Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 12, Desember 2022
ANALISIS KETIMPANGAN WILAYAH PULAU SULAWESI
Farida Millias Tuty, Novita Sari, Andi
Herman Jaya, Ahmad Syatir
Universitas Tadulako, Indonesia
Email: [email protected], [email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak
Ketimpangan antar kabupaten di Provinsi Sulawesi
Tengah bisa saja terjadi karena perbedaan sumber daya alam, sumber daya manusia
dan sumber daya buatan serta tingkat teknologi yang dimilikinya. Hal lain yang
juga menyebabkan terjadinya ketimpangan regional adalah terjadinya pemekaran
beberapa kabupaten yang diakibatkan oleh perasaan tidak puas terhadap
pemerintah. Hal ini disebabkan karena hanya terkonsentrasinya pembangunan di
suatu wilayah tertentu. Indeks Wiliamson digunakan untuk menjawab pertanyaan
penelitian pertama yakni perhitungan tingkat ketimpangan wilayah menggunakan
PDRB per kapita sebagai komponen yang diteliti. Klaseen Typology digunakan
untuk menjawab pertanyaan penelitian kedua yaitu untuk mengetahui pola
pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan
Hasil perhitungan Indeks Williamson diketahui bahwa tingkat ketimpangan di
Pulau Sulawesi Tengah masih termasuk kategori tinggi. Berdasarakan hasil
Tipologi Klassen diketahui bahwa provinsi yang masih termasuk kategori daerah tertinggal
adalah Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Utara.
Kata Kunci: klaseen typology; indeks williamson; provinsi sulawesi
tengah
Abstract
Inequality between
districts in Central Sulawesi Province may occur due to differences in natural
resources, human resources and artificial resources and the level of technology
they have. Another thing that also causes regional inequality is the division
of several districts caused by feelings of dissatisfaction with the government.
This is because only the concentration of development in a certain area. The
Williamson Index is used to answer the first research question, namely the
calculation of regional inequality levels using GRDP per capita as the
component studied. Klaseen Typology is used to answer the second research
question, namely to find out patterns of economic growth. Based on the results
of the Williamson Index calculation, it is known that the level of inequality
in Central Sulawesi Island is still in the high category. Based on the results
of the Klassen Typology it is known that the provinces that are still included
in the category of underdeveloped regions are Southeast Sulawesi, Gorontalo,
North Sulawesi.
Keywords: typology klaseen; williamson index; central sulawesi province
Pendahuluan
Pembangunan menjadi suatu proses
kegiatan yang dianggap penting dan wajib dilaksanakan oleh semua negara, karena
globalisasi yang disertai dengan kemajuan teknologi dan perkembangan ilmu
pengetahuan telah berdampak pada perubahan dan pembaharuan dalam semua aspek kehidupan manusia. Sehingga dalam proses pembangunan
harus mencakup seluruh aspek baik ekonomi maupun sosial. Seperti yang terdapat
dalam Todaro (2006:28), menyebutkan bahwa pembangunan merupakan
suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras
mungkin melalui serangkaian kombinasi proses sosial, ekonomi dan institusional
demi mencapai kehidupan yang serba lebih baik.
Kata kunci dari pembangunan adalah
pembentukan modal, karena untuk mencapai target pembangunan yang tinggi pada
suatu negara dibutuhkan nilai investasi yang besar. Sehingga strategi
pembangunan yang dianggap paling sesuai adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi
dengan cara mengundang modal asing dan melakukan industrialisasi (Kuncoro, 2004). Selain itu, kebutuhan akan
investasi yang besar dapat diperoleh juga melalui dorongan kondisi negara yang
sudah lebih baik terutama sistem pelayanan serta sarana dan prasarana yang
mendukung.
Tingginya pertumbuhan ekonomi suatu
negara tidak berarti semua wilayahnya memiliki tingkat pertumbuhan yang sama,
karena adanya keterbatasan baik dari sisi potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia maupun lembaga institusi yang mendukung, sebab pertumbuhan
tidak muncul diberbagai daerah pada waktu yang bersamaan, pertumbuhan hanya
terjadi dibeberapa tempat yang disebut pusat pertumbuhan dengan intensi yang
berbeda Perroux dikutip dalam (Arsyad,
1999:147). Dalam intensi pertumbuhan yang berbeda, pelaksanaan pembangunan sering
mengalami perdebatan antara mengutamakan efisiensi
dan pertumbuhan disatu pihak dengan efektivitas
dan pemerataan dipihak lain (Dumairy, 1996:55-56),
dari hal tersebutlah pelaksanaan pembangunan tidak jarang menciptakan adanya
ketimpangan.
Ketimpangan pembangunan antar daerah
dengan pusat dan antar daerah satu dengan daerah lain merupakan suatu hal
wajar, karena adanya perbedaan dalam sumber daya dan awal pelaksanaan
pembangunan antar daerah karena itu, tidaklah mengherankan jika pada suatu
daerah biasanya terdapat daerah maju dan daerah terbelakang. Terjadinya
ketimpangan antar daerah ini membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan
masyarakat antar daerah.
Perkembangan ekonomi daerah merupakan
serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat di suatu daerah, perluasan lapangan pekerjaan, meningkatkan hubungan
ekonomi dari sektor ekonomi primer ke sektor ekonomi sekunder dan tersier.
Hasil pembangunan yang dilakukan oleh setiap daerah dapat dilihat dari Produk
Domestik Regional Bruto.
Faktor tersebut menjadi penyebab
terjadinya disparitas (perbedaan) antar daerah, perbedaan potensi sumberdaya
alam dan faktor-faktor lainnya. Strategi kebijaksanaan pembangunan yang
menetapkan aspek pertumbuhan ekonomi sebagai
prioritas pembangunan, kondisi ini nampaknya mengesampingkan aspek pemerataan.
Selanjutnya fenomena ini kemudian
disadari atau tidak telah membawa dampak terjadinya kesenjangan antara daerah,
antara sektor dan antara golongan masyarakat.
Terkonsentrasinya kegiatan ekonomi
hanya secara langsung berdampak pada disparitas (perbedaan) pendapatan daerah
yang sangat bervariasi karena dalam pelaksanaan pembangunan daerah (regional)
perhatian ditunjukan pada pertumbuhan ekonomi tanpa mengabaikan keserasian
perkembangan fisik wilayah. Demikian pula pusat pertumbuhan dan pelayanan
sangat penting artinya dalam perencanaan pembangunan, sehingga setiap wilayah
berkembang sesuai dengan potensi daya yang tersedia.
Ketimpangan antar kabupaten di
Provinsi Sulawesi Tengah bisa saja terjadi karena perbedaan sumber daya alam,
sumber daya manusia dan sumber daya buatan serta tingkat teknologi yang
dimilikinya. Hal lain yang juga menyebabkan terjadinya ketimpangan regional
adalah terjadinya pemekaran beberapa kabupaten yang diakibatkan oleh perasaan
tidak puas terhadap pemerintah. Hal ini disebabkan karena hanya terkonsentrasinya
pembangunan di suatu wilayah tertentu.
Sulawesi, dahulu dikenal sebagai Celebes, adalah sebuah pulau di Indonesia. Sulawesi merupakan salah satu dari
empat Kepulauan
Sunda Besar, dan merupakan pulau terbesar kesebelas di dunia, yang terletak
di sebelah timur Kalimantan, sebelah
barat Kepulauan Maluku, dan
sebelah selatan Mindanao dan Kepulauan Sulu, Filipina. Di Indonesia,
hanya Pulau Sumatra, Kalimantan dan Papua yang lebih besar luas
wilayahnya, dan hanya Pulau Jawa dan Sumatra yang memiliki
populasi lebih banyak dari Sulawesi.
Bentang alam di
Sulawesi mencakup empat semenanjung: Semenanjung
Minahasa di bagian utara; Semenanjung Timur; Semenanjung Selatan;
dan Semenanjung Tenggara. Ada tiga teluk yang memisahkan
semenanjung-semenanjung ini : yaitu Teluk Tomini di antara
Semenanjung Minahasa dan Timur; Teluk Tolo di antara Semenanjung Timur dan Tenggara; dan Teluk Bone di antara
Semenanjung Selatan dan Tenggara. Selat Makassar membentang di sepanjang sisi barat pulau dan
memisahkan pulau ini dari Kalimantan.
Ada enam, provinsi
di Sulawesi yaitu : Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi
Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Gorontalo dan Provinsi
Sulawesi Barat.
Sulawesi Utara
pada tahun 2012 hingga 2015 mengalami penurunan yang sangat drastis, mulanya
dari 6,86 persen pada tahun 2012 turun keposisi angka 6,38 persen pada tahun
2013 dan turun lagi di posisi angka 6,31 persen pada tahun 2014hingga 2015
menjadi titik akhir dalam turunnya laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi
Utara. Pada tahun 2016 mencetak pertumbuhan yang lebih baik dibanding tahun
sebelumnya yang mengalami perlambatan. Pada tahun 2016 ekonomi Provinsi
Sulawesi Utara melaju lebih cepat yakni sebesar 6,17 persen dibanding tahun
2015 sebesar 6,12 persen. Seluruh lapangan usaha mencatat pertumbuhan yang
positif di tahun 2016.
Perekonomian
Sulawesi Tengah berdasarkan harga konstan 2010 cenderung mengalami peningkatan.
Peningkatan tersebut berfluktuatif selama 5 tahun terakhir. Pada tahun 2017,
laju pertumbuhan PDRB mencapai 7,14 persen. Peningkatan ini melambat bila
dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB tahun 2016 yang mencapai 9,98 persen.
Faktor tersebut menjadi satu penyebab terjadinya disparitas atau perbedaan
antar daerah disamping perbedaan potensi sumberdaya alam atau faktor-faktor
lainnya, serta kebijakan-kebijakan yang diterapkan selama ini dalam pelaksanaan
pembangunan nasional, sehingga tidak disadari mengesampingkan aspek
pemerataan.Perkembangan perekonomian yang relatif rendah pada beberapa daerah
pada gilirannya menimbulkan kemunduran dalam perkembangan pendapatan per
kapita.
Pertumbuhan
ekonomi tertinggi dicapai oleh sektor Industri Pertambangan dan Penggalian,
diikuti oleh sektor Industri Pengolahan, dan sektor Pengadaan Listrik dan Gas.
Seluruh sektor ekonomi PDRB pada tahun 2017 mencatat pertumbuhan yang positif. Sektor
Pertambangan dan Penggalian mengalami peningkatan sebesar 15,18 persen pada
tahun 2017. Peningkatan ini banyak dipengaruhi oleh keberadaan industri smelter
nikel di Kabupaten Morowali. Komoditi pada sektor ini, seperti pasir kuarsa,
nikel, dan pasir batu merupakan salah satu komoditi andalan, baik yang sering
diekspor antar pulau maupun digunakan untuk kebutuhan pembangunan daerah.
Dengan masuknya migas sebagai salah satu komoditas andalan, sektor ini akan
menjadi salah satu lokomotif pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah.
Kontribusi dari
setiap sektor dalam kaitannya dengan peranan sektor tersebut terhadap PDRB
Sulawesi Tengah atas dasar harga berlaku, selama periode 2014-2017 mengalami
perubahan. Perubahan yang tampak adalah sejak tahun 2015, sektor industri
pengolahan menggeser sektor perdagangan yang sebelumnya menjadi salah satu dari
empat sektor dominan, sehingga pada tahun 2017 ini, tercatat ada empat sektor
kegiatan yang mendominasi kehidupan perekonomian daerah Sulawesi Tengah, antara
lain: sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (28,92 persen); sektor
Pertambangan dan Penggalian (12,83 persen); sektor Konstruksi (12,50 persen);
dan sektor Industri Pengolahan (12,34).
Peranan sektor
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan dalam perekonomian Provinsi Sulawesi Tengah
hingga tahun 2017 masih yang paling dominan. Fenomena ini terlihat dari relatif
besarnya distribusi PDRB pada sektor ini, baik atas dasar harga berlaku maupun
atas dasar harga konstan 2010. Kedudukannya sebagai leading sector didukung oleh
berbagai faktor, diantaranya adalah makin kondusifnya keamanan, stabilnya
harga, makin efektifnya pelaksanaan pembangunan pasca krisis, dan penerapan
otonomi daerah di Sulawesi Tengah. Peranan tiga sektor dominan lainnya bila
dilihat dari distribusi PDRB atas dasar harga konstan, sektor Pertambangan dan
Penggalian menempati urutan kedua setelah sektor Pertanian, Kehutaan, dan
Perikanan yaitu sebesar 14,67 persen. Kemudian diikuti oleh sektor Industri Pengolahan
(12,52 persen), dan sektor Konstruksi (11,01 persen).
Demikian terjadi
juga perbedaan yang semakin besar antara tingkat perkembangan ekonomi antar
daerah. Salah satu indikator ekonomi untuk melihat tingkat kesejahteraan
penduduk suatu daerah biasa menggunakan pengeluaran perkapita, tetapi bisa juga
menggunakan pendekatan PDRB per kapita. Produk Domestik Regional Bruto
perkapita dihitung dengan membagi nilai PDRB suatu wilayah dengan jumlah
penduduk yang tinggal di wilayah tersebut. Selanjutnya untuk perekonomian
Sulawesi Selatan Pada triwulan IV tahun 2018 ekonomi Sulsel tercatat, mengalami
kontraksi atau penurunan 4,77 persen dibandingkan triwulan sebelumnya. Didik
mengatakan, hal ini disebabkan faktor musiman, yakni beberapa komoditas
pertanian serta produksi perikanan yang menurun.
Tercatat
Kontribusi terbesar disumbangkan oleh kategori Pertanian, kehutanan, dan
perikanan yaitu 24,08 Persen atau lebih besar dari kontribusi kategori
Pertambangan dan Penggalian. Dari Sisi Pengeluaran Seluruh komponen juga mengalami
pertumbuhan yang positif, konsumsi Rumah Tangga masih memberikan kontribusi
terbesar yaitu 49,58 Persen sementara pertumbuhan tertinggi dicapai oleh
Komponen Ekspor Barang dan Jasa yang tumbuh sebesar 26,93 persen.
Data untuk
perekonomian Sulawesi Tenggara yang dirilis Badan Pusat Statistik menunjukkan
bahwa Kondisi ekonomi konsumen triwulan IV-2017 (nilai indeks sebesar 103,09)
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun, tingkat optimisme konsumen
lebih rendah jika dibandingkan triwulan III-2017 (nilai indeks sebesar 110,03).
Meningkatnya kondisi ekonomi konsumen tersebut didorong oleh meningkatnya
pendapatan rumah, tidak berpengaruhnya inflasi terhadap tingkat konsumsi, meski
volume konsumsi menurun. (Badan Pusat Statistik).
�Di sisi
produksi, pertumbuhan ekonomi Gorontalo 2017 didorong oleh sektor pertanian
yang meningkat, konstruksi tumbuh, perdagangan tumbuh, serta penyediaan
akomodasi dan makanan minum meningkat,� ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS)
Provinsi Gorontalo, Eko Marsoro, pada press confrece di kantornya, kemarin,
Senin (5/2).
Lebih rinci, Eko
Marsoro menjelaskan bahwa sektor pertanian masih sangat mendominasi terhadap
pembentukan PDRB Gorontalo 2017 jika dilihat dari lapangan usaha. Tercatat, share
sektor pertanian sebesar Rp 13,1 Triliun (Rp 13.130,02 Miliar) dari PDRB
Gorontalo 2017 sebesar Rp 34,5 Triliun (Rp 34.547,56 Miliar), atau tumbuh
sebesar 3,30 persen dari total sumber pertumbuhan PDRB Gorontalo 2017. Dari
sisi distribusi lapangan usaha, kontribusi PDRB dari sektor ini pula yang
paling dominan, yakni 38,01 persen.
"Perekonomian
Sulawesi Barat pada 2017 tumbuh sebesar 6,67 persen. Semua lapangan usaha
mengalami pertumbuhan positif namun yang tertinggi adalah lapangan usaha
informasi dan komunikasi, yakni mencapai 9,82 persen diikuti lapangan usaha
industri pengolahan sebesar 9,59 persen dan sektor pengadaan listrik dan gas
juga sebesar 9,59 persen.
Metode Penelitian
1. Metode
Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis indeks wiliamson dan analisis klassen typology. Indeks
Wiliamson digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian pertama yakni
perhitungan tingkat ketimpangan wilayah menggunakan PDRB per kapita sebagai
komponen yang diteliti.
Klaseen Typology digunakan untuk menjawab pertanyaan
penelitian kedua yaitu untuk mengetahui pola pertumbuhan ekonomi.
2.
Alat
Analisis Pertama Indeks Wiliamson
Indeks
Wiliamson, menganalisis tingkat ketimpangan ekonomi antar wilayah di Pulau
Sulawesi tahun 2010-2021 secara kuantitatif maka peneliti menggunakan alat
analisis model Indeks Wiliamsom. Analisis Indeks Wiliamsom memiliki beberapa
kelemahan, diantaranya sensitif terhadap definisi wilayah yang digunakan dalam
perhitungan dan menggunakan indikator yang sangat sederhana seperti yang
dikemukakan oleh Sjafirzal (2008:108) dengan formulasi berikut :
Keterangan :
IW = Koefisien Ketimpangan (Indeks
Wiliamsom)
Yi �= PDRB perkapita (Dalam penelitian ini keempat
Kabupaten/Kota)
Y�
= PDRB perkapita rata-rata (Provinsi sulawesi tengah)
fi�
�= Jumlah penduduk (Dalam
penelitian ini keempat Kabupaten/Kota)
n�
�= Jumlah penduduk (Provinsi
Sulawesi Tengah)
Besarnya Indeks Williamson ini
bernilai positif dan berkisar antara angka nol sampai dengan satu. Semakin
besar nilai Index ini (mendekati angka nol) berarti semakin merata tingkat
pemerataan pendapatan antara daerah dalam wilayah tersebut. Hasil perhitungan
menggunakan formulasi Indeks Williamson, akan didapat suatu indeks antara 0-1.
Jika koefisien ketimpangan IW mendekati 0, maka ketimpangan perkonomian rendah,
sebaliknya jika mendekati 1, maka ketimpangan perekonomian cenderung semakin
tinggi. Sinaga (2009), membagi ketimpangan dalam tiga klasifikasi, yaitu
sebagai berikut:
1. Jika IW < 0,3 artinya ketimpangan
rendah
2. Jika IW >0,3-0,5 artinya ketimpangan
sedang
3. Jika IW >0,5 artinya ketimpangan tinggi
3. Alat
Analisis Kedua Klassen Typology
Untuk mengetahui gambaran tetang pola dan
pertumbuhan ekonomi antar kabupaten/kota di Pulau Sulawesi, maka digunakan
analisis Klassen Typology (Sjarizal, 2008).
Analisis Klassen Typology digunakan untuk mengetahui
klasifikasi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu laju pertumbuhan
ekonomi dan pendapatan perkapita atau Produk Domestik Regional Bruto per kapita
daerah. Rata-rata Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB per kapita sebagai
sumbu horizontal dan rata- rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal.
Dalam hal ini daerah dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu :
a.
Kuadran I : Daerah Cepat Maju dan Cepat Tumbuh (High Growh and High Income) Pertumbuhan
ekonomi dan pendapatan per kapita yang lebih tinggi dibandingkan dengan
rata-rata pertumbuhan ekonomi dan rata-rata pendapatan per kapita Provinsi
Sulawesi Tengah.
b.
Kuadran II : Daerah Maju tapi Tertekan (High Income But Low Growth) adalah
daerah yang memiliki pendapatan per kapita lebih tinggi, tetapi tingkat
pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi
Provinsi Sulawesi Tengah.
c.
Kuadran III : Daerah Berkembang Cepat (High Income But Low Income) adalah
daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi, tetapi tingkat pendapatan
kepita rendah dibandingkan dengan pedapatan perkapita rata-rata Provinsi
Sulawesi Tengah.
d.
Kuadran IV : Daerah Relatif Tertinggal (Low Growth and Low Income) adalah
daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita
rendah dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per
kapita Provinsi Sulawesi Tengah.
Tabel
1
Klasifikasi
Wilayah Berdasarkan Klassen Typology
Sumber :
Sjafrizaal, 2008
Keterangan :
yi = PDRB per kapita kabupaten/kota
y �= Rata-rata
PDRB per kapita seluruh kabupaten/kota
ri �= Laju
pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota
r �= Rata-rata
pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah
Hasil dan Pembahasan
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian
ini dilakukan dengan pilihan lokasi sebagai unit penelitian adalah Pulau
Sulawesi yang terdiri dari Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, dan Gorontalo dengan didasarkan pada data
BPS perdaerah di pulau Sulawesi sebagai daerah diatasnya merupakan pembanding
sebagaimana kebutuhan formula pada analisis yang digunakan dalam penelitian.
2. Distribusi Lapangan Usaha Dalam
Perekonomian Provinsi Di Sulawesi
Salah
satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada
periode tertentu adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar
harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan
nilai tambah (value added) yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) menggambarkan nilai tambah barang dan jasa
yang dihitung dengan menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedang
PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) menunjukkan nilai tambah barang dan jasa
yang dihitung dengan harga yang berlaku pada satu waktu tertentu sebagai tahun
dasar (Adisasmita, 2005).
Perkembangan PDRB ADHB dari tahun ke tahun
menggambarkan perkembangan yang disebabkan oleh adanya perubahan dalam volume
produksi barang dan jasa yang dihasilkan dan perubahan dalam tingkat harganya
dan menunjukkan pendapatan yang dapat dinikmati oleh penduduk suatu daerah
serta menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan
harga pada setiap tahun.
PDRB ADHB ini digunakan untuk melihat struktur
ekonomi pada suatu tahun. Oleh karenanya untuk dapat mengukur perubahan volume
produksi atau perkembangan produktivitas secara nyata, faktor pengaruh atas
perubahan harga perlu dihilangkan dengan cara menghitung PDRB ADHK.
Penghitungan atas dasar harga konstan ini berguna
antara lain dalam perencanaan ekonomi, proyeksi dan untuk menilai pertumbuhan
ekonomi secara keseluruhan maupun sektoral. PDRB menurut lapangan usaha atas
dasar harga konstan apabila dikaitkan dengan data mengenai tenaga kerja dan
barang modal yang dipakai dalam proses produksi, dapat memberikan gambaran
tentang tingkat produktivitas dan kapasitas produksi dari masing-masing
lapangan usaha tersebut Penghitungan PDRB ada tiga pendekatan yang dapat
digunakan, antara lain (Adisasmita, 2005).
Menurut Gilis et al (2004), Produk Nasional
Bruto (PNB) adalah penjumlahan nilai produk akhir barang dan jasa yang
dihasilkan masyarakat selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun) tanpa
menghitung nilai produk antara. Berikut adalah gambaran sector lapangan usaha
di Pulau Sulawesi.
a)
Sulawesi Tengah
Kondisi perekonomian Sulawesi Tengah dalam kurun
waktu 2011-2021 didominasi oleh sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, Pertambangan dan Penggalian,
Industri Pengolahan, Konstruksi, Perdagangan Besar dan Eceran; Repasari Mobil
dan Sepeda Motor. Kontribusi
sektor-sektor tersebut sangat besar dalam perekonomian Sulawesi Tengah.
����� Sumber:
Data Diolah
Gambar diatas menunjukkan perkembangan tingkat
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah selama sebelas tahun terakhir. Dimana
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah terlihat berfluktuasi. Namun, pada tahun
2020 ekonomi Sulawesi Tengah mengalami kemerosotan ekononomi karena adanya
Pandemi Covid19. Tapi pada tahun 2021 perekonomian Sulawesi Tengah Kembali
membaik ditunjukkan dengan meningkat nya pertumbuhan ekonomi dari 4,86 persen
menjadi 11,70 persen.
Tabel 2
Pertumbuhan Ekonomi Dan Kontribusi Sektor
Di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2021-2022
Lapangan Usaha |
Rata-Rata Pertumbuhan |
Rata-Rata Kontribusi |
1. Pertanian,Kehutanan, dan Perikanan |
4.32 |
29.93 |
2. Pertambangan dan Penggalian |
18.20 |
13.22 |
3. Industri Pengolahan |
29.62 |
13.82 |
4. Pengadaan Listrik dan Gas |
8.25 |
0.04 |
5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan
Daur Ulang |
4.17 |
0.13 |
6. Konstruksi |
10.20 |
10.37 |
7. Perdagangan Besar dan Eceran; Repasari Mobil dan
Sepeda Motor |
5.23 |
8.92 |
8. Transportasi dan Pergudangan |
3.06 |
3.64 |
9. Penyedian Akomodasi dan Makan Minum |
5.64 |
0.49 |
10. Informasi dan Komunikasi |
9.75 |
3.71 |
11. Jasa Keuangan dan Asuransi |
7.70 |
2.16 |
12. Real Estat |
4.93 |
1.85 |
13. Jasa Perusahaan |
5.35 |
0.25 |
14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib |
7.21 |
5.64 |
15. Jasa Pendidikan |
5.04 |
3.68 |
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial |
7.34 |
1.35 |
17. Jasa Lainnya |
4.65 |
0.79 |
PDRB Berdasar Harga Konstan |
10.23 |
100.00 |
�Sumber: Data
Diolah
b)
Sulawesi
Utara
Selama kurun waktu tahun 2011-2021 pertumbuhan
sektor pertanian mengalami perlambatan namun, masih sebagai penyumbang terbesar
dalam perekonomian Sulawesi Utara terbukti sepanjang sebelas tahun terakhir
sector pertanian berkontribusi terhadap total PDRB sebesar 29,91 persen.
Gambaran perkembangan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara dapat dilihat pada
gambar berikut.
�� Sumber: Data Diolah
Empat sector seperti sector Pengadaan Listrik dan Gas,
Informasi dan Komunikasi, Jasa Keuangan dan Asuransi, Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial, Jasa Lainnya merupakan sector-sektor dengan pertumbuhan yang
pesat selama sebelas tahun terakhir namun, kontribusinya kecil terhadap
perekonomian. Sementara Sector-sektor yang mendapatkan input dari sector
pertanian seperti sector industry pengolahan, konstruksi, perdagangan besar dan
eceran, transportasi dan pergudangan turut mengalami perlambatan dalam
pertumbuhannya seiring dengan perlambatan pertumbuhan pada sector pertanian.
Pesatnya pertumbuhan sector-sektor jasa selama kurun waktu sebelas tahun
terakhir mengindikasikan bahwa sector tersier di Sulawesi Selatan telah mulai
berkembang. Pada tabel berikut tergambarkan pertumbuhan dan kontribusi
masing-masing sector ekonomi di Provinsi Sulawesi Utara.
Tabel 3
Pertumbuhan Ekonomi Dan Kontribusi Sektor
Di Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2021-2022
Lapangan Usaha |
Rata-Rata Pertumbuhan |
Rata-Rata Kontribusi |
1.
Pertanian,Kehutanan, dan Perikanan |
3.56 |
20.91 |
2. Pertambangan dan
Penggalian |
6.36 |
5.02 |
3. Industri
Pengolahan |
4.81 |
10.44 |
4. Pengadaan
Listrik dan Gas |
10.03 |
0.11 |
5. Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang |
3.88 |
0.14 |
6. Konstruksi |
6.36 |
12.98 |
7. Perdagangan
Besar dan Eceran; Repasari Mobil dan Sepeda Motor |
6.06 |
12.70 |
8. Transportasi dan
Pergudangan |
4.91 |
8.31 |
9. Penyedian
Akomodasi dan Makan Minum |
5.11 |
2.10 |
10. Informasi dan
Komunikasi |
8.00 |
4.66 |
11. Jasa Keuangan
dan Asuransi |
6.89 |
3.78 |
12. Real Estat |
5.82 |
3.66 |
13. Jasa Perusahaan
|
6.39 |
0.08 |
14. Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib |
4.61 |
6.92 |
15. Jasa Pendidikan
|
5.86 |
2.58 |
16. Jasa Kesehatan
dan Kegiatan Sosial |
7.98 |
3.97 |
17. Jasa Lainnya |
6.56 |
1.63 |
PDRB Berdasar Harga
Konstan |
5.38 |
100.00 |
����� �Sumber: Data Diolah
c)
Sulawesi
Selatan
Perkembangan ekonomi Sulawesi Selatan selama sebelas
tahun terakhir yakni tahun 2011-2021 terlihat mengalami perlambatan. Pada tahun
2020 ekonomi Sulawesi Selatan mengalami kemerosotan dengan nilai pertumbuhan
ekonomi -0,71 persen. Hal ini adalah sebagai akibat dari adanya Pandemi Covid19
sehingga setiap wilayah mengalami stagnasi bahkan kemerosotan pada
perekonomiannya. Namun, pada tahun 2021 ekonomi Sulawesi Selatan mengalami
peningkatan Kembali sehingga pertumbuhan ekonomi naik menjadi 4,65 persen.
�������� �������Sumber: Data Diolah
Perkembangan sektor-sektor ekonomi yang ada di Sulawesi
Tengah selama tahun 2011-2021 terlihat rata-rata pertumbuhan sector pertanian
mengalami perlambatan namun masih merupakan sector utama dalam memberi
kontribusi pada perekonomian sebesar 21,44 persen. Sektor industry pengolahan
juga mengalami perlambatan dalam pertumbuhannya namun masih memberikan
kontribusi besar terhadap perekonomian sebesar 13,73 persen. Sector pengadaan
listrik dan gas rata-rata pertumbuhannya mencapai 8,61 persen namun hanya
memberikan kontribusi sebesar 0,09 persen pada perekonomian.
Sektor lainnya memiliki rata-rata
pertumbuhann yang tinggi dan juga memberikan kontribusi yang cukup besar pada
perekonomian Sulawesi Selatan seperti Sector konstruksi pertumbuhannya mencapai
7,35 persen dengan kontribusi sebesar 12,06 persen. Perdagangan Besar dan Eceran; Repasari Mobil dan Sepeda
Motor rata-rata pertumbuhan sebesar 8,05 persen dengan kontribusi sebesar 14,
39 persen. Informasi dan Komunikasi rata-rata pertumbuhan sebesar 10,82 persen
dengan kontribusi 6,50 persen. Jasa Keuangan dan Asuransi rata-rata
pertumbuhannya 8,00 persen, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial rata-rata
pertumbuhannya 9,02 persen dengan kontribusi masing-masing hanya sebesar 3,42
dan 1,97 persen.
Tabel 4
Pertumbuhan Ekonomi Dan Kontribusi Sektor
Di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
2021-2022
Lapangan Usaha |
Rata-Rata Pertumbuhan |
Rata-Rata Kontribusi |
1. Pertanian,Kehutanan, dan Perikanan |
5.40 |
21.44 |
2. Pertambangan dan Penggalian |
3.13 |
5.93 |
3. Industri Pengolahan |
5.93 |
13.73 |
4. Pengadaan Listrik dan Gas |
8.61 |
0.09 |
5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan
Daur Ulang |
5.04 |
0.13 |
6. Konstruksi |
7.35 |
12.06 |
7. Perdagangan Besar dan Eceran; Repasari Mobil dan
Sepeda Motor |
8.05 |
14.39 |
8. Transportasi dan Pergudangan |
4.80 |
3.59 |
9. Penyedian Akomodasi dan Makan Minum |
6.30 |
1.37 |
10. Informasi dan Komunikasi |
10.82 |
6.50 |
11. Jasa Keuangan dan Asuransi |
8.00 |
3.42 |
12. Real Estat |
6.66 |
3.56 |
13. Jasa Perusahaan |
6.34 |
0.43 |
14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib |
4.53 |
4.58 |
15. Jasa Pendidikan |
7.29 |
5.52 |
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial |
9.02 |
1.97 |
17. Jasa Lainnya |
6.94 |
1.31 |
PDRB Berdasar Harga Konstan |
6.53 |
100.00 |
������� �Sumber: Data Diolah
d)
Sulawesi
Tenggara
Geliat Perekonomian Sulawesi Tenggara menunjukkan
trend yang positif, tercatat pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara Tahun 2017
sebesar 6,76 Persen atau meningkat dari pertumbuhan tahun sebelumnya yang hanya
sebesar 6,51 Persen dan lebih tinggi dari pertumbuhan Nasional 5,07 Persen. Kepala
BPS Sulawesi Tenggara Atqo Mardiyanto pada Pers Rilis di aula Vicon BPS
Sulawesi Tenggara Senin (5/2) menuturkan bahwa seluruh Kategori Perekonomian
Sulawesi Tenggara Tahun 2017 mengalami pertumbuhan positif. �Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) ADHB Tahun 2017 mencapai Rp.107,47 Triliun atau lebih tinggi dari
tahun sebelumnya Rp.97,07 Triliun, dari sisi lapangan Usaha, Kategori
pertambangan dan penggalian merupakan kategori yang pertumbuhannya paling
tinggi yaitu 13,00 persen dan mampu memberikan kontribusi 20,68 persen pada
perekonomian Sulawesi Tenggara� tuturnya.
Tercatat Kontribusi terbesar
disumbangkan oleh kategori Pertanian, kehutanan, dan perikanan yaitu 24,19 Persen atau lebih besar dari kontribusi kategori Pertambangan dan
Penggalian. Dari Sisi Pengeluaran Seluruh komponen juga mengalami pertumbuhan
yang positif, konsumsi Rumah Tangga masih memberikan kontribusi terbesar yaitu
49,58 Persen sementara pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Ekspor
Barang dan Jasa yang tumbuh sebesar 26,93 persen.
Data
Yang dirilis menunjukkan bahwa Kondisi ekonomi konsumen triwulan IV-2017 (nilai
indeks sebesar 103,09) meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun,
tingkat optimisme konsumen lebih rendah jika dibandingkan triwulan III-2017
(nilai indeks sebesar 110,03). Meningkatnya kondisi ekonomi konsumen tersebut
didorong oleh meningkatnya pendapatan rumah, tidak berpengaruhnya inflasi
terhadap tingkat konsumsi, meski volume konsumsi menurun.(Badan Pusat
Statistik) Share perekonomian Sulawesi Tenggara
terhadap perekonomian kurun waktu 2010-2017 mengalami peningkatan dikisaran 13
persen, dengan capaian terendah tahun 2010 dan yang tertinggi tahun 2014
masing-masing sebesar 12,98 dan 13,58 persen.
Tabel 5
Pertumbuhan Ekonomi Dan Kontribusi Sektor
Di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
2021-2022
Lapangan Usaha |
Rata-Rata Pertumbuhan |
Rata-Rata Kontribusi |
1.
Pertanian,Kehutanan, dan Perikanan |
4.51 |
24.19 |
2. Pertambangan dan
Penggalian |
8.36 |
20.65 |
3. Industri Pengolahan |
7.16 |
6.39 |
4. Pengadaan
Listrik dan Gas |
9.31 |
0.05 |
5. Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang |
5.73 |
0.19 |
6. Konstruksi |
8.36 |
12.43 |
7. Perdagangan
Besar dan Eceran; Repasari Mobil dan Sepeda Motor |
7.63 |
12.18 |
8. Transportasi dan
Pergudangan |
6.31 |
4.49 |
9. Penyedian
Akomodasi dan Makan Minum |
7.63 |
0.56 |
10. Informasi dan
Komunikasi |
7.55 |
2.41 |
11. Jasa Keuangan
dan Asuransi |
9.27 |
2.16 |
12. Real Estat |
4.05 |
1.64 |
13. Jasa Perusahaan
|
7.30 |
0.20 |
14. Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib |
4.01 |
5.40 |
15. Jasa Pendidikan
|
7.54 |
4.66 |
16. Jasa Kesehatan
dan Kegiatan Sosial |
7.63 |
0.98 |
17. Jasa Lainnya |
6.70 |
1.40 |
PDRB Berdasar Harga
Konstan |
6.60 |
100.00 |
����� �Sumber: Data Diolah
e)
Gorontalo
Ekonomi Gorontalo sepanjang 2017 tercatat tumbuh
6,73 persen, meningkat jika dibandingkan tahun 2016 yang tercatat 6,51 persen
dan tahun 2015 sebesar 6,23 persen. Pertumbuhan ekonomi Gorontalo 2017 sendiri
diukur dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar Rp 34.547,56 Miliar
dengan PDRB per Kapita mencapai Rp 29,57 Juta atau US$2.209,59.
������ �Sumber: Data Diolah
Di sisi produksi, pertumbuhan
ekonomi Gorontalo 2017 didorong oleh sektor pertanian yang meningkat,
konstruksi tumbuh, perdagangan tumbuh, serta penyediaan akomodasi dan makanan
minum meningkat,�ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Gorontalo,
Eko Marsoro, pada press confrece di kantornya, kemarin, Senin (5/2).
Lebih
rinci, Eko Marsoro menjelaskan bahwa sektor pertanian masih sangat mendominasi
terhadap pembentukan PDRB Gorontalo 2017 jika dilihat dari lapangan usaha. Tercatat,
share sektor pertanian sebesar Rp 13,1 Triliun (Rp 13.130,02 Miliar) dari PDRB
Gorontalo 2017 sebesar Rp 34,5 Triliun (Rp 34.547,56 Miliar), atau tumbuh sebesar 3,30
persen dari total sumber pertumbuhan PDRB Gorontalo 2017. Dari sisi distribusi
lapangan usaha, kontribusi PDRB dari sektor ini pula yang paling dominan, yakni
38,01 persen.
Eko
Marsoro menjelaskan, bahwa terjadi peningkatan produksi dari sektor pertanian,
utamanya padi dan jagung. Pada 2017, produksi padi Gorontalo mencapai 376 Ribu
Ton, meningkat dari tahun 2016 sebesar 344 Ribu Ton. Sedangkan
jagung, produksinya mencapai 1,5 Juta Ton, naik jika dibandingkan tahun 2016
sebesar 911 Ribu Ton. Meningkatnya produksi pertanian ini juga ikut merangsang
sektor perdagangan di Gorontalo 2017, �Dari sisi pengeluaran, ekspor antar
daerah meningkat seiring meningkatnya produksi jagung,� lanjut Eko.
Selain
itu, meningkatnya realisasi belanja modal pemerintah baik dari sisi APBN maupun
ABPD juga mendorong tumbuhnya sektor konstruksi di Gorontalo dari sisi
produksi. Bicara
dari sisi pengeluaran, Eko Marsoro menjelaskan bahwa, pengeluaran konsumsi
rumah tangga juga mengalami pertumbuhan seiring dengan pertumbuhan penduduk di
Provinsi Gorontalo, serta meningkatnya volume dari frekwensi konsumsi barang
dan jasa berdasarkan komponen Indeks Tendensi Konsumen (ITK).
�Dari
PDRB 2017 kita Rp 34,5 Triliun (Rp 34.547,56 Miliar), pengeluaran konsumsi
rumah tangga masih memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi
Gorontalo 2017, yakni sebesar Rp 21,2 Triliun (Rp 21.222,57 Miliar,� kata Eko. Dari sisi
pengeluaran pula, pertumbuhan juga terjadi pada Pengeluaran Konsumsi Lembaga
Non Profit Rumah Tangga (PKLNPRT) dari Rp 220,43 Miliar pada 2016 menjadi Rp
246,47 Miliar pada 2017, �Ini karena efek Pilkada di beberapa wilayah selama
tahun 2017,� ucap Eko.
Masih
dari sisi pengeluaran pula, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) juga mengalami
pertumbuhan dari Rp 9.715,48 Miliar pada Tahun 2016 menjadi Rp 10.309,60 Miliar
pada Tahun 2017. Hal itu dikarenakan belanja modal pemerintah baik yang
dibiayai dari APBN maupun APBD selama 2017 tercatat mengalami kenaikan.
Berdasarkan
data BPS diolah, share perekonomian
Gorontalo terhadap perekonomian Total Sulawesi cenderung mengalami penurunan
dengan persentase 4,15 persen menurun hingga 3,98 persen di tahun 2017.
Kesimpulan
Berdasarkan
Hasil perhitungan Indeks Williamson diketahui bahwa tingkat ketimpangan di
Pulau Sulawesi Tengah masih termasuk kategori tinggi. Berdasarakan hasil Tipologi Klassen diketahui bahwa provinsi yang masih
termasuk kategori daerah tertinggal adalah Sulawesi Tenggara, Gorontalo,
Sulawesi Utara
BIBLIOGRAFI
Bouincha, Mohamed, & Karim, Mohamed. (2018).
Income inequality and economic growth: An analysis using a panel data. International
Journal of Economics and Finance, 10(5), 242. Google Scholar
Cingano,
Federico. (2014). Trends in income inequality and its impact on economic
growth. Google Scholar
Dewanta,
Awan Setya. (2004). Otonomi dan pembangunan daerah. Unisia, 325�329. Google Scholar
Djojohadikusumo,
Sumitro. (1994). Perkembangan Pemikiran Ekonomi Dasar Teori Ekonomi
Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. Google Scholar
Dornbusch,
Rudiger, Fischer, Stanley, & Startz, Richard. (2008). Makroekonomi, Edisi
10. PT. Media Global Edukasi, Jakarta. Google Scholar
Faisal,
Basri. (2002). Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan Bagi Kebangkitan
Indonesia. Jakarta: Erlangga. Google Scholar
Idowu,
Khadijah A., & Adeneye, Yusuf Babatunde. (2017). Inequality and economic
growth: An analysis of 8-Panels. Journal of Economics and Public Finance,
3(2), 173�187. Google Scholar
Irawan,
M. Suparmoko, & Suparmoko, M. (2002). Ekonomika Pembangunan edisi keenam. Yogyakarta:
BPFE. Google Scholar
İSAGİLLER,
Alpaslan. (2011). A cross-country investigation of inequality and growth with
Theil indexes. İstanbul �niversitesi İktisat Fak�ltesi
Mecmuası, 61(2), 111�142. Google Scholar
Islami,
Fitrah Sari, & Nugroho, S. B. M. (2018). Faktor-faktor mempengaruhi
ketimpangan wilayah di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Media Ekonomi Dan
Manajemen, 33(1). Google Scholar
Jhingan,
M. L. (2010). Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan (Cetakan Ketiga belas). Jakarta:
PT. Rajagrafindo Persada. Google Scholar
Kuncoro,
Mudrajad. (2004). Metode Kuantitatif: Teory dan aplikasi untuk Bisnis dan
Ekonomi. Ed 2. Google Scholar
Mopangga,
Herwin. (2014). Analisis ketimpangan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di
Provinsi Gorontalo. Trikonomika Journal, 10(1), 40�51. Google Scholar
Mubyarto.
(1995). Pengantar Ekonomi Pertanian. PT. Pustaka LP3ES Indonesia,
anggota IKAPI. Jakarta. Google Scholar
Mulyadi,
Subri. (2006). Ekonomi sumber daya manusia dalam perspektif pembangunan.
Nasir,
Moh. (1998). Metode Penelitian, cetakan ketiga. Ghalia, Jakarta. Google Scholar
Nurhuda,
Rama. (2013). Analisis Ketimpangan Pembangunan (Studi di Provinsi Jawa Timur
Tahun 2005-2011). Brawijaya University. Google Scholar
Rochana,
Siti Herni. (2014). Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah Pada Era Otonomi Daerah
Di Indonesia. Tersedia Di Http://Sappk. Itb. Ac.
Id/Spe/Wpcontent/Uploads/2013/11/Otonomi Daerah-Sayembara. Pdf, Diakses Pada,
15. Google Scholar
Sjafrizal,
& Elfindri. (2008). Ekonomi regional: Teori dan aplikasi. Baduose
Media. Google Scholar
Sjafrizal,
S. (2012). Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
PT. Raja Grafindo Persada. Google Scholar
Sukirno,
Sadono. (2011). Makro ekonomi teori pengantar edisi ketiga. Rajawali Pers,
Jakarta. Google Scholar
Syarif,
Shyahrial. (1991). Industri Kecil dan Kesempatan Kerja. Pusat Penelitian
Universitas Andals, Padang. Google Scholar
Tambunan,
Tulus T. H. (2003). Jakarta: Penerbit: Ghalia. Perekonomian Indonesia:
Beberapa Masalah Penting. Google Scholar
Tarigan,
Robinson. (2005). Ekonomi regional. PT Bumi Aksara. Jakarta. Google Scholar
Tjiptoherijanto,
Prijono. (1997). Prospek perekonomian Indonesia dalam rangka globalisasi.
Rineka Cipta. Google Scholar
Copyright holder: Farida Millias Tuty, Novita
Sari, Andi Herman Jaya, Ahmad Syatir (2022) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |