Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 1, Januari 2023
ANALISIS FAKTOR �
FAKTOR KEHARMONISAN RUMAH TANGGA PADA MASYARAKAT YANG TELAH BERUMAH TANGGA
LEBIH DARI 20 TAHUN DI KELURAHAN TEGAL BESAR KABUPATEN JEMBER
Dalilah Aliy, Musyaffa
Program Studi Hukum Keluarga Islam Sekolah
Tinggi Dirasat Islamiyyah
Imam Syafi�i Jember
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Keharmonisan dapat diwujudkan
dengan berbagai cara, antara lain dengan
menghadirkan rasa saling pengertian, saling menerima dan menoleransi kekurangan,
serta membangun
rasa saling
menghormati antara suami
dan istri
selama hubungan keluarga.
Secara yuridis, Negara
Kesatuan Republik Indonesia telah
mengatur ketahanan rumah
tangga bagi setiap
warga negaranya
melalui Rancangan Undang-Undang tentang
Ketahanan Keluarga. Badan
Pusat Statistik
Provinsi Jawa Timur
telah merilis
jumlah perceraian yang
terjadi di Kabupaten
Jember selama tahun
2021 sebanyak
354 kasus.
Melihat fakta tersebut,
aspek untuk
mewujudkan keharmonisan dalam menjalankan
kehidupan rumah tangga
di wilayah
Kabupaten Jember patut
dikaji lebih detail.
Tegal Besar
adalah nama sebuah
desa di
Kabupaten Jember, Provinsi
Jawa Timur.
Sebagai salah satu
daerah dengan jumlah
penduduk yang cukup besar,
Tegal Besar
layak dijadikan
objek penelitian
untuk mengkaji
dan menganalisis
faktor-faktor keharmonisan rumah tangga
bagi masyarakat
yang telah
menikah lebih dari
20 tahun.
Dari hasil
penelitian yang telah dipaparkan,
dapat disimpulkan
bahwa faktor-faktor yang
dapat membentuk
keharmonisan rumah tangga
terdiri dari: faktor agama, faktor ekonomi, faktor psikologis, faktor komunikasi, dan
faktor tahta atau
posisi. Tingkat pendidikan
yang dimiliki
seseorang sangat relevan
dengan pembentukan kemampuannya
dalam mengelola
kehidupan rumah tangga
sehingga menjadi harmonis.
Kemudian upaya yang dapat
dilakukan untuk menciptakan rumah tangga yang harmonis, antara
lain: memilih
pasangan hidup yang benar dan benar, memupuk
romansa dalam rumah
tangga, membimbing keluarga
untuk selalu
takut kepada
Allah, serta senang
dengan segala rezeki
dan takdir
yang telah
dilimpahkan Allah. dalam
kehidupan rumah tangga.
����������������
Kata Kunci: Kerukunan, Rumah Tangga,
Keagamaan
Abstract
Harmony
can be realized in various ways, including by presenting a sense of mutual
understanding, mutual acceptance and tolerance of deficiencies, and
establishing respect between husband and wife during their family relationship.
Juridically, the Unitary State of the Republic Indonesia has regulated
household resilience for each of its citizens through the Draft Law on Family
Resilience. The Central Bureau of Statistics for East Java Province has
released the number of divorces that have occurred in Jember
Regency during 2021 as many as 354 cases. Seeing this fact, the aspects for
realizing harmony in the running of household life in the Jember
Regency area deserve to be studied in more detail. Tegal
Besar is the name of a village in Jember
Regency, East Java Province. As one of the areas with a fairly large
population, Tegal Besar
deserves to be made a research object to study and analyze factors of household
harmony for people who have been married for more than 20 years. From the
results of the research that has been described, it can be concluded that the
factors that can shape household harmony consist of: religious factors,
economic factors, psychological factors, communication factors, and throne or
position factors. The level of education possessed by a person is very relevant
to the formation of his ability to manage household life so that it becomes
harmonious. Then efforts that can be made to create a harmonious household,
include: choosing a life partner who is righteous and righteous, cultivating romance
in the household, guiding the family to always fear Allah, and being pleased
with all the sustenance and destiny that Allah has bestowed. in household life.
Keywords: Harmony, Household, Religious
Pendahuluan
Keharmonisan rumah tangga dapat terwujud
dengan beragam cara, diantaranya dengan menghadirkan rasa saling pengertian, saling menerima dan bertoleransi terhadap kekurangan, serta menjalin penghormatan diantara pribadi suami dan istri selama menjalani hubungan keluarga (IMAS, 2023). Rasa saling
pengertian akan mendorong seseorang untuk dapat berinisiatif
mengambil alih seluruh perkara-perkara rumah tangga yang tak bisa dilaksanakan
secara optimal oleh pasangannya
(Sudirman, 2020). Sedangkan
rasa saling menerima akan memicu seseorang
untuk senantiasa ridha menerima segala kekurangan yang terdapat didalam diri pasangan hidupnya,
sehingga menimbulkan sikap toleransi yang akan membuat seseorang
memaafkan kesalahan yang diperbuat oleh suami atau istrinya (Pamungkas,
2023). Timbulnya
perasaan saling menghormati dalam diri seseorang terhadap pasangan hidupnya juga turut mendukung terwujudnya keharmonisan sebuah rumah tangga, karena
dapat menghadirkan nuansa hubungan keluarga yang penuh dengan keakraban terbalut oleh sopan � santun dan diliputi dengan etika tata krama dalam menjalani kehidupan berumah tangga.
Islam telah memberikan perintah bagi setiap
kaum muslim untuk senantiasa mewujudkan keharmonisan dalam rumah tangganya,
hal tersebut telah tersirat didalam kitab suci Al Qur�an pada
surat Ar Ruum ayat 21:
وَمِنْ
ءَايَٰتِهِۦٓ
أَنْ خَلَقَ
لَكُم مِّنْ
أَنفُسِكُمْ
أَزْوَٰجًا
لِّتَسْكُنُوٓا۟
إِلَيْهَا
وَجَعَلَ
بَيْنَكُم
مَّوَدَّةً
وَرَحْمَةً ۚ
إِنَّ فِى
ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ
لِّقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: �Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir�
Imam Ibnu Katsir menafsirkan bahwa yang termaktub didalam surat Ar-Rum
ayat ke 21 tersebut ialah penciptaan Ibunda Hawa yang Allah ciptakan melalui bagian dari rangka tubuh
Nabi Adam, tepatnya pada bagian
tulang rusuk yang terpendek berada di sebelah kiri (Ardiansyah, 2018).
Seandainya Allah menjadikan semua manusia hanya laki-laki yang sejenis dengan Nabi Adam, sehingga mereka menjadikan pasangan hidupnya dari jenis yang lain selain dari jenis manusia, niscaya tak akan timbul kerukunan dan kecintaan diantaranya. Namun sebaliknya, yang terjadi hanyalah konflik tak berkesudahan kian membara di muka bumi sehingga akan semakin memancing terjadinya kerusakan di dunia (Prasetiawati, 2017).� Termasuk di antara rahmat Allah yang sempurna kepada Nabi Adam dan para keturunannya ialah Allah menjadikan manusia agar hidup secara berpasangan-pasangan melalui penciptaan istri yang berasal dari jenis mereka sendiri. Sehingga dapat menimbulkan rasa kasih dan sayang diantara suami-istri tersebut. Banyak hal yang dapat menghadirkan kecenderungan didalam perasaan laki-laki terhadap istri-istri mereka, diantaranya karena dilandasi oleh perasaan cinta dan sayang kepada istri-istrinya, atau karena telah memiliki keturunan darinya, bahkan karena timbulnya perasaan kasih yang menyadarkan para laki-laki untuk senantiasa memberikan perlindungan dan memenuhi nafkah kepada istri-istri mereka.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir
as-Sa'di, seorang ulama pakar tafsir abad 14 Hijriyyah, menafsirkan surat Ar Rum ayat
ke 21 tersebut yaitu ayat �Dan di antara tanda-tandaNya� membuktikan bahwa diantara tanda rahmat Allah Subhanahu wa Ta�allah terhadap para hamba-hambanya. Sedangkan ayat �Ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,�
menerangkan bahwa Allah menciptakan istri-istri untuk para laki-laki dari jenis manusia
itu sendiri (Nurhayati,
2011). Kemudian
ayat �Supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih sayang� memiliki makna yaitu melalui
adanya penciptaan istri-istri tersebut dapat menjadikan laki-laki cenderung kepada mereka, sehingga laki-laki dapat menjalankan pernikahan dengan masing-masing istrinya agar dapat terjalin rasa kasih sayang secara utuh.
Melalui sebab pernikahan tersebut, Allah turunkan anugerah hadirnya anak keturunan
diantara mereka yang semakin menimbulkan kedamaian padanya. Selanjutnya ayat �Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir,� bermakna bahwa rahmat yang telah Allah karuniakan kepada laki-laki dimuka bumi ini
akan dapat dirasakan dan diambil hikmahnya hanya bagi mereka yang mau untuk berfikir
serta merenungkan ayat-ayat Allah.
Tak
hanya perintah, Allah jua telah memberikan
panduan agar hamba-hambaNya
yang bertakwa senanatiasa mampu mewujudkan keharmonisan dalam kehidupan rumah tangga. Hal ini tertuang pada makna dalam surat Ali Imran ayat ke 159:
فَبِمَا
رَحْمَةٍ
مِّنَ
ٱللَّهِ
لِنتَ لَهُمْ
ۖ وَلَوْ كُنتَ
فَظًّا
غَلِيظَ
ٱلْقَلْبِ
لَٱنفَضُّوا۟
مِنْ
حَوْلِكَ ۖ
فَٱعْفُ
عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ
لَهُمْ
وَشَاوِرْهُمْ
فِى ٱلْأَمْرِ
ۖ فَإِذَا
عَزَمْتَ
فَتَوَكَّلْ
عَلَى
ٱللَّهِ ۚ
إِنَّ
ٱللَّهَ
يُحِبُّ
ٱلْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya: �Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras
lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka,
dan bermusyawaratlah dengan
mereka dalam urusan itu. Kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya�
Dalam tafsirnya,
Syaikh Abdurrahman bin Nashir
as-Sa'di memaparkan mengenai makna yang terkandung dalam surat Ali Imran ayat ke 159 yaitu ayat
�Karena disebabkan rahmat
Allah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka� bermakna bahwa dengan sebab
karunia yang Allah turunkan
dihati dan fikiran para manusia sehingga setiap orang dapat berlaku lemah lembut
dalam mengasihi diantara manusia yang lainnya. Sedangkan ayat �Sekiranya kamu bersikap keras�
maksudnya ialah seandainya manusia bersikap kasar dan berahklak buruk. Kemudian bersambung pada ayat �Lagi berhati
keras, tentulah mereka menjauh dari diri dan dari
sekelilingmu� yang bermakna
yaitu seluruh manusia akan menjauh
dan berlari dari sekeliling orang-orang yang berakhlak
buruk.
Akhlak baik merupakan pokok ajaran agama Islam sehingga menarik minat setiap
manusia untuk senantiasa semakin bertakwa dan patuh terhadap perintah Allah serta beristiqomah dijalanNya (Riyadh &
Riyadh, 2007). Akhlak baik yang dipraktikkan oleh suami kepada istrinya
maupun sebaliknya, akan semakin menumbuhkan
sakinah dan mawaddah didalam kehidupan rumah tangga itu
sendiri. Sedangkan akhlak buruk merupakan
sumber masalah pokok dalam agama Islam yang akan semakin mencerai-beraikan
manusia dari ketaatan terhadap perintah Allah dan membuat mereka benci kepada
ajaran Islam (Al-Hadar, 2020). Tak hanya itu saja,
akhlak yang buruk turut menjadi pemicu
perpisahan dan kehancuran bagi bahtera keluarga
muslim.
Kemudian melalui ayat �Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka� Allah perintahkan NabiNya untuk memaafkan mereka (kaum yang berakhlak buruk) dari kelalaian yang terjadi dalam diri
mereka terhadap penunaian hak-hak kepada beliau dan juga agar beliau turut memohonkan
ampun bagi mereka atas kelalaiannya
kepada hak-hak Allah. Selanjutnya ayat �Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan
itu� memiliki makna yaitu setiap
perkara-perkara yang membutukan
keputusan bersama dalam rumah tangga
agar dapat diselesaikan melalui adanya musyawarah secara mufakat, sehingga terjalin pertukaran pemikiran serta pendapat didalamnya. Karena didalam musyawarah, terdapat banyak sekali hikmah yang memberikan perwujudan kemaslahatan bagi kepentingan dunia maupun perkara Agama.
Berikutnya Allah berfirman
�Kemudian apabila kamu telah membulatkan
tekad�, maknanya yaitu apabila manusia
telah memiliki tekad terhadap suatu hasil yang usai didapatkan sebagai tindak lanjut atas permusyawaratan
padanya. Kemudian Allah melanjutkan firmanNya dengan ayat �Maka
bertakwalah kepada Allah� maksudnya ialah sandarkanlah hasil permusyawaratan tersebut kepada Allah dan berlepas dirilah dari kesombongan
dengan hanya mengandalkan kemampuan dan kekuatan pribadi manusia saja.
Secara yuridis, Negara Kesatuan Republik Indonesia telah mengatur ketahanan rumah tangga bagi setiap warga negaranya dalam Rancangan Undang-Undang tentang Ketahanan Keluarga dalam pasal 45 ayat 1 yang menyebutkan bahwa �Setiap keluarga bertanggung jawab memenuhi aspek ketahanan sosio-psikologis keluarga bagi seluruh anggota keluarga, yang berupa antara lain:
a)
Menjaga keutuhan dan
keharmonisan keluarga dilakukan dengan peningkatan kualitas keluarga dan
intensitas interaksi keluarga, pencegahan risiko perceraian, penerapan pola
asuh yang baik, serta usaha pemulihan krisis keluarga.
b)
Meningkatkan kepatuhan
keluarga terhadap hukum dengan memahami dan melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.�
Hasil penelitian (Eviyana, 2019), tentang Keharmonisan Keluarga bagi Pasangan yang sudah pernah Menikah
di Desa Parerejo, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung menyatakan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi tingkat keharmonisan keluarga bagi pasangan yang sudah pernah menikah,
diantaranya: faktor pendidikan, faktor keagamaan, dan faktor ekonomi
Sementara itu, hasil kajian (Puspitasari, 2019) mengenai Tinjauan Hukum Islam terhadap Keharmonisan Rumah Tangga Sopir Truk
di Desa Sukanegara, Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan menyatakan
bahwa 40% rumah tangga dikalangan sopir truk dapat
mewujudkan rumah tangga harmonis oleh karena taat terhadap
ajaran agama, menjalin komunikasi secara efektif dengan anggota keluarga, menanamkan pendidikan formal dan
informal, serta tercukupinya
segala kebutuhan hidup. Dan sebanyak 60% tidak dapat mewujudkan
rumah tangga harmonis yang disebabkan oleh karena lalai terhadap
perintah agama, komunikasi buruk dengan anggota
keluarga, mengabaikan pendidikan formal dan informal, serta
kurangnya kerjasama dalam mengatur keuangan dalam rumah tangga.
Data Badan Pusat Statistik Provinsi
Jawa Timur menunjukkan bahwa telah terjadi perceraian sebanyak 354 perkara di
Kabupaten Jember selama tahun 2021 (Wildan, 2022).
Tentunya jumlah kasus tersebut bukan merupakan angka yang sedikit dengan
berbagai faktor yang melatarbelakanginya. Melihat adanya kenyataan tersebut,
maka aspek-aspek untuk mewujudkan keharmonisan berjalannya kehidupan rumah
tangga di wilayah Kabupaten Jember sangatlah patut untuk ditela�ah lebih
mendetail. Pengalaman hidup para keluarga muslim yang telah menjalani biduk
rumah tangga dalam kurun waktu yang lama, patut menjadi contoh dan tolak ukur
dalam mewujudkan keharmonisan keluarga. Beragam faktor-faktor dan panduan yang
dikemukakan oleh para obyek penelitian tersebut dalam menjalani lika-liku
dinamisme kehidupan rumah tangga agar teguh memertahankan keharmonisan
didalamnya, sangat patut diulas secara mendetail.
Metode Penelitian
Artikel ini akan mengulas tentang berbagai faktor yang dapat mewujudkan dan memertahankan keharmonisan rumah tangga, berdasarkan
pengalaman yang telah diperoleh dari 10 kelompok rumah tangga kaum muslim
di Kabupaten Jember, Jawa Timur (Ridlwan, 2014). Tak hanya terbatas pada hal tersebut, ulasan
yang terdapat dalam penelitian ini akan dibedah secara
rinci dengan menyantumkan berbagai literasi pendukung berdasarkan Al Qur�an dan Hadits. Adanya
literasi tersebut bertujuan untuk memerkuat atas capaian beragam hasil analisis studi yang telah dilaksanakan dilapangan (Pahmiyanti, n.d.).
Artikel ini disusun dengan menggunakan metode sekuensial yang disertai dengan narasi penjelasan seputar data kuantitatif maupun kualitatif didalamnya (Hermawan, 2019). Adapun metode pengumpulan data dilakukan melalui kegiatan wawancara dilapangan dan pengisian angket untuk mengetahui serta mengukur tentang beragam variabel faktor yang dapat mewujudkan keharmonisan dalam rumah tangga kaum
muslim (Lianda, 2019).
Tak hanya demikian, penilitian ini berusaha memuat
beragam upaya dan panduan dalam meminimalisir
konflik keluarga yang diungkapkan berdasarkan hasil penelitian terhadap para responden obyek penelitian atas pengalaman kehidupan rumah tangga mereka.
Hadirnya artikel ini diharapkan mampu
menjadi pedoman dan panduan bagi kawula muda muslim yang hendak atau baru saja
melangkah ke jenjang pernikahan dalam mewujudkan rumah tangga yang harmonis serta mampu menjadi referensi
untuk meminimalisir adanya konflik didalam keluarga agar terhindarkan dari tindak perceraian yang disebabkan oleh disharmonisasi hubungan keluarga.
Sehingga artikel ini dapat mengisi keterbatasan ruang akses pengetahuan kepada
kaum muslim perihal menjaga stabilitas rumah tangga.
Hasil dan
Pembahasan
1. Faktor-Faktor
yang membentuk terwujudnya Keharmonisan Rumah Tangga
Keharmonisan rumah tangga
dapat terwujud melalui adanya faktor-faktor yang membentuknya.
Pada penelitian ini, seluruh respoden yang terlibat sebagai obyek penelitian telah memaparkan mengenai beragam faktor yang menjadi cikal-bakal terwujudnya keharmonisan rumah tangga. Adapun hasil penelitian yang telah didapatkan dari para responden tersebut, tersaji dalam bentuk
diagram lingkaran berikut.
����������������������������������������������������������������������������������������������������������������
Diagram 1. Faktor � Faktor
yang membentuk Keharmonisan
Rumah Tangga
Berdasarkan
data pada diagram diatas, diperoleh
hasil bahwa sebanyak 83% responden menganggap bahwa faktor agama merupakan faktor utama dalam
mewujudkan keharmonisan dalam rumah tangga.
Kemudian diikuti oleh faktor ekonomi, dimana sebanyak 10% responden menyatakan bahwa faktor tersebut
menjadi penentu dibalik suksesnya harmonisme keluarga. Selanjutnya sebanyak 4% responden menilai faktor psikologis pribadi suami atau
istri menjadi hal yang vital dalam membentuk keharmonisan hidup berkeluarga. Faktor komunikasi pun tak luput dari
aspek yang dapat menimbulkan keharmonisan keluarga. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui hasil survei
dilapangan, dimana sebanyak 2% responden memilih faktor tersebut untuk dikelompokan kedalam faktor-faktor yang berpotensi menciptakan harmonisme hubungan rumah tangga. Dan faktor status sosial atau kedudukan
merupakan faktor kelima yang menjadi faktor terwujudnya keharmonisan dalam hubungan rumah tangga. Sebanyak 1% dari keseluruhan responden yang telah berpartisipasi, mengungkapkan bahwa faktor tersebut
menjadi faktor keterwujudan harmonisme kehidupan rumah tangga.
Dominasi faktor agama yang dianggap oleh para responden sebagai faktor paling dominan atas keterwujudan
keharmonisan dalam rumah tangga muslim
berdasarkan hasil penelitian dilapangan, bukanlah sekedar alasan formal saja. Para responden menilai jika pengetahuan Islam yang ada dalam diri
pribadi seseorang akan semakin membuat
pribadinya senantiasa bertakwa dan takut akan ancaman hukuman
dari Allah Subhanahu
wa Ta�allah. Sehingga dengannya, seseorang akan menjadi takut untuk
berbuat dzalim dan takut untuk melalaikan
atas segala hal yang berada dalam tanggungannya. Hal tersebut tentunya sangat bersesuaian dengan hadist yang disabdakan Rasulullah
sebagaimana diriwayatkan
oleh Imam Bukhari dan Abu Daud.
إِنَّ
الظُّلْمَ
ظُلُمَـاتٌ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya: �Sesungguhnya kezhaliman adalah kegelapan
pada hari kiamat.� (HR. Al-Bukhari No. 4686)
كَفَى
بِالْمَرْءِ
إِثْمًا أَنْ
يُضَيِّعَ
مَنْ يَقُوتُ
Artinya: �Cukuplah seseorang itu berdosa bila ia
menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.� (HR. Abu Daud No. 1692
dihasankan oleh Al Albani)
2. Relevansi
antara Jenjang Pendidikan yang dimiliki terhadap kemampuan seseorang dalam
mengelola Rumah Tangga menjadi Harmonis
Terlepas dari
adanya faktor-faktor yang melatarbelakangi terbentuknya keharmonisan dalam rumah tangga seperti
yang telah dijabarkan pada ikhtisar sebelumnya, tentunya pendidikan merupakan aspek yang tidak dapat dilepaskan
dari rumpun pembentuk keharmonisan tersebut. Melalui adanya aktifitas pendidikan yang dijalani, seseorang akan memeroleh khasanah pengetahuan seputar berbagai hal sebagai
bekal dalam menjalani kehidupannya. Dengan perolehan khasanah tersebut, akan membentuk karakter pribadi setiap manusia untuk menjawab segala permasalahan maupun tantangan yang terjadi selama masa hidupnya. Oleh karenanya, jenjang pendidikan yang dimiliki seseorang merupakan aspek internal yang
sangat perlu menjadi pertimbangan dalam menilai kemampuannya untuk mengolah dinamisme kehidupan rumah tangga agar tetap terjalin dengan harmonis.
Dalam penelitian ini, seluruh
respoden yang terlibat sebagai obyek penelitian
telah memberikan penilaiannya terhadap relevansi jenjang pendidikan yang dimiliki seseorang dalam membentuk kemampuan mereka untuk mengelola
kehidupan rumah tangga sehingga dapat terwujud nuansa yang harmonis. Aspek ini dikemukakan
kepada para responden, karena strata pendidikan yang dimiliki setiap orang dinilai memiliki potensi dan pengaruh besar dalam membentuk
karakter yang melekat pada pribadi seseorang. Adapun pandangan dari para responden terhadap pernyataan tersebut, diuraikan kedalam bentuk diagram lingkaran berikut.
Diagram 2. Relevansi Jenjang Pendidikan Seseorang terhadap kemampuannya dalam membentuk Keharmonisan Rumah Tangga
Dari
data pada diagram tersebut, terlihat
bahwa sebanyak 71% responden menganggap bahwa jenjang pendidikan
yang telah dimiliki seseorang sangat relevan dengan pembentukan karakternya dalam mengelola kehidupan rumah tangga sehingga
dapat mewujudkan rumah tangga yang harmonis. Sementara itu 23% responden lainnya menganggap bahwa jenjang pendidikan
yang telah dimiliki seseorang cukup relevan dan seimbang dengan dukungan faktor-faktor lainnya dalam membentuk karakter pribadinya untuk mengelola kehidupan rumah tangga sehingga dapat mewujudkan nuansa keluarga yang harmonis. Faktor-faktor lainnya yang dimaksud diantaranya ialah faktor pengalaman yang mungkin didapatkan oleh seseorang melalui figur orang tuanya tatkala masih menjalani
kehidupan rumah tangga secara bersama-sama.� Kemudian sebanyak 6% responden menyatakan bahwa jenjang pendidikan yang telah dimiliki seseorang tidak relevan dengan pembentukan karakternya dalam mengelola kehidupan rumah tangga.
Rasulullah telah mengabarkan kepada para umatnya tentang keutamaan dalam menuntut ilmu. Hal ini tercermin dalam
hadist yang telah diriwayatkan oleh Abu Darda�.
وَإِنَّ
فَضْلَ
الْعَالِمِ
على
الْعَابِدِ
كَفَضْلِ
الْقَمَرِ
لَيْلَةَ
الْبَدْرِ على
سَائِرِ
الْكَوَاكِبِ
Artinya: �Sesungguhnya keutamaan seorang yang berilmu dibanding ahli
ibadah, seperti keutamaan bulan di malam purnama dibanding seluruh bintang -
bintang.� (HR. Ibnu Majjah No. 223)
����������� Seseorang
yang telah memiliki ilmu terhadap suatu
perkara maka pribadi tersebut akan mengetahui solusi terhadap permasalahan yang terjadi pada perkara tersebut. Ilmu tak selalu
tertuang dalam bentuk teks, tetapi
ilmu dapat diperoleh dari mana saja. Ilmu dapat
diperoleh melalui pengelihatan manusia yang telah Allah anugerahkan untuk senantiasa melihat peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekelilingnya, sehingga dapat digunakan untuk mengambil segala hikmah yang terkandung didalamnya. Kemudian ilmu juga dapat diperoleh melalui pendengaran yang telah Allah berikan sebagai indera kepada setiap manusia
untuk mendengar kisah-kisah terdahulu. Agar dengannya, seluruh manusia dapat mengambil
ibroh terhadap penuturan kisah shahih tersebut.
3. Upaya-upaya
dalam mewujudkan Keharmonisan Rumah Tangga
Kerukunan hidup
berkeluarga tidak dapat terwujud dengan hanya sekedar menutut pribadi pasangan
untuk memenuhi segala faktor pematik harmonisme rumah tangga, tetapi harus ada upaya
yang konkrit untuk ikut mewujudkan keharmonisan tersebut didalam diri sendiri.
Oleh karenanya setiap manusia harus pandai dalam menela�ah dan memilah upaya -
upaya yang patut untuk dijalankan demi terwujudnya kerukunan dalam menjalankan
dinamisme hidup berumah tangga. Dalam penelitian ini telah diringkas berbagai
upaya yang dapat dilakukan setiap umat muslim agar mendapatkan ketenangan dalam
hidup berkeluarga. Upaya � upaya tersebut dikemukakan oleh para narasumber yang
menjadi obyek penelitian di Kelurahan Tegalbesar, Kabupaten Jember, berdasarkan
pengalaman mereka menjalankan hidup rumah tangga selama bertahun-tahun. Adapun
berbagai upaya yang dimaksud, telah dijabarkan pada poin-poin berikut ini.
a. Memilih
pasangan hidup yang shalih dan shalihah
Tentunya segala perkara yang ingin dicapai
keberhasilannya, membutuhkan persiapan yang matang. Termasuk jika setiap
manusia ingin melangkahkan hidup menuju jenjang pernikahan. Sudah menjadi adat
istiadat yang lumrah bagi sebagian besar masyarakat Indonesia jika setiap anak
bujang ataupun gadis yang ingin menikah, maka orang tua mereka kian sibuk
memberikan seleksi ketat perihal bibit, bebet, dan bobot terhadap para
calon menantunya. Anggapan tersebut diperoleh berdasarkan hasil pelaksanaan
riset dilapangan, dimana sebanyak 7 dari 10 responden keluarga muslim di
Kelurahan Tegalbesar menganggap fase pemilihan calon pasangan yang tepat
sebelum melangsungkan pernikahan, memiliki andil terhadap pembentukan
keharmonisan dalam berumah tangga.
Sebenarnya Rasululah telah memberikan
panduan perihal aspek yang harus dikedepankan dalam menentukan calon pasangan
yang tepat untuk dijadikan sebagai pendamping hidup hingga hari kiamat kelak.
Sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan At Tirmidzi.
تُنْكَحُ
الْمَرْأَةُ
لاِ َرْبَعِ:
لِمَالِهَا
وَلِحَسَبِهَا
وَ
لِجَمَالِهَا
وَلِدِيْنِهَا
فَاظْفَرْ
بِذَاتِ
الدّيْنِ
تَرِبَتْ
يَدَاكَ
Artinya: �Seorang wanita dinikahi karena empat hal. Karena hartanya,
keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita
yang taat agamanya (ke-Islamannya), niscaya kamu akan beruntung� (HR.
Al-Bukhari No. 5090, dikutip dari kitab an-Nikaah)
إِذَا
خَطَبَ
إِلَيْكُمْ
مَنْ
تَرْضَوْنَ دِينَهُ
وَخُلُقَهُ
فَزَوِّجُوهُ،
إِلَّا
تَفْعَلُوا
تَكُنْ
فِتْنَةٌ فِي الأَرْضِ،
وَفَسَادٌ
عَرِيضٌ
Artinya: �Jika datang kepada
kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah
ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka bumi� (HR.
Tirmidzi No. 1085)
Untaian kedua
hadist tersebut memiliki sebuah simpul makna bahwa dalam memilih pasangan
hidup, setiap umat muslim haruslah mengutamakan wawasan agama yang dimiliki
oleh seseorang sebagai calon pendamping hidupnya. Seberapa menawannya gemerlap
kehidupan di dunia ini, namun pemahaman Agama Islam yang benar tetaplah harus
menjadi simpul pertemuan kedua insan yang hendak bersatu dalam ikatan
pernikahan. Gemerlap dunia merupakan perhiasan yang fana� dan memiliki masa.
Sehingga apabila waktunya telah habis, hancurlah segala kehidupan dunia beserta
kegemerlapan yang terdapat didalamnya.
Hal tersebut
tidak berlaku bila seseorang telah menggenggam wawasan Islam yang benar. Setiap
orang yang memiliki pengetahuan agama yang kuat, akan berusaha untuk senantiasa
bertakwa, mematuhi segala perintah Allah, dan menjauhi segala hal yang dilarang
olehNya. Agama Islam merupakan agama yang haq, yang mengarahkan setiap insan
untuk senantiasa hidup berkeadilan serta mengutamakan akhlak yang baik. Dua
aspek tersebut merupakan aspek yang penting dalam membangun keharmonisan hidup
berumah tangga. Tak hanya demikian, urgensi dalam menjadikan agama sebagai
simpul untuk menentukan sosok pasangan hidup ialah karena hidup manusia
semata-mata tidak hanya di dunia ini saja, melainkan akan datang kehidupan
setelah terjadinya kematian setiap manusia dari dunia ini. Oleh karenanya,
setiap manusia pasti membutuhkan pendamping yang mampu untuk membimbing dan
mengarahkannya dalam memersiapkan bekal untuk menghadapi kehidupannya pasca
kematian di dunia kelak.
b. Menumbuhkan romantisme dalam rumah tangga
Meskipun
seseorang telah menjalani kehidupan rumah tangganya selama bertahun-tahun
lamanya, namun kerap kali setiap pribadi suami maupun istri masih canggung dan
belum leluasa dalam memahami �bahasa cinta� dilingkungan rumah tangga mereka.
Romantisme dalam kehidupan rumah tangga memang sangat perlu untuk ditumbuhkan
sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan keharmonisan. Berbicara tentang
cinta, maka wanita memang identik dengan sikapnya yang selalu ingin dimengerti
oleh pasangannya. Oleh karenanya, laki-laki sebagai pendamping hidup mereka,
kerap dihadapkan dengan tuntutan untuk senantiasa memahami dan menerima siklus
emosional yang sedang terjadi didalam hati istrinya.
Romantisme memang dianggap sebagai �ruh� yang melekat pada jiwa yang dinamakan rumah tangga. Karena sikap romantis yang ditumbuhkan oleh suami kepada istri
ataupun sebaliknya, akan semakin menghidupkan
momen kebersamaan nan penuh kehangatan didalam diri pribadi
setiap pasangannya. Sebanyak 9 dari 10 responden yang berperan sebagai istri dalam
kelompok rumah tangga di Kelurahan Tegalbesar, menyebutkan bahwa tumbuhnya romantisme hubungan didalam kehidupan rumah tangga sangat berperan untuk mempererat jalinan perasanaan kasih sayang didalam hati suami maupun
istri. Ungkapan rasa cinta secara verbal yang diucapkan seorang suami kepada masing-masing istrinya, dapat menjadi salah satu cara untuk membangun
sikap romantisme dalam hidup berkeluarga.
Dahulu,
Rasulullah pun telah memberikan
contoh kepada para umatnya dalam hal
menumbuhkan sikap romantisme agar semakin menumbuhkan keharmonisan hidup berumah tangga.
Hal ini telah dikisahkan tatkala �Amr bin Al-�Ash Radhiallahu anhu suatu ketika bertanya kepada Rasulullah:�����
أىُّ
النَّاسِ
أَحَبُّ
إِلَيْكَ
قَالَ �عَائِشَةُ�
Artinya: �Siapakah orang yang paling engkau cintai?� kemudian
Rasulullah menjawab: �Aisyah!� (HR. Muttafaqun �alaihi)
Selain
ungkapan verbal, sikap romantis terhadap pasangan hidup tentunya dapat
diwujudkan melalui interaksi fisik. Salah satu interaksi fisik yang dapat
dilakukan suami kepada para istrinya untuk mewujudkan romantise dalam rumah
tangga diantaranya ialah mencium kening istri sebelum beranjak melakukan
aktifitas di luar rumah. Interaksi fisik demikian bukan merupakan hal yang
bersifat tabu, karena Rasulullah pun telah mencontohkannya pada berbagai
peristiwa. Hal tersebut berdasarkan hadist yang telah diriwayatkan oleh Abu
Dawud.
عَنْ
عَائِشَةَ
أَنَّ
النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
قَبَّلَ
امْرَأَةً
مِنْ
نِسَائِهِ
ثُمَّ خَرَجَ
إِلَى الصَّلَاةِ
وَلَمْ
يَتَوَضَّأْ
Artinya:
�Dari Aisyah bahwasanya Nabi
shallallahu �alaihi wasallam pernah mencium salah seorang istri beliau,
kemudian beliau keluar untuk shalat, sedangkan beliau tidak berwudhu lagi� (HR
Abu Dawud dan Tirmidzi)
Melalui untaian hadist tersebut, dapat dipetik
pelajaran penting bahwa interaksi fisik diantara suami dan istri selain
menyentuh organ vital (qubul dan dubur), tidaklah membatalkan wudhu. Upaya yang
dilakukan untuk menumbuhkan sikap romantis dalam kehidupan rumah tangga
sebenarnya tidak berkecimpung pada masalah uang saja, melainkan dapat
diwujudkan melalui ungkapan secara verbal maupun interaksi fisik. Memahami
�bahasa cinta� dalam menjalani hidup berumah tangga memanglah membutuhkan
proses yang panjang. Tetapi keharmonisan yang tumbuh menyertainya, dapat
menjadi salah satu indikasi keberhasilan dalam membina hubungan rumah
tangga.��
c. Membimbing keluarga untuk senantiasa bertakwa
kepada Allah
Hidup
membersamai pasangan yang dicintai memanglah sangat indah dan penuh dengan
kegembiraan. Tiada hari yang tak dihiasi dengan balutan kasih sayang yang kian
mendayu. Nuansa romantisme yang perlahan mulai terbentuk dalam kehidupan rumah
tangga semakin menyempurnakan siklus kehidupan yang dilalui seseorang, hari
demi harinya. Namun itu semua akan menjadi sia-sia jika tak menjadikannya
sebagai ladang untuk semakin bertakwa dan mendekatkan diri khusyu� dalam
beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta�allah. Penanaman wawasan agama
haruslah disemai oleh suami sebagai pemimpin keluarga kepada para anggotanya,
agar selamat dari siksa api neraka.
Dari hasil
penelitian dilapangan, sebanyak 8 dari 10 responden keluarga muslim
mengungkapkan bahwa diantara upaya yang dapat dilakukan dalam mewujudkan
harmonisme rumah tangga ialah menanamkan wawasan Islam kepada setiap anggota
keluarga. Para responden menganggap bahwa penegakkan aturan agama yang kokoh
dalam hidup berumah tangga, akan semakin menciptakan ketenangan dan menjadi
benteng terhadap ancaman pengaruh buruk keluarga dari lingkungan disekitarnya.
Hukum - hukum yang terdapat didalam ajaran agama Islam, senantiasa selaras
dengan dinamisme kehidupan rumah tangga. Sehingga membuat setiap konflik yang
terjadi dilingkungan keluarga, dapat terselesaikan dengan merujuk pada hukum
tersebut. Allah telah memerintahkan kepada setiap hambanya untuk senantiasa
memerhatikan ketakwaan setiap anggota keluarga mereka agar terhindar dari siksa
api neraka yang diakibatkan oleh perbuatan dosa selama hidup di dunia. Perintah
tersebut, telah Allah firmankan dalam surat At Tahrim ayat 6.
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ
آمَنُوا قُوا
أَنفُسَكُمْ
وَأَهْلِيكُمْ
نَارًا
وَقُودُهَا
النَّاسُ
وَالْحِجَارَةُ
عَلَيْهَا
مَلَائِكَةٌ
غِلَاظٌ
شِدَادٌ لاَ
يَعْصُونَ اللَّهَ
مَا
أَمَرَهُمْ
وَيَفْعَلُونَ
مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya: �Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya (terbuat dari) manusia dan batu,
penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar lagi keras, yang tidak
mendurhakai (perintah) Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan�
Tentunya
setiap manusia tidak ingin mendapat siksaan tersebut pada hari kiamat kelak.
Namun, keengganan tersebut haruslah diimbangi dengan upaya konkrit untuk
benar-benar menjauhkan diri dari segala perbuatan dosa yang mengundang
kemurkaan Allah. Oleh karenanya, keistiqomahan dalam mengemban ajaran agama
Islam harus terus ditumbuhkan dalam diri setiap individu. Sehingga
keistiqomahan tersebut dapat menjadi pondasi yang tangguh bagi para kaum muslim
untuk senantiasa menegakkan perintah Allah didalam bahtera rumah tangga mereka.
d. Ridha terhadap segala rezeki dan takdir yang
telah Allah karuniakan
Keluarga
merupakan komponen dasar bagi terbentuknya sebuah negara. Tak khayal jika
keutuhan sebuah negara turut ditentukan oleh keutuhan setiap rumah tangga yang
bernaung didalamnya. Namun sering kali keutuhan tersebut justru terguncang oleh
situasi-situasi kontemporer masa kini yang serba tak menentu. Situasi sulit
tersebut dapat disebabkan oleh banyak hal, diantaranya stagnansi keterpurukan
ekonomi yang dialami berbagai pihak pada masa transisi pasca pandemi Corona
Virus saat ini yang kerap memicu terjadinya konflik dalam rumah tangga.
Biaya hidup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari kian mencekik, sedangkan
perputaran transaksi ekonomi tak kunjung massif seperti sedia kala.
Setiap
manusia semestinya tak perlu khawatir
atas rezeki yang dibutuhkan untuk menunjang kehidupannya di dunia. Sebab Allah Subhanahu wa Ta�allah sebagai pencipta alam semesta beserta
segala makhluk yang menghuni didalamnya, telah berfirman dalam surat Hud ayat ke 6.
وَمَا
مِنْ
دَابَّةٍ فِي
الْأَرْضِ
إِلَّا عَلَى
اللَّهِ
رِزْقُهَا
Artinya: �Dan tidak satu pun makhluk
bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin rezekinya oleh Allah�
Rezeki tentunya tidak selalu berwujud
uang, namun rezeki dapat berbentuk kesehatan, kecukupan, serta ketenangan dalam
menjalani roda kehidupan. Dengan adanya firman Allah tersebut, tidak lantas
menjadikan manusia bersantai untuk menjemput rezeki yang Allah janjikan. Perlu
adanya ikhtiar yang nyata dan diiringi dengan ketawakkalan untuk memperoleh
rezeki yang telah Allah takdirkan bagi para hambaNya. Ikhtiar dapat dilakukan
dengan cara giat dalam bekerja atau mencari lapangan pekerjaan. Sementara
ketawakkalan dapat ditunjukkan dengan sikap senantiasa ridha dan bersyukur atas
segala rezeki yang telah didapatkan melalui perantara ikhtiar yang dijalani.
Berdasarkan survei pada obyek penelitian, didapatkan hasil bahwa 9 dari 10 responden keluarga muslim di Kelurahan Tegalbesar menilai bahwa sikap ridha terhadap segala rezeki yang Allah berikan, serta sikap ridha dalam menerima segala takdir qadha dan qadar yang telah Allah tetapkan, yang dipraktikkan oleh suami dan istri, turut berperan dalam membangun keharmonisan dalam hubungan rumah tangga. Keridhaan tersebut akan mendorong seseorang untuk senantiasa berbuat qona�ah. Rumah tangga tidak selamanya berjalan sesuai dengan keinginan para pemerannya. Banyak rintangan tajam yang kerap menjadi penghalang dalam meraih sakinah dan mawaddah didalam lingkungan keluarga. Namun sikap bijak yang harus diambil oleh setiap keluarga muslim tatkala mendapatkan kenikmatan yang melimpah dalam kehidupan rumah tangganya, ialah dengan tidak menghambur-hamburkan kenikmatan tersebut untuk segala hal yang dilarang Allah Subhanahu wa Ta�allah.
Rasulullah Shalallahu�alaihi wassalam telah memberikan peringatan kepada kaum muslim terutama kepada para istri, agar senantiasa ridha terhadap kekurangan yang terdapat didalam diri pribadi suami, serta qona�ah dalam menerima segala pemberian suami walaupun nampak sedikit. Hal tersebut sebagaimana kisah yang telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
لأُرِيْتُ
النَّارَ،
فَإِذَا
أَكْثَرُ أَهْلِهَا
النِّسَاءُ.
يَكْفُرْنَ.
قِيْلَ : أَيَكْفُرْنَ
بِاللهِ ؟
يَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ،
وَيَكْفُرْنَ
الإِحْسَانَ،
لَوْ
أَحْسَنْتَ
إِلَى
إِحْدَاهُنَّ
الدَّهْرَ،
ثُمَّ رَأَتْ
مِنْكَ
شَيْئاً،
قَالَتْ : مَا
رَأَيْتُ
مِنْكَ
خَيْرًا
قَطٌّ
Artinya: �Dan aku melihat neraka. Aku belum pernah sama sekali melihat
pemandangan seperti hari ini. Dan aku lihat ternyata mayoritas penghuninya
adalah para wanita.� Mereka bertanya, �Kenapa para wanita menjadi mayoritas
penghuni neraka, ya Rasulullah?� Beliau menjawab, �Disebabkan kekufuran
mereka.� Ada yang bertanya kepada beliau, �Apakah para wanita itu kufur kepada
Allah?� Beliau menjawab, �(Tidak, melainkan) mereka kufur kepada suami dan
mengkufuri kebaikan (suami). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah
seorang istri kalian pada suatu waktu, kemudian suatu saat ia melihat darimu
ada sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan berkata, �Aku sama
sekali belum pernah melihat kebaikan darimu�.� (HR. Al Bukhari No. 5197)
4. Upaya
dalam menghadapi Perselisihan dan Perbedaan Pandangan dalam kehidupan Rumah
Tangga
Kehidupan rumah tangga memang
tak selamanya berjalan dengan kedamaian. Terkadang harus menjumpai momen kurang meng-enak-kan yang dilalui
oleh pasangan suami dan istri. Momen demikian
dapat muncul dari berbagai hal,
tak terkecuali pada hal-hal yang sifatnya remeh sekalipun. Perbedaan cara pandang terhadap suatu permasalahan yang terjadi didalam rumah tangga pada masing-masing individu (suami dan istri), kerap memicu
timbulnya konflik yang kian meruncing. Oleh karenanya, pembahasan mengenai upaya dalam menghadapi perselisihan rumah tangga, merupakan urgensi yang sangat mendesak untuk dipaparkan. Mengingat perselisihan merupakan salah satu alasan yang dapat melatarbelakangi tindak perceraian.
Seluruh
responden yang terlibat sebagai obyek penelitian, telah mengutarakan perihal
upaya - upaya yang dapat dilakukan oleh seseorang, tatkala menghadapi
perselisihan dan konflik dalam lingkup kehidupan berumah tangga. Upaya yang
telah dihaturkan oleh para responden tersebut, dirangkum ke dalam beberapa poin
berikut.����
a. Meminta
maaf atas kesalahan yang dilakukan kepada pasangan hidup
Setiap manusia
tentunya pernah melakukan perbuatan yang keliru. Stigma �salah dalam berbuat�
tersebut tidak selalu identik dengan kesalahan seseorang dalam menerapkan norma
agama maupun norma dalam kehidupan bersosial. Terkadang, stigma tersebut justru
muncul karena adanya perbedaan cara pandang ataupun ketidaksesuaian pemahaman
serta pertentangan tradisi yang dipahami oleh masing-masing individu manusia.
Rasulullah telah memberikan arahan terkait dengan upaya yang harus dilakukan
oleh kaum muslim tatkala mereka melakukan sebuah kesalahan.
كُلُّ
بَنِـيْ آدَمَ
خَطَّاءٌ،
وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ
التَّوَّابُوْنَ
Artinya: �Seluruh anak keturunan Adam
adalah orang-orang yang berbuat salah dan sebaik-baik orang-orang yang berbuat
salah ialah orang-orang yang bertaubat� (HR. At-Tirmidzi No. 2499)
Dalam hadist yang telah diriwayatkan oleh At Tirmidzi tersebut, dapat diambil sebuah makna bahwa sikap mulia terhadap setiap perbuatan kesalahan yang telah dilakukan oleh seseorang, ialah dengan meminta maaf kepada pihak yang dirugikan olehnya. Dan sebaik-baik sikap orang yang menerima kerugian atas perbuatan buruk dari sesamanya, ialah memberikan maaf kepada para pelakunya. Hal ini sangatlah memerlukan jiwa kesatria yang tinggi dalam diri orang yang berbuat salah untuk mampu mengungkapkan permohonan maaf kepada para pihak yang telah dirugikannya, serta membutuhkan toleransi yang besar bagi para korban kesalahan untuk bisa menerima permintaan maaf dari para pelakunya.
Hadist tersebut
jika diamalkan dalam kehidupan rumah tangga, akan menghadirkan kesinambungan
psikologis diantara suami dan istri. Namun kesinambungan tersebut akan semakin
sempurna bila para pihak yang melakukan kesalahan, tidak berhenti pada upaya
untuk mengungkapkan permohonan maaf saja, tetapi juga diiringi dengan
kesungguhan untuk memerbaiki kesalahan yang telah dilakukan agar tidak terulang
kembali di masa mendatang.
b. Memberikan
nasihat kepada pasangan atas segala kesalahan yang diperbuat olehnya
Jika seorang suami
memiliki kesalahan kepada para istrinya, atau seorang istri memiliki kesalahan
kepada suami, hendaknya kedua belah pihak tidak saling memusuhinya. Salah satu
upaya yang dapat diambil yaitu dengan memberikan jeda waktu kepada pasangan
untuk menyendiri agar dapat merenungi segala kesalahan perbuatan yang tidak
disadari olehnya. Namun apabila kesempatan tersebut tidak kunjung membuat pribadi
pasangan menjadi sadar dan berbenah atas kesalahan yang dibuat olehnya, maka
cara yang dapat ditempuh untuk menyadarkannya ialah dengan memberikan nasihat
secara lembut. Sehingga tatkala nasihat tersebut telah mengubah diri pasangan
berbenah menjadi pribadi yang lebih baik, maka kesalahan yang pernah ada
padanya dimasa lampau tidak patut untuk diungkit kembali. Allah Subhanahu wa
Ta�allah telah berfirman didalam surat An Nisa ayat 34��
وَاللَّاتِي
تَخَافُونَ
نُشُوزَهُنَّ
فَعِظُوهُنَّ
وَاهْجُرُوهُنَّ
فِي
الْمَضَاجِعِ
وَاضْرِبُوهُنَّ
ۖ فَإِنْ
أَطَعْنَكُمْ
فَلَا تَبْغُوا
عَلَيْهِنَّ
سَبِيلًا ۗ
إِنَّ اللَّهَ
كَانَ
عَلِيًّا
كَبِيرًا
Artinya: �Wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuznya maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat
tidur mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka
janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha Besar� (QS. An Nisa ayat 34)
Wanita nusyuz yang dimaksud ialah wanita yang membangkang dan berperilaku buruk kepada suaminya. Dalam ayat tersebut, Allah Subhanahu wa Ta�allah memberikan perintah kepada para suami agar senantiasa menasihati para istri terhadap keburukan yang telah mereka perbuat. Namun jika nasihat yang diberikan tersebut tak kunjung membuat pribadi istri menjadi jera, maka langkah yang dapat diambil oleh para suami yaitu memisahkannya dari ranjang tempat mereka tidur. Kata perintah �pukullah� yang tersurat dalam ayat tersebut, dapat mengandung makna memberi pukulan yang mendidik istri agar menjadi jera terhadap kesalahan yang telah diperbuat olehnya. Bukan memberikan pukulan yang hanya mencederai fisik atau batinnya namun tak menyadarkan pribadi istri atas kesalahan yang telah diperbuatnya.
Hadirnya nuansa
saling memberikan nasehat dan menasehati diantara pribadi pasangan hidup
tatkala terjadi sebuah kesalahan dalam menjalani hubungan rumah tangga, dapat
mempertahankan eksistensi kerukunan hidup dalam lingkungan keluarga. Kesalahan
yang dilakukan oleh seseorang, terkadang dilatarbelakangi oleh
ketidak-tahuannya terhadap hukum maupun norma yang diterapkan di lingkungan
sekitarnya. Nasihat dapat menjadi jalan tengah terbaik untuk menuntaskan
permasalahan tersebut dan mengubah seseorang agar beranjak dari kesalahan yang
telah diperbuatnya, sehingga menjadi pribadi yang lebih baik.�
c. Menjauhi
tindakan kekerasan yang mencederai fisik maupun mental pasangan hidup
Saat ini sedang marak dijumpai kasus-kasus
tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Hal tersebut
sebenarnya tidak akan pernah menyelesaikan suatu permasalahan, namun justru
semakin menimbulkan beragam permasalahan baru. Hadirnya emosional sesaat yang
tak memandang dampak, kerap kali dibenarkan melalui perilaku kekerasan fisik
maupun psikologis untuk melukai obyek emosionalnya. Berhubungan rumah tangga
antara pribadi suami dan istri, semestinya menjadi ajang hubungan yang lekat
dengan kasih sayang serta perlindungan.�
Rasulullah sangat
membenci para pelaku kezaliman yang menganiaya fisik maupun batin, tatkala ia
sedang mendapatkan musibah. Kebencian tersebut disabdakan Rasulullah melalui
hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
لَيْسَ
مِنَّا مَنْ
لَطَمَ
الْخُدُوْدَ
وَشَقَّ
الْجُيُوْبَ
وَدَعَـا
بَدُعَـاءِ الْجَـاهِلِيَّةِ
Artinya:
�Bukan termasuk golonganku orang yang menampar pipi dan merobek saku baju serta
berseru dengan seruan Jahiliyyah (ketika mendapat musibah)� (HR. Al-Bukhari No.
1298, dikutip dari kitab al-Janaa-iz)
Perseteruan yang terjadi didalam rumah tangga setiap muslim, kerap menjadi musibah yang tak terelakkan. Sudah selayaknya para kaum muslim bijak dalam menghadapi musibah tersebut. Karena Islam merupakan agama yang Haq, telah memberikan berbagai panduan dan arahan yang lengkap berkenaan dengan upaya dalam mewujudkan keharmonisan rumah tangga. Bahkan Allah telah menjadikan Rasulullah sebagai suri tauladan yang patut untuk menjadi contoh dalam melaksanakan segala perbuatan. Utamanya dalam hal bermuamalah di kehidupan berumah tangga.�
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah diuraikan mengenai analisis faktor � faktor keharmonisan rumah tangga pada masyarakat yang telah berumah tangga lebih dari 20 tahun
di Kelurahan Tegal Besar, Kabupaten Jember, dapat disimpulkan
bahwa faktor-faktor yang dapat membentuk keharmonisan rumah tangga, terdiri dari: faktor agama, faktor ekonomi, faktor psikologis, faktor komunikasi, dan faktor status sosial atau kedudukan. Jenjang
pendidikan yang dimiliki oleh seseorang, sangat relevan terhadap pembentukan
kemampuannya dalam mengelola kehidupan rumah tangga agar menjadi harmonis.
Kemudian upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan rumah tangga yang
harmonis, diantaranya ialah: memilih pasangan hidup yang shalih dan shalihah, menumbuhkan romantisme dalam rumah tangga,
membimbing keluarga untuk senantiasa bertakwa kepada Allah, dan ridha terhadap
segala rezeki maupun takdir yang telah Allah karuniakan dalam kehidupan rumah
tangga.
BIBLIOGRAFI
Al-Hadar, Husein Jafar. (2020). Tuhan Ada di Hatimu.
Noura Books.
Ardiansyah, Rian. (2018). Konsep Akal Dalam Tafsir
Al-Misbah. UIN Raden Intan Lampung.
Eviyana, Sela. (2019). KEHARMONISAN KELUARGA BAGI
PASANGAN YANG SUDAH PERNAH MENIKAH (Studi Kasus Di Desa Parerejo, Kecamatan
Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung). UIN Raden Intan
Lampung.
Hermawan, Iwan. (2019). Metodologi Penelitian
Pendidikan (Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed Method). Hidayatul Quran.
IMAS, HASANAH. (2023). TINJAUAN HUKUM ISLAM
TERHADAP PISAH RANJANG PASANGAN SUAMI ISTRI LANJUT USIA DALAM MEWUJUDKAN RUMAH
TANGGA SAKINAH (Studi Kasus di Pekon Srimenganten dan Pekon Air Bakoman
Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus). UIN RADEN INTAN LAMPUNG.
Lianda, Audina Agta. (2019). Analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi keputusan wanita bekerja sebagai buruh dalam meningkatkan
pendapatan keluarga menurut perspektif ekonomi Islam (studi pada buruh wanita
di pengasinan ikan Desa Tarahan, Lampung Selatan). UIN Raden Intan Lampung.
Nurhayati, Agustina. (2011). Pernikahan dalam
perspektif Alquran. Asas, 3(1).
Pahmiyanti, Khoerun Nisatul. (n.d.). Pernikahan
jamaah thariqah naqsyabandiyah di Desa Parebaan Kecamatan Ganding Kabupaten
Sumenep. Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif �.
Pamungkas, M. Imam. (2023). Akhlak Muslim Modern:
Membangun Karakter Generasi Muda. Marja.
Prasetiawati, Eka. (2017). Penafsiran ayat-ayat
keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah dalam tafsir al-misbah dan ibnu katsir. Nizham
Journal of Islamic Studies, 5(2), 138�166.
Puspitasari, Novia Heni. (2019). Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Keharmonisan Rumah Tangga Sopir Truk (Studi Di Desa Sukanegara
Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan). UIN Raden Intan
Lampung.
Ridlwan, Muhamad Khoiri. (2014). Kekerasan dalam
rumah tangga: Analisis ketentuan UU PKDRT, Al-Qur�an dan Hadits tentang
nushūz. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Riyadh, D. R. Saad, & Riyadh, D. R. Saad. (2007). Jiwa
dalam bimbingan Rasulullah. Gema Insani.
Sudirman, L. (2020). Perdamaian Perkara Perceraian
Perspektif Undang-undang dan Maqashid Al-Syari�ah. IAIN Parepare Nusantara
Press.
Wildan, Mohammad Ardhi. (2022). EFEKTIFITAS PERAN
MODIN DALAM MENCEGAH PERNIKAHAN USIA DINI DI KECAMATAN PUGER KABUPATEN JEMBER.
UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.
Copyright holder: Dalilah
Aliy, Musyaffa (2023) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |