Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 12, Desember
2022
PENERAPAN BATASAN
TINDAK PIDANA RINGAN DAN DENDA TERHADAP PENCURIAN PADA PUTUSAN NOMOR
814/PID.B/2021/PN JKT.BRT
Agatha Lafentia, Raharditya
Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara
E-mail: [email protected], [email protected]
Abstrak
Dalam kasus pencurian, batasan
kejahatan ringan dan jumlah denda yang telah diatur tidak diterapkan secara
optimal. Melalui kajian penulisan putusan ini, kasus pencurian didakwa dengan
pasal-pasal yang tidak sesuai dengan keterangan saksi-saksi yang terdapat dalam
berkas perkara. Penyidik dalam melaksanakan pasal tersebut, harus berhati-hati.
Karena penerapan pasal yang diterbitkan oleh penyidik, maka akan menjadi
dakwaan oleh Jaksa. Jika penerapan pasal tersebut tidak sesuai, Jaksa dapat
memberikan petunjuk. Jika dakwaan utama tidak dipublikasikan, karena tidak
sesuai dengan kronologi, maka pasal-pasal lain yang sesuai dan meringankan
terdakwa dapat diterapkan. Namun tidak dengan putusan pada tulisan ini, karena
tiga dasar hukum yaitu, kemanfaatan, keadilan, dan kepastian tidak sepenuhnya
terpenuhi. Kemanfaatan dalam kasus ini terpenuhi, dengan terdakwa dijatuhi
hukuman, tetapi tidak dengan keadilan dan kepastian. Ketidakadilan muncul
karena penerapan pasal dan dakwaan terhadap terdakwa tidak sesuai dengan
kronologi yang ada. Sementara itu, ketidakpastian muncul karena Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tidak dilaksanakan sesuai dengan rekomendasi
yang ada, seperti kerugian yang terdapat dalam putusan di bawah Rp. 2.500.000,-
(dua juta lima ratus ribu rupiah), namun terdakwa masih merasakan persidangan
biasa. harus keadilan, dan kepastian. Ketiganya harus diterapkan, untuk
mencapai cita-cita hukum.
Kata kunci: Dakwaan, Ketidakadilan, Ketidakpastian.
Abstract
Keywords:Indictment, Injustice, Uncertainty.
Pendahuluan
Perilaku setiap orang di dalam lingkup masyarakat,
berhubungan erat dengan hukum sebagai dasar yang mengikat (Sari, 2021).� Hukum selalu ada
didalam masyarakat dan berkembang sejalan dengan dinamika masyarakat (Kurnia, 2009).� Hukum lahir karena
ada manusia, dan hukuman lahir karena adanya penyimpangan tingkah laku manusia (Rosyadi, Candra, Khaliq,
Syaifullah, & Hayya, 2020).� Disimpulkan, perbuatan
yang dilakukan oleh masyarakat dapat dikategorikan melawan hukum dan
menimbulkan tuntutan hukum atau yang disebut dengan tindakan pidana, maka dapat
dikenakan hukuman pidana. Pengertian hukum pidana dikutip oleh Teguh Prasetyo
berdasarkan pandangan Pompe, hukum pidana adalah, �Keseluruhan aturan ketentuan
hukum mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum aturan pidananya� (Maramis, 2013)� Penulis membagi 2
(dua) unsur pengertian hukum pidana menurut Pompe, yaitu :
1. Perbuatan-perbuatan yang
dapat dihukum;
2. dan aturan pidananya.
Unsur nomor 1 dapat disebut juga sebagai tindak pidana atau
delik. Menurut (Moeljatno, 2002) dikutip oleh Teguh dalam bukunya, delik merupakan
perbuatan yang�
dilarang hukum dan akan
dijatuhkan pidana bagi yang melanggarnya (Prasetyo, 2014).� Unsur nomor 2
ialah hukum pidana itu sendiri, yang mana hukum pidana dibagi menjadi 2 (dua),
yaitu (Hamzah, 1994):
1. Hukum pidana materiil yang didasari dari kata
�materi� artinya norma dan saksi yang menjadi materi untuk dijatuhkannya
pidana;�
2. Hukum pidana formal adalah
tata cara dilaksanakannya dan ditegakkannya materi
untuk dijatuhkannya pidana
Salah satu dari perilaku dari manusia yang menyimpang, dan
sering kita temui yakni mengambil barang kepunyaan milik orang lain atau yang
sering disebut dengan pencurian. Setiap perilaku manusian yang menyimpang, akan
ada konsekuensinya. Pencurian merupakan tindak pidana dan konsekuensinya dimuat
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, namun harus tetap memperhatikan ketiga
dasar hukum yakni, kemanfaatan, keadilan, dan kepastian.
Penulis melakukan studi putusan dari Putusan Nomor
814/Pid.B/2021/PN Jkt.Brt, yang mana Ardiansyah Bin Ruslan Alias Ardi
(�Terdakwa�) mengambil sebuah telepon genggam merek OPPO warna biru, dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Kronologi dari tindak pidana
pencurian ini dimuat dalam Putusan Nomor 814/Pid.B/2021/PN Jkt.Brt, sebagai
berikut:
Terdakwa sedang melintas di Jalan Kalianyar pada hari
Sabtu, 26 Juni 2021 pukul 21.00 WIB, untuk mencari barang yang dapat diambil.
Sekitar pukul 21.30 WIB tepatnya di Jalan Kalianyar I RT. 008/010 Kelurahan
Jembatan Besi, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, Terdakwa melihat 2 (dua) orang
perempuan yang bernama Putri Melani (�Korban�) dan Zahra Agustin (�Saksi�)
sedang berada di lorong gang. Pada saat itu, saksi yang sedang memainkan
telepon genggam milik Korban. Seketika Terdakwa mendekat, merampas 1 (satu)
unit telepon genggam merek OPPO warna biru, dan menyelamatkan diri dengan
berlari. Korban dan Saksi bergegas melarikan diri sambil meneriaki maling
kearah Terdakwa. Teriakan dari Korban dan Saksi didengar oleh warga, sehingga
pada jarak 100 (seratus) meter Terdakwa dapat ditangkap. Seperti yang dimuat
pada putusan, Korban mengalami kerugian, yakni sebesar Rp. 1.800.000,- (satu
juta delapan ratus ribu rupiah)
Dakwaan yang dijatuhkan Jaksa Penuntut Umum (�JPU�) kepada
Terdakwa ialah jenis dakwaan subsidair, yang terdiri dari dakwaan primair dan
subsidair, artinya beberapa lapisan diurutkan dari tuntutan yang terberat
sampai teringan dan Hakim hanya menjatuhkan satu tindak pidana kepada Terdakwa (Alam & Ahmad, 2020).� Penulis mengulas
unsur dari Pasal 365 ayat (1) KUHP dengan kronologi yang dipaparkan. Unsur
barang siapa merupakan subjek hukum, yang disini sebagai Terdakwa, Ardiansyah
Bin Ruslan Alias Ardi. Kedua, unsur mengambil barang sesuatu. Arti dari
�barang� yaitu segala sesuatu yang berwujud seperti �daya listrik�, �gas�,
termasuk juga binatang, namun manusia tidak masuk kedalam �barang�(Soesilo, 1995).� Pada kasus ini,
Terdakwa mengambil barang yang berwujud yaitu telepon genggam merek OPPO
berwarna biru. Unsur ketiga dimaksud jika seseorang sudah mengambil barang
apabila dalam bentuk banyak maupun sedikit tetap masuk ke dalam unsur
pencurian. Barang yang diambil oleh Terdakwa, bukan merupakan barang miliknya
melainkan milik Korban. Keempat, dengan tujuan untuk dimiliki secara melawan
hukum. Terdakwa mengambil telepon genggam milik Korban, dengan tujuan untuk
jadi kepunyaan Terdakwa tanpa adanya persetujuan dari Korban, hal ini merupakan
tindakan melawan hukum. Unsur kelima, dimana pencurian yang diikuti dengan
kekerasan atau ancaman kasar agar mempermudah aksinya dalam mencuri.
Dakwaan Primair ini, dinyatakan tidak terbukti. Unsur yang
kelima dari dakwaan tidak dapat dibuktikan, melihat fakta yang dipaparkan
Korban, Saksi, dan Terdakwa. Kronologi yang menjadi dasar tuntutan tidak memuat
adanya unsur kelima, dikarenakan Terdakwa sama sekali tidak melakukan kekerasan
atau juga ancaman kekerasan kepada Korban dan Saksi.
Dakwaan Subsidair yang dijatuhkan kepada Terdakwa terdapat
dalam Pasal 362 KUHP (RIJAL, n.d.) yang berisikan perbuatan mengambil suatu barang secara
keseluruhan atau sebagian dengan tujuan untuk dimiliki dengan cara melawan
hukum disebut dengan pencurian. Sanksi pidana yang akan dijatuhkan, yaitu
pidana paling lama lima tahun penjara. Unsur dakwaan, sebagai berikut:
1. Barang Siapa;
2. Mengambil barang sesuatu;
3. Yang seluruhnya atau
sebagian kepunyaan orang lain;
4. Dengan maksud untuk
dimiliki secara melawan.
Maka tuntutan dari Terdakwa yang didakwakan itu ialah
Dakwaan Subsidair melanggar Pasal 362 KUHP.
Pada putusan kasus ini, keadaan yang memberatkan Terdakwa
adalah perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa meresahkan masyarakat, sedangkan
keadaan yang dianggap meringankan Terdakwa yaitu sikap sopan dan mengaku selama
persidangan berlangsung, Terdakwa belum merasakan hasil dari kejahatannya, dan
ini merupakan kali pertama Terdakwa dihukum. Maka pada hari Selasa, 30 November
2021 oleh 1 (satu) Hakim Ketua dan 2 (dua) Hakim Anggota diputuskan sebagai
berikut:
1. Terdakwa tidak terbukti sah dan bersalah
melakukan apa yang menjadi Dakwaan Primair;
2. Membebaskan Terdakwa dari
Dakwaan Primair JPU;
3. Terdakwa terbukti bersalah
melakukan tindak pidana Pencurian;
4. Terdakwa dijatuhkan pidana
penjara selama 1 (satu) tahun 10 (sepuluh) bulan;
5. 1 (satu) barang bukti berupa telepon genggam
merek OPPO warna biru yang dikembalikan kepada Korban;
6. Membebankan biaya perkara
kepada Terdakwa.
Berdasarkan putusan dan fakta yang dipaparkan, Penulis
melihat Pasal 365 KUHP yang merupakan Dakwaan Primair dan Pasal 362 KUHP
merupakan Dakwaan Subsidair yang didakwakan kepada Terdakwa kurang sesuai,
melihat tidak ada keadilan berdasarkan jumlah kerugian dengan lamanya tuntutan
dari JPU.
Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan metode yuridis
normatif yaitu penelitian yang dilakukan pada peraturan tertulis dan
bahan-bahan hukum lainnya yang ada di perpustakaan maupun jurnal hukum lainnya (Muchtar, 2015).
Adapun sifat dari penelitian ini adalah penelitian yang berdasarkan deskriptif,
menjelaskan aturan perundangan dan dikaitkan dengan objek penelitian (Nurhayati, Ifrani, & Said, 2021).
Dalam tulisan ini akan menggunakan bahan-bahan dari berbagai bahan atau sumber
yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum sekunder.
Bahan hukum primer adalah bahan yang sifatnya
mengikat yang terdiri dari norma dasar, peraturan dasar, peraturan
perundang-undangan, hukum adat, yurisprudensi, traktat, dan bahan hukum dari
zaman dahulu atau masa kolonialisme (Mezak, 2006). Bahan hukum primer yang digunakan adalah Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana
Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP (Siregar & Hukum, 2013). Bahan hukum sekunder adalah penjelasan lanjut dari
bahan hukum primer seperti hasil penelitian, tulisan dari kalangan hukum atau
jurnal hukum, dan buku (Susanti, Sh, & A�an Efendi, 2022).
Bahan hukum tersier adalah penjelasan lanjutan dari bahan hukum primer dan
sekunder seperti kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya (Susanti et al., 2022).
Hasil dan Pembahasan
Penerapan Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda
dalam KUHP pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 814/Pid.B/2021/PN
Jkt.Brt
Penulis melakukan analisis dan studi putusan didasari oleh
Perma Nomor 2 Tahun 2012 terhadap kasus pencurian pada Putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Barat Nomor 814/Pid.B/2021/PN Jkt.Brt, terdapat seorang terdakwa
bernama Ardiansyah Bin Ruslan alias Ardi mencuri sebuah telepon genggam merek
OPPO warna biru yang sedang dipegang oleh Zahra Agustin dan dikembalikan kepada
Putri Melani sebagai pemilik. Disampaikan melalui berkas perkara, motif
pencurian ini untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Pencurian dilakukan
pada hari Sabtu, 26 Juni 2021 sekitar pukul 21.30 WIB di Lorong gang tepatnya
di Jalan Kalianyar I RT. 008/010 Kelurahan Jembatan Besi, Kecamatan Tambora,
Jakarta Barat. Melalui kejadian ini, korban mengalami kerugian sebesar Rp.
1.800.000,- (satu juta delapan ratus ribu rupiah) dengan keadaan yang
meringankan yakni terdakwa bersikap sopan dan jujur dalam persidangan, terdakwa
belum menikmati hasil kejahatannya, dan terdakwa belum pernah dihukum,
sedangkan keadaann yang memberatkan yakni perbuatan terdakwa meresahkan
masyarakat.
Penjatuhan dakwaan pada terdakwa oleh JPU, tidak
semerta-merta penjatuhan dakwaan dilakukan oleh JPU. Runtutan penjatuhan
dakwaan dimulai dari penyidikan kepada terdakwa yang dilakukan oleh pihak
Kepolisian dilampirkan pada berkas perkara, dan berkas perkara tersebut juga
memuat penerapan pasal yang dibuat oleh penyidik. JPU hanya memastikan, apakah
pasal yang diterapkan oleh penyidik, unsur-unsurnya telah dipenuhi dalam berkas
atau belum terpenuhi. Jika sudah terpenuhinya penerapan pasal, maka Jaksa dapat
mendakwakan penerapan pasal yang sudah dimuat dalam berkas perkara. Jika dalam
berkas perkara belum terpenuhi, Jaksa akan memberi petunjuk atau P-19, berkas
dikembalikan kepada penyidik. Setelah terpenuhi, dilakukan pengembalian berkas
kepada Jaksa.
Penerapan pasal di berkas perkara dari penyidik kepada
terdakwa pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 814/Pid.B/2021/PN
Jkt.Brt, yakni Pasal 365 ayat (1) KUHP subsidair Pasal 362 KUHP. JPU pada
putusan ini menganggap bahwa penerapan pasal yang dimuat dalam berkas perkara
sudah terpenuhi, sehingga Jaksa menjatuhkan pasal yang serupa dengan penerapan
pasal oleh penyidik yang dimuat di berkas perkara.
Dakwaan pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor
814/Pid.B/2021/PN Jkt.Brt ialah jenis dakwaan subsidair, yang terdiri dari
dakwaan primair dan subsidair, artinya beberapa lapisan diurutkan dari tuntutan
yang terberat sampai teringan dan Hakim hanya menjatuhkan satu tindak pidana
kepada Terdakwa.� Dakwaan primair
dijatuhkan Pasal 365 KUHP ayat (1) KUHP yang berisikan perbuatan pencurian
dengan ancaman kekerasan. Sanksi pidana yang akan dijatuhkan, yaitu pidana
paling lama sembilan tahun penjara. Pasal 365 ayat (1) yang berbunyi,
�Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun
pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah
pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri
sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.�
Pada berkas perkara dan putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Barat Nomor 814/Pid.B/2021/PN Jkt.Brt, dijabarkan unsur dari dakwaan primair
sebagai berikut:
1.
Barangsiapa;
2.
Perbuatan
mengambil;
3.
Perbuatan
dengan kekerasan;
4.
Melawan hak
yang tanpa seijinnya untuk dimiliki.
Dijabarkan kembali isi dari unsur Pasal 365 KUHP ayat (1)
pada putusan ini, Unsur barang siapa merupakan subjek pelaku, disini sebagai
Terdakwa, Ardiansyah Bin Ruslan Alias Ardi yang wajib bertanggung jawab. Kedua,
unsur mengambil barang sesuatu. Arti dari �barang� yaitu segala sesuatu yang
berwujud seperti �daya listrik�, �gas�, termasuk juga binatang, namun manusia
tidak masuk kedalam �barang�. Pada kasus ini, Terdakwa mengambil barang yang
berwujud yaitu telepon genggam merek OPPO berwarna biru. Unsur ketiga,
pencurian yang didahului, disertai, dan diikuti dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan. Dalam berkas perkara, unsur dari kekerasan yakni Terdakwa dari arah
belakang langsung merampas dengan cara di tarik paksa. Unsur keempat yakni,
pencurian yang dilakukan oleh terdakwa mengambil barang milik Putri Melani
untuk dijual, yang hasilnya agar dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dakwaan Subsidair yang dijatuhkan kepada Terdakwa terdapat
dalam Pasal 362 KUHP yang berisikan perbuatan mengambil suatu barang secara
keseluruhan atau sebagian dengan tujuan untuk dimiliki dengan cara melawan
hukum disebut dengan pencurian. Sanksi pidana yang akan dijatuhkan, yaitu
pidana paling lama lima tahun penjara. Unsur dakwaan, sebagai berikut:
1.
Barang Siapa;
2.
Mengambil
barang sesuatu;
3.
Yang
seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain;
4.
Dengan maksud
untuk dimiliki secara melawan.
Pada putusan kasus ini, keadaan yang memberatkan Terdakwa
adalah perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa meresahkan masyarakat, sedangkan
keadaan yang dianggap meringankan Terdakwa yaitu sikap sopan dan mengaku selama
persidangan berlangsung, Terdakwa belum merasakan hasil dari kejahatannya, dan
ini merupakan kali pertama Terdakwa dihukum. Maka pada hari Selasa, 30 November
2021 oleh 1 (satu) Hakim Ketua dan 2 (dua) Hakim Anggota diputuskan sebagai
berikut:
1.
Terdakwa
tidak terbukti sah dan bersalah melakukan apa yang menjadi Dakwaan Primair;
2.
Membebaskan
Terdakwa dari Dakwaan Primair JPU;
3.
Terdakwa
terbukti bersalah melakukan tindak pidana Pencurian;
4.
Terdakwa
dijatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 10 (sepuluh) bulan;
5.
1 (satu)
barang bukti berupa telepon genggam merek OPPO warna biru yang dikembalikan
kepada Korban;
6.
Membebankan
biaya perkara kepada Terdakwa.
Dakwaan primair yang didakwakan JPU kepada Terdakwa ditolak
oleh para hakim, dikarenakan tidak terbukti sah. Dipaparkan pada berkas
perkara, penjatuhan Pasal 365 ayat (1) KUHP disebabkan adanya perampasan oleh
terdakwa. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, perampasan diartikan
sebagai perebutan. Dijelaskan melalui Pasal 89 KUHP, menggunakan kekerasan
dengan membuat orang pingsan atau tidak berdaya. Kekerasan diulas kembali dalam
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 yang berisikan:
�Kekerasan adalah setiap perbuatan penyalahgunaan kekuatan
fisik dengan atau tanpa menggunakan sarana secara melawan hukum dan menimbulkan
bahaya bagi badan, nyawa, dan kemerdekaan orang, termasuk menjadikan orang
pingsan atau tidak berdaya.�
Sedangkan penjelasan ancaman kekerasan diatur dalam Pasal 1
ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 berbunyi,
�Ancaman Kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan
hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik dengan
maupun tanpa menggunakan sarana dalam bentuk elektronik atau nonelektronik yang
dapat menimbulkan rasa takut terhadap orang atau masyarakat secara luas atau
mengekang kebebasan hakiki seseorang atau masyarakat.�
Pasal 143 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (�KUHAP�)
ayat (2) huruf b menjelaskan, surat dakwaan harus berisikan dakwaan yang
cermat, jelas, dan juga lengkap tentang tindak kejahatan yang didakwakan dengan
memuat waktu dan tempat dilaksanakannya kejahatan. Pasal 143 ayat (3) KUHAP
menguraikan jika surat dakwaan yang dibuat tidak memenuhi unsur dari ayat (2)
huruf b, maka batal demi hukum. Mengacu pada pasal tersebut, surat dakwaan yang
dibuat kurang cermat karena adanya kekeliruan yang dapat menyebabkan tuntutan
batal demi hukum.� Kontradiksinya, hal
ini dianggap tidak batal demi hukum dikarenakan perbuatan yang dianggap
berlebih daripada unsur dan tidak dapat dibuktikan, Hakim tidak perlu
membebaskan Terdakwa jika terbukti melakukan sisa dakwaannya.�
Mengupas unsur Pasal 364 KUHP yang dianggap sesuai dengan
tindak pidana pencurian oleh Terdakwa yang dijatuhi tuntutan Pasal 362 KUHP,
berdasarkan Nomor 814/Pid.B/2021/PN Jkt.Brt. Pada unsur nomor 1, sesuai dengan
kronologis pada putusan Terdakwa benar adanya mengambil sebagian atau seluruh
kepunyaan orang lain. Unsur nomor 2 dan 3 bukanlah unsur yang tidak didakwakan
kepada Terdakwa. Sedangkan unsur nomor 4 dan 5 tidak dilakukan oleh Terdakwa,
yang mana Terdakwa melakukan tindak pidana di lorong gang, tidak di rumah atau
pekarangan yang tertutup. Unsur nomor 6, sangat benar adanya �.... apabila
harga barang yang dicurinya tidak lebih dari dua puluh lima rupiah�.
Berdasarkan asas Lex Posteriori derogat legi priori, Mahkamah Agung Republik
Indonesia mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 (�Perma
Nomor 2 Tahun 2012�) tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan
Jumlah Denda dalam KUHP. Artinya, sebagai aturan yang sesuai dengan kasus ini,
dapat digunakan sebagai dasar dalam membuat dakwaan oleh JPU. Mengacu pada
Pasal 1 dan 2 Perma Nomor 2 Tahun 2012 berisikan Ketua pengadilan dalam hal ini
wajib untuk melihat nilai barang yang menjadi objek perkara atau juga nilai
uang yang menjadi objek perkara. Jika uang ataupun barang yang menjadi
bagian� objek perkara dan nilainya tidak
lebih dari Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah), ini dapat disebut
dengan Tindak Pidana Ringan (�TIPIRING�). Menurut Putusan dalam penulisan ini,
objek perkara tersebut ialah telepon genggam merek OPPO warna biru tanpa
menyebutkan jenis dari mereknya. Namun berdasarkan kronologi dalam putusan pada
tulisan ini, objek perkara yaitu telepon genggam merek OPPO warna biru sudah
dikembalikan kepada Korban. Walaupun telepon genggam korban sudah dikembalikan,
Korban tetap mengalami kerugian sebesar Rp. 1.800.000,- (satu juta delapan
ratus ribu rupiah). Kerugian yang didapat Terdakwa dalam putusan yang Penulis
ambil yaitu:
1.
Adanya
penahanan terhadap Terdakwa, sedangkan dijelaskan dalam Perma Nomor 12 Tahun
2012 jika didakwakan Pasal 364 yang berdasarkan KUHAP tidak dapat dilakukan
penahanan;
2.
Tidak diadili
oleh Hakim Tunggal melalui Acara Pemeriksaan Cepat sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 205-210 KUHAP;Dapat dilakukannya kasasi jika tidak ada kepuasan dari
Korban, karena hukumannya tidak kurang dari 1 (satu) tahun;
3.
Tidak
mendapat kesempatan untuk dilakukannya Restorative Justice, dikarenakan pasal
yang didakwakan bukan Pasal 364 KUHP yang dapat memenuhi tujuan dari asas
peradilan cepat, sederhana dan juga biaya ringan dengan tercapainya keadilan
yang seimbang.
Didalam buku yang ditulis oleh Lilik Mulyadi, dalam bukunya
mengatakan, pertimbangan Hakim didasarkan pada pertimbangan yuridis dan fakta
di persidangan untuk mencapai sebuah putusan,�
artinya Hakim mempertimbangkan keduanya. Didasari pendapat Ramelan,
surat dakwaan merupakan surat yang isinya kronologis dari fakta-fakta yang
terjadi dengan memaparkan unsur yuridis dari pasal yang yang dilanggar.� Dalam memutus perkara, Hakim berpatokan pada surat
dakwaan tersebut. Dapat disimpulkan jika dakwaan itu sendiri merupakan dasar
yang paling krusial pada hukum acara pidana, khususnya untuk Hakim yang akan
memeriksa� dan memutus kasus itu.� Diperlukan perhatian khusus JPU untuk membuat
surat dakwaan, melihat adanya perkembangan terkait pemberlakuan Pasal 362 KUHP
di dalam Perma Nomor 2 Tahun 2012 dengan melihat unsur-unsur dari pasal yang
didakwakan.
Penjatuhan dakwaan kepada terdakwa dianggap kurang adil,
karena JPU dapat mendakwakan unsur yang melebihi dari delik walaupun tidak
dapat dibuktikan dengan catatan dakwaan yang lain dapat dibuktikan. Namun dalam
pemberian berkas dari penyidik kepada JPU, runtutan detail keterangan saksi dan
barang bukti yang disampaikan pada penyidikan dapat meringankan terdakwa dan
mempengaruhi dakwaan yang akan dijatuhkan kepada Terdakwa. Pada kasus dalam
Putusan Nomor 814/Pid.B/2021/PN Jkt.Brt, dakwaan primair JPU yang melampaui
delik terdakwa tidak menguntungkan bagi terdakwa. Didasari berkas perkara
penyidik yang disampaikan kepada JPU pada resume memuat unsur perampasan
merupakan kekerasan ancaman sehingga dimuat Pasal 365 ayat (1) KUHP yang
menjadi pertimbangan JPU untuk mendakwakan terdakwa. Oleh karena Pasal 365 ayat
(1) yang dimuat oleh penyidik, maka kejaksaan menerima SPDP untuk dapat
dijatuhkan dakwaan, namun jika Pasal 362 KUHP yang dimuat dalam berkas perkara,
dengan nilai barang dibawah Rp.2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah),
maka Jaksa dapat menolak SPDP dari penyidik seperti yang disampaikan.
Mengacu pada anjuran Perma Nomor 2 Tahun 2012, yakni jika
dakwaan TIPIRING sangat tidak tepat bila didakwakan dengan Pasal 362 KUHP
melainkan lebih tepatnya didakwakan dengan Pasal 364 KUHP.� Unsur dari Pasal 364 KUHP sangat sesuai
dengan keterangan para saksi dan kerugian yang dialami korban. Pasal 364 KUHP
sesuai jika didakwakan kepada terdakwa dengan mempertimbangkan berat ringannya
perbuatan serta keadilan masyarakat.�
Berikut unsur dari Pasal 364 KUHP yang perlu diketahui:
1.
Pencurian
dalam bentuknya yang pokok (Pasal 362 KUHP);
2.
Pencurian
yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama- sama (Pasal 363 ayat
(1) ke-4 KUHP);
3.
Pencurian
yang dilakukan dengan membongkar, merusak atau memanjat, dengan anak kunci,
perintah palsu atau seragam palsu;
4.
Pencurian
tidak dilakukan dalam sebuah rumah;
5.
Pencurian
juga tidak dilakukan dalam pekarangan tertutup yang� ada rumahnya;
6.
dan Apabila
harga barang yang dicurinya itu tidak lebih dari dua puluh lima rupiah.
Ketentuan tersebut terdiri dari unsur-unsur�
Tindak Pidana Pencurian.
Mengupas unsur Pasal 364 KUHP yang dianggap sesuai dengan
tindak pidana pencurian oleh Terdakwa yang dijatuhi tuntutan Pasal 362 KUHP,
berdasarkan Nomor 814/Pid.B/2021/PN Jkt.Brt. Pada unsur nomor 1, sesuai dengan
kronologis pada putusan Terdakwa benar adanya mengambil sebagian atau seluruh
kepunyaan orang lain. Unsur nomor 2 dan 3 bukanlah unsur yang tidak didakwakan
kepada Terdakwa. Sedangkan unsur nomor 4 dan 5 tidak dilakukan oleh Terdakwa,
yang mana Terdakwa melakukan tindak pidana di lorong gang, tidak di rumah atau
pekarangan yang tertutup. Unsur nomor 6, sangat benar adanya �.... apabila
harga barang yang dicurinya tidak lebih dari dua puluh lima rupiah�.
Jaksa memiliki hak untuk memberikan petunjuk (U-19) kepada
penyidik, agar dapat dilakukan perbaikan pada berkas perkara. Perlunya
perbaikan dilakukan oleh penyidik, karena dakwaan yang dijatuhkan oleh Jaksa
harus sesuai dengan penerapan pasal pada berkas perkara. Jaksa harus teliti
dalam membaca berkas perkara, dan memastikan apakah pasal yang diterapkan oleh
Penyidik, sudah memenuhi unsur dalam berkas perkara. Disampaikan Gustav
Radbruch yang dikutip oleh Satjipto Rahardjo, menyampaikan di dalam hukum
terdapat 3 (tiga) nilai dasar, yakni: (1) Keadilan (Gerechtigkeit); (2) Kepastian
Hukum (Rechtssicherheit; dan (3) Kemanfaatan (Zweckmassigkeit).
Namun, ketiga dasar hukum tersebut tidak seluruhnya
diterapkan dalam Putusan Nomor 814/Pid.B/2021/PN Jkt.Brt. Dasar hukum yang
diterapkan hanyalah kemanfaatan yang didapat dari hukum itu sendiri, yakni
untuk dapat memberikan hukuman kepada terdakwa. Sedangkan keadilan dan
kepastian dari sudut pandang terdakwa, tidak diterapkan.� Terdakwa tidak menerima keadilan dan
kepastian dalam hal ini, mengapa? karena pencurian yang dilakukan oleh terdakwa
dengan nominal Rp. 1.800.000,- (satu juta delapan ratus ribu rupiah) yang mana
sesuai dengan anjuran Perma Nomor 2 Tahun 2012 yakni klasifikasi tindak pidana
ringan apabila kerugian yang dialami dibawah Rp. 2.500.000,- (dua juta lima
ratus ribu rupiah) dan dilakukan di lorong gang, yang artinya pencurian
dilakukan diluar rumah. Selain itu dijelaskan dalam Perma Nomor 2 Tahun 2012,
jika dakwaan pada Pasal 362 KUHP dianjurkan untuk didakwakan Pasal 364 KUHP.
Artinya terdakwa tidak menerima keadilan dalam hal penerapan pasla yang
dilakukan oleh penyidik dan dakwaan yang dibuat oleh JPU, sama halnya dengan
kepastian dari Perma nomor 2 Tahun 2012 tidak terwujud dalam kasus pencurian
ini.
Kesimpulan
Pencurian yang dilakukan oleh Ardiansyah pada
Putusan Nomor 814/Pid.B/2021/PN Jkt.Brt,, tidak mencapai keadilan dan kepastian hukum. Ditilik dari penerapan
pasal oleh penydik kepada terdakwa yakni Pasal 365 KUHP ayat (1) yaitu
pencurian dengan kekerasan yang sangat tidak sesuai dengan kronolgi yang
disampaikan oleh saksi, sangat merugikan terdakwa. Penerapan pasal tersebut,
membuat kejaksaan wajib membuat dakwaan untuk terdakwa. Penjatuhan dakwaan yang
dilakukan oleh JPU, tidak boleh terlepas dari penerapan pasal yang dibuat oleh
penyidik. Jika penyidik memuat penerapan Pasal 365 KUHP ayat (1) sub Pasal 362
KUHP maka dakwaan primair dari JPU yakni Pasal 365 KUHP ayat (1) dan dakwaan
subsidair nya Pasal 362 KUHP. Dalam teori JPU yang membuat dakwaan, seperti
yang dimuat dalam Pasal 140 ayat (1) KUHAP memberikan petunjuk bahwa yang berwenang
membuat surat dakwaan adalah Jaksa Penuntut Umum. Namun pada praktiknya, JPU harus tetap menyesuaikan pada penerapan
pasal yang dilakukan oleh penyidik. JPU dapat melakukan pembetulan pada berkas
perkara dengan cara mengajukan petunjuk atau P-19 kepada penyidik.
Ketidakadilan dan ketidakpastian dapat
dilihat dari kerugian yang dirasakan korban yakni sebesar Rp. 1.800.000 (satu
juta delapan ratus ribu rupiah), yang apabila mengikuti Perma Nomor 2 Tahun
2012, kerugian tersebut masih dibawah Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu
rupiah)� dan pencurian dilakukan diluar
rumah, artinya merupakan tindak pidana ringan. Namun pada nyatanya, Ardiansyah
sebagai terdakwa tetap diadili dengan cara peradilan, bukan peradilan
cepat.� Isi yang dimuat dalam Perma Nomor
2 Tahun 2012 tak juga diindahkan, seperti anjuran untuk menerapkan Pasal 364
KUHP jika didakwakan Pasal 362 KUHP.
BIBLIOGRAFI
������ Alam, Nova Aulia Pagar, & Ahmad, Kamri. (2020).
Efektivitas Penyusunan Surat
Dakwaan Oleh Penuntut Umum. Journal of Lex
Generalis (JLG), 1(6), 912�927.
Hamzah, Andi. (1994). Asas-asas hukum pidana.
Kurnia, Titon Slamet. (2009). Pengantar sistem
hukum Indonesia. Alumni.
Maramis, Frans. (2013). Hukum pidana: umum dan
tertulis di Indonesia.
Mezak, Meray Hendrik. (2006). Jenis, Metode dan
Pendekatan Dalam Penelitian Hukum. Mezak, Meray Hendrik. (2006). Jenis,
Metode Dan Pendekatan Dalam Penelitian Hukum.
Moeljatno, S. H. (2002). Asas-asas Hukum Pidana. Rineka
Cipta, Jakarta.
Muchtar, Henni. (2015). Analisis Yuridis Normatif
Sinkronisasi Peraturan Daerah dengan Hak Asasi Manusia. Humanus, 14(1),
80�91.
Nurhayati, Yati, Ifrani, Ifrani, & Said, M. Yasir.
(2021). Metodologi Normatif Dan Empiris Dalam Perspektif Ilmu Hukum. Jurnal
Penegakan Hukum Indonesia, 2(1), 1�20.
Prasetyo, Teguh. (2014). Membangun Hukum Nasional
Berdasarkan Pancasila. Jurnal Hukum Dan Peradilan, 3(3), 213�222.
RIJAL, M. U. H. (n.d.). ANALISIS YURIDIS TINDAK
PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN.
Rosyadi, Imron, Candra, Marli, Khaliq, Abdul,
Syaifullah, M., & Hayya, Akiya Qidam. (2020). Victim precipitation dalam
Tindak Pidana Pencurian. Duta Media.
Sari, Indah. (2021). Perbuatan Melawan Hukum (PMH)
Dalam Hukum Pidana Dan Hukum Perdata. Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, 11(1).
Siregar, Anistia Ratenia Putri, & Hukum, Anistia
Retenia Jurnal. (2013). Eksistensi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012
Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan Dan Jumlah Denda Dalam Kuhp
Pada Peradilan Pidana. Medan. Jurnal Ilmiah. Fakultas Hukum, Universitas
Sumatera Utara.
Soesilo, Raden. (1995). Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP): Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal.
Susanti, Dyah Ochtorina, Sh, M., & A�an Efendi, S.
H. (2022). Penelitian Hukum: Legal Research. Sinar Grafika.
Copyright holder: Agatha
Lafentia (2022) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |