Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 12, Desember
2022
PERTIMBANGAN HAKIM MENOLAK PEMBELAAN
TERPAKSA DALAM PUTUSAN HAKIM TINDAK PIDANA PASAL 351 AYAT 3 KUHP DITINJAU DARI
KEADILAN DAN KEPASTIAN HUKUM
Lisa Andriani,
Fadillah Sabri, A. Irzal Rias, Ilhamda Fattah Kaloko
Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Andalas, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Terdapat beberapa keadaan yang menyebabkan perbuatan pidana tidak dipidana. Hal tersebut dikenal dengan alasan peniadaan pidana, salah satunya karena pembelaan terpaksa. Rumusan masalah penelitian ini : 1) Bagaimanakah Dasar Pertimbangan Hakim Menolak Perbuatan Pembelaan Terpaksa Dalam Putusan Hakim Terhadap Tindak Pidana Pasal 351 ayat (3) KUHP Putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor 373/Pid. B/2020/PN Pdg? 2) Bagaimanakah Pembuktian Oleh Hakim Terhadap Tindak Pidana Pasal 351 Ayat 3 KUHP Ditinjau Dari Keadilan dan Kepastian Hukum Dalam Putusan Pengadilan Nomor� 373/Pid.B/2020/PN Pdg? Kesimpulan : 1)Bahwa putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa kurang tepat, hakim menyatakan tidak adanya unsur pembelaan terpaksa yang terdapat pada Pasal 49 ayat 1 KUHP dan hakim melihat dari unsur-unsur perbuatan pidana yaitu penganiayaan mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang serta hakim tidak menjelaskan dalam putusan terhadap pembelaan terpaksa sebagai peniadaan pidana. 2) Ditinjau Dari Keadilan dan Kepastian Hukum dalam Putusan Pengadilan Nomor� 373/Pid.B/2020/PN Pdg, kesalahan melalui pembuktian akan ditentukan bersalah atau tidak melakukan tindak pidana, apabila kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang terdapat dalam Pasal 184 KUHAP dan keyakinan hakim
Kata kunci: Pertimbangan hakim, Pembelaan Terpaksa, Tindak Pidana Penganiayaan, Keadilan, Kepastian Hukum
Abstract
Abstract
There are several circumstances in which criminal acts are not punished. This
is known as the reason for criminal omission, one of which is because the
defense is forced. The formulation of this research problem: 1) What is the
Basis for Consideration of Judges Rejecting Forced Defense Actions in the
Judge's Decision against Criminal Acts Article 351 paragraph (3) of the
Criminal Code Padang District Court Decision Number 373 / Pid. B/2020/PN Pdg?
2) How is the Judge's Evidence of Criminal Acts Article 351 Paragraph 3 of the
Criminal Code Reviewed from Justice and Legal Certainty in Court Decision No.
373/Pid.B/2020/PN Pdg? Conclusion : 1)That the verdict handed down to the
accused was not appropriate, the judge stated that there was no element of forced
defense contained in Article 49 paragraph 1 of the Criminal Code and the judge
looked at the elements of criminal acts, namely persecution resulting in the
loss of a person's life and the judge did not explain in the judgment against
the forced defense as a criminal omission. 2) Reviewed from Justice and Legal
Certainty in Court Decision No. 373/Pid.B/2020/PN Pdg, errors through proof
will be determined guilty or not of committing a criminal act, if the guilt of
the defendant can be proven by the evidence contained in Article 184 of the
Criminal Procedure Code and the judge's conviction
Keywords:
Judge's Consideration, Forced Defense, Crime of
Persecution, Justice, Legal Certainty
Pendahuluan
Perbuatan yang sering dilanggar oleh banyak manusia yaitu perbuatan pidana. Pada dasarnya perbuatan pidana adalah perbuatan yang melanggar peraturan pidana, diancam dengan hukuman dan dilakukan dengan kesalahan, kesalahan tersebut harus dipertanggungjawabkan. Simons memberikan definisi hukum pidana sebagaimana yang di kutip oleh (Rhiti, 2015) yaitu : �hukum pidana adalah kesemuanya perintah-perintah dan larangan-larangan yang diadakan oleh negara dan yang diancam dengan suatu nestapa (pidana) barangsiapa yang tidak mentaatinya, kesemuanya aturan-aturan untuk mengadakan (menjatuhi dan menjalankan pidana� . Semua hukum memiliki tujuan yang sama, tidak berbeda-beda satu dengan yang lain, yaitu untuk mencapai suatu keadaan dalam kehidupan manusia yang berhubungan satu sama lain, baik di lingkungan yang sederhana misalnya dalam keluarga maupun di lingkungan yang lebih kompleks seperti kehidupan dalam masyarakat luas, agar di dalamnya terdapat suatu kondisi yang memiliki keharmonian, keteraturan, kepastian hukum dan hal-hal lainnya. Hukum Pidana dalam arti subjektif, yaitu sejumlah peraturan yang mengatur hak Negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang Hukum pidana memiliki karakter yang tidak dimiliki oleh bidang hukum lainnya.
Hukum pidana dapat
dibedakan menjadi dua jenis, sebagai berikut (BANDI, 2021):
1. Hukum
pidana materiilmerupakan aturan hukum yang memuat perbuatanperbuatan melanggar
hukumdiancam dengan nestapa.
2.
Hukum pidana formil yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan
bagaimana caranya
untuk menjalankan atau menegakkan hukum pidana materiil. Hukum pidana formil
mengatur bagaimana cara untuk menyelidikinya, melanjutkan kasus nya ke
pengadilan, mengadili terdakwa, memutuskannya sampai dengan penjatuhan sanksi
atau pelaksanaan putusan.
Menurut pendapat dari (Lamintang, 1997) bahwa Hukum Pidana dapat dipandang dari beberapa sudut, yaitu:
a. Hukum
Pidana dalam arti Objektif, yaitu sejumlah peraturan yang mengandung
larang-larang terhadap pelanggaran diancam dengan hukuman
b.
Hukum Pidana daam arti
Subjektif, yaitu sejumlah peraturan yang mengatur hak Negara untuk menghukum
seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang
Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana barangsiapa yang melakukannya. Selain itu tindak pidana yang hanya menyangkut masalah perbuatan, dipisahkan dengan pertanggungjawaban pidana yang menyangkut masalah pelaku dari tindak pidana tersebut. Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum� Belanda yaitu Strafbaar feit. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS (Wetboek van Strafrecht)Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan Strafbaar feit itu (Chazawi, 2022).� Tindak pidana adalah kelakuan yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan, dan yang dilakukan oleh orang yang bertanggung jawab (Rizal, 2021). Pertanggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindak pidana, hanya dengan melakukan tindak pidana seseorang dapat dimintai pertanggungjawaban. Mempertanggung jawabkan seseorang dalam hukum pidana bukan hanya sah dalam menjatuhkan hukum pidana terhadap orang itu, tetapi juga sepenuhnya diyakini bahwa memang ada tempatnya meminta pertangggungjawaban pidana atas tindakan pidana yang dilakukan (Sitompul, 2020).Hukum pidana memiliki alasan yang dapat dibenarkan sehingga tidak bisa dipertanggungjawabkan atas tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang melanggar hukum pidana atau tindakan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pelakunya. Terdapat beberapa alasan-alasan dalam hukum pidana yang digunakan sebagai alasan peniadaan atau penghapusan pidana dan bisa digunakan sebagai acuan dalam menentukan putusan oleh hakim agar tidak memberikan pidana terhadap seseorang yang telah melakukan pelanggaran delik.
Alasan peniadaan pidana ini tercantum dengan tegas dalam Buku Kesatu, yaitu terdapat dalam Bab III Buku Kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang terdiri dari Pasal 44, Pasal 48, dan sampai dengan Pasal 51 (sedangkan Pasal 45 sampai Pasal 47 KUHPidana telah di cabut berdasarkan Pasal 67 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Undang-undang tentang Peradilan Anak. Menurut Memorie van Toelichting (M.v.T) ada dua bentuk alasan penghapus pidana, alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak pada diri orang itu �inwendig�, contohnya di dalam Pasal 44 KUHP. Kemudian alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang terletak diluar orang itu �uitwendig�, contohnya �overmacht� atau daya paksa Pasal 48 KUHP; �noodweer�atau pembelaan terpaksa Pasal 49 KUHP; melaksanakan Undang�-Undang Pasal 50 KUHP; dan melaksanakan perintah jabatan Pasal 51 KUHP (MARSELINO, 2019). Salah satu bunyi Pasal yang mengatur tentang Peniadaan pidana atau penghapusan pidana, yaitu pada Pasal 49. Pasal 49 KUHP ayat 1 menyebutkan (Soesilo, 1995): �Barang siapa melakukan perbuatan yang terpaksadilakukannya untuk mempertahankan dirinya atau diriorang lain mempertahankan kehormatan atau hartabenda sendiri atau kepunyaan orang lain dari padaserangan yang melawan hak dan mengancam dengansegera pada saat itu juga, tidak boleh di hukum�. Pada Pasal 49 ayat (1) KUHP penghapusan pidana apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (1)Perbuatan itu dilakukan karena utuk membela badan/tubuh, kehormatan atau harta benda sendiri ataupun orang lain (2) Perbuatan itu dilakukan atas serangan yang melawa hukum yang terjadi pada saat itu juga, dengan kata lain perbuatan itu dilakukan setelah adanya serangan yag mengancam, bukan perbuatan yang ditunjukan untuk mempersiapkan sebelum adanya atau terjadinya serangan dan bukan pula terhadap serangan yang telah berakhir (3)Perbuatan sebagai perlawanan yang dilakukan itu harus benar-benar terpaksa atau dalam keadaan darurat, tidak ada pilihan lain (perlawanan itu memang suatu keharusan) untuk menghindari dari serangan yang melawan hukum tersebut. Dengan kata lain, perbuatan pelaku dalam hal ini diperlukan adalah untuk membela hak terhadap keadilan, namun harus pula dilakukan secara proposional/seimbang. Dengan demikian tidaklah dibearkan untuk melakukan perlawanan dengan menggunakan pistol terhadap serangan melawan hukum yag haya menggunakan tangan kosong. Oleh karena demikian dapat dikatakan tidak proposional lagi.
Dari bunyi pasal diatas, salah satu yang menjadi penyebab peniadaan pidana yaitu ketika seseorang membela haknya yang disebabkan adanya serangan yang berbentuk suatu ancaman dengan cara terpaksa ia melakukan perbuatan pidana atau telah terpenuhinya suatu delik yang disebut dengan �noodweer�. Perbuatan pembelaan terpaksa dikenal sebagai noodweer, dalam KUHP tidak dalam dimengerti secara jelas pengertian lebih lanjut dari noodweer, tetapi sebatas diberikannya syarat-syarat apabila seseorang itu tidak dapat diberikan pidana atas perbuatannya seperti yang terdapat dalam ketentuan Pasal 49.
Permasalahan mengenai pembelaan terpaksa pada Putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor 373/Pid.B/2020/PN Pdg. Kasus dalam putusan ini terjadi pada dini hari sekira pukul 04.00 Wib, hari Rabu tanggal 01 Januari 2020 bertempatan di Dermaga Beton Umum Pelabuhan Teluk Bayur Kota Padang, terdakwa bernama Efendi Putra bersama-sama dengan saksi Eko Sulistiyono (Penuntutan terpisah). Pada kasus ini pertimbangan-pertimbangan Hakim menolak pembelaan penasehat hukum Efendi (terdakwa), bahwa Pasal 351 ayat (3) KUHP menurut majelis hakim terpenuhi dan tidak menemukan alasan-alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang menghapuskan kesalahan terdakwa, majelis hakim memandang terdakwa mampu mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah dilakukannya tersebut, sesuai dengan Pasal 193 ayat (1) KUHAP terdakwa haruslah dijatuhi pidana yang setimpal dengan perbuatannya.
Perbuatan yang dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP harus berupa pembelaan, artinya lebih dahulu harus ada hal-hal memaksa terdakwa melakukan perbuatannya, tetapi praktek nya pada Putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor 373/Pid.B/2020/PN Pdg kasus Efendi dan Eko dimana mereka dituntut dalam putusan terpisah oleh pengadilan. Dalam putusan Efendi hakim memutuskan bahwa effendi telah� melakukan Pasal 351 ayat (3) penganiayaan yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang, hal ini tidak sejalan dengan dasar-dasar dalam hukum pidana.
Dalam putusan hakim ini menarik untuk diteliti karena pertimbangan hakim mengenai pembelaan terpaksa pada perbuatan yang dilakukan oleh Efendi (terdakwa) penting untuk dikaji secara tepat. Hal ini disebabkan pembelaan terpaksa memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi secara komulatif sehingga pertimbangan hakim pun harus akurat dan komprehensif dalam� menilai syarat-syarat pembelaan terpaksa supaya dihasilkan putusan hakim yang cermat. Untuk dapat memberikan putusan yang benar-benar menciptakan kepastian hukum atau mencerminkan rasa keadilan, hakim sebagai aparatur negara yang melaksanakan peradilan juga harus benar-benar duduk perkara yang sebanarnya, serta peraturan hukum yang mengaturnya yang akan diterapkan, baik peraturan hukum yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan maupun hukum yang tidak tertulis seperti hukum adat. Studi kasus pada putusan hakim ini mengenai permasalahan pembelaan terpaksa dalam suatu delik.
Berdasarkan latar belakang permasalah diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian hukum dengan rumusan masalah yaitu bagaimanakah Dasar Pertimbangan Hakim Menolak Perbuatan Pembelaan Terpaksa Dalam Putusan Hakim Terhadap Tindak Pidana Pasal 351 Ayat (3) KUHP Ditinjau Dari Keadilan dan Kepastian Hukum Putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor 373/Pid.B/2020/PN Pdg? dan Bagaimanakah Dasar Pertimbangan Hakim Menolak Perbuatan Pembelaan Terpaksa Dalam Putusan Hakim Terhadap Tindak Pidana Pasal 351 Ayat (3) KUHP Ditinjau Dari Keadilan dan Kepastian Hukum Putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor 373/Pid.B/2020/PN Pdg?
Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum Yuridis-Normatif.� Kajian yuridis-normatif membahas permasalah penelitian ini menggunakan bahan-bahan hukum dan lebih fokus kepada norma-norma yang ditetapkan pada saat itu atau norma yang dinyatakan dalam undang-undang dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma yang ada didalam masyarakat. Penelitian ini bersifat deskriptif, analitis yaitu menguraikan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan teori-teori hukum yang dijadikan objek penelitian.Dan juga pelaksanaan hukum dalam kehidupan masyarakat yang berkenaan objek penelitian (Ali, 2021).
����������������������� Teknik dokumentasi bahan hukum penelitian ini yang digunakan adalah studi dokumen, adalah teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari bahan kepustakaan atau literatur-literatur yang ada, terdiri dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, jurnal hukum yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Pengolahan Data dilakukan dengan mengaitkan bahan hukum dan dilakukan sesuai dengan keperluan dan tujuan penelitian sehingga diperoleh suatu kesimpulan akhir secara umum yang nantinya akan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan yang ada. �����������
����������������������� Analisis Data adalah proses menyusun data agar data tersebut dapat dengan mudah ditafsirkan (Narbuko & Achmadi, 2018). Dalam penelitian ini analisis yang digunakan adalah kualitatif yang merupakan cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu apa yang dinyatakan secara tertulis (Soekanto, 2006). Setelah data yang diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan cara analisis kualitatif, yang maksudnya adalah analisis data dilakukan dengan menjabarkan secara rinci kenyataan atau keadaan atas suatu objek dalam bentuk kalimat guna memberikan gambaran lebih jelas terhadap permasalahan sehingga memudahkan untuk ditarik kesimpulan (Sunggono, 2006).
Hasil dan Pembahasan
Dasar Pertimbangan Hakim Menolak
Pembelaan Terpaksa Dalam Putusan Hakim Terhadap Tindak Pidana Pasal 351 ayat
(3)Putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor 373/Pid.B/2020/PN Pdg
����������� ����������� Hakim
mempunyai peran yang sangat penting dalam menangani suatu permasaahan
hukum.Seorang hakim memiliki beban yang sangat berat, karena dapat menentukan
nasib seseorang melalui putusan yang di keluarkannya. Dalam putusan pengadilan
harus dijelaskan pertimbangan-pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara
karena dari pertimbangan-pertimbangan hakim tersebut akan menjadi alasan
terciptanya suatu keadilan dalam putusan tersebut. Dijelaskan dalam (Sihotang, 2016)
Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 yaitu: �Dalam sidang
permusyawarahan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat
tertulis terhadap perkara yang sedang di periksa dan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari putusan�.
����������� ����������� Hakim
sebelum memutuskan suatu perkara memperhatikan dakwaaan Jaksa Penuntut Umum,
keterangan saksi yang hadir dalam persidangan, keterangan terdakwa, alat bukti,
syarat subjektif dan objektif seseorang dapat dipidana, serta hal-hal yang
memberatkan dan hal-hal yang meringankan.Terhadap pertimbangan hakim, terdapat
2 (dua) pertimbangan hukum dalam putusan hakim, yaitu:
A.
Pertimbangan
Yuridis
Terdakwa diajukan ke
persidangan oleh Penuntut Umum didakwa berdasarkan surat dakwaan sebagai
berikut:
1. Dakwaan
Terdakwa
Efendi Putra Bin Syafril, bersama-sama dengan sanksi Eko Sulistiyono Pgl. Eko
(penuntutan terpisah) pada hari rabu tanggal 01 Januari 2020 sekira pukul 04.00
Wibbertempat di dermaga beton umum pelabuhan Teluk Bayur Kota Padang melakukan
perbuatan dengan sengaja merampas nyawa orang lain yaitu terhadap korban Adek
Firdaus Pgl. Adek Bidai, perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa.
Terdakwa dan sanksi Eko Sulistiyono sebagai Security di area dermaga Teluk Bayur Padang melakukan patroli dengan berboncengan menggunakan sepeda motor yang dikendarai oleh terdakwa setelah melaksanakan terdakwa dan sanksi Eko Sulistiyono mulai melakukan patroli dari dermaga VII sampai ke dermaga beton umum, kemudian mereka mengantarkan jurnal ke setiap pos jaga, setelah melaksanakan semua tugasnya terdakwa dan sanksi Eko Sulistiyono kembali ke kantor, sedangkan saksi Eko Sulistiyono berpatroli sendirian dengan berjalan kaki ke arah dermaga semen curah (dermaga VII) lalu duduk didalam pos jaga, kemudian saksi Eko Sulistiyono melihat Adek Firdaus berjalan dari arah dermaga beton menuju� kearah dermaga semen curah, karena melihat seseorang masuk kearah dermaga maka saksi Eko Sulistiyono keluar dari pos jaga dan menghampiri korban, saksi Eko memerintahkan agar korban keluar dari area dermaga, tetapi korban berbalik arah dan berjalan menuju arah� keluar pelabuhan, saksi Eko memberitahukan kepada terdakwa bahwa ada orang berama Adek Firdaus masuk tanpa izin ke area pelabuhan dan menanyakan kepada terdakwa apakah ada melihat korban lewat ditempat� itu tetapi terdakwa mengatakan tidak melihatnya, kemudian� saksi Eko Sulistiyono kembali mencari keberadaan korban dan melihat� korban� menuju ke dalam� area mess PT CSK maka saksi Eko Sulistiyono mengikuti korban menuju mess PT CSK, saksi menemukan korban hendak masuk ke lantai dua mess tersebut, maka saksi Eko Sulistiyono meminta batuan kepada terdakwa dengan cara memberitahukan melalui isyarat mengarahkan cahaya senter. Lalu saksi Eko Sulistiyono menyuruh korban untuk turun dan korban pun turun sambil mengomel dan� mengeluarkan� kata-kata kasar kepada saksi Eko Sulistiyono, saksi menarik lengan jaket yang dipakai korban tetapi korban melakukan perlawanan terhadap saksi Eko Sulistiyono dengan meninju saksi Eko, lalu saksi Eko Sulistiyono membalas dengan memukulkan tongkat leter T yang dipegangnya kepada korban, lalu korban menangkis tongkat tersebut sehingga terlepas dari tangan saksi Eko Sulistiyono terjadinya perkelahian antara saksi dengan korban dengan memukul dada dan lengan korban dengan tangannya, pada saat perkelahian itu berlangsung, terdakwa yang sebelumnya sudah mendapatkan kode permintaan bantuan dari saksi Eko, berjalan menuju mess PT CSK, saat terdakwa berada di dekat lokasi terjadinya perkelahian antara saksi Eko dan korban tersebut, terdakwa melihat korban sedang memegang pisau ditangan kanannya dan terdakwa� menyuruh saksi Eko mundur dan mendekati korban, lalu terdakwa memegang tangan kanan korban yang memegang pisau dan memplintirnya ke belakang punggung korban sehingga pisau yang dipegang� korban terjatuh ke tanah lalu terdakwa mendorong tubuh korban� sehingga tersandar ke dinding mess PT CSK, setelah pisau terjatuh, terdakwa sudah memegang pisau tersebut terdakwa melihat kearah korban dan ternyata� korban� membuka jaketnya dan mengeluarkan sebilah golok dari balik jaket yang� dipakainya, korban hendak mengayunkan golok tersebut kearah terdakwa, maka terdakwa berniat mendahului sebelum korban menusukkan golok itu kepada terdakwa maka terdakwa terlebih dahulu menusukkan pisau yang dipegang ditangan kananya ke paha sebelah kiri korban sebanyak satu kali kemudian terdakwa menusukkan kembali pisau tersebut kearah dada korban satu kali dan kearah lain sari tubuh korban beberapa kali sehingga akhirnya korban terjatuh dalam keadaan tertelungkup.
Akibat perbuatan terdakwa
dan saksi Eko Sulistiyono tersebut, korban Adek Firdaus Pgl. Adek Bidai
meninggal dunia. Maka Perbuatan terdakwa diancam pidana menurut Pasal 338 jo
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagai dakwaan pertama, Pasal 170 ayat (2) ke-3
KUHP sebagai dakwaan keduadan Pasal 351 ayat (3) KUHP sebagai dakwaan ketiga
2. Keterangan
Saksi
Dalam Putusan Pengadilan Negeri
Padang Nomor 373/Pid.B/2020/PN Pdg, untuk membuktikan dakwaannya Jaksa Penuntut
Umum telah mengajukan 9 (Sembilan) orang saksi-saksi dan seorang saksi ahli
serta terdakwa mengajukan saksi-saksi yang meringankannya
3. Keterangan
Terdakwa
Terdakwa dalam persidangan telah
memberikan keterangan sebagai berikut:
a.
Terdakwa bekerja sebagai
security di Pelabuhan Teluk Bayur Padang dan mengenal korban dan terdakwa
menjalani pendidikan security di SPN Padang Besi Padang. Pada waktu kejadian
yaitu pada tanggal 1 Januari 2020 terdakwa dan saksi Eko Sulistiyono sedang
bertugas di dermaga beton Teluk Bayur, terdakwa dan saksi Eko Sulistiyono melakukan
patrol di dermaga umum pada pukul 03.00 Wib dengan sepeda motor lalu
sesampainya di dermaga beton umum terdakwa turun dari sepeda motor dan menunggu
di pos jaga dan kemudian saksi Eko Sulistiyono berjalan melakukan patrol
sendirian, sewaktu terdakwa di pos jaga kemudian datang saksi Eko Sulistiyono
menemui terdakwa di pos jaga dan menanyakan apakah terdakwa melihat korban
(Adek Bidai) lewat, terdakwa mengatakan tidak melihat ada orang lewat maka
saksi Eko Sulistiyono pergi berjalan kearah mess PT. CSK.
b.
Kemudian beberapa menit
kemudian terdakwa mendapat isyarat cahaya senter dari saksi Eko Sulistiyono
maka terdakwa berjalan menuju kearah mess PT.CSK tersebut, sekira 10 meter dari
mess terdakwa melihat saksi Eko Sulistiyono sedang berkelahi dengan korban dan
terdakwa melihat saksi Eko Sulistiyono ada memukul tubuh korban tetapi saksi
Eko Sulistiyono tidak ada mengalami luka-luka.
c.
Saat itu terdakwa ada
melihat korban mengeluarkan pisau dan mengayunkan kearah saksi Eko Sulistiyono
sehingga terdakwa langsung melerai dengan menyuruh saksi Eko Sulistiyono
mundur, kemudian terdakwa mendorong korban sehingga tersandar ke dinding mess
dan memplintir tangan korban yang sedang memegang pisau sehingga pisau tersebut
terjatuh ke tanah, pada saat itu saksi Eko Sulistiyono sudah mundur dan pisau
sudah terjatuh dari tangan korban.
d.
Setelah itu terdakwa
mengambil pisau korban yang jatuh terletak ditanah dan pada saat pisau sudah
berada di tagan terdakwa dan terdakwa hendak berdiri, terdakwa melihat korban
hendak mengayunkan golok kearah terdakwa sambil berkata �den bunuah ang (saya
bunuh kamu)� lalu terdakwa berusaha mengelak, dengan perbuatan korban tersebut
karena terdakwa merasa terancam maka terdakwa menusukkan pisau ke arah paha
korban, stelah kena tusukan pisau tersebut, terdakwa melihat korban kesakitan
dan badannya agak menunduk, karena terdakwa merasa panic dan merasa terancam
sehingga terdakwa menusukkan kembali pisau yang ada ditangannya beberapa kali
kearah tubuh korban sehingga mengenai bagian dada korban.
e.
Kemudian korban terjatuh
tertelungkup ke tanah dan mengeluarkan banyak darah, setelah korban terjatuh,
golok berada dipegangan tangan korban, kemudian saksi Eko Sulistiyono yang
mengamankan golok tersebut dengan memasukkannya kembali kedalamsarungnya yang
ada di dada didalam jaket korban.
f.
Pada saat terjadi
perkelahian dan penusukan oleh terdakwa, saksi Eko Sulistiyono hanya berdiri
beberapa meter dari tempat terdakwa dan tidak melakukan perbuatan apapun,
setelah korban terjatuh di tanah, terdakwa hannya diam lalu dipanggil oleh
saksi Eko Sulistiyono, kemudian terdakwa berjalan mengambil HT k epos jaga,
saksi Eko Sulistiyono menguhubungi Wadan (saksi Khairul Amri) melalui HT dan
meminta saksi Khairul Amri mendatangi lokasi, setelah bertemu terdakwa dan
melihat korban, lalu saksi Khairul Amri pun pergi dari lokasi kejadian, setelah
itu kemudian saksi Gagah mendatangi lokasi dan melihat korban tergeletak
ditanah, kemudian saksi Gagah meyuruh terdakwa dan saksi Eko Sulistiyono
mengangkat korban keatas mobil shutlecar lalu korban dibawa ke rumah sakit.
g.
Sekira pukul 06.00 Wib
terdakwa dan saksi Eko Sulistiyono membersihkan bekas darah korban yang ada di
lokasi kejadian dengan cara menyiramnya dengan air dan menggunakan sapu lidi,
sesuai dengan SOP nya apabila ada orang yang tidak berkepentingan masuk wilayah
pelabuhan maka sebagai security harus menegur, mengamankan lalu dibawa kepos.
h.
Sebelum terjadinya
perkelahian dengan korban, saksi maupun terdakwa tidak ada menghubungi
komandan, karena HT tertinggal di pos dan baru menghubungi komandan dan rekan
yang lainnya setelah kejadian korban terluka dan terjatuh ketanah, terdakwa
mengetahui korban meninggal dunia tetapi setelah kejadian tersebut terdakwa
maupun keluarganya belum ada menemui keluarga korban dan meminta maaf.
i.
Barang Bukti
1) 1
(satu) bilah parang bergagang kayu panjang 38 cm
2) 1
(satu) bilah pisau warna perak dengan panjang 26 cm
3) 1
(satu) buah tongkat leter T panjang 56 cm
4) 1
(satu) helai jaket parasut warna hitam merk lands end
5) 1
(satu) helai celana pendek bermotif loreng1 (satu) helai baju kaos oblong warna
biru tua merk quik silver
B.
Pertimbangan
Non Yuridis
1.
Latar Belakang Perbuatan
Terdakwa
Latar
belakang perbuatan terdakwa merupakan keadaan yang menyebabkan timbulnya pada
diri terdakwa dalam melakukan tindak pidana.Dalam Putusan Nomor
373/Pid.B/2020/PN Pdg, terdakwa melakukan perbuatan tindak penganiayaan
menyebabkan hilangnya nyawa orang dikarenakan terdakwa dan saksi Eko
Sulistiyono merasa dirinya sedang dalam keadaan bahaya.Sebelum terdakwa
melakukan perbuatannya terjadinya perkelahian antara korban dan saksi sehingga
menimbulkan rasa ingin memberikan pertolongan.Dan saat itu juga terdakwa
melihat korban memegang pisau saat menyerang saksi dan golok yang hendak
menyerang terdakwa, sehingga terdakwa mendahului dan menyerang korban dengan
pisau yang dimiliki korban sebelum dirinya diserang, dan perbuatan terdakwa
tersebut yang menyebabkan korban meninggal.
2. Akibat
Perbuatan Terdakwa
Akibat
dari perbuatan terdakwa, korban Adek Bidai meninggal dunia dan ditemukan beberapa
lecet dan luka dibagian tubuh korban Adek Bidai, dan korban meninggalkan
seorang istri dan 2 (dua) orang anak. Atas perbuatan ini merupakan tindak
pidana penganiayaan menyebabkan hilangnya nyawa orang dalam putusan nomor
373/Pid.B/2020/PN Pdg.
3. Kondisi
Diri Terdakwa
Dalam
putusan nomor 373/Pid.B/2020/PN Pdg, kondisi terdakwa dapat dipastikan sehat
jasmani, tidak gila dan dapat memberikan keterangan.
C.
Analisis
Penulis
Kesimpulan dalam putusan,
korban Adek Firdaus Pgl Adek Bidai masuk dalam daftar hitam orang yang dilarang
masuk area pelabuhan oleh karena banyak pemilik barang-barang kapal yang ada
standar dipelabuhan yang hilang karena ulah dari korban. Majelis Hakim akan
mempertimbangkan berdasarkan fakta-fakta hukum, terdakwa dinyatakan telah melakukan
tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Terdakwa telah didakwa oleh Penuntun
Umum dengan dakwaan Alternatif, dengan bentuk dakwaan yang demikian maka
Majelis Hakim dapat langsung memilih salah satu dari ketiga dakwaan yang
didakwakan Penuntut Umum yang dianggap terbukti berdasarkan fakta hukum yang
ada dalam perkara ini Majelis Hakim terlebih dahulu mempertimbangkan dakwaan
ketiga yaitu Pasal 351 ayat (3) KUHP.
Menurut Penulis, dalam
putusan ini Majelis Hakim lebih mencermati lagi kasus ini dari kronologi
kejadian serta keterangan saksi, terdakwa pada dasarnya tidak mempunyai niat
untuk membunuh korban.Dilihat dari kronologinya alat yang digunakan oleh
terdakwa untuk menyerang korban merupakan alat yang awal digunakan oleh korban
untuk menyerangkan saksi Eko Sulistiyono, ketika terdakwa melihat korban
menyerang lagi menggunakan golok.Alat yang digunakan terdakwa bahkan tidak
seimbang jika dibandingkan dengan alat yang digunakan korban.Maka, dengan
putusan hakim ini tidak tepat berdasarkan teori Theory of necessary defence (pembelaan diri yang diperlukan pada
ketika itu) maupun asas proporsionalitas.Pembelaan diri yang dilakukan oleh
terdakwa sesuai dengan teori dan syarat-syarat pembelaan diri yang diatur dalam
Pasal 49 ayat (1) KUHP.Seharusnya hakim mempertimbangkan Pasal 49 ayat (1) KUHP
yang berbunyi �Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan
terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau
harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancama serangan
yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum�. Menurut Pasal ini orang
yang melakukan pembelaan diri tidak dapat dihukum.Pasal ini mengatur alasan
penghapusan pidana yaitu alasan pembenar karena perbuatan pembelaan diri bukan
perbuatan melawan hukum.
Putusan ini tidak
memperhatikan teori dan dasar hukum tentang pembelaan diri yang terpaksa
dilakukan terdakwa, tidak memperhatikan
theory of necessary defense, teori yang menyatakan bahwa perbuatan yang
dilakukan seseorang, meskipun telah memenuhi unsur-unsur delik akan tetapi
tidak dipidana karena memang perbuatan itu di perlukan dalam rangka membela
diri. Dalam putusan ini hakim tidak menerapkan hukum pembelaan diri, yang
diatur dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP yang seharusnya diberlakukan. Dari
kronologi yang dijelaskan oleh terdakwa dan saksi jelas bahwa terdakwa tidak
berniat melakukan penganiayaan apalagi pembunuhan, tindakan ini murni merupakan
tindakan pembelaan terhadap dirinya.Berdasarkan pertimbangan Hakim dalam
memutuskan perkara ini dapat disimpulkan bahwa putusan ini belum sesuai dengan
hukum positif Indonesia.
Putusan hakim akan terasa
jika mempunyai nilai keadilan dan putusan tersebut dapat merasakan suatu
keadilan hukum dan juga merupakan sarana bagi masyarakat� pencari keadilan untuk mendapat kebenaran dan
keadilan. Keadilan dalam menjatuhkan putusan bagi hakim selaras dengan
keselarasan proporsional yang dikemukan oleh Aristoteles. Keadilan menurut Aristoteles
diartikan sebagai suatu kesamaan dalam bentuk numeric dan sifatnya adalah
proporsional karena menurutnya setiap individu kedudukannya sama di mata hukum.
Kesamaan proporsional yang terdapat di dalam pengertian keadilan menurut
Aristoteles dimaksudkan agar dapat memberikan kepada setiap individu apa yang
telah menjadi bagiannya sesuai dengan kemampuan yag dimiliki olehnya. (Sihotang, 2016) Dalam Kasus ini Putusan
Pengadilan Negeri Padang Nomor 373/Pid.B/2020/PN Pdg bahwa Penuntut Umum
(Jaksa) menyusun dakwaan alternative yang didakwakan oleh terdakwa dengan
kententuan kesatu Pasal 338 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, kedua Pasal 170
ayat (2) ke-3 KUHP, atauketiga Pasal 351 ayat (3) KUHP. Hakim Pengadilan Negeri
Padang berdasarkan pertimbangannya menyatakan terbukti dakwaan ketiga yaitu
tindak pidana penganiayaan menyebabkan matinya orang.
Pada kasus ini terdakwa
Efendi dihukum penjara pada putusan hakim menyatakan tidak ada terdapat
unsur-unsur yang memenuhi adanya pembelaan terpaksa yang tercantum dalam Pasal
49 KUHP, sehingga hakim menjatuhkan hukuman dengan Pasal 351 ayat (3)
KUHP.Menurut penulis, berdasarkan pertimbangan hakim dalam putusan pengadilan
yang diputuskan oleh hakim terhadap terdakwa Efendi kurang tepat.Dalam putusan
ini ditemukanya alasan penghapus pidana yaitu alasan pembenar terdapat pada
Pasal 49 ayat (1) KUHP, tetapi dalam putusan hakim Cuma melihat dan
mempertimbangkan bagian unsur-unsur penganiayaan yang menyebabkan matinya orang
terpenuhi.
Dalam Putusan Pengadilan
Padang Negeri Nomor 373/Pid.B/2020/PN Pdg, secara umum dan keseluruhan dari
putusan tersebut dapat diketahui bahwa hakim memutus mendasarkan pada teori
pembuktian dan teori pemidanaan, karena di dalam teori pembuktian dan dalam
memutus hakim mendasarkan pada surat dakwaan Penuntut Umum dan fakta hukum yang
terungkap di persidangan yaitu keterangan para saksi, keterangan terdakwa serta
dihubungkan dengan barang bukti yang diajukan di persidangan. Hakim memvonis
Efendi (terdakwa) telah melakukan tindak pidana Penganiayaan yang menyebabkan
hilangnya nyawa orang Pasal 351 ayat (3) KUHP menjatuhkan pidana penjara selama
4 (empat) tahun dan 6 (enam) bulan. Dalam putusan ini sudah terpenuhi deliknya,
hakim mempertimbangkan fakta-fakta hukum yang terdapat unsur-unsur Pasal 351
ayat (3) KUHP terpenuhi dan tidak menemukan alasan-alasan pembenar maupun
pemaaf yang menghapuskan kesalahan terdakwa serta terdakwa mampu mempertanggungjawabkan
perbuatan yang telah dilakukannya sesuai dengan Pasal 193 ayat (1) KUHAP.
Pemidanaan terhadap terdakwa tidak dimaksudkan sebagai pembalasan atas
perbuatan terdakwa akan tetapi bertujuan untuk menyadarkan terdakwa atas
kesalahan yang diperbuatnya maka hakim tidak sependapat dengan tuntutan
Penuntut Umum yang memberikan ancaman maksimum dari Pasal 351 ayat (3) KUHP
yang ancaman maksimumnya selama 7 (tujuh) tahun dan hukum yang dijatuhkan dalam
amar putusan di pandang patut dan adil.
Pada dasarnya hakim
memutuskan perkara dengan ancaman yang tidak sependapat dengan Penuntut Umum
berdasarkan teori kebebasan hakim, karena dalam memutuskan suatu perkara hakim
mempunyai kebebasan ini dijamin dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar
1945 yang menentukan bahwa �kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Tentunya dalam hal ini hakim tidak mencerminkan nilai-nilai kepastian hukum,
dilihat bahwa hakim berpedoman pada ketentuan hukum dalam putusannya
sebagaimana fakta hukum yang terungkap di persidangan, dan hakim adanya
keraguan dalam menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Dalam putusan Pengadilan
Negeri Padang Nomor 373/Pid.B/PN.Pdg ini tidak terpenuhinya rasa keadilan dan
kepastian hukum, menurut penulis dalam hukum pidana, keadilan merupakan hal
pokok yang� menjadi utama dalam
memutuskan suatu perkara, jika suatu perkara itu tidak adanya keadilan maka
jelas kepastian hukum tentu tidak terpenuhi.
Pembuktian
Oleh Hakim Terhadap Tindak Pidana Pasal 351 Ayat 3 KUHP Ditinjau Dari Keadilan
dan Kepastian Hukum Dalam Putusan Pengadilan Negeri PadangNomor� 373/Pid.B/2020/PN Pdg
A.
Pembuktian
Berdasarkan Hukum Acara Pidana
Pembuktian adalah
kegiatan membuktikan, dimana membuktikan berarti memperlihatkan bukti-bukti
yang ada, melakukan sesuatu sebagai kebenaran, melaksanakan, menadakan,
menyaksikan dan menyakinkan. Secara konkret, (Chazawi, 2006) menyatakan bahwa dari
pemahaman tetang arti pembuktian di sidang pegadilan, sesungguhnya kegiatan
pembuktian dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu:
1.
Bagian kegiatan
pengungkapan fakta
2. Bagian
pekerjaan penganalisisan fakta yang sekaligus penganalisisan hukum
Pembuktian dalam
KUHAP terdapat di dalam Pasal 183 yang berbunyi �Hakim tidak boleh menjalankan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yag bersalah
melakukannya�. Menyangkut pembuktian dalam KUHAP di sidang pengadilan
menyatakan bahwa harus minimal dua alat bukti yag sah ditambah keyakina hakim
artinya dalam mengambil keputusan, hakim harus berpedoman pada minimal dua alat
bukti ditambah denga keyakinanya (Pasal 183 KUHAP), Kuffal berpendapat bahwa �
Meskipun ada lebih dari dua alat bukti yang sah kalau hakim belum atau tidak
memperoleh keyakinan bahwa terdakwa benar-benar bersalah melakukan tindak
pidana yang didakwakan kepadanya, maka hakim tidak akan menemukan penjatuhan
pidana terhadap terdakwa. Ditambahkan pula dengan adanya ketentuan
tersebut lebih menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi
setiap orang yang terlibat dalam perkara pidana� (Kuffal, 2004).
Berdasarkan dengan keyakinan hakim dalam pembuktian, haruslah dibentuk atas dasar
fakta-fakta hukum yang diperoleh dari minimal dua alat bukti yang sah. Adapun
keyakinan hakim yang harus didapatkan dalam proses pembuktian untuk dapat
menjatuhkan pidana yaitu (Rozi, 2018):
1.
Keyakinan bahwa telah
terjadi tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh JPU (Jaksa Penuntut
Umum) artinya fakta-fakta yang didapat dari dua alat bukti itu (suatu yag
objektif) yang membentuk keyakinan hakim bahwa tindak pidana yang didakwakan
benar-benar telah terjadi. Dalam praktikk disebut bahwa tindak pidana yang
didakwakan JPU telah terbukti secara sah dan menyakinkan. Secara sah maksudnya
telah menggunakan alat-alat bukti yang memenuhi syarat minimal yakni dari dua
alat bukti. Keyakinan tentang telah terbukti tindak pidana sebagaimana
didakwakan JPU tidaklah cukup untuk menjatuhkan pidana, tetapi diperlukan pula
dua keyakinan lainnya.
2.
Keyakinan tentang
terdakwa yang melakukan adalah juga keyakinan terhadap sesuatu yang objektif.
Dua keyakinan itu dapat disebut sebagai hal yang objektif dan disubjektifkan.
Keyakinan adalah sesuatu yang subjektif yang didapatkan hakim atas sesuatu yang
objektif.
3.
Keyakinan tentang bahwa
terdakwa bersalah dalam hal melakukan tindak pidana, bisa terjadi terhadap dua
hal/unsur, yaitu pertama hal yag bersifat objektif adalah tidak adanya alasa
pembenar dalam melakukan tindak pidana. Dengan tidak adanya alasan pembenar
pada diri terdakwa. Sedangkan keyakinan hakim tentang hal yang subjektif adalah
keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa yang dibentuk atas dasar-dasar hal
mengenai diri terdakwa tidak terdakpat alasan pemaaf (fait d�excuse). Bisa jadi terdakwa benar melakukan tindak pidana
dan hakim yakin tentang itu, tetapi setelah mendapatkan fakta-fakta yang menyangkut
keadaan jiwa terdakwa dalam persidangan, hakim tidak dalam persidangan, hakim
tidak terbentuk keyakinannya tentang kesalahan terdakwa melakukan tindak pidana
tersebut.
4.
Kemudian dalam Pasal 184
ayat (1) KUHAP yang menyatakan terdapat alat-alat bukti yang sah yang digunakan
dalam proses persidangan:
a.
Keterangan Saksi
b.
Keteranga Ahli
c. Surat
d. Petunjuk
Pembuktian dalam
Putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor 373/Pid.B/2020/PN Pdg Menurut Sistem
Pembuktian Dalam� KUHAP
����������� ����������� Pembuktian
memiliki proses atau perbuatan sebagai cara untuk membuktikan kebenaran sesuatu
dalam sidang pengadilan. Pembuktian merupakan proses bagaimana alat-alat bukti
dipergunakan, diajkukan ataupun dipertahankan, sesuai hukum acara yang berlaku.
Pembuktian harus didasarkan pada Undang-Undang (KUHAP), yaitu alat bukti yang
sah tersebut dalam Pasal 184 KUHAP disertai dengan keyakinan hakim.Alat bukti
merupakan sesuatu yang ada hubungnya dengan suatu perbuatan, dimana dengan
alat-alat bukti tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna
menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang
telah dilakukan oleh terdakwa. Tujuan adanya pembuktian bagi para pihak yang
terlibat dalam proses pemeriksaan persidangan sebagai berikut (Sasangka & Rosita,
2003) :
1. Bagi
penuntut umum, pembuktian adalah merupakan usaha utuk meyakinkan hakim yakin
berdasarkan alat bukti yang ada, agar menyatakan seorang terdakwa bersalah
sesuai dengan surat atau catatan dakwaan.
2. Bagi
terdakwa atau penasihat hukum, pembuktian merupakan usaha sebaliknya, untuk
meyakinkan hakim yakni berdasarkan alat bukti yang ada, agar menyatakan
terdakwa dibebaskan atau dilepaskan dari tuntutan hukum atau meringankan
pidananya. Untuk itulah terdakwa atau penasihat hukum jika mungkin harus
mengajukan alat- alat bukti yang menguntungkan atau meringankan pihaknya.
3. Bagi
hakim atas dasar pembuktian tersebut yakni dengan adanya alat-alat bukti yang
ada dalam persidangan baik yang berasal dari penuntut umum atau penasihat
hukum/terdakwa dibuat dasar untuk membuat keputusan.
Kesimpulan
Setelah dilakukannya
penelitian yang diuraikan sebelumnya dalam tesis ini, maka dapat ditarik
kesimpulan� yaitu pertimbangan Hakim
Menolak Pembelaan Terpaksa Sebagai Alasan Peniadaan Pidana Dalam Putusan Hakim
Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Yang Mengakibatkan Hilangnya Nyawa
Seseorang Putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor 373/Pid.B/2020/PN Pdg,
pertimbangan hakim dalam penelitian ini terdapat 2(dua) pertimbangan yaitu:
pertimbangan yuridis dan pertimbangan non yuridis. Putusan hakim terhadap
perkara Efendi adalah kurang tepat karena pertimbangan hakim tidak menilai
seluruh syarat-syarat pembelaan terpaksa dan fakta-fakta hukum yang terungkap
di persidangan menunjukan bahwa hakim tidak mempertimbangkan secara tepat yaitu
pertimbangan hakim yang berkaitan dengan syarat pembelaan terpaksa yang
dilakukan terhadap ancaman serangan, syarat pembelaan terpaksa dilakukan karena
terpaksa serta ketentuan pembelaan yang dilakukan dengan ancaman serangan yang
bersifat melawan hukum. Perbuatan pembelaan itu dapat menjadi alasan peniadaan
pidana. Dalam Pertimbangan hakim dalam putusan ini, hakim melihat unsur-unsur
penganiayaan yang menyebabkan matinya orang dan tidak menjelaskan hal-hal yang
terkait dengan pembelaan terpaksa.
����������������������� Pembuktian
dalam Putusan Pengadilan Padang Negeri Nomor 373/Pid.B/2020/PN Pdg yang memutus
terdakwa terbukti secara sah melakukan penganiayaan menyebabkan hilangnya nyawa
orang. Menurut sistem Pembuktian dalam KUHAP sudah sesuai dengan Pasal 183
KUHAP yang menyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman pada terdakwa
sekurang-kurangnya telah terdapat dua alat bukti yang sah telah memenuhi alat
bukti dan adanya keyakinan hakim. Dalam putusan ini telah memenuhi alat bukti
yang sah sebagaimana ditetapkan pada Pasal 184 ayat (1) KUHAP antara lain:
keterangan saksi, keterangan ahli, surat, keterangan terdakwa, disertai dengan
keyakinan hakim yang diperoleh dari alat-alat bukti. Menurut penulis tidak
sesuai dengan fakta sebenarnya bahwa terdakwa melakukan perbuatan itu untuk
melindungi diri nya dari seranga yang dilakukan oleh korban.
BIBLIOGRAFI
Ali, Zainuddin. (2021). Metode penelitian hukum.
Sinar Grafika.
BANDI, NAGSYA. (2021). Tinjauan Yuridis Penegakan
Hukum Pelaku Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak Di Bawah Umur di Wilayah
Hukum Polsek Kuantan Tengah. JUHANPERAK, 2(3), 287�303.
Chazawi, Adami. (2006). Hukum pembuktian tindak
pidana korupsi: UU no. 31 tahun 1999 diubah dengan UU no. 20 tahun 2001.
Alumni.
Chazawi, Adami. (2022). Malapraktik Kedokteran.
Sinar Grafika.
Kuffal, H. M. A. (2004). Penerapan KUHAP dalam
Praktek. UMM, Malang.
Lamintang, P. A. F. (1997). Dasar-dasar Hukum Pidana
Indonesia, cet 3. Citra Aditya Bakti, Bandung.
MARSELINO, RENDY. (2019). PEMBELAAN TERPAKSA YANG
MELAMPAUI BATAS (NOODWEER EXCES) PADA PASAL 49 AYAT (2) KUHP. Universitas
Airlangga.
Narbuko, Cholid, & Achmadi, Abu. (2018). Metodologi
Penelitian: Jakarta: Bumi Aksara.
Rhiti, Hyronimus. (2015). Filsafat Hukum edisi Lengkap
(dari klasik ke postmodernisme). Ctk. Kelima. Yogyakarta: Universitas Atma
Jaya.
Rizal, Moch Choirul. (2021). Buku Ajar Hukum Pidana. Lembaga
Studi Hukum Pidana.
Rozi, Fachrul. (2018). Sistem Pembuktian Dalam Proses
Persidangan Pada Perkara Tindak Pidana. Jurnal Yuridis Unaja, 1(2),
19�33.
Sasangka, Hari, & Rosita, Lily. (2003). Hukum
Pembuktian dalam Perkara Pidana: untuk mahasiswa dan praktisi. Mandar Maju.
Sihotang, Nia Sari. (2016). Penerapan Asas Sederhana,
Cepat Dan Biaya Ringan Di Pengadilan Negeri Pekanbaru Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Jurnal Online Mahasiswa
(JOM) Bidang Ilmu Hukum, 3(2), 1�15.
Sitompul, Erwin. (2020). Pertanggungjawaban Hukum
Terhadap Korban Yang Melakukan Pembelaan Diri Sehingga Mengakibatkan Kematian
Padapelaku Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan. Lex Suprema Jurnal Ilmu
Hukum, 2(1).
Soekanto, Soerjono. (2006). Pengantar penelitian
hukum. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
Soesilo, Raden. (1995). Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP): Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal.
Sunggono, Bambang. (2006). Metodologi penelitian
hukum.
Copyright holder: Lisa Andriani, Fadillah Sabri, A. Irzal Rias, Ilhamda Fattah Kaloko (2022) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |