Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 12, Desember 2022
EFEKTIVITAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH (BPBD)
KABUPATEN BEKASI DALAM PENANGGULANGAN PRA BENCANA BANJIR
Agisni Aulia Silfa Putri, Khaerul Umam Noer, Mawar, Dini Gandini Purbaningrum
FISIP, UMJ, Tangerang Selatan, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Penelitian berfokus pada efektivitas Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bekasi dalam penanggulangan pra
bencana banjir di Desa Pantai Hurip, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penanggulangan pra bencana yang kurang
optimal, dalam artian pelaksanaan penanggulangan pra bencana masih memiliki
kendala. Masalah yang muncul dalam Efektivitas Badan Penanggulangan Bencana
Daerah yaitu kualitas sumber daya manusia, kuantitas sumber daya manusia, serta
belum disusunnya rencana penananggulangan bencana yang terlegalitas. Metode
yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Tujuan dari
penelitian ini ialah mengetahui efektivitas BPBD Kabupaten Bekasi dalam
penanggulangan pra bencana banjir, dengan menggunakan Teori Duncan terdapat
tiga indikator yaitu pencapaian tujuan, integrasi, dan adaptasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa BPBD belum bisa dikatakan efektif karena dalam
realisasi dan pelaksanaanya belum merata di seluruh wilayah Kabupaten Bekasi.
Dari sisi komunikasi, sudah ada komunikasi dan koordinasi BPBD Kabupaten Bekasi dengan organisasi/pihak terkait penanggulangan
pra bencana. Namun koordinasi, komunikasi dan sosialisasi belum dilakukan secara optimal di tingkat desa.
Kata Kunci:
Efektivitas Organisasi, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Bencana Alam, Banjir.
Abstract
The research focuses on the
effectiveness of the Regional Disaster Management Agency (BPBD) of Bekasi
Regency in pre-flood management in Pantai Hurip Village, Babelan District,
Bekasi Regency. This research is motivated by pre-disaster management that is
less than optimal, in the sense that the implementation of pre-disaster
management still has obstacles. Problems that arise in the Effectiveness of the
Regional Disaster Management Agency are the quality of human resources, the
quantity of human resources, and the legal disaster management plan has not
been prepared. The method used is descriptive with a qualitative approach. The
purpose of this study is to determine the effectiveness of BPBD Bekasi Regency
in pre-flood management, using Duncan's Theory there are three indicators,
namely goal achievement, integration, and adaptation. The results of the study
indicate that BPBD cannot be said to be effective because in its realization
and implementation it has not been evenly distributed throughout the Bekasi
Regency area. In terms of communication, there has been communication and
coordination of the Bekasi Regency BPBD with organizations/parties related to
pre-disaster management. However, coordination, communication and socialization
have not been carried out optimally at the village level.
Keywords:
Organizational Effectiveness, Regional Disaster
Management Agency, Natural Disasters, Floods.
Pendahuluan
Indonesia
sebagai negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah khatulistiwa,
di antara Benua Asia dan Australia serta di antara Samudera Pasifik dan Hindia,
berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia. Kondisi tersebut yang
menjadikan Indonesia rawan terhadap bencana (Sulistyo, 2016). Bencana yaitu rangkaian peristiwa yang menganggu dan
mengancam kehidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non
alam, serta faktor manusia (Firmansyah, 2022). Selain itu, jika dilihat dari letak astronomis, Indonesia
terletak di antara 6o Lintang Utara sampai dengan 11o Lintang
Selatan dan 95o Bujur Timur sampai dengan 141o Bujur
Timur. Indonesia juga berada di antara 0o sampai dengan 23,5o
Lintang Utara dan 0o sampai dengan 23,5o Lintang Selatan.
Posisi Indonesia yang sangat strategis ini membuat Indonesia beriklim tropis
yang banyak mendatangkan hujan. Hal tersebut juga menyebabkan suhu di Indonesia
cukup tinggi antara 700mm � 7000mm per tahun. Oleh karenanya, tidak heran
apabila di sejumlah daerah akan mengalami berbagai bencana kekeringan ketika
musim kemarau dan apabila memasuki musim penghujan akan mengalami bencana
banjir. Akibatnya, di beberapa tempat di musim penghujan rawan terjadi bencana
banjir yang menimbulkan korban dan kerugian baik nyawa maupun harta benda.
Kabupaten Bekasi
sebagai salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan laut Jawa
yang terletak di Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari 23 Kecamatan, 187 Desa/Kelurahan dengan luas wilayah
1,484,37 km2. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan klimatologis Kabupaten Bekasi menurut Indeks Rawan Bencana
yang dirilis oleh BNPB menduduki posisi 81 dari 400 Kabupaten/Kota di
Indonesia yang rawan bencana.
Banjir merupakan jenis ancaman bencana
dengan tingkatan tinggi di Kabupaten Bekasi (Bencana, 2014).
Penyebab banjir di Kabupaten Bekasi dikarenakan oleh intensitas curah hujan yang tinggi, ditambah dengan daerah Kabupaten
Bekasi yang banyak dialiri sungai serta berada di dataran rendah membuat Kabupaten Bekasi kerap terendam
banjir. Selain karena
curah hujan yang tinggi dan membuat
genangan air ataupun meluapnya sungai dan jebolnya beberapa
tanggul, banjir disebabkan juga karena dampak dari
pembangunan dimana Kabupaten Bekasi merupakan kawasan atau wilayah industri
yang menyebabkan terjadinya
alih fungsi lahan terhadap pembangunan (Djakaria, 2011).
Salah
satu desa yang termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Babelan yang menjadi lokasi
penelitian ini ialah Desa Pantai Hurip yang juga termasuk ke dalam salah satu
desa dengan potensi bencana alam berupa banjir dan kekeringan. Berdasarkan
hasil observasi, setiap tahunnya bencana banjir selalu terjadi di Desa Pantai
Hurip. Faktor terjadinya banjir di Desa Pantai Hurip tersebut tidak hanya
karena memasuki musim penghujan, melainkan adanya rob air laut yang dikarenakan
Desa Pantai Hurip berlokasi tidak jauh dari lautan. Banjir juga disebabkan oleh
air kiriman dari kali Citarum dengan ketinggian air kurang lebih sepinggang
orang dewasa dengan periode waktu banjir selama satu hingga tiga bulan.
Sadar
akan posisi sebagai wilayah rawan bencana begitu pula dengan intensitas
kejadian banjir yang tinggi maka diperlukan upaya untuk melindungi masyarakat
dalam menanggulangi bencana banjir, termasuk di Kabupaten Bekasi menjadi tugas
pemerintah daerah Kabupaten Bekasi untuk menanggulangi banjir, maka dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana di Kabupaten Bekasi diperlukan suatu
badan atau lembaga yang bertugas untuk menanggulangi bencana yaitu Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang ditetapkan melalui Peraturan Bupati
Nomor 54 Tahun 2014 tentang Organisasi & Tata Kerja Badan Penanggulangan
Bencana Daerah Kabupaten Bekasi. Tujuan dibentuknya BPBD Kabupaten Bekasi
adalah untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana.
BPBD Kabupaten Bekasi sebagai unsur pelaksana urusan pemerintahan di bidang
ketentraman dan ketertiban serta perlindungan masyarakat mempunyai tugas pokok
penanggulangan bencana yang mencakup Pencegahan Bencana, Penanganan Darurat, Rehabilitas,
serta Rekonstruksi. BPBD Kabupaten Bekasi memiliki fungsi pelaksana kegiatan
penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh. Berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Bekasi Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, yang termasuk ke dalam penanggulangan
bencana salah satu nya ialah tahap pra bencana. Tahap pra bencana merupakan
tahapan penting yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko bencana secara
maksimal yang meliputi langkah: 1) Kesiapsiagaan, 2) Peringatan Dini, dan 3)
Mitigasi.
Melalui
pembentukan BPBD Kabupaten Bekasi diharapkan dapat membantu penyelenggaraan
penanggulangan pra bencana banjir di Desa Pantai Hurip. BPBD Kabupaten
Bekasi telah melakukan berbagai strategi dalam hal ini khususnya
pada tahap pra bencana, antara
lain seperti mengadakan kegiatan simulasi evakuasi bencana banjir dalam rangka
memperingati Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional (HKBN) yang jatuh setiap tanggal 26 April. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh unsur baik dari unsur
pemerintah, masyarakat, sekolah, dunia usaha, serta relawan bencana alam se
Kabupaten Bekasi yang bertujuan untuk menambah pemahaman dan kesadaran
masyarakat terhadap karakteristik bencana serta meningkatkan kesiapsiagaan
masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana khususnya banjir (siagabnpb.go.id,
2019). Selain itu, BPBD Kabupaten Bekasi melakukan
sosialisasi kepada masyarakat agar siap siaga ketika musim penghujan tiba,
khususnya di wilayah rawan banjir seperti Kecamatan Babelan (Metro
Tempo, 2021).
Namun,
pada realitanya penanggulangan yang dilakukan oleh BPBD Kabupaten Bekasi belum
optimal, banjir terulang setiap tahunnya bahkan semakin banyak merendam wilayah
di Kabupaten Bekasi. Dalam (Octavianus H., 2017)
menjelaskan bahwa dalam setiap tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana
perlu disusun suatu rencana yang spesifik agar dapat berjalan dengan teararah,
seperti pada tahap pra bencana dalam situasi tidak terjadi bencana dilakukan
penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management Plan).
Namun berdasarkan Laporan Kinerja BPBD Kabupaten Bekasi tahun 2021 disebutkan
bahwa BPBD Kabupaten Bekasi belum menyusun rencana penanggulangan bencana yang
terlegalitas.
Selanjutnya
kendala BPBD Kabupaten Bekasi dalam menanggulangi banjir adalah sumber daya
belum maksimal baik secara kualitas dan kuantitas, walaupun BPBD sudah didukung
oleh tenaga non-ASN dan mempunyai logistik sarana dan prasarana sesuai standar
tetapi dengan kejadian yang massive hampir semua kecamatan secara
kuantitas memang tetap akan kekurangan, secara kualitas pun tim di BPBD masih
banyak yang belum terlatih. BPBD Kabupaten Bekasi belum memiliki sistem
aplikasi mengenai sistem informasi bencana yang mana berpengaruh terhadap
proses kesiapsiagaan masyarakat menghadapi banjir (Soenarto S, dkk. 2021).
Maka
harus diakui dengan dibentuknya BPBD tidak serta merta penanggulangan bencana
dapat berjalan dengan semestinya. Penelitian tentang penanggulangan pada tahap
situasi pra bencana banjir sangat dibutuhkan agar bencana banjir dapat
diminimalisir dan juga dapat dilakukan pencegahan terjadinya bencana yang
serupa. Oleh karena itu, dalam rangka upaya pelaksanaan organisasi ke arah yang
lebih baik, maka diperlukan suatu analisis organisasi yang mengukur sejauh mana
efektivitas organisasi dapat tercapai. Berdasarkan latar belakang masalah yang
ada, penulis akan melakukan penelitian dengan judul Efektivitas Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam Penanggulangan Pra Bencana Banjir di
Desa Pantai Hurip, Kabupaten Bekasi.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dipilih karena ingin memecahkan
masalah dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian sekarang
berdasarkan fakta-fakta yang ada dan dideskripsikan dalam bentuk kata-kata dan
bahasa yang diperoleh dari observasi, wawancara, serta dokumen. Berdasarkan
penjelasan yang ada tersebut, maka penyajian data pada penelitian ini
mendeskripsikan hasil pencermatan terhadap pelaksanaan penanggulangan pra
bencana di Desa Pantai Hurip yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Kabupaten Bekasi. Hal ini dikarenakan instansi tersebut yang bertanggung
jawab atas pelaksanaan penanggulangan bencana, termasuk sebelum terjadi nya
bencana. Penyajian data tersebut dilakukan melalui wawancara kepada beberapa
narasumber yaitu pegawai-pegawai instansi BPBD Kabupaten Bekasi, perangkat desa
dan masyarakat desa pantai hurip, serta mengambil data dari beberapa literatur
seperti peraturan-peraturan perundang-undangan yang terkait, dokumen-dokumen,
serta arsip-arsip terkait dari BPBD Kabupaten Bekasi.
Hasil dan Pembahasan
Sesuai amanah dari Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi
Nomor 4 Tahun 2011 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Bekasi pada
tanggal 6 Agustus 2011 telah dibentuk BPBD Kabupaten Bekasi yang memiliki
target dan tujuan yakni memberikan pemahaman kepada seluruh elemen masyarakat
terkait kebencanaan, sehingga dapat membangun sebuah masyarakat yang selalu
waspada menghadapi bencana sebagai konsekuensi dari kondisi hidup di daerah
rawan bencana, sebab selama ini yang menjadi masalah tidak hanya bencana dan beberapa
penyebabnya, melainkan antisipasi bencana itu juga menjadi
masalah tersendiri (Wijaya, 2007). Adapun hasil analisis terhadap
efektivitas kebijakan penanggulangan bencana banjir BPBD di Desa Pantai Hurip
Kecamatan Babelan pada tahap pra bencana, yaitu:
Efektivitas BPBD dalam Penanggulangan Pra Bencana Banjir
di Kabupaten Bekasi Hasil penelitian melihat efektivitas BPBD dari beberapa indikator,
diantaranya:
1. Pencapaian Tujuan
Pencapaian tujuan adalah keseluruhan upaya pencapaian tujuan harus dipandang
sebagai suatu proses.
a) Kebijakan Pencapaian Tujuan BPBD Kabupaten Bekasi dalam Penanggulangan
Pra Bencana
Berdasarkan hasil penelitian dan data sekunder, dapat diketahui bahwa BPBD Kabupaten Bekasi telah memiliki
standar kebijakan sebagai landasan dan acuan dalam
melaksanakan program dan kegiatannya. Rencana Strategis (Renstra) BPBD Kabupaten Bekasi mengacu pada standar
kebijakan yang ada, melalui dokumen Renstra tersebut dijelaskan
bahwa sasaran kebijakan dan arah kebijakan penanggulangan bencana sudah tertera
pada Visi dan Misi RPJMD Kabupaten Bekasi, yang dijabarkan melalui misi ke 5
(lima) tentang meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pemantapan
penyediaan kebutuhan dasar yang layak. Melalui misi tersebut peran BPBD
Kabupaten Bekasi adalah menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha
penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat,
rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara. Renstra BPBD Kabupaten
Bekasi pada hakekatnya merupakan upaya terencana dan sistematis untuk
meningkatkan kinerja serta cara pencapaiannya melalui kebijakan dan program.
b) Program yang Dilakukan BPBD Kabupaten Bekasi
Menurut (Nurjanah,
Kuswanda, & Siswanto, 2012), kapasitas yang kuat untuk menghadapi ancaman bencana berkaitan
dengan program/ kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah (yang bertanggung
jawab). Maka dari itu program yang dibuat oleh BPBD Kabupaten Bekasi dalam hal
ini penanggulangan pra bencana menjadi penentu tercapainya pengembangan
masyarakat yang sadar akan bencana. Berdasarkan hasil wawancara dan penjabaran
hasil penelitian, BPBD Kabupaten Bekasi memiliki program unggulan dalam
penyelenggaraan tahap pra bencana yakni Desa Tangguh Bencana, dalam hal ini
sebagai upaya pemerintah mengembangkan program pengurangan risiko bencana
berbasis komunitas yang mana salah satu strategi yang digunakan untuk
mewujudkannya adalah melalui pengembangan desa-desa dan kelurahan-kelurahan
yang tangguh terhadap bencana. Pembentukan Destana di Kabupaten Bekasi oleh
BPBD sudah dimulai dari tahun 2017 hingga kini sudah ada terbentuk 29 Destana
dari total 187 Desa/Kelurahan Kabsupaten Bekasi.
Adapun kelemahan dari
program Destana yakni pengembangan Destana ialah bagian dari pelaksanaan
tanggung jawab yang diserahkan kepada desa, dan menjadi tanggung jawab
pemerintah desa atau kelurahan. Indikator syarat pembentukan Destana bahwa
desa/kelurahan yang ingin dibentuk menjadi Destana harus siap mengalokasikan
dana desa nya. Maka dari itu, lambatnya pembentukan Destana di Kabupaten Bekasi
dikarenakan minimnya anggaran menjadi kendala dalam pengembangan program
destana, sebab tidak adanya anggaran khusus yang diberikan untuk pengembangan
program tersebut. Hingga kini masih tersisa 158 Desa/Kelurahan yang belum beralih
status menjadi Destana. Selain itu yang menjadi kendala adalah kesadaran
masyarakat yang masih rendah untuk tidak membuang sampah di sungai atau kali (Shufi
Soenarto, dkk 2021).
Selanjutnya sesuai dengan
Renstra, program sudah terlaksana oleh BPBD Kabupaten Bekasi dalam hal ini
terkait penanggulangan pra bencana pada tahapan pencegahan dan mitigasi bencana
ialah sudah terpasangnya rambu-rambu manual kebencanaan serta sudah dilakukannya
sosialisasi peringatan dini. BPBD Kabupaten Bekasi telah memasang 20
rambu-rambu manual kebencanaan yang tersebar di tujuh kecamatan. Terpasangnya
rambu-rambu manual kebencanaan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
kesadaran dan kesiapsiagaan terhadap ancaman bencana, seperti banjir.
Selanjutnya untuk Penguatan Lembaga/Pengorganisasian sumber daya manusia di
lingkungan BPBD Kabupaten Bekasi. Dalam rangka penguatan sumber daya manusia di
lingkungan BPBD Kabupaten Bekasi maka dilakukan kegiatan apel siaga yang
termuat dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) BPBD Kabupaten Bekasi. Apel
siaga dilakukan sebagai bentuk kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Bekasi seperti
pengecekan sarana dan prasarana hingga melakukan simulasi evakuasi mandiri
bencana banjir. BPBD Kabupaten Bekasi juga memiliki program pembinaan untuk
relawan serta penggiat kebencanaan melalui Forum Kesiapsiagaan Dini Masyarakat
(FKDM) yang diadakan satu tahun sekali. Pembinaan ini dilakukan sebagai wujud
kesiapsiagaan relawan dalam menghadapi kejadian bencana yang mungkin terjadi.
Pada tahun 2019 juga sudah dilakukan Pelatihan Rescue (penyelamatan) di
darat dan air. Serta mensiagakan peralatan evakuasi dan penyelamatan korban
bencana oleh BPBD Kabupaten Bekasi.
c) Kualitas dan Kuantitas Sumber Daya Manusia BPBD Kabupaten Bekasi
dalam Upaya Penanggulangan Pra Bencana
Termuat dalam Renstra BPBD
Kabupaten Bekasi tahun 2017 � 2022, sampai dengan awal tahun 2017, jumlah
pegawai BPBD Kabupaten Bekasi dan jajarannya sebanyak 26 orang. BPBD Kabupaten
Bekasi telah menjalin kolaborasi dengan berbagai komunitas dan juga relawan
yang bergerak di bidang kebencanaan, disebutkan bahwa saat ini BPBD Kabupaten
Bekasi telah memiliki 100 komunitas bencana. Selain itu, BPBD Kabupaten Bekasi
juga memiliki pekerja harian lepas yang siap diterjunkan kapan dan dimana saja,
diketahui bahwa saat ini telah ada 45 pekerja harian lepas. Tentunya dengan
jumlah satgas yang tersedia, dapat dikatakan bahwa sumber daya manusia khusunya
pekerja harian lepas BPBD Kabupaten Bekasi masih belum cukup untuk menangani
banjir di Kabupaten Bekasi. Hal tersebut juga disebutkan dalam LAKIP BPBD tahun
2021, bahwa faktor penghambat yang menyebabkan tidak tercapainya kinerja adalah
minimnya jumlah personil, terutama dalam bidang ASN dan jumlah personil yang
terlatih khusus dalam bidang penanggulangan bencana.
2. Integrasi
Integrasi merupakan
pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan
komunikasi dengan berbagai� macam
organisasi lainnya serta sosialisasi. Dalam proses integrasi diharapkan
organisasi satu dengan yang lain dapat saling mengisi kebutuhan yang satu
dengan yang lainnya.
a) Komunikasi dan Koordinasi BPBD Kabupaten Bekasi dengan Organisasi
Lainnya/Pihak Terkait dalam Penanggulangan Pra Bencana
BPBD Kabupaten Bekasi telah
melakukan koordinasi dan komunikasi dengan para stakeholder yang terdiri
dari pemerintah (yang bertanggung jawab), lembaga akademis, sektor swasta
dengan melibatkan ke dalam program penanggulangan pra bencana seperti adanya
program pelatihan-pelatihan mitigasi bencana. Adapun komunikasi yang sudah
terbangun dilakukan dalam bentuk tulisan dan lisan berupa penandatanganan MoU
dengan pihak swasta. Selain itu BPBD Kabupaten Bekasi juga melakukan kerja sama
kolaboratif dengan para relawan-relawan yang ada di Kabupaten Bekasi.
Koordinasi dan komunikasi BPBD Kabupaten Bekasi di Desa Pantai Hurip belum
dilakukan dalam upaya penanggulangan pra bencana, hal ini terlihat dari alur
koordinasi dan komunikasi yang terjalin baru ketika pada saat terjadinya
bencana melalui pengajuan proposal yang berisi informasi kejadian bencana
sekaligus daftar kebutuhan-kebutuhan logistik yang dibutuhkan Desa kepada BPBD
Kabupaten Bekasi yang kemudian pelaporan akan ditindaklanjuti. Belum
maksimalnya koordinasi dan komunikasi yang dilakukan oleh BPBD Kabupaten Bekasi
di tingkat desa disebabkan karena minimnya SDM yang dimiliki oleh BPBD
Kabupaten Bekasi. Hal tersebut membuat BPBD Kabupaten Bekasi terkendala dalam
melakukan koordinasi dan komunikasi di tingkat desa.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan
tersebut dapat disimpulkan bahwa koordinasi dan komunikasi dalam melakukan penyelenggaraan penanggulangan pra bencana sudah dapat
dikatakan efektif, bahwa BPBD Kabupaten Bekasi telah melibatkan
para stakeholder sebab
keterlibatan stakeholder dari
perspektif yang berbeda-beda
bersama-sama memungkinkan pemahaman risiko banjir yang koheren dengan tindakan penanggulangan yang efektif.
Namun perlu adanya
peningkatan dan pengoptimalan kembali terkhusus koordinasi dan komunikasi
dengan desa dan masyarakat dalam rangka penanggulangan pra bencana, dengan
melibatkannya secara aktif baik dalam program maupun kegiatan BPBD Kabupaten
Bekasi.
b) Sosialisasi tentang Upaya Penanggulangan Pra Bencana
BPBD Kabupaten Bekasi
berperan bersifat mengedukasi, sosialisasi kepada kelompok-kelompok relawan,
masyarakat yang rentan banjir sehingga tidak ada bentuk mitigasi secara
pembangunan fisik. BPBD Kabupaten Bekasi telah membentuk Satuan Pendidikan Aman
Bencana (SPAB) di 8 (delapan) sekolah di Kabupaten Bekasi. Pembentukan sekolah
aman bencana merupakan upaya BPBD Kabupaten Bekasi membangun kesiapsiagaan
sekolah terhadap bencana dalam rangka meningkatkan kesadaran seluruh unsur
dalam bidang pendidikan di lingkungan sekolah. Selain itu, setiap tahunnya BPBD
Kabupaten Bekasi melakukan pembinaan edukasi kebencanaan kepada desa-desa yang
sudah terbentuk sebagai Destana melalui perwakilan perangkat desa.
Namun dalam realisasi nya,
sosialisasi dan edukasi kebencanaan belum optimal dilakukan di desa-desa yang
belum termasuk ke dalam Destana, sementara ini dari 187 desa yang ada di
Kabupaten Bekasi baru terbentuk 29 desa sebagai Destana. Sehingga dapat
diketahui bahwa saat ini hanya 29 desa di Kabupaten Bekasi yang sudah
mendapatkan sosialisasi dan edukasi kebencanaan, sedangkan jika dilihat dari
Dokumen Kajian Resiko Bencana Kabupaten Bekasi tahun 2017 � 2021 Kabupaten
Bekasi memiliki potensi bahaya bencana dengan kapasitas yang tinggi, terutama
pada potensi bencana banjir. Menurut hasil penelitian LIPI (2006), menunjukkan
pengaruh paling besar dalam perhitungan tingkat kesiapsiagaan masyarakat adalah
tingkat pengetahuan yang dinilai cukup baik untuk individu/rumah tangga. Dengan
tidak adanya sosialisasi bencana maupun penyuluhan, menjadikan masyarakat tidak
terarah ketika terjadi bencana. Selain itu tidak ditemukan media, baik poster
ataupun pamflet yang berisi ajakan melakukan tindakan mengatasi bencana di Desa
Pantai Hurip.
Berdasarkan hasil
komunikasi, koordinasi dan sosialisasi maka integrasi melalui komunikasi dan
koordinasi sudah dilakukan dengan para stakeholder yang terdiri dari
pemerintah (yang bertanggung jawab), lembaga akademis, sektor swasta. Namun
komunikasi dan koordinasi tersebut belum optimal dilakukan di tingkat desa, hal
ini didasari oleh alur koordinasi dan komunikasi yang terjalin baru ketika pada
saat terjadinya bencana melalui pengajuan proposal yang berisi informasi
kejadian bencana. Sosialisasi berupa pembinaan edukasi kebencanaan juga
terlihat dilakukan oleh BPBD Kabupaten Bekasi kepada desa-desa yang sudah
terbentuk sebagai Destana melalui perwakilan perangkat desa. Berdasarkan uraian
tersebut dapat diinterpretasikan bahwa komunikasi, koordinasi dan sosialisasi
sudah berjalan secara efektif, namun peningkatan-peningkatan juga perlu dilakukan
oleh BPBD Kabupaten Bekasi seperti melakukan sosialisasi maupun edukasi kepada
seluruh lapisan masyarakat agar membudaya di masyarakat, terutama di wilayah
rawan banjir.
Indikator perubahan atau
adaptasi organisasi yaitu strategi yang dilakukan BPBD Kabupaten Bekasi untuk
menghadapi ketidaksesuaian lingkungan dalam upaya penanggulangan bencana yang
mempengaruhi langsung aktivitas yang ada di dalam organisasi serta sarana dan
prasarana yang memadai.
a. Strategi yang Dilakukan BPBD Kabupaten Bekasi Untuk Menghadapi
Ketidaksesuaian dalam Upaya Penanggulangan Pra Bencana
Di dalam penanggulangan
bencana sering didapati ketidaksesuaian keadaan maupun kondisi yang diharapkan.
Maka untuk menghadapi ketidaksesuaian tersebut dibutuhkan strategi dalam
penyelesaiannya. Dalam rangka menghadapi ketidaksesuaian tersebut, maka dibentuklah
Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) yang diprekarsai dan diinisiasi oleh
BPBD Kabupaten Bekasi berkolaborasi dengan unsur-unsur masyarakat dengan tujuan
untuk mewujudkan partisipasi masyarakat Kabupaten Bekasi dalam penanggulangan
dan mengurangi risiko bencana di daerahnya. Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor
1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana Forum
Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) adalah wadah yang menyatukan unsur-unsur
organisasi/kelompok pemangku kepentingan yang berkemauan untuk mendukung
upaya-upaya pengurangan risiko bencana di wilayah desa. Forum ini menyediakan
mekanisme koordinasi untuk meningkatkan kerja sama berbagai pemangku
kepentingan dalam keberlanjutan kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana
melalui proses yang konsultatif dan partisipatif. Dengan dilibatkannya unsur
masyarakat merupakan senjata ampuh untuk penanganan bencana termasuk banjir di
Kabupaten Bekasi sebagai wilayah yang langsung bersentuhan dengan laut dan
hilir air pada musim penghujan yang berakibat rentannya terjadi banjir di
Kabupaten Bekasi. Dan menjadi tanggung jawab FPRB minimal dapat mengurangi
bahkan mencari solusi agar banjir tidak lagi menjadi agenda tahunan di
Kabupaten Bekasi.
b. Sarana dan Prasarana BPBD Kabupaten Bekasi
BPBD Kabupaten Bekasi tidak
memaksimalkan perawatan sarana dan prasarana tersebut. Gudang penyimpanan milik
BPBD Kabupaten Bekasi untuk menyimpan alat-alat dan persediaan dalam
penanggulangan bencana di Desa Pantai Hurip saat ini telah menjadi bangunan
yang terbengkalai. Sehingga ketika terjadi bencana persediaan dan alat-alat
tersebut tidak dapat digunakan. Maka dari itu sarana dan prasarana yang
dimiliki BPBD Kabupaten Bekasi dapat dikatakan kurang efektif meskipun secara
kuantitas sudah cukup lengkap namun perlu adanya peningkatan kualitas sesuai
dengan dinamika persoalan kebencanaan daerah.
Berdasarkan strategi
percepatan dan sarana dan prasarana maka, adaptasi dalam mengatasi
ketidaksesuaian lingkungan BPBD Kabupaten Bekasi sudah berjalan efektif dengan
pembentukan FPRB dengan melibatkan unsur masyarakat sehingga dalam pengambilan
keputusan dapat berjalan secara efektif. Peningkatan-peningkatan juga perlu
dilakukan oleh BPBD Kabupaten Bekasi dalam hal fasilitas diinterpretasikan
bahwa fasilitas secara kuantitas sudah cukup memadai untuk menopang kinerja
BPBD Kabupaten Bekasi dalam melakukan penanggulangan bencana. Namun BPBD
Kabupaten Bekasi perlu memaksimalkan perawatan sarana dan prasarana tersebut.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat dilihat melalui indikator dengan beberapa kategori disimpulkan bahwa: 1) Pencapaian tujuan, yaitu setiap
tahap dipandang sebagai suatu proses dalam mencapai tujuan, seperti halnya
dasar kebijakan BPBD Kabupaten Bekasi yaitu penanggulangan pra bencana banjir
yang disusun dalam Renstra BPBD Kabupaten Bekasi. Namun belum bisa dikatakan efektif karena dalam realisasi
dan pelaksanaanya belum merata di seluruh wilayah Kabupaten Bekasi. Selanjutnya tahap pencapaian
tujuan dibutuhkan sumber daya manusia
yang kompeten tetapi di
BPBD belum memiliki kualifikasi. Seperti dalam hal kuantitas sumber daya manusia masih
kurang untuk membantu penyelenggaraan penanggulangan pra bencana. 2) Integrasi merupakan hal yang penting dalam meningkatkan
sebuah efektivitas diperlukan koordinasi, komunikasi dan sosialisasi yang baik sehingga menentukan sebuah kebijakan dapat efektif atau
tidak. Berdasarkan hasil penelitian
yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat diinterpretasikan bahwa sudah ada
komunikasi dan koordinasi BPBD Kabupaten Bekasi dengan organisasi/pihak terkait penanggulangan
pra bencana. Namun koordinasi, komunikasi dan sosialisasi belum dilakukan secara optimal di tingkat desa. 3) Adaptasi, dalam menyesuaikan dengan ketidaksesuaian lingkungan maka BPBD perlu beradaptasi dengan meningkatkan kemampuan yang dimiliki. Dalam hal ini
dapat diinterpretasikan bahwa dalam mengatasi
ketidaksesuaian lingkungan
BPBD Kabupaten Bekasi sudah berjalan efektif dengan pembentukan Forum Pengurangan Risiko Bencana secara terbuka diskusi bersama masyarakat sehingga dalam pengambilan keputusan dapat berjalan secara efektif. Kemudian dalam hal fasilitas dapat diinterpretasikan bahwa fasilitas masih belum maksimal secara kualitas.
Makmur. (2011). Efektivitas kebijakan kelembagaan
pengawasan. Refika Aditama.
Badan Tenaga Nuklir Nasional, BATAN. (2017). RENCANA
STRATEGIS BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL (RENSTRA BATAN) TAHUN 2015-2019. Google
Scholar
Bencana, Badan Nasional Penanggulangan. (2014). Indeks
Risiko Bencana Indonesia (IRBI) tahun 2013. Direktorat Pengurangan Risiko
Bencana, Deputi Bidang Pencegahan Dan Kesiapsiagaan BNPB. Google
Scholar
Habitat, UNCHS. (2001). Tools to support participatory
urban decision making. Urban Governance Toolkit Series, 150. Google
Scholar
Firmansyah, F. (2022). Peranan Pendidikan Luar Sekolah
Dalam Rangka Mitigasi Bencana. JUPE: Jurnal Pendidikan Mandala, 7(2),
318�327. https://doi.org/10.58258/jupe.v7i2.3435. Google
Scholar
Haddow, Kim, & Haddow, George. (2008). Disaster
Communications in a Changing Media World (Butterworth-Heinemann Homeland
Security). Google
Scholar
Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan. (2006). Kajian
Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Mengantisipasi Bencana Gempa Bumi dan Tsunami.
Jakarta: Deputi Ilmu Kebumian-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Google
Scholar
Intan, A. P. (2018). Indonesian Cities Green
Development Index: A Prototype Measurement. International Journal of
Sciences: Basic and Applied Research, 31(3), 290�308. Google
Scholar
Lubis, Hari. (1987). SB dan Martani Husaini. Teori
Organisasi (Suatu Pendekatan Makro),(Pusat Antar Universitas Ilmu-Ilmu Sosial)
Jakarta: Universitas Indonesia.
Moleong, Lexy J. (2002). Metodologi penelitian
kualitatif. Google
Scholar
Nur, Djakaria M. (2010). Dampak Pembangunan Kawasan
Industri Di Kabupaten Bekasi Terhadap Alih Fungsi Lahan Dan Mata Pencaharian
Penduduk. Jurnal Geografi Gea, 7(2). Google
Scholar
�
Nurjanah, Dkk, Kuswanda, Dede, & Siswanto,
Adikoesoemo. (2012). Manajemen Bencana. Badung: Alfabeta. Google
Scholar
Paripurno, Eko Teguh. (2008). Pengelolaan Resiko
Bencana oleh Komunitas. Yogyakarta: Dokumen Penulis. Google
Scholar
Sari, Eliana. (2007). Pertumbuhan dan Efektivitas
Organisasi: Mengelola Lingkungan Melalui Penyesuaian Struktur Organisasi.
Jakarta: Jayabaya University Press. Google
Scholar
Sulistyo, B. (2016). Peranan sistem informasi
geografis dalam mitigasi bencana tanah longsor. Presntasi Seminar Nasional
Mitigasi Bencana Dalam Perencanaan Pengembangan Wilayah, Maret Bengkulu. Google
Scholar
Ulum, Mochammad Chazienul. (2013). Governance dan
capacity building dalam manajemen bencana banjir di Indonesia. Jurnal Dialog
Penanggulangan Bencana, 4(2), 69�76. Google
Scholar
Copyright holder: Agisni Aulia Silfa Putri,
Khaerul Umam Noer, Mawar, Dini Gandini Purbaningrum (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |