Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 4, April 2023

 

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN DIMASA PANDEMI COVID-19

 

Asri Lasatu, Surahman, Manga�Patila, Gunawan Arifin

Faculty of Law, Tadulako University, Palu

Email: [email protected]

 

Abstrak

Setiap orang adalah konsumen tanpa melihat kedudukan hukum dan status sosialnya. Pemerintah dan pelaku usaha serta profesi lainnya saat menggunakan barang/jasa orang lain kedudukannya menjadi konsumen. Sejak manusia dalam kandungan sampai meninggal dunia adalah konsumen. Oleh karena itu hukum memberikan perlindungan agar tidak dirugikan kepentingannya oleh pelaku usaha, baik dalam keadaan normal maupun saat terjadi keadaan darurat seperti saat ini, dimana Indonesia dan seluruh dunia dilanda Pandemi Covid-19. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pola prilaku konsumen selama Pandemi Covid-19 dalam memenuhi kebutuhan hidupnya?. Penelitian empiris dengan menggunakan beberapa pendekatan, data dianalisa secara kualitatif-kuantitatif, dan hasilnya berbentuk deskriptif analitik. Kesimpulan penelitian adalah selama pandemi Covid-19 perilaku konsumen berubah terutama pada aspek pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dan upaya meningkatkan imunitas. Olehnya, di masa Pandemi Covid-19 pemerintah harus meningkatkan perannya sebagai pengayon dan pelindung konsumen.

 

Kata kunci: Covid-19; Keadaan Darurat; Konsumen; Perlindungan.

 

Abstract

Everyone is a consumer regardless of legal standing and social status. The government and business actors and other professions when using other people's goods/services are consumers. Since humans are in the womb until they die are consumers. Therefore the law provides protection so that business actors do not question their interests, both under normal circumstances and during emergencies like now, where Indonesia and the whole world are being hit by the Covid-19 Pandemic. The solution in this research is how are consumer behavior patterns during the Covid-19 Pandemic in meeting their needs? Empirical research using several approaches, analyzed qualitative-quantitative data, and the results are in the form of analytic descriptive. The conclusion of the research is that during the Covid-19 pandemic, consumer behavior changed, especially in aspects of fulfilling daily needs and efforts to increase immunity. Therefore, during the Covid-19 Pandemic, the government had to increase its closure as a protector and consumer protector.

 

Keywords: Covid-19; Emergency; User; Protection

Pendahuluan

Hubungan hukum konsumen dengan pelaku usaha merupakan hubungan keperdataan yang tunduk pada hukum privat (Moniung, 2015). Namun demikian, kedudukan konsumen secara sosiologis berada pada posisi yang lemah. Olehnya, kehadiran pemerintah sebagai regulator dalam hubungan tersebut bertujuan memberikan perlindungan hukum kepada konsumen, sehingga kepentingannya tidak dirugikan oleh pelaku usaha.� Kehadiran pemerintah dalam hubungan tersebut diwujudkan dalam bentuk pembentukan peraturan perundang-undangan yang mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak serta wewenang pemerintah (Rosadi, 2020).

Salah satu regulasi yang dibentuk oleh pemerintah adalah UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Tujuan pembentukan undang-undang a quo adalah: (a) meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; (b) mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa; �(c) meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen; (d) menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi; �(e) menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha; (f) meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Undang-undang a quo dibuat untuk mengatur hubungan konsumen dengan pelaku usaha dalam keadaan normal. Artinya, pembentuk undang-undang pada saat itu belum mempertimbangkan bahwa suatu saat hubungan konsumen dan pelaku usaha akan berada dalam keadaan tidak normal seperti saat ini dimana Bangsa Indonesia dan seluruh bangsa-bangsa di dunia mengalami keadaan yang tidak normal dengan merebaknya wabah penyakit Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Corona Virus merupakan sekumpulan virus yang dapat menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan dari flu biasa hingga penyakit yang sifatnya sangat parah (Asngari & Wibowo, 2021).� Pandemi COVID-19 telah merubah tatanam kehidupan manusia termasuk tatanam berhukum, khususnya dalam bidang perlindungan konsumen.

Dalam keadaan normal saja, sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah tentang keberadaan UUPK, belum membuahkan hasil maksimal, apalagi disaat Pandemi seperti saat ini. Ketertarikan dan kepedulian masyarakat untuk mengetahui hak-haknya sebagai konsumen sebelum masa pandemi masih rendah, apalagi dalam suasan pandemi Covid-19.

Jika pengetahuan masyarakat terhadap UUPK hingga akhir Tahun 2020 sebesar 64,1% (319 responden) Murni (2015), maka dapat diduga bahwa di masa Pandemi Covid-19 ini perlindungan hukum terhadap konsumen akan semakin melemah. Kewaspadaan dan kesadaran hukum masyarakat akan dibenturkan keadaan yang serba sulit dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Akibatnya, kepentingan atas perlindungan hukum konsumen menjadi sekunder.

Penomena Pandemi Covid-19 yang melanda seluruh belahan dunia menjadi isu utama dalam penelitian ini. semua orang di negara manapun merasakan dampak sosial, ekonomi dan kesehatan yang banyak memakan korban jiwa.� Update 17 November 2021, WHO merilis data total meninggal di seluruh dunia adalah 5.112.461 orang, 143.698 orang Indonesia, dan 1.599 orang berasal dari Provinsi Sulawesi Tengah (Covid, 2020).� Yang terkonfirmasi secara nasional adalah 4.251.945 orang dan Provinsi Sulawesi Tengah menyumbang sebanyak 47.099 (1,1%).

Atas pertimbangan tersebut, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pihak-pihak terkait termasuk perguruan tinggi perlu melakukan upaya-upaya tertentu yang berpihak pada kepentingan konsumen, agar konsumen selama masa pandemi Covid-19 tidak menjadi korban ekploitasi pelaku usaha, mengingat tidak ada kepastian kapan berakhirnya Pandemi COVID-19 (Dzaky & Arisman, 2021).

Kebijakan pemerintah sejak terjadinya Pandemi Covid-19 telah mengubah pola hidup masyarakat, termasuk dalam bidang pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa � Bali yang mulai berlaku Tanggal 11 Januari 2021 berdampak besar terhadap perekonomian keluarga. Pembatasan waktu kerja dan ruang gerak untuk melakukan aktivitas ekonomi berakibat pada menurunnya pendapatan masyarakat, yang bermuara pada lemahnya daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Kondisi demikian bisa berdampak buruk terhadap masyarakat (konsumen) pada saat berbelanja. Pemilihan barang belanjaan lebih mempertimbangkan aspek harga ketimbang kwalitas barang. Dengan pendapatan (uang) seadanya bisa mendapat barang kebutuhan hidup (terutama sembako) sesuai kebutuhan keluarga. Faktor kuantitas menjadi pertimbangan utama, sedangkan kwalitas barang terabaikan, karena keadaan ekonomi yang mengharuskan mereka berprilaku demikian. Ketidakberdayaan konsumen, dapat dimanfaatkan oleh para pelaku usaha untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar, misalnya barang tidak layak jual akan tetap di jual dengan iming-iming harga murah, menawarkan dan mempromosikan barang dagangan tidak sesuai dengan kwalitas barang, atau melakukan penjualan on line yang saat ini trending dikalangan masyarakat pengguna android (Anthonia, 2015). Singkatnya, bahwa kekuatan ekonomi pelaku usaha terutama di masa pandemi Covid-19 dapat disalah gunakan jika tidak dibarengi dengan pengawasan oleh pemerintah. Harapan akan kesadaran pelaku usaha untuk patuh dan memenuhi segala kewajiban hukumnya sebagaimana diatur dalam UUPK belumlah cukup memberi harapan kepada konsumen akan pemenuhan hak-hak normatifnya. Kurangnya kesadaran hukum pelaku usaha di perparah� dengan minimnya pengetahuan dan pemahaman hukum konsomen atas keberadaan UUPK beserta peraturan pelaksanaannya.

Alasan Peneliti mengambil judul tersebut karena selama Pandemi Covid-19, banyak kepentingan konsumen terabaikan, baik oleh pemerintah dan pemerintah daerah maupun oleh konsumen itu sendiri. Selain itu, beberapa wilayah di Provinsi Sulawesi Tengah masuk dalam zona merah.

 

 

Rumusan Masalah

1. Bagaimana pola prilaku konsumen selama Pandemi Covid-19 dalam memenuhi kebutuhan hidupnya? 2. Apa upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah selama Pandemi Covid-19 dalam rangka melindungi kepentingan konsumen?

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui dan menganalisa pola prilaku konsumen selama Pandemi Covid-19 dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. (2) Untuk mengetahui dan menganalisa upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah selama Pandemi Covid-19 dalam rangka melindungi kepentingan konsumen.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif-empiris yaitu penelitian hukum normatif yang didukung dan dilengkapi data empiric Irwansyah (2020c), dengan pendekatan mix method. Penggunaan pendekatan tersebut peneliti akan mengkaji baik dari segi normatif ataupun segi sosiologi hukum Aedi (2020), terkait dengan pola prilalku konsumen dimasa Pandemi Covid-19 dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, serta upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum kepada konsumen.

Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya (data lapangan) melalui observasi, wawancara dan kuisioner. Data Sekunder atau data kepustakaan, diperoleh melalui kegiatan penelusuran berbagai literatur atau dokumen-dokumen terkait lainnya. Penelitian ini dilaksanakan Provinsi Sulawesi Tengah dengan menetapkan Kota Palu, dan Kabupaten Sigi sebagai lokasi melakukan observasi dan wawancara, sedangkan kuisioner di sebarluaskan secara on line keseluruh wilayah Provinsi Sulawesi Tengah.

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan masyarakat sebagai konsumen di Provinsi Sulawesi Tengah serta pejabat pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, Kota Palu dan Kabupaten Sigi.� Sedangkan sampel terdiri dari:

Konsumen ����� = 300 orang,

Informan�������� = Pejabat perangkat daerah terkait

 

Data yang diperoleh melalui penyebaran kuisioner, wawancara, diskusi interaktif maupun observasi akan dianalisa secara bertahap sesuai dengan pengelompokan permasalahan. Analisis dilakukan dalam bentuk deskripsi analisis (descriftif analitic) yang di dalamnya terkandung kegiatan yang sifatnya memaparkan, menelaah, mensistimatisasikan, menafsirkan, dan mengevaluasi. Hasil dari penelitian ini akan disajikan dalam bentuk deskriftif, yaitu menggambarkan secara obyektif dan konprehensip bagaimana peranan BPSK di Provinsi Sulawesi Tengah.

Pengolahan data kuantitaif dilakukan melalui tabulasi (model distribusi frekuensi) dengan rumus sebagai berikut:

������ ʄ

������ P =������������������ x 100%

������ n

 
�����������������������

 

 

P = Persentase

ʄ = Frekuensi

n = jumlah sampel

 

Hasil dan Pembahasan

Tujuan pembentukan Negara Indonesia adalah melindungi dan mensejahteraan seluruh rakyat. Olehnya itu, negara terutama pemerintah bertanggungjawab atas pemenuhan hak konstitusinal Budijanto (2017),� setiap warga negara untuk mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum yang adil sebagai amanat Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945. Perlindungan hukum merupakan manifestasi negara hukum Indonesia yang dalam catatan sejarah meliputi serangkaian catatan kejadian penting dan jejak peristiwa mengenai hukum yang berlaku di masa lalu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan perjalanan hukum Indonesia hingga saat ini. Sejarah hukum Indonesia membentang jauh sebelum Proklamasi kemerdekaan (Irwansyah, 2020b). Hukum nasional Indonesia merupakan perpaduan 3 (tiga) sistem hukum yaitu sistem hukum Eropa Kontinental, sistem hukum adat, dan sistem hukum agama (khususnya Islam) (Abra, 2016). Setiap sistem hukum memiliki ciri menonjol dan karakteristik yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan sistem hukum berimplikasi positif pada tersedianya alternatif untuk penguatan sistem hukum yang dipraktikkan dan dikembangkan disetiap negara (Irwansyah, 2020a).

Perlindungan hukum merupakan konsep universal yang berlaku pada semua negara yang menganut paham atau kedaulatan hukum. Olehnya, tidak berlebihan jika konsep tersebut banyak di kaji dan dikembangkan oleh ahli hukum, negarawan, termasuk pemerhati politik dan demokrasi.� F.H. van der Burg, dalam bukunya Rechtbescherming tegen de Overheid, sebagaimana dikutip oleh Philipus M. Hadjon membagi dua perlindungan hukum bagi rakyat yaitu perlindungan hukum yang preventif dan perlindungan hukum yang bersifat represif. Perlindungan hukum preventif mencegah terjadinya sengketa sedangkan perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Fokus utama penelitian ini adalah perlindungan hukum konsumen dimasa Pandemi COVID-19.

 

A.    Pola Prilaku Konsumen Selama Pandemi COVID-19

Pandemi COVID-19 membawa perubahan prilaku manusia. Interaksi sosial yang menjadi karakter dan kultur Bangsa Indonesia menjadi terpinggirkan. Kepedulian sosial semakin berkurang, seolah-olah masyarakat digiring ke peradaban yang kapitalis. Setiap orang lebih banyak memikirkan kepentingan diri sendiri dan mengabaikan kepentingan orang lain, hanya berpikir bagaimana bisa bertahan hidup atau setidaknya dapat memenuhi kebutuhan, singkatnya berpikir sekuler dan pragmatis merupakan cara terbaik bertahan dan mempertahankan hidup dan kehidupan. Pemberlakuan PPKM merupakan momok yang sangat menakutkan bagi sebagian orang, terutama bagi masyarakat yang penghasilannya tidak menentu atau bahkan kehilangan penghasilan dengan penerapan PPKM.

Data pada Diagram 5 menunjukan bahwa betapa besarnya (61,8%) pengaruh Pandemi COVID-19 terhadap pendapatan masyarakat. Selain pendapatan yang berkurang, pembatasan kegiatan masyarakat juga akan berpengaruh terhadap pola prilaku konsumen dalam melakukan interaksi termasuk saat bertransaksi baik dalam keadaan normal maupun tidak normal, konsumen telah dilindungi hak-haknya. Hal ini tidak terlepas dari kedudukan konsumen yang secara sosiologis berada pada posisi yang lemah. Olehnya, UUPK telah mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak sebagai pedoman dalam bertransaksi selama Pandemi COVID-19, beberapa hak konsumen terabaikan misalnya hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa, hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, dan hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Ketiga hak tersebut, akan terabaikan baik oleh pelaku usaha maupun oleh konsumen itu sendiri.

Kebijakan PPKM yang didukung dengan kemajuan teknologi melalui belanja online merupakan penyebab utama. PPKM membatasi pertemuan tatap muka antara konsumen dengan pelaku usaha, sehingga komunikasi antar keduanya terputus. Sementara belanja online merupakan gaya hidup baru bagi golongan masyarakat tertentu. Namun, dimasa Pandemi COVID-19 belanja online merupakan salah satu pilihan bagi banyak orang dalam mengurangi interaksi sebagai upaya pencegahan penularan COVID-19.


Disatu sisi Belanja online dapat menyelesaikan satu masalah khususnya menghindari pertemuan langsung sebagai upaya mencegah COVID-19, namun disisi lain menimbulkan masalah di bidang perlindungan hak-hak konsumen. Interaksi lewat dunia maya (online) sangat riskan terjadinya penipuan, baik atas jenis dan kualitas barang, maupun harga yang ditawarkan oleh penjual online. Diagram 1 menunjukkan kecenderungan masyarakat berbelanja secara online.

Diagram 1

Model Transaksi (Belanja) Konsumen Selama Pandemi COVID-19

 

Tren masyarakat menggunakan saranan belanja online cukup signifikan. Lebih dari setengah responden memilih menggunakan transaksi secara online jika dibandingkan dengan responden yang melakukan belanja secara ofline. (13,6% berbanding 24,3%). Data ini menunjukkan bahwa, penggunaan teknologi dalam bertransaksi harus direspon oleh pemerintah, karena UUPK beserta peraturan pelaksanaannya belum mengatur model transaksi secara online. Diagram 11 menunjukkan pentingnya regulasi pemerintah terkait dengan belanja online. 71,1% responden menyatakan pernah dirugikan oleh pelaku usaha dalam bertransaksi secara online.


Diagram 2

Tanggapan Responden atas Belanja Online

Terkait dengan kerugian yang dialami konsumen, hanya 1,3% (4 responden) yang melaporkan ke pihak yang berwenang. Data tersebut bersesuaian dengan penjelasan BPSK Kota Palu, bahwa selama penerapan PPKM di Kota Palu dan daerah lainnya di Provinsi Sulawesi Tengah, laporan atau pengaduan konsumen sangat berkurang di banding sebelum penerapan PPKM.�� Demikian pula penjelasan Ketua YLKI Provinsi Sulawesi Tengah bahwa selama masa Pandemi COVID-19 tidak ada laporan atau pengaduan konsumen ke YLKI. Penyebabnya karena adanya pembatasan kegiatan masyarakat melalui kebijakan PPKM.


Diagram 3 menggambarkan bahwa masyarakat pada umumnya kawatir (50,2%) dan sangat kwatir (28,9%) terhadap perkembangan variant Covid-19 yang saat itu melanda beberapa negara di dunia seperti Inggris dan India yang kemudian menyebar ke Indonesia. Hal ini yang mendorong sebagian besar konsumen meningkatkan imunitasnya dan menjaga kesehatan (88,7%) walaupun mayoritas (86,6%) konsumen belum pernah dinyatakan positif terpapar Covid-19.

Diagram 3

Penyintas COVID-19

 

Walaupun pendapatan konsumen berkurang (49,5%), yang berdampak terhadap berkurangnya kemampuan memenuhi kebutuhan hidup keluarga (54,2%) tetapi hasrat untuk menjaga kesehatan dan meningkatkan imunitas berbanding lurus dengan tingkat kekwatiran terpapar Covid-19 terutama dengan variant baru. Upaya yang dilakukan oleh konsumen dalam menjaga kesehatan dan meningkatkan imunitas bersifat natural yakni dengan memanfaatkan berbagai sayuran dan buahan yang ada disekitar mereka, dan tidak memerlukan� biaya tinggi (hight cost) untuk mendapatkan. Dari 301 responden sebanyak 49,5%) menkonsumsi buah dan sayuran lokal yang dipercaya dapat meningkatkan imunitas. 48,8% yang menkonsumsi makanan herbal (vitamin dll), dan sisanya mengkonsumsi obat-obatan kimia, dan tidak ada yang memilih� menkonsumsi buah dan sayuran import. Ketiadaan memilih buah dan sayuran import dapat di maklumi karena harganya lebih mahal dibandingkan dengan buah dan sayuran lokal, sementara higienes lebih terjamin produk lokal. Disisi lain, pemilihan buah dan sayuran lokal yang harganya lebih murah terkait dengan kemampuan daya beli masyarakat yang menurun sejak

Pandemi Covid-19 melanda Indonesia.

Diagram 4

Upaya Peningkatan Imunitas Melalui Makanan

 

B.  Perlindungan Konsumen di masa Pandemi COVID-19.

Perubahan pola sikap dan perilaku konsemun tersebut di atas, sebagai respon terhadap kondisi masyarakat yang dilanda ketakutan/kepanikan, dan serba kekurangan. Hal ini bisa berdampak positif sebagai peningkatan kesadaran rasional, namun di sisi lain akan dimanfaatkan oleh pelaku bisnis yang hanya mengejar keuntungan ekonomi semata dengan mengumpulkan barang dan menjualnya dengan harga tinggi, ataupun bahaya penipuan melalui cyber (Hidayat, 2020).� Hal demikian akan berdampak pada perlindungan hak-hak konsumen terhadap praktek-praktek ekonomi yang tidak sehat. Keberadaan negara merupakan sebuah keniscayaan dalam merespon perilaku buruk praktek-praktek ekonomi sebagai upaya melindungi hak-hak dasar konsumen. Langkah-langkah darurat oleh negara tidak hanya didasarkan oleh regulasi nasional yang ada, namun dapat menggunakan regulasi internasional terkait hak-hak azasi internasional yang sudah diratifikasi.

Kovenan Internasional Hak-hak Sipil, ekonomi dan Budaya yang telah diratifikasi melalui Undang-undang No. 12 Tahun 2005 merupakan salah satu intrumen yuridis untuk melindungi hak-hak dasar konsumen di masa pandemi covid-19, sebagaimana ketentuan tersebut menekankan bahwa: �langkah-langkah untuk untuk mencegah, mengatasi dan mengontrol suatu endemic dan epidemic penyakit merupakan kewajiban mutlak negara dan harus diimplementaikantanpa diskriminasi� khususnya terhadap kelompok rentan dan marginal�. Mencermati substansi Undang-undang 12 tahun 2005 sebagaimana tersebut di atas, yang mewajibkan negara untuk mengambil langkah taktis dan strategis tanpa diskrimkisasi terhadap suatu kondisi sebagai akibat pandemi menjadi jaminan pelindungan konsumen atas potensi praktek-praktek bisnis yang tidak adil, menyesatkan dan merugikan konsumen khususnya yang dapat merugikan kelompok konsumen rentan. Dengan demikian pemerintah baik ditingkat pusat ataupun di daerah wajib memastikan bahwa perlindungan konsumen wajib terpenuhi, sebagai tugas utamanya untuk melindungi kepentingan dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang dibawah kuasanya.�

Dalam keadaan pandemi COVID-19, berbagai masalah ekonomi sulit dihindari, antara lain kelangkaan kebutuhan pokok masyarakat, rusaknya pasokan distribusi, serta penimbunan barang-barang tertentu oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Masalah tersebut dapat menyebabkan melonjaknya harga barang kebutuhan pokok masyarakat dipasaran. Dalam keadaan demikian, pemerintah harus melaksanakan amanat konstitusi yang menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum yang harus ditegakkan dalam praktek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Garfes, 2022). �Tindakan tegas pemerintah dapat menjaga dan menjamin ketersediaan barang dengan harga yang terjangkau, sehingga konsumen terutama kelompok rentan dan miskin mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun demikian, partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk mendukung political will pemerintah, sebab partisipasi merupakan konsekuensi logis dari negara yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat (Firdaus, 2022).

�Berkurangnya pendapatan masyarakat sebagai Impact pandemi Covid-19, menyebabkan pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan di bidang ekonomi dengan tujuan mempertahankan pendapatan perkapita. Namun kebijakan tersebut tidak mampu membantu masyarakat terutama masyarakat yang bekerja pada sektor nonformal dan informal. Banyak perusahaan yang harus tutup sebagai langkah pencegahan penyebaran Covid-19, pekerja harus bekerja dari rumah (work from home) serta pembatasan-pembatasan lainnya yang menyebabkan masyarakat tidak dapat bekerja secara normal. Dalam keadaan yang serba sulit, harapan konsumen tertuju pada bantuan atau subsidi pemerintah, termasuk perlindungan hak-hak konsumen.

Berbagai regulasi telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat sebagai upaya mencegah penyebaran COVID-19 sekaligus melindungi kepentingan konsumen yang secara sosial ekonomi mengalami kelemahan di banding sebelum Pandemi COVID-19. Trauma berkepanjangan semakin menurunkan kemampuan sosial ekonomi masyarakat. Dalam keadaan demikian, kehadiran pemerintah sangat diperlukan oleh masyarakat.

Penerapan PPKM tidak cukup membantu masyarakat dalam mengatasi masalahnya, justru berdampak sebaliknya jika dilihat dari aspek ekonomi. Kebijakan PPKM merupakan pendekatan kesehatan, tapi dari sisi sosial ekonomi menyebabkan psikologi masyarakat terpuruk.


Beberapa Permenkes yang telah diuraikan pada Bagian 4.2 belum cukup mengakomodir kepentingan konsumen. Intervensi pemerintah dengan melibatkan berbagai kementerian dan lembaga non kementerian belum neyentuh secara materil perlindungan konsumen sebagaimana diatur dalam UUPK. Hal dapat tergambar pada Diagram 5.

 

Diagram 5

Perlindungan Konsumen di Masa Pandemi COVID-19

 

Mayoritas responden (55,1%) tidak mengetahui tentang pelaksanaan perlindungan konsumen oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Hasil ini bersinergi dengan pengetahuan konsumen terhadap keberadaan UUPK Murni (2015) yang hingga saat ini telah berumur 22 Tahun. Namun demikian, berbagai upaya telah dilaksanakan oleh pemerintah antara lain melakukan pemeriksaan di toko-toko, swalan dan tempat-tempat lain yang menjadi sasaran konsumen bertransaksi. Tujuan adalah memastikan bahwa barang yang dijual atau di tawarkan oleh pelaku usaha tidak merugikan konsumen. Dinas Perindustrian dan Perdangan Provinsi Sulawesi Tengah telah melakukan beberapa kali Sidak untuk memastikan terjadi kecurangan yang merugikan kepentingan konsumen. Namun Sidak yang dilakukan secara kawantitaif mengalami penurunan karena adanya kebijakan pemberlakuan PPKM.� Lebih lanjut, dijelaskan bahwa Pandemi Covid-19 terutama saat penerapan PPKM di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tengah, kegiatan pengawasan dalam bentuk turun kelapangan melakukan pemeriksaan barang secara kuantitas berkurang. Namun, pengawasan barang-barang yang masuk kewilayah Provinsi Sulawesi Tengah baik melalui udara, laut, maupun darat tetap diperketat. Tujuan adalah, melindungi kepentingan konsumen agar tidak membeli dan mengkonsumsi barang yang tidak sesuai dengan standar nasional.

Kurangnya sosialisasi menyebabkan konsumen kurang mengetahui hak dan kewajibannya. Demikian pula, upaya pencegahan melalui Sidak yang dilakukan oleh pemerintah daerah kurang terekspose sehingga masyarakat menganggap tidak ada tindakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Diagram 6 menggambarkan bahwa 73,8% responden menyatakan bahwa perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebelum dan selama Pandemi COVID-19 sama saja.

��

Diagram 6

Perlindungan Pemerintah Daerah selama COVID-19

 

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pembatasan aktivitas masyarakat (konsumen) melalui Kebijakan PPKM menyebabkan pendapatan konsumen berkurang yang mengakibatkan. Akibatnya pemenuhan pokok hidup konsumen kurang terpenuhi. Selain itu, kebijakan PPKM memaksakan konsumen berbelanja secara online sebagai dalam rangka menghindari interaksi langsung dengan penjual sebagai upaya pencegahan penyebaran COVID-19. Sebagai upaya perlindungan konsumen di masa Pandemi COVID-19, pemerintah daerah telak menindaklanjuti kebijakan dan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Pemberian subsidi, pengawasan terhadap pemberlakuan PPKM, pengawasan terhadap barang-barang yang masuk ke daerah, pelaksanaan Sidak merupakan rangkaian tindakan yang dilakukan secara masiv dan intens oleh pemerintah daerah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Abra, E. H. (2016). Perubahan Sistem Hukum Menuju Jati Diri Sebuah Negara. Jurnal Pembaharuan Hukum, 3(2), 264�273.

 

Aedi, A. U., Lazuardi, S., & Putri, D. C. (2020). Arsitektur Penerapan Omnibus Law Melalui Transplantasi Hukum Nasional Pembentukan Undang-Undang. Jurnal IIlmiah Kebijakan Hukum, 14(1), 6.

 

Anthonia, S. (2015). Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Penyalahgunaan Promo Berhadiah Yang Dilakukan Oleh Pelaku Usaha. Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura, 3(4).

 

Asngari, H., & Wibowo, P. (2021). Respon masyarakat terhadap kebijakan pembebasan narapidana dalam rangka penanggulangan penyebaran Coronavirus COVID-19 di Dusun Punjul Desa Punjul Kecamatan Karangrejo Kabupaten Tulungagung. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, 165�180.

 

Budijanto, O. W. (2017). Peningkatan Akses Bantuan Hukum Kepada Masyarakat Miskin (Intensify Access of Law Aids To the Poor). Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 16(4), 463�475.

 

Covid, G. T. P. P. (2020). Informasi terbaru seputar penanganan COVID-19 di Indonesia. Retrieved from Covid19. Go. Id.

 

Dzaky, L. F., & Arisman. (2021). Analisis Lingkungan Strategis Pencegahan Penyebaran Covid-19 di Rutan Kelas IIB Kudus. Jurnal Ilmiah Kebijakan Huku, 15(2), 200.

 

Firdaus, F. R. (2022). Public Participation After the Law-Making Procedure Law of 2022. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, 16(3), 500.

 

Garfes, H. P. (2022). W Enforcement Of Unregistered Marriage Practices In Indonesia Lawrence Meir Friedman�s Legal Effective Perspective. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, 16(3), 520.

 

Hidayat, P. (2020). Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Hak-Hak Pekerja; Sebuah Panduan Akses terhadap Keadilan. Institute for Criminal Justice Reform, Jakarta.

Irwansyah. (2020a). Kajian Ilmu Hukum. Mirra Buana Media.

 

Irwansyah. (2020b). Refleksi Hukum Indonesia. Mirra Buana Media.

 

Irwansyah. (2020c). Penelitian Hukum, Pilihan Metode dan Praktik Penulisan Artikel (2nd ed.). Mirra Buana Media.

 

Moniung, E. R. (2015). Perjanjian Keagenan dan Distributor dalam Perspektif Hukum Perdata. Lex Privatum, 3(1).

 

Murni, M., & MTVM, S. M. (2015). Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sebagai Perwujudan Perlindungan Hak Konsumen. Arena Hukum, 8(2), 203�216.

 

Rosadi, A. G. (2020). Tanggung Jawab Notaris Dalam Sengketa Para Pihak Terkait Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (Ppjb) Yang Dibuatnya. JCH (Jurnal Cendekia Hukum), 5(2), 243�259.

Copyright holder:

Asri Lasatu, Surahman, Manga�Patila, Gunawan Arifin (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: