Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 1, Januari 2023

 

POLA SEBARAN RESERVOIR TIKUS DAN DETEKSI SEROTIPE BAKTERI LEPTOSPIRA DI KOTA KENDARI

 

Andy Arasy

Jurusan Kesehatan Lingkungan, Universitas Dipenogoro

Email: [email protected]

 

Abstrak

Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang berada di Posisi Asia Tenggara yang sampai saat ini masih bermasalah dengan penyakit tular vector, atau yang kita kenal dalam istilah Vektor Borne Disease. Tidak jarang kejadian penyakit ini pada daerah tertentu masih terjadi secara tiba tiba dan paling buruk dapat mengakibatkan kematian dengan jumlah kasus yang tinggi. Hal ini merupakan imbas dari belum baiknya upaya yang dilakukan oleh pemerintah. Leptospirosis merupakan penyakit zoonosa yang disebabkan oleh infeksi bakteri berbentuk spiral dari genus Leptospira yang pathogen, yang ditularkan secara langsung dan tidak langsung dari hewan ke manusia. Definisi penyakit zoonosa (zoonosis) adalah penyakit yang secara alami dapat ditularkan dari hewan vertebrata ke manusia atau sebaliknya, yang diduga paling luas penyebarannya di dunia di dikenal dengan istilahdemam tikus�, Karenamahalnya alat pemeriksaan dan sulitnya diagnosis klinis sehingga penyakit leptospirosis banyak yang tidak dilaporkan. Tujuan penelitian ini ntuk mengetahui analisis spasial sebaran reservoir tikus yang positif bakteri leptospira dan jenis serotipenya di di Kelurahan Sanua,Kelurahan Sedoadan Kelurahan Dapu-Dapura dI Kota Kendari Kota Kendari Sulawesi Tenggara.

 

Kata kunci: Leptospira, zoonosa, demam tikus

 

Abstract

Indonesia is one of the tropical countries in Southeast Asia that until now still has problems with vector disease, or what we know as Vector Borne Disease. It is not uncommon for the incidence of this disease in certain areas to still occur suddenly and at worst can result in death with a high number of cases. This is an impact of the poor efforts made by the government. Leptospirosis is a zoonous disease caused by a spiral-shaped bacterial infection of the pathogenic genus Leptospira, which is transmitted directly and indirectly from animals to humans. The definition of zoonous disease (zoonose) is a disease that can naturally be transmitted from vertebrate animals to humans or vice versa, which is suspected to be the most widespread in the world known as "rat fever", due to the high cost of examination tools and the difficulty of clinical diagnosis so that many leptospirosis diseases go unreported. The purpose of this study was to determine the spatial analysis of the distribution of rat reservoirs that were positive for leptospira bacteria and their types of serotype in Sanua Village, Sedoa Village and Dapu-Dapura Village dI Kendari City, Kendari City, Southeast Sulawesi.

 

Keywords: Leptospira, zoonose, rat fever

 

Pendahuluan

Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang berada di Posisi Asia Tenggara yang sampai saat ini masih bermasalah dengan penyakit tular vector, atau yang kita kenal dalam istilah Vektor Borne Disease (Sumunar, 2009). Tidak jarang kejadian penyakit ini pada daerah tertentu masih terjadi secara tiba tiba dan paling buruk dapat mengakibatkan kematian dengan jumlah kasus yang tinggi. Hal ini merupakan imbas dari belum baiknya upaya yang dilakukan oleh pemerintah. Indonesia sebagai daerah tropis dan kepulauan yang merupakan daerah potensial berkembangnya penyakit tular vektor ini, disamping itu pola kebiasaan dan perilaku, perubahan pola peruntukan lahan dan mobilisasi masyarakat yang menjadi masalah yang belum terpecahkan dalam menanggulangi masalah ini (Sumampouw, 2017) (petunjuk teknis pengendalian leptospirosis edisi 3 tahun 2014)

Leptospirosis merupakan penyakit zoonosa yang disebabkan oleh infeksi bakteri berbentuk spiral dari genus Leptospira yang pathogen, yang ditularkan secara langsung dan tidak langsung dari hewan ke manusia (Agustina, 2021). Definisi penyakit zoonosa (zoonosis) adalah penyakit yang secara alami dapat ditularkan dari hewan vertebrata ke manusia atau sebaliknya, yang diduga paling luas penyebarannya di dunia di dikenal dengan istilahdemam tikus(Yudhastuti, 2020). Karenamahalnya alat pemeriksaan dan sulitnya diagnosis klinis sehingga penyakit leptospirosis banyak yang tidak dilaporkan. Keberadaan vektor dengan tingginya populasi tikus dan kondisi sanitasi lingkungan yang jelek dan kumuh akibat banjir serta lemahnya surveilans merupakan faktor penyebab terjadinya kasus ini (Anwar, 2020) (petunjuk teknis pengendalian leptospirosis edisi 3 tahun 2014)

Penelitian mengenai identifikasi leptospirosis serovar didaerah rawan banjir di Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa daerah rawan banjir berpotensi menimbulkna penyakit leptospirosis. Hasil ini dibuktikan dengan ditemukannya beberapa jenis serovar pada serum yang merupakan daerah rawan banjir yaitu serovar Bangkinang (Ban), Grippotyphosa (Gri), Canicola (Can), Robinsoni (Rob), Bataviae (Bat), Mini (Min) dari spesies serovar yang ditemukan pada anjing, tikus dan sapi (Anwar, 2020).

Penelitian yang dilakukan (Ardanto et al., 2018) mengenai identifikasi DNA Leptospirosis pada sampel air dan tanah di Kota Makassar menemukan bahwa dari 16 sampel air dan tanah yang diperiksa, terdapat 1 sampel tanah yang positif (Anwar, 2020). Sampel tanah yang positif berasal dari daerah kumuh di sekitaran pasar terong. Kondisi sanitasi yang buruk pada daerah kumuh seperti keberadaan timbunan sampah, banyaknya genangan banjir dan langsung dengan urin dan cairan tubuh hewan yang terinfeksi atau kontak tidak langsung oleh bakteri leptospira melalui perantara air atau tanah (Rohman, Utomo, & Firdaust, n.d.).

Keberadaan tikus sebagai reservoir di sekitar lingkungan rumah mempunyai risiko 4 kali lebih tinggi untuk terkena leptospirosis merupakan hewan menganggu kehidupan manusia, hewan pengerat dan memakan segala jenis makanan (Omnivora) yang dapatmenimbulkan kerusakan dan kerugian antara lain bidang pertanian, perkebunan, permukiman dan Kesehatan (Pertiwi, 2014). Tikus adalah satwa liar yang telah berasosiasi dengan kehidupan manusia dan bersifat parasitisme karena menyebabkan kerugian bagi manusia. Jenis Rattus Tanezumi merupakan salah satu jenis tikus yang sering menyebabkan gangguan dan kerusakan dan menjadi reservoir penyakit leptospirosis (Asril et al., 2022). Tikus masuk dalam Ordo Rodentia merupakan ordo yang terbesar dari Kelas Mammalia karena memiliki jumlah spesies yang terbanyak yaitu � 2.000 spesies atau 40% dari 5.000 spesies untuk seluruh Kelas Mammalia (Musbir, 2022).Dari 2.000 spesies Rodentia ini, hanya kurang lebih 160 spesies tikus yang ada di Indonesia dan hanya 9 spesies yang paling berperan sebagai hama tanaman, permukiman (urban pest), dan reservoir patogen pada manusia antara lain jenis Bandicota indica (wirok besar), Bandicota bengalensis (wirok kecil), Rattus norvegicus (tikus riul), Rattus tanezumi (tikus rumah), Rattus tiomanicus (tikus pohon), Rattus argentiventer (tikus sawah), Rattus exulans (tikus ladang), Mus musculus (mencit rumah) dan Mus caroli (mencit ladang) (Wahyuni, Makomulamin, & Sari, 2021).

Lingkunganmerupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberadan tikus, dimana keberadan tikus dapat mencerminkan sanitasi lingkungannya. Dimana tikus menyukai tempat yang kotor, lembab, dan kurang pencahayaan. Salah satu syarat rumah sehat menurut KepMenKes No. 829/SK/VII/1999dimana rumah sehat adalah rumah yang bebas dari vektor penyakit. Kondisi lingkungan yang tidak memenuhi syarat dan menguntungkan bagi tikus untuk berkembangbiak sangat cepat. Faktor yang menunjang reproduksi tikus meliputi ketersediaan makanan, minuman dan tempat untuk berlindung. (Wahyuni et al., 2021)

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Ginting, 2022) yang menunjukkan adanya sampah terbuka di depan atau belakang rumah berhubungan dengan kejadian leptospirosis. Tempat pengumpulan sampah yang tidak baik merupakan faktor resiko kejadian leptospirosis karena vektor perantara bakteri leptospira, terutama tikus, sangat menyukai tempat-tempat dengan keberadaan tumpukan sampah. Keberadaan bakteri leptospira dipengaruhi oleh kondisi selokan dimana Selokan adalah salah satu akses yang dilalui tikus dan aliran air dalam selokan yang tidak lancer (Rejeki, 2005).

Leptospirosis merupakan salah satu penyakit yang memiliki aspek epidemiologi dan aspek geografis dalam penyebarannya. Sehingga kegunaan dari distirbusi spasial akan terlihat jika aspek epidemiologi dan aspek geografis di kombinasikan sehingga bermnafaat dan dapat mengetahui persebaran penyakit Leptospirosis dan faktor resiko di suatu daerah. Kasus Leptospirsis ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia diantarannya Jawa barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sumatera Utara, Jawa Timur, Maluku, Banten, Kaltara, Sumsel (Amien, 2017).

Analisis spasial dapat digunakan untuk melihat risiko keberadaan tikus berdasarkan wilayah tikus yang tertangkap, kemudian melihat kondisi lingkungan sekitar. Dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) pada analsis spasial menjadi salah satu metode penting dalam surveilan penyakit. Kemampuan SIG dalam mengompilasi data menjadi beberapa lapisan yang biasa disebut �overlay� dapat memberikan manfaat dalam surveilan penyakit (Nugroho, Martiningsih, Hidayati, Muhidin, & Ristiyanto, 2019).

Kota Kendari merupakan salah satu daerah administrativeyang berada dalam ruang lingkup daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan ibu kotanya Kendari, Kota Kendari memiliki luas � 271,8 km� atau 0,70 persen dari luas daratan Provinsi Sulawesi Tenggara, merupakan dataran yang berbukit dan dilewati oleh sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Kendari. Wilayah daratannya sebagian besar terdapat di daratan, mengelilingi Teluk Kendari dan terdapat satu pulau, yaitu Pulau Bungkutoko dan secara geografis terletak di bagian selatan garis khatulistiwa, berada di antara 3�54�30� - 4�3�11� Lintang Selatan dan 122�23� - 122�39� Bujur Timur. Wilayah Kecamatan Kendari merupakan area dengan tingkat kepadatan penduduk yang tertinggi, disamping itu masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan menjadi masalah yang ada saat ini. Masyarakat masih memiliki kebiasaan membuang sampah sembarangan atau dibiarkan di lahan terbuka, selain itu kondisi saluran air atau selokan di sekitar perumahan, tempat-tempat umum masih banyak yang tidak mengalir dengan lancar, sehingga air menggenang bahkan meluap saat terjadi hujan deras, Suhu yang rendah serta Kelembaban yang tinggi memiliki potensi untuk penulaan leptopirosis.

Hasil (Kesuma, Mulyono, & Rokhmad, 2022) menunjukkan adanya laporan reservoir leptospirosis dan hantavirus yang baru selain reservoir yang telah ditemukan sebelumnya. Pada tikus dari ekosistem jauh pemukiman positif leptospirosis yaitu: Bunomyschrysocomus, Bunomyspenitus, Bunomyscoelestis, leopoldamys Edwarsi, Leopoldamyssabanus, Maxomysrajah, Maxomyssurifer, Maxomyswattsii, Maxomyswhiteheadi, Melomysbennisteri, Sundamysmaxi dan Sundamysmuelleri

Meskipun kejadian leptospirosis di Prop. Sulawesi Tenggara belum pernah dilaporkan antara tahun 2015-2016 tetapi pada tahun 2017 terdapat 2 kasus suspek kejadian leptospirosis di Desa Silea Kecamatan Buke Kab. Konawe Selatan yang berbatasan langsung dengan kota Kendari dan suspek leptospirosis tersebut akhirnya meninggal dunia dengan gejala klinis mirip leptospirosis,

Dalam penelitian ini, peneliti mencoba untuk melakukan penggambaran secara spasial Pola Sebaran Tikus yang terinfeksi bakteri leptospira berdasarkan faktor risiko lingkungan. Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam pengambilan keputusan program pengendalian leptospirosis di Provinsi Sulawesi tenggara Khususnya di Kota Kendari.

 

Metode Penelitian

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini ialah dengan melalukan praktek secara langsung. Menganalisiskepadatan Tikus (success trap) di Kelurahan Sanua,Kelurahan Sedoadan Kelurahan Dapu-Dapura dI Kota Kendari, mengidentifikasi jenistikus yang tertangkap di Kelurahan Sanua,Kelurahan Sedoadan Kelurahan Dapu-Dapura dI Kota Kendari, mengidentifikasikeberadaan bakteri leptospira sp yang tertangkap di Kelurahan Sanua,Kelurahan Sedoadan Kelurahan Dapu-Dapura dI Kota Kendari, mengidentifikasi keberadaan serotipe bakteri leptospira berdasarkan jenis tikus yang tertangkap di Kelurahan Sanua,Kelurahan Sedoadan Kelurahan Dapu-Dapura dI Kota Kendari, mendeskripsikan kondisi lingkungan (suhu, kelembaban, keberadan sampah dan genangan air) di Kelurahan Sanua,Kelurahan Sedoadan Kelurahan Dapu-Dapura dI Kota Kendari, menganalisis spasial sebaran reservoir tikus yang positif bakteri leptospira dan jenis serotipenya.

 

Hasil dan Pembahasan

A.    Pelaksanaan kegiatan

1.     Koordinasi dengan Dinkes prov Sulawesi Tenggara, Dinkes Kota Kendari, Puskesmas Benu Benua dan KKP Kendari.

2.     Tempat dan waktu pelaksanaan surveilans sentinel tikus dan deteksi leptospirosis dilakukan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara, tepatnya di wilayah Puskesmas Benu Benua, pada tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Dapu Dapura, Kelurahan Sanua dan Kelurahan Sodohoa, yang dilaksanakan pada tanggal 10 � 15 Oktober 2022.

3.     Tim Survey

Tim survey terdiri dari Tim Kerja Pengendalian Vektor Direktorat Surveilans dan Kekarantian Kesehatan, BTKL Makassar, KKP Kendari, Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi tenggara, Dinas Kesehatan Kota Kendari, Puskesmas Benu-Benua dan Kader pada ketiga kelurahan wilayah survey

4.     Pengambilan sampel, spesimen tikus dan pemeriksaan ginjal tikus

Sebelum pelaksanaan penangkapan tikus, dilakukan on Pengambilan sampel tikus dilakukan on the job traini (OJT) kepada petugas puskesmas dan kader penangkap tikus, tentang tata cara pemasangan perangkap, pengambilan perangkap positif tikus dan pemasangan ke,bali perangkap.

Jumlah perangkap yang digunakan sebanyak 150 buah selama 3 hari pemasangan masing-masing 50 perangkap per kelurahan dipasang 25 perangkap di dalam rumah dan 25 perangkap di luar rumah, sehingga selama 3 hari akan terpasang selama 450 perangkap. Di dalam perangkap digantungkan sepotong ikan asin sebagai umpan.

Tikus yang tertangkap diidentifikasi spesiesnya, dengan pemeriksaan jenis kelamin, pengukuran panjang badan, panjang ekordan panjang telapak kaki, serta mengukur lebar telinga, menghitung jumlah puting susu, panjang testis dan berat badan.

Sebelum dilakukan pembedahan untuk mengambil ginjal tikus, tikus disisir terlebih dahulu untuk mengetahui apakah tikus yang tertangkap membawa pinjal.

Ginjal tikus dimasukkan ke dalam larutan alcohol 70 %, dan selanjutnya langsung diproses di laboratorium entomologi KKP Kendari menggunakan PCR portable.

Perangkap yang positif/perangkap menangkap tikus, setelah dikosongkan, selanjutnya dipasang lagi di tempat semula setelah dibersihkan dan digantungkan umpan. Perangkap negatif/yang tidak menangkap tikus diperiksa kembali apakah umpannya masih ada atau tidk. Apabila umpannya hilang, akan diganti dengan umpan yang baru.

B.    Hasil Penangkapan Tikus

1.     Kepadatan Tikus

A.    Hari I (12 Oktober 2022)

a.     Kelurahan Dapu-Dapura

Jumlah perangkap yang dipasang di Kelurahan Dapu-Dapura adalah 50 perangkap. Jumlah perangkap yang yang positif/perangkap berisi tikus adalah 10 perangkap, dengan jumlah tikus yang tertangkap sebanyak 10 ekor, terdiri dari 7 betina dan 3 jantan (Success Trap = 20 %). Tertangkap juga cecurut (Suncus murinus) sebanyak 3 ekor, tetapi tidak diproses lebih lanjut. Dari sejumlah 10 ekor tersebut, 3 ekor diantara membawa pinjal.

Adapun spesies tikus yang tertangkap adalah sebagai berikut :

       Rattus novergicus������ :���������� 9 ekor

       Rattus diardii������������� :���������� 1 ekor

 

Tabel 1. Hasil penangkapan Tingkus di Kelurahan Dapu-Dapura pada hari pertama, tgl 12 Oktober 2022

 

JumlahPerangkap

Perangkap(+)

Success Trap (%)

Tikustertangkap

Spesies

Tikusberpinjal

R.

novergicus

R.

diardii

50

10

20

10

9

1

3 (4 pinjal)

 

b.     Kelurahan Sodohoa

Jumlah perangkap yang dipasang di Kelurahan Sadohoa adalah 50 perangkap. Jumlah perangkap yang yang positif/perangkap berisi tikus adalah 2 perangkap, dengan jumlah tikus yang tertangkap sebanyak 2 ekor, terdiri dari 1 betina dan 1 jantan (Success Trap = 8 %). Tertangkap juga cecurut (Suncus murinus) sebanyak 2 ekor, tetapi tidak diproses lebih lanjut. Dari sejumlah 2 ekor tersebut, tidak ada yang membawa pinjal.

Adapun spesies tikus yang tertangkap adalah sebagai berikut :

       Rattus novergicus������ :���������� 2 ekor

 

Tabel 2. Hasil penangkapan di Kelurahan Sodohoa pada hari pertama tgl 12 Oktober 2022

 

JumlahPerangkap

Perangkap(+)

Success Trap (%)

Tikustertangkap

Spesies

Tikusberpinjal

R. novergicus

R. diardii

50

2

4

2

2

-

-

 

c.     Kelurakan Sanua

Jumlah perangkap yang dipasang di Kelurahan Sanua adalah 50 perangkap. Jumlah perangkap yang yang positif/perangkap berisi tikus adalah 6 perangkap, dengan jumlah tikus yang tertangkap sebanyak 7 ekor, terdiri dari 2 betina dan 5 jantan (Success Trap = 12 %). Dari sejumlah 7 ekor tersebut, 2 ekor diantara membawa pinjal.

Adapun spesies tikus yang tertangkap adalah sebagai berikut :

       Rattus novergicus������ :���������� 4 ekor

       Rattus tanezumi��������� :���������� 3 ekor

 

Tabel 3. Hasil penangkapan di Kelurahan Sanua pada hari pertama tgl 12 Oktober 2022

 

JumlahPerangkap

Perangkap(+)

Success Trap (%)

TikusTertangkap

Spesies

Tikusberpinjal

R. novergicus

R. tane zumi

50

6

12

7

4

3

2 (6 pinjal)

 

Hasil penangkapan tikus pada ketiga kelurahan di atas menunjukkan bahwa species tikus yang tertangkap merupakan tikus yang dapat menularkan penyakit leptospirosis

Kepadatan tikus pada ketiga kelurahan tersebut menunjukkan angka > 1%, dimana berdasarkan Permenkes nomor 50 tahun 2017, kepadatan tikus > 1% berpotensi menimbulkan penyakit tular tikus (Leptospirosis).

 

B.    Hari II (13 Oktober 2022)

a.   Kelurahan Dapu-Dapura

Jumlah perangkap yang terpasang sebanyak 50 perangkap. Perangkap yang yang positif/perangkap berisi tikus adalah 3 perangkap, dengan jumlah tikus yang tertangkap sebanyak 3 ekor, terdiri dari 3 betina (Success Trap =6 %). Tertangkap juga cecurut (Suncus murinus) sebanyak 3 ekor, tetapi tidak diproses lebih lanjut. Dari sejumlah 3 ekor tersebut, tidak ada yang membawa pinjal.

Adapun spesies tikus yang tertangkap adalah sebagai berikut :

       Rattus novergicus������ :���������� 2 ekor

       Rattus diardii������������� :���������� 1 ekor

 

Tabel 4. Hasil penangkapan di Kelurahan Dapu-Dapura pada hari kedua 13 Oktober 2022

 

JumlahPerangkap

Perangkap(+)

Success Trap (%)

Tikustertangkap

Spesies

Tikusberpinjal

R. novergicus

R. diardii

50

3

6

3

2

1

-

 

b.   Kelurahan Sodohoa

Jumlah perangkap yang dipasang di Kelurahan Sadohoa adalah 50 perangkap. Jumlah perangkap yang yang positif/perangkap berisi tikus adalah 2 perangkap, dengan jumlah tikus yang tertangkap sebanyak 2 ekor, terdiri dari 2 betina (Success Trap = 4 %). Dari sejumlah 2 ekor tersebut, tidak ada yang membawa pinjal.

Spesies tikus yang tertangkap adalah sebagai berikut :

       Rattus novergicus������ :���������� 1 ekor

       Rattus diardii������������� :���������� 1 ekor

 

Tabel 5. Hasil penangkapan di Kelurahan Sadohoa pada hari kedua tgl 13 Oktober 2022

 

JumlahPerangkap

Perangkap(+)

Success Trap (%)

Tikustertangkap

Spesies

Tikusberpinjal

R. novergicus

R. diardii

50

2

4

2

1

1

-

 

c.   Kelurakan Sanua

Jumlah perangkap yang dipasang di Kelurahan Sanua adalah 50 perangkap. Jumlah perangkap yang yang positif/perangkap berisi tikus adalah 7 perangkap, dengan jumlah tikus yang tertangkap sebanyak 7 ekor, terdiri dari 3 betina dan 4 jantan (Success Trap = 14 %). Tertangkap juga cecurut (Suncus murinus) sebanyak 1 ekor, tetapi tidak diproses lebih lanjut. Dari sejumlah 7 ekor tersebut, 1 ekor diantara membawa pinjal.

Adapun spesies tikus yang tertangkap adalah sebagai berikut :

       Rattus novergicus������ :���������� 7 ekor

 

Tabel 6. Hasil penangkapan di Kelurahan Sanua pada hari kedua tgl 12 Oktober 2022

 

JumlahPerangkap

Perangkap(+)

Success Trap (%)

TikusTertangkap

Spesies

Tikusberpinjal

R. novergicus

50

7

14

7

7

1 (1 pinjal)

 

Hasil penagkapan tikus pada ketiga kelurahan menunjukkan bahwa species tikus yang tertangkap merupakan tikus yang dapat menularkan penyakit.

Kepadatan tikus pada ketiga kelurahan tersebut menunjukkan angka > 1%, dimana berdasarkan Permenkes nomor 50 tahun 2017, kepadatan tikus > 1% berpotensi menimbulkan penyakit tular tikus (Leptospirosis).

 

C.    Hari III (14 Oktober 2022)

a.   Kelurahan Dapu-Dapura

Jumlah perangkap yang dipasang di Kelurahan Dapu-Dapura adalah 50 perangkap. Jumlah perangkap yang yang positif/perangkap berisi tikus adalah 4 perangkap, dengan jumlah tikus yang tertangkap sebanyak 4 ekor, terdiri dari 3 betina dan 1 jantan (Success Trap =8 %). Dari sejumlah 4 ekor tersebut 1 ekor membawa pinjal.

Adapun spesies tikus yang tertangkap adalah sebagai berikut :

       Rattus novergicus������ :���������� 4 ekor

 

Tabel 6. Hasil penangkapan di Kelurahan Dapu-Dapura pada hari ketiga tgl 14 Oktober 2022

 

JumlahPerangkap

Perangkap(+)

Success Trap (%)

Tikustertangkap

Spesies

Tikusberpinjal

R. novergicus

50

4

8

4

4

-

 

b.     Kelurahan Sodohoa

Jumlah perangkap yang dipasang di Kelurahan Sadoha adalah 50 perangkap. Jumlah perangkap yang yang positif/perangkap berisi tikus adalah 10 perangkap, dengan jumlah tikus yang tertangkap sebanyak 10 ekor, terdiri dari 4 betina dan 6 jantan (Success Trap = 20 %). Dari sejumlah 10 ekor tersebut, 3 ekor membawa pinjal.

Adapun spesies tikus yang tertangkap adalah sebagai berikut :

       Rattus novergicus������ :���������� 9 ekor

       Rattus diardii������������� :���������� 1 ekor

 

Tabel 7. Hasil penangkapan di Kelurahan Sadohoa pada hari ketiga tgl 14 Oktober 2022

 

JumlahPerangkap

Perangkap(+)

Success Trap (%)

Tikustertangkap

Spesies

Tikusberpinjal

R. novergicus

R. diardii

50

10

 

20

9

1

3

 

c.     Kelurakan Sanua

Jumlah perangkap yang dipasang di Kelurahan Sanua adalah 50 perangkap. Jumlah perangkap yang yang positif/perangkap berisi tikus adalah 5 perangkap, dengan jumlah tikus yang tertangkap sebanyak 5 ekor, terdiri dari 3 betina dan 2 jantan (Success Trap = 10 %). Dari sejumlah 5 ekor tersebut, 1 ekor diantara membawa pinjal. Tertangkap juga cecurut (Suncus murinus) sebanyak 2 ekor, tetapi tidak diproses lebih lanjut. Adapun spesies tikus yang tertangkap adalah sebagai berikut :

       Rattus novergicus������ :���������� 4 ekor

       Rattus diardii����������� :���������� 1 ekor

 

Tabel 9. Hasil penangkapan di Kelurahan Sanua pada hari ketiga tgl 14 Oktober 2022

 

JumlahPerangkap

Perangkap(+)

Success Trap (%)

TikusTertangkap

Spesies

Tikusberpinjal

R. novergicus

R. diardii

50

5

10

5

4

1

1

 

Hasil penagkapan tikus pada ketiga kelurahan di atas menunjukkan bahwa species tikus yang tertangkap merupakan tikus yang dapat menularkan penyakit.

Kepadatantikus pada ketiga kelurahan tersebut menunjukkan angka > 1%, dimana berdasarkan Permenkes nomor 50 tahun 2017, kepadatan tikus > 1% berpotensi menimbulkan penyakit tular tikus (Leptospirosis).

 

D.    Kumulatif Hari I - III (12 - 14 Oktober 2022)

a.     Kelurahan Dapu-Dapura

Jumlah perangkap yang dipasang di Kelurahan Dapu-Dapura selama 3 hari adalah 150 perangkap. Jumlah perangkap yang yang positif/perangkap berisi tikus adalah 17 perangkap, dengan jumlah tikus yang tertangkap sebanyak 17 ekor, terdiri dari 13 betina dan 4 jantan (Success Trap =26 %). Tertangkap juga cecurut (Suncus murinus) sebanyak 6 ekor, tetapi tidak diproses lebih lanjut. Dari sejumlah 17 ekor tersebut, 3 ekor diantara membawa pinjal. Adapun spesies tikus yang tertangkap adalah sebagai berikut :

       Rattus novergicus������ :���������� 15 ekor

       Rattus diardii������������� :���������� 2 ekor

 

Tabel 10. Hasil penangkapan di Kelurahan Dapu-Dapura selama 3 hari dari tgl 12 - 14 Oktober 2022

 

JumlahPerangkap

Perangkap(+)

Success Trap (%)

Tikustertangkap

Spesies

Tikusberpinjal

R. novergicus

R. diardii

150

17

11,3

17

15

2

3 (4 pinjal)

 

b.     Kelurahan Sodohoa

Jumlah perangkap yang dipasang di Kelurahan Sadohaselama 3 hari adalah 150 perangkap. Jumlah perangkap yang yang positif/perangkap berisi tikus adalah 14 perangkap, dengan jumlah tikus yang tertangkap sebanyak 14 ekor, terdiri dari 7 betina dan 7 jantan (Success Trap = 8 %). Tertangkap juga cecurut (Suncus murinus) sebanyak 2 ekor, tetapi tidak diproses lebih lanjut. Dari sejumlah 14 ekor tertangkap, tidak ada yang membawa pinjal.

Adapun spesies tikus yang tertangkap adalah sebagai berikut :

       Rattus novergicus������ :���������� 12 ekor

       Rattus diardii������������� :���������� 2 ekor

 

Tabel 11. Hasil penangkapan di Kelurahan Sadoha selama 3 hari dari tgl 12 - 14 Oktober 2022

 

JumlahPerangkap

Perangkap(+)

Success Trap (%)

Tikustertangkap

Spesies

Tikusberpinjal

R.

novergicus

R. diardii

150

14

8

14

12

2

3

 

c.     Kelurakan Sanua

Jumlah perangkap yang dipasang di Kelurahan Sanua selama 3 hari adalah 150 perangkap. Jumlah perangkap yang yang positif/perangkap berisi tikus adalah 18 perangkap, dengan jumlah tikus yang tertangkap sebanyak 19 ekor, terdiri dari 8 betina dan 11 jantan (Success Trap = 36 %). Dari sejumlah 19 ekor tersebut, 3 ekor diantara membawa pinjal.

Adapun spesies tikus yang tertangkap adalah sebagai berikut :

       Rattus novergicus������ :���������� 15 ekor

       Rattus tanezumi��������� :���������� 3 ekor

       Rattus diardii������������� :���������� 1 ekor

 

Tabel 12. Hasil penangkapan di Kelurahan Sanua selama 3 hari dari tgl 12 - 14 Oktober 2022

 

JumlahPerangkap

Perangkap(+)

Success Trap (%)

TikusTertangkap

Spesies

Tikusberpinjal

R. novergicus

R. diardii

R. tane zumi

150

19

12.66

19

15

1

3

3

 

Hasil penagkapan tikus pada ketiga kelurahan menunjukkan bahwa species tikus yang tertangkap merupakan tikus yang dapat menularkan penyakit.

Kepadatantikus pada ketiga kelurahan tersebut menunjukkan angka > 1%, dimana berdasarkan Permenkes nomor 50 tahun 2017, kepadatan tikus > 1% berpotensi menimbulkan penyakit tular tikus (Leptospirosis).

 

E.    Kumulatif Hari I � III Pada Ketiga Kelurahan (Dapu-Dapura, Sodohoa dan Sanua)

Jumlah perangkap yang dipasang di ketiga kelurahan wilayah survey selama 3 hariaadalah 450 perangkap. Jumlah perangkap yang yang positif/perangkap berisi tikus adalah 49 perangkap, dengan jumlah tikus yang tertangkap sebanyak 50 ekor, terdiri dari 28 betina dan 22 jantan (Success Trap = 10,9 %). Tertangkap juga cecurut (Suncus murinus) sebanyak 10 ekor, tetapi tidak diproses lebih lanjut. Dari 50 ekor tersebut, 9 ekor diantara membawa pinjal sebanyak 10 ekor).

Adapun spesies tikus yang tertangkap adalah sebagai berikut :

       Rattus novergicus������ :���������� 42 ekor

       Rattus diardii����������� :���������� 5 ekor

       Rattus tanezumi��������� :�� ������� ��3 ekor

 

Tabel 13. Hasil penangkapan di Kelurahan Dapu Dapura, Sodoho dan Sanua selama 3 hari, dari tgl 12 - 14 Oktober 2022

 

JumlahPerangkap

Perangkap(+)

Success Trap (%)

TikusTertangkap

Spesies

Tikusberpinjal

R. novergicus

R. diardii

R. tane zumi

450

49

10,9

50

42

5

3

9

 

Hasil penagkapan tikus pada wilayah survey menunjukkan bahwa species tikus yang tertangkap merupakan tikus yang dapat menularkan penyakit. Kepadatantikus pada wilayah survey menunjukkan angka > 1%, yaitu sebesar 10,9 %, dimana berdasarkan Permenkes nomor 50 tahun 2017, kepadatan tikus > 1% berpotensi menimbulkan penyakit tular tikus (Leptospirosis).

 

2.     Hasil Pemeriksaan Laboratorium

a.     Hasil pemeriksaan bakteri leptospirosis

Hasil pemeriksaan PCR dari sebanyak 50 spesimen ginjal tikus, sebanyak 27 ekor (54 %) positif membawa bakteri leptospira. Hal ini memberikan kewaspadaan risiko tinggi penularan leptospirosis pada manusia, karena adanya tikus yang infektif berisiko terhadap penularan pada manusia

 

Kesimpulan

Kepadatan tikus yang sangat tinggi, yaitu 10,9, di atas baku mutu (1%). Persentase tikus yang mengandung bakteri leptospira sangat tinggi, yaitu sebesar 54%. Kondisi ini akan dipergunakan sebagai kewaspadaan dini dalam rangka pencegahan potensi penyebaran penyakit tular tikus.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Agustina, I. Gusti Ngurah Handre Ari. (2021). Aplikasi Multimedia Pengenalan Penyakit Leptospirosis Berbasis Android.

 

Amien, Muhammad Firdaus Noor. (2017). PERILAKU PENCEGAHAN RESIKO LEPTOSPIROSIS PADA PETANI DI KELURAHAN PENGGARON LOR SEMARANG. Muhammadiyah University of Semarang.

 

Anwar, Muhammad Rifaldi. (2020). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERADAAN BAKTERI LEPTOSPIRA PADA AIR DAN TIKUS DI DAERAH RAWAN BANJIR KOTA MAKASSAR. Universitas Hasanuddin.

 

Ardanto, Aryo, Yuliadi, Bernadus, Martiningsih, Ika, Putro, Dimas Bagus Wicaksono, Joharina, Arum Sih, & Nurwidayati, Anis. (2018). Leptospirosis pada tikus endemis Sulawesi (Rodentia: Muridae) dan potensi penularannya antar tikus dari Provinsi Sulawesi Selatan. BALABA: JURNAL LITBANG PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG BANJARNEGARA, 135�146.

 

Asril, Muhammad, Ginting, Makhrani Sari, Suyono, Suyono, Arsi, Arsi, Septariani, Dwiwiyati Nurul, Risnawati, Risnawati, Joeniarti, Elika, Adiwena, Muh, Pradana, Ankardiansyah Pandu, & Susanti, Yuliana. (2022). Pengantar Perlindungan Tanaman. Yayasan Kita Menulis.

 

Ginting, Grace Karina Rim Br. (2022). FAKTOR LINGKUNGAN, PERILAKU PERSONAL HYGIENE DAN PEMAKAIAN APD TERHADAP KEJADIAN LEPTOSPIROSIS. HIGEIA (Journal of Public Health Research and Development), 6(2).

 

Kesuma, A. P., Mulyono, A., & Rokhmad, M. F. (2022). POTENSI PENULARAN LEPTOSPIROSIS DAN HANTAVIRUS PADA MANUSIA DI KALIMANTAN BARAT. Prosiding Seminar Nasional Biologi, 66�72.

 

Musbir, Ardalif Lulhaq. (2022). Identifikasi Bakteri Leptospira. Sp dan Analisis Spasial Keberadaan Tikus pada Tiga Area Pemondokan Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri Kota Makassar= Identification Leptospira Sp Bactery and Spatial Analysis of the Presence of Rats in Three Student Housing. Universitas Hasanuddin.

 

Nugroho, Arief, Martiningsih, Ika, Hidayati, Nur, Muhidin, Muhidin, & Ristiyanto, Ristiyanto. (2019). Analisis Spasial Tikus Positif Leptospira Patogenik dan Jenis Habitatnya di Provinsi Papua Barat. BALABA: JURNAL LITBANG PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG BANJARNEGARA, 23�32.

 

Pertiwi, Bdan Maisyaroh S. (2014). Faktor Lingkungan yang Berkaitan dengan Kejadian Leptospirosis di Kabupaten Pati Jawa Tengah Tahun 2014. Tesis.

 

Rejeki, Dwi Sarwani Sri. (2005). Faktor Risiko Lingkungan Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Leptospirosis Berat. Universitas Diponegoro Semarang, 1�129.

 

Rohman, Ahmad Furqon Nur, Utomo, Budi, & Firdaust, Mela. (n.d.). EKSPLORASI BAKTERI LEPTOSPIRA PADA TIKUS DI DAERAH LEPTOSPIROSIS DI KECAMATAN CILONGOK KABUPATEN BANYUMAS.

 

Sumampouw, Oksfriani Jufri. (2017). Pemberantasan Penyakit Menular. Deepublish.

 

Sumunar, Dyah Respati Suryo. (2009). Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Perkiraan Kejadian Luar Biasa Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota Yogyakarta. Jurnal Penelitian Humaniora, 14(2).

 

Wahyuni, Denai, Makomulamin, S. K. M., & Sari, Nila Puspita. (2021). Buku Ajar Entomologi Dan Pengendalian Vektor. Deepublish.

 

Yudhastuti, Ririh. (2020). Pengendalian Penyakit yang Ditularkan Binatang. Zifatama Jawara.

 

Copyright holder:

Andy Arasy (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: