Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol.
8, No. 10, Oktober 2023
PENGARUH
POPULASI CACING DAN PAKAN AMPAS TAHU TERHADAP KUALITAS HARA KASCING KOTORAN
KUDA
Muhammad
Nur, Elkawakib Syam�un, Sylvia
Syam
Program Studi Sistem Pertanian Universitas
Hasanuddin
E-mail:
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya
pengaruh pemberian jumlah cacing tanah terhadap kualitas hara kascing kotoran
kuda, mengetahui kandungan unsur hara terbaik sesuai standar yang ditetapkan
pemerintah yaitu N 0,4 %, P0,1 % dan K 0,2%. Jenis penelitian yang digunakan
adalah True Experimental Research yang dilakukan greenhouse Instalasi
Pengkajian dan Pengembangan Pertanian Kelurahan Tolo Selatan,Kecamatan Kelara,
Kabupaten Jeneponto� pada tanggal 28 Juli
� 28 Agustus 2022.� Hasil Kascing dianalisis
di laboratorium Tanah dan Pupuk Kabupaten Maros Milik Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Propinsi sulwesi Selatan.Rancangan penelitan tunggal
Rancangan Acak Lengkap dengan 2 factor yaitu jumlah cacing tanah sebanyak 2,5kg
(K1), 5Kg (K2), 7,5kg (K3), 10kg (K4) dan 12,5kg (K5) perpetak ukuran 1x2meter
dan factor kedua adalah ampas tahu sebagai pakan tambahan dengan jumlah masing
masing 5Kg/Petak perlakuan per hari.Analisis Data melalui Hasil Laboratorium
kandungan unsur hara setiap petak perlakuan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada perlakuan K2 dengan jumlah cacing 5kg.Persentase unsur hara terbaik yang
dihasilkan yaitu N (1,06%), P (0,48%) dan K (0,87%) sedangkan rasio C/N 9,43
serta kadar ph 7.
Kata Kunci: Cacing, Kualitas Kascing, Kotoran Kuda.
Abstract
This study aims to determine the effect of giving the number of
earthworms on the quality of horse manure vermicompost nutrients, knowing the
best nutrient content according to the standards set by the government, namely
N 0.4%, P0.1% and K 0.2%. The type of research used is True Experimental
Research conducted by the greenhouse Agricultural Assessment and Development
Installation of South Tolo Village, Kelara District, Jeneponto Regency on July 28 � August 28, 2022.� The vermicompost results were analyzed at the
Maros Regency Soil and Fertilizer laboratory belonging to the Agricultural
Technology Assessment Center of South Sulawesi Province.Single
research design Complete Randomized Design with 2 factors, namely the number of
earthworms as much as 2.5kg (K1), 5Kg (K2), 7.5kg (K3), 10kg (K4) and 12.5kg
(K5) plots measuring 1x2 meters and the second factor is tofu dregs as
additional feed with an amount of 5Kg / treatment plot per day. Data Analysis
through Laboratory Results of nutrient content of each treatment plot. The
results showed that in K2 treatment with the number of worms 5kg. The best
percentage of nutrients produced is N (1.06%), P (0.48%) and K (0.87%) while
the C/N ratio is 9.43 and the ph level is 7.
Keywords: Worms, Vermicompost Quality, Horse Manure.
Pendahuluan
Pupuk adalah material yang
ditambahakan pada media tanam atau tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara yang
diperlukan tanaman sehingga mampu berproduksi dengan baik. Material pupuk dapat
berupa bahan organic ataupun non organic (mineral). Salah satu pupuk yang dapat
dimanfaatkan dalam usaha meningkatkan produktifitas lahan untuk pertanian
adalah kascing. Kascing merupakan pupuk organic
dengan� bahan baku kotoran cacing yang
mempunyai berbagai keunggulan dalam memperbaiki sifat-sifat tanah (Lingga,
2001).
Salah satu pupuk organic yang bisa
dimanfaatkan adalah pupuk kotoran kuda. Pupuk yang berasal dari kotoran kuda
termasuk pupuk yang mudah mengalami penguraian.Hal ini karena susunan kimianya
mengandung senyawa senyawa yang memungkinkan bakteri bakteri berkembang dengan aktif. Biomasssa yang dihasilkan kotoran kuda dala bentuk
feses cukup melimpah. Setiap ekor kuda dapat
menghasilkan feses padat 16,1kg/hari. Feses pada kotoran kuda memiliki kandungan
hara yang baik digunakan
pada tanaman. Menurut Solihin (2016) feses kuda
memiliki kandungan unsur hara 0,55% N, 0,30& P, 0,40%Ca dan 75% air.
Kascing dihasilkan dari proses pengomposan atau perombakan bahan organic pada kondisi lingkungan tertentu oleh cacing tanah. Penguraian bahan organic oleh cacing tanah lebih cepat
dibandingkan dengan mikroba, yang mana kemampuan cacing tanah menguari
bahan organic 3-5 kali lebih
cepat. Itulah sebabnya cacing tanah sangat potensial menghasilkan pupuk organik, bahkan mutu pupuk organiknya
lebih baik dibandingkan dengan pupuk kompos (Rukmana,1999).
Ampas tahu merupakan limbah industri tahu yang biasanya dibuang dan mencemari lingkungan seperti bau yang tidak sedap akibat pertumbuhan
bakteri. Ampas tahu diperkirakan dapat menjadi alternatif
sebagai bahan pakan budidaya cacing tanah. Ampas
tahu jumlahnya berlampau sehingga potensial sebagai pakan cacing baik
dalam pembuatan vermikompos maupun dalam pembiakan cacing tanah.
Menurut Bappenas (2014) kebutuhan konsumsi kedelai pada tahun 2014 sebesar 2,77 juta ton. Apabila digunakan 50 % untuk pembuatan tahu maka akan menghasilkan
ampas tahu sekitar 1,3 juta ton. Menurut Mursining (2006) kandungan gizi dalam ampas tahu
adalah protein 21,23%, lemak 16,22%, karbohidrat 19%, serat kasar 29,59%, kadar abu 5,45%, dan air 9,84%. Kadar protein tepung
ampas tahu yang dibuat tanpa proses pencucian cukup tinggi yaitu sebesar
24,77 % dengan kadar karbohidrat 25,46 %. Berdasarkan Informasi diatas maka dilakukan Penelitan untuk mengetahui kandungan kascing kotoran kuda maka dilakukan
beberapa uji sehingga diketahui unsur hara kascing dari setiap
jumlah cacing yang diberikan.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan
Kelurahan Tolo Selatan,Kecamatan Kelara,Kabupaten Jeneponto, Propinsi Sulawesi Selatan. Bahan Bahan Penelitian ini
adalah Cacing Tanah Spesies ANC (African Night Crawler,Tanah,Kotoran Kuda dan
ampas tahu sebagai pakan tambahan. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah wadah pemeliharaan cacing tanah dalam bentuk bak ukuran 1x2 Meter
terdiri dari 5 bak dengan jumlah cacing yang berbeda yaitu 2,5Kg, 5kg, 7,5kg,
10kg dan 12,5kg, timbangan,papan,triplek,paku dan alat-alat lainnnya.
����������� Pembuatan
kascing dilakukan dengan cara memelihara cacing tanah selama 4 Minggu. Media
budidaya terbuat dari campuran tanah 50kg,50kg Kotoran kuda, cacing tanah
dewasa ukuran �5-7 cm. Cacing diberi pakan setiap 2 hari sekali dengan
memberikan ampas tahu sebanyak 5kg/bak. Perawatan cacing tanah dengan mengaduk
aduk media pada saat pemberian pakan dan pakan disebar diatas tumpukan bahan
secara merata.
����������� Rancangan
penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 2 Faktor. Faktor
pertama adalah dosis kascing dan faktor kedua adalah pakan tambahan ampas tahu
sebanyak 5kg/petak perlakuan perhari selama 4 minggu. Setelah 4 Minggu, Kascing dipanen dengan cara
mengeruk kascing menggunakan triplek�
yang ada di permukaan tanah sedalam 1-2 cm untuk setiap bak perlakuan.
Lalu di kemas untuk di uji
lanjut di Laboratorium Tanah dan Pupuk Kabupaten Maros Milik Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan.Data data yang diperoleh dari penelitian
ini dianalisis secara deskriptif dan mengkajinya dari beberapa sumber literatur
lainnya.Adapun variabel� pengamatan uji
kualitas hara Kascing adalah kandungan Pupuk N,P,K ,C organic,C/N Ratio dan ph.
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis pupuk kascing yang telah dilakukan dapat diketahui kandungan unsur hara NPK (Nitrogen, Phosfor
dan Kalium) kascing kotoran
kuda dengan pemberian jumlah cacing dan ampas tahu disajikan pada table 1 berikut.
Tabel 1 Hasil Uji analisis Kandungan NPK
Perlakuan |
Kandungan Hara |
||
N Total (%) |
P2O5 (%) |
K2O (%) |
|
K1 |
0,97 |
0,49 |
0,75 |
K2 |
1,06 |
0,48 |
0,87 |
K3 |
0,80 |
0,67 |
0,68 |
K4 |
1,05 |
0,33 |
0,90 |
K5 |
0,94 |
0,28 |
0,78 |
Tabel 1 diatas
menunjukkan bahwa kandungan NPK kascing kotoran kuda diperoleh
hasil tertinggi pada perlakuan K2 tertinggi secara berurutan yaitu 1,06, 0,48 dan 0,87 dan kandungan
terendah NPK Kascing kotoran kuda terdapat
pada perlakuan K3 dengan kandungan hara berturut turut 0,80, 0,67 dan 0,68. Keberhasilan
dalam proses penguaraian pengomposan dipengaruhi oleh banyak hal seperti
media atau bahan organic,
bio activator, waktu pengomposan
dan factor lingkungan lainnya.
Pemberian bioactivator
merupakan salah satu factor
yang mempengaruhi proses pengomposan
tau penguraian karena dapat memepercepat proses pengomposan.Lama Waktu Pengomposan
tergantung pada kaarakteristik
bahan yang digunakanm metode pengomposan yang digunakan dan dengan tau tanpa activator pengomposan (Nugroho,
2013). Aktivator
yang digunakan dalam proses
pengom;posan pada penelitian
ini adalah cacing tanah ANC (African Night
Crawler) (Husain
& Mahmudati, 2015).
Menurut Anwar (2009) bahwa cacing tanah sangat efektif dalam mendekomposisi
bahab organik dan mengubah nitrogen tidak tersedia menjadi nitrogen tersedia setelah dikeluarkan sebagai kotoran (Kascing). Hal ini dikuatkan oleh Solihin (2016) bahwa feses kuda memiliki
kandungan hara yang baik digunakan pada tanaman.Fese
kuda memiliki kandungan 0,55 % N , 0,30%P, ca 0,40%� dan 75% air. Sehingga
Ketika dilakukan penguaraian
mmenggunakan bioaktivator cacing tanah maka
terjadi peningkatan kandungan unsur hara. Sejalan dengan Bungay (1981) Feses Kuda kandungan K Total yang
tinggi sekitar 21,875 serta nilai KTK yang baik yaitu 13,29 me100g-1. Jika dilihat dari hasil
analisis diatas maka dengan pemberian
cacing tanah sebagai activator pengompsan kascing akan terjadi
peningkatan kadar K hingga 0,50%. Menurut Haryono
(2003), menyatakan bahwa kandungan nitrogen yang tinggi
pada media memberikan pengaruh
baik pada pertumbuhan dan reproduksi. Kemudian
dengan ditambahkan� 15%� ampas� tahu� pada media cacing tanah mempunyai
pengaruh yang baik� bagi� pertumbuhan� cacing tanah karena, ampas
tahu mengandung banyak protein sehingga ketersediaan� nutrisi pada media tercukupi.
Tingkat Kematangan
kascing dapat dilihat dari rasio
C/N. Pengomposan yang baik akan menghasilkan C/N ratio yang
ideal sebesar 15-20. Berdasarkan
hasil penelitian didapatkan C/N ratio kascing kotoran kuda di tunjukkan pada gambar 1 berikut.
Gambar 1 Grafik C.N Ratio Kascing Kotoran Kuda
Berdasarkan gambar
1 grafik C/N ratio diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa dengan pemberian jumlah cacing sebanyak 12,5 kg memberikan C/N ratio sebesar
10,68 Pada perlakuan K5, Peningkatan
C/N ratio sangat terlihat jelas
perbedaannya, Hal ini disebabkan karena perbedaan komposisi jumlah cacing dan kotoran kuda yang di gunakan. Penggunaan cacing tanah cenderung
memperpendek waktu pengomposan dibandingkan tanpa menggunakan cacing tanah. Rasio
C/N merupakan salah satu
parameter penting dalam menilai kematangan bahan organik yang terdekomposisi. Kecepatan dekomposisi dalam proses pengomposan didasarkan pada waktu yang diperlukan untuk mencapai nilai C/N ratio terendah.
Adanya aktivitas
mikroorganisme dan cacing tanah sejalan dengan
waktu pengomposan meyebabkan unsur karbon bahan organik
yang berubah menjadi C02, sehingga terjadi penurunan ratio C/N (Permini,1993). Karbon merupakan penyusun umum dari semua
bahan organiK (Esther
Jr,2009). Nilai C/n Ratio merupakan
factor penting dalam pengomposan yang dibutuhkan mikroorganisme sebagai sumber nutrisi untuk pembentukan sel-sel tubuhnya. Prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan
nilai C/N bahan organic hingga sama dengan
rasio tanah (<20) (Dewi
Y.S dan Tresnowati,2012). Menurut Palungkun
(1999) bobot badan cacing tanah sangat dipengaruhi oleh kondisi media dan ketersediaan nutrisi. Selain itu faktor lingkungan juga�� dapat mempengaruhi pertumbuhan cacing tanah.
Kandungan unsur
hara yang ada pada kascing
sangat banyak, beberapa diantaranya yang menjadi batasan penelitian ini adalah kandungan
unsur hara N,P dan K. Berdasarkan
hasil penelitian didapatkan kandungan unsur hara N (nitrogen) yang terbaik
ditunjukkan pada perlakuan
K2 yang menunjukkan bahwa perlakuan dengan jumlah cacing sebanyak
5kg dengan ukuran petakan seluas 1 x 2 meter memberikan kadar N sebanyak 1,06 % kascing kotoran kuda.sesuai Standar mutu kandungan
N yang ditetapkan pemerintah
sebesar 0,4 % sehingga kascing hasil penelitian
ini memenuhi standar penelitian. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar 2 berikut.
Gambar 2 Grafik Hasil analisis kandungan K Kascing Kotoran Kuda
�
Aktifitas Cacing
Tanah meningkatkan permeabilitas
tanah dan juga memungkinkan
meningkatnya kehilangan
nitrogen akibat pencucian. Walaupun inokulasi cacing tanah pada tanah yang mengalami pengembalian bagian atas tanaman yang dipermukaan tanah meningkatkan pencucian nitrogen, namun kehilangan N yang berasal dari pupuk
tidak dijumpai dalam jumah yang cukup berarti (Wong et.al,2004). Menurut Etika (2007), dalam
proses dekomposisi bahan
organic, mikroorganisme akan
membantu asimilasi unsur hara salah satunyan nitrogen.
Ketersediaan Nitrogen akan
mempercepat proses penguraian.Selain itu, Amsath (2009 dalam Anjangsari 2010) menyatakan bahwa penambahan nitrogen berasal dari metabolit
cacing tanah yang dikembalikan ke tanah melalui kotoran,urin,
mucus, dan jaringan yang berasal
dari cacing yang telah mati selama
vermicomposting berlangsung. Adanya symbiosis mutualisme antara cacing tanah dan mikroorganisme membuat kandungan unsur N pada kascing bertambah tinggi sejalan dengan perlakuan jumah cacing terbanyak.
Hal ini didukung oleh T.C
Puh (1991 dalam Cahyo,2004) yang menyatakan
bahwa aktivitas cacing tanah menyebabakan
NPK tersedia dan bahan
organic dalam tanah dapat meningkat (Husain dkk.2015)
Berdasarkan hasil penelitiaan, didapatkan bahwa hasil terbaik
kadar fosfor perlakuan jumlah cacing tanah terbanyak
kascing kotoran kuda pada perlakuan K3 dengan jumlah fosfor
0,67%. Memenuhi jumlah standar mutu yang ditetapkan pemerintah yaitu 0,1% utuk fosfor. Berikut grafik kandungan fosfor berdasarkan hasil penelitian.
Gambar 3 Grafik
Hasil Analisis Kandungan P Kascing Kotoran Kuda
Puh (1991dalam Cahyo,2004) yang menyatakan bahwa aktivitas cacing tanah meyebakan NPK tersedia dan bahan organik dalam tanah
meningkat. Hal ini disebabkan karena terjadinya proses mineralisasi fosfor. Secara umum, Sebagian dari fosfor bahan organic yang dicerna cacing,akan
diubah menjadi bentuk P terlarut oleh enzim dalam pencernaan
cacing, yaitu fostafase dan alkalin fostafase.
Selanjutnya unsur
P akan dibebaskan oleh mikroorganisme dalam kotoran cacing (Suthar, 2008 dalam Anjangsari 2010), Cacing tanah juga melepaskan hara kedalam tanah dari aktifitas
metabolismenya (Whalen et.al. 1999). Amador et.al.
(2003) memperhitungkan N organic yang lepas dari cacing
tanah yang mati mencapai 21,1 � 38,6 ton/ha setiap
tahun. Sebagai tambahan, cacing tanah memotong sisa bahan organic menjadi ukuran yang kecil, dan selanjutnya akan didekomposisi oleh protozoa
dan mikroba tanah.
Sementara itu, ada hubungan yang langsung dan tidak langsung antara cacing tanah dan mikroba dari siklus
N dan P di dalam tanah melalui perannya dalam mengubah jumlah, jenis dan struktur mikroba serta meningkatkan pelepasan hasil metabolismenya. Kandungan Kalium terbaik pada perlakuan pengaruh jumlah cacing tanah terhadap
kandungan kascing kotoran kuda dapat
dilihat pada Gambar 4 berikut.
Gambar 4 Kandungan
Kalium Kascing Kotoran Kuda
Hasil Analisis
Kandungan K diatas menunjukkan hasil dengan perlakuan terbaik pada perlakuan K2 dan K4 dengan kandungan kalium 0,87% dan
0,90%. Kandungan kalium ada
pada substrat juga diubah menjadi bentuk yang mudah larut oleh mikroorganisme yang ada dalam pencernaan cacing tanah (Anjang
Sari, 2010) Kualitas kalium kascing
juga ditentukan oleh jumlah
cacing tanah dan waktu pengomposan. Sedangkan standar mutu pupuk organic yang ditetapkan oleh pemerintah melalui peraturan Menteri Pertanian N0.28/Permentan/OT.40/2/2009
menunjukkan bahwa kandungan kalium semua perlakuan memenuhi standar mutu yang ditepakan oleh pemerintah yaitu > 0,2%.
Disini membuktikan
bahwa cacing tanah berpengaruh baik terhadap produktivitas
tanah. Karena Cacing tanah dalam sifat
kimia tanahnya berperan menghasilkan bahan organic, kemampuan dalam pertukaran kation, unsur P dan K yang tersedia akan meningkat
(Lavelle, 1994: Brussard, 1994). Kandungan ph terbaik pada perlakuan pengaruh jumlah cacing tanah
terhadap kualitas hara kascing kotoran kuda dapat dilihat
pada gambar 5 berikut.
Gambar 5 Grafik Analisis pH Kascing Kotoran Kuda
�
Dari hasil
analisis diatas menunjukkan bahwa nilai pH kascing kotoran kuda rata rata berada pada kisaran 7-8 yang berarti termasuk dalam kategori normal hingga basa hal ini
disebabkan pupuk kandang kotoran kjuda yang ditambahkan dalam media tanah terdekomposisi lanjut atau termineralisasi melepaskan mineral berupa kation kation basa
(Ca,Mg,Na,K) yang menyebebkan konsentrasi ion OH- meningkat sehingga mengakibatkan ph naik. Cacing Tanah sangat besar peranannya dalam proses dekomposisi aliran karbon, redistribusi unsur hara, siklus unsur hara, bioturbasi dan pembentukan struktur tanah (Anderson.1994 dalam Maftu�ah dkk.,2005).
Menurut Dewi (2001) kelimpahan
cacing tanah berkorelasi positif dengan porositas, N total den kelembaban tanah. Cacing Tanah sebagai bagian dari fauna dalam tana berpotensi sebagai indikator kondisi tanah. Biomasssa cacing tanah telah diketahui
merupakan bio indicator yang baik
untuk mendeteksi perubahan ph, keberadaaan
horisonogarnik, kelembaban tanah dan kualitas humus
(Anderson,1994 dalam Maftu�ah
2005). Populasi Cacing
Tanah berhubungan positif dengan pH.
Cacing tanah berkembang baik pada ph netral,sehingga
meningkatnya pH tanah meningkatkan populasi cacing tanah. Kualitas
bahan organic yang paling menentukan
populasi cacing tanah adalah asam
humat dan fulvat
(Priyadarshini,1999). Cacing Tanah memakan kotoran- kotoran dari mesofauna di permukaan tanah yang hasil akhirnya� akan
dikeluarkan dalam bentuk feses atau
kotoran juga yang berperan
paling penting dalam meningkatkan kadar biomass dan kesuburan tanah lapisan atas. Cacing
tanah mengandung banyak bahan organic yang tinggi, berupa N total dan nitrat,Ca dan MG yang bertukar kation,pH dan % kejenuhan basa dan kemampuan penukaran basa.( Purwaningrum, 2012).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh jumlah cacing tanah dan ampas tahu terhadap
kualitas unsur hara kascing kotoran kuda diperoleh kesimpulan bahwa jumlah cacing tanah
dan ampas tahu berpengaruh terhadap kandungan NPK dan kesimbangan tingkat ph yang ditandai dengan penurunan rasio C/N.Cacing Tanah lebih banyak menyumbangkan unsur hara dari pada mikroorganisme tanah lainnya karena selain sebagai dekomposer di dalam tanah, kotoran cacing tanah dari
kotoran kuda juga mengandung unsur hara.
Anwar, E. K. K. (2009). Efektivitas cacing tanah dalam
proses dekomposisi bahan organik. Puslitbang Tanah dan Agroklimat. Bogor. Jurnal
Tanah Trop, 14(2), 149�158.
Anderson
JM. 1994. Functional Attributes of Biodiversity in Landuse System: in D.J.
Greenland and I. SZabolcs (eds). Soil Resilience and Suistainable Land Use. CAB
International. Oxon.
Anjangsari,
E. 2010. Komposisi Nutrien (NPK) Hasil Vermikomposting Campuran Feses Gajah dan
Seresah Menggunakan Cacing Tanah. Skripsi Tidak diterbitkan. Surabaya: Biologi
FMIPA ITS.
Bungay,
H.R. 1981. Energy: The Biomass Options, John Wiley&Sons, New York.
Dewi,
Y. S. dan Treesnowati. 2012. Pengolahan Sampah Skala Rumah Tangga Menggunakan
Metode Komposting. Jakarta: Teknik Lingkungan Universitas Satya Negara
Indonesia.
Etika,
Y. V. 2007. Pengaruh Pemberian Kompos Kulit Kopi, Kotoran Ayam dan Kombinasinya
Terhadap Ketersediaan Unsur N, P dan K pada Inceptisol. Skripsi tidak
diterbitkan. Malang: Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Husain,
Darwis, & Mahmudati, Nurul. (2015). Pengaruh jumlah cacing tanah (Lumbricus
rubellus) dan waktu pengomposan terhadap kandungan NPK limbah media tanam jamur
tiram sebagai bahan ajar biologi. JPBI (Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia),
1(1).
Lavelle P., Dangerfield M.,
Fragoso C. EschenBrenner Vincent, Lopez-Hernandez D., Pashanasi
B., Brussard L. (1994). The Relationship between soil macrofauna and tropical
soil fertility. In Woomer P.L. (ed), Swift M.J (ed). The Biological management
of Tropical soil fertility. Chichester (GBR): Londres:
J Wiley; sayce P.137-169. Isbn
0-471-95095-5.
Lingga, Pinus. (2001). Petunjuk
penggunaan pupuk. Niaga Swadaya.
Maftu�ah,
E. Arisoesilaningsih E. dan Handayanto. E. 2001.Potensi diversitas macrofauna
tanah sebagai indicator kualitas tanah pada beberapa penggunaan lahan. Makalah
Seminar Nasional Biologi 2. ITS. Surabaya.
Nugroho,
Panji. (2013). Panduan membuat pupuk kompos cair. Pustaka BaruPress.
Yogyakarta.
Permini,
r. D. 1993. Pengomposan Berbagai Limbah Organik dengan Menggunakan Cacing
Tanah, Skripsi tidak diterbitkan. Bogor: Jurusan Tanah Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor.
Purwaningrum,
Y. (2012). Peranan cacing tanah terhadap ketersedian hara di dalam tanah.
Agriland, 1(2), 119-127.
Rukmana,
H. R, 1999. Budidaya Cacing Tanah, Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI),
Yogyakarta. Hal 18,28-29
Suthar,
S., & Singh, S. (2008). Vermicomposting of domestic waste by using two
epigeic earthworms (Perionyx excavatus and Perionyx sansibaricus).
International Journal of Environmental Science & Technology, 5(1), 99-106.
Solihin,
A. (2016). Kandungan Unsur Hara Pupuk Kandang dari Berbagai Jenis Ternak. Teknologi
Pertanian. PADRANG Home.
Whalen,
Joann K., et al. "Movement of N from decomposing earthworm tissue to soil,
microbial and plant N pools." Soil Biology and Biochemistry 31.4 (1999):
487-492.
Wong,
C., Bielski, S., McCune, J. M., & Wang, C. (2004, October). A study of
mass-mailing worms. In Proceedings of the 2004 ACM workshop on Rapid malcode
(pp. 1-10).
Copyright holder: Muhammad Nur, Elkawakib Syam�un, Sylvia Syam (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |