Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 12, Desember 2023

 

HUBUNGAN ANTARA PROTECTION MOTIVATION DAN PERILAKU SHARENTING DI KALANGAN ORANG TUA

 

Devira Ayusta Putri, Dicky Chresthover Pelupessy

Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Perilaku sharenting adalah perilaku orang tua membagikan informasi detail anak dalam bentuk foto, video, atau post di media sosial yang dapat memunculkan dampak negatif bagi anak, sehingga dapat disebut sebagai perilaku non-protektif. Berdasarkan Protection Motivation Theory (PMT), perilaku protektif dimotivasi oleh threat appraisal (threat severity, intrinsic rewards, extrinsic rewards) dan coping appraisal (self-efficacy, response efficacy, response cost). Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah faktor-faktor PMT berhubungan secara signifikan dengan perilaku sharenting di kalangan orang tua. Survei daring dilakukan pada orang tua yang sering membagikan konten anak di media sosial dan sebanyak 67 data terkumpul. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa threat severity berkorelasi negatif secara signifikan dengan perilaku sharenting, sementara intrinsic rewards dan extrinsic rewards berkorelasi positif secara signifikan dengan perilaku sharenting. Self-efficacy, response efficacy, dan response cost tidak ditemukan berkorelasi dengan perilaku sharenting. Hasil penelitian ini kemudian didiskusikan lebih lanjut berdasarkan penelitian sebelumnya serta bagaimana aplikasinya untuk penelitian di masa mendantang.

 

Kata Kunci: sharenting, media sosial, perilaku protektif, Protection Motivation Theory.

 

Abstract

Sharenting is a behavior when parents share detailed information about their children in the forms of photos, videos, or posts on social media that can cause negative effects on children, which can be considered as a non-protective behavior. According to Protection Motivation Theory (PMT), protective behaviors are motivated by threat appraisal (threat severity, intrinsic rewards, extrinsic rewards) and coping appraisal (self-efficacy, response efficacy, response cost). This study aims to examine the relationship between PMT constructs and sharenting among parents. An online survey was conducted among parents who often post about their children on social media and 67 data were collected. The results indicated that threat severity was negatively correlated with sharenting, meanwhile intrinsic rewards and extrinsic rewards were positively correlated with sharenting. Self-efficacy, response efficacy, and response cost were not found associated with sharenting. The results were discussed further based on previous studies and future applications.

 

Keywords: sharenting, social media, protective behavior, Protection Motivation Theory

Pendahuluan

Internet telah menjadi bagian yang tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat Indonesia. Laporan �Digital 2021� yang dirilis oleh kolaborasi antara Hootsuite dan We Are Social menunjukkan bahwa pengguna internet di Indonesia tahun 2021 telah mencapai angka 202,6 juta jiwa, meningkat sebanyak 15,5 persen dibandingkan dengan tahun 2020 (Riyanto, 2021). Hasil laporan tersebut juga menunjukkan bahwa aktivitas internet yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia adalah penggunaan media sosial dengan rata-rata waktu penggunaan selama tiga jam empat belas menit dalam satu hari (Stephanie, 2021). Jumlah pengguna media sosial di Indonesia mencapai angkat 170 juta jiwa atau setara dengan 61,8 persen total populasi di Indonesia (Stephanie, 2021).

Penggunaan media sosial yang tinggi ini kemudian memunculkan berbagai fenomena baru, salah satunya adalah sharenting. Sharenting merupakan aktivitas orang tua membagikan detail mengenai kehidupan anak mereka secara daring (Steinberg, 2017). Definisi lain menjelaskan bahwa sharenting adalah perilaku orang tua membagikan informasi detail mengenai anak mereka dalam bentuk foto, video, atau post di media sosial yang termasuk ke dalam pelanggaran privasi anak (Brosch, 2018).

Banyak dari orang tua merasa bahwa membagikan foto atau informasi anak lainnya di internet tidak memiliki risiko (Kopecky dkk., 2020). Padahal, perilaku sharenting dapat membawa banyak dampak negatif kepada anak, terutama anak di bawah umur. Orang tua membagikan informasi mengenai anak mereka tanpa persetujuan atau consent dari anak sehingga melanggar privasi anak (Kopecky dkk., 2020). Informasi mengenai anak yang dibagikan orang tua baik dalam bentuk foto wajah, nama lengkap, lokasi, maupun informasi lainnya berisiko untuk dieksploitasi di masa depan untuk penghinaan atau cyberbullying (Kopecky, 2019, dalam Kopecky dkk., 2020). Sharenting juga memiliki risiko membuat anak menjadi sasaran yang mudah atas penculikan, pencurian identitas (Minkus, Liu, & Ross, 2015), menjadi sasaran pedofil (Williams-Ceci dkk., 2021), serta dapat mempengaruhi hubungan orang tua dengan anak (Ouvrein & Verswijvel, 2019). Risiko-risiko tersebut menunjukkan bahwa perilaku sharenting sebaiknya dikurangi oleh orang tua karena dapat memberikan dampak negatif pada anak.

Hasil-hasil penelitian sebelumnya menunjukkan beberapa faktor yang berhubungan dengan sharenting. Salah satu hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku sharenting berhubungan dengan adanya pengaruh dari teman sesama orang tua (peer influence) (Ranzini, Newlands, & Lutz, 2020), adiksi internet serta rendahnya self-control (Hinojo-Lucena dkk., 2020). Sementara itu, Dobrila (2021) menjelaskan bahwa salah satu penyebab orang tua melakukan sharenting adalah ketidaktahuan orang tua mengenai risiko dari lingkungan daring. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa rendahnya kesadaran atas risiko dari sharenting juga berhubungan dengan perilaku sharenting (Briazu, Floccia, & Hanoch, 2021). Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya kesadaran akan risiko dari sharenting dapat menjadi salah satu faktor penting orang tua dalam melakukan perilaku sharenting.

Protection Motivation Theory (PMT)

Berdasarkan Protection Motivation Theory (PMT), penilaian risiko atau ancaman (threat appraisal) dan coping (coping appraisal) adalah faktor yang mempengaruhi perilaku protektif (Rogers, 1975).Perilaku protektif dalam konteks daring adalah tindakan berbasis komputer yang dilakukan oleh individu untuk menjaga informasi pribadi mereka (Milne, Labrecque, & Cromer, 2009). Dalam konteks ini, sharenting termasuk ke dalam bentuk perilaku yang tidak protektif, sebab orang tua tidak menjaga informasi pribadi anak mereka.

Berdasarkan PMT, threat appraisal terbagi menjadi beberapa faktor, yakni (1) severity atau seberapa berbahaya risiko (van Bavel dkk., 2019), susceptibility atau seberapa mungkin risiko terjadi, serta rewards yang berkaitan dengan tingkah laku maladaptif (Tsai dkk., 2016). Sementara itu, coping appraisal terdiri dari tiga faktor, antara lain (1) self-efficacy atau kepercayaan individu bahwa dirinya dapat melakukan perilaku protektif, (2) response efficacy atau kepercayaan atas efektivitas perilaku protektif, dan (3) response cost atau biaya (cost) yang harus dikeluarkan untuk melakukan perilaku protektif (Tsai dkk., 2016).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor protection motivation berhubungan dengan perilaku protektif daring. PMT mengasumsikan bahwa semakin tinggi persepsi severity dan susceptibility seseorang, maka semakin tinggi kemungkinan orang tersebut untuk melakukan perilaku protektif. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Boerman, Kruikemeier, dan Borgesius (2021) yang menunjukkan bahwa perceived severity memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap perilaku protektif secara daring. Hasil serupa juga ditemukan pada penelitian lain, di mana perceived threats berhubungan secara negatif dengan perilaku self-disclosure yang dianggap tidak protektif (Meier dkk., 2020). Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa perceived severity berhubungan secara negatif dengan perilaku daring yang tidak protektif. Berdasarkan penjelasan tersebut, hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1: Perceived severity berhubungan negatif secara signifikan dengan perilaku sharenting.

Faktor lain dari PMT yang diteliti adalah rewards, baik intrinsik maupun ekstrinsik. Dalam beberapa penelitian sebelumnya, faktor ini juga disebut sebagai perceived benefit. Hasil penelitian Meier dkk. (2020) menunjukkan bahwa perceived benefit berhubungan positif dengan self-disclosure. Penelitian serupa juga menunjukkan bahwa perceived benefit berhubungan positif secara signifikan dengan information disclosure (Salleh dkk., 2012). Berdasarkan hasil-hasil tersebut, hipotesis selanjutnya dalam penelitian ini adalah:

H2: Intrinsic rewards berhubungan positif secara signifikan dengan perilaku sharenting.

H3: Extrinsic rewards berhubungan positif secara signifikan dengan perilaku sharenting.

Berdasarkan PMT, individu yang merasa bahwa mereka dapat melakukan perilaku protektif dan merasa perilaku tersebut efektif dalam mencegah atau menghindari risiko akan lebih termotivasi untuk melakukan perilaku protektif tersebut (Rogers, 1983, dalam Norman dkk., 2015; Meier dkk., 2020). Akan tetapi, individu yang merasa bahwa perilaku protektif membutuhkan banyak usaha cenderung kurang termotivasi untuk melakukan perilaku protektif (Meier dkk., 2020). Berdasarkan penjelasan tersebut, hipotesis selanjutnya dalam penelitian ini antara lain:

H4: Self-efficacy berhubungan negatif secara signifikan dengan perilaku sharenting.

H5: Response efficacy berhubungan negatif secara signifikan dengan perilaku sharenting.

H6: Response Cost berhubungan positif secara signifikan perilaku sharenting.

Meski sudah ada penelitian yang melihat hubungan protection motivation dengan perilaku self-disclosure secara daring, namun penelitian yang melihat hubungan protection motivation dengan perilaku sharenting secara spesifik masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah protection motivation berhubungan dengan perilaku sharenting serta faktor protection motivation mana saja yang memiliki korelasi dengan perilaku sharenting orang tua.

 

Metode Penelitian

Partisipan

Partisipan dalam studi ini didapat dengan menggunakan teknik non-probability sampling. Karakteristik partisipan yang ditentukan dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak usia 0-13 tahun, pernah atau sering membagikan konten anak mereka di media sosial, serta berdomisili di Jabodetabek. Rentang usia anak ditentukan sesuai dengan batas minimal usia pembuatan akun di berbagai media sosial, yakni 13 tahun (Harper, 2020). Rentang usia ini dipilih dengan asumsi bahwa anak berusia 0-13 tahun belum memiliki media sosial sendiri, sehingga orang tua adalah pihak yang bertanggung jawab atas informasi anak yang tersebar di internet. Partisipan direkrut secara daring melalui sebaran di media sosial seperti WhatsApp dan Instagram. Sebanyak 77 partisipan mengisi kuesioner, namun hanya 67 data yang bisa diolah.

 

Pengumpulan Data

Studi ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan uji korelasional untuk menjawab hipotesis penelitian. Seluruh partisipan telah menyatakan kesediaannya untuk mengikuti penelitian dengan mengisi informed consent di bagian awal kuesioner. Kuesioner penelitian terdiri dari empat bagian, yakni informed consent, data diri partisipan, gambaran perilaku sharenting, dan kuesioner Protection Motivation Theory (PMT).

Sharenting didefinisikan sebagai perilaku orang tua membagikan informasi detail mengenai anaknya dalam bentuk foto, video, atau post di media sosial kepada publik yang melanggar privasi anak (Brosch, 2018). Variabel ini diukur berdasarkan frekuensi membagikan konten anak di media sosial dalam seminggu dan dijawab dengan pilihan mulai dari �kurang dari seminggu sekali�, �seminggu sekali�, �seminggu tiga kali�, �seminggu lima kali�, dan �setiap hari�.

Protection Motivation Theory (PMT) merupakan teori yang menggambarkan bagaimana dan kenapa individu memutuskan untuk melakukan protective behavior (Rogers, 1975). Variabel PMT diukur dengan kuesioner Protection Motivation Theory dalam konteks membagikan informasi personal secara daring yang digunakan oleh Marett, McNab, dan Harris (2011). Alat ukur ini kemudian diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia dan disesuaikan dalam konteks sharenting. Kuesioner ini terdiri dari 17 item yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu threat appraisal dan coping appraisal. Threat appraisal terdiri dari threat severity, intrinsic rewards, dan extrinsic rewards; sedangkan coping appraisal yang terdiri dari self-efficacy, response efficacy, dan response cost. Threat severity diukur menggunakan empat item, intrinsic rewards diukur menggunakan enam item (4 favorable item dan 2 unfavorable item), sedangkan extrinsic rewards diukur menggunakan tiga item. Self-efficacy diukur dengan dua item, sedangkan response efficacy dan response cost masing-masing diukur menggunakan satu item. Seluruh item tersebut diukur menggunakan skala Likert dari 1 (Sangat Tidak Setuju) hingga 4 (Sangat Setuju).

Uji reliabilitas alat ukur dilakukan dengan menggunakan Cronbach�s alpha. Hasil uji reliabilitas tersebut menunjukkan koefisien Cronbach�s alpha sebesar 0.736 pada subskala threat severity, 0,899 pada subskala intrinsic rewards, 0,852 pada subskala extrinsic rewards, dan 0,693 pada subskala self-efficacy. Menurut Ursachi, Horodnic, dan Zait (2015), koefisien Cronbach�s alpha yang dapat diterima adalah koefisien yang berkisar dari 0,6 hingga 0,7, sedangkan nilai Cronbach�s alpha yang tergolong baik adalah yang berkisar antara 0,8 hingga 0,95. Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini terbukti reliabel dalam mengukur protection motivation.

 

Prosedur

Kuesioner penelitian dibagikan secara daring melalui sebaran di media sosial seperti Instagram dan Whatsapp menggunakan Google Form. Proses pengambilan data dilakukan selama sebulan lebih mulai dari tanggal 5 April 2022 hingga 9 Mei 2022. Waktu yang dibutuhkan untuk mengisi kuesioner adalah selama 15-20 menit. Data yang didapat dari survei ini kemudian diolah dengan menggunakan software IBM SPSS Versi 24.

 

Hasil dan Pembahasan

Karakteristik Partisipan.

Dari 67 partisipan yang didapat dalam studi ini, sebanyak 56 partisipan merupakan perempuan (83,6%), dan 11 partisipan merupakan laki-laki (16,4%). Partisipan penelitian ini memiliki rentang usia antara 22�55 tahun (M = 38,46; SD = 8,475) dan kebanyakan memiliki latar belakang pendidikan S1, yakni sebanyak 43 partisipan (64,2%). Sebagian besar dari partisipan berprofesi sebagai guru (31,3%), ibu rumah tangga (26,9%), dan karyawan swasta (25,54%).

 

Korelasi antara Protection Motivation dan Perilaku Sharenting

Berdasarkan hasil uji korelasi (Tabel 1), dapat diketahui bahwa threat severity berkorelasi negatif secara signifikan dengan perilaku sharenting (r (67) = -0,340; p < 0,01). Hasil ini membuktikan bahwa H1 dapat diterima. Intrinsic rewards ditemukan berkorelasi positif secara signifikan dengan perilaku sharenting (r (67) = 0,261; p < 0,05) dan membuktikan H2 dapat diterima. Selain itu, extrinsic rewards juga berkorelasi positifi secara signifikan dengan perilaku sharenting (r (67) = 0,367; p < 0,01) sehingga membuktikan H3 dapat diterima.

Hasil analisis menunjukkan bahwa self-efficacy (r (67) = 0,083; p > 0,05), response efficacy (r (67) = -0,154; p > 0,05), dan response cost (r (67) = 0,028; p > 0,05) tidak berkorelasi secara signifikan dengan perilaku sharenting. Hasil ini menunjukkan bahwa H4, H5, dan H6 tidak bisa dibuktikan.


 

Tabel 1

Hasil Korelasi Protection Motivation dan Sharenting

Variabel

n

M

SD

r

Sharenting

67

1,72

1,165

1

Threat Severity

67

12,33

2,055

-0,340**

Intrinsic Rewards

67

14,99

3,475

0,261*

Extrinsic Rewards

67

5,90

1,597

0,367**

Self-efficacy

67

6,07

1,005

0,083

Response Efficacy

67

3,24

0,630

-0,154

Response Cost

67

2,66

0,708

-0,028

*p<0,05 **p<0,01

 


Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa threat severity berhubungan negatif secara signifikan dengan perilaku sharenting. Hasil ini sesuai dengan temuan bahwa perceived severity berhubungan secara negatif dengan perilaku self-disclosure daring (Meier dkk., 2020). Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa severity berkorelasi positif secara signifikan dengan perilaku protektif daring (Boerman dkk., 2021). Temuan ini sesuai dengan PMT yang membuktikan bahwa semakin tinggi perceived severity individu, maka semakin rendah perilaku maladaptif mereka.

Intrinsic rewards dan extrinsic rewards juga ditemukan berkorelasi positif secara signifikan dengan perilaku sharenting. Hasil ini sesuai dengan temuan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa perceived benefit berhubungan positif dengan perilaku self-disclosure daring (Salleh dkk., 2012; Meier dkk., 2020). Sesuai dengan PMT, semakin tinggi rewards yang berhubungan dengan perilaku maladaptif, maka semakin tinggi kecenderungan individu untuk melakukan perilaku maladaptif tersebut.

Self-efficacy, response efficacy, dan response cost tidak ditemukan berhubungan secara signifikan dengan perilaku sharenting. Hasil ini menunjukkan bahwa seluruh faktor pada coping appraisal tidak berhubungan dengan perilaku sharenting. Hal ini berbeda dengan temuan Boerman dkk. (2021) yang memperlihatkan bahwa self-efficacy dan response cost berkorelasi positif secara signifikan dengan perilaku protektif daring, sesuai dengan PMT.

Kendati demikian, temuan ini serupa dengan penelitian Marett, McNab, dan Harris (2011) yang memperlihatkan bahwa ketiga faktor coping appraisal tidak berhubungan dengan intensi perilaku protektif daring. Hal ini dapat terjadi karena adanya perubahan kemampuan pengguna internet yang semakin meningkat dari segi keamanan informasi (Menard, Bott, & Crossler, 2017). Selain itu, individu juga mungkin memiliki intensi rendah untuk melakukan perilaku protektif karena merasa cukup percaya diri untuk melindungi diri mereka dalam konteks daring (Tsai dkk., 2016). Individu yang merasa percaya diri dapat melindungi diri mereka mungkin juga dapat kehilangan motivasi untuk mengurangi self-disclosure (Meier dkk., 2020).

Temuan dalam penelitian ini menambahkan bukti ilmiah bahwa threat appraisal dalam PMT merupakan faktor yang berhubungan secara signifikan dengan perilaku sharenting orang tua. Hal ini dapat memperkaya literatur mengenai perilaku sharenting yang masih sangat terbatas, terutama di Indonesia. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan landasan untuk penelitian selanjutnya serta dapat dipertimbangkan untuk membuat intervensi terkait perilaku sharenting di masa depan.

 

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, threat severity ditemukan berkorelasi negatif secara signifikan dengan perilaku sharenting, sedangkan intrinsic rewards dan extrinsic rewards berkorelasi positif secara signifikan. Artinya, semakin tinggi threat appraisal orang tua, maka semakin rendah perilaku sharenting mereka. Sedangkan semakin tinggi intrinsic rewards dan extrinsic rewards orang tua, maka semakin rendah perilaku sharenting mereka. Sementara itu, self-efficacy, response efficacy, dan response cost tidak berkorelasi secara signifikan dengan perilaku sharenting.

Penelitian ini memiliki beberapa limitasi yang dapat diperbaiki untuk penelitian selanjutnya. Pertama, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan self-report, sehingga sulit untuk menghindari adanya bias informasi. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan metode tambahan seperti wawancara dan observasi agar mendapatkan hasil yang lebih akurat. Kedua, penelitian ini juga dilakukan secara daring, sehingga peneliti tidak dapat memastikan kondisi partisipan saat mengisi kuesioner penelitian.

Ketiga, penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara faktor-faktor protection motivation dengan perilaku sharenting, sehingga tidak bisa menjelaskan bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap perilaku sharenting. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menganalisis pengaruh dari faktor-faktor protection motivation. Selain itu, penelitian selanjutnya juga dapat memberikan manipulasi yang dapat meningkatkan persepsi risiko partisipan untuk melihat bagaimana proses kognitif partisipan berdasarkan PMT dan pengaruhnya terhadap perilaku sharenting mereka.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Boerman, S. C., Kruikemeier, S., Borgesius, F. J. Z. (2021). Exploring motivations for online privacy protection behavior: Insights from panel data. Communication Research, 48(7), 953�977.

 

Brosch, A. (2018). Sharenting: Why do parents violate their children�s privacy? The New Educational Review, 54(4), 75-85.

 

Briazu, R. A., Floccia, C., & Hanoch, Y. (2021). Facebook sharenting in mothers of young children: The risks are worth it but only for some. Technology, Mind, and Behavior, 2(4), 1-11.

 

Davis, M.M., Clark, S.J., Singer, D.C., Matos-Moreno, A., Kauffman, A.D., & Hale, K. (2015). Parents on social media: Likes and dislikes of sharenting. C. S. Mott Children�s Hospital National Poll on Children�s Health, 23(2).

 

Dobrila, M. C. (2021). Online education during pandemic: Sharenting vs. children�s right to their own image and education. Revista Romaneasca pentru Educatie Multidimensionala, 13(1), 431-446.

 

Harper, P. (2020). Child�s play: How old do you have to be for Snapchat, Facebook, Instagram accounts? Social media age restrictions explained.

 

Hersh, M. L. (2001). Is COPPA a cop out? The child online privacy protection act as proof that parents, not government, should be protecting children�s interests on the internet. Fordham Urban Law Journal, 18(6), 1831�1878.

 

Hinojo-Lucena, F-J., Aznar-Diaz, I., Caceres-Reche, M-P., Trujillo-Torres, J-M., Romero-Rodriguez, J-M. (2020). Sharenting: Internet addiction, self-control and online photos of underage children. Media Education Research Journal, 28(63), 93-103.

 

Kopecky, K., Szotkowski, R., Aznar-Diaz, I., Romero-Rodriguez, J. (2020). The phenomenon of sharenting and its risks in the online environment. Experiences from Czech Republic and Spain. Children and Youth Services Review, 110, 1-6.

 

Meier, Y., Kyewski, E., Schawerl, J., Kramer, N. C. (2020). Applying protection motivation theory to predict Facebook users� withdrawal and disclosure intentions. SM Society �20, 21�29.

 

Menard, P., Bott, G. J., & Crossler, R. E. (2017). User motivations in protecting information security: Protection motivation theory versus self-determination theory. Journal of Management Information Systems, 34(4), 1203ss�1230.

 

Milne, G. R., Labrecque, L. I., & Cromer, C. (2009). Toward an understanding of the online consumer�s risky behavior and protection practices. The Journal of Consumer Affairs, 43(3), 449-473.

 

Minkus, T., Liu, K., & Ross, K. W. (2015). Children seen but not heard. In Proceedings of the 24th international Conference on world wide web - WWW 15, 776786.

 

Norman, P., Boer, H., Seydel, E. R., & Mullan, B. (2015). Protection motivation theory. In M. Conner & P. Norman (Eds.), Predicting and Changing Health Behavior: Research and Practice with Social Cognition Models (pp. 70-106). New York: Open University Press.

 

Ouvrein, G., & Verswijvel, K. (2019). Sharenting: Parental adoration or public humiliation? A focus group study on adolescents� experiences with sharenting against the background of their own impression management. Children and Youth Services Review, 99, 319�327.

 

Ranzini, G., Newlands, G., & Lutz, C. (2020). Sharenting, peer influence, and privacy concerns: A study on the instagram-sharing behaviors of parents in the United Kingdom. Social Media + Society, 1-13.

 

Riyanto, G. P. (2021). Jumlah pengguna internet Indonesia 2021 tembus 202 juta.

 

Rogers, R. W. (1975). A protection motivation theory of fear appeals and attitude change. The Journal of Psychology, 91(1), 93114.

 

Salleh, N., Hussein, R., Mohamed, N., Karim, N. S. A., Ahlan, A. R., & Aditiawarman, U. (2012). Examining information disclosure behavior on social network sites using protection motivation theory, trust, and risk. Journal of Internet Social Networking & Virtual Communities, 1�11.

 

Steinberg, S. B. (2017). Children�s privacy in the age of social media. Emory Law Journal, 66(839), 839-884.

 

Stephanie, C. (2021). Berapa lama orang Indonesia akses internet dan medsos setiap hari?

 

Tsai, H. S., Jiang, M., Alhabash, S., LaRose, R., Rifon, N. J., Cotten, S. R. (2016). Understanding online safety behaviors: A protection motivation theory perspective. Computers & Security, 140

 

Ursachi, G., Horodnic, I. A., & Zait, A. (2015). How reliable are measurement scales? External factors with indirect influence on reliability estimators. Procedia Economics and Finance, 20, 679 � 686.

 

van Bavel, R., Rodriguez-Priego, N., Vila, J., & Briggs, P. (2019). Using protection motivation theory in the design of nudges to improve online security behavior. International Journal of Human-Computer Studies, 123, 2939.

 

Williams-Ceci, S., Grose, G. E., Pinch, A. C., Kizilcec, R. F., & Lewis Jr., N. A. (2021). Combating sharenting: Interventions to alter parents� attitude toward posting about their children online. Computers in Human Behavior, 125, 110.

 

Copyright holder:

Devira Ayusta Putri, Dicky Chresthover Pelupessy (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: