Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 11, November 2022
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG HIBRIDA (ZEA MAYS L.) PADA BERBAGAI
DOSIS KOMPOS PUPUK KANDANG AYAM
Andi Riwayati, Muh. Farid, Abd Haris Bahcrun
Program Studi Sistem-Sistem
Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Universitas Hasanuddin
Makassar, Indonesia
Email: [email protected], [email protected],
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh berbagai varietas dan dosis kompos pupuk
kandang ayam serta interaksi keduanya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung hibrida. Penelitian disusun dalam Rancangan
Petak Terbagi (RPT) dengan petak utama
adalah varietas (V): Pioner 27 (v1), Bisi
226 (v2), JH 29 (v3) dan Nasa 29 (v4) dan Anak
Petak adalah dosis kompos pupuk
kandang ayam (K) yang terdiri dari 0
ton hektar-1 (k1), 2 ton hektar-1 (k2),
4 ton hektar-1 (k3) dan 6 ton hektar-1 (k4)
sehingga terdapat 16 kombinasi dan diulang
sebanyak tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Pioner 36 menghasilkan rata-rata terbaik pada komponen pertumbuhan: tanaman tertinggi (265,66 cm), jumlah daun terbanyak (13,30 helai) dan diameter batang terlebar (6,63 cm); komponen fisiologis antara lain: kandungan klorofil (245,76 �mol/m2),
klorofil b (100,64 �mol/m2) dan kandungan total klorofil (352,96
�mol/m2) serta pada komponen
hasil: umur berbunga jantan (50,08 hari) dan betina (52,25 hari), panjang tongkol (15,86 cm), diameter tongkol
(4,77 cm), berat tongkol kupasan basah (184,17 g), berat janggel (38,33 g), hasil biji per hektar (11,96 ton). Sedangkan Varietas JH 29 menghasilkan
rata-rata kerapatan stomata tertinggi
(73,86 stomata /mm2) dan Varietas Nasa 29 menghasilkan rata-rata bukaan
stomata terluas (92,37 μm2) dan rendemen biji tertinggi
(82,33%). pupuk kandang ayam 6 ton ha-1 (k3) menghasilkan rata-rata terbaik
pada komponen pertumbuhan: tinggi tanaman (270,60 cm), jumlah daun (13,79 helai), luas daun
(9794,73 cm2) dan diameter batang (6,61
cm); komponen fisiologis: kandungan klorofil a (242,43
�mol/m2), kandungan klorofil
b (100,64 �mol/m2), kandungan total klorofil tertinggi (352,96 �mol/m2)
dan komponen hasil: umur berbunga jantan
(50,92 hari), panjang tongkol (15,86 cm), diameter tongkol
(4,65 cm), berat tongkol kupasan basah (187,15 g), berat janggel (38,69 g), bobot 1000 biji (319,37 g), jumlah jumlah baris biji per tongkol (16,32 baris)
dan hasil biji per hektar (12,08 ton). Sedangkan dosis kompos pupuk
kandang ayam 0 ton ha-1 (k0) menghasilkan
rata-rata tertinggi pada kerapatan
stomata (73,86 stomata /mm2) dan luas bukaan stomata (92,37 μm2). Tidak terdapat interaksi varietas dengan dosis kompos
pupuk kandang ayam terhadap pertumbuhan
dan produksi tanaman jagung hibrida.
Kata Kunci: Jagung, varietas hibrida, dosis kompos pupuk
kandang ayam
Abstract
This study aimed to analyze the effect of
various varieties and doses of chicken manure compost and their interaction on
the growth and production of hybrid maize. The research was arranged in a
Divided Plot Design (RPT) with the main plots being varieties (V): Pioner 27 (v1), Bisi
226 (v2), JH 29 (v3) and Nasa 29 (v4) and
Sub-plots were doses of chicken manure compost. (K) which consists of 0 tons
hectares-1 (k1), 2 tons hectares-1 (k2),
4 tons hectares-1 (k3) and 6 tons hectares-1
(k4) so there are 16 combinations and repeated three
times. The results showed that the Pioner 36 variety
produced the best average on the components of growth: the highest plant
(265.66 cm), the highest number of leaves (13.30 strands) and the widest stem diameter
(6.63 cm); physiological components include: chlorophyll content (245.76 mol/m2),
chlorophyll b (100.64 mol/m2) and total chlorophyll content (352.96
mol/m2) and the yield component: male flowering age (50.08 days) and
females (52.25 days), ear length (15.86 cm), diameter of the ear (4.77 cm),
weight of wet-peeled cobs (184.17 g), cob weight (38.33 g), yield seeds per
hectare (11.96 tons). While the JH 29 variety produced the highest average
stomata density (73.86 stomata /mm2) and the Nasa 29 variety
produced the widest average stomata opening (92.37 m2) and the
highest seed yield (82.33%). Chicken manure 6 tons ha-1 produced the
best average on growth components: plant height (270.60 cm), number of leaves
(13.79 pieces), leaf area (9794.73 cm2) and stem diameter ( 6.61
cm); physiological components: chlorophyll a content (242.43 mol/m2),
chlorophyll b content (100.64 mol/m2), highest total chlorophyll
content (352.96 mol/m2) and yield component: male flowering age
(50.92 days), length of cob (15.86 cm), diameter of cob (4.65 cm), weight of
wet-peeled cobs (187.15 g), weight of cob (38.69 g), weight of 1000 seeds
(319.37 g) , the number of rows of seeds per cob (16.32 rows) and seed yield
per hectare (12.08 tons). While the dose of chicken manure compost 0 tons ha-1
produced the highest average stomatal density (73.86 stomata /mm2)
and stomata opening area (92.37 m2). There was no interaction
between varieties and doses of chicken manure compost on the growth and
production of hybrid maize.
Keywords: Corn,
hybrid varieties, dose of chicken manure compost
Pendahuluan
Jagung merupakan
salah satu komoditas utama tanaman pangan
yang mempunyai peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia, mengingat
komoditas ini mempunyai fungsi multiguna.
Jagung merupakan bahan pangan pokok
kedua setelah beras yang digunakan sebagai sumber karbohidrat serta digunakan sebagai bahan baku industri
dan pakan ternak, beberapa daerah di Indonesia seperti Madura dan Nusa Tenggara banyak
mengkonsumsi jagung sebagai sumber pangan utama. Kandungan
gizi Jagung per 100 gram bahan adalah Kalori:
320 Kalori, Protein: 8,28 gr, Lemak: 3,90 gr, Karbohidrat: 73,7 gr, Kalsium : 10 mg, Fosfor : 256 mg, Ferrum : 2,4 mg, Vitamin A: 510 SI, Vitamin B1: 0,38 mg,
Air: 12 gr (Kementerian Pertanian, 2020).
Pertumbuhan luas panen jagung untuk
periode 2015 �2019 atau pada
lima tahun terakhir meningkat dengan rata-rata sebesar 4,38% per tahun, hal ini menunjukkan
adanya upaya pemerintah untuk perluasan jagung, terutama dengan memanfaatkan lahan yang sementara tidak diusahakan seperti lahan kebun dan lahan hutan. Selama
periode tersebut masih terdapat penurunan luas panen yang terjadi pada tahun 2015 sebesar 1,29% dan tahun 2018 sebesar 26,52%, sedangkan luas panen jagung 2 tahun terakhir (2016-2017) peningkatan rata-rata per tahun cukup tinggi yakni
sebesar 17,35% dan 24,50%, sementara
tahun 2018 berdasarkan angka kesepakatan antara BPS, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Pusdatin mengalami penurunan 26,52%. Tahun 2019 luas panen jagung kembali
meningkat sebesar 0,58% atau luas panen
naik dari 4,07 juta hektar tahun 2018 menjadi 4,09 juta hektar. Peningkatan kontribusi luas panen periode 2015-2019 terutama terjadi di Luar Pulau Jawa
sebesar 54,81%, sementara
di Pulau Jawa hanya sebesar 44,03% (Kementerian
Pertanian, 2020).
Produksi jagung selama kurun waktu
1980-2019 tertinggi dicapai
pada tahun 2019 ini yaitu sebesar 22,59 juta ton. Jika dilihat perkembangan produksi jagung pada 5 (lima) tahun terakhir, produksi jagung mengalami pertumbuhan positif dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5,06% per tahun. Pada tahun 2015 produksi jagung sebesar 19,61 juta ton, kemudian lima tahun berikutnya (2019) produksi jagung meningkat sebanyak 2,97 juta ton. Selama periode tahun 2016 sampai 2017, terjadi peningkatan produksi jagung, cukup signifikan
yaitu tahun 2016 produksi jagung naik sebesar 18,23% atau sebesar 23,19 juta ton dimana tahun sebelumnya
lebih rendah yakni 3,18% atau produksi sebesar 19,61 juta ton, sementara terjadi penurunan produksi jagung cukup signifikan pada tahun 2018 yang disebabkan oleh penurunan luas panen (Kementerian Pertanian,
2020).
Jumlah konsumsi jagung per kapita penduduk Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun
terakhir (2015-2019) laju pertumbuhan cenderung menurun 5,93% per tahun. Hanya tahun 2018 hasil perhitungan prognosa Badan Ketahanan���� Pangan Kementan konsumsi jagung rumah tangga
meningkat sebesar 2,66% dibandingkan tahun 2017 dari 0,98 kg/kapita/tahun menjadi 1,00 kg/kapita/tahun, sementara
tahun 2017 konsumsi jagung mengalami penurunan 10,87%. Pada sisi lain konsumsi jagung untuk pakan cenderung
semakin meningkat. Penggunaan jagung untuk pakan ternak
langsung oleh peternak kecil/mandiri jauh
melebihi penggunaan jagung untuk rumah
tangga dan industri pakan, yaitu berkisar
antara 2,52 juta ton hingga 4,69 juta ton dengan laju pertumbuhan
34,24% per tahun. Total penggunaan
jagung untuk industri, dimana pada kurun waktu 2015 � 2019 penggunaan jagung pipilan kering naik sebesar 2,63% per tahun (Kementerian
Pertanian, 2020).
Sulawesi Selatan menyumbangkan produksi jagung sekitar 1.665.594 ton dari luas panen
334.018 ha (Kementerian Pertanian, 2020), sedangkan Kabupaten Luwu Timur mampu memberikan produksi sebesar 14,922.89 ton dari luas panen sekitar
2,786.00 ha dengan produktivitas
53.56 ku/ha (Distanpan
Sul-Sel, 2020). Nilai produktivitas
ini masih lebih rendah dari
rata-rata produktivitas nasional.
Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman jagung dapat dilakukan
melalui penggunaan varietas unggul baru berdaya hasil
tinggi.
Varietas unggul jagung dapat dikelompokkan
menjadi dua jenis jagung yakni
hibrida dan komposit. Jagung hibrida adalah jagung yang pada proses pembuatannya dengan cara pemuliaan dan penyilangan antara jagung induk jantan
dan jagung induk betina sehingga menghasilkan jagung jenis baru yang memiliki sifat keunggulan dari kedua induknya. Keunggulan jagung hibrida adalah kapasitas produksinya tinggi sekitar 8-12 ton per hektar. Kekurangannya adalah harga jagung
mahal mencapai 20 kali sampai
40 kali lipat jagung konsumsi, jagung tidak bisa diturunkan
lagi sebagai benih karena produksi
akan turun mencapai 30% (Mustikawati dan Pujiharti, 2011). Jagung
hibrida tidak bisa diproduksi oleh sembarang penangkar karena persyaratan yang berat. Selain memiliki
keunggulan dalam jumlah produksi, jagung hibrida juga memiliki ketahanan terhadap hama dan penyakit yang sering menyerang jagung (Mustikawati dan Pujiharti, 2011).
Peningkatan hasil tanaman jagung juga diperlukan benih yang berkualitas, sehingga diperlukan varietas jagung yang memiliki sifat unggul. Kualitas
biji yang baik akan menjamin harga
jual yang tinggi, sehingga pendapatan petani akan maksimal
(Wahyudin et al., 2013). Di Indonesia jagung dibudidayakan pada lingkungan yang beragam diantaranya ditanami varietas unggul yang terdiri dari jagung
komposit (bersari bebas) dan jagung hibrida. Varietas unggul berdampak pada peningkatan produksi dan nilai tambah usahatani
jagung, karena daerah populasi jagung di Indonesia sangat beragam
sifat agroklimatnya, yang masing-masing
membutuhkan varietas yang sesuai. Varietas merupakan salah satu di antara banyak faktor
yang menentukan dalam pertumbuhan dan hasil tanaman.
Varietas unggul tidak akan memperlihatkan
keunggulannya tanpa di dukung oleh teknik budidaya yang optimal. Salah satunya
adalah pemupukan. Untuk dapat tumbuh
dan berproduksi optimal, tanaman
jagung memerlukan hara yang
cukup selama pertumbuhannya. Karena itu, pemupukan merupakan faktor penentu keberhasilan budidaya jagung. Dalam hal
pemupukan, kendala utama yang dihadapi petani dalam penerapan
teknologi adalah tingginya harga pupuk terutama pupuk N, P, dan K. Harga pupuk buatan terus mengalami
kenaikan, sementara harga dasar jagung
cenderung stabil malah menurun terutama
pada saat panen raya (Fattah, 2010).
Pemupukan dengan pupuk kimia hanya
menambah unsur hara tanah tanpa memperbaiki
sifat fisika dan biologi tanah, bahkan dapat menimbulkan
dampak negatif terhadap tanah. Berpedoman kepada tingginya pemakaian pupuk kimia ditingkat
petani, peningkatan harga pupuk dan kelangkaan pupuk buatan akhir-akhir ini, maka kita
perlu mencari alternatif menggantikan pemakaian pupuk kimia tanpa menurunkan
hasil (Murni dan Arief, 2008). Alternatif tersebut adalah melalui penggunaan pupuk organik seperti
dengan penggunaan pupuk kompos. Pengomposan
adalah dekomposisi bahan organik segar menjadi bahan yang menyerupai humus(C/N mendekati 10). Di dalam pembuatan kompos, kualitas bahan sangat menentukan kelancaran dekomposisi. Bahan organik yang baik harus mempunyainisbah C/N serendah mungkin (Indranada, 1994).
Penggunaan bahan organik hingga saat ini dianggap
sebagai upaya terbaik dalam perbaikan
produktifitas tanah marginal
termasuk tanah masam. Menurut Riley et al.
(2008) dan Dinesh et al. (2010) bahwa aplikasi bahan organik dapat memperbaiki
struktur tanah, meningkatkan kapasitas menahan air, dan meningkatkan kehidupan biologi tanah. Lebih jauh
Acquaah (2005) menyatakan bahwa
bahan organik berperan penting dalam meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat fisik, kimia,
dan biologis tanah. Menurut Higa dan James (1997) dalam Tufaila et al., (2014) hasil fermentasi bahan organik yang dilakukan oleh mikroorganisme efektif (EM) adalah asam laktat, asam
amino, yang dapat diserap langsung oleh tanaman sebagai antibiotik yang mampu menekan pertumbuhan
mikroorganisme yang merugikan.
Salah satu bahan organik yang kaya dengan unsur hara adalah pupuk kandang yang berasal dari kotoran
ayam. Menurut Musnamar (2003), kotoran ayam mengandung unsur hara lengkap yang dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhannya seperti nitrogen (N), fosfor (P)
dan kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan
sulfur (S).
Pupuk kandang kotoran ayam dapat
terdekomposisi dengan cepat apabila dibantu
oleh mikroba antara lain bakteri asam laktat
Lactobacillus, bakteri
fotosintetik serta Streptomyces sp. dan khamir. Salah satu
aktivator yang dapat digunakan yaitu Effective Mikroorganisme
(EM4). EM4 merupakan mikroorganisme
yang dapat mempercepat
proses pengomposan, memperbaiki
kesehatan dan kualitas tanah (Siburian, 2007).
Hasil penelitian Ariyandi
et al. (2016), menyatakan bahwa
penggunaan kompos kotoran ayam 1,0
ton ha-1 menghasilkan diameter tongkol terbaik dan berat pipilan terbanyak
4,6 kg petak-1 pada jagung manis. Lukiwati dan Yafizham (2020) melaporkan hasil penelitiannya terhadap hasil jagung manis dan nutrisi jerami sebagai pakan ternak
akibat pengaruh pukan plus dan pupuk anorganik. Dilaporkan bahwa pemupukan dengan pukan plus (pukan diperkaya NP-organik) maupun pukan+pupuk anorganik (ZA+TSP) serta pemupukan anorganik (ZA+TSP) memberikan hasil yang sama terhadap berat tongkol berkelobot maupun tanpa kelobot,
berat segar dan bahan kering jerami serta
serapan P jerami jagung manis. Pukan
plus menghasilkan serapan N
jerami setara dengan pukan+pupuk anorganik. Namun pukan kambing plus dan pukan ayam plus mampu menghasilkan serapan N jerami lebih tinggi dibanding
pemupukan anorganik
(ZA+TSP). Pukan plus mampu menggantikan peran pupuk ZA dan TSP sehingga dapat menekan kebergantungan
terhadap pupuk anorganik
Salah satu daerah di
wilayah Kabupaten Luwu
Timur yang merupakan sentra
pertanaman jagung adalah Kecamatan Angkona, dari areal luas panen sebesar
4.205,00 ha di Kabupaten Luwu
Timur, 23,33% ada di Kecamatan
Angkona atau seluas 981 ha, merupakan wilayah kecamatan yang terluas areal panen jagungnya di Kab. Luwu Timur dengan produksi 6,133.92 ton. Penelitian ini akan dilaksanakan di Kecamatan Angkona yakni di Desa Watang
Panua.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui dan menganalisis
pengaruh dari penanaman berbagai varietas jagung hibrida dengan berbagai pemberian dosis kompos pupuk
kandang ayam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung hibrida yang direncanakan dilakukan di Desa Watang Panua,
Kecamatan Angkona Kabupaten Luwu Timur.
Metode Penelitian
Penelitian disusun dalam bentuk Rancangan
Petak Terbagi (RPT) dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan sebagai berikut :
1. Faktor petak utama
adalah berbagai varietas jagung terdiri atas empat
taraf yaitu :
v1������������� : � Pioner 27
v2������������� : � Bisi 226
v3������������� : � JH 29
v4������������� : � Nasa 29
2. Faktor anak petak
adalah dosis kompos pupuk kandang
ayam terdiri dari empat taraf
yaitu :
k0������������� :
� 0 ton ha-1
k1������������� :
� 2 ton ha-1
k2������������� :
� 4 ton ha-1
k3������������� :
� 6 ton ha-1
Setiap faktor petak utama dan anak petak dikombinasikan
sehingga terdapat 16 kombinasi perlakuan dan setiap kombinasi perlakuan diulang
sebanyak tiga kali, sehingga terdapat 48
unit petak
percobaan.
Model Statistika Penelitian
Model statistik
untuk percobaan Rancangan Petak Terbagi (RPT) dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) adalah sebagai berikut:
����������� Yij������������ =
� + rk
+ αi + bj + gik + (αb)ij
+ εijk
dimana:
Yij |
= |
Nilai
pengamatan (respon) pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan taraf ke-i dari
faktor petak utama dan taraf ke-j dari faktor
anak petak |
� |
= |
Nilai
tengah populasi |
rk |
= |
Pengaruh aditif dari kelompok ke-k |
αi |
= |
Pengaruh aditif taraf ke-i dari
faktor petak utama |
bj |
= |
Pengaruh aditif taraf ke-j dari
faktor anak petak |
(αb)ij |
= |
Pengaruh aditif taraf ke-i dari
faktor petak utama dan taraf ke-j dari perlakuan
anak petak |
gik |
= |
Pengaruh galat percobaan dari petak utama, yang muncul pada taraf ke-i dari faktor
petak utama dalam kelompok ke-k |
εijk |
= |
Pengaruh galat dari satuan
percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij |
Rancangan Analisis
Keseluruhan
data yang diperoleh pada penelitian dilakukan analisis secara analisa varians
yang dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) atau uji LSD (Least Significance
Different).
Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian terdiri
dari analisis tanah, penyiapan lahan, persiapan benih, penanaman, aplikasi pupuk, pemeliharaan (pemberian air, pembersihan, penjarangan, dan pengendalian organisme penganggu tanaman (OPT) dan panen.
Hasil Dan Pembahasan
Hasil
Tinggi tanaman dan sidik
ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 1a dan 1b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berbagai varietas berpengaruh nyata, dosis kompos pupuk
kandang ayam berpengaruh sangat nyata, sedangkan interaksi antara varietas dengan dosis kompos
pupuk kandang ayam berpengaruh tidak nyata terhadap
tinggi tanaman.
Tabel 1. Rata-rata tinggi
tanaman (cm)
Varietas |
Dosis Kompos pupuk kandang Ayam (ton ha-1) |
Rata-rata |
NP BNT0,05 |
|||
0 (k0) |
2 (k1) |
4 (k2) |
6 (k3) |
|||
Pioner
36 (v1) |
258,57 |
261,23 |
261,87 |
280,97 |
265,66a |
13,2232 |
Bisi
226 (v2) |
260,58 |
253,47 |
256,79 |
269,44 |
260,07ab |
|
JH 29 (v3) |
246,07 |
264,12 |
270,23 |
272,70 |
263,28a |
|
Nasa 29 (v4) |
237,90 |
245,94 |
244,53 |
259,28 |
246,91b |
|
Rata-rata |
250,78b |
256,19b |
258,36b |
270,60a |
||
NP BNT0,05 |
10,5565 |
Keterangan :���� Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom (a, b, c) berarti berbeda tidak nyata
pada taraf uji BNTα=0,05
Tabel 1 menunjukkan bahwa varietas Pioner 36 (v1) menghasilkan
rata-rata tanaman tertinggi
(265,66 cm) dan berbeda nyata
dengan varietas Nasa 29 (v4)
tetapi tidak berbeda nyata dengan
varietas Bisi 226 (v2)
dan JH 29 (v3).
Dosis kompos pupuk kandang ayam
6 ton ha-1 (k3) menghasilkan rata-rata tanaman tertinggi (270,60 cm) dan berbeda
nyata dengan dosis kompos pupuk
kandang ayam lainnya.
Jumlah daun dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 2a
dan 2b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berbagai varietas berpengaruh nyata, dosis kompos
pupuk kandang ayam berpengaruh sangat nyata, sedangkan interaksi antara varietas dengan dosis kompos pupuk
kandang ayam berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun.
Tabel 2. Rata-rata jumlah
daun (helai)
Varietas |
Dosis Kompos pupuk kandang Ayam (ton ha-1) |
Rata-rata |
NP BNT0,05 |
|||
0 (k0) |
2 (k1) |
4 (k2) |
6 (k3) |
|||
Pioner
36 (v1) |
12,53 |
12,73 |
13,47 |
14,47 |
13,30a |
0,2355 |
Bisi
226 (v2) |
12,53 |
12,87 |
12,93 |
13,37 |
12,93b |
|
JH 29 (v3) |
12,67 |
13,10 |
13,60 |
13,70 |
13,27a |
|
Nasa 29 (v4) |
12,50 |
13,30 |
13,40 |
13,63 |
13,21a |
|
Rata-rata |
12,56c |
13,00bc |
13,35ab |
13,79a |
|
|
NP BNT0,05 |
0, 4450 |
|
|
|
|
|
Keterangan :���� Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom (a, b, c) berarti berbeda tidak nyata
pada taraf uji BNTα=0,05
Tabel 2 menunjukkan bahwa varietas Pioner 36 (v1) menghasilkan
rata-rata jumlah daun terbanyak (13,30 helai) dan berbeda nyata dengan
varietas Bisi 226 (v2)
tetapi tidak berbeda nyata dengan
varietas JH 29 (v3) dan Nasa 29 (v4).
Dosis kompos pupuk kandang ayam
6 ton ha-1 (k3) menghasilkan rata-rata jumlah daun terbanyak (13,79 helai) dan berbeda nyata dengan dosis
kompos pupuk kandang ayam 0 ton ha-1
(k0) dan 2 ton ha-1 (k1), tetapi
tidak berbeda nyata dengan dosis
kompos pupuk kandang ayam 4 ton ha-1
(k2).
Luas daun dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 3a dan 3b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berbagai varietas berpengaruh tidak nyata, dosis kompos
pupuk kandang ayam berpengaruh sangat nyata, sedangkan interaksi antara varietas dengan dosis kompos pupuk
kandang ayam berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman.
Tabel 3. Rata-rata luas
daun (cm2)
Varietas |
Dosis Kompos pupuk kandang Ayam (ton ha-1) |
|||
0 (k0) |
2 (k1) |
4 (k2) |
6 (k3) |
|
Pioner
36 (v1) |
6497,47 |
7726,43 |
8523,23 |
10859,80 |
Bisi
226 (v2) |
7396,17 |
7989,17 |
8390,23 |
8706,90 |
JH 29 (v3) |
6265,03 |
8129,33 |
8238,53 |
9578,33 |
Nasa 29 (v4) |
6495,47 |
7421,63 |
8114,30 |
10033,87 |
Rata-rata |
6663,53c |
7816,64b |
8316,58b |
9794,73a |
NP BNT0,05 |
733,2423 |
|
|
|
Keterangan :���� Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom (a, b, c) berarti berbeda tidak nyata
pada taraf uji BNTα=0,05
Tabel 3 menunjukkan bahwa dosis kompos
pupuk kandang ayam 6 ton ha-1 (k3)
menghasilkan rata-rata daun
terluas (9794,73 cm2) dan berbeda nyata dengan
dosis kompos pupuk kandang ayam
lainnya.
Diameter batang dan sidik
ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 4a dan 4b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berbagai varietas berpengaruh sangat nyata, dosis kompos pupuk
kandang ayam berpengaruh nyata, sedangkan interaksi antara varietas dengan dosis kompos
pupuk kandang ayam berpengaruh tidak nyata terhadap
diameter batang.
�Tabel 4.
Rata-rata diameter batang (cm)
Varietas |
Dosis Kompos pupuk kandang Ayam (ton ha-1) |
Rata-rata |
NP BNT0,05 |
|||
0 (k0) |
2 (k1) |
4 (k2) |
6 (k3) |
|||
Pioner
36 (v1) |
6,33 |
6,65 |
6,73 |
6,81 |
6,63a |
0, 1967 |
Bisi
226 (v2) |
6,50 |
6,52 |
6,59 |
6,60 |
6,55a |
|
JH 29 (v3) |
6,32 |
6,45 |
6,48 |
6,73 |
6,50a |
|
Nasa 29 (v4) |
6,05 |
6,13 |
6,18 |
6,28 |
6,16b |
|
Rata-rata |
6,30b |
6,44ab |
6,50a |
6,61a |
|
|
NP BNT0,05 |
0, 1802 |
|
|
|
|
|
Keterangan :���� Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom (a, b) berarti berbeda tidak nyata
pada taraf uji BNTα=0,05
Tabel 4 menunjukkan bahwa varietas Pioner 36 (v1) menghasilkan
rata-rata diameter batang terlebar
(6,63 cm) dan berbeda nyata
dengan varietas Nasa 29 (v4)
tetapi tidak berbeda nyata dengan
varietas Bisi 226 (v2)
dan JH 29 (v3).
Dosis kompos pupuk kandang ayam
6 ton ha-1 (k3) menghasilkan rata-rata jumlah daun terbanyak (13,79 helai) dan berbeda nyata dengan dosis
kompos pupuk kandang ayam 0 ton ha-1
(k0), tetapi tidak
berbeda nyata dengan dosis kompos
pupuk kandang ayam 2 ton ha-1 (k1) dan 4 ton ha-1
(k2).
Kandungan klorofil a
dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 5a
dan 5b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berbagai varietas dan dosis kompos pupuk kandang
ayam berpengaruh sangat nyata, sedangkan interaksi antara varietas dengan dosis kompos pupuk
kandang ayam berpengaruh tidak nyata terhadap kandungan klorofil a.
Tabel 5. Rata-rata kandungan klorofil a (�mol/m2)
Varietas |
Dosis
Kompos pupuk endang Ayam (ton ha-1) |
Rata-rata |
NP BNT0,05 |
|||
0 (k0) |
2 (k1) |
4 (k2) |
6 (k3) |
|||
Pioner 36 (v1) |
230,40 |
248,51 |
250,20 |
253,94 |
245,76a |
9,9899 |
Bisi 226 (v2) |
193,99 |
197,94 |
207,76 |
233,86 |
208,39c |
|
JH 29 (v3) |
216,15 |
224,08 |
230,63 |
245,30 |
229,04b |
|
Nasa 29 (v4) |
217,38 |
222,52 |
236,51 |
236,63 |
228,26b |
|
Rata-rata |
214,48d |
223,26c |
231,28b |
242,43a |
|
|
NP BNT0,05 |
7,8987 |
|
|
|
|
|
Keterangan :���� Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom (a, b, c, d) berarti berbeda tidak nyata
pada taraf uji BNTα=0,05
Tabel 5 menunjukkan bahwa varietas Pioner 36 (v1) menghasilkan
rata-rata kandungan klorofil
a tertinggi (245,76 �mol/m2) dan berbeda nyata dengan
semua varietas lainnya.
Dosis kompos pupuk kandang ayam
6 ton ha-1 (k3) menghasilkan rata-rata kandungan klorofil a tertinggi (242,43
�mol/m2) dan berbeda nyata
dengan dosis kompos pupuk kandang
ayam lainnya.
Kandungan klorofil b
dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 5a
dan 5b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berbagai varietas dan dosis kompos pupuk kandang
ayam berpengaruh sangat nyata, sedangkan interaksi antara varietas dengan dosis kompos pupuk
kandang ayam berpengaruh tidak nyata terhadap kandungan klorofil b.
Tabel 6. Rata-rata kandungan klorofil b (�mol/m2)
Varietas |
Dosis Kompos pupuk kandang Ayam (ton ha-1) |
Rata-rata |
NP BNT0,05 |
|||
0 (k0) |
2 (k1) |
4 (k2) |
6 (k3) |
|||
Pioner 36 (v1) |
94,20 |
101,17 |
102,04 |
105,14 |
100,64a |
4,2454 |
Bisi 226 (v2) |
80,44 |
82,14 |
86,21 |
95,14 |
85,98c |
|
JH 29 (v3) |
88,15 |
91,15 |
93,32 |
101,35 |
93,49b |
|
Nasa 29 (v4) |
89,60 |
90,93 |
96,05 |
96,62 |
93,30b |
|
Rata-rata |
88,10d |
91,35c |
94,41b |
99,56a |
||
NP BNT0,05 |
2,7549 |
Keterangan :���� Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom (a, b, c, d) berarti berbeda tidak nyata
pada taraf uji BNTα=0,05
Tabel 6 menunjukkan bahwa varietas Pioner 36 (v1) menghasilkan
rata-rata kandungan klorofil
b tertinggi (100,64 �mol/m2) dan berbeda nyata dengan
semua varietas lainnya.
Dosis kompos pupuk kandang ayam
6 ton ha-1 (k3) menghasilkan rata-rata kandungan klorofil b tertinggi (99,56
�mol/m2) dan berbeda nyata
dengan dosis kompos pupuk kandang
ayam lainnya.
Kandungan total klorofil
dan sidik ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 7a
dan 7b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berbagai varietas dan dosis kompos pupuk kandang
ayam berpengaruh sangat nyata, sedangkan interaksi antara varietas dengan dosis kompos pupuk
kandang ayam berpengaruh tidak nyata terhadap kandungan total klorofil.
Tabel 7 menunjukkan bahwa varietas Pioner 36 (v1) menghasilkan
rata-rata kandungan total klorofil
tertinggi (352,96 �mol/m2) dan berbeda nyata dengan
semua varietas lainnya.
Dosis kompos pupuk kandang ayam
6 ton ha-1 (k3) menghasilkan rata-rata kandungan
total klorofil tertinggi
(348,41 �mol/m2) dan berbeda nyata dengan dosis
kompos pupuk kandang ayam lainnya.
Tabel 7. Rata-rata kandungan total klorofil (�mol/m2)
Varietas |
Dosis Kompos pupuk kandang Ayam (ton ha-1) |
Rata-rata |
NP BNT0,05 |
|||
0 (k0) |
2 (k1) |
4 (k2) |
6 (k3) |
|||
Pioner
36 (v1) |
331,35 |
356,58 |
359,03 |
364,89 |
352,96a |
13,2086 |
Bisi
226 (v2) |
280,75 |
286,34 |
300,16 |
335,98 |
300,81c |
|
JH 29 (v3) |
311,23 |
318,92 |
331,22 |
352,75 |
328,53b |
|
Nasa 29 (v4) |
313,78 |
320,25 |
339,62 |
340,03 |
328,42b |
|
Rata-rata |
309,27d |
320,52c |
332,51b |
348,41a |
|
|
NP BNT0,05 |
10,3633 |
|
|
|
|
|
Keterangan :���� Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom (a, b,
c, d) berarti berbeda tidak nyata pada taraf uji BNTα=0,05
Pembahasan
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan berbagai varietas berpengaruh nyata pada komponen tinggi tanaman, jumlah daun, kerapatan stomata, umur berbunga jantan
dan hasil biji per hektar serta berpengaruh
sangat nyata pada diameter batang,
kandungan klorofil a dan b serta kandungan total klorofil, luas bukaan stomata, umur berbunga betina, panjang tongkol, diameter tongkol, berat tongkol kupasan basah, berat janggel,
rendemen biji, jumlah baris biji per tongkol. Sedangkan perlakuan berbagai dosis kompos pupuk
kandang ayam berpengaruh nyata pada diameter batang serta berpengaruh
sangat nyata pada komponen pertumbuhan: tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun,
kandungan klorofil a dan b serta kandungan total klorofil, kerapatan stomata, luas bukaan stomata, umur berbunga jantan,
panjang tongkol, diameter tongkol, berat tongkol kupasan basah, berat janggel,
bobot 1000 biji, jumlah baris biji per tongkol dan hasil biji per hektar. Sedangkan interaksi antara perlakuan berbagai varietas dan berbagai dosis kompos pupuk kandang
ayam tidak berpengaruh pada semua komponen yang diamati.
Hasil analisis lanjutan
menunjukkan bahwa varietas Pioner 36 menghasilkan rata-rata tertinggi
pada komponen pertumbuhan seperti tanaman tertinggi (265,66 cm), jumlah daun terbanyak (13,30 helai) dan diameter batang terlebar (6,63 cm). Fase pertumbuhan vegetatif sangat berpengaruh penting untuk tahap selanjutnya
yakni fase generatif. Pertumbuhan vegetatif yang optimal akan mendorong pertumbuhan generatif yang optimal juga sehingga
akan diperoleh hasil yang tinggi. Pengamatan tinggi tanaman merupakan salah satu parameter utama untuk mengetahui tingkat adaptasi suatu varietas pada suatu agroekosistem. Adanya perbedaan tinggi tanaman dipengaruhi oleh kemampuan
masing-masing varietas, dalam
hal ini dipengaruhi
faktor genetik yang berbeda serta kemampuan
adaptasi terhadap lingkungan tumbuh misalnya tingkat kompetisinya dengan tanaman lain dalam menggunakan sumber daya yang ada. Menurut Aisah dan Herlina (2018), tinggi tanaman sangat dipengaruhi oleh tingkat kompetisi antar tanaman dalam
memperoleh air, cahaya matahari dan ruang tumbuh (Aisyah, 2016).
Varietas Pioner 36 memiliki tanaman yang relatif lebih tinggi
(� 266 cm) sesuai dengan deskripsi varietas dibandingkan dengan varietas lainnya. Menurut Mahdiannoor dan Istiqomah (2015), umur tanaman di bawah 42 HST (Hari Setelah Tanam), maka pertumbuhan tinggi tanaman dipengaruh oleh faktor genetik dari masing-masing varietas. Sedangkan saat umur jagung
49 HST pertumbuhan tinggi tanaman sudah tidak
dipengaruhi oleh genetik karena tanaman jagung sudah memasuki
masa generatif.
Banyaknya jumlah daun tanaman jagung
berbanding lurus dengan pertumbuhan tinggi tanaman. Daun merupakan tempat terjadinya proses fotosintesis, sehingga fotosintat akan ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Aisah dan Herlina (2018) bahwa jumlah daun
dipengaruhi jenis varietas dalam penyerapan cahaya matahari untuk proses fotosintesis dalam pertumbuhan tanaman. Jumlah daun menggambarkan
kemampuan tanaman dalam melakukan fotosintesis dan memiliki daun yang lebih banyak menunjukkan pertumbuhan yang baik dalam menghasilkan fotosintat lebih banyak untuk pertumbuhan
tanaman yang optimal (Aisyah, 2016).
Jumlah daun yang optimal
akan memberikan pertumbuhan tinggi dan diameter batang yang proporsional. Tanaman yang banyak mendapatkan cahaya matahari cenderung diameter batang lebih besar
akibat hasil fotosintesis ditranskolasikan dalam pembentukan batang. Sedang tanaman yang kurang mendapatkan cahaya matahari sehingga fotosintesis rendah sehingga batang cenderung lebih kecil disamping
karena faktor lain seperti cekaman kekeringan, kekurangan pupuk organik dan an organik. Menurut Wahyudin et al., (2015), fotosintesis
adalah proses dasar pada tanaman untuk menghasilkan
makanan melalui daun dengan bantuan
cahaya matahari untuk menentukan ketersediaan energi dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Wahyudin et al., 2015).
Hasil analisis uji lanjutan
menunjukkan bahwa varietas Pioner 36 menghasilkan rata-rata tertinggi
pada pada komponen fisiologis antara lain kandungan klorofil (245,76 �mol/m2),
klorofil b (100,64 �mol/m2) dan kandungan total klorofil (352,96
�mol/m2). Klorofil dibutuhkan
tanaman untuk proses fotosintesis, maka klorofil umumnya disintesis pada daun untuk menangkap cahaya matahari. Jumlah klorofil berbeda pada tiap spesies tergantung dari faktor lingkungan
dan genetiknya. Gogahu et
al., (2016) menyatakan bahwa
kandungan klorofil pada daun bervariasi dari satu jenis
tanaman dengan tanaman lainnya. Kandungan klorofil bahkan bervariasi antara berbagai varietas tanaman dalam satu spesies.
Umur daun juga mempengaruhi adanya variasi kandungan klorofil pada tanaman. Selanjutnya Kamagi et al., (2017)
menyatakan bahwa pengukuran karakter fisiologi tanaman seperti kandungan klorofil, merupakan salah satu pendekatan untuk mempelajari pengaruh karakter tersebut terhadap pertumbuhan dan hasil produksi pada tanaman yang berkaitan erat dengan laju fotosintesis.
Varietas JH 29 (v3) menghasilkan rata-rata kerapatan
stomata tertinggi (73,86 stomata /mm2) dan
secara statistik sama dengan rata-rata kerapatan stomata yang dihasilkan
varietas Nasa 29 (v4). Sedangkan
Varietas Nasa 29 (v4) menghasilkan
rata-rata bukaan stomata terluas
(92,37 μm2) dan rendemen biji tertinggi (82,33%). Kerapatan stomata merupakan jumlah stomata pada suatu bidang pandang. Jumlah stomata mempengaruhi tingkat kerapatan stomata yaitu bila jumlahnya
banyak maka tingkat kerapatan stomata juga tinggi. Tingkat kerapatan stomata
berbeda pada setiap jenis tumbuhan. Sama halnya dengan jumlah
stomata, kerapatan stomata juga dipengaruhi
oleh faktor genetik namun fenotipnya juga dipengaruhi oleh lingkungan sehingga diperoleh kerapatan stomata yang berbeda
pada setiap varietas yang dicobakan. Sofianti et al.,
(2022) menyatakan bahwa semakin tinggi nilai kerapatan stomata suatu jenis tumbuhan
maka semakin banyak jumlah stomatanya.
Selanjutnya Boso et al. (2016)
menyatakan bahwa tinggi rendahnya kerapatan stomata tidak selalu dipengaruhi oleh ukuran daun, karena
stomata yang sangat rendah dapat
dijumpai pada daun yang lebar seperti pada tanaman Castanal (Boso et al., (2016). Beberapa
peneliti melaporkan bahwa, perbedaan kerapatan stomata dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (eksternal), seperti habitat, intensitas cahaya dan ada tidaknya naungan. Zhu et al.
(2018) menambahkann bahwa kelembaban juga berpengaruh terhadap kerapatan stomata, pada tempat yang lembab maka kerapatan stomata lebih rendah.
Kerapatan mempengaruhi
dua proses penting pada tumbuhan yaitu transpirasi dan fotosintesis. Tumbuhan dengan kerapatan tinggi memiliki tingkat transpirasi yang lebih tinggi dari pada tumbuhan dengan kerapatan yang rendah. Pertumbuhan optimal suatu tumbuhan akan tercapai
jika laju fotosintesis yang terjadi juga optimal
dengan meningkatkan penyerapan CO2 sebagai
bahan baku fotosintesis didukung oleh adanya cahaya matahari
yang optimal. Menurut Budiono
et al., (2016) bahwa stomata dapat
mempengaruhi efisiensi fotosintesis. Stomata memungkinkan
masuknya dari lingkungan pada siang hari sebagai bahan
fotosintesis. Fotosintesis hanya dapat dilakukan
saat stomata terbuka. Kerapatan stomata sangat bergantung
pada konsentrasi, yaitu bila naik, jumlah stomata per satuan luas lebih
sedikit. Stomata memberikan
respon pada cahaya melalui efek fotosintesis
dari konsentrasi.
Besar kecilnya bukaan stomata diatur oleh tekanan turgor dan volume sel dari sel penjaga.
Stomata dapat benar-benar menutup saat mengalami
kekeringan sedang hingga parah, tergantung
spesies tumbuhan. Hal ini juga berarti bahwa luas bukaan
stomata dipengaruhi oleh faktor
genetik dan lingkungan.
Stomata adalah jendela
utama untuk masuknya CO2 kedalam jaringan tanaman melalui daun yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap kemampuan tanaman dalam melakukan fotosintesis. Daun berhubungan erat dengan nilai lebar
pori stomata, jika lebar pori bukaan
stomata menurun pada kondisi
kekeringan akan mengakibatkan terganggunya proses
metabolisme didalam jaringan tanaman sehingga diikuti dengan menurunnya pertumbuhan pada tanaman salah satunya penurunan nilai jumlah daun.
Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Munir
et al., (2022) bahwa penyerapan
CO2 adalah kemampuan
tanaman untuk menyerap CO2 melalui pori stomata yang juga dipengaruhi
oleh banyaknya jumlah daun sehingga lebar
bukaan dan penutupan stomata
dapat mempengaruhi pengaturan aktivitas proses fotosintesis melalui daun yang diketahui bahwa tanaman C4 dengan menggunakan CO2
dalam siklus calvin yang ketersediaanya, pemanfaatan karbon dikendalikan langsung terhadap jumlah ketersediaan CO2 dan tidak
hanya bergantung ketersediaanya diatmosfer tetapi juga sangat bergantung pada
lebar bukaan stomata.
Rendemen biji yang tinggi diperoleh dari varietas Nasa 29 diduga disebabkan oleh diameter janggel lebih kecil
dibandingkan varietas lain maka varietas tersebut
memiliki rendemen hasil yang tinggi. Menurut Herawati et al., (2015), jika diameter janggel jagung besar maka
rendemen yang didapatkan akan kecil dan sebaliknya. Selanjutnya Maintang et al., (2018) menyatakan
bahwa rendemen biji yang tinggi menunjukkan partisi asimilat ke biji
lebih besar dibanding ke bagian
organ lainnya seperti janggel.
Hasil analisis uji lanjutan
menunjukkan bahwa varietas Pioner 36 menghasilkan rata-rata tertinggi
pada komponen hasil meliputi umur berbunga
jantan (50,08 hari) dan betina (52,25 hari), panjang tongkol (15,86 cm),
diameter tongkol (4,77 cm), berat
tongkol kupasan basah (184,17 g), berat janggel (38,33 g), hasil biji per hektar (11,96 ton). Sedangkan varietas JH 29 (v3)
menghasilkan rata-rata jumlah
baris biji per tongkol terbanyak (16,92 baris). Fase generatif ditandai dengan pengaruh varietas Pioner 36 terhadap umur berbunga
jantan dan betina. Hal ini diduga karena
umur berbunga lebih dipengaruhi oleh faktor genetic. Menurut Subekti (2021) bahwa umur berbunga pada setiap varietas jagung dipengaruhi oleh faktor genetik dari setiap varietas.
Cepat dan lambatnya muncul bunga pada setiap tanaman pada kondisi lingkungan yang sama tidak akan
memberikan perbedaan, namun dengan perbedaan
faktor genetik dari setiap varietas
akan memberikan respon yang berbeda tergantung pada masing-masing sifat
genetik dari setiap varietas.
Panjang dan diameter tongkol yang muncul juga merupakan pengaruh dari faktor
genetik dari setiap varietas. Seperti yang dinyatakan oleh Kartinaty et al., (2019) bahwa faktor genetik akan mempengaruhi penampilan dari panjang dan diameter tongkol. Selanjutnya semakin panjang tongkol dan semakin besar diameter tongkol akan meningkatkan
berat tongkol yang terbentuk. Solihin et al., (2019)
menyatakan bahwa tongkol panjang, diameter besar dan baris biji yang banyak akan mempengaruhi
berat tongkol tanaman jagung. Varietas Pioner 36 menghasilkan panjang tongkol lebih tinggi
dibanding varietas lainnya. Menurut Yuyun et. al., (2018), pembentukan
tongkol dan merupakan komponen utama dalam proses sintesa protein yang
berkorelasi positif terhadap peningkatan ukuran tongkol (panjang dan diameter), salain itu faktor genetik
juga berpengaruh terhadap ukuran tongkol (Yuyun et al., 2018). Ditambahkan
oleh Aji et al., (2021) bahwa berat
tongkol merupakan salah satu komponen penentu
tingkat produktivitas jagung. Semakin besar diameter tongkol dan panjang tongkol akan berpotensi memberikan hasil yang lebih tinggi. Hal ini tercermin dari
berat janggel dan hasil biji jagung
yang diperoleh (Solihin,
2019).
Hasil analisis statistik
lanjutan menunjukkan bahwa dosis kompos
pupuk kandang ayam 6 ton ha-1 (k3) menghasilkan rata-rata tertinggi
pada komponen pertumbuhan meliputi :
tinggi tanaman (270,60 cm),
jumlah daun (13,79 helai), luas daun
(9794,73 cm2) dan diameter batang (6,61
cm). Hal tersebut diduga disebabkan dengan pemberian dosis tersebut mampu menyediakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman sehingga pertumbuhannya semakin baik. Pupuk
kandang ayam mengandung N yang lebih tinggi yang berperan dalam pertumbuhan vegetatif tanaman. Hasibuan et al., (2022) menyatakan
bahwa penggunaan pupuk organik (pupuk kandang ayam)
dapat menjadi pilihan penambahan sumber unsur hara pada tanah namun tanpa
mengurangi kualitas tanah. Penggunaan pupuk kandang ayam
dijadikan pilihan karena di antara pupuk organik lainnya
pupuk kandang ayam memiliki kadar
hara N yang paling tinggi dibandingkan
pupuk kandang lainnya. Pupuk kandang ayam memiliki
kandungan hara N mencapai 1,7%
yang tiga kali lebih tinggi dari pupuk
kandang domba (0,55%) dan lima
kali lebih tinggi dari pupuk kandang
sapi (0,29%) (Hasibuan
et al., 2022).
Tanaman yang lebih tinggi dipicu oleh unsur N yang dikandung oleh pupuk kandang ayam,
sejalan dengan pendapat Sinuraya dan Melati (2019), bahwa unsur N berperan dalam pembelahan dan pemanjangan sel, sehingga mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman. Rhezali dan Lahlali (2017) menambahkan bahwa tanaman jagung
tidak dapat tumbuh optimal apabila kebutuhan unsur haranya tidak terpenuhi.
Tinggi tanaman sebagian besar dipicu oleh ketersediaan hara nitrogen (N) dan fosfat
(P). Demikian pula dengan pertambahan jumlah daun seperti yang dilaporkan oleh Irawati (2016) bahwa kandungan nitrogen yang tinggi pada pupuk kandang ayam memacu
laju pertumbuhan daun tanaman. Selanjutnya
Nur (2019) menambahkan bahwa
unsur nitrogen merupakan unsur hara esensial yang sangat dibutuhkan tanaman pada masa pertumbuhan vegetatif tanaman, hal ini
karena unsur hara nitrogen sangat
berperan dalam proses pembentukan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang
dan akar (Nur, 2019).
Analisis statistik lanjutan menunjukkan bahwa dosis kompos
pupuk kandang ayam 6 ton ha-1 (k3)
menghasilkan rata-rata tertinggi
pada komponen fisiologis meliputi kandungan klorofil a (242,43 �mol/m2), kandungan
klorofil b (100,64 �mol/m2), kandungan total klorofil tertinggi (352,96 �mol/m2). Hal ini diduga karena
pupuk kandang ayam dengan dosis
tersebut memiliki kandungan nitrogen yang tinggi. Unsur nitrogen berfungsi dalam menyusun pigmen klorofil sehingga apabila kandungan nitrogen tinggi maka klorofil
yang tersusun kemungkinan lebih banyak jumlahnya.
Nur (2019) m,enyatakan bahwa nitrogen juga berperan dalam pembentukan sel tanaman, jaringan
organ dan sebagai bahan sintesis protein, klorofil,
protein dan asam amino. Ditambahkan
oleh Utami et al., (2020), nitrogen juga merupakan unsur yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman dan mendorong pembentukan klorofil sehingga daun dapat melakukan
fotosintesis. Kekurangan nitrogen
pada tanaman dapat menyebabkan daun tanaman mudah gugur
dan pertumbuhan vegetatifnya
menjadi terhambat sehingga menurunkan produksi tanaman, selain itu tanaman
yang memiliki kandungan klorofil yang rendah juga dapat mengalami penurunan kemampuan dalam mengabsorpsi cahaya sehingga fotosintat yang dihasilkan menjadi rendah.
Kandungan unsur
nitrogen pada pupuk kandang
ayam dapat meningkatkan produksi zat hijau daun
klorofil. Klorofil yang tersedia dalam jumlah yang cukup pada daun tanaman akan
meningkatkan kemampuan daun untuk menyerap
cahaya matahari, sehingga proses fotosintesis akan berjalan lancar
(Nizar, 2017).
Dosis kompos pupuk kandang ayam
0 ton ha-1 (k0) menghasilkan rata-rata tertinggi
pada komponen kerapatan
stomata (73,86 stomata /mm2) dan bukaan
stomata terluas (92,37 μm2). Tingginya kerapatan stomata dipengaruhi oleh jumlah stomata, semakin banyak jumlah stomata maka akan menyebabkan laju transpirasi juga akan semakin meningkat.
Hal ini mengakibatkan tingginya laju transpirasi karena air yang keluar lebih banyak
juga. Kondisi ini juga memungkinkan bukaan stomata menjadi lebih luas.
Menurut Hepworth et al. (2015), tanaman
dengan kerapatan stomata rendah memiliki tingkat transpirasi yang rendah, sehingga lebih toleran terhadap
kekeringan dibandingkan dengan tanaman yang memiliki kerapatan stomata lebih tinggi. Berkurangnya
kerapatan stomata akan berdampak pada penurunan respons membuka dan menutupnya stomata.
Komponen hasil yang diamati menunjukkan bahwa dosis kompos
pupuk kandang ayam 6 ton ha-1 (k3)
menghasilkan rata-rata tercepat
pada umur berbunga jantan (50,92 hari). Umur berbunga jantan
yang lebih cepat dipicu oleh unsur P yang dikandung oleh pupuk kandang ayam, dengan
dosis yang optimal mampu merangsang pembungaan. Hal ini sejalan dengan
pendapat Aulia et al., (2021),
unsur P berperan dalam proses pembungaan, pembentukan buah dan pengisian biji (Aulia et al., 2021). Yulianto
(2021) menambahkan bahwa unsur P digunakan untuk merangsang pembungaan dan pembuahan, pertumbuhan akar dan pembentukan biji dan unsur K untuk pertumbuhan
batang yang lebih kokoh, sebagai aktivator enzim dalam metabolisme karbohidrat dan nitrogen yang meliputi
pembentukan, pemecahan dan translokasi pati, serta berpengaruh terhadap pengangkutan fosfor (Yulianto, 2021).
Setyawan dan Santoso (2020) menyatakan
bahwa pupuk kandang ayam mengandung
unsur hara: C-Organik: 24,8
%, N: 2,15 %, P: 1,23%, dan K: 1,33% sehingga mampu menunjang pertumbuhan dan hasil tanaman.
Dosis kompos pupuk kandang ayam
6 ton ha-1 (k3) juga memberikan hasil rata-rata tertinggi pada komponen hasil: panjang tongkol (15,86 cm), diameter tongkol
(4,65 cm), berat tongkol kupasan basah (187,15 g), berat janggel (38,69 g). Hal ini dfiduga disebabkan
dengan pemberian kompos pupuk kandang
ayam pada lahan tempat tumbuh tanaman
akan meningkatkan uynsur hara pada tanah sehingga menghasilkan pertumbuhan yang baik berupa tanaman semakin tinggi, yang juga akan semakin meningkatkan
jumlah daun yang berarti organ untuk melaksanakan fotosintesis lebih banyak yang dapat menyebabkan peningktan hasil tanaman dalam hal
ini tongkol yang dihasilkan. Hal ini didukung oleh Sofyan et al.
(2019), bahwa ketersediaan unsur hara di dalam tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Semakin banyak penambahan pupuk kotoran hewan pada tanaman, maka pertumbuhan
tanaman akan tinggi. Tanaman yang relatif tinggi akan meningkatkan jumlah daun, sehingga
tempat pembentukan fotosintesis menjadi lebih optimal. Hal ini dapat menyebabkan berat tongkol berpengaruh
sangat nyata dengan aplikasi pupuk kotoran hewan. Su�ud dan Lestari (2018) menambahkan
bahwa pemberian pupuk dengan kandungan
nitrogen dapat menyebabkan peningkatan diameter tongkol jagung
Pranajaya et al. (2018) lebih
lanjut menyatakan pemberian pupuk kotoran hewan berpengaruh
sangat nyata terhadap berat tongkol, karena adanya respons
pertumbuhan daun akibat penambahan unsur hara terutama unsur N. Hal ini didukung penelitian Setiono dan Azwarta (2020) bahwa pemberian pupuk kotoran hewan
dengan kandungan unsur N yang cukup, maka pertumbuhan organ tanaman akan sempurna
dan fotosintat yang terbentuk
meningkat sehingga mendukung produksi tanaman.
Pemberian pupuk kandang sangat diperlukan oleh tanaman karena dapat mensuplai unsur hara, selain itu pupuk kandang
mempunyai fungsi yang penting untuk memperbaiki
sifat fisik tanah melalui pembentukan
struktur dan agregat tanah. Inonu et al. (2020) menjelaskan
bahwa pupuk kandang dapat mengurangi
porositas tanah, meningkatkan daya ikat air, meningkatkan pH, dan meningkatkan
KTK sehingga tanaman dapat mengoptimalkan serapan unsur hara. Kehadiran bahan organik akan membantu
mikroorganisme untuk berkembang biak dan menyediakan nutrisi bagi tanaman. Hardian
et al. (2020) menjelaskan bahan
organik pada pupuk kandang ayam berperan
memperbaiki sifat fisik sehingga struktur tanah menjadi lebih baik
serta akar tanaman dapat tumbuh
lebih optimal (Hardian
et al., (2020).
Dosis kompos pupuk kandang ayam
6 ton ha-1 (k3) juga menghasilkan rata-rata tertinggi
pada komponen hasil: bobot 1000 biji (306,03 g), jumlah jumlah baris biji per tongkol (16,32 baris)
dan hasil biji per hektar (11,96 ton). Hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan pupuk kandang ayam
sesuai dosis tersebut akan memberikan
hasil produksi yang baik karena unsur
hara yang dibutuhkan oleh tanaman
dalam proses pertumbuhan dan
produksi dapat terpenuhi. Bahan organik akan meningkatkan
aktivitas biologis tanah dan juga meningkatkan ketersediaan air tanah. Dengan semakin tersedianya air tanah maka absorbsi dan transportasi unsur hara maupun air akan lebih baik, sehingga
laju fotosintesis untuk dapat meningkatkan
cadangan makanan bagi pertumbuhan tanaman lebih terjamin
dan akhirnya produksi tanaman jagung meningkat yang Nampak pada hasil biji yang diperoleh berupa bobot 100 biji, jumlah jumlah
baris biji per tongkol dan hasil biji. Oktaviyanti
(2016), menyatakan bahwa pupuk kandang ayam
memiliki sifat dapat memperbaiki tanah walaupun dalam kurun waktu
yang lama, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung.
Pupuk kandang ayam sebagaimana jenis pupuk kandang
lainnya adalah pupuk organik yang proses pelepasan/pelarutan unsur haranya terjadi
dalam waktu yang lama atau lambat setelah
pupuk tersebut diaplikasikan, adanya pengomposan menyebabkan bahan organik yang terkandung di dalamnya akan diubah atau
diurai menjadi unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman. Zega et al., (2021) menyatakan bahwa pupuk organik
bersifat slow
release, oleh karena itu
tanaman berumur singkat kurang maksimal dalam memanfaatkan nutrisi pada pupuk sehingga perlu dilakukan proses dekomposisi agar nutrisi pada pupuk kandang dapat
diubah oleh bantuan mikroba menjadi tersedia dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman.
Dari hasil analisis data
secara statistik diketahui bahwa kombinasi pupuk antara berbagai varietas jagung dan dosis kompos pupuk
kandang ayam menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap
semua komponen yang diamati, hal ini
disebabkan oleh kedua faktor yang diteliti yaitu varietas dan dosis kompos pupuk
kandang ayam belum menunjukkan adanya kerja sama
untuk mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Peranan dari salah satu faktor atau
peranan dari masimg-masing perlakuan saling menetralisir sehingga interaksi kedua perlakuan yang diuji tidak mempengaruhi
pola aktifitas tanaman secara keseluruhan.
Tenaya (2015) menyatakan bahwa
jika terdapat perubahan yang tidak berarti antar-perlakuan kombinasi atau tidak signifikan dikatakan terdapat interaksi yang tidak nyata. Apabila tidak ada interaksi,
berarti pengaruh suatu faktor sama
untuk semua taraf faktor lainnya
dan sama dengan pengaruh utamanya. Sesuai dengan pernyataan
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan dari kedua faktor
adalah sama-sama mendukung pertumbuhan tanaman, tetapi tidak saling mendukung
bila salah satu faktor menutupi faktor lainnya.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Varietas Pioner 36 menghasilkan rata-rata terbaik pada komponen pertumbuhan: tanaman tertinggi (265,66 cm), jumlah daun terbanyak (13,30 helai) dan diameter batang terlebar (6,63 cm); komponen fisiologis antara lain: kandungan klorofil (245,76 �mol/m2),
klorofil b (100,64 �mol/m2) dan kandungan total klorofil (352,96
�mol/m2) serta pada komponen
hasil: umur berbunga jantan (50,08 hari) dan betina (52,25 hari), panjang tongkol (15,86 cm), diameter tongkol
(4,77 cm), berat tongkol kupasan basah (184,17 g), berat janggel (38,33 g), hasil biji per hektar (11,96 ton). Sedangkan Varietas JH 29 menghasilkan
rata-rata kerapatan stomata tertinggi
(73,86 stomata /mm2) dan Varietas Nasa 29 menghasilkan rata-rata bukaan
stomata terluas (92,37 μm2) dan rendemen biji tertinggi
(82,33%).
2.
Dosis kompos pupuk kandang
ayam 6 ton ha-1 menghasilkan
rata-rata terbaik pada komponen
pertumbuhan: tinggi tanaman (270,60 cm), jumlah daun (13,79 helai), luas daun (9794,73 cm2)
dan diameter batang (6,61 cm); komponen
fisiologis: kandungan klorofil a (242,43 �mol/m2), kandungan
klorofil b (100,64 �mol/m2), kandungan total klorofil tertinggi (352,96 �mol/m2) dan komponen hasil: umur berbunga jantan
(50,92 hari), panjang tongkol (15,86 cm), diameter tongkol
(4,65 cm), berat tongkol kupasan basah (187,15 g), berat janggel (38,69 g), bobot 1000 biji (319,37 g), jumlah jumlah baris biji per tongkol (16,32 baris)
dan hasil biji per hektar (12,08 ton). Sedangkan dosis kompos pupuk
kandang ayam 0 ton ha-1 menghasilkan
rata-rata tertinggi pada kerapatan
stomata (73,86 stomata /mm2) dan luas bukaan stomata (92,37 μm2).
3.
Tidak terdapat interaksi antara berbagai varietas dengan berbagai dosis kompos pupuk kandang
ayam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung hibrida
BIBLIOGRAFI
Aisyah, Y. (2016). Pengaruh jarak tanam tanaman jagung manis (Zea mays
L. var. saccharata) pada tumpangsari dengan tiga varietas tanaman kedelai
(Glycine max (L.) Merrill). Universitas Brawijaya. Google Scholar.
Aulia,S., D, R, Lukiwati., dan E, Fuskhah. (2021). Pengaruh Pupuk Kandang Plus Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung Manis di Purwodadi, Kabupaten Grobogan. Agrosains : Jurnal Penelitian
Agronomi 23(2): 99-104. Google Scholar.
Boso, S., P. Gago, V. Alonso-Villaverde, J.L. Santiago, and M.C. Martinez. (2016).
Density and Size of Stomata In The Leaves Of Different
Hybrids (Vitis Sp.) And Vitis Vinifera Varieties. Vitis, 55: 17-22. Google Scholar.
Distanpan Sul-Sel. 2020. Data Produksi Jagung Tahun (2020). Dinas tanaman pangan Provinsi Sulawesi Selatan.
Google Scholar.
Fattah. (2010). Efektifitas Pupuk Organik Saputra
Nutrient pada Tanaman Jagung.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi
Selatan. Dalam: Prosiding Pekan
Serealia Nasional : 1-7. Google Scholar.
Hardian, M., Basuni,
dan Safwan, M. (2020). Pengaruh Kombinasi
Pupuk Kandang Ayam dan Nitrogen Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung pada Sistem Budidaya Januh Air. Pontianak:
Universitas Tanjungpura. Google Scholar.
Hasibuan, S, P., S, Febjislami.,
I, Suliansyah. (2022). Pengaruh
pupuk kandang ayam terhadap pertumbuhan
dan kualitas biji tanaman sorgum (Sorghum Bicolor L.). Jurnal
Pertanian Presisi Vol. 6(1)
:15-27. Google Scholar.
Indranada, H.K. (1994). Pengelolaan
Kesuburan Tanah. Semarang : Bumi Aksara. 99 Halaman. Google Scholar.
Kementerian Pertanian, (2020). Outlook Jagung Komoditas Pertanian Subsektor Tanaman Pangan. Penyunting :
A, A, Susanti dan A, Supriyatna.
Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian. Sekretariat Jenderal. Kementerian Pertanian:78 hal.
Google Scholar.
Nur, M. 2019. Analisis Potensi
Limbah Buah-Buahan Sebagai Pupuk Organik
Cair. Seminar Nasional Teknik Industri
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Google Scholar.
Siburian, R. 2007. Pengaruh
Konsentrasi dan Waktu Inkubasi
EM4 terhadap Kualitas Kimia
Kompos. Fakultas Sains dan Tekhnik. Universitas Nusa Cendana.
Kupang. Google Scholar.
Solihin, E., Sudiraja,
R., & Kamaludin, N, N. 2019. Aplikasi
Pupuk Kalium dalam Meningkatkan Pertumbuhan dan
Hasil Tanaman Jagung (Zea mays L.). Agrikultura, 30(2),
40�45. Google Scholar.
Wahyudin A., Ruminta
dan D. C. Bachtiar. 2015. Pengaruh
jarak tanam berbeda pada berbagai dosis pupuk organik
terhadap pertumbuhan dan hasil jagung hibrida
P-12 di Jatinangor.Jurnal Kultivasi.
14 (1): 1-8. Google Scholar.
Wahyudin, A � Ruminta
� D.C. Bachtiar. 2013. Pengaruh
jarak tanam berbeda pada berbagai dosis pupuk organik
terhadap pertumbuhan dan hasil jagung hibrida
P-12 di Jatinangor. Jurnal Kultivasi Vol. 14(1) Maret 2013. Google Scholar.
Yulianto.,, Y, Y, Bolly., & J, Jeksen.
2021. Pengaruh pemberian pupuk kandang ayam
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman mentimun
(Cucumis sativus L.) di Kabupaten Sikka. Jurnal Inovasi Penelitian Vol.1 No.10 Maret 2021:2165-2170. Google Scholar.
Yuyun,
W., A, A, Irwa., M, Syaf�I.,
dan Dedi, R. 2018. Pertumbuhan
dan hasil jagung hibrida pada pola tanam tumpangsari dengan kedelai di Arjasari Kab. Bandung. Jurnal Agrotek Indonesia. 3 (1):
51-65. Google Scholar.
Andi
Riwayati, Muh. Farid, Abd
Haris Bahcrun (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |