Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No.
1, Januari 2023
MINI PROJECT ANALISIS
TINGKAT PENGETAHUAN KADER KESEHATAN TENTANG PENDAMPINGAN IBU HAMIL DENGAN PRE
EKLAMPSIA DI� KABUPATEN LUMAJANG
Hani
Setiawati, Bayu Sukma
Fakultas Pasca Sarjana
Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Jember, Indonesia
Email: [email protected],
[email protected]
Abstrak
Menurut WHO pada tahun 2019 Angka Kematian Ibu (maternal mortality rate) merupakan
jumlah kematian ibu akibat dari proses kehamilan, persalinan, dan pasca
persalinan yang dijadikan indikator derajat kesehatan perempuan. Angka Kematian
Ibu (AKI) merupakan salah satu target global Sustainable Development Goals (SDGs) dalam menurunkan angka kematian ibu (AKI)
menjadi 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030. Pemerintah dalam upaya menurunkan angka kematian ibu selalu berproses
untuk mencari solusi efektif dengan melibatkan peranan kader. Jika kita
telusuri kematian ibu dengan Pre Eklampsia biasanya disebabkan deteksi dini
yang tidak tepat, minimnya pengetahuan tata laksana penanganan ibu hamil dengan
Pre Eklampsia, perencanaan persalinan yang kurang baik serta keputusan rujukan
yang terlambat. Dari penyebab di atas perlu dilakukan upaya pencegahan dan
penanganan komprehensif antara tenaga kesehatan, kader, ibu hamil yang selalu
beriringan dan kolaboratif. Bentuk inovasi yang efektif dalam pelibatan semua
unsure ini disebut pendampingan Ibu Hamil Resiko Tinggi (Bumil Resti). Tujuan
penelitian ini ialah ntuk mengetahui tingkat pengetahuan
kader kesehatan tentang pendampingan dan upaya penanganan ibu hamil dengan Pre
Eklampsia di Kabupaten Lumajang di Kabupaten Lumajang.
Kata kunci: Angka Kematian Ibu, Pre Eklampsia, Ibu Hamil Resiko Tinggi.
Abstract
According to WHO in year 2019 the maternal
mortality rate is the number of maternal deaths due to the process of
pregnancy, childbirth, and postpartum which is used as an indicator of the
degree of women's health. The Maternal Mortality Rate (MMR) is one of the global
targets of the Sustainable Development Goals (SDGs) in reducing the maternal
mortality rate (MMR) to 70 per 100,000 live births by 2030. The government in
an effort to reduce maternal mortality is always in the process of finding
effective solutions by involving the role of cadres. If we trace the death of
mothers with Pre Eclampsia is usually caused by improper early detection, lack
of knowledge of the management of handling pregnant women with Pre Eclampsia,
poor childbirth planning and late referral decisions. From the above causes, it
is necessary to make comprehensive prevention and treatment efforts between
health workers, cadres, pregnant women who always go hand in hand and
collaboratively. This form of innovation that is effective in involving all
elements is called assistance for High-Risk Pregnant Women (Bumil Resti). To
find out the level of knowledge of health cadres about mentoring and efforts to
handle pregnant women with Pre Eclampsia in Lumajang Regency in Lumajang
Regency.
Keywords: Maternal Mortality Rate,
Pre Eclampsia,
High Risk
Pregnant Women
Pendahuluan
Data WHO (2019) terkait Angka Kematian Ibu (AKI) didunia yaitu sebanyak 303.000 jiwa. Angka Kematian Ibu (AKI) di ASEAN yaitu sebesar 235 per 100.000 kelahiran hidup (ASEAN Secretariat, 2020). Menurut Data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia meningkat dari 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002-2007 menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007-2012. Angka Kematian Ibu (AKI) mengalami penurunan pada tahun 2012-2015 menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup dan jumlah kematian ibu di Indonesia pada tahun 2019 yaitu sebanyak 4.221 kasus (Kemenkes RI, 2019). Berdasarkan data profil kesehatan Jawa Timur tahun 2020 didapatkan data� tiga penyebab tertinggi kematian ibu pada tahun 2020 adalah hipertensi dalam kehamilan yaitu sebesar 26,90% atau sebanyak 152 orang dan perdarahan yaitu 21,59% atau sebanyak 122, penyebab lain-lain yaitu 37,17% atau 210 orang. Penyebab lain-lain turun dikarenakan sebagian masuk kriteria penyebab gangguan metabolisme, dan sebagiannya lagi masuk kriteria gangguan peredaran darah (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur., 2021).
Jika kita telusuri kematian ibu dengan Pre Eklampsia biasanya disebabkan deteksi dini yang tidak tepat, minimnya pengetahuan tata laksana penanganan ibu hamil dengan Pre Eklampsia, perencanaan persalinan yang kurang baik serta keputusan rujukan yang terlambat. Dari penyebab di atas perlu dilakukan upaya pencegahan dan penanganan komprehensif antara tenaga kesehatan, kader, ibu hamil yang selalu beriringan dan kolaboratif. Bentuk inovasi yang efektif dalam pelibatan semua unsur ini disebut pendampingan Ibu Hamil Resiko Tinggi (Bumil Resti).
Program pendampingan ini merupakan aksi nyata pemberdayaan masyarakat dengan inisiasi, pengawalan, dan kemitraan positif terhadap ibu hamil resiko tinggi dengan pembekalan pengetahuan tentang pencegahan dan penanganan Pre Eklampsia sebagai peningkatan kompetensi dan dukungan untuk kader dalam upaya menurunkan angka kematian ibu, khususnya Pre Eklampsia.
Metode
Penelitian
Penelitian mini project ini dianalisis secara deskriptif menggunakan SPSS mengenai Tingkat Pengetahuan Kader Kesehatan Tentang Pendampingan Ibu Hamil dengan Pre Eklampsia� di Kabupaten Lumajang dari responden berjumlah 368 orang kader kesehatan dari 7 wilayah Kecamatan di Kabupaten Lumajang.
Hasil dan Pembahasan
A.
Usia
Responden :
Tabel 1.
Distribusi Usia Kader
|
|
Frequency |
Percent |
Valid Percent |
Cumulative Percent |
Valid |
18-35 tahun |
188 |
51.1 |
51.1 |
51.1 |
36-50 tahun |
154 |
41.8 |
41.8 |
92.9 |
|
> 50 tahun |
26 |
7.1 |
7.1 |
100.0 |
|
Total |
368 |
100.0 |
100.0 |
|
(SPSS
data primer, 2022)
Berdasarkan
data di tabel 1 menunjukkan bahwa kader kesehatan sebagai responden penelitian
ini terbanyak berusia 18-35 tahun yaitu sejumlah 188 orang (51,1 %), kemudian
yang berusia 36-50 tahun sejumlah 154 orang (41,8 %). Sedang yang paling
sedikit adalah responden berusia lebih dari 50 tahun yaitu sejumlah 26 orang
(7,1 %).
B.
Jenis
Kelamin :
Tabel 2.
Distribusi Jenis Kelamin
Kader
|
|
Frequency |
Percent |
Valid Percent |
Cumulative Percent |
Valid |
Laki-laki |
5 |
1.36 |
1.36 |
1.36 |
Perempuan |
363 |
98.64 |
98.64 |
100.0 |
|
Total |
368 |
100.0 |
100.0 |
|
(SPSS
data primer, 2022)
Berdasarkan data di tabel 2 menunjukkan distribusi jenis kelamin responden terdiri dari 363 orang kader kesehatan berjenis kelamin perempuan (98,64 %) dan terdapat 5 orang kader kesehatan berjenis kelamin laki-laki (1,36 %).
C.
Kecamatan
Wilayah Posyandu :
Tabel 3.
Distribusi Kecamatan Wilayah Posyandu Responden
|
|
Frequency |
Percent |
Valid Percent |
Cumulative Percent |
Valid |
Kedungjajang |
27 |
7.3 |
7.3 |
7.3 |
Kunir |
21 |
5.7 |
5.7 |
13.0 |
|
Yosowilangun |
36 |
9.8 |
9.8 |
22.8 |
|
Ranuyoso |
37 |
10.1 |
10.1 |
32.9 |
|
Klakah |
23 |
6.2 |
6.2 |
39.1 |
|
Tempeh |
30 |
8.2 |
8.2 |
47.3 |
|
Randuagung |
194 |
52.7 |
52.7 |
100.0 |
|
Total |
368 |
100.0 |
100.0 |
|
(SPSS
data primer, 2022)
Tabel 3 menunjukkan hasil distribusi
responden yang berpartisipasi dalam pengisian kuisioner penelitian ini. Urutan
berdasarkan distribusi Kecamatan wilayah posyandu responden dari yang terbanyak
yaitu : Kecamatan Randuagung sejumlah 194 orang kader kesehatan (52,7 %),
Kecamatan Ranuyoso sejumlah 37 orang kader kesehatan (10,1 %), Kecamatan Yosowilangun
sejumlah 36 orang kader kesehatan (9,8 %), Kecamatan Tempeh sejumlah 30 orang
kader kesehatan (8,2 %), Kecamatan Kedungjajang sejumlah 27 orang kader
kesehatan (7,3 %), dan Klakah sejumlah 23 orang kader kesehatan (6,2 %).
Sedangkan yang paling sedikit adalah responden dari Kecamatan Kunir hanya
sejumlah 21 orang kader kesehatan (5,7 %).
1.
Tingkat
Pendidikan :
Tabel 4.
Distribusi Tingkat Pendidikan Kader
|
|
Frequency |
Percent |
Valid Percent |
Cumulative Percent |
Valid |
SD / MI |
67 |
18.2 |
18.2 |
18.2 |
SLTP / MTs |
77 |
20.9 |
20.9 |
39.1 |
|
SLTA / MA |
171 |
46.5 |
46.5 |
85.6 |
|
Diploma |
7 |
1.9 |
1.9 |
87.5 |
|
S1 |
46 |
12.5 |
12.5 |
100.0 |
|
Total |
368 |
100.0 |
100.0 |
|
(SPSS
data primer, 2022)
Berdasarkan data di tabel 4 menunjukkan distribusi tingkat pendidikan responden, dimana yang terbanyak adalah responden dengan tingkat pendidikan SLTA/MA sejumlah 171 orang kader kesehatan (46,5 %), diikuti tingkat pendidikan SLTP/MTs sejumlah 77 orang kader kesehatan (20,9 %), tingkat pendidikan SD/MI sejumlah 67 orang kader kesehatan (18,2 %), dan tingkat pendidikan S1 sejumlah 46 orang kader kesehatan (12,5 %). Sedangkan tingkat pendidikan yang paling sedikit adalah diploma sejumlah 7 orang kader kesehatan (1,9 %).
Pendidikan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia, yang pada akhirnya dapat membantu menumbuhkan pengertian masyarakat terhadap perkembangan pembangunan. Kualitas sumber daya manusia menjadi landasan bagi keberhasilan pembangunan. Faktor Pendidikan dan Pekerjaaan dapat menyebabkan terciptanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. (Udin, 2010).
Berdasarkan data di tabel 4 menunjukkan distribusi tingkat pendidikan responden, dimana yang terbanyak adalah responden dengan tingkat pendidikan SLTA/MA sejumlah 171 orang kader kesehatan (46,5 %), diikuti tingkat pendidikan SLTP/MTs sejumlah 77 orang kader kesehatan (20,9 %), tingkat pendidikan SD/MI sejumlah 67 orang kader kesehatan (18,2 %), dan tingkat pendidikan S1 sejumlah 46 orang kader kesehatan (12,5 %). Sedangkan tingkat pendidikan yang paling sedikit adalah diploma sejumlah 7 orang kader kesehatan (1,9 %). Tingkat pendidikan responden terbanyak adalah SMA / MA Hal ini dapat menjadi salah satu potensi� kader sebagai sasaran pemberdayaan masyarakat dalam program pendampingan ibu hamil. Karena dengan telah mengikuti program wajib belajar 12 tahun yang diwajibkan oleh pemerintah, diharapkan terciptanya partisipasi yang baik dari kader.
2.
Pekerjaan
Tabel 5.
Distribusi Pekerjaan Kader
|
|
Frequency |
Percent |
Valid Percent |
Cumulative Percent |
Valid |
Ibu Rumah Tangga |
271 |
73.6 |
73.6 |
73.6 |
Pedagang /
Wirausaha |
30 |
8.2 |
8.2 |
81.8 |
|
Petani |
5 |
1.4 |
1.4 |
83.2 |
|
Guru |
50 |
13.6 |
13.6 |
96.7 |
|
Lainnya |
12 |
3.3 |
3.3 |
100.0 |
|
Total |
368 |
100.0 |
100.0 |
|
(SPSS
data primer, 2022)
Data yang ditunjukkan tabel 5 menunjukkan distribusi pekerjaan responden. Pekerjaan terbanyak responden adalah ibu rumah tangga sejumlah 271 orang kader kesehatan (73,6 %). Pekerjaan responden lainnya adalah guru sejumlah 50 orang kader kesehatan (13,6 %), pedagang / wirausaha sejumlah 30 orang kader kesehatan (8,2 %) dan petani sejumlah 5 orang kader kesehatan (1,4 %). Untuk pekerjaan lainnya adalah sebagai penjahit, mahasiswa, perangkat desa, dan pekerja instansi swasta sejumlah 12 orang (3,3 %).
3. Surat Keputusan
Penunjukan Kader Kesehatan
Tabel 6.
Distribusi Adanya SK Penunjukan Sebagai Kader
|
|
Frequency |
Percent |
Valid Percent |
Cumulative Percent |
Valid |
Ya, ada |
265 |
72.0 |
72.0 |
72.0 |
Tidak ada |
103 |
28.0 |
28.0 |
100.0 |
|
Total |
368 |
100.0 |
100.0 |
|
(SPSS
data primer, 2022)
Berdasarkan data di tabel 6 menunjukkan distribusi adanya Surat Keputusan penunjukan responden sebagai kader kesehatan terdiri dari 265 orang kader kesehatan telah memiliki surat keputusan penunjukan (72 %), sedangkan 103 orang kader kesehatan tidak memiliki surat keputusan penunjukan (28 %).
4.
Pengetahuan
Standar Ante Natal Care (ANC) Selama
Kehamilan
Tabel 7.
Pengetahuan Standar Ante Natal Care (ANC) Selama Kehamilan
|
|
Frequency |
Percent |
Valid Percent |
Cumulative Percent |
Valid |
Periksa minimal 1
kali setiap bulannya |
219 |
59.5 |
59.5 |
59.5 |
Periksa minimal 2
kali selama kehamilan |
18 |
4.9 |
4.9 |
64.4 |
|
Periksa minimal 4
kali selama kehamilan |
80 |
21.7 |
21.7 |
86.1 |
|
Periksa minimal 6
kali selama kehamilan |
51 |
13.9 |
13.9 |
100.0 |
|
Total |
368 |
100.0 |
100.0 |
|
(SPSS data primer, 2022)
Pada tabel 7 menunjukkan hasil dari pertanyaan mengenai pengetahuan responden tentang standar Ante Natal Care (ANC) selama kehamilan. Hasil menunjukkan 219 orang kader kesehatan (59,5 %) menjawab bahwa standar pemeriksaan ANC dilakukan 1 kali setiap bulannya, 80 orang kader kesehatan (21,7 %) menjawab standar periksa minimal 4 kali selama kehamilan, dan 51 orang kader kesehatan (31,9 %) menjawab periksa minimal 6 kali selama kehamilan. Hanya ada 18 orang kader kesehatan (4,9 %) yang menjawab standar ANC adalah periksa minimal 2 kali selama kehamilan.
5.
�Pengetahuan Standar Waktu Pemeriksaan
Kehamilan
Tabel 8.
Pengetahuan Standar Waktu Pemeriksaan
Kehamilan
|
|
Frequency |
Percent |
Valid Percent |
Cumulative Percent |
Valid |
1 kali
pada trimester pertama (kehamilan hingga 12 minggu) |
195 |
53.0 |
53.0 |
53.0 |
|
2� kali pada trimester pertama (kehamilan
hingga 12 minggu) |
119 |
32.3 |
32.3 |
85.3 |
|
1 kali
pada trimester ketiga (kehamilan 24-40 minggu) |
9 |
2.4 |
2.4 |
87.8 |
|
2 kali
pada trimester ketiga (kehamilan 24-40 minggu) |
45 |
12.2 |
12.2 |
100.0 |
|
Total |
368 |
100.0 |
100.0 |
|
(SPSS data primer, 2022)
Pengetahuan standar waktu pemeriksaan kehamilan pada tabel 8 menunjukkan hasil yaitu terdapat 195 orang kader kesehatan (53 %) menjawab bahwa dari pilihan jawaban yang ada adalah pemeriksaan sesuai standar dilakukan 1 kali pada trimester pertama (kehamilan hingga 12 minggu), sejumlah 119 orang kader kesehatan (32,3 %) menjawab 2 kali pada trimester pertama (kehamilan hingga 12 minggu), dan 45 orang kader kesehatan (12,2 %) menjawab 2 kali pada trimester ketiga (kehamilan 24-40 minggu). Pemeriksaan kehamilan 1 kali pada trimester ketiga (kehamilan 24-40 minggu) hanya dipilih oleh 9 orang kader kesehatan (2,4 %).
6. Pengetahuan Persiapan Ibu
Hamil yang Tidak Harus Dilakukan Ketika Melahirkan
Tabel 9.
Pengetahuan
Persiapan Ibu Hamil Yang Tidak Harus Dilakukan Ketika Melahirkan
|
|
Frequency |
Percent |
Valid Percent |
Cumulative Percent |
Valid |
Menyiapkan
kartu identitas dan kartu jaminan sosial |
17 |
4.6 |
4.6 |
4.6 |
|
Menyiapkan
uang / dana untuk pembiayaan persalinan |
14 |
3.8 |
3.8 |
8.4 |
|
Menyiapkan
kendaraan untuk transportasi ibu bersalin |
8 |
2.2 |
2.2 |
10.6 |
|
Menyiapkan
3 kantong darah untuk persiapan ibu melahirkan |
144 |
39.1 |
39.1 |
49.7 |
|
Semua
pernyataan benar |
185 |
50.3 |
50.3 |
100.0 |
����������� (SPSS data primer, 2022)
Hasil
tabel 9 tentang pengetahuan persiapan ibu hamil yang tidak harus dilakukan
ketika melahirkan menunjukkan hasil terdapat 144 orang kader kesehatan (39,1 %)
memilih bahwa tidak perlu menyiapkan 3 kantong darah
untuk persiapan ibu melahirkan, 17 orang kader kesehatan (4,6 %) memilih tidak
perlu menyiapkan kartu identitas dan kartu jaminan sosial, 14 orang kader
kesehatan (3,8 %) memilih tidak perlu menyiapkan uang / dana untuk pembiayaan
persalinan, dan 8 orang kader kesehatan (2,2 %)�
memilih tidak perlu menyiapkan kendaraan untuk transportasi ibu
bersalin. Pilihan terbanyak sejumlah 185 orang kader kesehatan (50,3 %) memilih
semua pernyataan benar.
7. Pengetahuan Bahaya
Persalinan yang Membutuhkan Rujukan Segera ke Rumah Sakit
Tabel 10.
Pengetahuan
Bahaya Persalinan Yang Membutuhkan Rujukan Segera Ke Rumah Sakit
|
|
Frequency |
Percent |
Valid Percent |
Cumulative Percent |
Valid |
Ibu
muntah dan mules |
13 |
3.5 |
3.5 |
3.5 |
|
Ibu
mengalami kejang dan tidak sadar |
288 |
78.3 |
78.3 |
81.8 |
|
Ibu
mengalami bengkak pada kaki |
6 |
1.6 |
1.6 |
83.4 |
|
Ibu
keluar darah lendir dan air ketuban pecah pada kehamilan 40 minggu |
61 |
16.6 |
16.6 |
100.0 |
|
Total |
368 |
100.0 |
100.0 |
|
����������� (SPSS data primer, 2022)
Berdasarkan
tabel 10 ditunjukkan hasil jawaban responden terkait pengetahuan bahaya
persalinan yang membutuhkan rujukan segera ke Rumah Sakit.� Terbanyak ada 288 orang kader kesehatan (78,3
%) yang� memilih kondisi ibu mengalami
kejang dan tidak sadar sebagai alasan utama rujukan segera ke Rumah Sakit.
Diikuti pilihan kondisi ibu keluar darah lendir dan
air ketuban pecah pada kehamilan 40 minggu oleh 61 orang kader kesehatan (16,6
%) dan kondisi ibu muntah dan mules oleh 13 orang kader kesehatan (3,5 %).
Hanya ada 6 orang kader kesehatan (1,6 %) yang memilih kondisi ibu mengalami
bengkak pada kaki sebagai alasan rujukan segera ke Rumah Sakit.
8. Pengetahuan Bukan
Tanda-tanda Pre Eklampsia pada Ibu Hamil
Tabel 11.
Pengetahuan
Bukan Tanda-Tanda Pre Eklampsia Pada Ibu Hamil
|
|
Frequency |
Percent |
Valid Percent |
Cumulative Percent |
Valid |
Ibu mengalami
tekanan darah tinggi (hipertensi) |
108 |
29.3 |
29.3 |
29.3 |
Ibu mengeluh
pusing, sesak dan penglihatan kabur |
48 |
13.0 |
13.0 |
42.4 |
|
Ibu mengalami
bengkak pada kaki |
148 |
40.2 |
40.2 |
82.6 |
|
Ibu mengalami
kejang dan tidak sadar |
64 |
17.4 |
17.4 |
100.0 |
|
Total |
368 |
100.0 |
100.0 |
|
����������� (SPSS data primer, 2022)
Pengetahuan
tentang bukan tanda-tanda Pre Eklampsia pada ibu hamil dari tabel 11 dan grafik
11 menunjukkan hasil yang paling sedikit ada 48 orang kader kesehatan (13 %)
memilih ibu mengeluh pusing, sesak dan penglihatan
kabur, 64 orang kader kesehatan (17,4 %) memilih ibu mengalami kejang dan tidak
sadar, dan 108 orang kader kesehatan (29,3 %) memilih ibu mengalami tekanan
darah tinggi (hipertensi) sebagai kondisi yang bukan tanda-tanda Pre Eklampsia.
Pilihan terbanyak dari responden adalah kondisi ibu mengalami bengkak pada kaki
sejumlah 148 orang kader kesehatan (40,2 %)
Eklampsia adalah kondisi akut pada pasien Pre Eklampsia yang disertai kejang dan koma. Pre Eklampsia dan Eklampsia dapat terjadi pada ante, intra dan postpartum. Sangat penting untuk mendeteksi tanda-tanda Pre Eklampsia dan segera melakukan rujukan dini sebelum ibu hamil jatuh ke kondisi Eklampsia yang memiliki prognosis lebih buruk (Airlangga, 2018).
9.
Pengetahuan
Bukan Faktor Resiko Penyebab Terjadinya Pre Eklampsia pada Ibu Hamil�������������������������������� ���������������
Tabel 12.
Pengetahuan Bukan Faktor Resiko Penyebab Terjadinya Pre
Eklampsia Pada Ibu Hamil
|
|
Frequency |
Percent |
Valid Percent |
Cumulative Percent |
Valid |
Ibu dengan
kehamilan pertama |
148 |
40.2 |
40.2 |
40.2 |
Ibu hamil usia
20-35 tahun |
105 |
28.5 |
28.5 |
68.8 |
|
Ibu dengan
obesitas / sangat gemuk |
50 |
13.6 |
13.6 |
82.3 |
|
Ibu dengan dengan
penyakit hipertensi dan gangguan ginjal |
65 |
17.7 |
17.7 |
100.0 |
|
Total |
368 |
100.0 |
100.0 |
|
����������� (SPSS data primer, 2022)
Berdasarkan
tabel 12 �ditunjukkan hasil jawaban
responden terkait pengetahuan
bukan faktor resiko penyebab terjadinya Pre Eklampsia pada ibu hamil.� Terbanyak ada 148 orang kader kesehatan (40,2
%) yang� memilih kondisi ibu dengan kehamilan pertama adalah faktor resiko Pre
Eklampsia. Diikuti pilihan kondisi Ibu hamil usia
20-35 tahun oleh 105 orang kader kesehatan (28,5 %) dan kondisi ibu dengan
dengan penyakit hipertensi dan gangguan ginjal oleh 65 orang kader kesehatan
(17,7 %). Hanya ada 50 orang kader kesehatan (13,6 %) yang memilih kondisi ibu
dengan obesitas / sangat gemuk adalah faktor resiko penyebab terjadinya Pre
Eklampsia.
Pengetahuan tentang Buku Kesehatan Ibu
dan Anak (Buku KIA) berisi lembar informasi dan catatan kesehatan serta catatan
khusus adanya kelainan ibu selama hamil, bersalin sampai nifas serta anak
(janin, bayi baru lahir, bayi dan anak sampai usia 6 tahun). Informasi dalam
Buku KIA sangat penting untuk pemantauan kesehatan dan catatan khusus adanya
kelainan pada ibu serta anak. Buku KIA harus dibaca dan dimengerti ibu dan
keluarga, ditunjukan pada petugas kesehatan dimanapun pelayanan kesehatan
diberikan, untuk dicatatkan tindakan yang diberikan. Setiap informasi tentang
kesehatan dan catatan khusus adanya kelainan pada ibu serta anak harus dicatat
di dalam Buku KIA.
Komunikasi dapat berjalan baik dan lancar jika pesan yang disampaikan seseorang yang didasari dengan tujuan tertentu dapat diterimanya dengan baik dan dimengerti. Suksesnya suatu komunikasi apabila dalam penyampaiannya menyertakan unsur-unsur berikut, yaitu� : 1) Sumber pengirim / pemberi informasi; 2) Pesan yang disampaikan; 3) Media / alat yang digunakan dalam memberikan informasi; 4) Penerima / sasaran yang menerima informasi; 5) Pengaruh / sikap;� 6) Tanggapan balik; dan 7) Faktor lingkungan (Harahap & Putra, 2017).
Faktor risiko paling dominan adalah umur
dengan OR 8,3 (95%CI 2,4-28). Terdapat
beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan seorang ibu hamil alami Pre Eklamsia, antara lain:
a. Riwayat Pre Eklamsia pada kehamilan
sebelumnya.
b. Hipertensi kronik (riwayat
tekanan darah tinggi sebelum usia 20 minggu kehamilan).
c. Kehamilan pertama.
d. Kehamilan pertama dengan
pasangan baru.
e. Usia > 40 tahun.
f. Ras.
g. Obesitas.
h. Kehamilan ganda/lebih.
i.
Jarak yang terlalu lama dari kehamilan sebelumnya (>10 tahun).
j.
Memiliki kondisi medis tertentu, seperti diabetes tipe 2, penyakit
ginjal, atau lupus.
Sejalan dengan penelitian yang juga dilakukan di RSUP Muh. Djamil Padang didapatkan hubungan yang bermakna antara umur dan kejadian obesitas dengan kejadian Pre Eklampsia. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara status gravida, usia gestasi, riwayat diabetes mellitus dan tingkat pendidikan dengan kejadian Pre Eklampsia. Ibu hamil yang berumur 35 tahun berisiko 4,886 kali untuk terkena Pre Eklampsia dan ibu hamil dengan obesitas 4 kali lebih besar berisiko terkena Pre Eklampsia dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak obesitas. Faktor risiko paling dominan adalah umur dengan OR 8,3 (95%CI 2,4-28). Pada penelitian ini disimpulkan bahwa faktor resiko terjadinya Pre Eklampsia adalah usia dibawah 20 dan diatas 35 tahun, serta kondisi ibu hamil dengan obesitas (Nursal, Tamela, & Fitrayeni, 2017).
10. Pengetahuan Peran Kader
Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Terjadinya Pre Eklampsia pada Ibu Hamil
Tabel 13.
Pengetahuan
Peran Kader Kesehatan Dalam Upaya Pencegahan Terjadinya Pre Eklampsia Pada Ibu
Hamil
|
|
Frequency |
Percent |
Valid Percent |
Cumulative Percent |
Valid |
Membantu
bidan memeriksa tekanan darah dan urine ibu hamil |
27 |
7.3 |
7.3 |
7.3 |
|
Membantu
deteksi dini melalui skrining Poeji Rochayati dan upaya promosi kesehatan
tentang Pre eklampsia pada ibu hamil dan keluarga |
286 |
77.7 |
77.7 |
85.1 |
|
Membantu
bidan dalam memeriksa denyut jantung bayi saat pemeriksaan kehamilan |
13 |
3.5 |
3.5 |
88.6 |
|
Membantu
memberikan obat-obatan anti hipertensi pada ibu hamil |
42 |
11.4 |
11.4 |
100.0 |
|
Total |
368 |
100.0 |
100.0 |
|
����������� (SPSS data primer, 2022)
Hasil
tabel 13 tentang pengetahuan peran kader kesehatan dalam upaya pencegahan
terjadinya Pre Eklampsia pada ibu hamil menunjukkan hasil terdapat 289 orang
kader kesehatan (77,7 %) memilih kader dapat membantu
deteksi dini melalui skrining Poeji Rochayati dan upaya promosi kesehatan
tentang Pre eklampsia pada ibu hamil dan keluarga, 42 orang kader kesehatan
(11,4 %) memilih membantu memberikan obat-obatan anti hipertensi pada ibu
hamil, dan 27 orang kader kesehatan (7,3 %)�
memilih membantu bidan memeriksa tekanan darah dan urine ibu hamil.
Pilihan paling sedikit� sejumlah 13 orang
kader kesehatan (3,5 %) memilih membantu bidan dalam memeriksa denyut jantung
bayi saat pemeriksaan kehamilan sebagai upaya kader dalam membantu pencegahan
Pre Eklampsia pada ibu hamil.
11. Pengetahuan Peran Kader Kesehatan Dalam Upaya Penanganan
Terjadinya Pre Eklampsia Pada Ibu Hamil
Tabel 14.
Pengetahuan
Peran Kader Kesehatan Dalam Upaya Penanganan Terjadinya Pre Eklampsia Pada Ibu
Hamil
|
|
Frequency |
Percent |
Valid Percent |
Cumulative Percent |
Valid |
Membantu
menyediakan pembiayaan persalinan |
6 |
1.6 |
1.6 |
1.6 |
Membantu
mencarikan Rumah Sakit untuk tempat melahirkan |
22 |
6.0 |
6.0 |
7.6 |
|
Memberi pemahaman
tentang resiko preeklampsia dan mampu memberi motivasi ibu hamil agar mau
dirujuk |
333 |
90.5 |
90.5 |
98.1 |
|
Membantu bidan
memeriksa tekanan darah ibu hamil |
7 |
1.9 |
1.9 |
100.0 |
|
Total |
368 |
100.0 |
100.0 |
|
����������� (SPSS data primer, 2022)
Hasil tabel 14 tentang pengetahuan peran kader kesehatan dalam upaya penanganan terjadinya Pre Eklampsia pada ibu hamil menunjukkan hasil terdapat 333 orang kader kesehatan (90,5 %) memilih kader dapat memberi pemahaman tentang resiko Pre Eklampsia dan mampu memberi motivasi ibu hamil agar mau dirujuk, 22 orang kader kesehatan (6%) memilih membantu mencarikan Rumah Sakit untuk tempat melahirkan, dan 7 orang kader kesehatan (1,9 %)� memilih membantu bidan memeriksa tekanan darah ibu hamil. Pilihan paling sedikit� sejumlah 6 orang kader kesehatan (1,6 %) memilih membantu bidan dalam menyediakan pembiayaan persalinan sebagai upaya kader dalam membantu penanganan Pre Eklampsia pada ibu hamil.
12. Pengetahuan Kewenangan Persetujuan Keputusan Rujukan Ibu Hamil
Dengan Pre Eklampsia
Tabel 15.
Pengetahuan Kewenangan Persetujuan Keputusan Rujukan Ibu
Hamil Dengan Pre Eklampsia
|
|
Frequency |
Percent |
Valid Percent |
Cumulative Percent |
Valid |
Orang tua / Mertua |
11 |
3.0 |
3.0 |
3.0 |
Suami |
313 |
85.1 |
85.1 |
88.0 |
|
Kader kesehatan |
44 |
12.0 |
12.0 |
100.0 |
|
Total |
368 |
100.0 |
100.0 |
|
(SPSS data primer, 2022)
�Pengetahuan tentang kewenangan persetujuan
keputusan rujukan ibu hamil dengan Pre Eklampsia dari tabel 15 menunjukkan
hasil yang paling sedikit ada 11 orang kader kesehatan (3,0 %) memilih orang tua / mertua sebagai yang berwenang penentu keputusan
rujukan, dan 44 orang kader kesehatan (12 %) memilih kader kesehatan sebagai
yang berwenang penentu keputusan rujukan.�
Pilihan terbanyak adalah suami yang paling berwenang penentu keputusan
rujukan oleh sejumlah 313 orang kader kesehatan (85,1 %).
1.14
Pengetahuan
Kendala Dalam Pendampingan Ibu Hamil Dengan Pre Eklampsia
Tabel 16.� Pengetahuan Kendala Dalam Pendampingan Ibu
Hamil Dengan Pre Eklampsia
|
|
Frequency |
Percent |
Valid Percent |
Valid |
Penolakan
dari keluarga karena merasa tidak membutuhkan didampingi oleh kader kesehatan |
116 |
31.5 |
31.5 |
Kurangnya
pengetahuan keluarga tentang bahaya pre eklampsia |
201 |
54.6 |
54.6 |
|
Ketidakpercayaan
ibu hamil dan keluarga terhadap hasil pemeriksaan tenaga kesehatan |
40 |
10.9 |
10.9 |
|
Tidak
adanya honorarium / insentif� bagi
kader kesehatan untuk mendampingi ibu hamil dengan pre eklampsia |
11 |
3.0 |
3.0 |
|
|
Total |
368 |
100.0 |
100.0 |
(SPSS data primer, 2022)
Berdasarkan
data dari tabel 16 dan grafik 16 tentang pengetahuan kendala dalam pendampingan
ibu hamil dengan Pre Eklampsia didapatkan hasil terbanyak dari 201 orang kader
kesehatan (54,6 %) berpendapat bahwa kurangnya
pengetahuan keluarga tentang bahaya pre eklampsia adalah kendala terbesar.
Diikuti dengan adanya penolakan dari keluarga karena merasa tidak membutuhkan
didampingi oleh kader kesehatan yang dipilih oleh 116 orang kader kesehatan
(31,5 %), adanya faktor ketidakpercayaan ibu hamil dan keluarga terhadap hasil
pemeriksaan tenaga kesehatan dipilih oleh 40 orang kader kesehatan (10,9 %),
dan faktor tidak adanya honorarium / insentif�
bagi kader kesehatan untuk mendampingi ibu hamil dengan pre eklampsia
dipilih oleh 11 orang kader kesehatan (3,0 %).
Berdasarkan
data dari tabel 16 dan grafik 16 tentang pengetahuan kendala dalam pendampingan
ibu hamil dengan Pre Eklampsia didapatkan hasil terbanyak dari 201 orang kader
kesehatan (54,6 %) berpendapat bahwa kurangnya
pengetahuan keluarga tentang bahaya pre eklampsia adalah kendala terbesar.
Diikuti dengan adanya penolakan dari keluarga karena merasa tidak membutuhkan
didampingi oleh kader kesehatan yang dipilih oleh 116 orang kader kesehatan
(31,5 %), adanya faktor ketidakpercayaan ibu hamil dan keluarga terhadap hasil
pemeriksaan tenaga kesehatan dipilih oleh 40 orang kader kesehatan (10,9 %),
dan faktor tidak adanya honorarium / insentif�
bagi kader kesehatan untuk mendampingi ibu hamil dengan pre eklampsia
dipilih oleh 11 orang kader kesehatan (3,0 %).
�Pertanyaan terakhir dari kuisioner ini adalah untuk menggali pendapat dari responden terkait permasalahan dilapangan yang menjadi kendala dalam program pendampingan ibu hamil, sehingga diharapkan ada tindak lanjut penyelesaian kendala tersebut. Hasilnya adalah terdapat 54,6 % responden berpendapat bahwa kurangnya pengetahuan keluarga tentang bahaya pre eklampsia adalah kendala terbesar. Pengetahuan merupakan determinan penting dalam perubahan perilaku kesehatan dan bagi ibu hamil (Setyaningsih, Adriyani, & Ulfah, 2016). Saran terhadap kendala ini dapat dilakukan berbagai upaya peningkatan pengetahuan ibu dan keluarga, antara lain melalui kelas ibu hamil / ANC Terpadu. Melalui kelas ibu hamil diharapkan adanya interaksi dan berbagi pengalaman pada sesama ibu hamil, ibu hamil dengan bidan atau tenaga kesehatan maupun dengan kader posyandu balita tentang kehamilan dan persalinan. Diharapkan ibu hamil dapat memiliki kemampuan melakukan deteksi dini faktor resiko selama kehamilan sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu.
Kesimpulan
Distribusi
responden penelitian ini terbanyak 41,8 % dalam kategori dewasa akhir dan
lansia. Sedang yang paling sedikit yaitu 7,1 % responden dalam kategori lansia
akhir dan manula. Distribusi jenis kelamin responden terdiri 98,64 % responden
berjenis kelamin perempuan dan 1,36 % responden berjenis kelamin laki-laki.
Sebagian besar responden telah mengikuti program wajib belajar 12 tahun
sehingga dengan tingkat pendidikan yang baik diharapkan dapat mendukung
partisipasi yang baik dari kader. Hasil penelitian ini menunjukkan hanya ada
39,1 % responden menjawab benar, sedangkan 60,9 % responden menjawab salah.
Hasil penelitian ada 78,3 % yang menjawab benar dengan memilih kondisi ibu
mengalami kejang dan tidak sadar sebagai alasan utama rujukan segera ke Rumah
Sakit, sedangkan 21,7 % responden menjawab salah. Hasil menunjukkan hanya ada
17,4 % responden menjawab benar bahwa yang bukan tanda-tanda Pre Eklampsia
adalah ibu mengalami kejang dan tidak sadar, karena kondisi ini sudah terjadi
Eklampsia yang menunjukkan adanya late detection dari kasus Pre Eklampsia.
Pengetahuan peran kader kesehatan dalam upaya pencegahan terjadinya Pre
Eklampsia pada ibu hamil menunjukkan hasil terdapat 77,7 % responden menjawab
benar , yaitu sebagai upaya pencegahan terjadinya Pre Eklampsia pada ibu hamil
maka peran kader kesehatan dengan cara membantu deteksi dini melalui skrining
Poeji Rochayati dan upaya promosi kesehatan tentang Pre eklampsia pada ibu
hamil dan keluarga. Hanya terdapat 22,3 % responden yang menjawab salah, karena
pilihan jawaban lainnya adalah kewenangan dari petugas kesehatan dan bukan
kewenangan kader kesehatan sebagai sasaran pemberdayaan masyarakat.
BLIBLIOGRAFI
Airlangga, RS. (2018). Gawat Darurat Medis
dan Bedah. In Alfian Nur Rosyid Afif Nurul Hidayati, Muhammad Ilham Aldika
Akbar (Ed.), Buku Gawat darurat Medis dan Bedah. Surabaya: Rumah Sakit
Airlangga.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
(2021). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2020. In Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur.,. Surabaya.
Harahap, Reni Agustina, & Putra, Fauzi
Eka. (2017). Buku Ajar Komunikasi Kesehatan. In Prenadamedia Grup Divisi
Kencana (Cetakan Ke). Jakarta: Prenadamedia Grup.
Nursal, Dien Gusta Anggraini, Tamela,
Pratiwi, & Fitrayeni, Fitrayeni. (2017). Faktor Risiko Kejadian
Preeklampsia Pada Ibu Hamil Di Rsup Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Andalas, 10(1), 38.
https://doi.org/10.24893/jkma.10.1.38-44.2015
Setyaningsih, Reni Dwi, Adriyani, Prasanti,
& Ulfah, Maria. (2016). Upaya Peningkatan Pengetahuan Ibu Hamil dan Kader
Posyandu Balita tentang Pengenalan Tanda Bahaya Kehamilan Di Kabupaten
Banyumas. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 22(3), 135�139.
Udin, Khoiril Anwar. (2010). Hubungan
antara tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan dengan partisipasi masyarakat
dalam pembangunan di Desa Jetis Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar tahun
2009/2010 (Vol. 0). Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Copyright holder: Hani
Setiawati, Bayu Sukma (2023) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |