Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 1, Januari 2023

 

KORELASI KADAR VITAMIN D DENGAN KUANTITAS ANTIBODI PADA INDIVIDU IMUNOPROFILAKTIK

 

Christina Destri Wiwis Wijayanti, Evy Ratnasari Ekawati, Muhammad Sungging Pradana

Fakultas ilmu kesehatan - Universitas Maarif Hasyim Latif, Sidoarjo, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]�

 

Abstrak

Perkembangan bidang tehnologi kesehatan yang berintegrasi dengan kemajuan di bidang ekonomi memberikan peningkatan angka harapan hidup pada populasi di berbagai negara saat ini, namun harapan hidup yang lebih lama ini memberikan pengaruh tersendiri berupa peningkatan kasus penyakit kronis Tindakan pencegahan suatu penyakit memberikan kemampuan suatu individu untuk tetap sehat, bahagia dan mampu beraktifitas secara bebas. Imunoprofilaktik merupakan strategi ampuh dalam pencegahan utama suatu penyakit. Penerapan vaksinasi sebagai bagian imunoprofilaktik mampu memberikan efek perlindungan yang berhubungan dengan produksi antibodi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran vitamin D berhubungan dengan pembentukan antibodi pada individu yang telah mendapatkan vaksinasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar subyek penelitian memiliki kadar vitamin D dalam batasan normal dan untuk mengetahui pembentukan antibodi didapatkan adanya produksi antibodi di setiap subyek penelitian dengan menggunakan metode deteksi antibodi imunofluoresens. Uji kedekatan hubungan antara dua variabel menggunakan uji korelasi pearson dari 25 data penelitian. Uji korelasi pearson menunjukkan signifikansi p=0,704 dimana p>0,05 menunjukkan tidak adanya korelasi antar variabel yang dinilai. Pengaruh vitamin D terhadap sel-sel imunitas terutama yang berhubungan dengan proses produksi antibodi berjalan sangat kompleks dimana kemungkinan pengaruh tolerogenik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi. Reseptor vitamin D diketahui sebagian besar� diekspresikan oleh sel-sel imun namun terdapat perbedaan kontrol yang berhubungan dengan status aktifitas sel, misalnya reseptor vitamin D dapat mengalami penurunan pada saat terjadi differensiasi menjadi sel makrofag atau sel dendrit.� Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi vitamin D pada sebagian besar subyek penelitian belum memberikan pengaruh yang siginifkan terhadap sistim imunitas yang dinilai berdasarkan deteksi kadar antibodi.

 

Kata kunci : vitamin D, antibodi, sistim imunitas, imunoprofilaktik.

 

 

 

Abstract

Developments in the field of health technology integrated with advances in the economic field have increased the life expectancy of the population in various countries today, but this longer life expectancy has its effect in the form of an increase in cases of chronic diseases. Preventive measures for a disease give an individual the ability to stay healthy, happy, and able to carry out activities freely. Immunoprophylaxis is a powerful strategy in the primary prevention of disease. The application of vaccination as part of immunoprophylaxis can provide protective effects associated with antibody production. The purpose of this study was to determine how the role of vitamin D is associated with antibody formation in individuals who have received vaccinations. The results showed that most of the study subjects had vitamin D levels within normal limits and to determine the formation of antibodies, antibody production was obtained in each study subject using the immunofluorescent antibody detection method. Test the closeness of the relationship between two variables using the Spearman correlation test from 25 research data. Spearman correlation test showed significance p=0.704 where p>0.05 indicates no correlation between the variables assessed. The effect of vitamin D on immune cells, especially those related to the process of antibody production, is very complex where the possibility of tolerogenic influence is one of the influencing factors. Vitamin D receptors are known to be mostly expressed by immune cells but there are differences in control associated with cell activity status, for example, vitamin D receptors can decrease during differentiation into macrophage cells or dendrite cells.� The conclusion of the study shows that the concentration of vitamin D in most of the study subjects has not had a significant effect on the immune system assessed based on the detection of antibody levels.

 

Keywords: vitamin D, antibodies, immune system, immunoprophylactic

 

Pendahuluan

Imunitas merupakan mekanisme fisiologik yang memungkinkan tubuh suatu individu untuk mengenal suatu substansi yang bersifat asing dan melakukan aksi berupa netralisasi, eliminasi dan bahkan melakukan metabolisme tanpa menimbulkan perlukaan pada jaringan tubuh (Donald, Gardner; Kirkpatrick, 2005). Identifikasi vitamin D telah dikembangkan sejak tahun 1938 sehingga dikenal bahwa vitamin D lebih merupakan prohormon pada manusia sehingga secara ekslusif tidak bergantung pada keberadaannya didalam makanan (Martens et al., 2020). Vitamin D sebagai substansi larut lemak diproduksi melalui sintesis dermal pada saat sinar ultraviolet matahari masuk ke dalam kulit manusia. Aktifitas secara biologis didapatkan setelah terjadi konversi vitamin D menjadi calcidiol (25-hydroxyvitamin D) yang merupakan prekursor calcitriol (Bui et al., 2021).

Studi eksperimental menunjukkan bahwa bentuk aktif vitamin D dalam bentuk calcitriol (1,25-dihidroxyvitamin D) mampu menstimulasi aktifitas imunologis pada berbagai komponen sistim imunitas baik alami maupun didapat serta mendukung stabilitas membran endothelial (Charoenngam, 2013). Beberapa studi sebelumnya menunjukkan adanya peningkatan insiden terhadap infeksi virus tertentu termasuk influenza yang berhubungan dengan kadar vitamin D yang rendah (Ramos EM, Mendes dos Reis FJ, Ramos MV, de Souza ID, Bochenek LDS, 2020). Respons imunitas terhadap bakteri dan virus merupakan mekanisme yang kompleks dan�� dipengaruhi peningkatan sejumlah faktor biologis dan metabolik (Claire, 2015). Vitamin D mempengaruhi perkembangan imunitas adaptive (didapat) melalui penghambatan proliferasi sel B dalam melakukan diferensiasi dan sekresi immunoglobulin pendukung proliferasi sel T yang dapat menghasilkan respons pro-inflamasi hasil dari perubahan Th1 ke Th2 (Jones BG, Oshansky CM, Bajracharya R, Tang L, 2015). Suplementasi vitamin D mampu meningkatkan ekspresi spesifik antigen permukaan seperti pada peningkatan fungsi burst oxidative hasil stimulasi enzim lisosomal� acid phosphatase sebagai bagian dari kerja makrofag (Mamelund, Haneberg B, 2020). Mekanisme pertahanan makrofag berupa pelepasan sitokin terjadi dengan cepat apabila jaringan tubuh tertentu terinfeksi virus (Zimmerman RK, Nowalk MP, Chung J, Jackson ML, Jackson LA, 2013). Pelepasan sitokin pro-inflamasi dapat menjadi penanda klinis seberapa jauh infeksi virus telah terjadi sehingga fenotip klinis berkorelasi positif dengan kadar sitokin (Quraishi SA, De Pascale G, Needleman JS, Nakazawa H, Kaneki M, 2015).

Produksi antibodi spesifik antigen oleh sel limposit B adalah kunci penting dalam perlindungan terhadap infeksi, dimana sel B na�ve menjadi aktif setelah interaksi dengan antigen asing, sel limposit T reseptor, pattern recognition receptor (PRR) dan sitokin untuk membentuk sel penghasil antibodi spesifik antigen, sel B memori dan bagian yang lain (Carter et al., 2017)

 

Metode Penelitian

Metode penelitian adalah deskriptif observasi analitik yang menggambarkan suatu fenomena secara obyektif. Pemeriksaan parameter di setiap subyek penelitian memberikan hasil penelitian secara kuantitatif dan telah dilengkapi dengan persyaratan inform consent yang menyatakan keikutsertaan subyek secara sukarela. Subyek penelitian adalah individu sehat tanpa komorbiditas yang telah menerima imunoprofilaktik (vaksinasi) aktif secara lengkap. Prinsip pemeriksaan kadar vitamin D di dalam darah dikerjakan dengan tehnik fluorescent lateral flow immunoassay sedangakan deteksi antibodi dikerjakan dengan tehnologi analyzer imunofluoresens. Bahan sampel pemeriksaan berupa plasma EDTA yang dikerjakan secara langsung tanpa penundaan waktu.

 

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Kadar vitamin D dari 25 data sampel menunjukkan rata-rata 37,40 ng/ml dengan rentangan nilai normal 5-120 ng/ml. Gambar 1 menunjukkan grafik persebaran hasil pemeriksaan vitamin D dari 25 subyek penelitian.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 1. Grafik scatter hasil pemeriksaan kadar vitamin D

 

Kadar antibodi dari 25 data sampel menunjukkan rata-rata 182,7 IU/ml dengan rentang nilai normal > 31,9 IU/ml. Gambar 2 menunjukkan hasil pemeriksaan kadar antibodi yang diambil dari plasma darah dengan menggunakan tehnologi analyzer immunofluoresens.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 2. Grafik scatter hasil pemeriksaan kadar antibodi dalam plasma

 

Pengujian hubungan antar dua variabel serta derajat keeratan hubungan dinilai dengan uji korelasi pearson. Korelasi dalam variabel penelitian ini menunjukkan ukuran hubungan antara dua variabel kuantitatif. Koifisien korelasi pearson ( r )� digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antar dua variabel tersebut dimana r mendekati 1 menunjukkan hubungan yang kuat sedangkan nilai r < 1 menunjukkan tidak adanya kekautan hubungan antar variabel.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 3. Tabel uji korelasi pearson

 

Hasil uji korelasi pearson pada variabel vitamin D dan kadar antibodi menunjukkan nilai r=0,080 yang menunjukkan tingkat hubungan yang kuat antar variabel, serta nilai positif menunjukkan hubungan yang searah. Nilai signifikansi hubungan antara dua variabel tersebut diatas adalah p=0,704 dimana nilai signifikansi p>0,05 menunjukkan tidak adanya hubungan. Nilai uji pearson menunjukkan bahwa kadar vitamin D mempunyai hubungan kuat dengan produksi antibodi sebagai bagian dari respons imunitas meskipun berdasarkan angka ini juga didapatkan kemungkinan bahwa vitamin D tidak menjadi suatu sebab langsung terhadap produksi antibodi.

Vitamin D diklasifikasikan sebagai imunomodulator yang diproduksi akibat adanya paparan kulit terhadap sinar matahari yang mampu mempengaruhi regulasi sekresi hormon, fungsi imunitas, proliferasi dan diferensiasi sel. Penurunan kadar vitamin D menyebabkan perkembangan berbagai penyakit dan kompleksitas pengaruh, selain itu kadar vitamin D berhubungan erat dengan toleransi imunitas (Sanlier and Guney-Coskun, 2022). Vitamin D receptor (VDR) diekspresikan di dalam nukleus dan membran sel, kode genetik VDR pada manusia berlokasi dikromosom 12. VDR secara luas menyebar di berbagai jaringan tubuh seperti jaringan sistim pencernaan, sel beta pankreas, sel epitel tubular ginjal, sel epitel bronkial, sel epitel kulit, osteoblast, kondrosit, beberapa kelenjar endokrin, jaringan reproduksi dan sel-sel imun. Vitamin D sebagai steroid inti sel memberikan sejumlah aksi melalui mekanisme genomik dan non-genomik (Alswailmi et al., 2021).

Berhubungan dengan respons imunitas, pengaruh vitamin D lebih banyak ditemukan pada aktifitas sistim imunitas alami ( innate immunity ) yang berhubungan dengan fungsi dan peran toll like receptor (TLR). Kemampuan pengenalan sel makrofag sebagai sel imunitas alami terhadap antigen lipopolisakarida bakteri dikerjakan melalui peran sebagai antigen presenting cell (APC) yang memiliki salah satunya TLR sebagai bagian dari sel. TLR yang mengalami aktivasi memiliki pengaruh pada peningkatan ekspresi 1-α-hydroxylase dan reseptor vitamin D. Pengikatan TLR mengarah pada kaskade produktifitas potensial peptide antimikrobial seperti cathelocidin dan beta defensin di dalam fagosom yang mampu merusak membran sel bakteri (Cynthia, 2011). Sel dendrit sebagai salah satu sel yang menghubungkan imunitas alami (innate) dan imunitas didapat (adaptive) berada di sebagian besar permukaan tubuh manusia berfungsi sebagai sel penjaga untuk mendeteksi patogen melalui membrane toll like receptor atau di dalam sitosol berupa nucleotide-binding oligomerization domain like receptor (NLR). Sel dendrit merupakan satu-satunya sel yang mampu mengaktifkan sel limposit T na�ve untuk menginduksi respons imunitas adaptive terutama berhubungan dengan produksi antibodi. Peran penting lain sel dendrit adalah mengatur keseimbangan antara imunitas dan toleransi.� (Domogalla et al., 2017).

Beberapa penelitian memberikan gambaran bahwa dalam beberapa kasus penyakit berhubungan dengan produksi antibodi, vitamin D mampu menghambat proliferasi sel B dan menutup proses differensiasi sel B untuk memproduksi immunoglobulin (Chen et al., 2007). Penelitian Linda Bui et al., tahun 2021 tentang hubungan pengaruh vitamin D terhadap sistim imunitas pasien COVID-19 menyatakan bahwa belum ada bukti secara langsung tentang pengaruh vitamin D sebagai imunomodulator. Pada penelitian secara in vitro didapatkan bahwa pengaruh vitamin D yang ditemukan pada isolasi sel-sel imun diberikan pada dosis vitamin D yang apabila diberikan kepada manusia dapat menyebabkan resiko hypercalcemia dan kalsifikasi pada jaringan lunak.

Penelitian terbaru tahun 2022 pada hewan coba menunjukan bahwa vitamin D tidak berhubungan secara signifikan terhadap produksi antibodi, selain itu didapatkan bahwa sel limposit B manusia yang berada dalam keadaan resting atau sel-sel� limposit dalam garis keturunan sel B sebagian besar memiliki reseptor vitamin D yang sedikit (Christian M.Veldman, Margherita T, Cantorna, Hector F, 2000). Inkonsistensi produksi antibodi dapat berhubungan dengan perbedaan tanggapan dari setiap bagian sistim imunitas dalam memberikan mekanisme perlawanan terhadap organisme penyebab infeksi dimana dalam beberapa kasus tidak memerlukan peran antibodi (Arturo, 2019). Aktifitas sistim imunitas pada kasus infeksi tertentu melibatkan lebih dari peran sel limposit B dan antibodi dimana data hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan limpahan reseptor inti sel makrofag dan sel limposit T meningkatkan potensi produksi protein antimikrobial� terhadap vitamin D peran penting vitamin D terhadap sel makrofag dan sel limposit T dalam media kultur. Adanya reseptor inti sel (nuclear receptor) memicu pembentukan produksi lokal 1,25 (OH)2D3 yang berperan penting untuk produksi peptida antimikroba yang mampu membunuh patogen secara langsung (Gary, Baisa ; Lori, Plum ; Steve, Marling ; Jeremy, 2019).

 

Kesimpulan

Produksi antibodi sebagai bagian dari sistim imunitas dipengaruhi oleh banyak faktor seperti usia individu, jenis kelamin, susunan gen, dan status penyakit (komorbiditas). Peran vitamin D sangat diperlukan untuk pertahanan sistim imunitas yang baik meskipun hubungan dengan produksi antibodi tidak berjalan secara langsung, meskipun begitu, kekuatan hubungan yang signifikan antara produksi antibodi dan kadar vitamin D ditunjukkan melalui korelasi pearson. Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui komponen aktif vitamin D aktif dalam melakukan ikatan secara spesifik terhadap sel-sel imunitas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Alswailmi, F. K. et al. (2021) �Molecular Mechanisms of Vitamin D-Mediated Immunomodulation�, Galen Medical Journal, 10, p. e2097. doi: 10.31661/gmj.v10i0.2097.

 

Arturo, C. (2019) �Antibody-based vaccine strategy against intracellular pathogens�, Curr Opin Immunol.

 

Bui, L. et al. (2021) �Vitamin D regulation of the immune system and its implications for COVID-19: A mini review�, SAGE Open Medicine, 9, p. 205031212110140. doi: 10.1177/20503121211014073.

 

Carter, M. J. et al. (2017) �The antibody-secreting cell response to infection: Kinetics and clinical applications�, Frontiers in Immunology, 8(JUN). doi: 10.3389/fimmu.2017.00630.

 

Charoenngam;, N. M. F. H. (2013) �and Disease�, American Heart Journal, 26(2), pp. 132�143.

 

Chen, Sheng et al. (2007) � Modulatory Effects of 1,25-Dihydroxyvitamin D 3 on Human B Cell Differentiation �, The Journal of Immunology, 179(3), pp. 1634�1647. doi: 10.4049/jimmunol.179.3.1634.

 

Christian M.Veldman, Margherita T, Cantorna, Hector F, D. (2000) �Expression of 1,25-Dihydroxyvitamin D3 Receptor in the Immune System�, Archives of Biochemistry and Biophysics.

 

Claire, M. A. (2015) �Modulation of the Immune Response to Respiratory Viruses by Vitamin D�, Nutrients, 7, pp. 4240�4270.

 

Cynthia, A. (2011) �Vitamin D and the immune system�, Journal of Rheumatology, 37(3), pp. 491�495. doi: 10.3899/jrheum.090797.

 

Domogalla, M. P. et al. (2017) �Tolerance through education: How tolerogenic dendritic cells shape immunity�, Frontiers in Immunology, 8(DEC), pp. 1�14. doi: 10.3389/fimmu.2017.01764.

 

Donald, Gardner; Kirkpatrick, D. (2005) �Respiratory Tract�, (1), pp. 76�92. doi: 10.1007/978-1-4612-0813-6_8.

 

Gary, Baisa ; Lori, Plum ; Steve, Marling ; Jeremy, S. ; H. F. D. (2019) �Vitamin D is not required for adaptive immunity to listeria�, Physiol Rep.

 

Jones BG, Oshansky CM, Bajracharya R, Tang L, S. Y. et al (2015) �Retinol binding protein and vitamin D associations with serum antibody isotypes, serum influenza virus-specific neutralizing activities and airway cytokine profiles�, British Society for Immunology, 183, pp. 239�247.

 

Mamelund, Haneberg B, M. S. (2020) �A Missed Summer Wave of the 1918�1919 Influenza Pandemic: Evidence From Household Surveys in the United States and Norway�, Open Forum Infect Dis, 3, pp. 1�6.

 

Martens, P. et al. (2020) �nutrients Vitamin D � s E ff ect on Immune Function�, Nutrients, pp. 1�22.

 

Quraishi SA, De Pascale G, Needleman JS, Nakazawa H, Kaneki M,� et al (2015) �Effect of cholecalciferol supplementation on vitamin status D and catheter levels in sepsis: a randomized, placebo-controlled study�, Crit Care Med, 43, pp. 1928�1937.

 

Ramos EM, Mendes dos Reis FJ, Ramos MV, de Souza ID, Bochenek LDS,� et al (2020) �Vitamin D produce antibodies in pandemic response to gripal viruses? A critical analysis�, International Journal of Clinical Virology.

 

Sanlier, N. and Guney-Coskun, M. (2022) �Vitamin D, the immune system, and its relationship with diseases�, Egyptian Pediatric Association Gazette, 70(1). doi: 10.1186/s43054-022-00135-w.

 

Zimmerman RK, Nowalk MP, Chung J, Jackson ML, Jackson LA,� et al (2013) �Influenza vaccine effectiveness in the United States by vaccine type�, Clin Infect Dis, 63, pp. 1564�1573.

 

 

Copyright holder:

Christina Destri Wiwis Wijayanti, Evy Ratnasari Ekawati, Muhammad Sungging Pradana (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: