Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia
p–ISSN: 2541-0849
e-ISSN : 2548-1398
Vol. 6, No. 3, Maret
2021
FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK GEL AHA (ALPHA
HYDROXY ACID) KOMBINASI BHA (BETA HYDROXY ACID) SEBAGAI EKSPOLIETING DALAM
PENANGANAN MELASMA
Sara Surya dan Rosiana Rizal
Universitas Dharma Andalas,
Indonesia
Email: sar4surya@gmail.com
dan rosianarizal03@gmail.com
Abstract
Melasma is a symmetric hyperpigmentation disorder with a multifactorial
etiopathogenesis thought to be due to interactions between genetic,
environmental, and skin phototypes. Moreover, the chemical peeling for melasma
is the most common treatment option. This study was experimental research which
aimed to formulate the combination of AHA (Alpha Hydroxy Acid) and BHA (Beta Hydroxy Acid) in a
gel preparation. Further, it was also to determine the stability of the gel
during storage at 40 ± 2oC. The
AHA used is 10% Glycolic Acid and the BHA used is 1% Salicylic Acid were
formulated into a carbopol-based gel preparation. The
prepared gel was subjected to a stability test for 21 days. Then the
accelerated stability test was carried out with the cycling test method by
storing the gel preparation at 5 ± 2°C for 24 hours and transferred to an oven
at 40 ± 2°C for 24 hours. Furthermore, organoleptic observations, homogeneity,
dispersibility, washability and viscosity were carried out. The results of the
stability test showed that the combination of AHA and BHA gel is good
physically, homogeneity, dispersibility, washability, viscosity and pH for 21
days of storage, but it is unstable in the cycling test. It is due to changes
in the stability of the preparation in the viscosity and pH parameters. The
combination of concentrations in the gel preparation on the stability of the
gel preparation affect pH and viscosity.
Keywords: AHA; glycolic acid; salicylic acid; gel; melasma
Abstrak
Melasma adalah hiperpigmentasi simetris kelainan dengan etiopatogenesis multifaktor diduga akibat interaksi antara faktor genetik, lingkungan, dan juga fototipe kulit. Terapi yang sering digunakan dalam penangganan melasma salah satunya yaitu chemical peeling. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasi AHA (Alpha Hydroxy Acid) Kombinasi BHA (Beta Hydroxy Acid) dalam sediaan gel dan untuk mengetahui stabilitas gel selama penyimpanan pada suhu 40±2o C. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. AHA yang digunakan Glycolic Acid 10% dan BHA yang digunakan adalah Salicylic Acid 1% diformulasi menjadi sediaan gel dengan basis karbopol. Sediaan gel dilakukan uji stabilitas selama 21 hari dan dilakukan stabilitas dipercepat metode cycling test dengan menyimpan sediaan gel pada suhu 5±2 oC selama 24 jam, lalu dipindahkan ke dalam oven yang bersuhu 40±2oC selama 24 jam. Perlakuan ini terhitung 1 siklus dan dilakukan sebanyak 6 siklus (12 hari). Selanjutnya dilakukan pengamatan organoleptik, homogenitas, daya sebar, daya lekat, daya tercuci dan viskositas. Hasil uji stabilitas menunjukkan sediaan gel kombinasi AHA dengan BHA baik secara fisik, homogenitas, daya sebar, daya tercuci, viskositas dan pH selama 21 hari penyimpanan, tetapi tidak stabil pada pengujian cycling test karena terjadi perubahan stabilitas sediaan pada parameter viskositas dan pH. Pengaruh kombinasi konsentrasi pada sediaan gel terhadap stabilitas sediaan gel mempengaruhi pH dan viskositas.
Kata kunci: AHA (glycolic acid); gel; melasma
Coresponden Author
Email: sar4surya@gmail.com
Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
Pendahuluan
Melasma adalah hiperpigmentasi simetris kelainan dengan etiopatogenesis multifaktor diduga akibat interaksi
antara faktor genetik, lingkungan, dan juga fototipe kulit (Suryaningsih,
2019). Prevalensi hiperpigmentasi pada satu negara dengan lainnya berbeda namun pada umumnya melasma dijumpai pada wanita sebanyak 29,9% dan laki-laki
23,6%. Melis, 2018 melaporkan
bahwasanya usia 20-63 tahun merupakan usia yang rentan terjadinya melasma. Sedangkan di
Indonesia prevalensi hiperpigmentasi
menurut jenis kelamin terbesar terdapat pada wanita dengan angka kejadian
97,93%, sedangkan pria dengan angka kejadian
2,07%. Data ini didukung dengan penelitian Ikino et al pada tahun 2015 bahwasanya 90% pasien melasma adalah perempuan (Ikino et al.,
2015). Melasma lebih banyak terjadi
pada seseorang berkulit gelap yaitu tipe kulit Fitzpatrick III-IV dan banyak terjadi di daerah tropis karena intensitas
terpapar sinar mataharinya tinngi (Putri, 2019).
Modalitas terapi yang berbeda
telah digunakan dalam pengobatan melasma. Namun, yang optimal, murah, dan aman tidak ditemukan.
Terapi yang sering digunakan dalam penangganan melasma yaitu obat pemutih topikal
dan chemical peeling (Alicia et al.,
2018). Chemical peeling juga di sebut chemoxfoliation, chemosurgery, atau dermpeeling.
Chemical peeling adalah penggunaan dari satu
atau lebih bahan pengelupasan kulit, hasilnya adalah
destruksi pada bagian
epidermis dan atau
dermis dengan regenerasi dari epidermis baru dan jaringan dermis. Teknik penggunaan
atau aplikasi dari chemical peeling dapat
mengontrol luka yang dihasilkan melalui koagulasi pembuluh darah vaskuler, sehingga terbentuk peremajaan kulit dengan berkurangnya atau hilangnya aktinik keratosis, dyscromias
pigmentary, kerutan dan jaringan
parut yang superfisial.
Seiring dengan kemajuan
teknologi di bidang kesehatan untuk mengembalikan penampilan, terdapat kenaikan dalam jumlah besar
akan kebutuhan dan persediaan obat estetika. Banyak pasien yang menginginkan kulitnya tampil muda kembali
di mana kecantikan fisik dapat memengaruhi secara tidak langsung
kesehatan jangka panjang. Sangat penting bagi para dokter Kulit dan Kelamin untuk memilih
terapi yang tepat bagi masing-masing kebutuhan pasien untuk mendapatkan
hasil yang terbaik. Salah satunya sekarang ini semakin banyak
chemical peeling di pasaran. Semua bahan chemical
peeling superfisial, medium dan dalam diturunkan dari kimia dasar
dan di ketahui dapat menyebabkan pengelupasan, destruksi dan atau peradangan pada kulit dengan cara terkontrol
(Monheit, 2014).
Banyak penelitian yang menyatakan melasma sangat sulit disembuhkan dengan chemical
peeling, terutama pada melasma tipe yang dalam. Berdasarkan dari hasil retrospektif di IRJ-Divisi Kosmetik RSUD Dr. Soetomo
Surabaya menyatakan bahwa kurangnya keberhasilan terapi pada chemical
peeling pada pasien dengan
melasma (Reza, 2012).
Sampai saat ini
masih banyak penelitian yang membahas mengenai chemical peeling yang di gunakan pada melasma, tetapi terapi yang terbaik untuk melasma tergantung tipe dari melasma tersebut dan berdasarkan level
of evidence chemical peeling yang terbaik dengan Asam Glikolat
(Rendon et al.,
2016). Melasma merupakan kelainan yang sulit disembuhkan, sehingga terapi kombinasi adalah yang dianjurkan.
Maka dengan ini penelitian membuat
formula gel chemical peeling AHA kombinasi
BHA dengan tujuan untuk
mendapatkan efek sinergi sehingga bisa memperkuat kerja chemical peeling dan mengembangkan produk sediaan gel chemical peeling dari kombinasi yang paling efektif sebagai pengobatan melasma.
Berdasarkan uraian
tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah AHA (Glycolic Acid 10%) Kombinasi
BHA (Salicylic Acid 1%) dapat diformulasikan
dalam sediaan gel? Apakah Gel AHA (Glycolic Acid 10%) Kombinasi
BHA (Salicylic Acid 1%) stabil pada penyimpanan pada suhu 40±2o C?.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah AHA (Glycolic Acid 10%) Kombinasi BHA (Salicylic Acid 1%) dapat diformulasikan dalam sediaan gel. Tujuan lainnya adalah untuk mengetahui bagaimana stabilitas fisik sediaan Gel AHA (Glycolic Acid 10%) Kombinasi BHA (Salicylic Acid 1%) pada penyimpanan pada suhu 40±2o C. Penelitian pembuatan formula gel chemical peeling AHA kombinasi BHA ini bertujuan untuk mendapatkan efek sinergi sehingga bisa memperkuat kerja chemical peeling dan mengembangkan produk sediaan gel chemical peeling dari kombinasi yang paling efektif sebagai pengobatan melasma.
Metode Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah viskometer brookfield, neraca analitik (Balance ABS/ABS220-4®), pH meter, mikroskop cahaya, mortir, stamfer, sudip, batang pengaduk, kertas perkamen, alumunium foil, pipet tetes, pot plastik, tabung reaksi, vial, kaca arloji, objek gelas dan alat-alat gelas laboratorium.
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah Glycolic Acid, Salcylic Acid, karbopol 940 (lubrizol), propilenglikol, metil paraben, trietanolamin (TEA), air suling.
Formulasi gel: Eksipien yang dipilih sebagai basis gel mengacu berdasarkan Supomo, (2016) dengan penyusunan formula sebagai berikut:
|
R/ Karbopol |
0,5 g |
|
Propilenglikol |
10 g |
|
TEA |
1 g |
|
Metil paraben |
0,2 g |
|
Air suling ad |
100 ml |
Komposisi Formula gel Glycolic Acid kombinasi
Salcylic Acid (Supomo,
2016)
Bahan |
Konsentrasi (%) |
|||
F0 |
FI |
FII |
FIII |
|
Glycolic Acid (g) |
- |
10 |
- |
10 |
Salcylic Acid (g) |
- |
- |
1 |
1 |
Karbopol (g) |
0,5 |
0,5 |
0,5 |
0,5 |
Propilenglikol (g) |
10 |
10 |
10 |
10 |
TEA (g) |
1 |
1 |
1 |
1 |
Metil paraben(g) |
0,2 |
0,2 |
0,2 |
0,2 |
Air suling (ml) |
87,8 |
78,3 |
87,3 |
77,3 |
Keterangan :
F0 = Formula tidak
mengandung Glycolic Acid dan Salcylic Acid (blanko)
FI = Formula mengandung Glycolic Acid
FII = Formula mengandung Salcylic Acid
FIII
= Formula mengandung
Glycolic
Acid + Salcylic Acid
Gel dengan basis karbopol dikerjakan dengan cara karbopol
dikembangkan dalam aquadest panas di dalam mortar sambil digerus. Metil
paraben dilarutkan dalam propilenglikol aduk hingga larut
dalam
beaker gelas. Pada mortir yang berbeda glycolic acid dan salcylic acid digerus lalu tambahkan
propilenglikol gerus hingga homogen, Setelah karbopol
mengembang gerus terlebih dahulu
dengan ditambahkan TEA sedikit
demi sedikit
sambil digerus hingga membentuk
gel. Campuran propilenglikol dan metil
paraben juga glycolic
acid, salcylic acid ditambahkan ke dalam mortir yang berisi karbopol
yang telah membentuk gel, digerus hingga
homogen (Patel, Afram,
Chen, & Ghose, 2011).
Evaluasi sediaan
Cycling test dilakukan dengan menyimpan sediaan gel pada suhu 5±2 oC selama 24 jam, lalu dipindahkan ke dalam oven yang bersuhu 40±2oC selama 24 jam. Perlakuan ini terhitung 1 siklus dan dilakukan sebanyak 6 siklus (12 hari) (Wilhelmina & Ziekenhuis, 2011). Selanjutnya dilakukan pengamatan organoleptik, homogenitas, daya sebar, daya lekat, daya tercuci dan viskositas.
a) Uji Organoleptik dan Homogenitas
Pemeriksaan organoleptik meliputi tekstur, warna, dan bau yang diamati secara visual. Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan meletakkan sebanyak 50 mg gel dioleskan pada gelas objek yang bersih dan diamati menggunakan mikroskop optik pada perbesaran 10 kali (Surini, Amirtha, & Lestari, 2018).
b) Uji Daya Sebar
Sebanyak 0,5gram sedian gel diletakkan dengan hati – hati di atas kertas grafik yang dilapisi kaca, dibiarkan sesaat (1 menit). Luas daerah yang diberikan oleh sediaan dihitung. Kemudian ditutup lagi dengan kaca yang diberi beban tertentu masing – masing 50 g, 100 g, dan 150 g. Dibiarkan selama 60 detik, lalu pertambahan luas yang diberikan oleh sediaan dapat di catat.
c)
Pemeriksaan
Daya Tercuci
Pemeriksaan dilakukan dengan cara 1 g sediaan dioleskan pada telapak tangan manusia lalu dicuci dengan sejumlah air tertentu jumlahnya. Dicatat banyak volume air yang terpakai.
d)
Uji Viskositas
Untuk mengetahui sifat rheology dari sediaan dilakukan pengukuran viskositas. Sampel ditempatkan pada wadah dan kecepatan spindle pada kecepatan 50 rpm.
e)
Penentuan
pH
Sediaan dilakukan dengan mengunakan pH meter Hanna, cara: alat terlebih
dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan
dapar standar
pH netral
(pH 7,01) kemudian elektroda dicuci dengan air suling,
lalu dikeringkan dan
dikalibrasi
kembali dengan larutan
dapar
pH asam (pH 4,01) hingga
alat menunjukkan angka pH tersebut, kemudian elektroda dicuci dengan air suling,
lalu dikeringkan. Sampel dibuat
dalam
konsentrasi 1% yaitu ditimbang
1g sediaan
dan dilarutkan dalam 100 ml air suling.
Kemudian elektroda dicelupkan ke dalam
larutan tersebut,
sampai
alat menunjukkan harga
pH yang konstan.
Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan harga
pH sediaan
(Osei-Asare et al., 2020).
f)
Uji Sentrifugasi
Pengujian sentrifugasi dilakukan dengan cara memasukkan sediaan uji kedalam alat sentrifugator (kecepatan 5000 rpm selama 30 menit). Selanjutnya pengamatan dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya pemisahan (Nelly Suryani, Mubarika, & Komala, 2019).
Hasil dan Pembahasan
A.
Hasil Penelitian
1. Pemeriksaan pemerian gel meliputi bentuk, warna, bau
yang dilakukan terhadap 3 formula dan 1 blanko: F0 = blanko atau formula tidak mengandung glycolic
acid dan salcylic acid, F1 = formula mengandung glycolic acid, F2 = formula mengandung salcylic
acid, F3= formula mengandung glycolic acid kombinasi salcylic acid setiap minggu selama 3 minggu. Hasil pemeriksaan
menunjukan bahwa keempat formula berbentuk semi solid, mencapai warna yang
stabil pada minggu ke-3 dan memiliki bau yang khas. Dan pada pengujian
stabilitas setelah cycling tes secara
organoleptis tidak terjadi perubahan baik dari warna, bau dan
tekstur dari gel. Selain itu tidak terjadi pemisahan fase pada gel. Dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2
Hasil Pemeriksaan Pemerian Gel
Parameter |
Formula |
Lama Pengamatan (Hari) |
||||
0 |
7 |
14 |
21 |
Cycling Test |
||
Bentuk |
F0 |
SS |
SS |
SS |
SS |
SS |
FI |
SS |
SS |
SS |
SS |
SS |
|
FII |
SS |
SS |
SS |
SS |
SS |
|
FIII |
SS |
SS |
SS |
SS |
SS |
|
Warna |
F0 |
PB |
PB |
PB |
PB |
PB |
FI |
PB |
PB |
PB |
PB |
PB |
|
FII |
PB |
PB |
PB |
PB |
PB |
|
FIII |
PK |
PK |
PK |
PK |
PK |
|
Bau |
F0 |
K |
K |
K |
K |
K |
FI |
K |
K |
K |
K |
K |
|
FII |
K |
K |
K |
K |
K |
|
FIII |
K |
K |
K |
K |
K |
Keterangan:
SS : Semi Solid
PB : Putih Bening
PK : Putih Keruh
K : Khas
FO : Formula yang tidak mengandung Glycolic Acid dan Salcylic Acid (blanko)
FI : Formula mengandung Glycolic Acid
FII : Formula mengandung Salcylic Acid
FIII : Formula mengandung Glycolic Acid + Salcylic Acid
2.
Pemeriksaan
homogenitas menunjukan bahwa formula gel tunggal dan kombinasi glycolic acid
dan salcylic
acid tetap homogen
selama penyimpanan dalam 3 minggu dan tidak terjadi perubahan selama pengujian
stabilitas setelah cycling tes. dapat
dilihat pada tabel 3.
Hasil Pemeriksaan
Homogenitas Sediaan
Parameter |
Formula |
Lama Pengamatan (Hari) |
||||
0 |
7 |
14 |
21 |
Cycling Test |
||
Homogenitas |
F0 |
H |
H |
H |
H |
H |
FI |
H |
H |
H |
H |
H |
|
FII |
H |
H |
H |
H |
H |
|
FIII |
H |
H |
H |
H |
H |
Keterangan :
H : Homogen
Th : Tidak homogen
3.
Pemeriksaan
pH menunjukan bahwa pH sediaan beriksar antara 4,1-5,8. Hasil analisis statistik, pH dipengaruhi secara
nyata oleh kelompok formula dan waktu (p<0,05). Sedangkan kelompok interaksi
antara keduanya tidak dipengaruhi secara nyata (p>0,05). Pengaruh formula
kombinasi, tunggal dan kontrol terhadap pH memberikan hasil yang berbeda nyata,
dimana pada formula kombinasi yaitu formula 3 didapatkan hasil yang berbeda nyata,
dimana nilai formula 3 lebih kecil dibandingkan dengan formula 2,1 dan formula
0 sebagai formula tunggal dan kontrol.
Formula tunggal pada formula 2 dan 1 didapatkan hasil tidak berbeda
nyata tetapi nilai formula 2 lebih kecil dibandingkan dengan formula 1.
Sedangkan untuk formula 0 dibandingkan dengan formula 1,2 dan 3 memberikan
hasil yang berbeda nyata, dimana nilai formula 0 paling besar dibandingkan
dengan formula yang lainnya. Dengan demikian formula kombinasi mempengaruhi
penurunan pH. Sedangkan pengaruh waktu terhadap pH sediaan menunjukan bahwa
pada hari ke- 0,7,14,21 dan cyling tes memberikan hasil pH yang berbeda nyata
dalam tiap waktu penyimpanan. Tetapi pada hari ke-0, 7 dan 14 didapatkan hasil
yang tidak berbeda nyata, dimana nilai pH pada hari ke- 0 lebih besar
dibandingkan dengan hari ke 7 dan hari ke-7 lebih besar dibandingkan dengan
hari ke 14. Adanya perbedaan pH hari-hari tersebut menunjukan bahwa waktu
penyimpanan berpengaruh terhadap pH terutama pada cyling tes, yang didapatkan nilai lebih kecil dibandingkan hari ke- 0,7,14 dan 21.
Hasil pemeriksaan pH sediaan
Para-meter |
Formula |
Lama Pengamatan (Hari) * |
||||
0 |
7 |
14 |
21 |
Cycling Test |
||
pH |
F0 |
5.8±0.04 |
5.8±0 |
5.5±0.26 |
5.4±0.23 |
4.5±0.42 |
FI |
5.0± 0.23 |
5.0±0.04 |
4.9±0.16 |
4.6±0.09 |
4.0±0.04 |
|
FII |
4.9±0 |
4.9±0.14 |
4.8±0.04 |
4.7±0.09 |
3.8±0.23 |
|
FIII |
4.5±0.04 |
4.4±0.04 |
4.4±0 |
4.1±0.04 |
3.4±0.14 |
4.
Pemeriksaan
daya menyebar menunjukan hasil bahwa kemampuan daya menyebar gel akan menurun
pada gel dengan konsentrasi kombinasi dibandingkan dengan sediaan tunggal dan
blanko. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut
Hasil Pemeriksaan uji daya menyebar gel
Formula |
Sebelum cyling tes |
Sesudah cyling tes |
||||
50 gram |
100 gram |
250 gram |
50 gram |
100 gram |
250 gram |
|
F0 |
3.4 |
3.6 |
3.6 |
3.1 |
3.3 |
3.5 |
F1 |
3.1 |
3.4 |
3.4 |
3.1 |
3.2 |
3.2 |
F2 |
3 |
3.4 |
3.4 |
2.9 |
3.1 |
3.2 |
F3 |
2.3 |
2.7 |
3.3 |
2.1 |
2.3 |
2.9 |
5.
Pemeriksaan
daya tercuci menunjukan bahwa gel mudah tercuci, dimana membutuhkan 15-25 ml
air untuk membersihkannya dari kulit. Gel kombinasi lebih mudah tercuci
dibandingkan dengan formula blanko dan formula tunggal. Hasil dapat dilihat
pada tabel berikut
Hasil Pemeriksaan uji daya tercuci gel
Parameter |
Formula |
Volume air yang terpakai (ml) |
||||
5 |
10 |
15 |
20 |
25 |
||
Daya Tercuci |
F0 |
- |
- |
- |
+ |
+ |
FI |
- |
- |
- |
+ |
+ |
|
FII |
- |
- |
- |
+ |
+ |
|
FIII |
- |
- |
+ |
+ |
+ |
Keterangan :
(-) : Tidak tercuci
(+) : Tercuci
6. Hasil viskositas dipengaruhi secara nyata oleh
kelompok formula (p<0,05). Sedangkan
kelompok waktu dan interaksi antara formula dan waktu tidak dipengaruhi secara
nyata (p>0,05). Berdasarkan formula didapatkan viskositas yang bervariasi
mulai dari 59,459 sampai 187,850,
formula 3 dan 2 di kategorikan rendah, sedangkan formula 1 dan 0 dikategorikan
tinggi, pada formula 3 yang mengandung kombinasi glycolic acid dan salcylic acid dan formula 1 yang mengandung glycolic acid serta formula 2 yang mengandung salcylic acid dapat mempengaruhi nilai viskositas. Pada formula
3 yang mengandung kombinasi glycolic acid dan salcylic acid dengan formula 0 yang mengadung basis gel
didapatkan hasil yang sangat berbeda nyata dimana nilai formula 3 lebih kecil
dibandingkan dengan formula 0. Tetapi pada formula 2 didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan formula
3 tetapi nilai formula 2 lebih besar dibandingkan dengan formula 3.
Formula 3 memiliki nilai lebih kecil dibandingkan formula 0,1,dan 2. Sedangkan
pengaruh waktu terhadap viskositas sediaan pada hari ke-0 sampai hari ke-28
didapatkan hasil analisis statistik yang tidak berbeda nyata, tetapi nilai
viskositas pada pengujian cyling tes
nilainya lebih kecil dibandingkan dengan hari ke-0,7,14 dan 21. Hasil dapat dilihat pada tabel berikut
Hasil Pemeriksaan
Viskositas Sediaan
Parameter |
Formula |
Viskositas (mPa.s*) Lama Pengamatan (Hari) |
||||
0 |
7 |
14 |
21 |
Cycling
Test |
||
Visko- sitas |
F0 |
187.85 |
153.439 |
150.151 |
143.725 |
139.783 |
FI |
157.314 |
151.381 |
140.918 |
144.575 |
78.99 |
|
FII |
96.188 |
90.093 |
88.483 |
88.057 |
68.858 |
|
FIII |
76.455 |
89.065 |
74.058 |
72.561 |
59.459 |
7.
Pemeriksaan
sentrifugasi sebanding dengan adanya gravitasi selama 1 tahun hasil menunjukan
bahwa formula gel tunggal dan kombinasi glycolic acid dan salcylic acid tidak adanya pemisahan, dapat dilihat pada
Lampiran 4 , Tabel 10 , Gambar 7.
Hasil Pemeriksaan Sentrifugasi
Formula |
Sebelum cyling tes |
Sesudah cyling tes |
F0 |
- |
- |
F1 |
- |
- |
F2 |
- |
- |
F3 |
- |
- |
Keterangan:
(-) : Tidak terjadi pemisahan
(+) : Terjadi pemisahan
B.
Pembahasan
Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah glycolic acid dan salcylic acid dimaksud sebagai ekspolieting dalam penanganan melisma. Penggunaan kombinasi ini dimaksudkan untuk memperkuat kerja ekspolieting pada kulit. Formulasi dan pemilihan basis yang tepat pada pembuatan sediaan akan mempengaruhi jumlah dan kecepatan zat aktif yang akan diabsorpsi. Secara ideal, basis dan pembawa harus mudah diaplikasikan pada kulit, tidak mengiritasi dan nyaman digunakan pada kulit (Syaiful, 2016). Pemilihan gel sebagai bentuk sediaan obat didasarkan oleh banyaknya keunggulan gel dibandingkan dengan sedian topikal lainnya (Mayba & Gooderham, 2018), pada pembuatan gel digunakan karbopol 940 sebagai basis, dengan konsentrasi 0,5 %. Hal ini juga sesuai literatur, dimana sebagai pembentuk gel karbopol 940 yang digunakan 0,5-5% (Supomo, Sapri, & Komalasari, 2016).
Glycolic acid dan salcylic acid memiliki sifat yang praktis tidak larut dalam air maka untuk mengatasinya digunakan propilenglikol sebagai pelarutnya selain itu propilenglikol juga digunakan sebagai humektan, mencegah terjadinya kerak sisa gel setelah komponen lain menguap dan juga sebagai emolien seta meningkatkan daya sebar sediaan. Sebagai pengawet dalam sediaan digunakan metilparaben. Pada keempat sediaan gel dilakukan evalusi selama 21 hari, untuk mendapatkan formula terbaik. Evaluasi meliputi pemeriksaan pemberian, homogenitas, ph, uji daya menyebar, daya tercuci, viskositas dan stablitas dipercepat atau cycling test. Pengamatan organoleptis pada semua sediaan gel menunjukan pengamatan sebelum dan sesudah penyimpanan tidak memiliki perubahan yang berarti. Yaitu dengan warna putih bening sampai putih keruh,berbau khas dan tidak mengalami perubahan bentuk, ini menunjukan bahwa pengamatan dalam parameter ini sediaan dikatakan stabil baik sebelum maupun sesudah penyimpanan, atau komponen dalam sediaan selama penyimpanan tidak mengalami reaksi antara bahan yang satu dengan yang lain, sehingga tidak terjadi tanda-tanda reaksi dari perubahan warna.
Pemeriksaan uji daya menyebar dilakukan untuk mengetahui kemampuan sediaan untuk menyebar diatas permukaan kulit pada saat pemakaian. Pemeriksaan dilakukan secara ekstensiometer yang dilakukan secara manual dengan prinsip menghitung petambahan luas yang diberikan oleh sediaan pada waktu tertentu apabila diberikan beban dengan berat tertentu (Suryani Suryani, Musnina, & Anto, 2019). dari daya penyebaran keempat formula tidak menunjukan perbedaan yang jauh. Viskositas mempengaruhi luas penyebaran, dimana dengan semakin kecilnya nilai viskositas sediaan gel, maka akan mengakibatkan tahanan atau hambatan sediaan gel untuk menyebar juga semakin kecil, sehingga mengakibatkan nilai daya sebar akan meningkat. Menurut (Garg, A., Deepika, A., Sanjay, G. & Anil, 2002) diameter sediaan semi padat yang baik untuk penggunaan topikal berada dalam rentang nilai diameter 3 – 5 cm atau dapat dinyatakan bahwa luas daya sebarnya antara 7,605 – 19,625 cm2 Formula yang memiliki daya sebar yang terbaik adalah F0-F2 yang berada pada kisaran 7,605 – 19,625 cm2.
Pemeriksaan daya tercuci sediaan dilakukan untuk mengetahui jumlah air yang dibutuhkan untuk membersihkan sediaan yang telah dioleskan pada kulit. Dalam pemeriksaan daya tercuci gel untuk formula 0 dapat dicuci 20 ml air dan untuk formula 1,2 dan 3 berturut-turut dapat dicuci dengan 20, 20 dan 15 ml air.Pengukuran pH sediaan yang dilakukan setiap minggu selama 21 hari penyimpanan dan cycling test. Pengukuran pH bertujuan untuk melihat pH sediaan apakah sesuai dengan pH kulit, karena gel diaplikasikan secara topikal. Gel dengan pH terlalu asam dapat mengiritasi kulit sedangkan gel yang terlalu basa dapat membuat kulit menjadi kering sehingga sediaan harus memiliki pH yang sesuai dengan kulit (Kaur & Dindyal, 2010). Hasil pemeriksaan pH sediaan untuk masing masing formula yaitu F0 4,5-5,8, F1 4,0-5,0, F2 3,8-4,9, dan F3 3,4-4,5. Gel kombinasi glycolic acid dan salcylic acid mempengaruhi terhadap pH sediaan, dimana pH sediaan semakin menurun seiring dengan kombinasi zat aktif. Hal tersebut disebabkan pH bahan aktif (glycolic acid dan salcylic acid) bersifat asam pH = 3,8 untuk glycolic acid dan 2,8 untuk salcylic acid (Galindo-González, Manolii, Hwang, & Strelkov, 2020). Sehingga dengan mengkombinasi dua zat aktif glycolic acid dan salcylic acid maka pH akan lebih rendah.
Evaluasi yang dilakukan tiap minggu memperlihatkan terjadinya penurunan pH. Terjadi pergeseran pH selama penyimpanan 21 hari dan selama cycling test, hal ini dapat disebabkan karena sediaan mengalami hidrolisis kation dari TEA sebagai basa lemah menghasilkan ion H+ sehingga pH menjadi asam (Young, 2004). Menurut Ansen, 2005 perubahan pH juga dikarenakan oksidasi dari suatu zat pada sediaan bila zat tersebut dipaparkan ke cahaya, atau kombinasi dalam formula dengan zat-zat kimia lainya. Namun penurunan pH juga memberikan manfaat untuk sediaan expolieting, karena menurut Sulistyanigrum, dkk 2012, untuk bekerja yang optimal, pembuatan produk-produk yang mengandung asam salisilat harus memperlihatkan pKa, yaitu pH optimal yang menyebabkan konsentrasi bentuk senyawa terioniasai dan tidak terioniasai berada dalam keadaan seimbang. Formulasi sediaan asam salisilat yang efektif ialah yang memiliki pH mendekati 2,97, sehingga memiliki efek deskuamasi yang optimal.
Gambar 1
Hubungan Antara pH Sediaan
dengan Waktu Pemeriksaan
Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui konsistensi sediaan, yang berpengaruh pada penggunakan obat secara topikal,
serta untuk mengetahui kekentalan sediaan gel dan melihat kenaikan viskositas, dimana kenaikan viskositas akan meningkatkan stabilitas sediaan, mempengaruhi parameter daya sebar dan pelepasan zat aktif
dari gel. Menurut (Tamboto, Wungouw, &
Pangemanan, 2015) melaporkan bahwa semakin tinggi viskositas maka kemampuan menyebar pada kulit akan semakin menurun
sedangkan kemampuan melekat pada kulit akan semakin meningkat.
Viskositas dilakukan dengan
menggunakan alat Viskometer Brookfield dengan
spindele no.4 pada kecepatan
3 rpm (Kaur & Dindyal, 2010).
Sedangkan pengaruh waktu terhadap viskositas, hasil pengukuran viskositas kelima sediaan mengalami penurunan viskositas hingga hari ke
21. Hal tersebut dapat disebabkan sediaan gel menujukkan karakteristik yaitu synersis yang merupakan proses keluarnya cairan yang terjerat dalam gel sehingga memungkinkan cairan untuk bergerak menuju ke permukaan,
oleh karena itu sediaan mengalami penurunan viskositas. Faktor yang mempengaruhi synersis antara lain adalah keasaman dan pH sediaan. Naik dan turunnya viskositas gel dapat juga disebabkan karena faktor luar seperti
suhu dan cara penyimpanan, selama penyimpanan carbopol 940 dapat mengalami kerusakan yang disebabkan oleh sinar matahari sehingga carbopol mudah mengalami degredasi oksidatif yang menyebabkan perubahan viskositas gel (Astuti, Slameto, &
Dwikurnaningsih, 2017).
Gambar 2
Hubungan Antara Viskositas
Sediaan dengan Waktu Pemeriksaan
Uji sentrifugasi dilakukan dengan tujuan untuk mengamati
apakah terjadi pemisahan fase dari sediaan dan melihat kestabilan sedian gel setelah dilakukan pengocokan yang sangat kuat. Pada pengujian ini sediaan
disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 30 menit. Efek gaya
sentrifugal yang diberikan ini setara dengan
gaya gravitasi yang diterima sediaan uji selama setahun. Hasil uji yang diperoleh seperti terlihat pada gambar 2, menunjukan bahwa ketiga formula F0, F1, F2 dan F3 tidak
mengalami pemisahan fase atau sineresis,
sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga sediaan gel yang dihasilkan stabil (Suryani dkk, 2019).
Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa AHA (yang digunakan adalah Glycolic
Acid 10%) kombinasi BHA (yang digunakan adalah Salicylic
Acid 1%) dapat diformulasikan dalam sediaan
gel. Sedangkan sediaan gel AHA kombinasi
BHA yang diteliti telah memenuhi persyaratan
stabilitas baik bentuk, warna dan bau, homogenitas, pH, viskositas,
uji daya sebar, daya tercuci dan uji sentrifugasi. Maka, dari hasil penelitian yang telah dilakukan,
peneliti menyarankan untuk penelitian lebih lanjut melakukan pengujian terhadap
responden yang memiliki melasma.
BIBLIOGRAFI
Astuti, Suhandi, Slameto, Slameto,
& Dwikurnaningsih, Yari. (2017). Peningkatan kemampuan guru sekolah dasar
dalam penyusunan instrumen ranah sikap melalui in house training. Kelola:
Jurnal Manajemen Pendidikan, 4(1), 37–47.
G., Monheit. (2014). Chemical peels. Skin
Therapy Letters 2, 9(2), 6–11.
Galindo-González, Leonardo, Manolii,
Victor, Hwang, Sheau Fang, & Strelkov, Stephen E. (2020). Response of
Brassica napus to Plasmodiophora brassicae involves salicylic acid-mediated
immunity: An RNA-seq-based study. Frontiers in Plant Science, 11,
1025.
Garg, A., Deepika, A., Sanjay, G. &
Anil, K. S. (2002). Spreading of Semisolid Formulations: An Update. USA:
Pharmaceutical Technology.
Ikino, Juliana Kida, Nunes, Daniel Holthausen,
Silva, Vanessa Priscilla Martins da, Fröde, Tania Silvia, & Sens, Mariana
Mazzochi. (2015). Melasma and assessment of the quality of life in Brazilian
women. Anais Brasileiros de Dermatologia, 90(2), 196–200.
Kaur, Berinderjeet, & Dindyal, Jaguthsing.
(2010). Mathematical applications and modelling: Yearbook 2010 (Vol. 2).
World Scientific.
M., Reza. (2012). Penderita baru melasma
yang dilakukan peeling di Divisi Kosmetik Medik URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 2007–2009. Penelitian retrospektif.
Mayba, Julia N., & Gooderham, Melinda
J. (2018). A guide to topical vehicle formulations. Journal of Cutaneous
Medicine and Surgery, 22(2), 207–212.
O’Connor, Alicia A., Lowe, Patricia M.,
Shumack, Stephen, & Lim, Adrian C. (2018). Chemical peels: A review of
current practice. Australasian Journal of Dermatology, 59(3),
171–181.
Osei-Asare, Christina, Oppong, Esther
Eshun, Apenteng, John Antwi, Adi-Dako, Ofosua, Kumadoh, Doris, Akosua, Ansah
Acheampomaah, & Ohemeng, Kwasi Adomako. (2020). Managing Vibrio cholerae
with a local beverage: preparation of an affordable ethanol based hand
sanitizer. Heliyon, 6(1), e03105.
Patel, Avadh, Afram, Furat, Chen, Shunfei,
& Ghose, Kanad. (2011). MARSS: A full system simulator for multicore x86
CPUs. 2011 48th ACM/EDAC/IEEE Design Automation Conference (DAC),
1050–1055. IEEE.
Putri, Asri Nugrahandini. (2020). Hubungan
Antara Jenis Kulit Dan Higiene Kulit Wajah Usia Remaja Terhadap Kejadian Akne
Vulgaris Di Smk Muhammadiyah 2 Malang. Universitas Muhammadiyah Malang.
Supomo, Supomo, Sapri, Sapri, &
Komalasari, Nur. (2016). Formulasi Gel Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Manggis
(Garcinia Mangostana L) Dengan Basis Carbopol. Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 1(1),
50–60.
Surini, Silvia, Amirtha, Nurul Isti, &
Lestari, Delly Chipta. (2018). Formulation and effectiveness of a hand
sanitizer gel produced using Salam bark extract. International Journal of
Applied Pharmaceutics, 10(Special Issue 1), 216–220.
Suryani, Nelly, Mubarika, Deani Nurul,
& Komala, Ismiarni. (2019). Pengembangan dan Evaluasi Stabilitas Formulasi
Gel yang Mengandung Etil p-metoksisinamat. Pharmaceutical and Biomedical
Sciences Journal (PBSJ), 1(1).
Suryani, Suryani, Musnina, Wa Ode Sitti,
& Anto, Aisyah Shaliha. (2019). Optimasi Formula Matriks Patch Transdermal
Nanopartikel Teofilin dengan Menggunakan Metode Simplex Lattice Design (SLD). Pharmauho:
Jurnal Farmasi, Sains, Dan Kesehatan, 3(1).
Suryaningsih, Betty Ekawati, Sadewa, Ahmad
Hamim, Wirohadidjojo, Yohanes Widodo, & Soebono, Hardyanto. (2019).
Association between heterozygote Val92Met MC1R gene polymorphisms with
incidence of melasma: a study of Javanese women population in Yogyakarta. Clinical,
Cosmetic and Investigational Dermatology, 12, 489.
Syaiful, Yuanita. (2016). Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Di Rs Muhammadiyah Gresik (The
Factors Causing Asphyxia Neonatorum in Gresik Muhammadiyah Hospital). Journals
of Ners Community, 7(1), 55–60.
Tamboto, Freelyn Ch P., Wungouw, Herlina I.
S., & Pangemanan, Damajanty H. C. (2015). Gambaran Visus Mata Pada Senat
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. EBiomedik, 3(3).
Wilhelmina, Canisius, & Ziekenhuis,
Nijmegen. (2011). Diagnostische opbrengst van standaard reflexmeting op serum
methylmalonzuur voor het vaststellen van een functioneel vitamine B12 tekort. Ned
Tijdschr Klin Chem Labgeneesk, 36(4), 263–264.
Young, H. Peyton. (2004). Strategic
learning and its limits. OUP Oxford.