Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 2, Februari 2023

 

PENGARUH WORKPLACE SPIRITUALITY DAN WORKFORCE AGILITY TERHADAP INNOVATIVE WORK BEHAVIOUR DIMEDIASI OLEH READINESS FOR CHANGE GURU DI SEKOLAH XYZ JAKARTA

 

Sri Widiyati

Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pelita Harapan, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan yang sangat sulit saat ini. Salah satu faktor yang menentukan mutu pendidikan yang juga menjadi tokoh penting dalam proses belajar adalah guru. Guru berperan sebagai pendidik, pengajar, dan pelatih anak didik dalam mencapai tujuan pembelajaran dan visi Pendidikan Indonesia 2025 yakni menciptakan penerus bangsa Indonesia yang cerdas serta kompetitif. Penelitian yang dilakukan ini merupakan sebuah penelitian kuantitatif. Untuk penelitian ini berupa penelitian kuantitatif non-eksperimental. Penelitian ini merupakan penelitian yang berkaitan dengan workplace spirituality, workforce agility, readiness for change, dan innovative work behaviour dari guru-guru di Sekolah XYZ Jakarta. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, mulai dengan pengumpulan data, analisis data, dan pembahasan, maka hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif workplace spirituality terhadap readiness for change guru di Sekolah XYZ Jakarta. Dengan perbaikan workplace spirituality guru di Sekolah XYZ Jakarta, maka readiness for change guru juga akan meningkat.

 

Kata kunci: Pendidikan, workplace spirituality, workforce agility

 

Abstract

The world of education is faced with very difficult challenges today. One of the factors that determine the quality of education which is also an important figure in the learning process is the teacher. Teachers play the role of educators, teachers, and coaches for students in achieving the learning goals and vision of Indonesian Education 2025, namely creating a smart and competitive successor to the Indonesian nation. This research is a quantitative study. For this research in the form of non-experimental quantitative research. This research is a study related to workplace spirituality, workforce agility, readiness for change, and innovative work behavior from teachers at Sekolah XYZ Jakarta. Based on the research that has been carried out, starting with data collection, data analysis, and discussion, the results of this study can be concluded that there is a positive influence of workplace spirituality on teacher readiness for change at Sekolah XYZ Jakarta. With the improvement of teacher workplace spirituality at Sekolah XYZ Jakarta, the readiness for teacher change will also increase.

 

Keywords: Education, workplace spirituality, workforce agility

 

Pendahuluan

Kurikulum pendidikan di Indonesia sering terjadi, perubahan, akan tetapi perubahan yang signifikan tidak pernah terjadi. Nadiem Makarim, Mendikbud Ristek Indonesia pun mengakui bahwa sistem pendidikan kita sudah tertinggal dari negara-negara lain di bidang sain, literasi dan numerasi sebelum masa pandemi COVID-19 (Mbato, 2022). Hal ini terlihat dari ranking PISA Indonesia termasuk dalam 10 negara terbawah (Hidayat, 2018). Bahkan Indonesia menduduki ranking 72 dari 78 negara pada ranking literasi (Yoni, 2020). Potensi ketertinggalan Pendidikan negara kita ini semakin besar dengan adanya pandemik COVID-19. Ketimpangan dalam pendidikan Indonesia yang ada sebelum pandemi terbuka semakin lebar (Hanafi, Ikhsan, Saefi, Diyana, & Arifianto, 2021).

Dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan yang sangat sulit saat ini. Salah satu faktor yang menentukan mutu pendidikan yang juga menjadi tokoh penting dalam proses belajar adalah guru. Guru berperan sebagai pendidik, pengajar, dan pelatih anak didik dalam mencapai tujuan pembelajaran dan visi Pendidikan Indonesia 2025 yakni menciptakan penerus bangsa Indonesia yang cerdas serta kompetitif.

Tak heranlah jika performa para guru menjadi pusat perhatian dalam pengelolaan pendidikan dewasa ini. Para guru diharapkan bisa mengembangkan metode pembelajaran yang inovatif dan kreatif sehingga bakat para siswa dapat dikembangkan secara optimal. Dengan inovasi-inovasi dalam dunia pendidikan, maka dunia pendidikan akan terus berkembang dan bisa berjalan dengan efektif sesuai dengan perkembangan zaman dan kondisi lingkungan yang muncul. Dunia pendidikan bisa berjalan seiring dengan perkembangan zaman yang sangat cepat ini.

Para guru di sekolah ditantang untuk mengembangkan ide dan perilaku inovatif akibat perkembangan zaman dan perubahan lingkungan. Ide dan gagasan inovatif ini merupakan perilaku dari masing-masing individu dalam rangka mencapai tahap pengenalan atau mencoba memperkenalkan ide, proses, produk, atau prosedur baru dan berharga dalam pekerjaan, kelompok, atau organisasi (Sutrisno, 2019). Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Supriano, mengungkapkan bahwa inovasi merupakan kunci dalam pembelajaran kepada peserta didik. Hasil dari inovasi para guru akan berpengaruh kepada seluruh peserta didik yang nantinya kuat dalam menghadapi tantangan-tanyangan yang akan muncul nantinya sehingga dapat menjadi sumber daya manusia yang luar biasa (Andriyanti, 2022).

Perspektif baru dibutuhkan untuk melihat betapa pentingnya melakukan terobosan-terobosan baru dalam sistem pendidikan dan proses pembelajaran yang dijalankan oleh para guru dan orang tua. Terobosan atau inovasi yang muncul haruslah disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan di masing-masing daerah, sekolah, bahkan individual.

Ketika guru dihadapkan pada perubahan situasi di sekitar, guru harus tetap bersikap profesional dalam melakukan proses pengajaran kepada peserta didik demi tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan (Murniati, 2008) berpendapat bahwa para guru harus selalu kompeten, produktif, serta inovatif agar bisa memberikan sumbangan yang penting ke sekolah agar sekolah bisa tetap eksis dalam menghadapi situasi yang berubah-ubah secara terus menerus. Guru harus bisa memunculkan perilaku-perilaku kreatif dan inovatif dalam pengajarannya.

(Japar, Fadhillah, & HP, 2019) mengatakan bahwa perilaku inovatif merupakan kunci keberhasilan untuk mencapai tujuan sekolah dimana dengan perilaku inovatif, pendidik mendorong terjadinya perubahan dalam peningkatan mutu sekolah. Seiring dengan perubahan yang terjadi secara terus� menerus di dunia sekitar kita, maka perilaku inovatif akan membantu para guru menemukan metode pembelajaran yang cocok dengan pengetahuan dan teknologi yang baru. Guru dengan perilaku inovatif akan lebih mampu menemukan cara menyelesaikan masalah yang baru dengan menggunakan kemampuan inovasi mereka.

Pengembangan inovasi di sekolah bukanlah hal yang mudah. (Musa, Nurhayati, Jabar, Sulaimawan, & Fauziddin, 2022) mengatakan bahwa salah satu aspek penting dalam pengembangan inovasi di sekolah adalah adanya kolaborasi seluruh warga sekolah. Seluruh pihak yang berada dalam lingkungan sekolah memiliki peran yang penting. Guru sebagai bagian dari warga sekolah hendaknya memiliki visi, misi, tujuan serta pengetahuan yang berkaitan dengan inovasi di sekolah dan cara mengembangkannya (Rusmawati, 2013).

Melalui kerjasama dan koordinasi para guru, maka akan ditemukan lebih banyak makna dan tujuan dari pekerjaan mereka. Ini akan menimbulkan rasa keutuhan dan keterhubungan (Mulyasa, 2022). Secara tidak langsung para guru memberikan dukungan satu sama lain sehingga tujuan dari sekolah bisa tercapai. Dengan dukungan dari lingkungan sekitar para guru ini akan memberikan dampak yang positif. Para guru akan berani menampilkan perilaku inovatif (Jaya, 2022). Kondisi di tempat kerja secara umum berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembentukan innovative work behaviour karyawan (Hanivah & Azizah, 2021).

Kemampuan dari para guru dalam membentuk makna, nilai dan keyakinan merupakan workplace spirituality (WHS, Zauhar, & Saleh, 2014). (Mulianti, 2019) menjelaskan bahwa spiritualitas di tempat kerja merupakan bentuk dari keselarasan dalam bertindak dari individu yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku untuk mewujudkan tujuan dari tempat kerja tersebut. (Chang, 2016) mengatakan bahwa workplace spirituality adalah usaha yang dilakukan dalam menemukan apa yang hendak dicapai oleh individu di kehidupannya dengan cara mengembangkan hubungan yang erat dan baik dengan rekan kerja dan orang lain yang berhubungan dengan pekerjaan, serta adanya kesamaan antara keyakinan dalam diri seseorang dan nilai-nilai dari organisasi tempat mereka bekerja.

Workplace spirituality merupakan sebuah pendekatan yang unik dalam meningkatkan kinerja anggota organisasi dimana melalui pendekatan spiritual ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan nilai-nilai di dalam organisasi. Kolaborasi seluruh anggota dari sebuah organisasi yang terjalin lebih baik. Visi dan misi yang hendak diraih oleh organisasi tersebut akan lebih mudah dicapai dengan kondisi ini (Muntaqo & Al Halim, 2017). Pengaruh workplace spirituality terhadap perilaku inovatif menunjukkan pengaruh positif seperti apa yang disampaikan oleh (RIYANDA, 2022). Mereka menyatakan bahwa workplace spirituality dapat meningkatkan perilaku kerja yang inovatif secara positif dan signifikan. Akan tetapi pada riset lain yang dilakukan oleh (Hanivah & Azizah, 2021) ditemukan bahwa workplace spirituality tidak berpengaruh terhadap perilaku kerja inovatif.

(Shabuur & Mangundjaya, 2020) dalam penelitiannya menemukan bahwa workplace spirituality ini memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan workplace agility pada sektor pendidikan.(Adindo, 2021) mengatakan bahwa organisasi yang memiliki tingkat workforce agility yang tinggi menunjukkan kemungkinan terjadi yang lebih tinggi untuk memperkenalkan semua jenis inovasi. Ketika terjadi perubahan di dunia pendidikan, para guru harus cepat dan tangkas untuk mengadopsi cara-cara baru ke lingkungan sekolah yang cepat, menuntut, dan berubah. Para guru harus aktif, kuat dan berwawasan luas dalam menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan. Pihak sekolah menyadari bahwa para guru harus terus menerus beradaptasi secara cepat dengan perubahan yang terjadi. Disinilah workforce agility berperan dalam menanggapi perubahan yang terjadi di dalam dunia pendidikan.

Sekolah XYZ merupakan salah satu sekolah swasta yang berdiri tahun 1986. Sekolah XYZ memiliki empat unit yaitu Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas. Dalam tiga puluh enam tahun ini terdapat banyak perubahan yang terjadi di dunia pendidikan. Sekolah XYZ dituntut untuk siap menghadapi perubahan tersebut sehingga Sekolah XYZ bisa bertahan di tengah perubahan-perubahan yang terjadi seiring dengan semakin banyak tuntutan perubahan dari pihak pemerintah dan orang tua.

Berdasarkan data dari Yayasan XYZ yang diakses pada tanggal 12 September 2022, jumlah seluruh siswa dari Sekolah XYZ selama tujuh tahun belakangan mengalami penurunan secara perlahan. Berikut adalah tabel jumlah siswa Sekolah XYZ selama enam tahun terakhir.

 

Tabel 1.1 Data Siswa Sekolah XYZ

No

Tahun Ajaran

Jumlah Siswa

1

2016/2017

1.394

2

2017/2018

1.333

3

2018/2019

1.215

4

2019/2020

1.163

5

2020/2021

1.096

6

2021/2022

1.090

Sumber: HRD Sekolah XYZ (2022)

Dengan kondisi seperti ini, Sekolah XYZ harus bisa memunculkan inovasi-inovasi supaya Sekolah XYZ bisa bersaing dengan sekolah-sekolah lain. Perilaku inovatif harus menjadi bagian dari kegiatan pembelajaran para pendidik. Dengan perilaku inovatif maka para pendidik bisa menciptakan ide-ide pengajaran yang menarik dan kreatif. Perilaku inovatif para pendidik merupakan salah satu aspek yang dievaluasi setiap tahunnya. Akan tetapi berdasarkan data yang diberikan oleh Yayasan XYZ, masih terdapat pendidik yang mendapatkan penilaian kinerja yang rendah. Berikut adalah data penilaian kinerja pendidik di Sekolah XYZ:

 

Tabel 1.2 Data Penilaian Kinerja Guru

No

Tahun Ajaran

Nilai A

Nilai B

Nilai C

1

2017/2018

45%

21%

34%

2

2018/2019

1%

30%

69%

3

2019/2020

Tidak ada penilaian karena pandemi

4

2020/2021

62%

34%

4%

Sumber: HRD Sekolah XYZ (2022)

Sebagai sekolah yang memiliki salah satu nilai utama yaitu nilai kepedulian dimana seluruh anggota sekolah harus peka terhadap lingkungan dan situasi, lalu mengambil tindakan yang diperlukan, maka penelitian ini sangat penting dilakukan pada Sekolah XYZ Jakarta. Penelitian tentang pengaruh workplace spirituality dan workforce agility terhadap innovative work behaviour dimediasi oleh readiness for change guru di Sekolah XYZ Jakarta menjadi penelitian yang sangat menarik untuk diteliti di Sekolah XYZ Jakarta.

 

Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini merupakan sebuah penelitian kuantitatif. Untuk penelitian ini berupa penelitian kuantitatif non-eksperimental. Penelitian ini merupakan penelitian yang berkaitan dengan workplace spirituality, workforce agility, readiness for change, dan innovative work behaviour dari guru-guru di Sekolah XYZ Jakarta. Dengan demikian seluruh guru yang mengajar di Sekolah XYZ Jakarta menjadi subjek penelitian ini. Sekolah XYZ Jakarta yang berada di bawah naungan Yayasan XYZ Jakarta saat ini memiliki total 122 orang guru yang bekerja di Sekolah XYZ Jakarta, baik dari Unit TK, Unit SD, Unit SMP, maupun Unit SMA. Adapun penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 7 hingga 12 November 2022 di Sekolah XYZ yang berlokasi di Jakarta Barat. Adapun objek penelitian ini adalah bagaimana pengaruh workplace spirituality dan workforce agility terhadap innovative work behaviour dimediasi oleh readiness for change pada guru di Sekolah XYZ Jakarta.

Berdasarkan penjelasan ini, maka populasi dari penelitian ini adalah guru-guru di Sekolah XYZ Jakarta. Berdasarkan data dari HRD yang diakses pada tanggal 5 Oktober 2022, saat ini terdapat 122 orang guru yang mengajar di Sekolah XYZ Jakarta. Seluruh guru yang berjumlah 122 orang ini merupakan populasi dari penelitian ini. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik non-probability sampling. Jenis Teknik non-probability sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah sampling jenuh (sensus). Sampling jenuh (sensus) adalah sampling yang melibatkan seluruh anggota dari suatu populasi (Nuryadi, et al. 2017, 8).

Pengujian

Instrumen

Populasi

dan Sampel

Pengembangan

Instrumen

Rumusan

Masalah

Landasan

Teori

Perumusan

Hipotesis

Pengumpulan

Data

Analisis

Data

Kesimpulan dan Saran


����������� Seluruh proses yang dilakukan oleh peneliti dalam memecahkan masalah penelitian seperti proses persiapan, proses pelaksanaan, dan proses penulisan laporan penting untuk dicermati agar penelitian bisa berjalan sesuai dengan rencana (Sukardi 2015, 27). �

��������������������������

Gambar 3.1. Komponen dan Proses Penelitian Kuantitatif

Sumber: Sugiyono (2015, 49)

 

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan penelitian. Pengumpulan data ini memerlukan metode-metode yang khusus, sehingga data-data yang diperoleh benar-benar sesuai dengan yang dibutuhkan penelian ini untuk memecahkan permasalahan penelitian (Sugiyono 2015). Teknik pengumpulan data yang paling sering digunakan adalah teknik survey dengan menggunakan alat ukur kuesioner. Kuesioner penelitian disusun berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, mengidentifikasikan variabel-variabel penelitian yang dijelaskan melalui indikator dan dirinci ke dalam pernyataan-pernyataan yang ada di dalam kuesioner (Salim and Haidir 2019, 30).

Teknik Analisis Data ini menggunakan beberapa teknik yaitu : teknik analisis profil responden, teknik analisis statistik deskriptif, analisis statistik outer model, analisis statistik inner model.

 

 

 

Hasil dan Pembahasan

Analisis Statistik Deskriptif

Dalam statistik deskriptif ditampilkan gambaran umum mengenai jawaban yang diberikan oleh responden atas pernyataan penelitian yang terdapat dalam kuesioner. Sugiyono (2019, 226) mengatakan bahwa statistik deskriptif merupakan suatu bentuk statistik yang menggambarkan data yang berasal dari responden apa adanya tanpa membuat kesimpulan secara umum. Penelitian ini menggunakan google form dengan jawaban tertutup. Jawaban yang diberikan pada google form menggunakan rentang skala Likert berikut:

1 = Sangat Tidak Setuju

2 = Tidak Setuju

3 = Ragu-ragu

4 = Setuju

5 = Sangat Setuju

Seluruh jawaban yang diberikan oleh 122 orang responden dikelompokkan dan diuraikan secara detail oleh peneliti. Gambaran empiris dari hasil google form ditampilkan dengan deskriptif statistik yang meliputi nilai rata-rata, nilai minimum, dan nilai maksimum.

Analisa Statistik Inferensial

Statistik inferensial berbeda tujuannya dengan statistik deskriptif. Jika statistik deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran dari jawaban responden, maka statistik inferensial bertujuan untuk mengeneralisasi data sampel dari suatu populasi. Dengan statistik inferensial bisa disimpulkan apakah data yang diperoleh dari sampel bisa digeneralisasikan ataukah tidak. Menurut Sugiyono (2019, 228) yang dimaksud dengan statistik inferensial adalah sebuah teknik statistik yang bertujuan untuk menganalisis data sampel yang kemudian hasilnya diterapkan untuk populasi. Dengan demikian digunakan analisis model pengukuran (outer model) untuk mengukur relasi antara variabel dengan indikator-indikatornya, dan model struktural (inner model) untuk melihat pengaruh hubungan variabel yang diteliti dalam populasi penelitian seperti tabel di bawah ini.

Tabel 4.6 Analisis Statistik Inferensial

Model Pengukuran

(Outer Model)

Model Struktural

(Inner Model)

Uji Validitas Konvergen

Outer Loading Factor

Average Variance Extracted (AVE)

 

Uji Validitas Diskriminan

Cross Loading Factor

Fornell-Larcker Criterion ( AVE)

Heterotrait-Monotrait Ratio (HTMT)

 

Uji Internal Consistency Reliability

Composite Reliability

Cronbach�s Alpha

 

Uji Multikolinearitas � (VIF)

Uji Koefisien Determinasi (R2 dan R2 adjusted)

Uji Ukuran Efek (Effect Size - f2)

Uji Relevansi Prediktif (Q2 Predictive Relevance)

 

Uji Hipotesis:

Uji Pengaruh Mediasi (VAF dan Indirect & Total Effect)

Nilai Koefisien Jalur (Path Coefficient - β)

 

Uji Outer Model

Pengujian outer model mengukur bagaimana masing-masing indikator dalam suatu penelitian memiliki hubungan terhadap variabel laten penelitian tersebut. Dengan kata lain, outer model dapat menjelaskan secara spesifik hubungan antara variabel laten terhadap indikator-indikatornya. Teknik Confimatory Factor Analysis (CFA) merupakan pengujian dimensionalitas suatu konstruk pada outer model. Para peneliti wajib melakukan pengukuran model yang bertujuan untuk menguji validitas dan reabilitas dari indikator-indikator penelitian dengan melakukan Confirmatory Factor Analysis (CFA) sebelum melakukan analisis model struktural atau yang sering disebut sebagai inner model (Ghozali 2021, 85). Outer model dengan indikator refleksif dievaluasi melalui validitas convergent dan discriminant dari indikator pembentuk konstruk laten dan composite reability serta cronbach alpha untuk blok indikatornya. (Ghozali 2021, 85). Berikut ini adalah model pengukuran (outer model) dengan indikator reflektif:

Gambar 4.5 Model Pengukuran (Outer Model)

Uji Validitas Konvergen (Convergent Validity)

Validitas konvergen berkaitan dengan prinsip bahwa pengukur-pengukur (manifest variabel) dari suatu konstruk seharusnya berkorelasi tinggi. Pengujian validitas konvergen dengan indikator refleksif berdasarkan nilai loading factor untuk setiap indikator konstruk. Rule of thumb untuk menilai validitas konvergen yaitu nilai loading factor harus lebih besar dari 0,7 untuk penelitian yang bersifat confirmatory, serta nilai average variance extracted (AVE) harus lebih besar dari 0,5 (Ghozali 2021, 68).

Pada Lampiran B terlihat nilai loading factor untuk masing-masing variabel dan indikator dari setiap konstruk yang akan diuji selanjutnya. Dari nilai loading factor yang muncul, seluruh konstruk menunjukkan nilai yang memenuhi batas ketentuan dari rule of thumb Composite Reliability, begitu juga juga dengan Cronbach�s Alpha. Dengan demikian alat ukur penelitian ini yaitu workplace spirituality, workforce agility, readiness for change, dan innovative work behaviour dapat dikatakan reliabel.

Uji Validitas Diskriminan (Discriminant Validity)

Setelah pengujian validitas konvergen, maka pengujian berikutnya adalah pengujian validitas diskriminan. Validitas diskriminan berkaitan dengan prinsip bahwa pengukur-pengukur konstruk yang berbeda seharusnya tidak berkorelasi tinggi. Pengujian validitas diskriminan dengan indikator refleksif berdasarkan nilai cross loading. Adapun nilai cross loading setiap variabel harus lebih besar dari 0,70. Berikut ini table hasil discriminant validity dari nilai cross loading antara indikator dengan konstruknya masing-masing:

 

Tabel 4.15 Nilai Cross Loading dari Setiap Variabel dan Konstruk

Variabel

X1 Workplace Spirituality

X2 Workforce Agility

Z Readiness for Change

Y Innovative Work Behaviour

X1.1

0.808

0.718

0.751

0.747

X1.2

0.731

0.677

0.717

0.690

X1.3

0.723

0.671

0.681

0.695

X1.4

0.768

0.666

0.702

0.708

X1.5

0.805

0.740

0.719

0.698

X1.6

0.781

0.710

0.711

0.729

X1.7

0.787

0.722

0.727

0.712

X1.8

0.745

0.729

0.720

0.684

X1.9

0.762

0.654

0.684

0.661

X2.1

0.731

0.710

0.682

0.715

X2.2

0.704

0.750

0.716

0.695

X2.3

0.646

0.729

0.684

0.657

X2.4

0.708

0.814

0.718

0.718

X2.5

0.640

0.727

0.629

0.675

X2.6

0.685

0.771

0.680

0.660

X2.7

0.664

0.717

0.685

0.613

X2.8

0.664

0.787

0.697

0.695

X2.9

0.721

0.770

0.719

0.721

Z.1

0.708

0.683

0.762

0.690

Z.2

0.677

0.663

0.766

0.691

Z.3

0.701

0.638

0.742

0.674

Z.4

0.748

0.753

0.802

0.733

Z.5

0.717

0.694

0.728

0.670

Z.6

0.721

0.747

0.777

0.735

Z.7

0.665

0.630

0.715

0.671

Z.8

0.685

0.740

0.768

0.703

Y.1

0.623

0.676

0.654

0.704

Y.2

0.641

0.665

0.666

0.762

Y.3

0.649

0.633

0.673

0.753

Y.4

0.693

0.735

0.714

0.770

Y.5

0.680

0.653

0.645

0.741

Y.6

0.754

0.703

0.726

0.755

Y.7

0.697

0.682

0.707

0.731

Y.8

0.676

0.630

0.668

0.731

Y.9

0.718

0.703

0.693

0.763

Y.10

0.678

0.675

0.690

0.738

�Sumber: Hasil Pengolahan Data (2022)

Dari tabel 4.15 terlihat bahwa nilai korelasi konstruk dengan indikatornya lebih besar dibandingkan dengan nilai korelasi dengan konstruk lainnya. Sebagai contoh, indikator X1.1 (indikator variabel Workplace Spirituality) memiliki nilai Outer Loading 0,808 yang lebih besar daripada nilai Outer Loading pada konstruk lainnya, yaitu 0,718, 0,751, dan 0,747. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa indikator X1.1 sampai indikator X1.9 pada variabel Workplace Spirituality memiliki nilai Outer Loading yang lebih besar daripada nilai Outer Loading pada konstruk lainnya. Begitu pula dengan indikator X2.1 sampai indikator X2.9 pada variabel Workforce Agility, indikator Y1 sampai indikator Y.10 pada variabel Innovative Work Behavior, dan indikator Z.1 sampai indikator Z.8 pada variabel Readiness for Change, memiliki nilai Outer Loading yang lebih besar daripada nilai Outer Loading di konstruk lainnya Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua konstruk laten menunjukkan discriminant validity yang baik karena dapat memprediksi indikator pada bagian mereka lebih baik daripada indikator di bagian lainnya.

Selain dengan melihat nilai cross loading, pengujian validitas diskriminan dapat dilakukan dengan membandingkan akar kuadrat dari nilai Average Variance Extracted (AVE) untuk setiap konstruk dengan nilai korelasi antar konstruk dalam model penelitian. Nilai Average Variance Extracted (AVE) dikatakan baik apabila nilai Average Variance Extracted (AVE) lebih besar dari 0,50 (Ghozali 2021, 68). Berikut ini table nilai AVE dari masing-masing variabel penelitian ini:

 

Tabel 4.16 AVE Value dari Model Penelitian

Variabel

AVE Value

Workplace Spirituality (X1)

0.590

Workforce Agility (X2)

0.568

Readiness for Change (Z)

0.555

Innovative Work Behaviour (Y)

0.574

Sumber: Hasil Pengolahan Data (2022)

 

Tabel 4.16 di atas menunjukkan bahwa nilai AVE Value untuk variabel workplace spirituality, workforce agility, readiness for change, dan innovative work behaviour berada di atas 0,5. Dengan demikian nilai AVE dari pengujian discriminant validity sudah memenuhi persyaratan.

Pengujian discriminant validity bisa dilakukan dengan Heterotrait-monotrait Ratio (HTMT). Discriminant validity dapat dikatakan sangat baik dan telah tercapai apabila nilai HTMT lebih kecil dari 0,90. Berdasarkan table 4.17 di bawah ini dapat dilihat bahwa seluruh Heterotrait-monotrait Ratio (HTMT) untuk variabel workplace spirituality, workforce agility, readiness for change, dan innovative work behaviour berada di bawah 0,90. Dengan demikian nilai Heterotrait-monotrait Ratio (HTMT) dari pengujian discriminant validity sudah memenuhi persyaratan. Berikut ini tabel perhitungan nilai HTMT variabel penelitian ini:

 

�������� ����������������������Tabel 4.17 HTMT dari Model Penelitian

 

X1 Workplace Spirituality

X2 Workplace Agility

Y Innovative Work Behaviour

Z Readiness for Change

X1 Workplace Spirituality

 

 

 

 

X2 Workplace Agility

0,801

 

 

 

Y Innovative Work Behaviour

0,802

0,799

 

 

Z Readiness for Change

0,827

0,818

0,817

 

Sumber: Hasil Pengolahan Data (2022)

 

Berdasarkan hasil pengujian terhadap discriminant validity dan pengujian convergent validity yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa model penelitian ini adalah valid.

Uji Reliabilitas

Pengujian reliabilitas yang dapat dikatakan sebagai pengujian kehandalan alat ukur penelitian bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh alat ukur dapat diandalkan atau dipercaya. Alat ukur yang digunakan dalam suatu penelitian dapat dikategorikan reliabel apabila jawaban dari responden terhadap pernyataan yang diberikan di dalam alat ukur selalu konsisten dari waktu ke waktu (Yusup 2018). Reliabilitas indikator pada alat penelitian ditentukan dari nilai composite reliability dan cronbach�s alpha untuk setiap indikator penelitian. Hasil output dari outer model dari composite reliability penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

 

Tabel 4.18 Nilai Composite Reliability dari Model Penelitian

Variabel

Composite Reliability

Syarat

Cronbach's Alpha

Syarat

Keterangan

X1 (Workplace Spirituality)

0.928

> 0,7

0.913

> 0,6

Reliabel

X2 (Workforce Agility)

0.922

> 0,7

0.904

> 0,6

Reliabel

Z (Readiness for Change)

0.926

> 0,7

0.911

> 0,6

Reliabel

Y (Innovative Work Behavior)

0.915

> 0,7

0.894

> 0,6

Reliabel

Sumber: Hasil Pengolahan Data (2022)

Tabel 4.18 di atas menunjukkan bahwa setiap variabel telah memiliki nilai Composite Reliability di atas 0.7. Adapun nilai terendah Composite Reliability adalah dari variabel Innovative Work Behaviour, yakni sebesar 0.915.� Sedangkan nilai tertinggi Composite Reliability adalah dari variabel Workplace Spirituality (X1), yakni sebesar 0.928. Berdasarkan hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai dari Composite Reliability dari model penelitian ini telah terpenuhi. Untuk nilai Cronbach�s Alpha dari model penelitian ini, pada tabel di atas terlihat bahwa seluruh variabel telah memiliki nilai Cronbach�s Alpha di atas 0.6. Adapun nilai Cronbach�s Alpha terendah adalah dari variabel Innovative Work Behaviour (Y), yakni sebesar 0.894. Sedangkan nilai Cronbach�s Alpha tertinggi adalah dari variabel Workplace Spirituality, yakni sebesar 0.913.

Berdasarkan hasildari perhitungan nilai Composite Reliability dan Cronbach�s Alpha, tdapat ditarik kesimpulan bahwa nilai dari model penelitian telah memenuhi nilai dari Composite Reliability dan Cronbach�s Alpha telah terpenuhi. Dengan demikian alat ukur penelitian ini dapat dikatakan sebagai alat ukur yang terpercaya karena semua alat ukur penelitian ini telah memenuhi kriteria reabilitas alat ukur penelitian.

Uji Inner Model

Setelah melakukan pengujian outer model dengan pengujian validitas dan reabilitas, maka selanjutnya dilakukan pengujian struktural (inner model). Pengukuran inner model bertujuan untuk menganalisis hubungan antarvariabel laten atau variabel yaitu variabel eksogen dan variabel endogen dalam penelitian. Pengukuran model struktural (inner model) penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor), koefisien jalur (path coefficient), dan R-Square.

Uji Multikolinearitas

Pengujian multikolinieritas bertujuan untuk mengukur apakah ada kondisi di mana variabel eksogen memiliki pengaruh yang tinggi dengan variabel eksogen lain sehingga dapat menyebabkan prediksi model penelitian tidak baik. Semakin tinggil nilai VIF, maka semakin kuat kolinearitas antar variael eksogen, dan sebaliknya. Pengujian multikolinieritas untuk kontruks formatif mutlak diperlukan dengan menghitung nilai Variance Inflation Factor (VIF). Nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang direkomendasikan adalah di bawah 10 atau di bawah 5 (<10 atau <5) dan nilai tolerance lebih besar dari 0,10 atau lebih besar dari 0,20 (>0,10 atau >0,20) (Ghozali 2021, 71). Berikut adalah tabel hasil uji multikolinearitas penelitian ini:

 

Tabel 4.19 Hasil Uji Multikolinearitas

 

X1 Workplace Spirituality

X2 Workplace Agility

Y Innovative Work Behaviour

Z Readiness for Change

X1 Workplace Spirituality

 

 

8,550

5,820

X2 Workplace Agility

 

 

7,454

5,820

Y Innovative Work Behaviour

 

 

Z Readiness for Change

 

 

9,210

Sumber: Hasil Pengolahan Data (2022)

Berdasarkan tabel 4.19 di atas, seluruh nilai VIF berada di bawah 10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan antara variabel eksogen tidak tinggi atau tidak terjadi multikolinearitas dalam penelitian ini.

Uji Koefisien Determinasi

Pengujian inner model berdasarkan koefisien determinasi yang bertujuan untuk menjelaskan apakah ada pengaruh yang subtantif dari variabel laten eksogen tertentu terhadap variabel laten endogen. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 dan 1. Chin (1998) menjelaskan kriteria batasan nilai R-Squares dapat dibagi ke dalam tiga klasifikasi yaitu 0.67, 0.33, dan 0.19 yang dikategorikan sebagai substansial, moderat, dan lemah, sedangkan (Ghozali 2021, 73) menyatakan bahwa kriteria nilai R-Squares ini adalah 0.75, 0.50, dan 0.25 yang dikategorikan sebagai kuat, sedang dan lemah. Dari table 4.20 di bawah ini dapat dilihat bahwa nilai R-Square yang diperoleh di atas 0,75. Ini menunjukkan bahwa model kuat dan variabel endogen memiliki pengaruh yang substantif. Dengan kata lain dengan tingginya nilai R-Square yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa variabel workplace spirituality dan workforce agility memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel innovative work behaviour dan readiness for change.

Tabel 4.20 Nilai R-Square dan R-Square Adjusted dari Model Penelitian

Konstruk

R-Square

R-Square Adjusted

Y Innovative Work Behaviour

0.884

0.881

Z Readiness for Change

0.891

0.890

Sumber: Hasil Pengolahan Data (2022)

Pengujian dengan koefisien determinasi memiliki kelemahan yakni bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Nilai R-Square meningkat dengan bertambahnya satu variabel independen. Oleh sebab itu diperlukan pengujian analisis R-Square Adjusted yang bertujuan untuk melihat berapa persen pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen (Ghozali, 2013). Nilai R-Square Adjusted berasal dari nilai R-Square yang disesuaikan dengan ukuran model penelitian. Berbeda dengan nilai R-Square, nilai R-Square Adjusted dapat naik atau turun jika satu variabel independen ditambahkan ke dalam model. Dengan kata lain nilai R-Square Adjusted tidak selalu bertambah apabila dilakukan penambahan variabel.

Berdasarkan Tabel 4.20 terlihat bahwa hubungan antar konstruk berdasarkan nilai R-Square Adjusted dari variabel variabel Innovative Work Behaviour (Y) adalah sebesar 0,881. Nilai ini menunjukkan bahwa 88,1% dari variabel Innovative Work Behaviour (Y) dapat dipengaruhi oleh variabel Workplace Spirituality (X1) Workforce Agility (X2), dan Readiness for Change (Z). Sebesar 11.9% dari nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel Innovative Work Behaviour (Y) dipengaruhi oleh variabel lain di luar dari variabel yang diteliti. Begitu juga dengan nilai R-Square Adjusted dari variabel Readiness for Change (Z) adalah sebesar 0,890. Nilai ini menunjukkan bahwa 89% dari variabel Readiness for Change (Z) dapat dipengaruhi oleh variabel Workplace Spirituality (X1) dan Workforce Agility (X2). Sebesar 11% dari nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel Readiness for Change (Z) dipengaruhi oleh variabel lain di luar dari variabel yang diteliti.

Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis antar konstruk dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antar variabel laten dalam penelitian ini. Perhitungan Uji hipotesis dengan menggunakan SmartPLS 3.3.2 dapat dilihat dari besaran nilai koefisien jalur (Path Coefficient). Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan software SmartPLS 3.0 dapat dilihat pada tabel berikut sebagai berikut:

 

Tabel 4.21 Nilai Path Coefficient dari Pengaruh Langsung

Hipotesa

Hubungan Antar Konstruk

Path Coefficient

H1

Workplace Spirituality � Readiness for Change

0.545

H2

Workforce Agility � Readiness for Change

0.421

H3

Workplace Spirituality � Innovative Work Behaviour

0.331

H4

Workforce Agility -> Innovative Work Behaviour

0.289

H5

Readiness for Change � Innovative Work Behaviour

0.347

Sumber: Hasil Pengolahan Data (2022)

 

Berdasarkan pengolahan data di atas, maka dapat diperoleh model penelitian dengan koefisien jalur (Path Coefficient) sebagai berikut:

 

X1 Workplace Spirituality

 

����������������

����������������������������

Y Innovative Work Behaviour

 

Z Readiness for Change

 

������������������������������������������������������������������������������� 0.331

�������������������������������������� 0.545

���������������������������������������������������������������������������������������� 0.347

X2 Workforce Agility

 

����������������������������������������� 0.421

������������������������������������������������������������������������������������ 0.289

�

�

 

 

 

Gambar 4.6 Model Uji Koefisien Jalur

Sumber: Hasil Pengolahan Data (2022)

Dari hasil pengolahan data pada tabel 4.21 dan gambar 4.6 maka persamaan struktural penelitian ini adalah sebagai berikut:�

I.               Z = 0,545 X1 + 0,421 X2 + e, R2 = 0.891

II.             Y = 0,331 X1 + 0,289 X2 + 0,347 Z + e, R2 = 0.884

Dari gambar 4.5 terlihat bahwa variabel yang lebih besar pengaruhnya terhadap readiness for change adalah workplace spirituality dengan nilai koefisien jalur sebesar 0,545. Begitu juga dengan variabel endogen yang paling berpengaruh terhadap variabel innovative work behaviour adalah variabel workplace spirituality dengan nilai koefisien jalur sebesar 0.331.

Pembahasan

Pengaruh Workplace Spirituality Terhadap Readiness for Change

Hasil penelitian ini yang diketahui bahwa workplace spirituality berpengaruh signifikan terhadap readiness for change. Hal ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa workplace spirituality sebagai sarana yang efektif untuk meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas organisasi dan bermanfaat untuk mengendalikan pengalaman tentang perilaku di tempat kerja sehingga dapat mempengaruhi kesiapan di tempat kerja (Lata and Chaudhary 2021, 663).

Meningkatkan kesejahteraan guru di sekolah merupakan isu penting yang perlu dibenahiSaat ini banyak ditemukan permasalahan yang berkaitan dengan guru dan mempengaruhi profesionalisme guru dalam mengajar (Na'imah 2020, 1130). Terdapat beberapa kajian temuan tentang faktor-faktor yang berimplikasi pada kesiapan untuk perubahan yaitu adanya perencanaan kebijakan dengan pendekatan yang terdiferensiasi dan terdesentralisasi serta adanya pengembangan profesional yang efektif serta bermanfaat (Kosenok, et al. 2021, 820). Akuntabilitas guru yang meningkat dapat meningkatkan mutu pengajaran (Tabatadze and Chachkhianic 2021, 80)Pengenalan mekanisme akuntabilitas yang efektif dapat secara positif memengaruhi kualitas pengajaran (Na'imah 2020, 131). Selain itu, penelitian lain membuktikan bahwa peran serta berbagai pihak juga akan mempengaruhi dalam proses kesiapan perubahan guru. Pengalaman spiritualitas di tempat kerja akan memiliki pengaruh pada kesiapan mereka terhadap perubahan dan perilaku kerja yang inovatif (Russamsi, Hadian and Nurlaeli 2020, 3). Penerapan Workplace Spirituality saat bekerja menjadi faktor penting dalam keberhasilan penerapan pendekatan guru dalam kegiatan profesionalnya (Danilova 2021, 16).

Pengaruh Workforce Agility Terhadap Readiness for Change

Workforce agility ini sangat dibutuhkan oleh organisasi mengingat organisasi secara terus menerus dituntut untuk beradaptasi secara terus menerus terhadap perubahan yang terjadi dan menyesuaikan arah strategis dari bisnis inti organisasi tersebut pada beberapa dimensi seperti dimensi kelincahan strategis, dimensi kelincahan organisasi, dan dimensi kelincahan bisnis. Workforce agility menentukan proaktivitas, fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi, ketahanan, dan kompetensi yang dimiliki (Junior and Saltorato 2021, 160). Hal ini sejalan dengan penelitian ini bahwa terdapat pengaruh Workforce Agility terhadap Readiness for Change.

Agility adalah semua tentang menjaga keseimbangan antara belajar, orang dan perubahanSiswa yang mengalami lingkungan belajar yang gesit dapat dengan mudah memahami pentingnya menjadi relevan dengan segala jenis perubahan termasuk pandemiKetangkasan guru adalah bahan utama untuk keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran (Sree and Das 2021, 13). Institusi pendidikan tinggi terus-menerus membutuhkan pengembangan strategi operasional baru untuk mempersiapkan siswa agar tanggap terhadap tuntutan yang sedang berlangsung dari berbagai jalanKetangkasan sangat dibutuhkan di lembaga pendidikan yang mempersiapkan talenta masa depan (Wakila 2021, 44).

Pengaruh Workplace Spirituality Terhadap Innovative Work Behaviour

Spiritualitas tempat kerja merupakan nilai penting bagi guru. Hal ini didukung dengan hasil penelitian ini bahwa terdapat pengaruh workplace spirituality terhadap innovative work behaviour. Hal ini sejalan dengan penelitian lain yang dilakukan bahwa karyawan yang mewarisi spiritual dengan cepat beralih ke perubahan baru yang terjadi dengan sangat cepat dalam kehidupan kita sehari-hari dengan cara yang masing-masing  (Saeed, et al. 2022).

Pada saat proses pembelajaran sangat membutuhkan pengajar profesional yang bersemangat untuk berkembang dan bertumbuh dengan mempertahankan profesionalitas yang memandang hidup secara optimis dan memamerkan pikiran terbuka untuk mengumpulkan kebijaksanaan untuk pengembangan pribadimemiliki keterampilan analitis yang baik, dan dapat menyesuaikan diri secara terus menerus dengan perubahan lingkungan kerja (Paul, Jena and Sahoo 2021, 138).

Pengaruh Workforce Agility Terhadap Innovative Work Behaviour

Interaksi antara tempat bekerja dan inovasi sangat relevan dalam bekerja (Franco and Landini 2022, 8). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukan bahwa Workforce Agility berpengaruh signifikan terhadap Innovative Work Behavior. Workforce Agility, mempengaruhi kinerja inovatifDalam perspektif ekonomi organisasi yang menekankan peran motif perilaku dan sikap manusia dalam proses inovasi.  Tingkat ketrampilan yang tinggi merangsang kreativitas dan inovasi.  Perusahaan dengan Workforce Agility yang lebih tinggi lebih cenderung berinovasi (Franco and Landini 2022, 9)Ketangkasan tenaga kerja meningkatkan motivasi kerja di tempat kerja, mendukung perilaku berorientasi inovasiImplikasi manajerial dan kebijakan dibahasterutama untuk inovasi proses. Selain itu, kontribusi praktik terkait ketangkasan cenderung lebih lemah (walaupun tidak ada) mendukung perilaku berorientasi inovasi�(Petermann and Zacher 2021, 1401).

Workforce Agility muncul sebagai prioritas tertinggi bagi penyedia layanan dan infrastruktur tempat kerja. 'Agility' berarti terus meningkatkan pekerjaan dan infrastruktur yang memungkinkannyaWorkforce Agility adalah tempat kerja yang terus berubah, menyesuaikan, dan merespons pembelajaran organisasi sehingga dapat menciptakan hubungan yang dinamis antara pekerjaan dan tempat kerja serta alat-alat kerja (Paris, Olson and Stevenson 2018)Reputasi tempat kerja memiliki kontribusi yang sangat kuat dan positif terhadap Workforce Agility (Kingsley and Onuoha 2019, 48).

Pengaruh Readiness for Change Terhadap Innovative Work Behaviour

Ketertarikan untuk menyelenggarakan kegiatan guru dalam kondisi perubahan inovatif disebabkan oleh faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan secara keseluruhan dan aktivitas guru secara individual. Masyarakat membutuhkan spesialis format baru - insinyur yang aktif secara sosial dan profesional dengan fitur pribadi yang jelas dan kompetensi unikKemajuan ilmiah dan teknis yang cepat, integrasi inovasi ke proses pendidikan terkait dengan kebutuhan untuk bekerja dalam kondisi persaingan yang tinggi dan memanfaatkan peluang lingkungan pendidikan dan infrastruktur perguruan tinggi untuk tujuan menyelenggarakan interkoneksi semua peserta proses pendidikan. Guru memiliki kebutuhan untuk mengatasi tantangan masyarakat dan bereaksi secara memadai terhadap perubahan inovatif untuk menjaga daya saing dan permintaan yang tinggiPerlunya pembentukan lingkungan baru, perubahan perilaku profesional guru pada pendidikan tinggi teknik dicatat berdasarkan penelitian kegiatan profesional-pedagogis guru. Hal ini terkait dengan penguatan peran guru tidak hanya sebagai media pengetahuan, tetapi sebagai pusat perubahan pendidikan dan menghasilkan inovatif� (Saeed, et al. 2022, 38). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini yaitu terdapat pengaruh dari variabel Workforce Agility terhadap Innovative Work Behaviour melalui variabel Readiness for Change.

Pengaruh Workplace Spirrituality dan Workforce Agility Terhadap Innovative Work Behaviour Melalui Readiness for Change Guru

Spiritualitas adalah salah satu perubahan dalam organisasi. Fenomena ini ditandai dengan banyaknya guru yang memiliki spiritual yang lebih tinggi dalam pekerjaan dan kehidupan pribadinya. Kondisi ini menjadi tantangan bagi pimpinan perusahaan untuk menciptakan lingkungan kerja kondusif untuk merangkul tujuan spiritual. Salah satu solusi kredibel untuk mengatasi tantangan pengelolaan sumber daya manusia adalah menciptakan spiritualitas tempat kerja. Oleh karena itu, spiritualitas tempat kerja merupakan salah satu imovasi dalam mengatasi masalah sumber daya manusia pada lingkungan kerja. Pengembangan spiritualitas tempat kerja memberikan tiga manfaat: individu, organisasi, dan komunitas sosial. Pada tingkat individu, spiritualitas tempat kerja meningkatkan potensi dan kinerja karyawan serta menumbuhkan motivasi, harga diri, dan konsep diri. Berbagai penelitian empiris juga membuktikan spiritualitas tempat kerja tersebut dipengaruhi kepuasan kerja, keterlibatan, komitmen, dan kesejahteraan karyawan. Di tingkat organisasi, spiritualitas tempat kerja menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dan keuntungan daripada organisasi yang mengabaikan spiritualitas Lingkungan kerja yang kondusif akan meningkatkan komitmen karyawan terhadap organisasi. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan spiritualitas tempat kerja sebagai mediator hubungan kepemimpinan spiritual dan komitmen (Junior and Saltorato 2021, 163).

 

 

 

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, mulai dengan pengumpulan data, analisis data, dan pembahasan, maka hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif workplace spirituality terhadap readiness for change guru di Sekolah XYZ Jakarta. Dengan perbaikan workplace spirituality guru di Sekolah XYZ Jakarta, maka readiness for change guru juga akan meningkat. Terdapat pengaruh positif workforce agility terhadap readiness for change guru di Sekolah XYZ Jakarta. Dengan adanya perbaikan pada workforce agility guru di Sekolah XYZ, maka readiness for change guru juga akan meningkat. Terdapat pengaruh positif workforce spirituality terhadap innovative work behaviour guru di Sekolah XYZ Jakarta. Dengan adanya perbaikan pada workforce spirituality guru di Sekolah XYZ, maka innovative work behaviour guru di Sekolah XYZ Jakarta akan meningkat. Terdapat pengaruh positif workforce agility terhadap innovative work bbehaviour guru di Sekolah XYZ Jakarta. Dengan adanya perbaikan pada workforce agility guru di Sekolah XYZ, maka innovative work behaviour guru di Sekolah XYZ Jakarta akan meningkat.

Terdapat pengaruh positif readiness for change guru terhadap innovative work bbehaviour guru di Sekolah XYZ Jakarta. Dengan adanya perbaikan pada readiness for change guru di Sekolah XYZ, maka innovative work behaviour guru di Sekolah XYZ Jakarta akan meningkat. Terdapat pengaruh positif readiness for change guru terhadap innovative work bbehaviour guru di Sekolah XYZ Jakarta. Dengan adanya perbaikan pada readiness for change guru di Sekolah XYZ, maka innovative work behaviour guru di Sekolah XYZ Jakarta akan meningkat. Terdapat pengaruh positif workplace spirituality dan workforce agility terhadap innovative work behaviour melalui readiness for change guru di Sekolah XYZ Jakarta. Dengan adanya perbaikan pada workplace spirituality dan workforce agility, maka readiness for change guru di Sekolah XYZ akan meningkat, sehingga innovative work behaviour guru di Sekolah XYZ Jakarta juga akan meningkat. Terdapat pengaruh positif workforce agility terhadap innovative work behaviour melalui readiness for change guru di Sekolah XYZ Jakarta. Dengan adanya perbaikan pada workforce agility, maka readiness for change guru di Sekolah XYZ akan meningkat, sehingga innovative work behaviour guru di Sekolah XYZ Jakarta juga akan meningkat.

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Adindo, Apri Winge. (2021). Kewirausahaan Dan Studi Kelayakan Bisnis Untuk Memulai Dan Mengelola Bisnis. Deepublish.

 

Andriyanti, Renika Mila. (2022). Implementasi Pelayanan Sertifikasi Guru Melalui Sistem Informasi Pendidik Dan Tenaga Kependidikan (Simpatika) Di Seksi Pendidikan Madrasah Kementerian Agama Kabupaten Sidoarjo. Uin Sunan Ampel Surabaya.

 

Chang, William. (2016). Spiritualitas Tempat Kerja Dan Dampaknya Bagi Keefektifan Organisasi. Jurnal Ledalero, 15(1), 119�133.

 

Hanafi, Yusuf, Ikhsan, M. Alifudin, Saefi, Muhammad, Diyana, Tsania Nur, & Arifianto, Muhammad Lukman. (2021). Pendidikan Agama Islam Di Masa Pandemi Covid-19: Tantangan Dan Respon. Delta Pijar Khatulistiwa.

 

Hanivah, Nisa Dwi, & Azizah, Siti Nur. (2021). Kerja Dan Spiritualitas Di Tempat Kerja Terhadap Perilaku Kerja Inovatif Pada Pegawai Uptd Puskesmas Gombong Ii. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi (Jimmba), 3(1), 154�168.

 

Hidayat, Saleh. (2018). Peningkatan Mutu Penelitian Di Indonesia Dalam Mengatasi Masalah Pendidikan. Bioilmi: Jurnal Pendidikan, 4(2), 34�44.

 

Japar, Muhammad, Fadhillah, Dini Nur, & Hp, Ganang Lakshita. (2019). Media Dan Teknologi Pembelajaran Ppkn. Jakad Media Publishing.

 

Jaya, Wayan Satria. (2022). Kinerja Guru Ditinjau Dari Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Dan Motivasi Kerja. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(3), 1286�1294.

 

Mbato, Concilianus Laos. (2022). Pendidikan Indonesia Masa Depan: Tantangan, Strategi, Dan Peran Universitas Sanata Dharma. Sanata Dharma University Press.

Mulianti, Annisa Ratu. (2019). Pengaruh Komitmen Organisasi Dan Spiritualitas Di Tempat Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Perum Bulog Divisi Regional Kalimantan Selatan Kota Banjarmasin. Inovatif, 1(1).

 

Mulyasa, H. Enco. (2022). Manajemen Dan Kepemimpinan Kepala Sekolah. Bumi Aksara.

 

Muntaqo, Rifqi, & Al Halim, A. Adibudin. (2017). Peningkatkan Mutu Pendidikan Melalui Budaya Organisasi Di Madrasah Aliyah Ali Maksum Yogyakarta. Jurnal Pancar (Pendidik Anak Cerdas Dan Pintar), 1(1).

 

Murniati, A. R. (2008). Manajemen Stratejik: Peran Kepala Sekolah Dalam Pemberdayaan. Perdana Publishing.

 

Musa, Safuri, Nurhayati, Sri, Jabar, Reny, Sulaimawan, Deddy, & Fauziddin, Mohammad. (2022). Upaya Dan Tantangan Kepala Sekolah Paud Dalam Mengembangkan Lembaga Dan Memotivasi Guru Untuk Mengikuti Program Sekolah Penggerak. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(5), 4239�4254.

 

Riyanda, Fasa Yogi. (2022). Peningkatan Employee Performance Melalui Knowledge Donating, Work Experience Dan Workplace Spirituality Dengan Innovation Behaviour Sebagai Variabel Mediasi (Studi Pada Karyawan Nasmoco Jateng & Diy). Universitas Islam Sultan Agung.

 

Rusmawati, Vivi. (2013). Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Upaya Meningkatkan Disiplin Kerja Guru Pada Sdn 018 Balikpapan. Jurnal Administrasi Negara, 1(2), 1�19.

 

Shabuur, Muchammad Ishak, & Mangundjaya, Wustari L. (2020). Pengelolaan Stres Dan Peningkatan Produktivitas Kerja Selama Work From Home Pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Psikologi Udayana, 7(2), 93�109.

 

Sutrisno, H. Edy. (2019). Budaya Organisasi. Prenada Media.

 

Whs, Sutan Rachman, Zauhar, Soesilo, & Saleh, Choirul. (2014). Workplace Spirituality Tenaga Kependidikan Universitas Brawijaya (Studi Pada Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam Dan Matematika Serta Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik). Wacana Journal Of Social And Humanity Studies, 17(3), 171�182.

 

Yoni, Efri. (2020). Pentingnya Minat Baca Dalam Mendorong Kemajuan Dunia Pendidikan. Inovasi Pendidikan, 7(1).

 

 

Copyright holder:

Sri Widiyati (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: