Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 9, September
2023
FILSAFAT
PENDIDIKAN PRAGMATISME DAN KONSTRUKTIVISME
Muryani, Anengsih, Sholeh
Hidayat, Ratna Sari Dewi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa
E-mail: [email protected], [email protected], [email protected],
[email protected]
Abstrak
Pragmatisme mengajarkan bahwa tujuan berpikir
adalah kemajuan hidup, yakni untuk
memajukan dan memperkaya kehidupan. Pendidikan kita berfokus pada Kurikulum Merdeka dimana kodrat alam
dan kodrat zaman yang terdapat
pada diri anak, yang menjadi titik sentral
pendidikan; alam menjadi tujuan. Seorang tokoh Pendidikan
Indonesia Ki Hajar Dewantara dan seorang
tokoh pendidikan Amerika
John Dewey, pada awal dan pertengahan
abad ke-20 dan mengemukakan
konsep pragmatisme. Para elit pendidikan negeri ini menyelipkan pikiran John Dewey dalam Undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Lebih jelas itu diselipkan dalam pasal 15. Pada pasal ini tertulis,
"Pendidikan menengah diselenggarakan
untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta
dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan
tinggi. Pada Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Manusia
adalah mahluk yang paling penting dari seluruh
penciptaan, dimana manusia menjadi fokus dan aktor pendidikan. Ini sesuai dengan nilai-nilai Pancasila
Kata Kunci: Pragmatisme, Pendidikan, Kurikulum
Abstract
Pragmatism teaches that the purpose of thinking is the
advancement of life, namely to advance and enrich life. According to
pragmatism, the essence of reality is everything that is experienced by humans.
He argues that the core of reality is the experience experienced by humans.
This then becomes the cause that pragmatism pays more attention to things that
are actual in nature so that it has implications for determining value and
truth. Thus value and truth can be determined by looking at the reality that is
happening on the ground and no longer looking at other factors such as sin or not.This is in line with what
James said, The real world is the world of human experience. What is the focus
of our education now. In general, nature becomes the central point of
education; nature is the goal. Humans become "slaves" of nature;
science, technology and pragmatic matters take the most important place.
Human-centered education is getting sidelined. This cannot be separated from
the most influential figure in the world of education, John Dewey. He was a
figure in American education in the early and mid-20th century and promoted the
concept of pragmatism. Dewey said that education is a growing personal
adjustment to its environment (education is an "adjustment of the growing
personality to its environment). It makes the environment the center of
education. For Dewey, humans must be adapted to their environment without
mentioning the definition of "environment" (environment).
clearly".
Keywords:
Pragmatism: Concept of Utility, Education.
Pendahuluan
Pragmatisme berasal
dari kata pragma (bahasa
Yunani) yang artinya tindakan,
perbuatan (Dewey,
2022). Pragmatisme
adalah aliran filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu
itu memiliki kegunaan bagi kehidupan
nyata (Luthfiah
et al., 2023). Oleh sebab
itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak
(tetap). Suatu konsep atau peraturan
sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat
tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat.
Pragmatisme adalah
aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala
sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat
kepada akibat- akibat atau hasilnya
yang bermanfaat secara praktis (Maslakhah,
2019). Dengan
demikian, bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan
kepada individu-individu.
Dasar pijakan pragmatisme adalah logika pengamatan,
di mana apa yang ditampilkan
pada manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual, konkret,
dan terpisah satu sama lain.
Dunia ditampilkan
apa adanya dan perbedaan diterima begitu saja. Representasi
realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi dan bukan merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi
benar ketika memiliki fungsi pelayanan dan kegunaan. Dengan demikian, filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan
dengan pertanyaan-pertanyaan
seputar kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik, sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat di dalam Sejarah (Thaib,
2018).
Aliran ini terutama berkembang di Amerika Serikat, sebelumnya berkembang di Amerikasempat juga berkembang ke Inggris,
Perancis, dan Jerman.William
James adalah orang yang memperkenalkan
gagasan-gagasan dari aliran ini ke
seluruh dunia. William James dikenal
juga secara luas dalam bidang psikologi.
Tokoh lain dari aliran pragmatisme adalah John Dewey. Selain sebagai
filsuf, Dewey (2022) juga dikenal
sebagai kritikus sosial dan pemikir. Adapun tokoh kunci yang menakan aliaran pragmatisme adalah Charles Peirce
pada bulan Januari 1878 dalam
artikelnya yang berjudul
How to Make Our Ideas Clear.
Nama lain aliran
pragmatisme adalah instrumentalisme dan eksperimentalisme.
Disebut instrumentalisme, karena aliran ini
menganggap bahwa potensi intelegensi manusia sebagai kekuatan utama manusia harus dianggap
sebagai alat (instrumen) untuk menghadapi semua tantangan dan masalah dalam pendidikan (Yaqin
& Muhaini, 2018). Intelegensi bukanlah tujuan, melainkan alat untuk hidup,
untuk kesejahteraan, untuk mengembangkan kepribadian manusia.
Selain itu
instrumentalisme menganggap
bahwa dalam hidup ini tidak
dikenal tujuan akhir, melainkan hanya tujuan antara
dan sementara yang merupakan
alat untuk mencapai tujuan berikutnya, termasuk dalam pendidikan tidak mengenal tujuan akhir (Kristiawan,
2016). Kalau suatu
kegiatan telah mencapai tujuan, maka tujuan tersebut
dapat dijadikan alat untuk mencapai
tujuan berikutnya, benar atau tidak.
Dengan percobaan itulah subjek memiliki
pengalam nyata untuk mengerti suatu teori, suatu
ilmu pengetahuan.
Berbicara masalah
filsafat pendidikan, juga tidak akan terlepas
dari tokoh yang melatar belakangi lahirnya gagasan tersebut. Tak terkecuali dengan filsafat pragmatism dalam pendidikan. Filsafat ini
lahir atas sebuah gagasan yang sangat
fundamental untuk menyatukan
antara filsafat dengan ilmu pengetahuan
agar filsafat menjadi ilmiah dan dapat digunakan bagi kehidupan praktis manusia. Filsafat pragmatisme lahir dan tumbuh berkembang dengan sangat cepat di Amerika
yang merupakan negara dimana
perkembangan ilmu pengetahuan. Adapun tokoh-tokoh utama lahirnya filsafat pragmatism adalah;
Charles Sandre Peirce
(1839-1914), Peirce dikenal sebagai
tokoh central filsafat pragmatisme. Oleh karena itu terdapat istilah
�Piercian� untuk menyebut pemikir pragmatisme. Peirce membedakan pandangan-pandangannya dari pada pragmatis lainnya. Dia merupakan seorang ahli teori logika,
bahasa, komunikasi dan teori umum tanda-tanda
yang oleh Peirce disebut sebagai
semiotika
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
A. Pengertian Filsafat
Pendidikan Pragmatisme.
Filsafat Pendidikan adalah
aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur,
menyelaraskan, dan memadukan
proses pendidikan. Dalam arti lain makna Filsafat Pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan, mengharmoniskan, dan menerapkan nilai-nilai dan tujuan-tujuan
yang ingin dicapainya (Amirudin,
2018).
Pragmatisme merupakan
gerakan filsfat Amerika
yang menjadi terkenal selama satu abad
terakhir. Ia adalah filsafat yang mencerminkan dengan kuat sifat-sifat kehidupan Amerika. Pragmatisme banyak hubungannya dengan nama seperti
Charles S. Peirce (1839-1934), Willam James (1842-1910), John Dewey (1859-1952)
dan George Herberrt Mead (1863-1931).
Pragmatisme berusaha
untuk menengahi antara tradisi empiris dan tradisi idealis, dan menghubungkan hal yang sangat berarti dalam keduanya. Pragmatisme adalah suatu sikap, metode
dan filsafat yang memakai akibat-akibat praktis dari pikiran dan kepercayaan sebagai ukuran untuk menetapkan
nilai-nilai kebenaran (Cholid,
2018). William James mendefinisikan pragmatisme sebagai sikap memandang
jauh terhadap benda- benda pertama,
prinsip-prinsip dan kategori-kategori
yang dianggap sangat penting,
serta melihat ke depan kepada
benda-benda yang terakhir, buah akibat dan fakta-fakta.
Pragmatisme lebih menekankan kepada metoda dan pendirian daripada kepada doktrin filsafat yang sistematis. Ia adalah metoda penyelidikan
eksperimenal yang dipakai dalam segala bidang
pengalaman manusia. Pragmatisme memakai metode ilmiah modern sebagai dasar suatu
filsafat. Ia sangat dekat kepada sains,
khususnya biologi dan ilmu-ilmu kemasyarakatan, dan bertujuan untuk memakai jiwa ilmiah
dan pengetahuan ilmiah dalam menghadapi problema-problema manusia termasuk juga etika dan agama.
Kelompok pragmatis
bersikap kritis terhadap sistem-sistem filsafat sebelumnya seperti bentuk-bentuk aliran materialisme, idealisme, dan realisme. Mereka mengatakan bahwa pada masa lalu, filsafat telah keliru karena
mencari hal-hal yang mutlak, yang ultimate, esensi-esensi
abadi, substansi, prinsip yang tetap dan sistem kelompok empiris, dunia yang berubah serta problema-problemanya, dan alam sebagai sesuatu
dan kita tidak dapat melangkah keluar daripadanya.
Bagi John Dewey, pengalaman adalah pokok. Pengalaman adalah hasil dari
pengaruh timbal balik antara organisme dan lingkungannya. Walaupun pragmatisme sebagai filsafat yang sistematis adalah baru jika
dibandingkan dengan yang
lain, namun sikap dan
ide-ide yang serupa dapat ditemukan dalam karangan pemikir-pemikir yang terdahulu. Sebagai contoh, kata pragmatis dipakai oleh Kant untuk menunjukkan pemikiran yang sedang berlaku dan ditetapkan oleh maksud-maksud dan
rencana-rencana.
Ia menggunakan
kata pragmatis sebagai kebalikan dari kata praktikal yang menunjukkan kepada bidang etika.
Kant mengajak untuk mendapatkan watak moral khususnya rasa kewajiban, dan kemauan untuk menegakkan
kebenaran beberapa keyakinan seperti: kemerdekaan kemauan, Tuhan dan kelangsungan jiwa. Prinsip Kant tentang lebih pentingnya akal praktis telah
merintis jalan bagi pragmatisme.
B. Pandangan tentang
Hakikat Pendidikan
Istilah pendidikan
berasal dari Bahasa Yunani
�Paedagogie� yang akar katanya adalah �pais� yang berarti anak dan �again� yang berarti bimbingan. Jadi paedagogie berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Sementara itu, dalam Bahasa Inggris, pendidikan disebut dengan Education, yang berasal dari Bahasa Yunani �Educare� yang memiliki arti membawa keluar yang tersimpan dalamjiwa anak, untuk dituntun
agar tumbuh dan berkembang
(dalam Asfar, dkk., 2020).
Berikut ini akan diuraikan beberapa pengertian pendidikan menurut beberapa ahli atau
teori yaitu:
1)MJ. Langeveld, menyatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan/ pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang tumbuhuntuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan
tugas hidupnya sehingga tidak perlu bimbingan lagi.
2) John Dewey, mendefiniskan pendidikan seabgai proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara
intelektual dan emosional ke arah alam
dan sesame manusia.
3) Ki Hadjar Dewantara,
menyatakan bahwa pendidikan merupakan daya upaya untuk
memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan
batin, karakter), pikiran (intelek dan tubuh anak).
4) Diryakarya,
memberikan definisi pendidikan adalah kegiatan sadar untuk memanusiakan manusia muda atau
harmonisasi dan humanisasi.
5) Undang-undang
Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No.20 Tahun 2003 Bab I, pasal 1, mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, msyarakat, bangsa dan negara.
4 Mazhab-mazhab dalam filsafat pendidikan
Brubacher dalam
Suardi (2016) menjelaskan bahwa filsafat pendidikan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok dasar, yaitu filsafat pendidikan progresif dan filsafat pendidikan konservtif. Filsafat progresif didukung oleh filsafat pragmatism dari john
Dewey dan romantic naturalism dari J.J. Rousseau. Sementara itu filsafat
pendidikan konservatif didasari oleh filsafat idealism, realisme, humanisme (humanisme rasional), dan supernaturalisme atau realisme religious. Filsafat-filsafat
tersebut melahirkan filsafat pendidikan esensialisme dan prenialisme.
Adapun mazhab-mazhab
dalam filsafat pendidikan menurut Suardi (2016) adalah:
1) Filsafat Pendidikan Idealisme
Filsafat idealisme
memandang bahwa realitas akhir adalah ruh, bukan
materi, bukan fisik. Parminedes, filosof dari Elea (Yunani purba) menyakatan bahwa � Apa
yang tidak dapat dipikirkan adalah tidak nyata�. Sementara
Plato. Filosof idealism klasik
(Yunani purba) menjelaskan bahwa �Realitas terakhir adalah dunia cita�. Dunia cita merupakan dunia mutlak, tidak berubah, asli, dan abadi. Realitas akhir tersebut sebetulnya sudah ada sejak
semula pada jiwa manusia. Schoupenhaur, menyatakan bahwa �Dunia adalah ruh yang mengungkapkan diri dari alam, dengan
maksuda agar ruh tersebut sadar akan dirinya�. Ruh dapat berubah
menjadi ide atau pikiran. Mereka dapat mewakili metafisik idealisme.
Termasuk dalam paham idealism adalah spiritualisme, rasionalisme, dan supernaturalisme. Bagi penganut aliran idealism, fungsi mental adalah apa yang tampak dalam perilaku.
Oleh karena itu, jasmani atau badan sebagai materi merupakan alat jiwa atau alat
ruh untuk melaksanakan tujuan, keinginan, dan dorongan jiwa manusia.
2) Filsafat Pendidikan Realisme
Pada dasarnya
realisme merupakan filsafat yang memadankan realitas secara dualitas. Realisme berbeda dengan materialism dan
idealism yang bersifat monitis.
Realisme berpendapat bahwa realitas terdiri atas dunia fisik dan dunia rohani. Realisme merupakan aliran filsafat yang memiliki beraneka ragam bentuk. Kneller membagi realisme menjadi dua bentuk, yaitu realisme rasional dan realisme naturalis. Realisme rasional terdiri dari realisme klasik
dan realisme religious.
Realisme natural ilmiah
menyertai lahirnya sains di Eropa pada abad kelima belas
dan keenam belas., yang dipelopori oleh Francis Bacon, John Locke, Galilo, David Hume, John Stuart Mill. Realisme
ilmiah menyatakan bahwa manusia adalah
organisme biologis dengan system syaraf yang kompleks dan secara inhern berpembawaan sosial.
3) Filsafat Pendidikan Materialisme
Paham filsafat
ini berpendapat bahwa hakikat realisme
adalah materi, bukan rohani, bukan
spiritual, atau supernatural. Demokritos merupakan pelopor pandangan matrealisme klasik, yang disebut juga atomisme. Demokritos beserta para
pengikutnya beranggapan bahwa segala sesuatu
terdiri dari bagian-bagian kecil yang tidak dapat dibagi-bagi
lagi, yang disebut atom-
atom.
Cabang matealisme
yang banyak diperhatikan
oleh orang dewasa ini dan dijadikan landasan berpikir adalah positivism. Menurut positivism, kalua sesuatu
itu memang ada, maka ada
jumlahnya. Jumlah itu dapat diukur.
Oleh karena itu segala yang ada dapat diamati dan diukur. Sebaliknya, segala yang tidak ada tidak daapt
diamati atau diukur scara ilmiah,
yang berarti tidak daapt dipelajari secara positif. Jadi dikatakan positivism karena mereka beranggapan bahwa yang dapat dipelajari oleh manusia hanyalah yang berdasarkan fakta dan data yang nyata.
4) Filsafat Pendidikan Pragmatisme
Menurut filsafat
ini, manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Pendiri filsafat pragmatism iniantara
lain adalah John Dewey. Menurut
aliran filsafat ini manusia dipandang
sebagai makhluk fisik, sebagai hasil evolusi, biologis, sosial, dan psikologis, karena manusia dalam keadaan
terus meneus berkembang. Manusia hidup dalam keadaan
menjadi (Becoming), secara terus menerus �on goingness�. Manusia secara mendasar adalah elastis yang dapat berubah. Anak merupakan organisme yang aktif secara terus
menerus.
5) Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah
filsafat yang memandang segala gejala berpangkal
pada eksistensi. Eksistensi
adalah cara manusia berada di dunia. Cara berada berbeda dengan cara beradanya
benda-benda materi. Keberadaaan benda-benda materi berdasarkan ketidak-sadaran akan dirinya sendiri. Selain itu juga tidak terdapatnya kmunikasi antara yang satu dengan yang lain. Tidak demikian halnya dengan beradanya
manusia. Manusia berada Bersama dengan manusia lainnya. sama derajatnya,benda-benda
materi akan bermakna jika ada
manusia.
6) Filsafat Pendidikan Prenialisme
Progresivisme bukan merupakan filsafat atau aliran yang berdiri sendiri, melainkan merupakan Gerakan dan perkumpulan yang berdiri pada tahu 1918. Gerakan progresif terkenal luas karena
reaksinya terhadap
formalism dan sekolah tradisional
yang membosankan, yang menekankan
disiplin keras, belajar pasif, dan banyak hal-hal kecil yang tidak bermanfaat dalam pendidikan. Orang progresif itu merasa kehidupannya
berkembang dalam arah positif dan bawa umat manusia,
muda dan tua, baik dan dapat dipercaya untuk bertindak mengikuti minat-minat terbaik mereka sendiri. Dalam hal ini, pendidik
yang progresif memberikan sejumlah kebebasan pada peserta didik dalam
menentukan pengalaman sekolah mereka.
7) Filsafat Pendidikan Prenialisme
Prenealisme lahir sebagai reaksi terhadap pendidikan progresif. Prenealisme menentan pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Prenealisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh
kekacauan, ketidakpastian, ketidakadilan, dan ektidakteraturan,
terutama dalam kehidupan moral, intelektual, dan
sosio-kultural. Leh karena itu perlu ada
usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut. dalam pendidikan, kaum prenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentukan dan penuh kekacauan serta membahayakan seperti yang kita rasakan saat ini,
tidak ada satupun yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan serta kestabilan perlikau pendidik.
8) Filsafat Pendidikan Esensialisme
Esensialisme adalah
filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai kritik terhadap trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Esesnsialisme seperti halnya prenialisme dan progressivisme, bukan merupakan aliran filsafat dan bukan mendirikan bagungan filsafat, melainkan merupakan Gerakan dalam pendidikan yang memprotes pendidikan progresivisme.
9) Filsafat Pendidikan Rekonstruktivisme
Rekonstruktivisme merupakan
kelanjutan dari Gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasari atas anggapan bahwa
kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.
Aliran ini berpendapat bahwa sekolah harus mendominasi
atau mengarahkan ke perubahan perubahan
atau rekonstruksi pada tatanan sosial saat ini.
C. Tujuan Pendidikan
Menurut Anshory&Utami
(2018) pendidikan dikatakan
sebagai wahana pembangunan negara secara keseluruhan. Dengan pendidikan akan dapat menyerdiakan tenaga kerja yang terampil sesuai dengan bidangnya. Pendidikan akan memberikan pembaharuan-pembaharuan melalui pengajaran kepada generasi baru mengenai
tujuan yang ingin dicapai oleh masyarakat secara menyeluruh serta alat-alat pemenuhan mereka.
Astuti (2017) menjelaskan
bahwa tujuan pendidikan menurut beberapa tokoh pendidikan aliran perenialisme adalah: 1) Plato, menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu membina pemimpin
yang sadr dengan asas normatif dan melaksanakannya dalam semua aspek kehidupan.
2) Aristoteles menyatakan bahwa
tujuan pendidikan yaitu membentuk kebiasaan pada tingkat pendidikan usia muda dalam menanamkan
kesadaran menurut aturan moral. 3) Thomas Aquinas memaparkan
bahwa pendidikan bertujuan menuntun kemampuan-kemampuan yang masih pasif menjadi aktif
tergantung pada kesadaran individu.
Tujuan pendidikan
merupakan komponen pendidikan yang menduduki posisi sangat penting. Hal ini dikarenakan seluruh komponen pendidikan dilakukan hanya untuk mencapai
tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan bersifat memaksa yang harus dipatuhi oleh peserta didik. Meskipun sifatnya yang memaksa, pada kenyataanya tujuan pendidikan dapat diterima oleh masyarakat dan tidak meyimpang dari perkembangan peserta didik.
Setiap praktisi
pendidikan haruslah memahami tujuan pendidikan. Praktisi pendidikan yang tidak memahami tujuan pendidikan akan berdampak pada kesalahan dalam menyelenggarakan pendidikan, sehingga kebutuhan yang diinginkan oleh masyarakat tidak terpenuhi melalui proses pendidikan ini (Roqib,
2009). Tujuan pendidikan
nasional Indonesia tertuang
dalam UU No.20 tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, yaitu:
� Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembannya potensi peserta didik afar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu. Cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.�
Agar tidak
terjadi kesenjangan dalam menerapkan tujuan pendidikan nasional yang masih bersifat umum dan abstrak, maka perlu
dibentuk hirarki tujuan pendidikan. Solihat (2022) menjelaskan
bahwa hirarki tujuan pendidikan di Indonesia yaitu: 1) tujuan Pendidikan
Nasional, 2) tujuan institusional,
3) tujuan kurikuler, dan 4)
tujuan instruksional.
D. Pandangan tentang
Pendidik
Dengan melakukan
pekerjaan sebagai guru, seorang guru berkembang menjadi lebih manusiawi
dan mempunyai harga diri. Banyak guru kurang dedikasi dalam tugasnya, sibuk mengerjakan proyek di mana-mana sehingga tidak menyiapkan bahan ajar secara baik dan tidak sungguh-sungguh memperhatikan anak didik. Guru yang terlalu menekankan mencari uang lewat profesi keguruannya
akan sering mengalami frustasi karena gaji guru memang kecil dibandingkan
dengan profesi lain yang setingkat. Ingin menjadi kaya dengan menjadi guru adalah keliru. Kepuasan dan kebahagiaan seorang guru terletak pada kegembiraan batin karena anak
didiknya berkembang menjadi manusia yang lebih baik dan lebih utuh.
Seiring dengan
upaya bangsa Indonesia untuk hidup berdemokrasi
maka melalui pendidikan yang demokratis, anak didik dibantu
untuk mengembangkan sikap demokratis yang nantinya berguna bagi hidup mereka
di masyarakat (Hakim,
2021). Proses pembelajaran
yang demokratis adalah guru
dan siswa saling belajar, saling membantu, dan saling melengkapi (Kasim,
2020). Berdasarkan
teori konstruktivisme bahwa pengetahuan adalah bentukan siswa, peran guru lebih ditekankan pada fasilitator yang membantu atau memfasilitasi anak didik agar belajar sendiri membangun pengetahuan mereka (Sani,
2022)
Guru zaman sekarang
bukan lagi satu-satunya sumber informasi. Anak didik bisa belajar melalui
internet, orang tua, media komunikasi,
perpustakaan, dan lain- lain. Nilai kehidupan bisa dicari dan dirumuskan bersama antara siswa dengan guru. Siswa tidak dikekang
dalam berpikir. Dengan model ini siswa akan lebih
bertanggung jawab dalam melakukan nilai itu dalam
kehidupan mereka.
Masih banyak
guru yang kurang kompeten dalam bidangnya. Beberapa alasan yang mendasarai bahwa guru belum kompeten sebagai berikut; a) Waktu belajar atau kuliah
belum sungguh menguasai bahan. Mereka lulus tapi bukan lulus yang terbaik. Mereka bukan mahasiswa yang terbaik yang masuk menjadi calon
guru. Kualitas dosen yang membimbing dan mendampingi mahasiswa calon guru juga berpengaruh. b) Beberapa guru mengajarkan yang bukan bidangnya. Memang maksudnya baik, daripada tidak ada guru. Guru apapun diminta mengajar berbagai bidang.
Dari keadaan
ini tampak jelas diperlukan peningkatan kompetensi agar semakin menguasai bidang mereka. Juga diharapkan semakin banyak guru yang menguasai bidang yang sesuai dengan keahliannya. Selain kurang menguasai bidangnya, masih banyak guru yang kurang menguasai model- model pembelajaran
sehingga dalam mengajar hanya menggunakan model itu-itu saja. Guru mengajar lebih dengan cara
yang disenangi sendiri, dan
kurang memperhatikan yang disenangi anak didik.
Menurut teori Mutiple Intlelligences Gardner
(Suparno, 2004), siswa mempunyai
intelegensi dan siswa dapat belajar lebih
baik apabila bahan disajikan sesuai dengan intelegensi
yang menonjol pada anak tersebut (Irawan
& Hertinjung, 2017). Misalnya,
seorang anak yang menonjol intelegensi musikalnya, ia dapat mudah belajar
matematika bila matematika disajikan dengan musik atau
lagu. Terkait dengan anak didik
di dalam kelas beraneka reagam intellegensinya maka secara umum guru perlu menggunakan model mengajar yang bervariasi. Model pembelajaran quantum learning, pembelajaran
siswa aktif, pembelajaran menyenangkan dapat membantu siswa lebih baik
dan cepat memahami bahan pembelajaran (Hafizhah
et al., 2022).
Percobaan-percobaan� untuk meningkatkan mutu pendidikan profesional guru di lembaga-lembaga
pendidikan tinggi di
Amerika masih terus berjalan untuk menemukan model yang sesuai dengan masyarakatnya. Di dalam keberagaman model yang diinginkan semua mengacu pada pedoman yang ditentukan oleh National Council for Accreditation of
Teacher Education (Tilaar, 2006). Badan independen tersebut menentukan 10 syarat dari program pendidikan
professional guru sebagai berikut;
a) Perkembangan dan desain kurikulum. b) Perencanaan dan manajemen institusional. c) Evaluasi dan asessmen mengenai kemajuan belajar peserta didik. d) Supervisi kelas dan manajemen tingkah laku peserta
didik. e) Penguasaan teknologi instruksionsl. f) Perkembangan peserta didik dan cara belajarnya. g) Kesulitan-kesulitan
di dalam belajar (learner
exceptionality). h) Peraturan-peraturan pendidikan di sekolah. i) Pendidikan multikultural dan globalisasi. j) Dasar-dasar sosial, sejarah, dan filsafat pendidikan.
Untuk mengatasi
banyaknya guru yang tidak berkualitas baik dalam proses pembelajaran� maupun penguasaan pengetahuan dengan cara memberikan
penataran, lokakarya, berdiskusi guru bidang studi (MGMP), dan memberi kesempatan kepada mereka untuk studi
lanjut. Yang tidak kalah penting adalah
menyediakan sarana belajar bagi mereka
agar mereka terus mau mengembangkan diri. Untuk itu,
perpustakaan bagi guru
sangat penting. Internet juga perlu
agar mereka mau belajar dari negara lain.
Gaji yang rendah,
dengan tuntutan yang rumit dan persiapan mengajar, koreksi, dan lain-lain,
menjadikan profesi guru kurang menarik bagi banyak orang. Oleh karena itu, sangat diharapkan gaji guru untuk dinaikkan sehingga guru tidak lagi banyak mengerjakan
proyek dari luar. Selain itu, perlu beberapa model penghargaan seperti jaminan prestasi khusus bagi guru yang sangat baik dan mengahasilkan banyak inovasi pendidikan.
Kesimpulan
Pendidikan pragmatisme berwatak
humanis, dan manusia adalah ukuran segala-galanya.
Rasio manusia tidak pernah terpisah
dari dunia, bahkan menjadi bagian dari dunia itu sendiri. Pengetahuan manusia harus dinilai
dan diukur dengan kehidupan praktis, serta benar tidaknya
hasil pikiran manusia akan terbukti
di dalam penggunaannya dalam praktek. Jadi, suatu teori dikatakan
benar jika berfungsi praktis bagi kehidupan manusia. Pragmatisme tidak menaruh perhatian
terhadap suatu nilai yang tidak empiris. Konsep pendidikan pragmatisme adalah, pendidikan bertujuan untuk mendewasakan anak menjadi manusia yang mandiri, bertanggung-jawab, dan dapat memecahkan persoalan hidupnya sendiri. Pendidikan harus dilangsungkan di tempat dimana anak berada.Kurikulum yang digunakan
setiap pelajaran tidak boleh terpisah-pisah,
tetapi merupakan satu kesatuan, dan pengalaman di sekolah selalu dipadukan dengan pengalaman di luar sekolah.Masalah yang diangkat oleh guru di kelas adalah masalah-masalah aktual yang menarik minat anak atau
menjadi pusat perhatian anak. Demikian pula metode yang diterapkan oleh guru adalah metode disiplin bukan kekuasaan, karena metode kekuasaan
cenderung memaksakan anak untuk mengikuti
kehendak guru.
Dalam pendidikan pragmatisme, semua materi yang akan disajikan harus berdasarkan fakta-fakta yang sudah diobservasi, dipahami, serta dibicarakan sebelumnya, serta materi tersebut dimungkinkan mengandung ide-ide yang dapat mengembangkan situasi untuk mencapai tujuan. Peran guru dalam pendidikan pragmatisme hanyalah sebagai fasilitator dan motivator kegiatan anak. Semua kegiatan anak dilakukan sendiri seiring dengan minat dan kebutuhan yang dipilih, tetapi guru tetap memberikan arahan yang memungkinkan anak berkembang sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki. Dalam filsafat pendidikan Islam terjadi penolakan terhadap paham pragmatism, karena untuk mengukur semua baik dan buruk adalah standarnya selalu berpijak pada keberpihakan pada masyarakat yang menjadi penilai, padahal Islam tidak memandang demikian, tetapi ukuran baik, buruk,benar dan tidak benar adalah apabila tidak berlawanan dari norma-norma agama yang telah ditetapkan.
BIBLIOGRAPHY
Amirudin, N. (2018). Filsafat Pendidikan Islam:
konteks kajian kekinian. Caremedia Communication.
Astuti,
W. (2017). Hakikat Pendidikan. Over The Rim, 191�199.
Cholid,
N. (2018). Kontribusi Filsafat Pragmatisme terhadap Pendidikan. Magistra:
Media Pengembangan Ilmu Pendidikan Dasar Dan Keislaman, 4(1), 51�66.
Dewey, J. (2022). Dictionary of
education. Open Road Media.
Hafizhah,
I., Wardana, I. A., & Setiabudi, D. I. (2022). Efektivitas Penggunaan Model
Pembelajaran Quantum Learning Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Psikomotorik
Pada Pelajaran Matematika. Jurnal Riset Sosial Humaniora Dan Pendidikan,
1(1), 11�21.
Hakim,
A. R. (2021). Pengaruh Kompetensi Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
dalam Mengelola Pembelajaran terhadap Motivasi Belajar Siswa. Matriks:
Jurnal Sosial Dan Sains, 2(2), 58�69.
https://doi.org/https://doi.org/10.59784/matriks.v2i2.61
Irawan,
C., & Hertinjung, W. S. (2017). Profil Inteligensi Pada Santri Tahfidzul
Qur�an.
Kasim,
M. (2020). PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI MIPA 2 SMAN 1 TIDORE
KEPULAUAN MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE
JIGSAW. Jurnal Geocivic, 3(2), 122�136.
Kristiawan,
M. (2016). Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Valia Pustaka.
Luthfiah,
N., Salminawat, S., Khadna, S. F., & Ulfa, M. (2023). FILSAFAT DAN KRITERIA
KEBENARAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN BARAT. At-Tajdid: Jurnal Pendidikan Dan
Pemikiran Islam, 7(1), 36�54.
Maslakhah,
S. (2019). Penerapan Metode Learning By Doing Sebagai Implementasi Filsafat
Pragmatisme Dalam Mata Kuliah Linguistik Historis Komparatif. Diksi, 27(2),
159�167.
Roqib,
M. (2009). Ilmu Pendidikan Islam; Pengembangan Pendidikan Integratif di
Sekolah, Keluarga dan Masyarakat. LKIS Pelangi Aksara.
Sani,
R. A. (2022). Inovasi pembelajaran. Bumi Aksara.
Solihat,
S., & Anwar, C. (2022). Tujuan Pendidikan Islam dalam Persfektif Alquran. Islamic
Management: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 5(02), 195�212.
Thaib,
R. M. T. R. M. (2018). Pragmatisme: Konsep Utilitas Dalam Pendidikan. Intelektualita,
4(1).
Yaqin,
A., & Muhaini, F. (2018). Aliran-Aliran Filsafat Pendidkan.
Copyright holder: Muryani, Anengsih, Sholeh Hidayat,
Ratna Sari Dewi (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |