& Rizaldi, 2020). Mereka adalah
anak dan ibunya. Sang anak bernama Sita tertular dari warga Jepang ketika
berkunjung ke suatu Cafe di wilayah Kemang Jakarta. Warga Jepang itu baru
diketahui positif covid 19 ketiak dia berada di Kuala Lumpur, Malaysia akhir Februari.
Pencarian pun segera dilakukan dan sampailah ke Sita. Sita sendiri sudah
mengalami gejala covid 19 dan berobat di RS Mitra Depok. Namun kemudian dirujuk
ke RSSPI Kemayoran, Jakarta. Dua pasien
ini akhirnya dinyatakan sembuh beberapa hari setelah dirawat. (4) Gubernur
Jakarta dalam pernyataan yang lain mengungkapkan bahwa covid 19 ini sudah ada
dan diketahui sejak Januari 2020.
Cybercrime adalah kejahatan yang muncul dari sisi negatif
pengembangan aplikasi di media sosial.
Dalam menganalisis dampak kejahatan dunia maya terhadap ketahanan negara, perlu ditentukan risiko yang akan menentukan kemungkinan dan konsekuensi dari kejahatan tersebut (Putra,
Supartono, & Deni, 2018). Mengatasi risiko kejahatan dunia maya
tidak seberapa risikonya dibandingkan perang
konvensional. Hal ini memungkinkan risiko yang teridentifikasi untuk
mengembangkan strategi pertahanan dalam menghadapi ancaman kejahatan dunia maya
(Rahmawati,
2017).
Serangan dunia maya menjadi tantangan bagi negara-negara abad ke-21,
khususnya bagi pembuat ketetapan di Indonesia. Keamanan
cyber telah diluncurkan dan
diterapkan, tetapi dari sisi Indeks
Keamanan Siber Global (CGI)
2017 bahwa Indonesia tetap komitmen terhadap keamanan siber tidak cukup. Menggunakan
metode tinjauan pustaka kualitatif, tujuan penelitian ini untuk menguraikan
keamanan cyber nasional saat ini dari
perspektif kerangka kerja GCI, dan kemudian menentukan antangan dalam mengimplementasikan
strategi dan rekomendasi strategi keamanan
jaringan nasional ke depan (Islami,
2018).
Kemajuan teknologi
dan informasi telah membawa ancaman baru bagi dunia maya yaitu cybercrime. Cybercrime adalah
kejahatan yang disebabkan
oleh dampak negatif pengembangan aplikasi di dunia maya. Analisis
dampak cybercrime terhadap ketahanan negara, perlu ditentukan risiko yang dapat menentukan kemungkinan dan konsekuensi dari cybercrime. Mengatasi ancaman kejahatan dunia maya tidak seberapa risikonya dibandingkan perang konvensional. Hal ini memungkinkan risiko yang teridentifikasi untuk mengembangkan strategi pertahanan
dalam menghadapi ancaman kejahatan dunia maya (Djanggih
& Qamar, 2018).
Dengan memperhatikan sifat kejahatan
transnasional, kejahatan transnasional adalah salah satu
kejahatan yang menjadi ancaman serius bagi keamanan dan kemakmuran global.
Untuk mengatasi masalah pidana ini, maka dibentuk mekanisme multilateral
melalui kesepakatan internasional yang disebut United Nations Convention on
Transnational Organized Crime (UNTOC) (Santoso, 2018). UNTOC yang dibentuk pada tahun 2000
menjadi panduan dasar bagi negara-negara dalam upaya penanggulangan kejahatan
lintas negara. Di Indonesia sendiri, mengingat letak Indonesia yang strategis,
kejahatan transnasional memerlukan perhatian khusus agar rentan terhadap
berbagai bentuk kejahatan transnasional. Untuk itu, Kemlu selaku pimpinan
kerjasama internasional pemerintah Indonesia senantiasa memperkuat kerja sama
internasional dalam penanggulangan kejahatan transnasional untuk melindungi
kepentingan dan kedaulatan nasional Indonesia.
Indonesia memberikan perhatian khusus
pada kejahatan transnasional yang baru dan berkembang, termasuk perdagangan
manusia dan penyelundupan manusia; korupsi dan pencucian uang; kejahatan
kehutanan dan satwa liar, kejahatan penangkapan ikan, perdagangan ilegal benda
cagar budaya, dan kejahatan narkotika dan narkoba pendahulunya. (Ma’rifah,
2021). Dalam paper
yang berjudul “Explaining Criminalization: From Demography and Status
Politis to Globalization and Modernization oleh V. Jennes (2004), artikel
ini memberikan ulasan dan evaluasi kritis literatur yang meneliti factor -faktor
yang mempengaruhi kriminalisasi. Bagian pertama dari makalah ini adalah
mengkaji tiga aliran penyelidikan dan berteori: (a) karya klasik yang telah
membentuk puluhan tahun telah mencapai dimana kriminalisasi dengan berfokus
pada hubungan antara perubahan demografis, materi dan politik simbolik dan
munculnya hukum pidana; (b) karya kontemporer yang membongkar sifat hubungan
antara organisasi, gerakan sosial, dan faktor-faktor terkait negara yang
struktur dan memediasi hasil proses definisi dan politik yang terlibat dalam
upaya untuk mengkriminalisasi unsur-unsur kehidupan sosial; dan (c) pekerjaan
yang lebih baru yang membayangkan kriminalisasi sebagai proses sosial yang
terkait erat dengan, dan memang merupakan turunan dari, proses pelembagaan yang
lebih besar, globalisasi, dan modernisasi. Bagian diskusi dan kesimpulan
merangkum konsekuensi dari ketiga aliran penyelidikan dan berteori ini untuk
pemahaman kolektif kita tentang struktur dan proses yang mendasari kriminalisasi.
Setelah itu, artikel tersebut untuk penelitian selanjutnya tentang
kriminalisasi dan topik terkait. Sedangkan menurut (Friedrichs, 2007) dengan jurnal yang berjudul Transnational
Crime and Global Criminology: Definitional, Typological, and Contextual
Conundrums mengkaji dari sisi tipologi dan juga kontekstual, kejahatan
nasional yang meliputi Kejahatan korupsi, narkotika dan obat -obatan, kejahatan
perikanan atau ilegal fishing, dan kejahatan lintas negara baru dan
berkembang akan dibahas dalam pembahasan dalam paper ini.
Metode
Penelitian
(Moleong, 2004) mengatakan bahwa penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk
menemukan kebenaran dan untuk lebih membenarkan kebenaran. Metode penelitian
ini dipilih oleh penulis karena beberapa pertimbangan, antara lain seperti apa
yang disampaikan oleh (Moleong, 2004) yaitu: (1) Jika realitas jamak, lebih mudah mengadopsi metode
kualitatif. (2) Metode ini secara langsung menyajikan sifat hubungan antara
peneliti dan sumber informasi. (3) Metode ini lebih sensitif dan beradaptasi
dengan banyak penggiling yang berinteraksi satu sama lain, dan penggiling
tersebut berdampak pada model nilai yang dihadapi. Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif dengan menggunakan cara pandang yang dilakukan dengan
melihat pengendalian sosial terhadap kejahatan transnasional. Maka sebelumnya
peneliti akan menjelaskan beberapa pendapat para ahli mengenai penelitian
kualitatif ini.
Menurut (Suparlan, 1994) menyatakan bahwa: Penelitian kualitatif adalah suatu metode menganalisis
fenomena sosial dengan memanfaatkan budaya masyarakat yang bersangkutan untuk
memperoleh pola dan gambaran utama dari pola-pola yang ditemukan, makna
tindakan dari peristiwa yang ingin dipahami orang tersebut, dan langsung
mengungkapkannya dalam bahasa. Terima dan komunikasikan secara tidak langsung,
kemudian gunakan teori objektif untuk menganalisis. Ahli lain seperti (Creswell, 2002) meyakini bahwa definisi penelitian kualitatif adalah proses penyelidikan
untuk memahami masalah sosial atau buatan manusia, proses membangun gambaran
utuh yang lengkap yang terdiri dari kata-kata, melaporkan pandangan pelapor
secara detail dan menyusunnya dalam lingkungan yang alami.
Hasil
dan Pembahasan
A. Hasil
1. Kejahatan
Korupsi
Korupsi merupakan
bagian dari hukum pidana khusus, kecuali untuk ketentuan berbeda dengan hukum
pidana umum, seperti pelanggaran hukum acara dan dari perspektif substansi yang
dikendalikan. Oleh karena itu, tindak pidana korupsi bersifat langsung maupun
tidak langsung bertujuan untuk meminimalkan kebocoran dan penyimpangan dalam
keuangan dan perekonomian negara. Saya berharap dengan melihat penyimpangan ini
sedini mungkin, semoga roda perekonomian dan pembangunan dapat terlaksana
dengan baik, sehingga lambat laun mempengaruhi pembangunan dan kesejahteraan
seluruh masyarakat. Pencegahan dan pemberantasan korupsi menjadi prioritas
utama pemerintah Indonesia yang telah dilaksanakan secara nasional dan global.
Indonesia selalu berupaya menjalin kerja sama internasional demi kepentingan
nasional, khususnya untuk peningkatan kapasitas para penegak hukum dalam pencegahan
dan pemberantasan korupsi.
Kerjasama
internasional telah memiliki andil bagi keberhasilan KPK dalam mengembalikan
kerugian negara sebesar 1,9 triliun Rupiah dari hasil korupsi dari tahun 2005-2017
Selain itu, komunitas internasional termasuk para pelaku bisnis, menghargai dan
mengapresiasi upaya progresif Indonesia dalam pemberantasan korupsi.
Sebagaimana kita ketahui, rangking Indonesia dalam Ease of doing business telah
meningkat secara signifikan, dari rangking 91 pada tahun 2016 menjadi rangking
72 pada tahun 2017.
Untuk
menunjukkan kepemimpinannya di forum multilateral dalam upaya pemberantasan
korupsi, Indonesia menandatangani United Nations Convention against Corruption
(UNCAC) pada 18 Desember 2003 dan meratifikasinya melalui UU nomor 7 Tahun 2006. Sebagai salah satu
contoh wujud konkrit kepemimpinan Indonesia adalah menjabat sebagai ketua dan
tuan rumah pertemuan kedua United Nations Convention against Corruption (CoSP)
Conference of States Parties to the United Nations Convention against Corruption,
yang diadakan di Bali dari 28 Januari hingga 1 Februari 2008.
Pemri
berkomitmen untuk melaksanakan UNCAC secara menyeluruh, termasuk melalui
mekanisme review UNCAC. Mekanisme review UNCAC dilaksanakan melalui pendekatan
peer review di antara negara-negara anggota UNCAC. Indonesia secara aktif
berpartisipasi dalam mekanisme review dua siklus sebagai negara under review
maupun reviewer. Pada proses review putaran pertama, Indonesia telah satu kali
menjadi negara under review (2010-2011) dan tiga kali menjadi negara reviewer,
yaitu untuk Iran, Kyrgystan dan Haiti. Pada tahun 2015, Indonesia telah
melakukan country visit untuk Haiti (bersama dengan Kolombia) dan Kyrgyzstan
(bersama dengan Pakistan).
Siklus review
kedua UNCAC berlangsung dari tahun 2016 hingga 2020. Pada siklus kedua ini
Indonesia terpiliih sebagai negara under review oleh Yaman dan Ghana pada tahun
pertama (2016-2017) dan akan menjadi reviewer untuk Vietnam dan Sudan Selatan
pada tahun 2019. Selain dalam kerangka UNCAC, Indonesia juga aktif dalam forum
G20 Anti Corruption
Working Group (G20 ACWG) yang diadakan setahun tiga kali dan membahas berbagai
kemajuan dan tantangan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi di antara
negara anggota G20. Pertemuan kedua G20 ACWG tahun 2017 di bawah keketuaan
Brasil dan Jerman telah dilaksanakan di Brasilia, Brazil tanggal 11-12 April
2017. Ketua G20 ACWG tahun 2018 adalah Argentina. Indonesia masih melanjutkan
partisipasi dalam G20 ACWG yang akan diketuai Jepang pada tahun 2019.
2. Kejahatan
Narkotika dan Obat-Obatan Terlarang
Narkoba dan
obat-obatan terlarang merupakan kehidupan keluarga yang merupakan lingkungan
komunitas kriminal khusus, yang dapat merusak tatanan dan lingkungan sekolah,
bahkan secara langsung atau tidak langsung mengancam pembangunan berkelanjutan
negara dan masa depan negara dan negara. Dalam beberapa tahun terakhir,
Indonesia telah menjadi salah satu pasar utama jaringan kelompok perdagangan
narkotika internasional komersial. Untuk jaringan distribusi obat-obatan
narkotika di negara / kawasan Asia, Indonesia dinilai sebagai negara pasar
dengan potensi komersial terbesar di pasar sindikat internasional dengan
kegiatan di negara berkembang. Masalah penyalahgunaan narkotika tidak hanya
menjadi masalah yang perlu diperhatikan oleh negara Indonesia, tetapi juga
menjadi masalah yang perlu menjadi perhatian dunia internasional.
Di Indonesia,
narkotika berada pada tingkat yang mengkhawatirkan dan dapat mengancam keamanan
dan kedaulatan nasional. Banyak kondisi yang disebabkan oleh obat-obatan.
Daerah yang tidak pernah terjamah peredaran narkoba lambat laun menjadi pusat
peredaran narkoba. Demikian pula, anak-anak di bawah usia 21 tahun harus tetap
menjaga pantangan pada sakramen ini, dan akhir-akhir ini mereka telah menjadi
pecandu yang mengalami kesulitan untuk menghilangkan ketergantungan. Menurut
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 (Undang-Undang Narkotika),
narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan,
baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan hilangnya kesadaran,
kehilangan atau kehilangan kesadaran. perubahan rasa, berkurang untuk
menghilangkan rasa sakit, dan dapat menyebabkan keterusan. Saat ini,
anestesi dapat dengan mudah diformulasikan sendiri, sehingga sulit untuk dideteksi
penggunanya. Pabrik obat terlarang juga ditemukan di Indonesia. Peredaran
narkotika di Indonesia lebih banyak dilakukan oleh warga negara asing, misalnya
Tee Kok King alias Ayung alias Polo adalah warga negara Malaysia. 4. Pot yang
dibawa oleh Polo seberat 4,64 gram ditangkap oleh pihak Polda Bali, pelaku
berencana melakukan transaksi.
Mengingat
produsen, kurir, dan korban mungkin berasal dari negara yang berbeda, kejahatan
penyalahgunaan narkoba dan narkoba biasanya bersifat transnasional. Untuk itu
dibutuhkan kerjasama internasional, karena hanya satu negara yang tidak dapat
mengatasi kerjasama internasional. Dengan memperhatikan kondisi geografis dan
demografi, Indonesia telah menjadi salah satu negara tujuan peredaran narkoba. Indonesia
mengklasifikasikan kejahatan narkoba sebagai kejahatan berisiko tinggi, dan
membutuhkan upaya yang luar biasa untuk menangani kejahatan narkoba. Oleh
karena itu, Indonesia mendorong kerja sama internasional untuk meningkatkan
upaya penyelesaian masalah narkoba. Saat ini terdapat 3 (tiga) konvensi
pengendalian narkoba, dan Indonesia telah meratifikasi semua konvensi tersebut,
yaitu:
· Single
Convention on Narcotic Drugs 1961 melalui UU No.8 Tahun 1976;
· Convention on
Psychotropic Substances 1971 melalui UU No.8 Tahun 1996;
· Convention
against the Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances 1988
melalui UU No. 7 Tahun 1997.
Tujuan utama Indonesia
untuk menangani penyebaran dan peredaran
gelap narkoba yaitu dengan mencegah
peredaran narkoba dan prekursornya. Prinsip Indonesia adalah mengadopsi
pendekatan yang seimbang antara "supply and demand reduction",
penegakan hukum dan perlindungan HAM, serta penanggulangan secara komprehensif
dan terintegrasi. Di tingkat multilateral, Indonesia terus berupaya untuk berperan
aktif dalam berbagai forum seperti pemberantasan peredaran narkoba dan
peredaran narkoba, seperti Commission on Narcotic Drugs, sidang khusus United
Nations World Drug Asia-Pacific law. lembaga penegak hukum dan pejabat senior
obat-obatan ASEAN dan berbagai pertemuan lainnya.
Indonesia akan
terus mendukung segala upaya untuk memperkuat peran badan-badan PBB dan
memperkuat koordinasi antar pemangku kepentingan di tingkat internasional dan
regional untuk mengatasi masalah narkotika secara komprehensif. Indonesia juga
mendukung salah satu inisiatif yang dihasilkan pada forum internasional, yaitu
pemberantasan narkoba melalui pendekatan alternative development. Metode
pengembangan alternatif bertujuan untuk mengurangi budidaya tanaman yang
mengandung zat narkotika melalui langkah-langkah pengembangan dan peningkatan
pendapatan masyarakat. Indonesia sedang mengimplementasikan rencana Grand
Design Alternative Development (GDAD) 2016-2025 di Aceh sebagai proyek
percontohan nasional.
3. Kejahatan
Perikanan
Sebagai negara
kepulauan, Indonesia memiliki kepentingan besar dalam melindungi wilayahnya dan
memperkuat kedaulatan (termasuk memerangi kejahatan perikanan). Hal tersebut
sejalan dengan visi Presiden untuk mendorong kerja sama maritim dengan
mengembangkan kekuatan diplomasi dan pertahanan maritim untuk memastikan sumber
daya alam laut dan kawasan ekonomi eksklusif, sehingga Jadikan Indonesia
sebagai poros lautan dunia. Kerja sama dalam pemberantasan kejahatan perikanan
akan mendukung strategi pemerintah Indonesia untuk memperkuat identitasnya
sebagai negara maritim, yaitu memperkuat penegakan hukum dan pengendalian
kejahatan perikanan serta kegiatan lain yang merusak lautan. Kementerian
Kelautan dan Perikanan memperkirakan dari 7.000 izin operasi penangkapan ikan,
70% di antaranya merupakan kapal asing di perairan Indonesia. Sehingga kerugian
yang ditaksir bisa mencapai Rp. 16,6 triliun dollar AS per tahun, dalam bentuk
kerugian akibat kerugian biaya, biaya ketrampilan tenaga kerja, biaya
pengejaran dan subsidi bahan bakar tidak langsung. (Fauzi, 2005).
Sejak 1976,
penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur di Laut Alafala
telah berlangsung. Jumlah penangkapan ikan ilegal di Laut Alafala tetap tinggi.
Studi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Perikanan Tangkap (PRPT) DKP dan FAO
pada tahun 2007-2008 tentang IUU perikanan di Alafara menunjukkan bahwa selama
2001-2005, sekitar 1,258 miliar ton ikan hilang setiap tahunnya akibat praktek
IUU. Jumlah ini termasuk 239.700 ton ikan yang dibuang atau ditangkap setiap
tahunnya. 364.400 ton ikan tidak dilaporkan dan 654.600 ton penangkapan ikan
ilegal.
Secara hukum,
sebagaimana telah disebutkan di atas, penangkapan ikan secara ilegal dalam
berbagai bentuk tindakan dapat diklasifikasikan sebagai perikanan yang diatur
dalam Bab XV Undang-Undang Pidana Nomor 31 Tahun 2004 tentang Kualifikasi
Pidana Perikanan, sedangkan untuk tindak pidana, pasal lainnya adalah ilegal.
Namun jika dilihat dari luas dan parahnya kerugian nasional yang diderita
setiap tahunnya, maka sebagai perbuatan melawan hukum, kejahatan ini sebenarnya
dapat diklasifikasikan sebagai kejahatan ekonomi.
Dalam
"Crime and Justice" Volume 2 (1983: 671), "kejahatan
ekonomi" didefinisikan sebagai "aktivitas kriminal yang sangat mirip
dengan aktivitas ekonomi bisnis non-kriminal normal". Berkaitan dengan hal
tersebut, Edmund W. Wittes mengemukakan tiga ciri kejahatan ekonomi (feature of
economic crime), pertama-tama modus operandi yang digunakan para pelaku
biasanya sulit dibedakan dengan modus operandi kegiatan ekonomi terbuka. Kedua,
kejahatan semacam itu biasanya melibatkan pengusaha sukses di bidangnya.
Ketiga, kejahatan ini biasanya membutuhkan perlakuan atau pengawasan khusus
oleh aparat penegak hukum.
Namun demikian,
kejahatan perikanan sampai saat ini masih dianggap sebagai masalah pengelolaan
perikanan (pengelolaan perikanan, kuota perikanan dan pendataan) dan saat ini
biasanya dikelola di bawah kerangka Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan
Organisasi Manajemen Perikanan Regional (RFMO).. Padahal, dalam kenyataannya,
kejahatan perikanan juga memiliki kaitan dengan kejahatan lintas negara lainnya
dalam konteks UNTOC. UNODC dalam studinya pada tahun 2011 berjudul
Transnational Organized Crime menemukan adanya kaitan kejahatan perikanan
dengan perdagangan manusia, penyelundupan manusia dan peredaran gelap narkoba
di mana kejahatan perikanan digunakan sebagai sarana dalam menjalankan ketiga
kejahatan tersebut. Kejahatan perikanan juga terkait dengan kejahatan lainnya
dalam konteks UNCAC, yaitu korupsi, pembekuan dan pengembalian aset hasil Illegal,
Unreported, and Unregulated/ IUU fishing (IUUF), serta pencucian uang di
mana banyak kasus kejahatan perikanan difasilitasi oleh korupsi (misalnya kasus
suap oleh perusahaan asing) dan hasil dari kejahatan perikanan disembunyikan
dengan modus-modus pencucian uang.
Indonesia
berpandangan bahwa kejahatan perikanan merupakan salah satu bentuk kejahatan
yang memerlukan kerja sama internasional dan strategi penanganan sebagai
kejahatan lintas negara. Seringkali kejahatan perikanan juga memiliki kaitan
erat dengan kejahatan perikanan lainnya, seperti perdagangan orang,
penyelundupan manusia dan peredaran gelap narkoba, korupsi, dan pencucian uang.
Untuk itu, Indonesia dalam berbagai kesempatan menggunakan keterkaitan
kejahatan perikanan dengan kejahatan lintas negara lainnya sebagai pintu masuk
pembahasan pengarusutamaan kejahatan perikanan agar dapat lebih diterima oleh
negara-negara lainnya.
Indonesia perlu
menyadarkan masyarakat dunia bahwa kejahatan perikanan transnasional
teroganisir memiliki dampak serius pada perekonomian, mendistorsi pasar,
merusak lingkungan dan merendahkan HAM, sehingga diperlukan kerja sama
internasional yang erat untuk mengatasinya. Di tingkat multilateral, Indonesia
telah berkomitmen untuk mengarusutamakan jenis kejahatan sebagai kejahatan
transnasional terorganisir menjadi kejahatan perikanan di berbagai forum.
Mengingat kejahatan perikanan merupakan kejahatan yang kompleks, maka
diperlukan kerjasama internasional dalam pencegahannya. Selain itu, peraturan
internasional tentang kejahatan perikanan masih sedikit dan strukturnya belum
sempurna.
Dalam kerangka
United Nations Convention against Transnational Organized Crime (UNTOC) dan
Commission on Crime Prevention and Criminal Justice (CCPCJ), Indonesia telah
melakukan upaya untuk mengarusutamakan kejahatan terorganisir transnasional
maritim dalam forum dan mendukung IUU Fishing Resolutions of the Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa di bidang perikanan. Selain itu, Indonesia terus
mendorong kesamaan posisi di antara negara-negara yang sepaham dalam
pengarusutamaan kejahatan perikanan sebagai kejahatan transnasional baru dalam
kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui berbagai konferensi yang diadakan
di Wina dan Indonesia.
4. Kejahatan Lintas
Negara Baru dan Berkembang
Menurut
Bassioni, Kejahatan transnasional adalah kejahatan yang mempengaruhi lebih dari
satu negara, yaitu kejahatan yang melibatkan atau mempengaruhi warga lebih dari
satu negara, sarana dan prasarana yang digunakan, dan cara keluar dari wilayah
negara tersebut. Oleh karena itu, istilah “kejahatan transnasional” dimaksudkan
untuk menunjukkan adanya kejahatan yang sebenarnya milik negara (dalam batas
suatu negara) tetapi dalam beberapa kasus melibatkan negara lain, individu,
negara, objek, kepentingan publik dan swasta.
Pada tahun 2010,
Pertemuan Kelima Negara-negara Pihak UNODC mengidentifikasi beberapa kejahatan baru
dan berkelanjutan, termasuk kejahatan
dunia maya, kejahatan terkait identitas, perdagangan ilegal benda warisan
budaya, kejahatan lingkungan, pembajakan laut, dan perdagangan organ ilegal.
Mengingat semakin banyaknya kejahatan transnasional baru dan metode yang
semakin beragam, hal tersebut telah menjadi perhatian masyarakat internasional.
Kerugian yang ditimbulkan oleh jenis kejahatan ini juga sangat besar.
Indonesia terus
bekerja melalui berbagai forum internasional untuk mendorong pengarusutamaan kejahatan
transnasional baru, seperti menjaga keamanan siber dan melindungi peninggalan
budaya dan warisan dari perdagangan ilegal, kejahatan penangkapan ikan,
kejahatan kehutanan, dan satwa liar. Mengingat kejahatan transnasional baru
belum mendapat perhatian khusus dari komunitas internasional, dan penelitian,
definisi dan hukuman yang kurang memadai, hal ini dapat dilakukan. Kerja sama
internasional untuk memerangi kejahatan ini dapat lebih diperkuat. Indonesia
memiliki kepentingan yang besar, sehingga dapat memperhitungkan kerugian yang
sangat besar akibat kejahatan transnasional tersebut, termasuk kerjasama
penguatan penegakan hukum dan kemampuan pertukaran informasi, serta pengawasan
yang lebih komprehensif terhadap kejahatan transnasional baru.
Kejahatan
transnasional mengikuti perkembangan zaman. Teori modernisasi menuntut kita
untuk terus berkembang dan maju. Wilbert E. Moore (Wilbert E. Moore) percaya
bahwa salah satunya adalah bahwa modernisasi adalah transformasi komprehensif
dari kehidupan bersama tradisional atau pra-modern dalam arti teknologi atau
organisasi sosial ke model ekonomi dan politik yang stabil di negara-negara
Barat. Kejahatan transnasional juga terjadi pada masa pandemi Covid-19 dengan
memanfaatkan kemajuan zaman dan teknologi yang ada.
Wallerstein
meyakini bahwa kawasan tengah adalah negara-bangsa atau kota besar di dunia,
sekaligus sebagai pusat perdagangan, keuangan, teknologi, dan perdagangan
internasional, yang mengendalikan seluruh siklus ekonomi atas dasar sistem
kapitalis. Kota-kota besar seperti Washington, New York (Amerika Serikat),
London (Britania Raya), Paris (Prancis), Berlin (Jerman), Tokyo (Jepang),
Brussels (Belgia), Amsterdam (Belanda) dan negara-negara Eropa Barat.
Menurut para ahli teori dalam buku tersebut
(Mao et al., 2000), dalam sistem dunia, teori ketergantungan hanya dapat
menjelaskan gejala keterbelakangan, tetapi tidak dapat menjelaskan secara
memuaskan gejala-gejala pembangunan di negara berkembang. Melalui karya yang
diterbitkan sepanjang tahun 1970-an, Wallerstein melihat kegagalan
negara-negara berkembang dalam kerangka yang lebih komprehensif, yang merupakan
bagian dari sistem ekonomi dunia kapitalis yang mengakar.
Menurut (Hanita, 2020) ketahanan nasional adalah
kemampuan masyarakat untuk melawan dan pulih dengan mudah dan cepat dari
guncangan dan menggabungkan kesiapsiagaan sipil dan kapasistas militer. Hal ini sesuai keadaan yang terjadi saat ini
yaitu masih adanya pandemi, dan bagaimana negara bisa mengantisipasi krisis,
termasuk juga rawan tindak kejahatan saat ini. Menurut Komjen Agus Andrianto,
Kepala Badan Keamanan Polisi Nasional (Kabaharkam), setiap orang kemungkinan
besar akan melakukan kejahatan jika menghadapi kondisi sulit selama pandemi.
Karenanya, polisi mengutamakan tindakan preventif.
“Setiap orang
berpotensi melakukan kejahatan apalagi dalam kondisi kesulitan, upaya preemtif
dengan menangani faktor-faktor yang menjadi potensi potensi kejahatan,”
Peran kepolisian
sangat dibutuhkan dalam menangani pencegahan kasus-kasus kejahahatan dimasa
Pandemi Covid-19 salah satunya adalah preventif dengan melaukan kegiatan
patroli, penjagaan dan melakukan pengawalan. Seperti yang dilakukan oleh
lanjutan wawancara di bawah ini:
“Melakukan upaya
preventif dengan giat patroli, penjagaan dan pengawalan dan penegakan hukum
kepada pelakunya,” sambungnya.
Ia mengatakan
selain itu, polisi juga membantu menyalurkan bantuan sosial kepada masyarakat
mulai dari aparat kepolisian di seluruh wilayah hingga kepolisian. Padahal,
menurut Agus, Kapolri Idham Azis sudah memerintahkan prajuritnya untuk
membangun dapur umum.
“Mengajak,
mengimbau bahkan membantu penyaluran bantuan sosial kepada masyarakat di semua
polda sampai dengan polres, bahkan pagi ini beliau (Kapolri) arahkan untuk
membangun dapur umum di daerah slum area,” ujar dia.
Seperti kita
ketahui bersama, narapidana melakukan banyak kasus pidana karena mendapat
rencana asimilasi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham)
akibat pandemi Covid-19. Misalnya, M Bahri (25) warga Gundhh, Surabaya (25) dan
Yayan (23) warga Margorukun, Surabaya, ditangkap atas dugaan perampokan yang
terjadi di Jalan Dharma pada Kamis (9) / 4 / 2020). Ipda I Gede Made Sutayana,
Kepala Bagian Reserse Kriminal Polsek Tegalsari, dikonfirmasi dan mengatakan
dua perampok yang ditangkap itu adalah residivis.
Mereka
meninggalkan penjara Ramong Gan setelah menerima rencana asimilasi pemerintah.
Selain itu, tim Badan Narkotika Nasional (BNNP) Bali juga melindungi dua kurir
ganja bernama Bayu (24) dan Ikhlas (29). I Putu Surya Dharma, Divisi Humas
Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Bali, mengatakan narapidana yang
dibebaskan karena program asimilasi Covid-19 itu bernama Iklas. Pada saat yang
sama, Bayu bebas, karena hukumannya telah berakhir pada 2 April.
5. Cyber-Security dan Pertahanan
Negara
Keamanan jaringan adalah kumpulan alat, strategi, konsep keamanan,
perlindungan keamanan, pedoman, metode manajemen risiko, operasi, pelatihan,
praktik terbaik, jaminan, dan teknologi yang dapat digunakan untuk melindungi
lingkungan jaringan dan aset organisasi dan pengguna. Organisasi dan aset
pengguna dalam keamanan jaringan, termasuk peralatan terkait komputasi, personel,
infrastruktur, aplikasi, layanan, sistem telekomunikasi, dan semua informasi
yang dikirim dan / atau disimpan dalam lingkungan virtual.
Keamanan jaringan adalah untuk memastikan bahwa keamanan organisasi dan
sifat aset pengguna dapat dicapai dan dipertahankan. Keamanan siber global
didefinisikan dalam lima bidang kerja: Keamanan siber global didefinisikan
dalam lima bidang kerja: kepastian hukum (kejahatan siber); tindakan teknis dan
prosedural (pengguna akhir dan perusahaan (metode langsung dan penyedia layanan
dan perusahaan perangkat lunak); Struktur organisasi (sangat mengembangkan struktur
organisasi untuk menghindari tumpang tindih); pembangunan kapasitas dan
pendidikan pengguna (kegiatan publik terkini dan komunikasi publik tentang
ancaman cyber kriminal); kerjasama internasional (termasuk kerjasama timbal
balik dalam menanggapi ancaman cyber) (hukum kejahatan dunia maya); tindakan
teknis dan prosedural (akhir pengguna dan perusahaan (metode langsung dan
penyedia layanan dan perangkat lunak) perusahaan); struktur organisasi
(organisasi manajemen yang sangat dihindari) tumpang tindih); peningkatan
kapasitas dan pendidikan pengguna (kampanye publik dan komunikasi terbuka).
B. Pembahasan
Setiap penduduk
terancam menjadi korban kejahatan. Semakin besar risikonya bagi masyarakat,
semakin kurang aman daerah tersebut. Risiko ini dapat direpresentasikan dengan
ukuran yang disebut tingkat kejahatan. Angka kriminalitas merupakan angka yang
menunjukkan resiko suatu populasi menjadi korban [2]. Tingginya angka kejahatan
di suatu daerah biasanya berkaitan dengan faktor ekonomi, sosial dan demografi
yang ada di masyarakat [3]. Masing-masing daerah memiliki keterkaitan dengan
daerah lain, bukan hanya karena kedekatan antar daerah, tetapi juga karena kesamaan
ciri, budaya dan bahasa.
Selain itu juga tingkat demografi juga
mempengaruhi tingkat kejahatan yang terjadi, populasi yang berlebih juga
menjasi permasalahan yang tersendiri dalam tinggi dan rendahnya tingkat
kejahatan. Dan tentu saja jenis dan kasus kriminal pastinya berbeda yang
terjadi, apakah tinggi dan meningkat atau malah mengalami penurunan tingkat
kriminalitas.
Kesimpulan
Dengan
memperhatikan sifat negara yang terlibat, kejahatan transnasional ini adalah
bentuk kejahatan yang menjadi ancaman serius bagi keamanan dan kemakmuran
global. Untuk mengatasi masalah pidana tersebut, maka dibentuk Membentuk
mekanisme multilateral melalui kesepakatan internasional yang disebut United
Nations Convention on Transnational Organized Crime. Angka kriminalitas
merupakan angka yang mengindikasikan bahwa setiap 100.000 penduduk beresiko
menjadi korban kejahatan [2]. Tingginya angka kriminalitas di suatu daerah
biasanya berkaitan dengan faktor ekonomi, sosial dan demografi di masyarakat
[3]. Setiap daerah dan daerah lain terkait satu sama lain, bukan hanya karena
kedekatan daerah tersebut, tetapi juga karena kesamaan karakteristik, budaya
dan bahasanya.
Salah satu
kejahatan transnasional adalah korupsi. Korupsi merupakan bagian dari hukum
pidana khusus, Kecuali untuk ketentuan tertentu yang berbeda dengan hukum
pidana umum (misalnya, pelanggaran hukum acara dan dari perspektif zat yang
dikendalikan). Oleh karena itu, tindak pidana korupsi bersifat langsung maupun
tidak langsung ditujukan untuk meminimalisir kebocoran dan pelanggaran keuangan
dan perekonomian nasional. Narkoba dan obat-obatan terlarang merupakan kehidupan
keluarga, lingkungan komunitas di mana kejahatan khusus dilakukan, yang dapat
merusak struktur dan lingkungan sekolah, bahkan secara langsung atau tidak
langsung mengancam pembangunan berkelanjutan dan masa depan negara dan negara. Sebagai
negara kepulauan, Indonesia berkepentingan untuk melindungi wilayahnya dan
memperkuat kedaulatannya (termasuk memerangi kejahatan perikanan). Namun,
kejahatan perikanan masih dianggap sebagai isu pengelolaan perikanan
(pengelolaan perikanan, kuota perikanan dan pendataan), dan saat ini umumnya
dikelola dalam kerangka Organisasi Pangan dan Pertanian. (Hartanto & Nomor, 2017). Yang terakhir adalah kejahatan baru dan kejahatan yang muncul, termasuk
kejahatan dunia maya, kejahatan terkait identitas, perdagangan ilegal warisan
budaya, kejahatan lingkungan, pembajakan dan perdagangan organ ilegal.
Mengingat semakin banyaknya kejahatan transnasional baru dan diversifikasi
metodenya, hal tersebut telah menjadi perhatian masyarakat internasional. Harga
kejahatan ini juga tinggi. Tidak hanya itu kejahatan yang bersifat cybercrime
juga bisa terjadi karena
perkembangan dan tantangan dari cyber security yang ada di Indonesia.
BIBLIOGRAFI
Creswell, John W. (2002). Research
Design Qualitative And Quantitatif Approaches (Pendekatan Kualitatif Dan
Kuantitatif) Dalam Aris Budiman.
Djanggih, Hardianto, & Qamar, Nurul.
(2018). Penerapan Teori-Teori Kriminologi Dalam Penanggulangan Kejahatan Siber
(Cyber Crime). Pandecta Research Law Journal, 13(1), 10–23.
Fauzi, Akhmad. (2005). Pemodelan Sumber
Daya Perikanan. Gramedia Pustaka Utama.
Friedrichs, David O. (2007). Transnational
Crime And Global Criminology: Definitional, Typological, And Contextual
Conundrums. Social Justice, 34(2 (108), 4–18.
Hanita, Margaretha. (2020). Ketahanan
Nasional: Teori, Adaptasi Dan Strategi. Jakarta: Universitas Indonesia
Publising. Hal 149. Universitas Indonesia Publising, 149.
Harirah, Zulfa, & Rizaldi, Annas.
(2020). Merespon Nalar Kebijakan Negara Dalam Menangani Pandemi Covid 19 Di
Indonesia. Jurnal Ekonomi Dan Kebijakan Publik Indonesia, 7(1).
Hartanto, Wenda, & Nomor, Jl Jenderal
Sudirman. (2017). Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Narkotika Dan Obat-Obat
Terlarang Dalam Era Perdagangan Bebas Internasional Yang Berdampak Pada
Keamanan Dan Kedaulatan Negara. Jurnal Legislasi Indonesia, 14(0),
1.
Islami, Maulia Jayantina. (2018). Tantangan
Dalam Implementasi Strategi Keamanan Siber Nasional Indonesia Ditinjau Dari
Penilaian Global Cybersecurity Index. Masyarakat Telematika Dan Informasi:
Jurnal Penelitian Teknologi Informasi Dan Komunikasi, 8(2), 137–144.
Ma’rifah, Ayu. (2021). Penanganan Kejahatan
Lintas Negara Melalui Perjanjian Ekstradisi. Dinamika: Jurnal Ilmiah Ilmu
Hukum, 27(8), 1156–1171.
Mao, Long, Begum, Dilara, Chuang, Huey Wen,
Budiman, Muhammad A., Szymkowiak, Eugene J., Irish, Erin E., & Wing, Rod A.
(2000). Jointless Is A Mads-Box Gene Controlling Tomato Flower Abscissionzone
Development. Nature, 406(6798), 910–913.
Moleong, Lexy J. (2004). Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: Pt Remaja Rosdakarya..(2009). Metodologi
Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi).
Putra, Ratno Dwi, Supartono, Supartono,
& Deni, D. A. R. (2018). Ancaman Siber Dalam Persfektif Pertahanan Negara
(Studi Kasus Sistem Pertahanan Semesta). Peperangan Asimetrik, 4(2).
Rahmawati, Ineu. (2017). Analisis Manajemen
Risiko Ancaman Kejahatan Siber (Cyber Crime) Dalam Peningkatan Cyber Defense. Jurnal
Pertahanan & Bela Negara, 7(2), 35–50.
Santoso, Edi. (2018). Pengaruh Era
Globalisasi Terhadap Hukum Bisnis Di Indonesia. Prenada Media.
Suparlan, Parsudi. (1994). Metode
Penelitian Kasus. Yayasan Akatiga, Bandung.