Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 11, November 2022

 

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG HIBRIDA (ZEA MAYS L.) PADA BERBAGAI DOSIS KOMPOS PUPUK KANDANG AYAM

 

Andi Riwayati, Muh. Farid, Abd Haris Bahcrun

Program Studi Sistem-Sistem Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Universitas Hasanuddin Makassar, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh berbagai varietas dan dosis kompos pupuk kandang ayam serta interaksi keduanya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung hibrida. Penelitian disusun dalam Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan petak utama adalah varietas (V): Pioner 27 (v1), Bisi 226 (v2), JH 29 (v3) dan Nasa 29 (v4) dan Anak Petak adalah dosis kompos pupuk kandang ayam (K) yang terdiri dari 0 ton hektar-1 (k1), 2 ton hektar-1 (k2), 4 ton hektar-1 (k3) dan 6 ton hektar-1 (k4) sehingga terdapat 16 kombinasi dan diulang sebanyak tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Pioner 36 menghasilkan rata-rata terbaik pada komponen pertumbuhan: tanaman tertinggi (265,66 cm), jumlah daun terbanyak (13,30 helai) dan diameter batang terlebar (6,63 cm); komponen fisiologis antara lain: kandungan klorofil (245,76 �mol/m2), klorofil b (100,64 �mol/m2) dan kandungan total klorofil (352,96 �mol/m2) serta pada komponen hasil: umur berbunga jantan (50,08 hari) dan betina (52,25 hari), panjang tongkol (15,86 cm), diameter tongkol (4,77 cm), berat tongkol kupasan basah (184,17 g), berat janggel (38,33 g), hasil biji per hektar (11,96 ton). Sedangkan Varietas JH 29 menghasilkan rata-rata kerapatan stomata tertinggi (73,86 stomata /mm2) dan Varietas Nasa 29 menghasilkan rata-rata bukaan stomata terluas (92,37 μm2) dan rendemen biji tertinggi (82,33%). pupuk kandang ayam 6 ton ha-1 (k3) menghasilkan rata-rata terbaik pada komponen pertumbuhan: tinggi tanaman (270,60 cm), jumlah daun (13,79 helai), luas daun (9794,73 cm2) dan diameter batang (6,61 cm); komponen fisiologis: kandungan klorofil a (242,43 �mol/m2), kandungan klorofil b (100,64 �mol/m2), kandungan total klorofil tertinggi (352,96 �mol/m2) dan komponen hasil: umur berbunga jantan (50,92 hari), panjang tongkol (15,86 cm), diameter tongkol (4,65 cm), berat tongkol kupasan basah (187,15 g), berat janggel (38,69 g), bobot 1000 biji (319,37 g), jumlah jumlah baris biji per tongkol (16,32 baris) dan hasil biji per hektar (12,08 ton). Sedangkan dosis kompos pupuk kandang ayam 0 ton ha-1 (k0) menghasilkan rata-rata tertinggi pada kerapatan stomata (73,86 stomata /mm2) dan luas bukaan stomata (92,37 μm2). Tidak terdapat interaksi varietas dengan dosis kompos pupuk kandang ayam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung hibrida.

 

Kata Kunci: Jagung, varietas hibrida, dosis kompos pupuk kandang ayam

 

 

 

Abstract

This study aimed to analyze the effect of various varieties and doses of chicken manure compost and their interaction on the growth and production of hybrid maize. The research was arranged in a Divided Plot Design (RPT) with the main plots being varieties (V): Pioner 27 (v1), Bisi 226 (v2), JH 29 (v3) and Nasa 29 (v4) and Sub-plots were doses of chicken manure compost. (K) which consists of 0 tons hectares-1 (k1), 2 tons hectares-1 (k2), 4 tons hectares-1 (k3) and 6 tons hectares-1 (k4) so ​​there are 16 combinations and repeated three times. The results showed that the Pioner 36 variety produced the best average on the components of growth: the highest plant (265.66 cm), the highest number of leaves (13.30 strands) and the widest stem diameter (6.63 cm); physiological components include: chlorophyll content (245.76 mol/m2), chlorophyll b (100.64 mol/m2) and total chlorophyll content (352.96 mol/m2) and the yield component: male flowering age (50.08 days) and females (52.25 days), ear length (15.86 cm), diameter of the ear (4.77 cm), weight of wet-peeled cobs (184.17 g), cob weight (38.33 g), yield seeds per hectare (11.96 tons). While the JH 29 variety produced the highest average stomata density (73.86 stomata /mm2) and the Nasa 29 variety produced the widest average stomata opening (92.37 m2) and the highest seed yield (82.33%). Chicken manure 6 tons ha-1 produced the best average on growth components: plant height (270.60 cm), number of leaves (13.79 pieces), leaf area (9794.73 cm2) and stem diameter ( 6.61 cm); physiological components: chlorophyll a content (242.43 mol/m2), chlorophyll b content (100.64 mol/m2), highest total chlorophyll content (352.96 mol/m2) and yield component: male flowering age (50.92 days), length of cob (15.86 cm), diameter of cob (4.65 cm), weight of wet-peeled cobs (187.15 g), weight of cob (38.69 g), weight of 1000 seeds (319.37 g) , the number of rows of seeds per cob (16.32 rows) and seed yield per hectare (12.08 tons). While the dose of chicken manure compost 0 tons ha-1 produced the highest average stomatal density (73.86 stomata /mm2) and stomata opening area (92.37 m2). There was no interaction between varieties and doses of chicken manure compost on the growth and production of hybrid maize.

 

Keywords: Corn, hybrid varieties, dose of chicken manure compost

 

Pendahuluan

Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia, mengingat komoditas ini mempunyai fungsi multiguna.

Jagung merupakan bahan pangan pokok kedua setelah beras yang digunakan sebagai sumber karbohidrat serta digunakan sebagai bahan baku industri dan pakan ternak, beberapa daerah di Indonesia seperti Madura dan Nusa Tenggara banyak mengkonsumsi jagung sebagai sumber pangan utama. Kandungan gizi Jagung per 100 gram bahan adalah Kalori: 320 Kalori, Protein: 8,28 gr, Lemak: 3,90 gr, Karbohidrat: 73,7 gr, Kalsium : 10 mg, Fosfor : 256 mg, Ferrum : 2,4 mg, Vitamin A: 510 SI, Vitamin B1: 0,38 mg, Air: 12 gr (Kementerian Pertanian, 2020).

Pertumbuhan luas panen jagung untuk periode 2015 �2019 atau pada lima tahun terakhir meningkat dengan rata-rata sebesar 4,38% per tahun, hal ini menunjukkan adanya upaya pemerintah untuk perluasan jagung, terutama dengan memanfaatkan lahan yang sementara tidak diusahakan seperti lahan kebun dan lahan hutan. Selama periode tersebut masih terdapat penurunan luas panen yang terjadi pada tahun 2015 sebesar 1,29% dan tahun 2018 sebesar 26,52%, sedangkan luas panen jagung 2 tahun terakhir (2016-2017) peningkatan rata-rata per tahun cukup tinggi yakni sebesar 17,35% dan 24,50%, sementara tahun 2018 berdasarkan angka kesepakatan antara BPS, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Pusdatin mengalami penurunan 26,52%. Tahun 2019 luas panen jagung kembali meningkat sebesar 0,58% atau luas panen naik dari 4,07 juta hektar tahun 2018 menjadi 4,09 juta hektar. Peningkatan kontribusi luas panen periode 2015-2019 terutama terjadi di Luar Pulau Jawa sebesar 54,81%, sementara di Pulau Jawa hanya sebesar 44,03% (Kementerian Pertanian, 2020).

Produksi jagung selama kurun waktu 1980-2019 tertinggi dicapai pada tahun 2019 ini yaitu sebesar 22,59 juta ton. Jika dilihat perkembangan produksi jagung pada 5 (lima) tahun terakhir, produksi jagung mengalami pertumbuhan positif dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5,06% per tahun. Pada tahun 2015 produksi jagung sebesar 19,61 juta ton, kemudian lima tahun berikutnya (2019) produksi jagung meningkat sebanyak 2,97 juta ton. Selama periode tahun 2016 sampai 2017, terjadi peningkatan produksi jagung, cukup signifikan yaitu tahun 2016 produksi jagung naik sebesar 18,23% atau sebesar 23,19 juta ton dimana tahun sebelumnya lebih rendah yakni 3,18% atau produksi sebesar 19,61 juta ton, sementara terjadi penurunan produksi jagung cukup signifikan pada tahun 2018 yang disebabkan oleh penurunan luas panen (Kementerian Pertanian, 2020).

Jumlah konsumsi jagung per kapita penduduk Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2015-2019) laju pertumbuhan cenderung menurun 5,93% per tahun. Hanya tahun 2018 hasil perhitungan prognosa Badan Ketahanan���� Pangan Kementan konsumsi jagung rumah tangga meningkat sebesar 2,66% dibandingkan tahun 2017 dari 0,98 kg/kapita/tahun menjadi 1,00 kg/kapita/tahun, sementara tahun 2017 konsumsi jagung mengalami penurunan 10,87%. Pada sisi lain konsumsi jagung untuk pakan cenderung semakin meningkat. Penggunaan jagung untuk pakan ternak langsung oleh peternak kecil/mandiri jauh melebihi penggunaan jagung untuk rumah tangga dan industri pakan, yaitu berkisar antara 2,52 juta ton hingga 4,69 juta ton dengan laju pertumbuhan 34,24% per tahun. Total penggunaan jagung untuk industri, dimana pada kurun waktu 2015 � 2019 penggunaan jagung pipilan kering naik sebesar 2,63% per tahun (Kementerian Pertanian, 2020).

Sulawesi Selatan menyumbangkan produksi jagung sekitar 1.665.594 ton dari luas panen 334.018 ha (Kementerian Pertanian, 2020), sedangkan Kabupaten Luwu Timur mampu memberikan produksi sebesar 14,922.89 ton dari luas panen sekitar 2,786.00 ha dengan produktivitas 53.56 ku/ha (Distanpan Sul-Sel, 2020). Nilai produktivitas ini masih lebih rendah dari rata-rata produktivitas nasional. Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman jagung dapat dilakukan melalui penggunaan varietas unggul baru berdaya hasil tinggi.

Varietas unggul jagung dapat dikelompokkan menjadi dua jenis jagung yakni hibrida dan komposit. Jagung hibrida adalah jagung yang pada proses pembuatannya dengan cara pemuliaan dan penyilangan antara jagung induk jantan dan jagung induk betina sehingga menghasilkan jagung jenis baru yang memiliki sifat keunggulan dari kedua induknya. Keunggulan jagung hibrida adalah kapasitas produksinya tinggi sekitar 8-12 ton per hektar. Kekurangannya adalah harga jagung mahal mencapai 20 kali sampai 40 kali lipat jagung konsumsi, jagung tidak bisa diturunkan lagi sebagai benih karena produksi akan turun mencapai 30% (Mustikawati dan Pujiharti, 2011). Jagung hibrida tidak bisa diproduksi oleh sembarang penangkar karena persyaratan yang berat. Selain memiliki keunggulan dalam jumlah produksi, jagung hibrida juga memiliki ketahanan terhadap hama dan penyakit yang sering menyerang jagung (Mustikawati dan Pujiharti, 2011).

Peningkatan hasil tanaman jagung juga diperlukan benih yang berkualitas, sehingga diperlukan varietas jagung yang memiliki sifat unggul. Kualitas biji yang baik akan menjamin harga jual yang tinggi, sehingga pendapatan petani akan maksimal (Wahyudin et al., 2013). Di Indonesia jagung dibudidayakan pada lingkungan yang beragam diantaranya ditanami varietas unggul yang terdiri dari jagung komposit (bersari bebas) dan jagung hibrida. Varietas unggul berdampak pada peningkatan produksi dan nilai tambah usahatani jagung, karena daerah populasi jagung di Indonesia sangat beragam sifat agroklimatnya, yang masing-masing membutuhkan varietas yang sesuai. Varietas merupakan salah satu di antara banyak faktor yang menentukan dalam pertumbuhan dan hasil tanaman.

Varietas unggul tidak akan memperlihatkan keunggulannya tanpa di dukung oleh teknik budidaya yang optimal. Salah satunya adalah pemupukan. Untuk dapat tumbuh dan berproduksi optimal, tanaman jagung memerlukan hara yang cukup selama pertumbuhannya. Karena itu, pemupukan merupakan faktor penentu keberhasilan budidaya jagung. Dalam hal pemupukan, kendala utama yang dihadapi petani dalam penerapan teknologi adalah tingginya harga pupuk terutama pupuk N, P, dan K. Harga pupuk buatan terus mengalami kenaikan, sementara harga dasar jagung cenderung stabil malah menurun terutama pada saat panen raya (Fattah, 2010).

Pemupukan dengan pupuk kimia hanya menambah unsur hara tanah tanpa memperbaiki sifat fisika dan biologi tanah, bahkan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap tanah. Berpedoman kepada tingginya pemakaian pupuk kimia ditingkat petani, peningkatan harga pupuk dan kelangkaan pupuk buatan akhir-akhir ini, maka kita perlu mencari alternatif menggantikan pemakaian pupuk kimia tanpa menurunkan hasil (Murni dan Arief, 2008). Alternatif tersebut adalah melalui penggunaan pupuk organik seperti dengan penggunaan pupuk kompos. Pengomposan adalah dekomposisi bahan organik segar menjadi bahan yang menyerupai humus(C/N mendekati 10). Di dalam pembuatan kompos, kualitas bahan sangat menentukan kelancaran dekomposisi. Bahan organik yang baik harus mempunyainisbah C/N serendah mungkin (Indranada, 1994).

Penggunaan bahan organik hingga saat ini dianggap sebagai upaya terbaik dalam perbaikan produktifitas tanah marginal termasuk tanah masam. Menurut Riley et al. (2008) dan Dinesh et al. (2010) bahwa aplikasi bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kapasitas menahan air, dan meningkatkan kehidupan biologi tanah. Lebih jauh Acquaah (2005) menyatakan bahwa bahan organik berperan penting dalam meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologis tanah. Menurut Higa dan James (1997) dalam Tufaila et al., (2014) hasil fermentasi bahan organik yang dilakukan oleh mikroorganisme efektif (EM) adalah asam laktat, asam amino, yang dapat diserap langsung oleh tanaman sebagai antibiotik yang mampu menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan. Salah satu bahan organik yang kaya dengan unsur hara adalah pupuk kandang yang berasal dari kotoran ayam. Menurut Musnamar (2003), kotoran ayam mengandung unsur hara lengkap yang dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhannya seperti nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan sulfur (S).

Pupuk kandang kotoran ayam dapat terdekomposisi dengan cepat apabila dibantu oleh mikroba antara lain bakteri asam laktat Lactobacillus, bakteri fotosintetik serta Streptomyces sp. dan khamir. Salah satu aktivator yang dapat digunakan yaitu Effective Mikroorganisme (EM4). EM4 merupakan mikroorganisme yang dapat mempercepat proses pengomposan, memperbaiki kesehatan dan kualitas tanah (Siburian, 2007). Hasil penelitian Ariyandi et al. (2016), menyatakan bahwa penggunaan kompos kotoran ayam 1,0 ton ha-1 menghasilkan diameter tongkol terbaik dan berat pipilan terbanyak 4,6 kg petak-1 pada jagung manis. Lukiwati dan Yafizham (2020) melaporkan hasil penelitiannya terhadap hasil jagung manis dan nutrisi jerami sebagai pakan ternak akibat pengaruh pukan plus dan pupuk anorganik. Dilaporkan bahwa pemupukan dengan pukan plus (pukan diperkaya NP-organik) maupun pukan+pupuk anorganik (ZA+TSP) serta pemupukan anorganik (ZA+TSP) memberikan hasil yang sama terhadap berat tongkol berkelobot maupun tanpa kelobot, berat segar dan bahan kering jerami serta serapan P jerami jagung manis. Pukan plus menghasilkan serapan N jerami setara dengan pukan+pupuk anorganik. Namun pukan kambing plus dan pukan ayam plus mampu menghasilkan serapan N jerami lebih tinggi dibanding pemupukan anorganik (ZA+TSP). Pukan plus mampu menggantikan peran pupuk ZA dan TSP sehingga dapat menekan kebergantungan terhadap pupuk anorganik

Salah satu daerah di wilayah Kabupaten Luwu Timur yang merupakan sentra pertanaman jagung adalah Kecamatan Angkona, dari areal luas panen sebesar 4.205,00 ha di Kabupaten Luwu Timur, 23,33% ada di Kecamatan Angkona atau seluas 981 ha, merupakan wilayah kecamatan yang terluas areal panen jagungnya di Kab. Luwu Timur dengan produksi 6,133.92 ton. Penelitian ini akan dilaksanakan di Kecamatan Angkona yakni di Desa Watang Panua.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh dari penanaman berbagai varietas jagung hibrida dengan berbagai pemberian dosis kompos pupuk kandang ayam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung hibrida yang direncanakan dilakukan di Desa Watang Panua, Kecamatan Angkona Kabupaten Luwu Timur.

 

Metode Penelitian

Penelitian disusun dalam bentuk Rancangan Petak Terbagi (RPT) dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan sebagai berikut :

1.   Faktor petak utama adalah berbagai varietas jagung terdiri atas empat taraf yaitu :

v1������������� : Pioner 27

v2������������� : Bisi 226

v3������������� : JH 29

v4������������� : Nasa 29

2.   Faktor anak petak adalah dosis kompos pupuk kandang ayam terdiri dari empat taraf yaitu :

k0������������� : 0 ton ha-1

k1������������� : 2 ton ha-1

k2������������� : 4 ton ha-1

k3������������� : 6 ton ha-1

Setiap faktor petak utama dan anak petak dikombinasikan sehingga terdapat 16 kombinasi perlakuan dan setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga terdapat 48 unit petak percobaan.

Model Statistika Penelitian

Model statistik untuk percobaan Rancangan Petak Terbagi (RPT) dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) adalah sebagai berikut:

����������� Yij������������ = � + rk + αi + bj + gik + (αb)ij + εijk

dimana:

Yij

=

Nilai pengamatan (respon) pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan taraf ke-i dari faktor petak utama dan taraf ke-j dari faktor anak petak

=

Nilai tengah populasi

rk

=

Pengaruh aditif dari kelompok ke-k

αi

=

Pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor petak utama

bj

=

Pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor anak petak

b)ij

=

Pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor petak utama dan taraf ke-j dari perlakuan anak petak

gik

=

Pengaruh galat percobaan dari petak utama, yang muncul pada taraf ke-i dari faktor petak utama dalam kelompok ke-k

εijk

=

Pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij

Rancangan Analisis

Keseluruhan data yang diperoleh pada penelitian dilakukan analisis secara analisa varians yang dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) atau uji LSD (Least Significance Different).

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian terdiri dari analisis tanah, penyiapan lahan, persiapan benih, penanaman, aplikasi pupuk, pemeliharaan (pemberian air, pembersihan, penjarangan, dan pengendalian organisme penganggu tanaman (OPT) dan panen.

 

Hasil Dan Pembahasan

Hasil

Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 1a dan 1b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berbagai varietas berpengaruh nyata, dosis kompos pupuk kandang ayam berpengaruh sangat nyata, sedangkan interaksi antara varietas dengan dosis kompos pupuk kandang ayam berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman.

 

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman (cm)

Varietas

Dosis Kompos pupuk kandang Ayam (ton ha-1)

Rata-rata

NP BNT0,05

0 (k0)

2 (k1)

4 (k2)

6 (k3)

Pioner 36 (v1)

258,57

261,23

261,87

280,97

265,66a

13,2232

Bisi 226 (v2)

260,58

253,47

256,79

269,44

260,07ab

JH 29 (v3)

246,07

264,12

270,23

272,70

263,28a

Nasa 29 (v4)

237,90

245,94

244,53

259,28

246,91b

Rata-rata

250,78b

256,19b

258,36b

270,60a

NP BNT0,05

10,5565

Keterangan :���� Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom (a, b, c) berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji BNTα=0,05

 

Tabel 1 menunjukkan bahwa varietas Pioner 36 (v1) menghasilkan rata-rata tanaman tertinggi (265,66 cm) dan berbeda nyata dengan varietas Nasa 29 (v4) tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Bisi 226 (v2) dan JH 29 (v3).

Dosis kompos pupuk kandang ayam 6 ton ha-1 (k3) menghasilkan rata-rata tanaman tertinggi (270,60 cm) dan berbeda nyata dengan dosis kompos pupuk kandang ayam lainnya.

Jumlah Daun

Jumlah daun dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 2a dan 2b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berbagai varietas berpengaruh nyata, dosis kompos pupuk kandang ayam berpengaruh sangat nyata, sedangkan interaksi antara varietas dengan dosis kompos pupuk kandang ayam berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun.

 

Tabel 2. Rata-rata jumlah daun (helai)

Varietas

Dosis Kompos pupuk kandang Ayam (ton ha-1)

Rata-rata

NP BNT0,05

0 (k0)

2 (k1)

4 (k2)

6 (k3)

Pioner 36 (v1)

12,53

12,73

13,47

14,47

13,30a

0,2355

Bisi 226 (v2)

12,53

12,87

12,93

13,37

12,93b

JH 29 (v3)

12,67

13,10

13,60

13,70

13,27a

Nasa 29 (v4)

12,50

13,30

13,40

13,63

13,21a

Rata-rata

12,56c

13,00bc

13,35ab

13,79a

 

 

NP BNT0,05

0, 4450

 

 

 

 

 

Keterangan :���� Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom (a, b, c) berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji BNTα=0,05

 

Tabel 2 menunjukkan bahwa varietas Pioner 36 (v1) menghasilkan rata-rata jumlah daun terbanyak (13,30 helai) dan berbeda nyata dengan varietas Bisi 226 (v2) tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas JH 29 (v3) dan Nasa 29 (v4).

Dosis kompos pupuk kandang ayam 6 ton ha-1 (k3) menghasilkan rata-rata jumlah daun terbanyak (13,79 helai) dan berbeda nyata dengan dosis kompos pupuk kandang ayam 0 ton ha-1 (k0) dan 2 ton ha-1 (k1), tetapi tidak berbeda nyata dengan dosis kompos pupuk kandang ayam 4 ton ha-1 (k2).

Luas Daun

Luas daun dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 3a dan 3b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berbagai varietas berpengaruh tidak nyata, dosis kompos pupuk kandang ayam berpengaruh sangat nyata, sedangkan interaksi antara varietas dengan dosis kompos pupuk kandang ayam berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman.

 

Tabel 3. Rata-rata luas daun (cm2)

Varietas

Dosis Kompos pupuk kandang Ayam (ton ha-1)

0 (k0)

2 (k1)

4 (k2)

6 (k3)

Pioner 36 (v1)

6497,47

7726,43

8523,23

10859,80

Bisi 226 (v2)

7396,17

7989,17

8390,23

8706,90

JH 29 (v3)

6265,03

8129,33

8238,53

9578,33

Nasa 29 (v4)

6495,47

7421,63

8114,30

10033,87

Rata-rata

6663,53c

7816,64b

8316,58b

9794,73a

NP BNT0,05

733,2423

 

 

 

Keterangan :���� Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom (a, b, c) berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji BNTα=0,05

 

Tabel 3 menunjukkan bahwa dosis kompos pupuk kandang ayam 6 ton ha-1 (k3) menghasilkan rata-rata daun terluas (9794,73 cm2) dan berbeda nyata dengan dosis kompos pupuk kandang ayam lainnya.

Diameter Batang

Diameter batang dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 4a dan 4b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berbagai varietas berpengaruh sangat nyata, dosis kompos pupuk kandang ayam berpengaruh nyata, sedangkan interaksi antara varietas dengan dosis kompos pupuk kandang ayam berpengaruh tidak nyata terhadap diameter batang.

 

Tabel 4. Rata-rata diameter batang (cm)

Varietas

Dosis Kompos pupuk kandang Ayam (ton ha-1)

Rata-rata

NP BNT0,05

0 (k0)

2 (k1)

4 (k2)

6 (k3)

Pioner 36 (v1)

6,33

6,65

6,73

6,81

6,63a

0, 1967

Bisi 226 (v2)

6,50

6,52

6,59

6,60

6,55a

JH 29 (v3)

6,32

6,45

6,48

6,73

6,50a

Nasa 29 (v4)

6,05

6,13

6,18

6,28

6,16b

Rata-rata

6,30b

6,44ab

6,50a

6,61a

 

 

NP BNT0,05

0, 1802

 

 

 

 

 

Keterangan :���� Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom (a, b) berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji BNTα=0,05

 

Tabel 4 menunjukkan bahwa varietas Pioner 36 (v1) menghasilkan rata-rata diameter batang terlebar (6,63 cm) dan berbeda nyata dengan varietas Nasa 29 (v4) tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Bisi 226 (v2) dan JH 29 (v3).

Dosis kompos pupuk kandang ayam 6 ton ha-1 (k3) menghasilkan rata-rata jumlah daun terbanyak (13,79 helai) dan berbeda nyata dengan dosis kompos pupuk kandang ayam 0 ton ha-1 (k0), tetapi tidak berbeda nyata dengan dosis kompos pupuk kandang ayam 2 ton ha-1 (k1) dan 4 ton ha-1 (k2).

Kandungan Klorofil a

Kandungan klorofil a dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 5a dan 5b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berbagai varietas dan dosis kompos pupuk kandang ayam berpengaruh sangat nyata, sedangkan interaksi antara varietas dengan dosis kompos pupuk kandang ayam berpengaruh tidak nyata terhadap kandungan klorofil a.

 

Tabel 5. Rata-rata kandungan klorofil a (�mol/m2)

Varietas

Dosis Kompos pupuk endang Ayam (ton ha-1)

Rata-rata

NP BNT0,05

0 (k0)

2 (k1)

4 (k2)

6 (k3)

Pioner 36 (v1)

230,40

248,51

250,20

253,94

245,76a

9,9899

Bisi 226 (v2)

193,99

197,94

207,76

233,86

208,39c

JH 29 (v3)

216,15

224,08

230,63

245,30

229,04b

Nasa 29 (v4)

217,38

222,52

236,51

236,63

228,26b

Rata-rata

214,48d

223,26c

231,28b

242,43a

 

 

NP BNT0,05

7,8987

 

 

 

 

 

Keterangan :���� Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom (a, b, c, d) berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji BNTα=0,05

 

Tabel 5 menunjukkan bahwa varietas Pioner 36 (v1) menghasilkan rata-rata kandungan klorofil a tertinggi (245,76 �mol/m2) dan berbeda nyata dengan semua varietas lainnya.

Dosis kompos pupuk kandang ayam 6 ton ha-1 (k3) menghasilkan rata-rata kandungan klorofil a tertinggi (242,43 �mol/m2) dan berbeda nyata dengan dosis kompos pupuk kandang ayam lainnya.

Kandungan Klorofil b

Kandungan klorofil b dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 5a dan 5b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berbagai varietas dan dosis kompos pupuk kandang ayam berpengaruh sangat nyata, sedangkan interaksi antara varietas dengan dosis kompos pupuk kandang ayam berpengaruh tidak nyata terhadap kandungan klorofil b.

 

Tabel 6. Rata-rata kandungan klorofil b (�mol/m2)

Varietas

Dosis Kompos pupuk kandang Ayam (ton ha-1)

Rata-rata

NP BNT0,05

0 (k0)

2 (k1)

4 (k2)

6 (k3)

Pioner 36 (v1)

94,20

101,17

102,04

105,14

100,64a

4,2454

Bisi 226 (v2)

80,44

82,14

86,21

95,14

85,98c

JH 29 (v3)

88,15

91,15

93,32

101,35

93,49b

Nasa 29 (v4)

89,60

90,93

96,05

96,62

93,30b

Rata-rata

88,10d

91,35c

94,41b

99,56a

NP BNT0,05

2,7549

Keterangan :���� Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom (a, b, c, d) berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji BNTα=0,05

 

Tabel 6 menunjukkan bahwa varietas Pioner 36 (v1) menghasilkan rata-rata kandungan klorofil b tertinggi (100,64 �mol/m2) dan berbeda nyata dengan semua varietas lainnya.

Dosis kompos pupuk kandang ayam 6 ton ha-1 (k3) menghasilkan rata-rata kandungan klorofil b tertinggi (99,56 �mol/m2) dan berbeda nyata dengan dosis kompos pupuk kandang ayam lainnya.

Kandungan Total Klorofil

Kandungan total klorofil dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 7a dan 7b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berbagai varietas dan dosis kompos pupuk kandang ayam berpengaruh sangat nyata, sedangkan interaksi antara varietas dengan dosis kompos pupuk kandang ayam berpengaruh tidak nyata terhadap kandungan total klorofil.

Tabel 7 menunjukkan bahwa varietas Pioner 36 (v1) menghasilkan rata-rata kandungan total klorofil tertinggi (352,96 �mol/m2) dan berbeda nyata dengan semua varietas lainnya.

Dosis kompos pupuk kandang ayam 6 ton ha-1 (k3) menghasilkan rata-rata kandungan total klorofil tertinggi (348,41 �mol/m2) dan berbeda nyata dengan dosis kompos pupuk kandang ayam lainnya.

 

Tabel 7. Rata-rata kandungan total klorofil (�mol/m2)

Varietas

Dosis Kompos pupuk kandang Ayam (ton ha-1)

Rata-rata

NP BNT0,05

0 (k0)

2 (k1)

4 (k2)

6 (k3)

Pioner 36 (v1)

331,35

356,58

359,03

364,89

352,96a

13,2086

Bisi 226 (v2)

280,75

286,34

300,16

335,98

300,81c

JH 29 (v3)

311,23

318,92

331,22

352,75

328,53b

Nasa 29 (v4)

313,78

320,25

339,62

340,03

328,42b

Rata-rata

309,27d

320,52c

332,51b

348,41a

 

 

NP BNT0,05

10,3633

 

 

 

 

 

Keterangan :���� Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom (a, b, c, d) berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji BNTα=0,05

 

Pembahasan

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan berbagai varietas berpengaruh nyata pada komponen tinggi tanaman, jumlah daun, kerapatan stomata, umur berbunga jantan dan hasil biji per hektar serta berpengaruh sangat nyata pada diameter batang, kandungan klorofil a dan b serta kandungan total klorofil, luas bukaan stomata, umur berbunga betina, panjang tongkol, diameter tongkol, berat tongkol kupasan basah, berat janggel, rendemen biji, jumlah baris biji per tongkol. Sedangkan perlakuan berbagai dosis kompos pupuk kandang ayam berpengaruh nyata pada diameter batang serta berpengaruh sangat nyata pada komponen pertumbuhan: tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, kandungan klorofil a dan b serta kandungan total klorofil, kerapatan stomata, luas bukaan stomata, umur berbunga jantan, panjang tongkol, diameter tongkol, berat tongkol kupasan basah, berat janggel, bobot 1000 biji, jumlah baris biji per tongkol dan hasil biji per hektar. Sedangkan interaksi antara perlakuan berbagai varietas dan berbagai dosis kompos pupuk kandang ayam tidak berpengaruh pada semua komponen yang diamati.

Pengaruh Perlakuan Varietas

Hasil analisis lanjutan menunjukkan bahwa varietas Pioner 36 menghasilkan rata-rata tertinggi pada komponen pertumbuhan seperti tanaman tertinggi (265,66 cm), jumlah daun terbanyak (13,30 helai) dan diameter batang terlebar (6,63 cm). Fase pertumbuhan vegetatif sangat berpengaruh penting untuk tahap selanjutnya yakni fase generatif. Pertumbuhan vegetatif yang optimal akan mendorong pertumbuhan generatif yang optimal juga sehingga akan diperoleh hasil yang tinggi. Pengamatan tinggi tanaman merupakan salah satu parameter utama untuk mengetahui tingkat adaptasi suatu varietas pada suatu agroekosistem. Adanya perbedaan tinggi tanaman dipengaruhi oleh kemampuan masing-masing varietas, dalam hal ini dipengaruhi faktor genetik yang berbeda serta kemampuan adaptasi terhadap lingkungan tumbuh misalnya tingkat kompetisinya dengan tanaman lain dalam menggunakan sumber daya yang ada. Menurut Aisah dan Herlina (2018), tinggi tanaman sangat dipengaruhi oleh tingkat kompetisi antar tanaman dalam memperoleh air, cahaya matahari dan ruang tumbuh (Aisyah, 2016).

Varietas Pioner 36 memiliki tanaman yang relatif lebih tinggi (� 266 cm) sesuai dengan deskripsi varietas dibandingkan dengan varietas lainnya. Menurut Mahdiannoor dan Istiqomah (2015), umur tanaman di bawah 42 HST (Hari Setelah Tanam), maka pertumbuhan tinggi tanaman dipengaruh oleh faktor genetik dari masing-masing varietas. Sedangkan saat umur jagung 49 HST pertumbuhan tinggi tanaman sudah tidak dipengaruhi oleh genetik karena tanaman jagung sudah memasuki masa generatif.

Banyaknya jumlah daun tanaman jagung berbanding lurus dengan pertumbuhan tinggi tanaman. Daun merupakan tempat terjadinya proses fotosintesis, sehingga fotosintat akan ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aisah dan Herlina (2018) bahwa jumlah daun dipengaruhi jenis varietas dalam penyerapan cahaya matahari untuk proses fotosintesis dalam pertumbuhan tanaman. Jumlah daun menggambarkan kemampuan tanaman dalam melakukan fotosintesis dan memiliki daun yang lebih banyak menunjukkan pertumbuhan yang baik dalam menghasilkan fotosintat lebih banyak untuk pertumbuhan tanaman yang optimal (Aisyah, 2016).

Jumlah daun yang optimal akan memberikan pertumbuhan tinggi dan diameter batang yang proporsional. Tanaman yang banyak mendapatkan cahaya matahari cenderung diameter batang lebih besar akibat hasil fotosintesis ditranskolasikan dalam pembentukan batang. Sedang tanaman yang kurang mendapatkan cahaya matahari sehingga fotosintesis rendah sehingga batang cenderung lebih kecil disamping karena faktor lain seperti cekaman kekeringan, kekurangan pupuk organik dan an organik. Menurut Wahyudin et al., (2015), fotosintesis adalah proses dasar pada tanaman untuk menghasilkan makanan melalui daun dengan bantuan cahaya matahari untuk menentukan ketersediaan energi dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Wahyudin et al., 2015).

Hasil analisis uji lanjutan menunjukkan bahwa varietas Pioner 36 menghasilkan rata-rata tertinggi pada pada komponen fisiologis antara lain kandungan klorofil (245,76 �mol/m2), klorofil b (100,64 �mol/m2) dan kandungan total klorofil (352,96 �mol/m2). Klorofil dibutuhkan tanaman untuk proses fotosintesis, maka klorofil umumnya disintesis pada daun untuk menangkap cahaya matahari. Jumlah klorofil berbeda pada tiap spesies tergantung dari faktor lingkungan dan genetiknya. Gogahu et al., (2016) menyatakan bahwa kandungan klorofil pada daun bervariasi dari satu jenis tanaman dengan tanaman lainnya. Kandungan klorofil bahkan bervariasi antara berbagai varietas tanaman dalam satu spesies. Umur daun juga mempengaruhi adanya variasi kandungan klorofil pada tanaman. Selanjutnya Kamagi et al., (2017) menyatakan bahwa pengukuran karakter fisiologi tanaman seperti kandungan klorofil, merupakan salah satu pendekatan untuk mempelajari pengaruh karakter tersebut terhadap pertumbuhan dan hasil produksi pada tanaman yang berkaitan erat dengan laju fotosintesis.

Varietas JH 29 (v3) menghasilkan rata-rata kerapatan stomata tertinggi (73,86 stomata /mm2) dan secara statistik sama dengan rata-rata kerapatan stomata yang dihasilkan varietas Nasa 29 (v4). Sedangkan Varietas Nasa 29 (v4) menghasilkan rata-rata bukaan stomata terluas (92,37 μm2) dan rendemen biji tertinggi (82,33%). Kerapatan stomata merupakan jumlah stomata pada suatu bidang pandang. Jumlah stomata mempengaruhi tingkat kerapatan stomata yaitu bila jumlahnya banyak maka tingkat kerapatan stomata juga tinggi. Tingkat kerapatan stomata berbeda pada setiap jenis tumbuhan. Sama halnya dengan jumlah stomata, kerapatan stomata juga dipengaruhi oleh faktor genetik namun fenotipnya juga dipengaruhi oleh lingkungan sehingga diperoleh kerapatan stomata yang berbeda pada setiap varietas yang dicobakan. Sofianti et al., (2022) menyatakan bahwa semakin tinggi nilai kerapatan stomata suatu jenis tumbuhan maka semakin banyak jumlah stomatanya. Selanjutnya Boso et al. (2016) menyatakan bahwa tinggi rendahnya kerapatan stomata tidak selalu dipengaruhi oleh ukuran daun, karena stomata yang sangat rendah dapat dijumpai pada daun yang lebar seperti pada tanaman Castanal (Boso et al., (2016). Beberapa peneliti melaporkan bahwa, perbedaan kerapatan stomata dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (eksternal), seperti habitat, intensitas cahaya dan ada tidaknya naungan. Zhu et al. (2018) menambahkann bahwa kelembaban juga berpengaruh terhadap kerapatan stomata, pada tempat yang lembab maka kerapatan stomata lebih rendah.

Kerapatan mempengaruhi dua proses penting pada tumbuhan yaitu transpirasi dan fotosintesis. Tumbuhan dengan kerapatan tinggi memiliki tingkat transpirasi yang lebih tinggi dari pada tumbuhan dengan kerapatan yang rendah. Pertumbuhan optimal suatu tumbuhan akan tercapai jika laju fotosintesis yang terjadi juga optimal dengan meningkatkan penyerapan CO2 sebagai bahan baku fotosintesis didukung oleh adanya cahaya matahari yang optimal. Menurut Budiono et al., (2016) bahwa stomata dapat mempengaruhi efisiensi fotosintesis. Stomata memungkinkan masuknya dari lingkungan pada siang hari sebagai bahan fotosintesis. Fotosintesis hanya dapat dilakukan saat stomata terbuka. Kerapatan stomata sangat bergantung pada konsentrasi, yaitu bila naik, jumlah stomata per satuan luas lebih sedikit. Stomata memberikan respon pada cahaya melalui efek fotosintesis dari konsentrasi.

Besar kecilnya bukaan stomata diatur oleh tekanan turgor dan volume sel dari sel penjaga. Stomata dapat benar-benar menutup saat mengalami kekeringan sedang hingga parah, tergantung spesies tumbuhan. Hal ini juga berarti bahwa luas bukaan stomata dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.

Stomata adalah jendela utama untuk masuknya CO2 kedalam jaringan tanaman melalui daun yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap kemampuan tanaman dalam melakukan fotosintesis. Daun berhubungan erat dengan nilai lebar pori stomata, jika lebar pori bukaan stomata menurun pada kondisi kekeringan akan mengakibatkan terganggunya proses metabolisme didalam jaringan tanaman sehingga diikuti dengan menurunnya pertumbuhan pada tanaman salah satunya penurunan nilai jumlah daun. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Munir et al., (2022) bahwa penyerapan CO2 adalah kemampuan tanaman untuk menyerap CO2 melalui pori stomata yang juga dipengaruhi oleh banyaknya jumlah daun sehingga lebar bukaan dan penutupan stomata dapat mempengaruhi pengaturan aktivitas proses fotosintesis melalui daun yang diketahui bahwa tanaman C4 dengan menggunakan CO2 dalam siklus calvin yang ketersediaanya, pemanfaatan karbon dikendalikan langsung terhadap jumlah ketersediaan CO2 dan tidak hanya bergantung ketersediaanya diatmosfer tetapi juga sangat bergantung pada lebar bukaan stomata.

Rendemen biji yang tinggi diperoleh dari varietas Nasa 29 diduga disebabkan oleh diameter janggel lebih kecil dibandingkan varietas lain maka varietas tersebut memiliki rendemen hasil yang tinggi. Menurut Herawati et al., (2015), jika diameter janggel jagung besar maka rendemen yang didapatkan akan kecil dan sebaliknya. Selanjutnya Maintang et al., (2018) menyatakan bahwa rendemen biji yang tinggi menunjukkan partisi asimilat ke biji lebih besar dibanding ke bagian organ lainnya seperti janggel.

Hasil analisis uji lanjutan menunjukkan bahwa varietas Pioner 36 menghasilkan rata-rata tertinggi pada komponen hasil meliputi umur berbunga jantan (50,08 hari) dan betina (52,25 hari), panjang tongkol (15,86 cm), diameter tongkol (4,77 cm), berat tongkol kupasan basah (184,17 g), berat janggel (38,33 g), hasil biji per hektar (11,96 ton). Sedangkan varietas JH 29 (v3) menghasilkan rata-rata jumlah baris biji per tongkol terbanyak (16,92 baris). Fase generatif ditandai dengan pengaruh varietas Pioner 36 terhadap umur berbunga jantan dan betina. Hal ini diduga karena umur berbunga lebih dipengaruhi oleh faktor genetic. Menurut Subekti (2021) bahwa umur berbunga pada setiap varietas jagung dipengaruhi oleh faktor genetik dari setiap varietas. Cepat dan lambatnya muncul bunga pada setiap tanaman pada kondisi lingkungan yang sama tidak akan memberikan perbedaan, namun dengan perbedaan faktor genetik dari setiap varietas akan memberikan respon yang berbeda tergantung pada masing-masing sifat genetik dari setiap varietas.

Panjang dan diameter tongkol yang muncul juga merupakan pengaruh dari faktor genetik dari setiap varietas. Seperti yang dinyatakan oleh Kartinaty et al., (2019) bahwa faktor genetik akan mempengaruhi penampilan dari panjang dan diameter tongkol. Selanjutnya semakin panjang tongkol dan semakin besar diameter tongkol akan meningkatkan berat tongkol yang terbentuk. Solihin et al., (2019) menyatakan bahwa tongkol panjang, diameter besar dan baris biji yang banyak akan mempengaruhi berat tongkol tanaman jagung. Varietas Pioner 36 menghasilkan panjang tongkol lebih tinggi dibanding varietas lainnya. Menurut Yuyun et. al., (2018), pembentukan tongkol dan merupakan komponen utama dalam proses sintesa protein yang berkorelasi positif terhadap peningkatan ukuran tongkol (panjang dan diameter), salain itu faktor genetik juga berpengaruh terhadap ukuran tongkol (Yuyun et al., 2018). Ditambahkan oleh Aji et al., (2021) bahwa berat tongkol merupakan salah satu komponen penentu tingkat produktivitas jagung. Semakin besar diameter tongkol dan panjang tongkol akan berpotensi memberikan hasil yang lebih tinggi. Hal ini tercermin dari berat janggel dan hasil biji jagung yang diperoleh (Solihin, 2019).

Pengaruh Perlakuan Dosis Kompos Pupuk Kandang Ayam

Hasil analisis statistik lanjutan menunjukkan bahwa dosis kompos pupuk kandang ayam 6 ton ha-1 (k3) menghasilkan rata-rata tertinggi pada komponen pertumbuhan meliputi : tinggi tanaman (270,60 cm), jumlah daun (13,79 helai), luas daun (9794,73 cm2) dan diameter batang (6,61 cm). Hal tersebut diduga disebabkan dengan pemberian dosis tersebut mampu menyediakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman sehingga pertumbuhannya semakin baik. Pupuk kandang ayam mengandung N yang lebih tinggi yang berperan dalam pertumbuhan vegetatif tanaman. Hasibuan et al., (2022) menyatakan bahwa penggunaan pupuk organik (pupuk kandang ayam) dapat menjadi pilihan penambahan sumber unsur hara pada tanah namun tanpa mengurangi kualitas tanah. Penggunaan pupuk kandang ayam dijadikan pilihan karena di antara pupuk organik lainnya pupuk kandang ayam memiliki kadar hara N yang paling tinggi dibandingkan pupuk kandang lainnya. Pupuk kandang ayam memiliki kandungan hara N mencapai 1,7% yang tiga kali lebih tinggi dari pupuk kandang domba (0,55%) dan lima kali lebih tinggi dari pupuk kandang sapi (0,29%) (Hasibuan et al., 2022).

Tanaman yang lebih tinggi dipicu oleh unsur N yang dikandung oleh pupuk kandang ayam, sejalan dengan pendapat Sinuraya dan Melati (2019), bahwa unsur N berperan dalam pembelahan dan pemanjangan sel, sehingga mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman. Rhezali dan Lahlali (2017) menambahkan bahwa tanaman jagung tidak dapat tumbuh optimal apabila kebutuhan unsur haranya tidak terpenuhi. Tinggi tanaman sebagian besar dipicu oleh ketersediaan hara nitrogen (N) dan fosfat (P). Demikian pula dengan pertambahan jumlah daun seperti yang dilaporkan oleh Irawati (2016) bahwa kandungan nitrogen yang tinggi pada pupuk kandang ayam memacu laju pertumbuhan daun tanaman. Selanjutnya Nur (2019) menambahkan bahwa unsur nitrogen merupakan unsur hara esensial yang sangat dibutuhkan tanaman pada masa pertumbuhan vegetatif tanaman, hal ini karena unsur hara nitrogen sangat berperan dalam proses pembentukan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang dan akar (Nur, 2019).

Analisis statistik lanjutan menunjukkan bahwa dosis kompos pupuk kandang ayam 6 ton ha-1 (k3) menghasilkan rata-rata tertinggi pada komponen fisiologis meliputi kandungan klorofil a (242,43 �mol/m2), kandungan klorofil b (100,64 �mol/m2), kandungan total klorofil tertinggi (352,96 �mol/m2). Hal ini diduga karena pupuk kandang ayam dengan dosis tersebut memiliki kandungan nitrogen yang tinggi. Unsur nitrogen berfungsi dalam menyusun pigmen klorofil sehingga apabila kandungan nitrogen tinggi maka klorofil yang tersusun kemungkinan lebih banyak jumlahnya. Nur (2019) m,enyatakan bahwa nitrogen juga berperan dalam pembentukan sel tanaman, jaringan organ dan sebagai bahan sintesis protein, klorofil, protein dan asam amino. Ditambahkan oleh Utami et al., (2020), nitrogen juga merupakan unsur yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman dan mendorong pembentukan klorofil sehingga daun dapat melakukan fotosintesis. Kekurangan nitrogen pada tanaman dapat menyebabkan daun tanaman mudah gugur dan pertumbuhan vegetatifnya menjadi terhambat sehingga menurunkan produksi tanaman, selain itu tanaman yang memiliki kandungan klorofil yang rendah juga dapat mengalami penurunan kemampuan dalam mengabsorpsi cahaya sehingga fotosintat yang dihasilkan menjadi rendah.

Kandungan unsur nitrogen pada pupuk kandang ayam dapat meningkatkan produksi zat hijau daun klorofil. Klorofil yang tersedia dalam jumlah yang cukup pada daun tanaman akan meningkatkan kemampuan daun untuk menyerap cahaya matahari, sehingga proses fotosintesis akan berjalan lancar (Nizar, 2017).

Dosis kompos pupuk kandang ayam 0 ton ha-1 (k0) menghasilkan rata-rata tertinggi pada komponen kerapatan stomata (73,86 stomata /mm2) dan bukaan stomata terluas (92,37 μm2). Tingginya kerapatan stomata dipengaruhi oleh jumlah stomata, semakin banyak jumlah stomata maka akan menyebabkan laju transpirasi juga akan semakin meningkat. Hal ini mengakibatkan tingginya laju transpirasi karena air yang keluar lebih banyak juga. Kondisi ini juga memungkinkan bukaan stomata menjadi lebih luas. Menurut Hepworth et al. (2015), tanaman dengan kerapatan stomata rendah memiliki tingkat transpirasi yang rendah, sehingga lebih toleran terhadap kekeringan dibandingkan dengan tanaman yang memiliki kerapatan stomata lebih tinggi. Berkurangnya kerapatan stomata akan berdampak pada penurunan respons membuka dan menutupnya stomata.

Komponen hasil yang diamati menunjukkan bahwa dosis kompos pupuk kandang ayam 6 ton ha-1 (k3) menghasilkan rata-rata tercepat pada umur berbunga jantan (50,92 hari). Umur berbunga jantan yang lebih cepat dipicu oleh unsur P yang dikandung oleh pupuk kandang ayam, dengan dosis yang optimal mampu merangsang pembungaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Aulia et al., (2021), unsur P berperan dalam proses pembungaan, pembentukan buah dan pengisian biji (Aulia et al., 2021). Yulianto (2021) menambahkan bahwa unsur P digunakan untuk merangsang pembungaan dan pembuahan, pertumbuhan akar dan pembentukan biji dan unsur K untuk pertumbuhan batang yang lebih kokoh, sebagai aktivator enzim dalam metabolisme karbohidrat dan nitrogen yang meliputi pembentukan, pemecahan dan translokasi pati, serta berpengaruh terhadap pengangkutan fosfor (Yulianto, 2021). Setyawan dan Santoso (2020) menyatakan bahwa pupuk kandang ayam mengandung unsur hara: C-Organik: 24,8 %, N: 2,15 %, P: 1,23%, dan K: 1,33% sehingga mampu menunjang pertumbuhan dan hasil tanaman.

Dosis kompos pupuk kandang ayam 6 ton ha-1 (k3) juga memberikan hasil rata-rata tertinggi pada komponen hasil: panjang tongkol (15,86 cm), diameter tongkol (4,65 cm), berat tongkol kupasan basah (187,15 g), berat janggel (38,69 g). Hal ini dfiduga disebabkan dengan pemberian kompos pupuk kandang ayam pada lahan tempat tumbuh tanaman akan meningkatkan uynsur hara pada tanah sehingga menghasilkan pertumbuhan yang baik berupa tanaman semakin tinggi, yang juga akan semakin meningkatkan jumlah daun yang berarti organ untuk melaksanakan fotosintesis lebih banyak yang dapat menyebabkan peningktan hasil tanaman dalam hal ini tongkol yang dihasilkan. Hal ini didukung oleh Sofyan et al. (2019), bahwa ketersediaan unsur hara di dalam tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Semakin banyak penambahan pupuk kotoran hewan pada tanaman, maka pertumbuhan tanaman akan tinggi. Tanaman yang relatif tinggi akan meningkatkan jumlah daun, sehingga tempat pembentukan fotosintesis menjadi lebih optimal. Hal ini dapat menyebabkan berat tongkol berpengaruh sangat nyata dengan aplikasi pupuk kotoran hewan. Su�ud dan Lestari (2018) menambahkan bahwa pemberian pupuk dengan kandungan nitrogen dapat menyebabkan peningkatan diameter tongkol jagung

Pranajaya et al. (2018) lebih lanjut menyatakan pemberian pupuk kotoran hewan berpengaruh sangat nyata terhadap berat tongkol, karena adanya respons pertumbuhan daun akibat penambahan unsur hara terutama unsur N. Hal ini didukung penelitian Setiono dan Azwarta (2020) bahwa pemberian pupuk kotoran hewan dengan kandungan unsur N yang cukup, maka pertumbuhan organ tanaman akan sempurna dan fotosintat yang terbentuk meningkat sehingga mendukung produksi tanaman.

Pemberian pupuk kandang sangat diperlukan oleh tanaman karena dapat mensuplai unsur hara, selain itu pupuk kandang mempunyai fungsi yang penting untuk memperbaiki sifat fisik tanah melalui pembentukan struktur dan agregat tanah. Inonu et al. (2020) menjelaskan bahwa pupuk kandang dapat mengurangi porositas tanah, meningkatkan daya ikat air, meningkatkan pH, dan meningkatkan KTK sehingga tanaman dapat mengoptimalkan serapan unsur hara. Kehadiran bahan organik akan membantu mikroorganisme untuk berkembang biak dan menyediakan nutrisi bagi tanaman. Hardian et al. (2020) menjelaskan bahan organik pada pupuk kandang ayam berperan memperbaiki sifat fisik sehingga struktur tanah menjadi lebih baik serta akar tanaman dapat tumbuh lebih optimal (Hardian et al., (2020).

Dosis kompos pupuk kandang ayam 6 ton ha-1 (k3) juga menghasilkan rata-rata tertinggi pada komponen hasil: bobot 1000 biji (306,03 g), jumlah jumlah baris biji per tongkol (16,32 baris) dan hasil biji per hektar (11,96 ton). Hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan pupuk kandang ayam sesuai dosis tersebut akan memberikan hasil produksi yang baik karena unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dalam proses pertumbuhan dan produksi dapat terpenuhi. Bahan organik akan meningkatkan aktivitas biologis tanah dan juga meningkatkan ketersediaan air tanah. Dengan semakin tersedianya air tanah maka absorbsi dan transportasi unsur hara maupun air akan lebih baik, sehingga laju fotosintesis untuk dapat meningkatkan cadangan makanan bagi pertumbuhan tanaman lebih terjamin dan akhirnya produksi tanaman jagung meningkat yang Nampak pada hasil biji yang diperoleh berupa bobot 100 biji, jumlah jumlah baris biji per tongkol dan hasil biji. Oktaviyanti (2016), menyatakan bahwa pupuk kandang ayam memiliki sifat dapat memperbaiki tanah walaupun dalam kurun waktu yang lama, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung.

Pupuk kandang ayam sebagaimana jenis pupuk kandang lainnya adalah pupuk organik yang proses pelepasan/pelarutan unsur haranya terjadi dalam waktu yang lama atau lambat setelah pupuk tersebut diaplikasikan, adanya pengomposan menyebabkan bahan organik yang terkandung di dalamnya akan diubah atau diurai menjadi unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman. Zega et al., (2021) menyatakan bahwa pupuk organik bersifat slow release, oleh karena itu tanaman berumur singkat kurang maksimal dalam memanfaatkan nutrisi pada pupuk sehingga perlu dilakukan proses dekomposisi agar nutrisi pada pupuk kandang dapat diubah oleh bantuan mikroba menjadi tersedia dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman.

Pengaruh Interaksi Varietas dengan Dosis Kompos Pupuk Kandang Ayam

Dari hasil analisis data secara statistik diketahui bahwa kombinasi pupuk antara berbagai varietas jagung dan dosis kompos pupuk kandang ayam menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap semua komponen yang diamati, hal ini disebabkan oleh kedua faktor yang diteliti yaitu varietas dan dosis kompos pupuk kandang ayam belum menunjukkan adanya kerja sama untuk mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Peranan dari salah satu faktor atau peranan dari masimg-masing perlakuan saling menetralisir sehingga interaksi kedua perlakuan yang diuji tidak mempengaruhi pola aktifitas tanaman secara keseluruhan.

Tenaya (2015) menyatakan bahwa jika terdapat perubahan yang tidak berarti antar-perlakuan kombinasi atau tidak signifikan dikatakan terdapat interaksi yang tidak nyata. Apabila tidak ada interaksi, berarti pengaruh suatu faktor sama untuk semua taraf faktor lainnya dan sama dengan pengaruh utamanya. Sesuai dengan pernyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan dari kedua faktor adalah sama-sama mendukung pertumbuhan tanaman, tetapi tidak saling mendukung bila salah satu faktor menutupi faktor lainnya.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:

1.       Varietas Pioner 36 menghasilkan rata-rata terbaik pada komponen pertumbuhan: tanaman tertinggi (265,66 cm), jumlah daun terbanyak (13,30 helai) dan diameter batang terlebar (6,63 cm); komponen fisiologis antara lain: kandungan klorofil (245,76 �mol/m2), klorofil b (100,64 �mol/m2) dan kandungan total klorofil (352,96 �mol/m2) serta pada komponen hasil: umur berbunga jantan (50,08 hari) dan betina (52,25 hari), panjang tongkol (15,86 cm), diameter tongkol (4,77 cm), berat tongkol kupasan basah (184,17 g), berat janggel (38,33 g), hasil biji per hektar (11,96 ton). Sedangkan Varietas JH 29 menghasilkan rata-rata kerapatan stomata tertinggi (73,86 stomata /mm2) dan Varietas Nasa 29 menghasilkan rata-rata bukaan stomata terluas (92,37 μm2) dan rendemen biji tertinggi (82,33%).

2.       Dosis kompos pupuk kandang ayam 6 ton ha-1 menghasilkan rata-rata terbaik pada komponen pertumbuhan: tinggi tanaman (270,60 cm), jumlah daun (13,79 helai), luas daun (9794,73 cm2) dan diameter batang (6,61 cm); komponen fisiologis: kandungan klorofil a (242,43 �mol/m2), kandungan klorofil b (100,64 �mol/m2), kandungan total klorofil tertinggi (352,96 �mol/m2) dan komponen hasil: umur berbunga jantan (50,92 hari), panjang tongkol (15,86 cm), diameter tongkol (4,65 cm), berat tongkol kupasan basah (187,15 g), berat janggel (38,69 g), bobot 1000 biji (319,37 g), jumlah jumlah baris biji per tongkol (16,32 baris) dan hasil biji per hektar (12,08 ton). Sedangkan dosis kompos pupuk kandang ayam 0 ton ha-1 menghasilkan rata-rata tertinggi pada kerapatan stomata (73,86 stomata /mm2) dan luas bukaan stomata (92,37 μm2).

3.       Tidak terdapat interaksi antara berbagai varietas dengan berbagai dosis kompos pupuk kandang ayam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung hibrida



 

BIBLIOGRAFI

 

Aisyah, Y. (2016). Pengaruh jarak tanam tanaman jagung manis (Zea mays L. var. saccharata) pada tumpangsari dengan tiga varietas tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merrill). Universitas Brawijaya. Google Scholar.

 

Aulia,S., D, R, Lukiwati., dan E, Fuskhah. (2021). Pengaruh Pupuk Kandang Plus Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung Manis di Purwodadi, Kabupaten Grobogan. Agrosains : Jurnal Penelitian Agronomi 23(2): 99-104. Google Scholar.

 

Boso, S., P. Gago, V. Alonso-Villaverde, J.L. Santiago, and M.C. Martinez. (2016). Density and Size of Stomata In The Leaves Of Different Hybrids (Vitis Sp.) And Vitis Vinifera Varieties. Vitis, 55: 17-22. Google Scholar.

 

Distanpan Sul-Sel. 2020. Data Produksi Jagung Tahun (2020). Dinas tanaman pangan Provinsi Sulawesi Selatan. Google Scholar.

 

Fattah. (2010). Efektifitas Pupuk Organik Saputra Nutrient pada Tanaman Jagung. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Selatan. Dalam: Prosiding Pekan Serealia Nasional : 1-7. Google Scholar.

 

Hardian, M., Basuni, dan Safwan, M. (2020). Pengaruh Kombinasi Pupuk Kandang Ayam dan Nitrogen Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung pada Sistem Budidaya Januh Air. Pontianak: Universitas Tanjungpura. Google Scholar.

 

Hasibuan, S, P., S, Febjislami., I, Suliansyah. (2022). Pengaruh pupuk kandang ayam terhadap pertumbuhan dan kualitas biji tanaman sorgum (Sorghum Bicolor L.). Jurnal Pertanian Presisi Vol. 6(1) :15-27. Google Scholar.

 

Indranada, H.K. (1994). Pengelolaan Kesuburan Tanah. Semarang : Bumi Aksara. 99 Halaman. Google Scholar.

 

Kementerian Pertanian, (2020). Outlook Jagung Komoditas Pertanian Subsektor Tanaman Pangan. Penyunting : A, A, Susanti dan A, Supriyatna. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Sekretariat Jenderal. Kementerian Pertanian:78 hal. Google Scholar.

 

Nur, M. 2019. Analisis Potensi Limbah Buah-Buahan Sebagai Pupuk Organik Cair. Seminar Nasional Teknik Industri Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Google Scholar.

 

Siburian, R. 2007. Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Inkubasi EM4 terhadap Kualitas Kimia Kompos. Fakultas Sains dan Tekhnik. Universitas Nusa Cendana. Kupang. Google Scholar.

 

Solihin, E., Sudiraja, R., & Kamaludin, N, N. 2019. Aplikasi Pupuk Kalium dalam Meningkatkan Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung (Zea mays L.). Agrikultura, 30(2), 40�45. Google Scholar.

 

Wahyudin A., Ruminta dan D. C. Bachtiar. 2015. Pengaruh jarak tanam berbeda pada berbagai dosis pupuk organik terhadap pertumbuhan dan hasil jagung hibrida P-12 di Jatinangor.Jurnal Kultivasi. 14 (1): 1-8. Google Scholar.

 

Wahyudin, A � Ruminta � D.C. Bachtiar. 2013. Pengaruh jarak tanam berbeda pada berbagai dosis pupuk organik terhadap pertumbuhan dan hasil jagung hibrida P-12 di Jatinangor. Jurnal Kultivasi Vol. 14(1) Maret 2013. Google Scholar.

 

Yulianto.,, Y, Y, Bolly., & J, Jeksen. 2021. Pengaruh pemberian pupuk kandang ayam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman mentimun (Cucumis sativus L.) di Kabupaten Sikka. Jurnal Inovasi Penelitian Vol.1 No.10 Maret 2021:2165-2170. Google Scholar.

 

Yuyun, W., A, A, Irwa., M, Syaf�I., dan Dedi, R. 2018. Pertumbuhan dan hasil jagung hibrida pada pola tanam tumpangsari dengan kedelai di Arjasari Kab. Bandung. Jurnal Agrotek Indonesia. 3 (1): 51-65. Google Scholar.

 

Copyright holder:

Andi Riwayati, Muh. Farid, Abd Haris Bahcrun (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: