Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 1, Januari 2023

 

KEMANDIRIAN BELAJAR ORANG DEWASA PESERTA PELATIHAN������������������� PENGUJI UJI KOMPETENSI JABATAN FUNGSIONAL KESEHATAN��������� �����������������������������������������������������������������DI BAPELKES DINAS KESEHATANPROVINSI RIAU

 

Devi Susanti, Tin Gustina

Program Studi S2 Kesehatan Masyarakat, Universitas Hang Tuah Pekanbaru, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Di tengah arus globalisasi dan informasi serta kemajuan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, ada hal yang perlu mendapat perhatian adalah mengenai konsep pendidikan untuk orang dewasa.� Tidak sedikit orang dewasa yang harus mendapat pendidikan, baik pendidikan informal maupun non formal, misalnya dalam bentuk Pendidikan dan Pelatihan (Diklat), ketrampilan, kursus- kursus, penataran dan sebagainya. Masalahnya yang sering muncul adalah bagaimana kiat dan strategi membelajarkan orang dewasa. Penelitian ini dilakukan dengan Experiential learning� yang didefinisikan sebagai proses belajar yang pengetahuannya diperoleh dari sebuah bentuk pengalaman, yang menggabungkan pemahaman dengan kegiatan yang dilakukan. Pada metode experiential learning ini, media pembelajaran yang digunakan adalah pengalaman tiap-tiap individu yang menjalankannya. Dari penelitian ini diketahui bahwa, pembelajaran orang dewasa merupakan suatu proses penemuan (pengetahuan, ketrampilan, dan sikap) spanjang hayat terhadap sesuatu yang dibutuhkan dan diperlukan untuk keprofesionalannya dalam bekerja dibidang kesehatan, prosesnya tidak di dasarkan pada pertimbangan fasilitator, akan tetapi didasarkan pada kepentingan peserta pelatihan sebagai orang dewasa yang sedang belajar. Karakteristik pembelajaran orang dewasa adalah konsep untuk mengembangkan 4 hal pokok antara lain, konsep diri, peranan pengalaman, kesiapan belajar dan orientasi belajar. Implikasinya dalam proses pembelajaran antara lain diperlukan pengaturan lingkungan fisik, lingkungan sosial dan psikologis, diagnosis kebutuhan belajar, perencanaan yang matang, tujuan belajar yang jelas, model belajar yang partisipatif, materi dan tehnik pembelajaranya disesuaikan dengan pengalaman dan kemampuan fisiknya.

 

Kata kunci: Dewasa, experiential learning, pembelajaran

 

 

Abstract

Abstract In the midst of globalization and information and the advancement of various sciences and technologies today, there is something that needs attention is regarding the concept of education for adults. Not a few adults must receive education, both informal and non-formal education, for example in the form of Education and Training (Diklat), skills, courses, upgrading and so on. The problem that often arises is how tips and strategies teach adults. This research is carried out with Experiential learning which is defined as a learning process whose knowledge is obtained from a form of experience, which combines understanding with the activities carried out. In this experiential learning method, the learning media used is the experience of each individual who runs it. From this research, it is known that adult learning is a process of discovery (knowledge, skills, and attitudes) of life support for something needed and needed for professionalism in working in the health sector, the process is not based on the consideration of the facilitator, but is based on the interests of trainees as adults who are learning. The characteristics of adult learning are concepts to develop 4 main things, including self-concept, the role of experience, learning readiness and learning orientation. The implications in the learning process include the regulation of the physical environment, social and psychological environment, diagnosis of learning needs, careful planning, clear learning objectives, participatory learning models, learning materials and techniques adapted to their experiences and physical abilities.

 

Keywords:�Adult, experiential learning, learning

 

Pendahuluan

Di tengah arus globalisasi dan informasi serta kemajuan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, ada hal yang perlu mendapat perhatian adalah mengenai konsep pendidikan untuk orang dewasa.� Tidak sedikit orang dewasa yang harus mendapat pendidikan, baik pendidikan informal maupun non formal, misalnya dalam bentuk Pendidikan dan Pelatihan (Diklat), ketrampilan, kursus- kursus, penataran dan sebagainya. Masalahnya yang sering muncul adalah bagaimana kiat dan strategi membelajarkan orang dewasa.

Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang vital dalam usahanya untuk mempertahankan hidup dan mengembangkan dirinya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara (Hendri, 2020). Tanpa belajar, manusia akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan tuntutan hidup, kehidupan dan penghidupan yang senantiasa berubah. Dengan demikian belajar merupakan suatu kebutuhan yang dirasakan sebagai suatu keharusan untuk dipenuhi sepanjang usia manusia, sejak lahir hingga akhir hayatnya (Darmadi & Pd, 2019).

Perubahan yang terjadi seperti inovasi dalam teknologi, mobilitas penduduk, perubahan sistem ekonomi, politik dan sejenisnya begitu cepat terjadi. Dalam kondisi seperti ini, maka pengetahuan yang diperoleh seseorang ketika ia berumur 20 tahun akan menjadi usang ketika ia berumur 40 tahun (Hendri, 2020).

 

Gambar 1. Animasi Beda Andragogi dan Pedagogi

APA ITU ANDRAGOGI = PENGERTIAN ANDRAGOGI

 

Secara pskologis orang dewasa sebagai siswa dalam kegiatan belajar tidak dapat diperlakukan seperti anak-anak didik biasa yang sedang duduk dibangku sekolah (Sunhaji, 2013). Orang dewasa tumbuh sebagai pribadi dan memiliki kematangan konsep diri bergerak dari ketergantungan seperti yang terjadi pada masa kanak-kanak menuju ke arah kemandirian atau pengarahan diri sendiri (Karwati, 2016). Kematangan psikologi orang dewasa sebagai pribadi yang mampu mengarahkan diri sendiri, bukan diarahkan, dipaksa dan dimanipulasi oleh orang lain. Bila orang dewasa menghadapi situasi yang tidak memungkinkan dirinya menjadi dirinya sendiri, maka dia akan merasa dirinya tertekan dan merasa tidak senang (Kurniati, Malik, Maslachah, Muchtar, & Sulastini, 2022). Karena kemandirian inilah orang dewasa membutuhkan untuk mendapatkan penghargaan orang lain sebagai manusia yang mampu menentukan dirinya sendiri (Self Determination) dan mampu mengarahkan dirinya sendiri (Self Direction). Apabila orang dewasa tidak menemukan dan menghadapi situasi dan kondisi yang memungkinkan timbulnya penentuan diri sendiri dalam suatu pelatihan, maka akan menimbulkan penolakan atau reaksi yang kurang menyenangkan (Mu�minin, 2017).

 

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan Experiential learning� yang didefinisikan sebagai proses belajar yang pengetahuannya diperoleh dari sebuah bentuk pengalaman, yang menggabungkan pemahaman dengan kegiatan yang dilakukan (Latipah, 2017). Pada metode experiential learning ini, media pembelajaran yang digunakan adalah pengalaman tiap-tiap individu yang menjalankannya (Ariyani, Indrawati, & Mahardika, 2017). Dari penelitian ini diketahui bahwa, pembelajaran orang dewasa merupakan suatu proses penemuan (pengetahuan, ketrampilan, dan sikap) spanjang hayat terhadap sesuatu yang dibutuhkan dan diperlukan untuk keprofesionalannya dalam bekerja dibidang kesehatan, prosesnya tidak di dasarkan pada pertimbangan fasilitator, akan tetapi didasarkan pada kepentingan peserta pelatihan sebagai orang dewasa yang sedang belajar.

 

Hasil dan Pembahasan

A.    Pengertian Pendidikan Orang Dewasa ( Pod )

Pendidikan orang dewasa atau dengan istilah lain Andragogi berasal dari bahasa Yunani dari kata aner artinya orang dewasa, dan agogos artinya pemimpin. Maka secara harfiah andragogi berarti seni dalam mengajar orang dewasa, berlawanan dengan paedagogi yang berati seni dan pengetahuan mengajar anak (Sihombing, 2019). Karena pengertian pedagogi adalah seni atau pengetahuan membimbing atau memimpin atau mengajar anak, maka apabila menggunakan istilah pedagogi untuk kegiatan pelatihan bagi orang dewasa jelas tidak tepat, karena mengandung makna bertentangan.

Pada awalnya, bahkan hingga sekarang, banyak praktek proses belajar dalam suatu pelatihan yang ditunjukan kepada orang dewasa, yang seharusnya bersifat andragogis, dilakukan dengan cara-cara pedagogis. Dalam hal ini prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi pendidikan anak di anggap dapat diberlakukan bagi kegiatan pelatihan bagi orang dewasa. Lebih lanjut (Bartin, 2006), memberikan batasan bahwa pendidikan orang dewasa adalah suatu cara pendekatan dalam proses belajar orang dewasa. Rumusan ini lebih menekankan kepada tehnik belajar bagi orang dewasa sehingga orang dewasa sanggup dan mau belajar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Berikut ini disajikan perbandingan asumsi anatara keduanya pada tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan asumsi Pedagogi dan adragogi

No

Asumsi

Pedagogi

Adragogi

1

Konsep tentang diri peserta didik

Peserta didik tergantung pada pendidiknya, para guru bertanggungjawab sepenuhnya untuk menentukan apa yang harus ipelajari,kapan,bagaimana

cara mempempelajarinya, dan apa hasil yang diharapkan setelah selesai

pada umumnya orang dewasa secara psikologis lebih memerlukan pengarahan diri walaupun dalam keadaan tertentu bersifat tergantung

2

Fungsi pengala man

peserta didik

Siap selalu belajar untuk masa depan, oleh karena itu kegiatan belajar harus diorganisasikan dalam suatu kurikulum baku dan

langkah-langkah penyajian harius sama bagi semua orang

Dengan belajar diharapkan dapat memecahkan masalahnya,maka belajar adalah membantu mereka menemukan yang perlu mereka ketahui,program belajar disusun sesuai dengan kebutuhan kehidupan mereka dan urutan penyajian sesuai dengan kesiapan peserta didik

3

Kesiapan

belajar

Siap selalu belajar untuk masa depan, oleh karena itu kegiatan belajar harus diorganisasikan dalam suatu kurikulum baku dan langkah-langkah penyajian harius sama bagi semua orang

Belajar untuk meningkatkan kemampuan diri untuk mengembangkan orientasinyaleh karena itu orientasi belajar terpusat pada kegiatannya sesuai yang diharapkan mereka

4

Orientasi

belajar

Ilmu yang dipelajari baru akan bermanfaat dikemudian hari, oleh karena itu kurikulum disusun sesuai uritan logis

Belajar untuk meningkatkan kemampuan diri untuk mengembangkan orientasinya oleh karena itu orientasi belajar terpusat pada kegiatannya sesuai yang diharapkan mereka

����������������������������������������������������������� Sumber : Tisnowati Tamat, 1985 ;19-20

B.    Karakteristik Belajar Orang Dewasa

Karakteristik orang dewasa dalam mempunyai keunikan yang menarik untuk dicermati. Keunikannya tentu hal yang berbeda dengan saat anak-anak dalam proses belajar. Bagi orang dewasa belajar seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi masalah hidupnya (Suryana, 2021). Secara rinci dapat kita lihat berikut ini :

1.     Pembelajaran lebih mengarah ke suatu proses pendewasaan, seseorang akan berubah dari bersifat tergantung menuju ke arah memiliki kemampuan mengarahkan diri sendiri, dan memerlukan pengarahan diri walaupun dalam keadaan tertentu mereka bersifat tergantung.

2.     Karena prinsip utama adalah memperoleh pemahaman dan kematangan diri untuk bisa survive, maka pembelajaran yang lebih utama menggunakan eksperimen, diskusi, pemecahan masalah, latihan, simulasi dan praktek lapangan.

3.     Orang dewasa akan siap belajar jika materi latihanya sesuai dengan apa yang ia rasakan sangat penting dalam memecahkan masalah kehidupanya, oleh karena itu menciptakan kondisi belajar, alat-alat, serta prosedur akan menjadikan orang dewasa siap belajar. Dengan kata lain program belajar harus disusun sesuai dengan kebutuhan kehidupan mereka yang sebenarnya dan urutan penyajian harus disesuaikan dengan kesiapan peserta didik

4.     Pengembangan kemampuan di orientasikan belajar terpusat kepada kegiatanya. Dengan kata lain cara menyusun pelajaran berdasarkan kemampuan-kemampuan apa atau penampilan yang bagaimana yang diharapkan ada pada peserta didik.

(Malik, 2008) mengembangkan konsep andragogi atas empat asumsi pokok yang berbeda dengan pedagogi sebagai berikut :

1.     Seseorang tumbuh dan matang konsep dirinya bergerak dari ketergantungan total menuju pengarahan diri sendiri. Atau dapat dikatakan bahwa anak-anak konsep dirinya masih tergantung, sedang pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri, karena konsep dirinya inilah orang dewasa membutuhkan penghargaan orang lainsebagai manusia yang dapat mengarahkan diri sendiri, apabila dia menghadapi situasi dimana dia tidak memungkinkan dirinya menjadi self directing, maka akan timbul reaksi tidak senang atau menolak.

2.     Orang dewasa akan mengumpulkan sejumlah besar pengalaman, maka dirinya menjadi sumber belajar yang kaya, yang pada waktu yang sama akan memberikan dia dasar yang luas untuk belajar sesuatu yang baru. Oleh karena itu dalam andragogy mengurangi metodeceramah, belajar harus banyak berbuat, tidak cukup hanya dengan mendengarkan dan menyerap. Hal ini selaras dengan prinsip belajar umum yang meyakini bahwa belajar dengan berbuat lebih efektif bila dibandingkan dengan belajar hanya dengan melihat atau mendengarkan.

3.     Kesiapan belajar mereka bukan semata-mata karena paksaan akademik, tetapi karena kebutuhan hidup dan untuk melaksanakan tugas peran sosialnya, oleh karena itu orang dewasa belajar karena membutuhkan tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi perananya apakah sebagai pekerja, orang tua, pemimpin suatu organisasi dan lain-lain.

4.     Orangdewasa memiliki kecenderungan orientasi belajar pada pemecahan masalah kehidupan (problem centered orientation)

(Sunhaji, 2013) menambahkan ciri-ciri belajar orang dewasa sebagai berikut :

1.     Kegiatan belajarnya bersifat self directing- mengarahkan diri, tidak dependent.

2.     Pertanyaan-pertanyaan dalam pembelajaran dijawab sendiri atas dasar pengalaman, bukan mengharapkan jawaban dari fasilitator atau orang lain.

3.     Tidak mau didikete guru,karena mereka tidak mengharapkan secara terus menerus, kecenderungan ini muncul karena orang dewasa sadar akan kemampuan diri, dan tidak senang kepada paksaan dari pihak lain yang memiliki otoritas.

4.     Lebih senang dengan problem centeredlearning dari pada content centered learning,orang dewasa Menghadapi banyak masalah dalam kehidupan nyata, maka mereka lebih senang dengan pembelajaran pemecahan masalah.

5.     Lebih senang partisipasi aktif dari pada pasif selalu memanfaatkan pengalaman yang telah dimiliki, orang dewasa tidak senang belajar.

6.     Selalu memanfaatkan pengalaman yang telah dimiliki, orang dewasa tidak senang belajar dengan kepala kosong.

7.     Lebih senang collaborative learning, dengan tukar pengalaman dan sharing.

C.    Pelatihan Penguji Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Kesehatan�

Ujian Kompetensi Jabatan Fungsional Kesehatan merupakan suatu proses untuk mengukur pengetahuan keterampilan dan sikap kerja pejabat fungsional kesehatan yang dilakukan oleh tim penguji dalam rangka memenuhi syarat untuk pengangkatan pertama/ kenaikan jabatan setingkat lebih tinggi/ perpindahan jabatan dan/atau promosi untuk menjamin kualitas pejabat fungsional. Para penguji kompetensi jabatan fungsional kesehatan sebelum menjadi peguji, tentunya harus mendapatkan pelatihan sebagai penguji uji kompetensi jabatan fungsional kesehatan.

Di Bapelkes Dinas Kesehatan Provinsi Riau, pelatihan untuk para penguji Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Kesehatan telah dilaksanakan pada tanggal 31 Januari sampai dengan tanggal 08 Februari 2022 dengan metode full daring. Pelatihan ini diikuti oleh 30 orang peserta dengan rincian peserta seperti pada Tabel 2.

 

Tabel 2 . Peserta Pelatihan Penguji Uji Kompetensi Jabatan Fungsional Kesehatan di Bapelkes Dinas Kesehatan Provinsi Riau tahun 2022

No

Nama Jabatan

Jumlah

 

 

N

%

1

Perawat Ahli Muda

6

20,0

2

Dokter Ahli Madya

2

6,7

3

Bidan Ahli Muda

6

20,0

4

Bidan Ahli Madya

2

6,7

5

Penyuluh Kesehatan Masyarakat Madya

2

6,7

6

Epidemiologi

4

13,3

7

Adminkes Ahli Muda

1

3,3

8

Bidan Penyelia

4

13,3

9

Fisikawan Medis Ahli Pertama

�1

3,3

10

Apoteker Ahli Madya

2

6,7

 

Jumlah

30

100

 

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa� hanya 10 jenis peringkat jabatan fungsional yang mengikuti pelatihan. Berdasarkan jenis jabatan fungsional dapat dikelompokkan hanya 8 (delapan) jenis jabatan fungsional kesehatan yang turut serta dari 30 jenis jabatan fungsional kesehatan yang tersedia.

Untuk dapat mengikuti pelatihan penguji uji kompetensi jabatan fungsional kesehatan calon peserta haruslah memenuhi beberapa persyaratan sebagaimana yang diatur dalam permenkes no. 18 tahun 2017 sebagai berikut :

1.     Sekurang kurangnya sudah memangku jenjang jabatan fungsional sebelumnya selama 1 (satu) tahun.

2.     Memiliki Surat Keputusan (SK) jabatan fungsional jenjang terakhir

3.     Prestasi kerja paling kurang bernilai baik selama satu tahun terakhir yang dibuktikandengan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP)

4.     Memiliki Surat Rekomendasi dari pimpinanunit kerja untukmengikuti uji kompetensi.

Berdasarkan pedoman penyelenggaraan uji kompetensi dalam (Murwati, 2012), metode uji portofolio merupakan metode wajib, sedangkan metode lainnya dapat ditetapkan sebagai metode uji pilihan sesuai kebutuhan di rumah jabatan tempat peserta uji. Masing-masing metode uji membutuhkan sumber daya (Instrumen) untuk mendukung terlaksananya teknis uji kompetensi. Metode uji pilihan yang dilakukan sebagai pendukung terdiri dari Metode Uji lisan, Metode Uji Tulis dan� Metode uji Praktek.

Dalam rangka persiapan pelaksanaan uji kompetensi, penguji uji kompetensi terlebih dahulu merencankan daftar sumber daya (Instrumen) sesuai dengan metode uji yang ditetapkan (Ramadhani et al., 2021). Berikut ini sumberdaya yang harus disiapkan berdasarkan metode yang ditetapkan.

1.     Portofolio:

�       Cek list kelengkapan berkas peserta uji.

�       Lembar verifikasi untuk menilai pemenuhan jumlah bukti yang mencakup aspek kecukupan (memadai), valid (sahih dan terkini) dan keaslian dokumen.

Contoh ceklist /lembar verifikasi portofolio (terlampir)

2.     Uji Lisan:

�       Instrumen pedoman wawancara (pertanyaan lisan terstruktur).

Menggunakan kaidah taksonomi blom untuk memperoleh konfirmasiketelusuran pengetahuan sesuai level jenjangnya.

3.     Uji Tulis:

�       Instrumen berupa daftar pertanyaan tertulis berikut kunci jawaban yang telah tersusun sesuai substansi butir kegiatan yang diuji.

4.     Uji Praktek:

�       Standar prosedur operasional (SPO) dan atau instruksi kerja (IK) yang terkait dengan butir kegiatan yang dipilih sebagai materi uji

�       Membuat daftar urutan aktifitas yang akan diobservasi pada uji praktek

�       Lembar ceklist observasi kesesuaian pelaksanaan instruksi praktek

D.    Implikasi Dalam Proses Pembelajaran Orang Dewasa Pada Pelatihan Penguji Uji Kompetensi� Jabatan Fungsional Kesehatan

Mengingat orang dewasa memiliki karakteristik belajar yang unik, maka dalam proses pembelajaran pada pelatihan penguji uji kompetensi jabatan fungsional kesehatan ini ada beberapa hal yang ditempuh dalam pelaksanaanya antara lain :

1.     Menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, antara lain;

Pengaturan lingkungan fisik seperti penataan peralatan disesuaikan dengan kondisi orang dewasa, alat peraga dengar dan liat disesuaikan dengan kondisis fisik orang dewasa, Penataan ruangan, pengaturan meja, kursi dan peralatan lainya hendaknya memungkinkan terjadinya interaksi sosial,

Dalam pelatihan penguji uji kompetensi jabatan fungsional kesehatan ini faktor penting yang bisa dioptimalkan pada pembelajaran bagi peserta� adalah mengkondisikan suasana pembelajaran menjadi kondusif. Suasana pembelajaran dimaksudkan adalah fasilitas dan prasarana yang ada kaitannya dengan penyelesaian penugasan-penugasan pembelajaran. Situasi yang kondusif dimaksudkan adalah situasi yang betul-betul sesuai serta membantu berprosesnya pembelajaran. Suasana belajar dapat dikondisikan sesuai kebutuhan, sehingga dapat mengakomodasi peserta dalam proses pelaksanaan belajar.

Suasana belajar pada pelatihan penguji uji kompetensi jabatan fungsional kesehatan ini merupakan situasi yang diupayakan oleh fasilitator supaya pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan lebih efektif. Menurut (Ginting & Azis, 2014) ada dua hal penting dalam suasana pembelajaran, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial.

Pengaturan lingkungan sosial dan psikologis, lingkungan ini hendaknya membuat peerta pelatihan merasa diterima, dihargai dan di dukung, mengembangkan suasana bersahabat, informal, santai, membangun semangat kebersamaan.

2.     Diagnosis kebutuhan belajar pada pelatihan penguji uji kompetensi jabatan fungsional kesehatan ini, melibatkan para professional pada rumpun jabatan fungsional kesehatan yang disesuaikan dengan kebutuhan profesional peserta pelatihan. Keahlian yang diperoleh dapat diimplementasikan langsung pada pelaksanaan pekerjaan, membangun model yang diharapkan, menyediakan pengalaman yang dibutuhkan.

3.     Proses Perencanaan, meminta partisipasi peserta pelatihan dalam menyusun rencana pelatihan. identifikasi calonpeserta uji kompetensi, sumber daya uji kompetensi, dan perencanaan uji kompetensi.

4.     Memformulasikan tujuan, yakni tentang tingkah laku yang akan dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan peserta pelatihan. Dalam pelatihan ini tujuan pembelajarannya, dimana peserta sebagai orang dewasa yang sedang mengikuti pelatihan adalah mendorong perkembangan aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan agar peserta� mampu berkontribusi bagi tenaga kesehatan yang berkompeten.

5.     Mengembangkan model umum, pembelajaran orang dewasa lebih banyak melalui diskusi, baik kelompok kecil maupun kelompok besar. Pada pelatihan penguji uji kompetensi jabatan fungsional kesehatan ini, kegiatan peserta lebih banyak berdiskusi dalam kelompoknya untuk menyelesaikan tugas-tugas pelatihan sebanyak 31 jam pembelajaran.

6.     Menetapkan materi dan teknik pembelajaranya, materi lebih ditekankan pada pengalaman nyata, disesuaikan dengan kebutuhan dan berorientasi pada aplikasi praktis, metode dan teknik yang dipilih lebih bersifat (Sihombing, 2019). Peserta adalah ASN kesehatan yang professional dibidangnya sehingga semua materi yang disampaikan terhubung langsung dengan pengalaman dan tugasnya sehari-hari (Experiential Learning). Experiential learning didefinisikan sebagai proses belajar yang pengetahuannya diperoleh dari sebuah bentuk pengalaman, yang menggabungkan pemahaman dengan kegiatan yang dilakukan. Pada metode experiential learning ini, media pembelajaran yang digunakan adalah pengalaman tiap-tiap individu yang menjalankannya. Tentunya peserta pelatihan sebagai individu yang sudah berpengalaman dalam pekerjaan dibidang kesehatan, selanjutnya menggabungkan pemahaman dengan kegiatan pelayanan yang dilakukan. Siklus belajar berdasarkan pengalaman ini seperti terlihat pada gambar 2.

Gambar 2. Kolb's Experiential Learning Theory

 

Konsep Belajar. Training & Consultancy - PDF Free Download

 

Kesimpulan

Pelatihan penguji uji kompetensi jabatan fungsional kesehatan yang dilaksanakan di Bapelkes Dinas Kesehatan Provinsi Riau telah menerapkan metode pembelajaran orang dewasa. Pembelajaran orang dewasa adalah kegiatan membimbing dan membantu orang dewasa belajar, merupakan suatu proses penemuan (pengetahuan, ketrampilan, dan sikap) spanjang hayat terhadap sesuatu yang dibutuhkan dan diperlukan untuk keprofesionalannya dalam bekerja dibidang kesehatan, prosesnya tidak di dasarkan pada pertimbangan fasilitator, akan tetapi didasarkan pada kepentingan peserta pelatihan sebagai orang dewasa yang sedang belajar. Karakteristik pembelajaran orang dewasa adalah konsep untuk mengembangkan 4 hal pokok antara lain, konsep diri, peranan pengalaman, kesiapan belajar dan orientasi belajar. Implikasinya dalam proses pembelajaran antara lain diperlukan pengaturan lingkungan fisik, lingkungan sosial dan psikologis, diagnosis kebutuhan belajar, perencanaan yang matang, tujuan belajar yang jelas, model belajar yang partisipatif, materi dan tehnik pembelajaranya disesuaikan dengan pengalaman dan kemampuan fisiknya.

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Ariyani, Rahmi Dwi, Indrawati, Indrawati, & Mahardika, I. Ketut. (2017). Model Pembelajaran Guided Discovery (GD) disertai Media Audiovisual dalam Pembelajaran IPA (Fisika) di SMP. Jurnal Pembelajaran Fisika, 6(4), 397�403.

 

Bartin, Tasril. (2006). Pendidikan orang dewasa sebagai basis pendidikan non formal. Jurnal Teknodik, 156�173.

 

DARMADI, D. R. HAMID, & Pd, M. (2019). Pengantar pendidikan era globalisasi: Konsep dasar, teori, strategi dan implementasi dalam pendidikan globalisasi. An1mage.

 

Ginting, Monika Nina K., & Azis, Azhar. (2014). Hubungan antara Lingkungan Belajar dan Manajemen Waktu dengan Motivasi Menyelesaikan Studi. Analitika: Jurnal Magister Psikologi UMA, 6(2), 91�97.

 

Hendri, Nofri. (2020). Merdeka Belajar; Antara Retorika dan Aplikasi. E-Tech: Jurnal Ilmiah Teknologi Pendidikan, 8(1), 1�29.

 

Karwati, Lilis. (2016). Prinsip Andragogi Pada Performasi Tutor Program Pendidikan Luar Sekolah. Jendela PLS: Jurnal Cendekiawan Ilmiah Pendidikan Luar Sekolah, 1(1).

 

Kurniati, Ike, Malik, Amit Saepul, Maslachah, Arum, Muchtar, Hendi Suhendraya, & Sulastini, Rita. (2022). Pendekatan Andragogi Pada Proses Pembelajaran Di Institut. Jurnal Ilmu Pendidikan (ILPEN), 1(1), 46�51.

 

Latipah, Eva. (2017). Pengaruh strategi experiential learning terhadap self regulated learning mahasiswa. Humanitas, 14(1), 41.

 

Malik, Halim. (2008). Teori belajar andragogi dan aplikainya dalam pembelajaran. Jurnal Inovasi, 5(2).

 

Mu�minin, Himayatul. (2017). Andragogi; Pendidikan Seumur Hidup. An-Nidhom: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 2(1), 1�27.

 

Murwati, Hesti. (2012). Pengaruh sertifikasi profesi guru terhadap motivasi kerja dan kinerja guru di smk negeri se-Surakarta.

 

Ramadhani, Yulia Rizki, Tanjung, Rahman, Saputro, Agung Nugroho Catur, Utami, Nisa Rahmaniyah, Purba, Pratiwi Bernadetta, Purba, Sukarman, Kato, Iskandar,

 

Gumelar, Ganjar Rahmat, Cecep, H., & Darmawati, Darmawati. (2021). Dasar-Dasar Perencanaan Pendidikan. Yayasan Kita Menulis.

 

Sihombing, Erlina. (2019). Konsep dan Strategi Pendidikan Orang Dewasa. Jurnal Edukasi Kultura: Jurnal Bahasa, Sastra Dan Budaya, 6(2).

 

Sunhaji, Sunhaji. (2013). Konsep pendidikan orang dewasa. Jurnal Kependidikan, 1(1), 1�11.

 

Suryana, Dadan. (2021). Pendidikan anak usia dini teori dan praktik pembelajaran. Prenada Media.

������

Copyright holder:

Devi Susanti, Tin Gustina (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: