Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No.12,
Desember 2022
PERAN STRUKTUR FISIK ATRIBUT
LINGKUNGAN DALAM MEMBENTUK CITRA DESTINASI WISATA RELIGI KOTA LARANTUKA
Olivia Caterine Dora Maran1,
Herry Santosa2, Jenny Ernawati3
Universitas Brawijaya, Indonesia
E-mail:
[email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
���� Penggunaan
peta mental memungkinkan seseorang untuk mengeksplorasi identitas daerah atau
citra destinasi sebagai upaya peningkatan pariwisata Kota Larantuka. Proses
transformasi psikologis dalam bentuk peta mental dituangkan berdasarkan ingatan
seseorang terhadap pengalamannya yang kemudian menghasilkan elemen pembentuk
citra destinasi. Sebagai bentuk pendekatan semiologi pada arsitektur terhadap
citra maka penting dilakukan telaah untuk mengetahui representasi struktur
fisik yang diingat ketika menggambar peta mental. Penelitian ini menekankan
pada elemen estetika konfigurasi sebagai aspek yang diingat (memorableness)
oleh 32 responden. Berdasarkan analisis mean skor pada ketujuh stimuli terhadap
6 variabel estetika konfigurasi, diketahui bahwa responden menggambarkan Gereja
Katedral dengan sangat mengingat �Bentuk dan Wujud Bangunan�, Kapela Tuan Ma
dengan agak mengingat �Warna�, Kapela Tuan Ana dengan mengingat �Ornamen dan
Detail�, Taman Doa Mater Dolorosa dengan agak mengingat �Ornamen dan Detail�
serta �Bukaan dan Penerangan�. Sedangkan 3 stimuli lainnya yakni Pekuburan
Kota, Taman Kota serta Armida 1 tidak mempertimbangkan elemen estetika
konfigurasi yang digunakan dalam penelitian ini untuk diingat ketika
menggambarkan peta mentalnya. Hasil analisis faktor juga menunjukkan bahwa
�Wujud dan Bentuk Bangunan� menjadi faktor yang mampu menjelaskan 83% dari
aspek apa yang paling diingat ketika menggambarkan peta mental serta memiliki
hubungan timbal balik atau dapat merangkum keenam variabel yang ada.
�
Kata kunci: Ingatan,
Struktur Fisik, Atribut Lingkungan.
Abstract
The use of mental maps allows someone to explore destination image as an
effort to increase tourism in Larantuka. The process of psychological
transformation in the form of a mental map is outlined based on a person's
memories of his experiences which then produce elements that form the image of
the destination. As a form of a semiological approach to architecture towards
image, it is important to study it to find out the representation of the
physical structure that is remembered when drawing a mental map. This study
emphasizes the aesthetic elements of configuration as an aspect that is
remembered (memorableness) by 32 respondents. Based on the analysis of the mean
score on the seven stimuli on the 6 variables of configuration aesthetics, it
is known that respondents described the Cathedral Church by remembering
"Shape and Form of the Building", Tuan Ma's Chaplain somewhat by
remembering "Color", Tuan Ana's Chapel by remembering "Ornaments
and Details", Mater Dolorosa Prayer Garden somewhat remembers �Ornaments
and Details� and �Apertures and Lighting�. Meanwhile, the other 3 stimuli,
namely the Town�s Cemetery, Town�s Park and Armida 1, did not consider the
aesthetic elements of the configuration used in this study to be remembered
when describing their mental maps. The results of the factor analysis also show
that "Shape and Shape of the Building" is a factor that is able to
explain 83% of what aspects are most remembered when describing a mental map
and has a reciprocal relationship or can summarize the six existing variables.
Keywords: Memorableness, Physical
Structure, Environmental Attributes.
Pendahuluan
Kota Larantuka dahulunya
merupakan kerajaan katolik di Indonesia yang memiliki tradisi keagamaan Semana
Santa yang sudah berlangsung ratusan tahun dan termasuk dalam salah satu
jaringan kota pusaka secara nasional, sehingga menjadi bagian dari pemetaan
kawasan wisata skala nasional sebagai kota pusaka. Kegiatan ini diselenggarkan
pada pekan hari raya Paskah umat Katolik yang rutin diselenggarakan setiap
tahun dan diwariskan oleh para imam Katolik Portugis Ordo Dominikan pada masa
kolonial dengan mengadopsi unsur- unsur budaya lokal yang sudah ada sebelumnya
di Kota Larantuka dan berlangsung selama ratusan tahun. Dapat dikatakan bahwa
Sejarah, ritual keagamaan bersamaan dengan lingkungan secara fisik bersama-sama
membentuk citra wisata religi di Kota Larantuka.
Gambar 1. Ilustrasi Kota Larantuka Tahun 1672
dalam Leupe catalogue, Nationaal Archief, Amsterdam
Gambar 2. Kota Larantuka Saat Ini
Berdasarkan catatan
sejarah, ritual prosesi mengelilingi Larantuka dilakukan pertama kali sebagai
ungkapan syukur atas keberhasilan menumpas pemberontakan yang terjadi temasuk
menghalau penjajahan dari pihak Belanda. Sehingga kegiatan mengelilingi dan
mengunjungi yang dilakukan oleh Raja Larantuka kepada masyarakatnya atau bagian
wilayah kekuasaannya dimanifestasikan oleh kegiatan pengusungan arca
mengelilingi Kota Larantuka. Baik tata cara pelaksanaan maupun ornament yang
digunakan hingga kini masih tetap menggunakan tradisi yang sama sejak dilakukan
pertama kali. Walaupun berlangsung selama satu pekan, namun inti dari Semana
Sancta dimulai pada hari Rabu yang disebut Rabu Trewa, hari Kamis (Kamis
Putih), hari Jumat (Jumat Agung), hari Sabtu (Sabtu Santo), dan hari Minggu
Paskah sebagai perayaan kebangkitan Yesus Kristus. Pada zaman dulu, selama masa
Semana Sancta, umat di Kota Larantuka menghentikan semua rutinitas pekerjaannya
sebagai ungkapan perkabungan. Dewasa ini, kebiasaan tersebut hanya berlangsung
pada Hari Jumat Agung. Pemerintah beserta seluruh masyarakat Kota Larantuka
mulai mempersiapkan diri untuk menyambut seluruh peziarah yang datang dari
berbagai daerah untuk mengikuti Semana Sancta atau pekan suci salah satunya
yaitu dengan menaruh spanduk-spanduk yang bertuliskan selamat datang kepada
seluruh peziarah.
Gambar 3. Prosesi Semana Santa
Lingkungan Kota
Larantuka yang dahulu merupakan kerajaan katolik kian hari mengalami
pertumbuhan dan perkembangan secara fisik yang ikut mempengaruhi identitas
kawasan wisata religi yang dimiliki. Hal ini mendorong diperlukannya pengkajian
mengenai karakter lingkungan yang berhubungan dengan struktur fisik elemen
pembentuk citra destinasi. Hal ini bertujuan untuk melihat kebutuhan lingkungan
fisik yang harus dipenuhi untuk memperkuat citra kawasan wisata religi yang
dimiliki oleh Kota Larantuka.
Metode Penelitian
Prinsip dari
penelitian yang digunakan dalam penelitian mengenai Peran Struktur Fisik
Atribut Lingkungan dalam Membentuk Citra Destinasi Wisata Religi Kota Larantuka
adalah kuantitatif dimana sebelumnya telah dilakukan pengambilan dan analisis
data secara kualitatif menggunakan peta mental dan menghasilkan 7 stimuli dari
58 atribut lingkungan yang digambarkan berdasarkan pengalamannya mengikuti
Semana Santa di Kota Larantuka.
Hasil dan Pembahasan
Keseluruhan 32 kuesioner
yang diperoleh dari 32 responden memiliki deskripsi dan karakteristik sampel
yakni :
�Tabulasi Sampel Valid Berdasarkan Jenis
Kelamin(n=32)
No. |
Jenis Kelamin |
Jumlah |
% |
1. |
Laki-Laki |
19 |
59,4 |
2. |
Perempuan |
13 |
40,6 |
Berdasarkan penjabaran tabel di atas diperoleh
karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dengan komposisi persentase
sampel laki-laki lebih besar dibandingkan dengan persentase sampel berjenis
kelamin perempuan. Sedangkan jika dilihat berdasarkan rentangan usia, penjabaran mengenai tabulasi sampel valid berdasarkan
usia dapat dilhat melalui tabel di bawah ini.
Tabel 2.
Tabulasi Sampel Valid
Berdasarkan Usia (n=32)
No. |
Kelompok Usia |
Jumlah |
% |
1. |
15-24 Tahun |
8 |
25,0 |
2. |
25-34 Tahun |
16 |
50,0 |
3. |
35-44 Tahun |
2 |
6,3 |
4. |
45-54 Tahun |
3 |
9,4 |
5. |
55-64 Tahun |
3 |
9,4 |
Rentang usia dari terdiri dari 5 klasifikasi
yaitu terdiri dari rentang usia �15-24 Tahun�, �25-34 Tahun�, �35-44 Tahun�,
�45-54 Tahun� dan �55-64 Tahun� yang didominasi oleh responden dengan rentang
usia �25-34 Tahun� sebesar 50% dan paling sedikit yaitu rentang usia 35-44
Tahun dengan jumlah 2 orang. Sedangkan domisili atau tempat tinggal dari masing-masing
responden dapat dilihat pada penjabaran tabel di bawah ini.
Tabel 3.
abulasi Sampel Valid
Berdasarkan Domisili (n=32)
No |
Domisili |
Jumlah |
% |
1. |
Kabupaten Belu |
1 |
3,1 |
2. |
Kabupaten Ende |
2 |
6,3 |
3. |
Kabupaten Lembata |
1 |
3,1 |
4. |
Kabupaten Nagekeo |
1 |
3,1 |
5. |
Kabupaten Sikka |
8 |
25,0 |
6. |
Kabupaten Tabanan |
1 |
3,1 |
7. |
Kota Ambon |
1 |
3,1 |
8. |
Kota Kupang |
10 |
31,3 |
9. |
Kota Malang |
1 |
3,1 |
10. |
Kota Sorong |
1 |
3,1 |
11. |
Kota Surabaya |
1 |
3,1 |
12. |
Kota Tanggerang |
1 |
3,1 |
13. |
Pulau Adonara |
3 |
9,4 |
Adapun responden merupakan wisatawan dengan
domisili yang beragam yang didominasi responden yang berdomisili di Kota
Kupang, diikuti oleh responden dari Kabupaten Sikka. Sedangkan responden dengan
domisili paling jauh dari lokasi penelitian adalah Kota Sorong dan Kota
Tanggerang.
Tabel 4.
Tabulasi Sampel Valid
Berdasarkan Frekuensi Mengikuti Semana Santa (n=32)
Kategori |
Jumlah |
% |
>2 Kali |
17 |
53,1 |
2 Kali |
14 |
43,8 |
Setiap Tahun |
1 |
3,1 |
Responden berdasarkan frekuensi mengikuti
prosesi Semana Santa terdiri 3 jenis yaitu �setiap tahun�, �lebih dari 2 kali�
dan �2 kali�. Berdasarkan macam
frekuensi mengikuti Semana Santa tersebut, total 17 responden mengikuti prosesi
Semana Santa lebih dari dua kali atau 53% dari keseluruhan sampel.
Mengetahui peran struktur
fisik atribut lingkungan dalam membentuk citra destinasi wisata religi kota
larantuka yang diwakili oleh 7 stimuli merupakan jawaban terhadap temuan
gambaran lingkungan Kota Larantuka yang diungkapkan oleh peta mental. Tantangan
pembangunan Kota Larantuka sehingga tetap mempertahankan identitasnya sebagai
Kota Wisata Religi akan terjawab dari sisi mekanisme arsitektural- strukur
fisik yang merupakan komponen kognitif pembentuk citra destinasi. Struktur
fisik yang dimaksud adalah elemen estetika konfigurasi yang akan membawa
penelitian ini pada penarikan kesimpulan berupa faktor apa yang berhubungan
elemen yang diperhatikan dalam mengingat atribut lingkungan yang kemudian
digambarkan dalam peta mental masing-masing respoden.
Keabsahan (Validity)
dan Keandalan (Reliability)
Untuk mengetahui memastikan bahwa kesalahan
pengukuran seminimal mungkin dapat dijaga terlebih dahulu dilakukan uji
validitas kuesioner dimana dasar pengambilan keputusannya adalah
:
a) Pengukuran Bivariate Pearson untuk melihat nilai r tabel pada hasil analisis
SPSS. Dimana n=32 (responden) maka r tabel = 0,349
sehingga� R hitung > r tabel
dinyatakan valid
b) Pengukuran Product Moment Pearson untuk melihat nilai signifikansi pada hasil
analisis SPSS. Dimana nilai sig < 0,05 maka pearson correlation bernilai
positif dan merupakan data valid.
Tabel 5.
Hasil Uji Validitas Kuesioner Penelitian
1.
Variabel |
2.
r hit |
3.
r tabel |
4.
Sig. (2-tailed) |
5.
Ket |
6.
Bentuk dan Wujud Bangunan |
7.
0,912** |
8.
0,349 |
9.
0,000 |
10.
Valid |
11.
Skala |
12.
0,955** |
13.
0,349 |
14.
0,000 |
15.
Valid |
16.
Material |
17.
0,852** |
18.
0,349 |
19.
0,000 |
20.
Valid |
21.
Warna |
22.
0,922** |
23.
0,349 |
24.
0,000 |
25.
Valid |
26.
Bukaan dan Penerangan |
27.
0,907** |
28.
0,349 |
29.
0,000 |
30.
Valid |
31.
Ornamen dan Detail |
32.
0,917** |
33.
0,349 |
34.
0,000 |
35.
Valid |
Hasil uji validitas dengan Korelasi Pearson terhadap kuesioner diperoleh nilai r hitung dari 6
item memenuhi syarat yaitu > 0,349 dan nilai sig. <0,05 sehingga 6 item
tersebut valid dan dapat dilanjutkan untuk analisis selanjutnya. Selain menguji
validitas dari angket, dilakukan pula pengujian reliabilitas yang bertujuan
untuk melihat apakah kuisioner tersebut memiliki konsistensi jika pengukuran
dilakukan dengan kuesioner tersebut dilakukan secara berulang. Persyaratan
dalam melihat reliabilitas kuesioner adalah melihat nilai Cronbach�s Alpha dimana dinyatakan reliabel apabila nilai Cronbach�s Alpha > 0,6.
Tabel 6.
Hasil Uji Reabilitas Kuesioner Penelitian
No |
Variabel |
Cronbach's Alpha |
Ket. |
1 |
Bentuk
dan Wujud Bangunan |
0,949 |
Reliabel |
2 |
Skala |
0,942 |
Reliabel |
3 |
Material |
0,959 |
Reliabel |
4 |
Warna |
0,948 |
Reliabel |
5 |
Bukaan
dan Penerangan |
0,952 |
Reliabel |
6 |
Ornamen
dan Detail |
0,948 |
Reliabel |
Berdasarkan penjabaran tabel di atas, hasil uji
reliabilitas dengan Cronbach Alpha
diperoleh nilai Cronbach Alpha
memenuhi syarat yaitu > 0,6 sehingga kuesioner penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini reliabel dan dapat dilanjutkan.
Analisis Mean
Gereja Katedral Larantuka (Stimuli 1)
Hasil analisis mean skor (nilai rata-rata)
terhadap estetika atribut lingkungan Gereja Katedral Larantuka (Stimuli 1)
dapat dilihat pada penjabaran tabel di bawah ini.
Tabel 7.
Hasil Analisis Mean Gereja Katedral Larantuka
No |
Variabel |
Mean |
Kategori |
1 |
Bentuk
dan Wujud Bangunan |
6.25 |
Sangat Positif |
2 |
Skala |
5.72 |
Positif |
3 |
Material |
1.75 |
Sangat Negatif |
4 |
Warna |
5.22 |
Agak Positif |
5 |
Bukaan
dan Penerangan |
3.25 |
Agak Negatif |
6 |
Ornamen
dan Detail |
5.50 |
Positif |
Berdasarkan penjabaran tabel di atas diketahui
bahwa responden menggambarkan Gereja Katedral Larantuka pada mental dengan
mengingat �Bentuk dan Wujud Bangunan�, �Skala� serta �Ornamen dan Detail� dari
atribut lingkungan tersebut. Nilai 6,25 menunjukkan Bentuk dan Wujud Bangunan
merupakan elemen estetika konfigurasi yang sangat diingat ketika menggambarkan
Gereja Katedral Larantuka dalam peta mental mereka. Adapun elemen. Sedangkan
elemen estetika konfigurasi �Material� sangat tidak diperhatikan atau sangat
sulit diingat ketika menggambarkan Gereja Katedral Larantuka pada peta mental.
Grafik 1. Analisis Mean Gereja Katedral Larantuka
Bentuk dan Wujud
Bangunan, Skala dan Ornamen dan Detail Gereja Katedral Larantuka
Kapela Tuan Ma (Stimuli 2)
Hasil mean skor (nilai rata-rata) terhadap
estetika atribut lingkungan Kapela Tuan Ma dapat dilihat pada penjabaran tabel
di bawah ini.
Hasil Analisis Mean Kapela Tuan Ma
No |
Variabel |
Mean |
Kategori |
1 |
Bentuk
dan Wujud Bangunan |
4.25 |
Netral |
2 |
Skala |
4.38 |
Netral |
3 |
Material |
1.66 |
Sangat Negatif |
4 |
Warna |
4.88 |
Agak Positif |
5 |
Bukaan
dan Penerangan |
3.41 |
Agak Negatif |
6 |
Ornamen
dan Detail |
4.34 |
Netral |
Berdasarkan penjabaran tabel di atas diketahui
bahwa responden menggambarkan Kapela Tuan Ma pada mental dengan lebih kurang
(agak) mengingat �Warna� dari atribut lingkungan tersebut. Sedangkan elemen
estetika konfigurasi lainnya pada Kapela Tuan Ma seperti �Bentuk dan Wujud
Bangunan�, �Skala� dan �Ornamen dan Detail� merupakan elemen bebas atau tidak
terikat dengan alasan responden dalam mengingat atribut lingkungan dan
menggambarkannya pada peta mental. Nilai 1,66 pada elemen �Material�
menunjukkan sangat tidak diperhatikan atau sangat sulit diingat ketika
menggambarkan Kapela Tuan Ma pada peta mental.
Grafik
2. Analisis Mean Kapela Tuan Ma
Gambar 3. Warna,
Bentuk dan Wujud Bangunan, Skala dan Ornamen dan Detail Gereja Kapela Tuan Ma
Kapela Tuan Ana (Stimuli 3)
Hasil mean skor (nilai rata-rata) terhadap
estetika atribut lingkungan Kapela Tuan Ana dapat dilihat pada penjabaran tabel
di bawah ini.
Tabel 9.
Hasil Analisis Mean Kapela Tuan Ana
No |
Variabel |
Mean |
Kategori |
1 |
Bentuk
dan Wujud Bangunan |
5.09 |
Agak
Positif |
2 |
Skala |
4.34 |
Netral |
3 |
Material |
1.59 |
Sangat
Negatif |
4 |
Warna |
5.12 |
Agak
Positif |
5 |
Bukaan
dan Penerangan |
2.84 |
Agak
Negatif |
6 |
Ornamen
dan Detail |
5.34 |
Positif |
Berdasarkan penjabaran tabel di atas diketahui
bahwa responden menggambarkan Kapela Tuan Ana pada mental dengan mengingat
�Ornamen dan Detail� dari atribut lingkungan tersebut. Sedangkan elemen
estetika konfigurasi lainnya pada Kapela Tuan Ma seperti �Bentuk dan Wujud
Bangunan� dan �Warna� merupakan elemen yang lebih kurang (agak) diingat dalam
menggambarkan Kapela Tuan Ana pada peta mental. Adapun elemen �Skala� merupakan
elemen bebas atau tidak terikat dengan alasan responden dalam mengingat atribut
lingkungan dan menggambarkannya pada peta mental. Nilai 1,59 pada elemen
�Material� menunjukkan sangat tidak diperhatikan atau sangat sulit diingat
ketika menggambarkan Kapela Tuan Ana pada peta mental.
Grafik 3
Analisis Mean Kapela Tuan Ma
Gambar 4. Ornamen
dan Detail, Bentuk dan Wujud Bangunan dan Warna Kapela Tuan Ana
Taman
Doa Mater Dolorosa (Stimuli 4)
Hasil analisis mean
terhadap atribut lingkungan Taman Doa Mater Dolorosa dapat dilihat pada
penjabaran tabel di bawah ini.
Tabel 10.
Hasil Analisis Mean Taman Doa Mater Dolorosa
No |
Variabel |
Mean |
Kategori |
1 |
Bentuk
dan Wujud Bangunan |
4.13 |
Netral |
2 |
Skala |
3.25 |
Agak Negatif |
3 |
Material |
1.75 |
Sangat Negatif |
4 |
Warna |
3.50 |
Agak Negatif |
5 |
Bukaan
dan Penerangan |
4.44 |
Agak Positif |
6 |
Ornamen
dan Detail |
4.47 |
Agak Positif |
Berdasarkan penjabaran tabel di atas diketahui
bahwa elemen �Bukaan dan Penerangan� serta �Ornamen dan Detail pada Taman Mater
Dolorosa lebih kurang (agak) diperhatikan dan diingat ketika menggambarkan peta
mental oleh responden. Adapun elemen �Skala� dan �Warna� merupakan elemen yang
lebih kurang (agak) tidak diperhatikan atau sulit diingat ketika menggambarkan
atribut lingkungan ini pada peta mental. Sedangkan elemen yang paling tidak
diperhatikan atau diingat yakni �Material� Taman Mater Dolorosa.
Grafik 4
Analisis Mean Taman Doa Mater Dolorosa
Bukaan dan
Penerangan serta Ornamen dan Detail Taman Mater Dolorosa
Pekuburan Kota
Larantuka (Stimuli 5)
Hasil analisis mean terhadap atribut lingkungan
Pekuburan Kota Larantuka dapat dilihat pada penjabaran tabel di bawah ini.
Hasil Analisis Mean Pekuburan Kota Larantuka
No |
Variabel |
Mean |
Kategori |
1 |
Bentuk
dan Wujud Bangunan |
2.16 |
Negatif |
2 |
Skala |
2.25 |
Negatif |
3 |
Material |
1.59 |
Sangat Negatif |
4 |
Warna |
1.69 |
Sangat Negatif |
5 |
Bukaan
dan Penerangan |
2.91 |
Agak Negatif |
6 |
Ornamen
dan Detail |
1.81 |
Sangat Negatif |
Berdasarkan penjabaran tabel di atas dapat
diketahui bahwa 6 elemen estetika konfigurasi yang digunakan dalam penelitian
ini sulit diingat ketika menggambarkan atribut lingkungan ini. Hal ini dapat diketahui
dari skor mean terbesar dari keenam elemen yang berada pada sisi negatif dari
garis kontinum penelitian. Dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat elemen lain yang dipertimbangkan atau diingat dalam menggambarkan
atribut ini.
Grafik 5
Analisis Mean Taman Pekuburan Kota Larantuka
Taman Kota Larantuka
(Stimuli 6)
Hasil analisis mean terhadap atribut lingkungan
Taman Kota Larantuka dapat dilihat pada penjabaran tabel di bawah ini.
Hasil Analisis Mean Taman Kota Larantuka
No |
Variabel |
Mean |
Kategori |
1 |
Bentuk
dan Wujud Bangunan |
2.56 |
Negatif |
2 |
Skala |
2.28 |
Negatif |
3 |
Material |
1.56 |
Sangat Negatif |
4 |
Warna |
1.69 |
Sangat Negatif |
5 |
Bukaan
dan Penerangan |
3.00 |
Agak Negatif |
6 |
Ornamen
dan Detail |
1.78 |
Sangat Negatif |
Berdasarkan penjabaran tabel di atas diketahui
bahwa 6 elemen estetika konfigurasi yang digunakan dalam penelitian ini sulit
diingat ketika menggambarkan Taman Kota Larantuka. Dapat disimpulkan bahwa
terdapat elemen lain yang dipertimbangkan atau diingat dalam menggambarkan
atribut ini diluar elemen estetika konfigurasi yang digunakan dalam penelitian
ini.
Grafik 6
Analisis Mean Taman Kota Kota Larantuka
Armida
1 (Stimuli 7)
Hasil analisis mean
terhadap atribut lingkungan Armida 1 dapat dilihat pada penjabaran tabel di
bawah ini.
Tabel 13.
Hasil Analisis Mean Armida 1
No |
Variabel |
Mean |
Kategori |
1 |
Bentuk
dan Wujud Bangunan |
1.50 |
Sangat
Negatif |
2 |
Skala |
1.53 |
Sangat
Negatif |
3 |
Material |
1.37 |
Sangat
Negatif |
4 |
Warna |
1.34 |
Sangat
Negatif |
5 |
Bukaan
dan Penerangan |
2.81 |
Agak
Negatif |
6 |
Ornamen
dan Detail |
1.91 |
Sangat
Negatif |
Berdasarkan penjabaran tabel di atas diketahui
bahwa 6 elemen estetika konfigurasi yang digunakan dalam penelitian ini sulit
diingat ketika menggambarkan Armida 1 dalam peta mental responden. Hal ini dapat diketahui
dari skor mean terbesar dari keenam elemen yang berada pada sisi negatif dari
garis kontinum penelitian. Sehingga kesimpulannya ialah terdapat elemen lain
yang dipertimbangkan atau diingat dalam menggambarkan atribut ini diluar elemen
estetika konfigurasi yang digunakan dalam penelitian ini.
Grafik 7
Analisis Mean Armida 1
Analisis Faktor
Berdasarkan syarat-syarat yang harus dipenuhi
maka tahapan pertama reduksi variabel berdasarkan Uji KMO dan Bartkett yakni :
Tabel 14.
Hasil Uji KMO dan Bartlet
Kaiser-Meyer-Olkin
Measure of Sampling Adequacy. |
.833 |
|
Bartlett's
Test of Sphericity |
Approx. Chi-Square |
219.795 |
Df |
15 |
|
Sig. |
.000 |
Hasil uji KMO
dan Bartlett diperoleh nilai Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling
Adequacy (KMO MSA) sebesar 0,833
sehingga memenuhi syarat lebih dari 0,50. Sedangkan nilai Bartlett's Test of Sphericity sebesar 0,000 dan memenuhi syarat
kurang dari 0,05 (Sig. < 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa kedua syarat uji
KMO dan uji Bartlett terpenuhi sehingga dapat dilanjutkan pada tahap
selanjutnya yaitu uji syarat analisis faktor measure of sampling adequacy (MSA).
Untuk menguji syarat analisis faktor MSA,
digunakan tabel Anti-Image Matrices dimana
fungsi tabel ini adalah mengetahui dan menentukan variabel mana saja yang layak dipakai dalam analisis faktor yang dapat dilihat pada
penjabaran tabel di bawah ini.
Tabel 15.
Measure of sampling Adequacy (MSA) pada
Estetika Konfigurasi Atribut Lingkungan
Variabel |
Anti-image Correlation |
Bentuk
dan Wujud Bangunan |
.911a |
Skala |
.815a |
Material |
.865a |
Warna |
.801a |
Bukaan
dan Penerangan |
.750a |
Ornamen
dan Detail |
.881a |
Berdasarkan penjabaran tabel di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa semua variabel Estetika Konfigurasi layak dilakukan
analisis faktor. Hal ini disebabkan oleh
nilai MSA semua variabel berada di atas 0,50 dengan nilai MSA paling kecil
terdapat pada variabel bukaan dan penerangan sebesar 0,750.
Untuk melihat variabel
yang mampu menjelaskan faktor terkait aspek yang diperhatikan (diingat) dalam
mengidentifikasi atribut lingkungan lewat peta mental yang telah digambarkan,
perlu melhat tabel Communalities yang dihasilkan pada analisis faktor. Jika nilai extraction
>0,50 maka variabel dapat dipakai untuk menjelaskan faktor. Faktor yang
dimaksud adalah aspek yang diperhatikan (diingat) dalam mengidentifikasi
atribut lingkungan lewat peta mental yang telah digambarkan.
Tabel Communalities
Communalities |
||
|
Initial |
Extraction |
Bentuk
dan Wujud Bangunan Atribut Lingkungan Kota Larantuka |
1.000 |
.845 |
Skala Atribut Lingkungan
Kota Larantuka |
1.000 |
.912 |
Material
Atribut Lingkungan Kota Larantuka |
1.000 |
.712 |
Warna Atribut Lingkungan
Kota Larantuka |
1.000 |
.863 |
Bukaan
dan Penerangan Atribut Lingkungan Kota Larantuka |
1.000 |
.808 |
Ornamen
dan Detail Atribut Lingkungan Kota Larantuka |
1.000 |
.848 |
Extraction
Method: Principal Component Analysis. |
Berdasarkan uraian tabel di atas dapat
diketahui bahwa semua variabel estetika konfigurasi mampu menjelaskan aspek
yang diperhatikan (diingat) dalam mengidentifikasi atribut lingkungan lewat
peta mental yang telah digambarkan.
Langkah selanjutnya adalah melihat jumlah
komponen terbentuk dari Tabel Total Variance Explained yang merupakan output
analisis yang dihasilkan SPSS untuk menjelaskan nilai dari masing-masing
variabel yang dianalisis Bagian Initial
Eigenvalues dalam tabel di bawah ini menunjukkan faktor yang terbentuk.
Faktor yang terbentuk yang dimaksud adalah variabel, sehingga jika variabel
yang digunakan berjumlah 6 maka, penjumlahan Initial Eigenvalues haruslah berjumlah 6. Adapun syarat untuk
menjadi sebuah faktor yaitu nilai eigenvalue
harus >1 sedangkan Extraction Sums of
Squred Loadings menunjukkan variasi atau faktor yang dapat terbentuk.
Tabel 17.
Hasil Analisis Faktor
Total
Variance Explained |
||||||
Component |
Initial
Eigenvalues |
Extraction
Sums of Squared Loadings |
||||
Total |
% of
Variance |
Cumulative
% |
Total |
% of
Variance |
Cumulative
% |
|
1 |
4.988 |
83.137 |
83.137 |
4.988 |
83.137 |
83.137 |
2 |
.432 |
7.207 |
90.343 |
|
|
|
3 |
.273 |
4.556 |
94.899 |
|
|
|
4 |
.174 |
2.903 |
97.802 |
|
|
|
5 |
.085 |
1.420 |
99.222 |
|
|
|
6 |
.047 |
.778 |
100.000 |
|
|
|
Extraction
Method: Principal Component Analysis. |
Berdasarkan deskripsi
tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai Initial
Eigenvalues:
(4, 988 +0,432+0,273+0,174+0,085+0,047) = 6, sehingga syarat terhadap jumlah nilai Initial Eigenvalues terpenuhi. Hasil
analisis juga menunjukkan bahwa terdapat 1 komponen dengan nilai eigenvalues pada total extraction sums od squared loading lebih dari 1 sebesar
4,988 sehingga diperoleh 1 komponen faktor yang terbentuk dari 6 variabel asal
yang diamati. Komponen tersebut menghasilkan keragaman sebesar 83,137 yang
menunjukkan bahwa 1 komponen faktor mampu menjelaskan 83,137 persen dari 6
variabel asal yang diamati. Dimana dalam penelitian ini komponen 1 atau
elemen estetika konfigurasi �Wujud dan Bentuk Bangunan� menjadi faktor yang
mampu menjelaskan 83,13% aspek apa yang paling diperhatikan (diingat) dalam
mengidentifikasi atribut lingkungan lewat peta mental yang telah digambarkan.
Hal ini juga dijelaskan oleh grafik Scree
Plot yang menunjukkan bahwa komponen 2 sampai 6 berada pada area di bawah
nilai eigenvalues 1.
Scree Plot
Setelah mengetahui bahwa faktor maksimal yang
bisa terbentuk adalah 1 faktor maka, penting mengetahui hubungan (korelasi) 6
elemen estetika konfigurasi dengan faktor yang terbentuk serta mengetahui
kuatnya hubungan tersebut yang dapat dilihat pada hasil analisis berikut :
Tabel 18
Analisis Korelasi
Variabel dengan Faktor yang Terbentuk
Component
Matrixa |
|
|
Component |
1 |
|
Bentuk dan Wujud Bangunan |
.919 |
Skala |
.955 |
Material |
.844 |
Warna |
.929 |
Bukaan dan Penerangan |
.899 |
Ornamen dan Detail |
.921 |
Extraction
Method: Principal Component Analysis. |
|
a. 1
components extracted. |
Tabel Component
Matrix di atas menunjukkan loading
factor (nilai yang menunjukkan korelasi) masing-masing variabel terhadap
faktor �Bentuk dan Wujud Bangunan�. Nilai loading factor yang disarankan
sebagai penentu komponen faktor disarankan sesuai dengan pendefinisian
koefisien korelasi (0,7≤ r < 0,9). Sehingga dapat diketahui bahwa 6
variabel elemen estetika konfigurasi memiliki hubungan timbal balik atau sebab
akibat dengan faktor yang terbentuk atau dengan kata lain faktor yang terbentuk
dapat dikatakan tepat dalam merangkum keenam variabel yang ada.
Hasil penelitian terhadap
peran struktur fisik atribut lingkungan dalam membentuk citra destinasi wisata
religi Kota Larantuka yang diwakili oleh 7 stimuli pada 32 responden diperoleh
hasil berupa beberapa elemen estetika konfigurasi yang perlu dipertimbangkan
untuk menunjang citra wisata religi yang dimiliki oleh Kota Larantuka. Bentuk
dan wujud bangunan pada Gereja Katedral Larantuka merupakan elemen estetika
konfigurasi yang sangat diingat ketika menggambarkan Gereja Katedral Larantuka
dalam peta mental. Kapela Tuan Ma sebagai stimuli kedua digambarkan pada peta
mental dengan agak mengingat warna sedangkan ornament dan detail pada Kapela
Tuan diingat untuk menggambarnya pada peta mental. Taman Doa Mater Dolorosa
yang masuk dalam kategori pemandangan daratan di Kota Larantuka digambarkan
dalam peta mental oleh responden dengan agak mengingat bukaan dan penerangan
serta ornament dan detailnya. Adapun 2 kategori pemandangan daratan lainnya
yakni Taman Kota Larantuka dan Pekuburan Kota Larantuka digambarkan dalam peta
mental berdasarkan ingatannya terhadap keenam elemen estetika konfigurasi
sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat elemen lain yang dipertimbangkan atau
diingat dalam menggambarkan kedua atribut ini diluar elemen estetika
konfigurasi yang digunakan. Hal yang sama juga terjadi pada Armida 1 yang
merupakan lokasi wisata yang bersifa sakral.
Dari keenam elemen
estetika konfigurasi yang terdapat pada ketujuh stimuli, �Wujud dan Bentuk
Bangunan� menjadi faktor yang paling menjelaskan aspek apa yang paling diingat
dalam menggambarkan atribut lingkungan pada peta mental yang dihasilkan oleh ke
32 responden. Sedangkan 6 variabel elemen estetika konfigurasi lainnya memiliki
hubungan timbal balik atau sebab akibat dengan faktor yang terbentuk atau
dengan kata lain faktor yang terbentuk dapat dikatakan tepat dalam merangkum
keenam variabel yang ada.
Kesimpulan
7 stimuli yang diperoleh melalui penggambaran peta mental
yang dihasilkan oleh 32 responden dalam penelitian ini dapat dikatakan
merupakan atribut lingkungan yang mewakili citra destinasi wisata religi yang
dimiliki oleh Kota Larantuka. Berdasarkan analisis faktor terhadap 6 variabel
estetika konfigurasi dapat diketahui bahwa Wujud dan Bentuk Bangunan merupakan
faktor yang paling diingat ketika 32 responden mengeksplorasi identitas daerah
atau citra destinasi wisata religi Kota Larantuka. Hal ini tentu saja menjadi
rekomendasi bagi upaya peningkatan pariwisata Kota Larantuka yang memperhatikan
terjaga dan terlindunginya bentuk dan wujud bangunan yang menjadi representasi
destinasi wisata religi. Sedangkan analisis pada masing-masing stimuli
menunjukkan bahwa bentuk dan wujud bangunan Gereja Katedral Larantuk
berdasarkan hasil analisis mean sangat diiingat oleh responden. Hal ini
menunjukkan pengaruh bentuk dan wujud bangunan Gereja Katedral memiliki
pengaruh yang sangat besar dalam proses transformasi psikologis yang dituangkan
berdasarkan ingatan responden terhadap citra destinasi wisata religi Kota
Larantuka. Adapun elemen estetika atribut lainnya yakni skala, ornament dan
detail Gereja Katedral Larantuka, ornament dan detail Kapela Tuan Ana yang juga
diingat ketika responden menggambarkan citra destinasi wisata religi Kota
Larantuka lewat peta mental. Sedangkan sisa variabel lain pada 7 stimuli yang
belum dibahas dalam kesimpulan penelitian ini masuk dalam kategori agak diingat
sampai sangat tidak diingat. Hal ini merupakan temuan dalam penelitian
khususnya pada Pekuburan Kota Larantuka (stimuli 5), Taman Kota Larantuka
(Stimuli 6) dan Armida 1 (stimuli 7) dimana tidak ditemukannya peran struktur
fisik dalam membentuk citra destinasi wisata religi Kota Larantuka. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa terdapat elemen lain yang dipertimbangkan atau diingat
dalam menggambarkan atribut ini diluar elemen estetika konfigurasi yang
digunakan dalam penelitian ini.
BIBLIOGRAFI
Ceballos, L. M., RojasDeFrancisco, L., & Osorio,
J. C. M. (2020). The role of a fashion spotlight event in a process of city
image reconstruction. Journal of Destination Marketing & Management,
17, 100464.
Ching, F. D. K. (2008). Arsitektur:
Bentuk Ruang dan Tatanan Edisi Ketiga. Hanggan S, penerjemah. Jakarta (ID):
Erlangga. Terjemahan dari: John Wiley & Son, lnc.
Du Bois, P. B., Laguionie,
P., Boust, D., Korsakissok, I., Didier, D., & Fi�vet, B. (2012). Estimation
of marine source-term following Fukushima Dai-ichi accident. Journal of
Environmental Radioactivity, 114, 2�9.
Ernawati, J., & Moore,
G. T. (2014). Tourists� and residents� impressions of a heritage tourism site:
The case of Kampong Taman Sari, Indonesia. Archnet-IJAR, 8(3),
181�194.
Filomena, G., Verstegen, J.
A., & Manley, E. (2019). A computational approach to �The Image of the
City.� Cities, 89(August 2018), 14�25.
Gilboa, S., Jaffe, E. D.,
Vianelli, D., Pastore, A., & Herstein, R. (2015). A summated rating scale
for measuring city image. Cities, 44, 50�59.
Griffin, K., & Raj, R.
(2018). The importance of religious tourism and pilgrimage: reflecting on
definitions, motives and data. The International Journal of Religious
Tourism and Pilgrimage, 5(3), 2�9.
Lee, M. Y., Hitchcock, M.,
& Lei, J. W. (2018). Mental mapping and heritage visitors� spatial
perceptions. Journal of Heritage Tourism, 13(4), 305�319.
Li, X. (2015). Destination
Image Perception of Tourists to Guangzhou�Based on Content Analysis of Online
Travels. Journal of Service Science and Management, 08(05),
662�672.
Lynch, K. (1960). The Image
of The City. In Lynch K (Vol. 11).
Meenar, M., Afzalan, N.,
& Hajrasouliha, A. (2019). Analyzing Lynch�s City Imageability in the
Digital Age. Journal of Planning Education and Research.
Meenar, M., Afzalan, N.,
& Hajrasouliha, A. (2022). Analyzing Lynch�s city imageability in the
digital age. Journal of Planning Education and Research, 42(4),
611�623.
Parsaee, M., Parva, M.,
& Karimi, B. (2015). Space and place concepts analysis based on semiology
approach in residential architecture. HBRC Journal, 11(3),
368�383.
Roldan, S. M. (2017).
Object recognition in mental representations: Directions for exploring
diagnostic features through visual mental imagery. Frontiers in Psychology,
8(MAY), 1�15.
Tan, L. K., & Ujang, N.
(2012). The application of mental mapping technique in identifying the legible
elements within historical district of Kuala Lumpur city centre. ALAM CIPTA,
International Journal of Sustainable Tropical Design Research and Practice,
5(1).
Taylor, Z. (2018).
Aesthetic Design Thinking Model for Urban Environments : A Survey Based
on A Review of Literature. URBAN DESIGN International, 23(1),
64�65.
\
Vitman-Schorr, A., &
Ayalon, L. (2020). Older adults� mental maps of their spatial environment:
Exploring differences in attachment to the environment between participants in
adult day care centers in rural and urban environments. Journal of Housing
and the Built Environment, 35(4), 1037�1054.
Copyright holder: Alisiananda Dewi Nurani, Syamsul
Sodiq, Diding Wahyudin (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |