Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 1, Januari 2023

 

MINI PROJECT ANALISIS TINGKAT PENGETAHUAN KADER KESEHATAN TENTANG PENDAMPINGAN IBU HAMIL DENGAN PRE EKLAMPSIA DIKABUPATEN LUMAJANG

 

Hani Setiawati, Bayu Sukma

Fakultas Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Jember, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Menurut WHO pada tahun 2019 Angka Kematian Ibu (maternal mortality rate) merupakan jumlah kematian ibu akibat dari proses kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan yang dijadikan indikator derajat kesehatan perempuan. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu target global Sustainable Development Goals (SDGs) dalam menurunkan angka kematian ibu (AKI) menjadi 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030. Pemerintah dalam upaya menurunkan angka kematian ibu selalu berproses untuk mencari solusi efektif dengan melibatkan peranan kader. Jika kita telusuri kematian ibu dengan Pre Eklampsia biasanya disebabkan deteksi dini yang tidak tepat, minimnya pengetahuan tata laksana penanganan ibu hamil dengan Pre Eklampsia, perencanaan persalinan yang kurang baik serta keputusan rujukan yang terlambat. Dari penyebab di atas perlu dilakukan upaya pencegahan dan penanganan komprehensif antara tenaga kesehatan, kader, ibu hamil yang selalu beriringan dan kolaboratif. Bentuk inovasi yang efektif dalam pelibatan semua unsure ini disebut pendampingan Ibu Hamil Resiko Tinggi (Bumil Resti). Tujuan penelitian ini ialah ntuk mengetahui tingkat pengetahuan kader kesehatan tentang pendampingan dan upaya penanganan ibu hamil dengan Pre Eklampsia di Kabupaten Lumajang di Kabupaten Lumajang.

 

Kata kunci: Angka Kematian Ibu, Pre Eklampsia, Ibu Hamil Resiko Tinggi.

 

Abstract

According to WHO in year 2019 the maternal mortality rate is the number of maternal deaths due to the process of pregnancy, childbirth, and postpartum which is used as an indicator of the degree of women's health. The Maternal Mortality Rate (MMR) is one of the global targets of the Sustainable Development Goals (SDGs) in reducing the maternal mortality rate (MMR) to 70 per 100,000 live births by 2030. The government in an effort to reduce maternal mortality is always in the process of finding effective solutions by involving the role of cadres. If we trace the death of mothers with Pre Eclampsia is usually caused by improper early detection, lack of knowledge of the management of handling pregnant women with Pre Eclampsia, poor childbirth planning and late referral decisions. From the above causes, it is necessary to make comprehensive prevention and treatment efforts between health workers, cadres, pregnant women who always go hand in hand and collaboratively. This form of innovation that is effective in involving all elements is called assistance for High-Risk Pregnant Women (Bumil Resti). To find out the level of knowledge of health cadres about mentoring and efforts to handle pregnant women with Pre Eclampsia in Lumajang Regency in Lumajang Regency.

 

Keywords: Maternal Mortality Rate, Pre Eclampsia, High Risk Pregnant Women

 

Pendahuluan

Data WHO (2019) terkait Angka Kematian Ibu (AKI) didunia yaitu sebanyak 303.000 jiwa. Angka Kematian Ibu (AKI) di ASEAN yaitu sebesar 235 per 100.000 kelahiran hidup (ASEAN Secretariat, 2020). Menurut Data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia meningkat dari 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002-2007 menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007-2012. Angka Kematian Ibu (AKI) mengalami penurunan pada tahun 2012-2015 menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup dan jumlah kematian ibu di Indonesia pada tahun 2019 yaitu sebanyak 4.221 kasus (Kemenkes RI, 2019). Berdasarkan data profil kesehatan Jawa Timur tahun 2020 didapatkan datatiga penyebab tertinggi kematian ibu pada tahun 2020 adalah hipertensi dalam kehamilan yaitu sebesar 26,90% atau sebanyak 152 orang dan perdarahan yaitu 21,59% atau sebanyak 122, penyebab lain-lain yaitu 37,17% atau 210 orang. Penyebab lain-lain turun dikarenakan sebagian masuk kriteria penyebab gangguan metabolisme, dan sebagiannya lagi masuk kriteria gangguan peredaran darah (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur., 2021).

Jika kita telusuri kematian ibu dengan Pre Eklampsia biasanya disebabkan deteksi dini yang tidak tepat, minimnya pengetahuan tata laksana penanganan ibu hamil dengan Pre Eklampsia, perencanaan persalinan yang kurang baik serta keputusan rujukan yang terlambat. Dari penyebab di atas perlu dilakukan upaya pencegahan dan penanganan komprehensif antara tenaga kesehatan, kader, ibu hamil yang selalu beriringan dan kolaboratif. Bentuk inovasi yang efektif dalam pelibatan semua unsur ini disebut pendampingan Ibu Hamil Resiko Tinggi (Bumil Resti).

Program pendampingan ini merupakan aksi nyata pemberdayaan masyarakat dengan inisiasi, pengawalan, dan kemitraan positif terhadap ibu hamil resiko tinggi dengan pembekalan pengetahuan tentang pencegahan dan penanganan Pre Eklampsia sebagai peningkatan kompetensi dan dukungan untuk kader dalam upaya menurunkan angka kematian ibu, khususnya Pre Eklampsia.

Metode Penelitian

Penelitian mini project ini dianalisis secara deskriptif menggunakan SPSS mengenai Tingkat Pengetahuan Kader Kesehatan Tentang Pendampingan Ibu Hamil dengan Pre Eklampsiadi Kabupaten Lumajang dari responden berjumlah 368 orang kader kesehatan dari 7 wilayah Kecamatan di Kabupaten Lumajang.

 

Hasil dan Pembahasan

A.    Usia Responden :

 

Tabel 1. Distribusi Usia Kader

 

 

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

18-35 tahun

188

51.1

51.1

51.1

36-50 tahun

154

41.8

41.8

92.9

> 50 tahun

26

7.1

7.1

100.0

Total

368

100.0

100.0

 

(SPSS data primer, 2022)

 

Berdasarkan data di tabel 1 menunjukkan bahwa kader kesehatan sebagai responden penelitian ini terbanyak berusia 18-35 tahun yaitu sejumlah 188 orang (51,1 %), kemudian yang berusia 36-50 tahun sejumlah 154 orang (41,8 %). Sedang yang paling sedikit adalah responden berusia lebih dari 50 tahun yaitu sejumlah 26 orang (7,1 %).

B.     Jenis Kelamin :

 

Tabel 2.

Distribusi Jenis Kelamin Kader

 

 

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Laki-laki

5

1.36

1.36

1.36

Perempuan

363

98.64

98.64

100.0

Total

368

100.0

100.0

 

(SPSS data primer, 2022)

 

Berdasarkan data di tabel 2 menunjukkan distribusi jenis kelamin responden terdiri dari 363 orang kader kesehatan berjenis kelamin perempuan (98,64 %) dan terdapat 5 orang kader kesehatan berjenis kelamin laki-laki (1,36 %).

C.    Kecamatan Wilayah Posyandu :

 

 

 

 

Tabel 3.

Distribusi Kecamatan Wilayah Posyandu Responden

 

 

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Kedungjajang

27

7.3

7.3

7.3

Kunir

21

5.7

5.7

13.0

Yosowilangun

36

9.8

9.8

22.8

Ranuyoso

37

10.1

10.1

32.9

Klakah

23

6.2

6.2

39.1

Tempeh

30

8.2

8.2

47.3

Randuagung

194

52.7

52.7

100.0

Total

368

100.0

100.0

 

(SPSS data primer, 2022)

 

Tabel 3 menunjukkan hasil distribusi responden yang berpartisipasi dalam pengisian kuisioner penelitian ini. Urutan berdasarkan distribusi Kecamatan wilayah posyandu responden dari yang terbanyak yaitu : Kecamatan Randuagung sejumlah 194 orang kader kesehatan (52,7 %), Kecamatan Ranuyoso sejumlah 37 orang kader kesehatan (10,1 %), Kecamatan Yosowilangun sejumlah 36 orang kader kesehatan (9,8 %), Kecamatan Tempeh sejumlah 30 orang kader kesehatan (8,2 %), Kecamatan Kedungjajang sejumlah 27 orang kader kesehatan (7,3 %), dan Klakah sejumlah 23 orang kader kesehatan (6,2 %). Sedangkan yang paling sedikit adalah responden dari Kecamatan Kunir hanya sejumlah 21 orang kader kesehatan (5,7 %).

1.      Tingkat Pendidikan :

 

Tabel 4.

Distribusi Tingkat Pendidikan Kader

 

 

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

SD / MI

67

18.2

18.2

18.2

SLTP / MTs

77

20.9

20.9

39.1

SLTA / MA

171

46.5

46.5

85.6

Diploma

7

1.9

1.9

87.5

S1

46

12.5

12.5

100.0

Total

368

100.0

100.0

 

(SPSS data primer, 2022)

 

Berdasarkan data di tabel 4 menunjukkan distribusi tingkat pendidikan responden, dimana yang terbanyak adalah responden dengan tingkat pendidikan SLTA/MA sejumlah 171 orang kader kesehatan (46,5 %), diikuti tingkat pendidikan SLTP/MTs sejumlah 77 orang kader kesehatan (20,9 %), tingkat pendidikan SD/MI sejumlah 67 orang kader kesehatan (18,2 %), dan tingkat pendidikan S1 sejumlah 46 orang kader kesehatan (12,5 %). Sedangkan tingkat pendidikan yang paling sedikit adalah diploma sejumlah 7 orang kader kesehatan (1,9 %).

Pendidikan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia, yang pada akhirnya dapat membantu menumbuhkan pengertian masyarakat terhadap perkembangan pembangunan. Kualitas sumber daya manusia menjadi landasan bagi keberhasilan pembangunan. Faktor Pendidikan dan Pekerjaaan dapat menyebabkan terciptanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. (Udin, 2010).

Berdasarkan data di tabel 4 menunjukkan distribusi tingkat pendidikan responden, dimana yang terbanyak adalah responden dengan tingkat pendidikan SLTA/MA sejumlah 171 orang kader kesehatan (46,5 %), diikuti tingkat pendidikan SLTP/MTs sejumlah 77 orang kader kesehatan (20,9 %), tingkat pendidikan SD/MI sejumlah 67 orang kader kesehatan (18,2 %), dan tingkat pendidikan S1 sejumlah 46 orang kader kesehatan (12,5 %). Sedangkan tingkat pendidikan yang paling sedikit adalah diploma sejumlah 7 orang kader kesehatan (1,9 %). Tingkat pendidikan responden terbanyak adalah SMA / MA Hal ini dapat menjadi salah satu potensikader sebagai sasaran pemberdayaan masyarakat dalam program pendampingan ibu hamil. Karena dengan telah mengikuti program wajib belajar 12 tahun yang diwajibkan oleh pemerintah, diharapkan terciptanya partisipasi yang baik dari kader.

2.      Pekerjaan

 

Tabel 5.

Distribusi Pekerjaan Kader

 

 

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Ibu Rumah Tangga

271

73.6

73.6

73.6

Pedagang / Wirausaha

30

8.2

8.2

81.8

Petani

5

1.4

1.4

83.2

Guru

50

13.6

13.6

96.7

Lainnya

12

3.3

3.3

100.0

Total

368

100.0

100.0

 

(SPSS data primer, 2022)

 

Data yang ditunjukkan tabel 5 menunjukkan distribusi pekerjaan responden. Pekerjaan terbanyak responden adalah ibu rumah tangga sejumlah 271 orang kader kesehatan (73,6 %). Pekerjaan responden lainnya adalah guru sejumlah 50 orang kader kesehatan (13,6 %), pedagang / wirausaha sejumlah 30 orang kader kesehatan (8,2 %) dan petani sejumlah 5 orang kader kesehatan (1,4 %). Untuk pekerjaan lainnya adalah sebagai penjahit, mahasiswa, perangkat desa, dan pekerja instansi swasta sejumlah 12 orang (3,3 %).

3.      Surat Keputusan Penunjukan Kader Kesehatan

 

Tabel 6.

Distribusi Adanya SK Penunjukan Sebagai Kader

 

 

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Ya, ada

265

72.0

72.0

72.0

Tidak ada

103

28.0

28.0

100.0

Total

368

100.0

100.0

 

(SPSS data primer, 2022)

 

Berdasarkan data di tabel 6 menunjukkan distribusi adanya Surat Keputusan penunjukan responden sebagai kader kesehatan terdiri dari 265 orang kader kesehatan telah memiliki surat keputusan penunjukan (72 %), sedangkan 103 orang kader kesehatan tidak memiliki surat keputusan penunjukan (28 %).

 

4.      Pengetahuan Standar Ante Natal Care (ANC) Selama Kehamilan

 

Tabel 7.

Pengetahuan Standar Ante Natal Care (ANC) Selama Kehamilan

 

 

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Periksa minimal 1 kali setiap bulannya

219

59.5

59.5

59.5

Periksa minimal 2 kali selama kehamilan

18

4.9

4.9

64.4

Periksa minimal 4 kali selama kehamilan

80

21.7

21.7

86.1

Periksa minimal 6 kali selama kehamilan

51

13.9

13.9

100.0

Total

368

100.0

100.0

 

(SPSS data primer, 2022)

 

Pada tabel 7 menunjukkan hasil dari pertanyaan mengenai pengetahuan responden tentang standar Ante Natal Care (ANC) selama kehamilan. Hasil menunjukkan 219 orang kader kesehatan (59,5 %) menjawab bahwa standar pemeriksaan ANC dilakukan 1 kali setiap bulannya, 80 orang kader kesehatan (21,7 %) menjawab standar periksa minimal 4 kali selama kehamilan, dan 51 orang kader kesehatan (31,9 %) menjawab periksa minimal 6 kali selama kehamilan. Hanya ada 18 orang kader kesehatan (4,9 %) yang menjawab standar ANC adalah periksa minimal 2 kali selama kehamilan.

 

5.      Pengetahuan Standar Waktu Pemeriksaan Kehamilan

 

Tabel 8.

Pengetahuan Standar Waktu Pemeriksaan Kehamilan

 

 

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

1 kali pada trimester pertama (kehamilan hingga 12 minggu)

195

53.0

53.0

53.0

 

2kali pada trimester pertama (kehamilan hingga 12 minggu)

119

32.3

32.3

85.3

 

1 kali pada trimester ketiga (kehamilan 24-40 minggu)

9

2.4

2.4

87.8

 

2 kali pada trimester ketiga (kehamilan 24-40 minggu)

45

12.2

12.2

100.0

 

Total

368

100.0

100.0

 

(SPSS data primer, 2022)

 

Pengetahuan standar waktu pemeriksaan kehamilan pada tabel 8 menunjukkan hasil yaitu terdapat 195 orang kader kesehatan (53 %) menjawab bahwa dari pilihan jawaban yang ada adalah pemeriksaan sesuai standar dilakukan 1 kali pada trimester pertama (kehamilan hingga 12 minggu), sejumlah 119 orang kader kesehatan (32,3 %) menjawab 2 kali pada trimester pertama (kehamilan hingga 12 minggu), dan 45 orang kader kesehatan (12,2 %) menjawab 2 kali pada trimester ketiga (kehamilan 24-40 minggu). Pemeriksaan kehamilan 1 kali pada trimester ketiga (kehamilan 24-40 minggu) hanya dipilih oleh 9 orang kader kesehatan (2,4 %).

6.      Pengetahuan Persiapan Ibu Hamil yang Tidak Harus Dilakukan Ketika Melahirkan

 

Tabel 9.

Pengetahuan Persiapan Ibu Hamil Yang Tidak Harus Dilakukan Ketika Melahirkan

 

 

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Menyiapkan kartu identitas dan kartu jaminan sosial

17

4.6

4.6

4.6

 

Menyiapkan uang / dana untuk pembiayaan persalinan

14

3.8

3.8

8.4

 

Menyiapkan kendaraan untuk transportasi ibu bersalin

8

2.2

2.2

10.6

 

Menyiapkan 3 kantong darah untuk persiapan ibu melahirkan

144

39.1

39.1

49.7

 

Semua pernyataan benar

185

50.3

50.3

100.0

����������� (SPSS data primer, 2022)

 

Hasil tabel 9 tentang pengetahuan persiapan ibu hamil yang tidak harus dilakukan ketika melahirkan menunjukkan hasil terdapat 144 orang kader kesehatan (39,1 %) memilih bahwa tidak perlu menyiapkan 3 kantong darah untuk persiapan ibu melahirkan, 17 orang kader kesehatan (4,6 %) memilih tidak perlu menyiapkan kartu identitas dan kartu jaminan sosial, 14 orang kader kesehatan (3,8 %) memilih tidak perlu menyiapkan uang / dana untuk pembiayaan persalinan, dan 8 orang kader kesehatan (2,2 %)memilih tidak perlu menyiapkan kendaraan untuk transportasi ibu bersalin. Pilihan terbanyak sejumlah 185 orang kader kesehatan (50,3 %) memilih semua pernyataan benar.

7.      Pengetahuan Bahaya Persalinan yang Membutuhkan Rujukan Segera ke Rumah Sakit

 

Tabel 10.

Pengetahuan Bahaya Persalinan Yang Membutuhkan Rujukan Segera Ke Rumah Sakit

 

 

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Ibu muntah dan mules

13

3.5

3.5

3.5

 

Ibu mengalami kejang dan tidak sadar

288

78.3

78.3

81.8

 

Ibu mengalami bengkak pada kaki

6

1.6

1.6

83.4

 

Ibu keluar darah lendir dan air ketuban pecah pada kehamilan 40 minggu

61

16.6

16.6

100.0

 

Total

368

100.0

100.0

 

����������� (SPSS data primer, 2022)

 

Berdasarkan tabel 10 ditunjukkan hasil jawaban responden terkait pengetahuan bahaya persalinan yang membutuhkan rujukan segera ke Rumah Sakit.Terbanyak ada 288 orang kader kesehatan (78,3 %) yangmemilih kondisi ibu mengalami kejang dan tidak sadar sebagai alasan utama rujukan segera ke Rumah Sakit. Diikuti pilihan kondisi ibu keluar darah lendir dan air ketuban pecah pada kehamilan 40 minggu oleh 61 orang kader kesehatan (16,6 %) dan kondisi ibu muntah dan mules oleh 13 orang kader kesehatan (3,5 %). Hanya ada 6 orang kader kesehatan (1,6 %) yang memilih kondisi ibu mengalami bengkak pada kaki sebagai alasan rujukan segera ke Rumah Sakit.

8.      Pengetahuan Bukan Tanda-tanda Pre Eklampsia pada Ibu Hamil

 

Tabel 11.

Pengetahuan Bukan Tanda-Tanda Pre Eklampsia Pada Ibu Hamil

 

 

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Ibu mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi)

108

29.3

29.3

29.3

Ibu mengeluh pusing, sesak dan penglihatan kabur

48

13.0

13.0

42.4

Ibu mengalami bengkak pada kaki

148

40.2

40.2

82.6

Ibu mengalami kejang dan tidak sadar

64

17.4

17.4

100.0

Total

368

100.0

100.0

 

����������� (SPSS data primer, 2022)

 

Pengetahuan tentang bukan tanda-tanda Pre Eklampsia pada ibu hamil dari tabel 11 dan grafik 11 menunjukkan hasil yang paling sedikit ada 48 orang kader kesehatan (13 %) memilih ibu mengeluh pusing, sesak dan penglihatan kabur, 64 orang kader kesehatan (17,4 %) memilih ibu mengalami kejang dan tidak sadar, dan 108 orang kader kesehatan (29,3 %) memilih ibu mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi) sebagai kondisi yang bukan tanda-tanda Pre Eklampsia. Pilihan terbanyak dari responden adalah kondisi ibu mengalami bengkak pada kaki sejumlah 148 orang kader kesehatan (40,2 %)

Eklampsia adalah kondisi akut pada pasien Pre Eklampsia yang disertai kejang dan koma. Pre Eklampsia dan Eklampsia dapat terjadi pada ante, intra dan postpartum. Sangat penting untuk mendeteksi tanda-tanda Pre Eklampsia dan segera melakukan rujukan dini sebelum ibu hamil jatuh ke kondisi Eklampsia yang memiliki prognosis lebih buruk (Airlangga, 2018).

9.      Pengetahuan Bukan Faktor Resiko Penyebab Terjadinya Pre Eklampsia pada Ibu Hamil�������������������������������� ���������������

 

 

 

 

 

Tabel 12.

Pengetahuan Bukan Faktor Resiko Penyebab Terjadinya Pre Eklampsia Pada Ibu Hamil

 

 

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Ibu dengan kehamilan pertama

148

40.2

40.2

40.2

Ibu hamil usia 20-35 tahun

105

28.5

28.5

68.8

Ibu dengan obesitas / sangat gemuk

50

13.6

13.6

82.3

Ibu dengan dengan penyakit hipertensi dan gangguan ginjal

65

17.7

17.7

100.0

Total

368

100.0

100.0

 

����������� (SPSS data primer, 2022)

 

Berdasarkan tabel 12 ditunjukkan hasil jawaban responden terkait pengetahuan bukan faktor resiko penyebab terjadinya Pre Eklampsia pada ibu hamil.Terbanyak ada 148 orang kader kesehatan (40,2 %) yangmemilih kondisi ibu dengan kehamilan pertama adalah faktor resiko Pre Eklampsia. Diikuti pilihan kondisi Ibu hamil usia 20-35 tahun oleh 105 orang kader kesehatan (28,5 %) dan kondisi ibu dengan dengan penyakit hipertensi dan gangguan ginjal oleh 65 orang kader kesehatan (17,7 %). Hanya ada 50 orang kader kesehatan (13,6 %) yang memilih kondisi ibu dengan obesitas / sangat gemuk adalah faktor resiko penyebab terjadinya Pre Eklampsia.

Pengetahuan tentang Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA) berisi lembar informasi dan catatan kesehatan serta catatan khusus adanya kelainan ibu selama hamil, bersalin sampai nifas serta anak (janin, bayi baru lahir, bayi dan anak sampai usia 6 tahun). Informasi dalam Buku KIA sangat penting untuk pemantauan kesehatan dan catatan khusus adanya kelainan pada ibu serta anak. Buku KIA harus dibaca dan dimengerti ibu dan keluarga, ditunjukan pada petugas kesehatan dimanapun pelayanan kesehatan diberikan, untuk dicatatkan tindakan yang diberikan. Setiap informasi tentang kesehatan dan catatan khusus adanya kelainan pada ibu serta anak harus dicatat di dalam Buku KIA.

Komunikasi dapat berjalan baik dan lancar jika pesan yang disampaikan seseorang yang didasari dengan tujuan tertentu dapat diterimanya dengan baik dan dimengerti. Suksesnya suatu komunikasi apabila dalam penyampaiannya menyertakan unsur-unsur berikut, yaitu: 1) Sumber pengirim / pemberi informasi; 2) Pesan yang disampaikan; 3) Media / alat yang digunakan dalam memberikan informasi; 4) Penerima / sasaran yang menerima informasi; 5) Pengaruh / sikap;6) Tanggapan balik; dan 7) Faktor lingkungan (Harahap & Putra, 2017).

Faktor risiko paling dominan adalah umur dengan OR 8,3 (95%CI 2,4-28). Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan seorang ibu hamil alami Pre Eklamsia, antara lain: 

a.       Riwayat Pre Eklamsia pada kehamilan sebelumnya.

b.      Hipertensi kronik (riwayat tekanan darah tinggi sebelum usia 20 minggu kehamilan).

c.       Kehamilan pertama.

d.      Kehamilan pertama dengan pasangan baru.

e.       Usia > 40 tahun.

f.       Ras.

g.      Obesitas.

h.      Kehamilan ganda/lebih.

i.        Jarak yang terlalu lama dari kehamilan sebelumnya (>10 tahun).

j.        Memiliki kondisi medis tertentu, seperti  diabetes tipe 2, penyakit ginjal, atau lupus.

Sejalan dengan penelitian yang juga dilakukan di RSUP Muh. Djamil Padang didapatkan hubungan yang bermakna antara umur dan kejadian obesitas dengan kejadian Pre Eklampsia. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara status gravida, usia gestasi, riwayat diabetes mellitus dan tingkat pendidikan dengan kejadian Pre Eklampsia. Ibu hamil yang berumur 35 tahun berisiko 4,886 kali untuk terkena Pre Eklampsia dan ibu hamil dengan obesitas 4 kali lebih besar berisiko terkena Pre Eklampsia dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak obesitas. Faktor risiko paling dominan adalah umur dengan OR 8,3 (95%CI 2,4-28). Pada penelitian ini disimpulkan bahwa faktor resiko terjadinya Pre Eklampsia adalah usia dibawah 20 dan diatas 35 tahun, serta kondisi ibu hamil dengan obesitas (Nursal, Tamela, & Fitrayeni, 2017).

10.  Pengetahuan Peran Kader Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Terjadinya Pre Eklampsia pada Ibu Hamil

 

Tabel 13.

Pengetahuan Peran Kader Kesehatan Dalam Upaya Pencegahan Terjadinya Pre Eklampsia Pada Ibu Hamil

 

 

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Membantu bidan memeriksa tekanan darah dan urine ibu hamil

27

7.3

7.3

7.3

 

Membantu deteksi dini melalui skrining Poeji Rochayati dan upaya promosi kesehatan tentang Pre eklampsia pada ibu hamil dan keluarga

286

77.7

77.7

85.1

 

Membantu bidan dalam memeriksa denyut jantung bayi saat pemeriksaan kehamilan

13

3.5

3.5

88.6

 

Membantu memberikan obat-obatan anti hipertensi pada ibu hamil

42

11.4

11.4

100.0

 

Total

368

100.0

100.0

 

����������� (SPSS data primer, 2022)

 

Hasil tabel 13 tentang pengetahuan peran kader kesehatan dalam upaya pencegahan terjadinya Pre Eklampsia pada ibu hamil menunjukkan hasil terdapat 289 orang kader kesehatan (77,7 %) memilih kader dapat membantu deteksi dini melalui skrining Poeji Rochayati dan upaya promosi kesehatan tentang Pre eklampsia pada ibu hamil dan keluarga, 42 orang kader kesehatan (11,4 %) memilih membantu memberikan obat-obatan anti hipertensi pada ibu hamil, dan 27 orang kader kesehatan (7,3 %)memilih membantu bidan memeriksa tekanan darah dan urine ibu hamil. Pilihan paling sedikitsejumlah 13 orang kader kesehatan (3,5 %) memilih membantu bidan dalam memeriksa denyut jantung bayi saat pemeriksaan kehamilan sebagai upaya kader dalam membantu pencegahan Pre Eklampsia pada ibu hamil.

11.  Pengetahuan Peran Kader Kesehatan Dalam Upaya Penanganan Terjadinya Pre Eklampsia Pada Ibu Hamil

 

Tabel 14.

Pengetahuan Peran Kader Kesehatan Dalam Upaya Penanganan Terjadinya Pre Eklampsia Pada Ibu Hamil

 

 

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Membantu menyediakan pembiayaan persalinan

6

1.6

1.6

1.6

Membantu mencarikan Rumah Sakit untuk tempat melahirkan

22

6.0

6.0

7.6

Memberi pemahaman tentang resiko preeklampsia dan mampu memberi motivasi ibu hamil agar mau dirujuk

333

90.5

90.5

98.1

Membantu bidan memeriksa tekanan darah ibu hamil

7

1.9

1.9

100.0

Total

368

100.0

100.0

 

����������� (SPSS data primer, 2022)

 

Hasil tabel 14 tentang pengetahuan peran kader kesehatan dalam upaya penanganan terjadinya Pre Eklampsia pada ibu hamil menunjukkan hasil terdapat 333 orang kader kesehatan (90,5 %) memilih kader dapat memberi pemahaman tentang resiko Pre Eklampsia dan mampu memberi motivasi ibu hamil agar mau dirujuk, 22 orang kader kesehatan (6%) memilih membantu mencarikan Rumah Sakit untuk tempat melahirkan, dan 7 orang kader kesehatan (1,9 %)memilih membantu bidan memeriksa tekanan darah ibu hamil. Pilihan paling sedikitsejumlah 6 orang kader kesehatan (1,6 %) memilih membantu bidan dalam menyediakan pembiayaan persalinan sebagai upaya kader dalam membantu penanganan Pre Eklampsia pada ibu hamil.

12.  Pengetahuan Kewenangan Persetujuan Keputusan Rujukan Ibu Hamil Dengan Pre Eklampsia

 

Tabel 15.

Pengetahuan Kewenangan Persetujuan Keputusan Rujukan Ibu Hamil Dengan Pre Eklampsia

 

 

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid

Orang tua / Mertua

11

3.0

3.0

3.0

Suami

313

85.1

85.1

88.0

Kader kesehatan

44

12.0

12.0

100.0

Total

368

100.0

100.0

 

(SPSS data primer, 2022)

 

Pengetahuan tentang kewenangan persetujuan keputusan rujukan ibu hamil dengan Pre Eklampsia dari tabel 15 menunjukkan hasil yang paling sedikit ada 11 orang kader kesehatan (3,0 %) memilih orang tua / mertua sebagai yang berwenang penentu keputusan rujukan, dan 44 orang kader kesehatan (12 %) memilih kader kesehatan sebagai yang berwenang penentu keputusan rujukan.Pilihan terbanyak adalah suami yang paling berwenang penentu keputusan rujukan oleh sejumlah 313 orang kader kesehatan (85,1 %).

1.14     Pengetahuan Kendala Dalam Pendampingan Ibu Hamil Dengan Pre Eklampsia

 

Tabel 16.Pengetahuan Kendala Dalam Pendampingan Ibu Hamil Dengan Pre Eklampsia

 

 

Frequency

Percent

Valid Percent

Valid

Penolakan dari keluarga karena merasa tidak membutuhkan didampingi oleh kader kesehatan

116

31.5

31.5

Kurangnya pengetahuan keluarga tentang bahaya pre eklampsia

201

54.6

54.6

Ketidakpercayaan ibu hamil dan keluarga terhadap hasil pemeriksaan tenaga kesehatan

40

10.9

10.9

Tidak adanya honorarium / insentifbagi kader kesehatan untuk mendampingi ibu hamil dengan pre eklampsia

11

3.0

3.0

 

Total

368

100.0

100.0

(SPSS data primer, 2022)

Berdasarkan data dari tabel 16 dan grafik 16 tentang pengetahuan kendala dalam pendampingan ibu hamil dengan Pre Eklampsia didapatkan hasil terbanyak dari 201 orang kader kesehatan (54,6 %) berpendapat bahwa kurangnya pengetahuan keluarga tentang bahaya pre eklampsia adalah kendala terbesar. Diikuti dengan adanya penolakan dari keluarga karena merasa tidak membutuhkan didampingi oleh kader kesehatan yang dipilih oleh 116 orang kader kesehatan (31,5 %), adanya faktor ketidakpercayaan ibu hamil dan keluarga terhadap hasil pemeriksaan tenaga kesehatan dipilih oleh 40 orang kader kesehatan (10,9 %), dan faktor tidak adanya honorarium / insentifbagi kader kesehatan untuk mendampingi ibu hamil dengan pre eklampsia dipilih oleh 11 orang kader kesehatan (3,0 %).

Berdasarkan data dari tabel 16 dan grafik 16 tentang pengetahuan kendala dalam pendampingan ibu hamil dengan Pre Eklampsia didapatkan hasil terbanyak dari 201 orang kader kesehatan (54,6 %) berpendapat bahwa kurangnya pengetahuan keluarga tentang bahaya pre eklampsia adalah kendala terbesar. Diikuti dengan adanya penolakan dari keluarga karena merasa tidak membutuhkan didampingi oleh kader kesehatan yang dipilih oleh 116 orang kader kesehatan (31,5 %), adanya faktor ketidakpercayaan ibu hamil dan keluarga terhadap hasil pemeriksaan tenaga kesehatan dipilih oleh 40 orang kader kesehatan (10,9 %), dan faktor tidak adanya honorarium / insentifbagi kader kesehatan untuk mendampingi ibu hamil dengan pre eklampsia dipilih oleh 11 orang kader kesehatan (3,0 %).

Pertanyaan terakhir dari kuisioner ini adalah untuk menggali pendapat dari responden terkait permasalahan dilapangan yang menjadi kendala dalam program pendampingan ibu hamil, sehingga diharapkan ada tindak lanjut penyelesaian kendala tersebut. Hasilnya adalah terdapat 54,6 % responden berpendapat bahwa kurangnya pengetahuan keluarga tentang bahaya pre eklampsia adalah kendala terbesar. Pengetahuan merupakan determinan penting dalam perubahan perilaku kesehatan dan bagi ibu hamil (Setyaningsih, Adriyani, & Ulfah, 2016). Saran terhadap kendala ini dapat dilakukan berbagai upaya peningkatan pengetahuan ibu dan keluarga, antara lain melalui kelas ibu hamil / ANC Terpadu. Melalui kelas ibu hamil diharapkan adanya interaksi dan berbagi pengalaman pada sesama ibu hamil, ibu hamil dengan bidan atau tenaga kesehatan maupun dengan kader posyandu balita tentang kehamilan dan persalinan. Diharapkan ibu hamil dapat memiliki kemampuan melakukan deteksi dini faktor resiko selama kehamilan sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu.

 

Kesimpulan

Distribusi responden penelitian ini terbanyak 41,8 % dalam kategori dewasa akhir dan lansia. Sedang yang paling sedikit yaitu 7,1 % responden dalam kategori lansia akhir dan manula. Distribusi jenis kelamin responden terdiri 98,64 % responden berjenis kelamin perempuan dan 1,36 % responden berjenis kelamin laki-laki. Sebagian besar responden telah mengikuti program wajib belajar 12 tahun sehingga dengan tingkat pendidikan yang baik diharapkan dapat mendukung partisipasi yang baik dari kader. Hasil penelitian ini menunjukkan hanya ada 39,1 % responden menjawab benar, sedangkan 60,9 % responden menjawab salah. Hasil penelitian ada 78,3 % yang menjawab benar dengan memilih kondisi ibu mengalami kejang dan tidak sadar sebagai alasan utama rujukan segera ke Rumah Sakit, sedangkan 21,7 % responden menjawab salah. Hasil menunjukkan hanya ada 17,4 % responden menjawab benar bahwa yang bukan tanda-tanda Pre Eklampsia adalah ibu mengalami kejang dan tidak sadar, karena kondisi ini sudah terjadi Eklampsia yang menunjukkan adanya late detection dari kasus Pre Eklampsia. Pengetahuan peran kader kesehatan dalam upaya pencegahan terjadinya Pre Eklampsia pada ibu hamil menunjukkan hasil terdapat 77,7 % responden menjawab benar , yaitu sebagai upaya pencegahan terjadinya Pre Eklampsia pada ibu hamil maka peran kader kesehatan dengan cara membantu deteksi dini melalui skrining Poeji Rochayati dan upaya promosi kesehatan tentang Pre eklampsia pada ibu hamil dan keluarga. Hanya terdapat 22,3 % responden yang menjawab salah, karena pilihan jawaban lainnya adalah kewenangan dari petugas kesehatan dan bukan kewenangan kader kesehatan sebagai sasaran pemberdayaan masyarakat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BLIBLIOGRAFI

 

Airlangga, RS. (2018). Gawat Darurat Medis dan Bedah. In Alfian Nur Rosyid Afif Nurul Hidayati, Muhammad Ilham Aldika Akbar (Ed.), Buku Gawat darurat Medis dan Bedah. Surabaya: Rumah Sakit Airlangga.

 

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. (2021). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2020. In Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.,. Surabaya.

 

Harahap, Reni Agustina, & Putra, Fauzi Eka. (2017). Buku Ajar Komunikasi Kesehatan. In Prenadamedia Grup Divisi Kencana (Cetakan Ke). Jakarta: Prenadamedia Grup.

 

Nursal, Dien Gusta Anggraini, Tamela, Pratiwi, & Fitrayeni, Fitrayeni. (2017). Faktor Risiko Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Hamil Di Rsup Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 10(1), 38. https://doi.org/10.24893/jkma.10.1.38-44.2015

 

Setyaningsih, Reni Dwi, Adriyani, Prasanti, & Ulfah, Maria. (2016). Upaya Peningkatan Pengetahuan Ibu Hamil dan Kader Posyandu Balita tentang Pengenalan Tanda Bahaya Kehamilan Di Kabupaten Banyumas. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 22(3), 135�139.

 

Udin, Khoiril Anwar. (2010). Hubungan antara tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan di Desa Jetis Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar tahun 2009/2010 (Vol. 0). Universitas Sebelas Maret Surakarta.

 

Copyright holder:

Hani Setiawati, Bayu Sukma (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: