Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No.
1, Januari 2023
KEMANDIRIAN
BELAJAR ORANG DEWASA PESERTA PELATIHAN������������������� PENGUJI UJI KOMPETENSI
JABATAN FUNGSIONAL KESEHATAN��������� �����������������������������������������������������������������DI
BAPELKES DINAS KESEHATANPROVINSI RIAU
Devi Susanti,
Tin Gustina
Program
Studi S2 Kesehatan Masyarakat, Universitas Hang Tuah Pekanbaru, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Di tengah arus globalisasi dan informasi serta kemajuan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, ada hal yang perlu mendapat perhatian adalah mengenai konsep pendidikan untuk orang dewasa.� Tidak sedikit orang dewasa yang harus mendapat pendidikan, baik pendidikan informal maupun non formal, misalnya dalam bentuk Pendidikan dan Pelatihan (Diklat), ketrampilan, kursus- kursus, penataran dan sebagainya. Masalahnya yang sering muncul adalah bagaimana kiat dan strategi membelajarkan orang dewasa. Penelitian ini dilakukan dengan Experiential learning� yang didefinisikan sebagai proses belajar yang pengetahuannya diperoleh dari sebuah bentuk pengalaman, yang menggabungkan pemahaman dengan kegiatan yang dilakukan. Pada metode experiential learning ini, media pembelajaran yang digunakan adalah pengalaman tiap-tiap individu yang menjalankannya. Dari penelitian ini diketahui bahwa, pembelajaran orang dewasa merupakan suatu proses penemuan (pengetahuan, ketrampilan, dan sikap) spanjang hayat terhadap sesuatu yang dibutuhkan dan diperlukan untuk keprofesionalannya dalam bekerja dibidang kesehatan, prosesnya tidak di dasarkan pada pertimbangan fasilitator, akan tetapi didasarkan pada kepentingan peserta pelatihan sebagai orang dewasa yang sedang belajar. Karakteristik pembelajaran orang dewasa adalah konsep untuk mengembangkan 4 hal pokok antara lain, konsep diri, peranan pengalaman, kesiapan belajar dan orientasi belajar. Implikasinya dalam proses pembelajaran antara lain diperlukan pengaturan lingkungan fisik, lingkungan sosial dan psikologis, diagnosis kebutuhan belajar, perencanaan yang matang, tujuan belajar yang jelas, model belajar yang partisipatif, materi dan tehnik pembelajaranya disesuaikan dengan pengalaman dan kemampuan fisiknya.
Kata kunci: Dewasa,
experiential learning, pembelajaran
Abstract
Abstract In the midst of globalization and information and the
advancement of various sciences and technologies today, there is something that
needs attention is regarding the concept of education for adults. Not a few
adults must receive education, both informal and non-formal education, for
example in the form of Education and Training (Diklat),
skills, courses, upgrading and so on. The problem that often arises is how tips
and strategies teach adults. This research is carried out with Experiential
learning which is defined as a learning process whose knowledge is obtained
from a form of experience, which combines understanding with the activities
carried out. In this experiential learning method, the learning media used is
the experience of each individual who runs it. From this research, it is known
that adult learning is a process of discovery (knowledge, skills, and
attitudes) of life support for something needed and needed for professionalism
in working in the health sector, the process is not based on the consideration
of the facilitator, but is based on the interests of trainees as adults who are
learning. The characteristics of adult learning are concepts to develop 4 main
things, including self-concept, the role of experience, learning readiness and
learning orientation. The implications in the learning process include the
regulation of the physical environment, social and psychological environment,
diagnosis of learning needs, careful planning, clear learning objectives,
participatory learning models, learning materials and techniques adapted to
their experiences and physical abilities.
Keywords:�Adult, experiential learning, learning
Pendahuluan
Di tengah arus globalisasi dan informasi serta kemajuan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, ada hal yang perlu mendapat perhatian adalah mengenai konsep pendidikan untuk orang dewasa.� Tidak sedikit orang dewasa yang harus mendapat pendidikan, baik pendidikan informal maupun non formal, misalnya dalam bentuk Pendidikan dan Pelatihan (Diklat), ketrampilan, kursus- kursus, penataran dan sebagainya. Masalahnya yang sering muncul adalah bagaimana kiat dan strategi membelajarkan orang dewasa.
Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang vital dalam usahanya untuk mempertahankan hidup dan mengembangkan dirinya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara (Hendri, 2020). Tanpa belajar, manusia akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan tuntutan hidup, kehidupan dan penghidupan yang senantiasa berubah. Dengan demikian belajar merupakan suatu kebutuhan yang dirasakan sebagai suatu keharusan untuk dipenuhi sepanjang usia manusia, sejak lahir hingga akhir hayatnya (Darmadi & Pd, 2019).
Perubahan yang terjadi seperti inovasi dalam teknologi, mobilitas penduduk, perubahan sistem ekonomi, politik dan sejenisnya begitu cepat terjadi. Dalam kondisi seperti ini, maka pengetahuan yang diperoleh seseorang ketika ia berumur 20 tahun akan menjadi usang ketika ia berumur 40 tahun (Hendri, 2020).
Gambar 1. Animasi Beda Andragogi
dan Pedagogi
Secara pskologis orang dewasa sebagai siswa dalam kegiatan belajar tidak dapat diperlakukan seperti anak-anak didik biasa yang sedang duduk dibangku sekolah (Sunhaji, 2013). Orang dewasa tumbuh sebagai pribadi dan memiliki kematangan konsep diri bergerak dari ketergantungan seperti yang terjadi pada masa kanak-kanak menuju ke arah kemandirian atau pengarahan diri sendiri (Karwati, 2016). Kematangan psikologi orang dewasa sebagai pribadi yang mampu mengarahkan diri sendiri, bukan diarahkan, dipaksa dan dimanipulasi oleh orang lain. Bila orang dewasa menghadapi situasi yang tidak memungkinkan dirinya menjadi dirinya sendiri, maka dia akan merasa dirinya tertekan dan merasa tidak senang (Kurniati, Malik, Maslachah, Muchtar, & Sulastini, 2022). Karena kemandirian inilah orang dewasa membutuhkan untuk mendapatkan penghargaan orang lain sebagai manusia yang mampu menentukan dirinya sendiri (Self Determination) dan mampu mengarahkan dirinya sendiri (Self Direction). Apabila orang dewasa tidak menemukan dan menghadapi situasi dan kondisi yang memungkinkan timbulnya penentuan diri sendiri dalam suatu pelatihan, maka akan menimbulkan penolakan atau reaksi yang kurang menyenangkan (Mu�minin, 2017).
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan Experiential learning� yang didefinisikan sebagai proses belajar yang pengetahuannya diperoleh dari sebuah bentuk pengalaman, yang menggabungkan pemahaman dengan kegiatan yang dilakukan (Latipah, 2017). Pada metode experiential learning ini, media pembelajaran yang digunakan adalah pengalaman tiap-tiap individu yang menjalankannya (Ariyani, Indrawati, & Mahardika, 2017). Dari penelitian ini diketahui bahwa, pembelajaran orang dewasa merupakan suatu proses penemuan (pengetahuan, ketrampilan, dan sikap) spanjang hayat terhadap sesuatu yang dibutuhkan dan diperlukan untuk keprofesionalannya dalam bekerja dibidang kesehatan, prosesnya tidak di dasarkan pada pertimbangan fasilitator, akan tetapi didasarkan pada kepentingan peserta pelatihan sebagai orang dewasa yang sedang belajar.
Hasil dan Pembahasan
A. Pengertian
Pendidikan Orang Dewasa ( Pod )
Pendidikan orang dewasa
atau dengan istilah lain Andragogi berasal dari bahasa Yunani dari kata aner
artinya orang dewasa, dan agogos artinya pemimpin. Maka secara harfiah
andragogi berarti seni dalam mengajar orang dewasa, berlawanan dengan paedagogi
yang berati seni dan pengetahuan mengajar anak (Sihombing, 2019). Karena pengertian
pedagogi adalah seni atau pengetahuan membimbing atau memimpin atau mengajar
anak, maka apabila menggunakan istilah pedagogi untuk kegiatan pelatihan bagi
orang dewasa jelas tidak tepat, karena mengandung makna bertentangan.
Pada awalnya, bahkan
hingga sekarang, banyak praktek proses belajar dalam suatu pelatihan yang
ditunjukan kepada orang dewasa, yang seharusnya bersifat andragogis, dilakukan
dengan cara-cara pedagogis. Dalam hal ini prinsip-prinsip dan asumsi yang
berlaku bagi pendidikan anak di anggap dapat diberlakukan bagi kegiatan
pelatihan bagi orang dewasa. Lebih lanjut (Bartin, 2006),
memberikan batasan bahwa pendidikan orang dewasa adalah suatu cara pendekatan
dalam proses belajar orang dewasa. Rumusan ini lebih menekankan kepada tehnik
belajar bagi orang dewasa sehingga orang dewasa sanggup dan mau belajar sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai. Berikut ini disajikan perbandingan asumsi
anatara keduanya pada tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan asumsi Pedagogi dan adragogi
No |
Asumsi |
Pedagogi |
Adragogi |
1 |
Konsep tentang diri peserta didik |
Peserta didik tergantung pada pendidiknya, para guru bertanggungjawab sepenuhnya untuk menentukan apa yang harus ipelajari,kapan,bagaimana cara mempempelajarinya, dan apa hasil yang diharapkan setelah selesai |
pada umumnya orang dewasa secara psikologis lebih memerlukan pengarahan diri walaupun dalam keadaan tertentu bersifat tergantung |
2 |
Fungsi pengala man peserta didik |
Siap selalu belajar untuk masa depan, oleh karena itu kegiatan belajar harus diorganisasikan dalam suatu kurikulum baku dan langkah-langkah penyajian harius sama bagi semua orang |
Dengan belajar diharapkan dapat memecahkan masalahnya,maka belajar adalah membantu mereka menemukan yang perlu mereka ketahui,program belajar disusun sesuai dengan kebutuhan kehidupan mereka dan urutan penyajian sesuai dengan kesiapan peserta didik |
3 |
Kesiapan belajar |
Siap selalu belajar untuk masa depan, oleh karena itu kegiatan belajar harus diorganisasikan dalam suatu kurikulum baku dan langkah-langkah penyajian harius sama bagi semua orang |
Belajar untuk meningkatkan kemampuan diri untuk mengembangkan orientasinyaleh karena itu orientasi belajar terpusat pada kegiatannya sesuai yang diharapkan mereka |
4 |
Orientasi belajar |
Ilmu yang dipelajari baru akan bermanfaat dikemudian hari, oleh karena itu kurikulum disusun sesuai uritan logis |
Belajar untuk meningkatkan kemampuan diri untuk mengembangkan orientasinya oleh karena itu orientasi belajar terpusat pada kegiatannya sesuai yang diharapkan mereka |
����������������������������������������������������������� Sumber : Tisnowati Tamat, 1985 ;19-20
B. Karakteristik
Belajar Orang Dewasa
Karakteristik orang dewasa dalam mempunyai keunikan yang menarik untuk dicermati. Keunikannya tentu hal yang berbeda dengan saat anak-anak dalam proses belajar. Bagi orang dewasa belajar seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi masalah hidupnya (Suryana, 2021). Secara rinci dapat kita lihat berikut ini :
1. Pembelajaran
lebih mengarah ke suatu proses pendewasaan, seseorang akan berubah dari
bersifat tergantung menuju ke arah memiliki kemampuan mengarahkan diri sendiri,
dan memerlukan pengarahan diri walaupun dalam keadaan tertentu mereka bersifat
tergantung.
2. Karena
prinsip utama adalah memperoleh pemahaman dan kematangan diri untuk bisa
survive, maka pembelajaran yang lebih utama menggunakan eksperimen, diskusi,
pemecahan masalah, latihan, simulasi dan praktek lapangan.
3. Orang
dewasa akan siap belajar jika materi latihanya sesuai dengan apa yang ia
rasakan sangat penting dalam memecahkan masalah kehidupanya, oleh karena itu
menciptakan kondisi belajar, alat-alat, serta prosedur akan menjadikan orang
dewasa siap belajar. Dengan kata lain program belajar harus disusun sesuai
dengan kebutuhan kehidupan mereka yang sebenarnya dan urutan penyajian harus
disesuaikan dengan kesiapan peserta didik
4. Pengembangan
kemampuan di orientasikan belajar terpusat kepada kegiatanya. Dengan kata lain
cara menyusun pelajaran berdasarkan kemampuan-kemampuan apa atau penampilan
yang bagaimana yang diharapkan ada pada peserta didik.
(Malik, 2008) mengembangkan konsep andragogi atas empat asumsi pokok yang berbeda dengan pedagogi sebagai berikut :
1. Seseorang
tumbuh dan matang konsep dirinya bergerak dari ketergantungan total menuju
pengarahan diri sendiri. Atau dapat dikatakan bahwa anak-anak konsep dirinya
masih tergantung, sedang pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri, karena
konsep dirinya inilah orang dewasa membutuhkan penghargaan orang lainsebagai
manusia yang dapat mengarahkan diri sendiri, apabila dia menghadapi situasi
dimana dia tidak memungkinkan dirinya menjadi self directing, maka akan timbul
reaksi tidak senang atau menolak.
2. Orang
dewasa akan mengumpulkan sejumlah besar pengalaman, maka dirinya menjadi sumber
belajar yang kaya, yang pada waktu yang sama akan memberikan dia dasar yang
luas untuk belajar sesuatu yang baru. Oleh karena itu dalam andragogy
mengurangi metodeceramah, belajar harus banyak berbuat, tidak cukup hanya
dengan mendengarkan dan menyerap. Hal ini selaras dengan prinsip belajar umum
yang meyakini bahwa belajar dengan berbuat lebih efektif bila dibandingkan
dengan belajar hanya dengan melihat atau mendengarkan.
3. Kesiapan
belajar mereka bukan semata-mata karena paksaan akademik, tetapi karena
kebutuhan hidup dan untuk melaksanakan tugas peran sosialnya, oleh karena itu
orang dewasa belajar karena membutuhkan tingkatan perkembangan mereka yang
harus menghadapi perananya apakah sebagai pekerja, orang tua, pemimpin suatu
organisasi dan lain-lain.
4. Orangdewasa
memiliki kecenderungan orientasi belajar pada pemecahan masalah kehidupan (problem centered orientation)
(Sunhaji, 2013) menambahkan ciri-ciri belajar orang dewasa sebagai berikut :
1. Kegiatan
belajarnya bersifat self directing-
mengarahkan diri, tidak dependent.
2. Pertanyaan-pertanyaan
dalam pembelajaran dijawab sendiri atas dasar pengalaman, bukan mengharapkan
jawaban dari fasilitator atau orang lain.
3. Tidak
mau didikete guru,karena mereka tidak mengharapkan secara terus menerus,
kecenderungan ini muncul karena orang dewasa sadar akan kemampuan diri, dan
tidak senang kepada paksaan dari pihak lain yang memiliki otoritas.
4. Lebih
senang dengan problem centeredlearning
dari pada content centered learning,orang
dewasa Menghadapi banyak masalah dalam kehidupan nyata, maka mereka lebih
senang dengan pembelajaran pemecahan masalah.
5. Lebih
senang partisipasi aktif dari pada pasif selalu memanfaatkan pengalaman yang
telah dimiliki, orang dewasa tidak senang belajar.
6. Selalu memanfaatkan
pengalaman yang telah dimiliki, orang dewasa tidak senang belajar dengan kepala
kosong.
7. Lebih
senang collaborative learning, dengan
tukar pengalaman dan sharing.
C. Pelatihan
Penguji Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Kesehatan�
Ujian
Kompetensi Jabatan Fungsional Kesehatan merupakan suatu proses untuk mengukur
pengetahuan keterampilan dan sikap kerja pejabat fungsional kesehatan yang
dilakukan oleh tim penguji dalam rangka memenuhi syarat untuk pengangkatan
pertama/ kenaikan jabatan setingkat lebih tinggi/ perpindahan jabatan dan/atau
promosi untuk menjamin kualitas pejabat fungsional. Para penguji kompetensi
jabatan fungsional kesehatan sebelum menjadi peguji, tentunya harus mendapatkan
pelatihan sebagai penguji uji kompetensi jabatan fungsional kesehatan.
Di Bapelkes Dinas Kesehatan Provinsi Riau, pelatihan untuk para penguji Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Kesehatan telah dilaksanakan pada tanggal 31 Januari sampai dengan tanggal 08 Februari 2022 dengan metode full daring. Pelatihan ini diikuti oleh 30 orang peserta dengan rincian peserta seperti pada Tabel 2.
Tabel 2 . Peserta Pelatihan Penguji Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Kesehatan di Bapelkes Dinas Kesehatan Provinsi Riau tahun 2022
No |
Nama Jabatan |
Jumlah |
|
|
|
N |
% |
1 |
Perawat Ahli Muda |
6 |
20,0 |
2 |
Dokter Ahli Madya |
2 |
6,7 |
3 |
Bidan Ahli Muda |
6 |
20,0 |
4 |
Bidan Ahli Madya |
2 |
6,7 |
5 |
Penyuluh Kesehatan Masyarakat Madya |
2 |
6,7 |
6 |
Epidemiologi |
4 |
13,3 |
7 |
Adminkes Ahli Muda |
1 |
3,3 |
8 |
Bidan Penyelia |
4 |
13,3 |
9 |
Fisikawan Medis Ahli Pertama |
�1 |
3,3 |
10 |
Apoteker Ahli Madya |
2 |
6,7 |
|
Jumlah |
30 |
100 |
Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa� hanya 10 jenis peringkat jabatan fungsional yang mengikuti pelatihan. Berdasarkan jenis jabatan fungsional dapat dikelompokkan hanya 8 (delapan) jenis jabatan fungsional kesehatan yang turut serta dari 30 jenis jabatan fungsional kesehatan yang tersedia.
Untuk dapat mengikuti pelatihan penguji uji kompetensi jabatan fungsional kesehatan calon peserta haruslah memenuhi beberapa persyaratan sebagaimana yang diatur dalam permenkes no. 18 tahun 2017 sebagai berikut :
1. Sekurang
kurangnya sudah memangku jenjang jabatan fungsional sebelumnya selama 1 (satu)
tahun.
2. Memiliki
Surat Keputusan (SK) jabatan fungsional jenjang terakhir
3. Prestasi
kerja paling kurang bernilai baik selama satu tahun terakhir yang
dibuktikandengan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP)
4.
Memiliki Surat
Rekomendasi dari pimpinanunit kerja untukmengikuti uji kompetensi.
Berdasarkan pedoman penyelenggaraan uji kompetensi dalam (Murwati, 2012), metode uji portofolio merupakan metode wajib, sedangkan metode lainnya dapat ditetapkan sebagai metode uji pilihan sesuai kebutuhan di rumah jabatan tempat peserta uji. Masing-masing metode uji membutuhkan sumber daya (Instrumen) untuk mendukung terlaksananya teknis uji kompetensi. Metode uji pilihan yang dilakukan sebagai pendukung terdiri dari Metode Uji lisan, Metode Uji Tulis dan� Metode uji Praktek.
Dalam rangka persiapan pelaksanaan uji kompetensi, penguji uji kompetensi terlebih dahulu merencankan daftar sumber daya (Instrumen) sesuai dengan metode uji yang ditetapkan (Ramadhani et al., 2021). Berikut ini sumberdaya yang harus disiapkan berdasarkan metode yang ditetapkan.
1. Portofolio:
� Cek
list kelengkapan berkas peserta uji.
� Lembar
verifikasi untuk menilai pemenuhan jumlah bukti yang mencakup aspek kecukupan
(memadai), valid (sahih dan terkini) dan keaslian dokumen.
Contoh ceklist /lembar verifikasi
portofolio (terlampir)
2. Uji
Lisan:
� Instrumen
pedoman wawancara (pertanyaan lisan terstruktur).
Menggunakan kaidah taksonomi blom
untuk memperoleh konfirmasiketelusuran pengetahuan sesuai level jenjangnya.
3. Uji
Tulis:
� Instrumen
berupa daftar pertanyaan tertulis berikut kunci jawaban yang telah tersusun
sesuai substansi butir kegiatan yang diuji.
4. Uji
Praktek:
� Standar
prosedur operasional (SPO) dan atau instruksi kerja (IK) yang terkait dengan
butir kegiatan yang dipilih sebagai materi uji
� Membuat
daftar urutan aktifitas yang akan diobservasi pada uji praktek
� Lembar
ceklist observasi kesesuaian pelaksanaan instruksi praktek
D. Implikasi
Dalam Proses Pembelajaran Orang Dewasa Pada Pelatihan Penguji Uji
Kompetensi� Jabatan Fungsional Kesehatan
Mengingat orang dewasa
memiliki karakteristik belajar yang unik, maka dalam proses pembelajaran pada
pelatihan penguji uji kompetensi jabatan fungsional kesehatan ini ada beberapa
hal yang ditempuh dalam pelaksanaanya antara lain :
1. Menciptakan
iklim pembelajaran yang kondusif, antara lain;
Pengaturan lingkungan
fisik seperti penataan peralatan disesuaikan dengan kondisi orang dewasa, alat
peraga dengar dan liat disesuaikan dengan kondisis fisik orang dewasa, Penataan
ruangan, pengaturan meja, kursi dan peralatan lainya hendaknya memungkinkan
terjadinya interaksi sosial,
Dalam pelatihan penguji
uji kompetensi jabatan fungsional kesehatan ini faktor penting yang bisa
dioptimalkan pada pembelajaran bagi peserta�
adalah mengkondisikan suasana pembelajaran menjadi kondusif. Suasana
pembelajaran dimaksudkan adalah fasilitas dan prasarana yang ada kaitannya
dengan penyelesaian penugasan-penugasan pembelajaran. Situasi yang kondusif
dimaksudkan adalah situasi yang betul-betul sesuai serta membantu berprosesnya
pembelajaran. Suasana belajar dapat dikondisikan sesuai kebutuhan, sehingga
dapat mengakomodasi peserta dalam proses pelaksanaan belajar.
Suasana belajar pada
pelatihan penguji uji kompetensi jabatan fungsional kesehatan ini merupakan
situasi yang diupayakan oleh fasilitator supaya pelaksanaan pembelajaran dapat
berjalan lebih efektif. Menurut (Ginting & Azis, 2014) ada dua hal penting dalam
suasana pembelajaran, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Pengaturan lingkungan
sosial dan psikologis, lingkungan ini hendaknya membuat peerta pelatihan
merasa diterima, dihargai dan di dukung, mengembangkan suasana bersahabat,
informal, santai, membangun semangat kebersamaan.
2. Diagnosis
kebutuhan belajar pada pelatihan penguji uji kompetensi jabatan fungsional
kesehatan ini, melibatkan para professional pada rumpun jabatan fungsional
kesehatan yang disesuaikan dengan kebutuhan profesional peserta pelatihan.
Keahlian yang diperoleh dapat diimplementasikan langsung pada pelaksanaan
pekerjaan, membangun model yang diharapkan, menyediakan pengalaman yang
dibutuhkan.
3. Proses
Perencanaan, meminta partisipasi peserta pelatihan dalam menyusun rencana
pelatihan. identifikasi calonpeserta uji kompetensi, sumber daya uji
kompetensi, dan perencanaan uji kompetensi.
4. Memformulasikan
tujuan, yakni tentang tingkah laku yang akan dihasilkan untuk memenuhi
kebutuhan peserta pelatihan. Dalam pelatihan ini tujuan pembelajarannya, dimana
peserta sebagai orang dewasa yang sedang mengikuti pelatihan adalah mendorong
perkembangan aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan agar peserta� mampu berkontribusi bagi tenaga kesehatan
yang berkompeten.
5. Mengembangkan
model umum, pembelajaran orang dewasa lebih banyak melalui diskusi, baik
kelompok kecil maupun kelompok besar. Pada pelatihan penguji uji kompetensi
jabatan fungsional kesehatan ini, kegiatan peserta lebih banyak berdiskusi
dalam kelompoknya untuk menyelesaikan tugas-tugas pelatihan sebanyak 31 jam
pembelajaran.
6. Menetapkan
materi dan teknik pembelajaranya, materi lebih ditekankan pada pengalaman
nyata, disesuaikan dengan kebutuhan dan berorientasi pada aplikasi praktis,
metode dan teknik yang dipilih lebih bersifat (Sihombing, 2019).
Peserta adalah
Gambar 2. Kolb's Experiential Learning Theory
|
Kesimpulan
Pelatihan penguji uji kompetensi jabatan fungsional kesehatan yang dilaksanakan di Bapelkes Dinas Kesehatan Provinsi Riau telah menerapkan metode pembelajaran orang dewasa. Pembelajaran orang dewasa adalah kegiatan membimbing dan membantu orang dewasa belajar, merupakan suatu proses penemuan (pengetahuan, ketrampilan, dan sikap) spanjang hayat terhadap sesuatu yang dibutuhkan dan diperlukan untuk keprofesionalannya dalam bekerja dibidang kesehatan, prosesnya tidak di dasarkan pada pertimbangan fasilitator, akan tetapi didasarkan pada kepentingan peserta pelatihan sebagai orang dewasa yang sedang belajar. Karakteristik pembelajaran orang dewasa adalah konsep untuk mengembangkan 4 hal pokok antara lain, konsep diri, peranan pengalaman, kesiapan belajar dan orientasi belajar. Implikasinya dalam proses pembelajaran antara lain diperlukan pengaturan lingkungan fisik, lingkungan sosial dan psikologis, diagnosis kebutuhan belajar, perencanaan yang matang, tujuan belajar yang jelas, model belajar yang partisipatif, materi dan tehnik pembelajaranya disesuaikan dengan pengalaman dan kemampuan fisiknya.
BIBLIOGRAFI
Ariyani, Rahmi Dwi, Indrawati,
Indrawati, & Mahardika, I. Ketut. (2017). Model Pembelajaran Guided
Discovery (GD) disertai Media Audiovisual dalam Pembelajaran IPA (Fisika) di
SMP. Jurnal Pembelajaran Fisika, 6(4), 397�403.
Bartin, Tasril. (2006). Pendidikan orang
dewasa sebagai basis pendidikan non formal. Jurnal Teknodik, 156�173.
DARMADI, D. R. HAMID, & Pd, M. (2019). Pengantar
pendidikan era globalisasi: Konsep dasar, teori, strategi dan implementasi
dalam pendidikan globalisasi. An1mage.
Ginting, Monika Nina K., & Azis, Azhar.
(2014). Hubungan antara Lingkungan Belajar dan Manajemen Waktu dengan Motivasi
Menyelesaikan Studi. Analitika: Jurnal Magister Psikologi UMA, 6(2),
91�97.
Hendri, Nofri. (2020). Merdeka Belajar;
Antara Retorika dan Aplikasi. E-Tech: Jurnal Ilmiah Teknologi Pendidikan,
8(1), 1�29.
Karwati, Lilis. (2016). Prinsip Andragogi
Pada Performasi Tutor Program Pendidikan Luar Sekolah. Jendela PLS: Jurnal
Cendekiawan Ilmiah Pendidikan Luar Sekolah, 1(1).
Kurniati, Ike, Malik, Amit Saepul,
Maslachah, Arum, Muchtar, Hendi Suhendraya, & Sulastini, Rita. (2022).
Pendekatan Andragogi Pada Proses Pembelajaran Di Institut. Jurnal Ilmu
Pendidikan (ILPEN), 1(1), 46�51.
Latipah, Eva. (2017). Pengaruh strategi
experiential learning terhadap self regulated learning mahasiswa. Humanitas,
14(1), 41.
Malik, Halim. (2008). Teori belajar
andragogi dan aplikainya dalam pembelajaran. Jurnal Inovasi, 5(2).
Mu�minin, Himayatul. (2017). Andragogi;
Pendidikan Seumur Hidup. An-Nidhom: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 2(1),
1�27.
Murwati, Hesti. (2012). Pengaruh
sertifikasi profesi guru terhadap motivasi kerja dan kinerja guru di smk negeri
se-Surakarta.
Ramadhani, Yulia Rizki, Tanjung, Rahman,
Saputro, Agung Nugroho Catur, Utami, Nisa Rahmaniyah, Purba, Pratiwi
Bernadetta, Purba, Sukarman, Kato, Iskandar,
Gumelar, Ganjar Rahmat, Cecep, H., &
Darmawati, Darmawati. (2021). Dasar-Dasar Perencanaan Pendidikan. Yayasan
Kita Menulis.
Sihombing, Erlina. (2019). Konsep dan
Strategi Pendidikan Orang Dewasa. Jurnal Edukasi Kultura: Jurnal Bahasa,
Sastra Dan Budaya, 6(2).
Sunhaji, Sunhaji. (2013). Konsep pendidikan
orang dewasa. Jurnal Kependidikan, 1(1), 1�11.
Suryana, Dadan. (2021). Pendidikan anak
usia dini teori dan praktik pembelajaran. Prenada Media.
������
Copyright holder: Devi Susanti, Tin Gustina (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |