Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No.
2, Februari 2023
PENGARUH
WORKPLACE SPIRITUALITY DAN WORKFORCE AGILITY TERHADAP INNOVATIVE WORK BEHAVIOUR DIMEDIASI OLEH
READINESS FOR CHANGE GURU DI SEKOLAH
XYZ JAKARTA
Sri Widiyati
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pelita Harapan, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan yang sangat sulit saat ini. Salah satu faktor yang menentukan mutu pendidikan yang juga menjadi tokoh penting dalam proses belajar adalah guru. Guru berperan sebagai pendidik, pengajar, dan pelatih anak didik dalam mencapai tujuan pembelajaran dan visi Pendidikan Indonesia 2025 yakni menciptakan penerus bangsa Indonesia yang cerdas serta kompetitif. Penelitian yang dilakukan ini merupakan sebuah penelitian kuantitatif. Untuk penelitian ini berupa penelitian kuantitatif non-eksperimental. Penelitian ini merupakan penelitian yang berkaitan dengan workplace spirituality, workforce agility, readiness for change, dan innovative work behaviour dari guru-guru di Sekolah XYZ Jakarta. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, mulai dengan pengumpulan data, analisis data, dan pembahasan, maka hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif workplace spirituality terhadap readiness for change guru di Sekolah XYZ Jakarta. Dengan perbaikan workplace spirituality guru di Sekolah XYZ Jakarta, maka readiness for change guru juga akan meningkat.
Kata kunci: Pendidikan, workplace spirituality, workforce agility
Abstract
The world of education is faced with very difficult challenges today.
One of the factors that determine the quality of education which is also an
important figure in the learning process is the teacher. Teachers play the role
of educators, teachers, and coaches for students in achieving the learning
goals and vision of Indonesian Education 2025, namely creating a smart and
competitive successor to the Indonesian nation. This research is a quantitative
study. For this research in the form of non-experimental quantitative research.
This research is a study related to workplace spirituality, workforce agility,
readiness for change, and innovative work behavior from teachers at Sekolah XYZ Jakarta. Based on the research that has been
carried out, starting with data collection, data analysis, and discussion, the
results of this study can be concluded that there is a positive influence of
workplace spirituality on teacher readiness for change at Sekolah
XYZ Jakarta. With the improvement of teacher workplace spirituality at Sekolah XYZ Jakarta, the readiness for teacher change will
also increase.
Keywords: Education, workplace spirituality, workforce agility
Pendahuluan
Kurikulum pendidikan di
Indonesia sering terjadi, perubahan, akan tetapi perubahan yang signifikan tidak pernah terjadi. Nadiem Makarim, Mendikbud Ristek Indonesia pun mengakui bahwa sistem pendidikan kita sudah tertinggal
dari negara-negara lain di bidang
sain, literasi dan numerasi sebelum masa pandemi COVID-19 (Mbato, 2022). Hal ini terlihat dari ranking PISA Indonesia termasuk
dalam 10 negara terbawah (Hidayat, 2018). Bahkan Indonesia menduduki ranking 72 dari 78
negara pada ranking literasi (Yoni, 2020). Potensi ketertinggalan Pendidikan negara kita
ini semakin besar dengan adanya
pandemik COVID-19. Ketimpangan
dalam pendidikan Indonesia
yang ada sebelum pandemi terbuka semakin lebar (Hanafi, Ikhsan, Saefi,
Diyana, & Arifianto, 2021).
Dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan yang sangat sulit saat ini. Salah satu faktor yang menentukan mutu pendidikan yang juga menjadi tokoh penting dalam proses belajar adalah guru. Guru berperan sebagai pendidik, pengajar, dan pelatih anak didik dalam mencapai tujuan pembelajaran dan visi Pendidikan Indonesia 2025 yakni menciptakan penerus bangsa Indonesia yang cerdas serta kompetitif.
Tak heranlah jika performa para guru menjadi pusat perhatian dalam pengelolaan pendidikan dewasa ini. Para guru diharapkan bisa mengembangkan metode pembelajaran yang inovatif dan kreatif sehingga bakat para siswa dapat dikembangkan secara optimal. Dengan inovasi-inovasi dalam dunia pendidikan, maka dunia pendidikan akan terus berkembang dan bisa berjalan dengan efektif sesuai dengan perkembangan zaman dan kondisi lingkungan yang muncul. Dunia pendidikan bisa berjalan seiring dengan perkembangan zaman yang sangat cepat ini.
Para guru
di sekolah ditantang untuk mengembangkan ide dan perilaku inovatif akibat perkembangan zaman dan perubahan lingkungan. Ide dan gagasan inovatif ini merupakan perilaku dari masing-masing individu dalam rangka mencapai
tahap pengenalan atau mencoba memperkenalkan
ide, proses, produk, atau prosedur baru dan berharga dalam pekerjaan, kelompok, atau organisasi (Sutrisno, 2019). Direktur Jenderal
Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud),
Supriano, mengungkapkan bahwa inovasi merupakan
kunci dalam pembelajaran kepada peserta didik. Hasil dari inovasi para guru akan berpengaruh kepada seluruh peserta didik yang nantinya kuat dalam
menghadapi tantangan-tanyangan
yang akan muncul nantinya sehingga dapat menjadi sumber
daya manusia yang luar biasa (Andriyanti, 2022).
Perspektif baru dibutuhkan
untuk melihat betapa pentingnya melakukan terobosan-terobosan baru dalam sistem
pendidikan dan proses pembelajaran
yang dijalankan oleh para guru dan orang tua. Terobosan atau inovasi yang muncul haruslah disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan di
masing-masing daerah, sekolah,
bahkan individual.
Ketika guru dihadapkan pada perubahan situasi di sekitar, guru harus tetap bersikap
profesional dalam melakukan proses pengajaran kepada peserta didik demi tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan (Murniati, 2008) berpendapat
bahwa para guru harus selalu kompeten, produktif, serta inovatif agar bisa memberikan sumbangan yang penting ke sekolah
agar sekolah bisa tetap eksis dalam
menghadapi situasi yang berubah-ubah secara terus menerus. Guru harus bisa memunculkan
perilaku-perilaku kreatif
dan inovatif dalam pengajarannya.
(Japar, Fadhillah, & HP, 2019) mengatakan bahwa perilaku inovatif merupakan kunci keberhasilan untuk mencapai tujuan sekolah dimana dengan perilaku inovatif, pendidik mendorong terjadinya perubahan dalam peningkatan mutu sekolah. Seiring dengan perubahan yang terjadi secara terus� menerus di dunia sekitar kita, maka perilaku inovatif akan membantu para guru menemukan metode pembelajaran yang cocok dengan pengetahuan dan teknologi yang baru. Guru dengan perilaku inovatif akan lebih mampu menemukan cara menyelesaikan masalah yang baru dengan menggunakan kemampuan inovasi mereka.
Pengembangan inovasi di sekolah bukanlah hal yang mudah. (Musa, Nurhayati, Jabar, Sulaimawan, & Fauziddin, 2022) mengatakan bahwa salah satu aspek penting dalam pengembangan inovasi di sekolah adalah adanya kolaborasi seluruh warga sekolah. Seluruh pihak yang berada dalam lingkungan sekolah memiliki peran yang penting. Guru sebagai bagian dari warga sekolah hendaknya memiliki visi, misi, tujuan serta pengetahuan yang berkaitan dengan inovasi di sekolah dan cara mengembangkannya (Rusmawati, 2013).
Melalui kerjasama dan koordinasi para guru, maka akan ditemukan lebih banyak makna dan tujuan dari pekerjaan mereka. Ini akan menimbulkan rasa keutuhan dan keterhubungan (Mulyasa, 2022). Secara tidak langsung para guru memberikan dukungan satu sama lain sehingga tujuan dari sekolah bisa tercapai. Dengan dukungan dari lingkungan sekitar para guru ini akan memberikan dampak yang positif. Para guru akan berani menampilkan perilaku inovatif (Jaya, 2022). Kondisi di tempat kerja secara umum berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembentukan innovative work behaviour karyawan (Hanivah & Azizah, 2021).
Kemampuan dari para guru dalam membentuk makna, nilai dan keyakinan merupakan workplace spirituality (WHS, Zauhar, & Saleh, 2014). (Mulianti, 2019) menjelaskan bahwa spiritualitas di tempat kerja merupakan bentuk dari keselarasan dalam bertindak dari individu yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku untuk mewujudkan tujuan dari tempat kerja tersebut. (Chang, 2016) mengatakan bahwa workplace spirituality adalah usaha yang dilakukan dalam menemukan apa yang hendak dicapai oleh individu di kehidupannya dengan cara mengembangkan hubungan yang erat dan baik dengan rekan kerja dan orang lain yang berhubungan dengan pekerjaan, serta adanya kesamaan antara keyakinan dalam diri seseorang dan nilai-nilai dari organisasi tempat mereka bekerja.
Workplace spirituality merupakan sebuah pendekatan yang unik dalam meningkatkan kinerja anggota organisasi dimana melalui pendekatan spiritual ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan nilai-nilai di dalam organisasi. Kolaborasi seluruh anggota dari sebuah organisasi yang terjalin lebih baik. Visi dan misi yang hendak diraih oleh organisasi tersebut akan lebih mudah dicapai dengan kondisi ini (Muntaqo & Al Halim, 2017). Pengaruh workplace spirituality terhadap perilaku inovatif menunjukkan pengaruh positif seperti apa yang disampaikan oleh (RIYANDA, 2022). Mereka menyatakan bahwa workplace spirituality dapat meningkatkan perilaku kerja yang inovatif secara positif dan signifikan. Akan tetapi pada riset lain yang dilakukan oleh (Hanivah & Azizah, 2021) ditemukan bahwa workplace spirituality tidak berpengaruh terhadap perilaku kerja inovatif.
(Shabuur & Mangundjaya, 2020) dalam penelitiannya menemukan bahwa workplace spirituality ini memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan workplace agility pada sektor pendidikan.(Adindo, 2021) mengatakan bahwa organisasi yang memiliki tingkat workforce agility yang tinggi menunjukkan kemungkinan terjadi yang lebih tinggi untuk memperkenalkan semua jenis inovasi. Ketika terjadi perubahan di dunia pendidikan, para guru harus cepat dan tangkas untuk mengadopsi cara-cara baru ke lingkungan sekolah yang cepat, menuntut, dan berubah. Para guru harus aktif, kuat dan berwawasan luas dalam menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan. Pihak sekolah menyadari bahwa para guru harus terus menerus beradaptasi secara cepat dengan perubahan yang terjadi. Disinilah workforce agility berperan dalam menanggapi perubahan yang terjadi di dalam dunia pendidikan.
Sekolah XYZ merupakan salah satu sekolah swasta yang berdiri tahun 1986. Sekolah XYZ memiliki empat unit yaitu Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas. Dalam tiga puluh enam tahun ini terdapat banyak perubahan yang terjadi di dunia pendidikan. Sekolah XYZ dituntut untuk siap menghadapi perubahan tersebut sehingga Sekolah XYZ bisa bertahan di tengah perubahan-perubahan yang terjadi seiring dengan semakin banyak tuntutan perubahan dari pihak pemerintah dan orang tua.
Berdasarkan data dari Yayasan XYZ yang diakses pada tanggal 12 September 2022, jumlah seluruh siswa dari Sekolah XYZ selama tujuh tahun belakangan mengalami penurunan secara perlahan. Berikut adalah tabel jumlah siswa Sekolah XYZ selama enam tahun terakhir.
Tabel 1.1 Data Siswa Sekolah
XYZ
No |
Tahun Ajaran |
Jumlah Siswa |
1 |
2016/2017 |
1.394 |
2 |
2017/2018 |
1.333 |
3 |
2018/2019 |
1.215 |
4 |
2019/2020 |
1.163 |
5 |
2020/2021 |
1.096 |
6 |
2021/2022 |
1.090 |
Sumber: HRD Sekolah XYZ (2022)
Dengan kondisi seperti ini, Sekolah XYZ harus bisa memunculkan inovasi-inovasi supaya Sekolah XYZ bisa bersaing dengan sekolah-sekolah lain. Perilaku inovatif harus menjadi bagian dari kegiatan pembelajaran para pendidik. Dengan perilaku inovatif maka para pendidik bisa menciptakan ide-ide pengajaran yang menarik dan kreatif. Perilaku inovatif para pendidik merupakan salah satu aspek yang dievaluasi setiap tahunnya. Akan tetapi berdasarkan data yang diberikan oleh Yayasan XYZ, masih terdapat pendidik yang mendapatkan penilaian kinerja yang rendah. Berikut adalah data penilaian kinerja pendidik di Sekolah XYZ:
Tabel 1.2 Data Penilaian Kinerja Guru
No |
Tahun Ajaran |
Nilai A |
Nilai B |
Nilai C |
1 |
2017/2018 |
45% |
21% |
34% |
2 |
2018/2019 |
1% |
30% |
69% |
3 |
2019/2020 |
Tidak ada penilaian karena pandemi |
||
4 |
2020/2021 |
62% |
34% |
4% |
Sumber: HRD Sekolah XYZ (2022)
Sebagai sekolah
yang memiliki salah satu nilai utama yaitu
nilai kepedulian dimana seluruh anggota sekolah harus peka terhadap
lingkungan dan situasi, lalu mengambil tindakan yang diperlukan, maka penelitian ini sangat penting dilakukan pada Sekolah XYZ
Jakarta. Penelitian tentang
pengaruh workplace
spirituality dan workforce agility
terhadap innovative
work behaviour dimediasi
oleh readiness for change guru di Sekolah XYZ Jakarta menjadi penelitian yang sangat menarik untuk diteliti di Sekolah XYZ Jakarta.
Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini merupakan sebuah penelitian kuantitatif. Untuk penelitian ini berupa penelitian kuantitatif non-eksperimental. Penelitian ini merupakan penelitian yang berkaitan dengan workplace spirituality, workforce agility, readiness for change, dan innovative work behaviour dari guru-guru di Sekolah XYZ Jakarta. Dengan demikian seluruh guru yang mengajar di Sekolah XYZ Jakarta menjadi subjek penelitian ini. Sekolah XYZ Jakarta yang berada di bawah naungan Yayasan XYZ Jakarta saat ini memiliki total 122 orang guru yang bekerja di Sekolah XYZ Jakarta, baik dari Unit TK, Unit SD, Unit SMP, maupun Unit SMA. Adapun penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 7 hingga 12 November 2022 di Sekolah XYZ yang berlokasi di Jakarta Barat. Adapun objek penelitian ini adalah bagaimana pengaruh workplace spirituality dan workforce agility terhadap innovative work behaviour dimediasi oleh readiness for change pada guru di Sekolah XYZ Jakarta.
Berdasarkan penjelasan ini, maka populasi dari
penelitian ini adalah guru-guru di Sekolah XYZ
Jakarta. Berdasarkan data dari
HRD yang diakses pada tanggal
5 Oktober 2022, saat ini terdapat 122 orang guru yang mengajar di Sekolah XYZ Jakarta. Seluruh guru yang berjumlah 122
orang ini merupakan populasi dari penelitian
ini. Teknik sampling yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik
non-probability sampling. Jenis Teknik non-probability
sampling yang digunakan pada penelitian
ini adalah sampling jenuh (sensus). Sampling jenuh (sensus) adalah sampling yang melibatkan seluruh anggota dari suatu populasi
Pengujian Instrumen Populasi dan Sampel Pengembangan Instrumen Rumusan Masalah Landasan Teori Perumusan Hipotesis Pengumpulan Data Analisis Data Kesimpulan dan Saran
����������� Seluruh
proses yang dilakukan oleh peneliti
dalam memecahkan masalah penelitian seperti proses persiapan, proses pelaksanaan, dan proses penulisan
laporan penting untuk dicermati agar penelitian bisa berjalan sesuai dengan rencana
��������������������������
Gambar 3.1. Komponen
dan Proses Penelitian Kuantitatif
Sumber:
Sugiyono (2015, 49)
Teknik pengumpulan
data merupakan cara yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian yang
dibutuhkan untuk menjawab permasalahan penelitian. Pengumpulan data ini memerlukan metode-metode yang khusus, sehingga data-data yang diperoleh
benar-benar sesuai dengan yang dibutuhkan penelian ini untuk
memecahkan permasalahan penelitian
Teknik Analisis Data ini menggunakan beberapa teknik yaitu : teknik analisis profil responden, teknik analisis statistik deskriptif, analisis statistik outer model, analisis
statistik inner model.
Hasil dan Pembahasan
Dalam statistik deskriptif ditampilkan gambaran umum mengenai jawaban yang diberikan oleh responden atas pernyataan penelitian yang terdapat dalam kuesioner. Sugiyono (2019, 226) mengatakan bahwa statistik deskriptif merupakan suatu bentuk statistik yang menggambarkan data yang berasal dari responden apa adanya tanpa membuat kesimpulan secara umum. Penelitian ini menggunakan google form dengan jawaban tertutup. Jawaban yang diberikan pada google form menggunakan rentang skala Likert berikut:
1 = Sangat Tidak Setuju
2 = Tidak Setuju
3 = Ragu-ragu
4 = Setuju
5 = Sangat Setuju
Seluruh jawaban yang diberikan oleh 122 orang responden dikelompokkan dan diuraikan secara detail oleh peneliti. Gambaran empiris dari hasil google form ditampilkan dengan deskriptif statistik yang meliputi nilai rata-rata, nilai minimum, dan nilai maksimum.
Statistik inferensial berbeda tujuannya dengan statistik deskriptif. Jika statistik deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran dari jawaban responden, maka statistik inferensial bertujuan untuk mengeneralisasi data sampel dari suatu populasi. Dengan statistik inferensial bisa disimpulkan apakah data yang diperoleh dari sampel bisa digeneralisasikan ataukah tidak. Menurut Sugiyono (2019, 228) yang dimaksud dengan statistik inferensial adalah sebuah teknik statistik yang bertujuan untuk menganalisis data sampel yang kemudian hasilnya diterapkan untuk populasi. Dengan demikian digunakan analisis model pengukuran (outer model) untuk mengukur relasi antara variabel dengan indikator-indikatornya, dan model struktural (inner model) untuk melihat pengaruh hubungan variabel yang diteliti dalam populasi penelitian seperti tabel di bawah ini.
Model Pengukuran (Outer Model) |
Model Struktural (Inner Model) |
Uji Validitas Konvergen Outer Loading
Factor Average Variance
Extracted (AVE) Uji Validitas Diskriminan Cross Loading
Factor Fornell-Larcker Criterion
( Heterotrait-Monotrait Ratio (HTMT) Uji Internal Consistency Reliability Composite
Reliability Cronbach�s Alpha |
Uji Multikolinearitas � (VIF) Uji Koefisien Determinasi
(R2 dan R2
adjusted) Uji Ukuran Efek
(Effect Size - f2) Uji Relevansi Prediktif
(Q2 Predictive Relevance) Uji Hipotesis: Uji Pengaruh Mediasi
(VAF dan Indirect & Total Effect) Nilai Koefisien Jalur (Path Coefficient - β) |
Pengujian outer
model mengukur bagaimana
masing-masing indikator dalam
suatu penelitian memiliki hubungan terhadap variabel laten penelitian tersebut. Dengan kata lain, outer model dapat
menjelaskan secara spesifik hubungan antara variabel laten terhadap indikator-indikatornya.
Teknik Confimatory Factor Analysis (CFA)
merupakan pengujian dimensionalitas suatu konstruk pada outer model. Para peneliti
wajib melakukan pengukuran model yang bertujuan untuk menguji validitas
dan reabilitas dari indikator-indikator penelitian dengan melakukan Confirmatory
Factor Analysis (CFA) sebelum melakukan analisis model struktural atau yang sering disebut sebagai inner model
Uji Validitas Konvergen (Convergent Validity)
Validitas konvergen
berkaitan dengan prinsip bahwa pengukur-pengukur
(manifest variabel) dari suatu konstruk seharusnya berkorelasi tinggi. Pengujian validitas konvergen dengan indikator refleksif berdasarkan nilai loading factor untuk
setiap indikator konstruk. Rule of thumb untuk
menilai validitas konvergen yaitu nilai loading factor harus
lebih besar dari 0,7 untuk penelitian yang bersifat confirmatory,
serta nilai average
variance extracted (AVE) harus lebih besar dari
0,5
Pada Lampiran B terlihat nilai loading factor untuk masing-masing variabel dan indikator dari setiap konstruk yang akan diuji selanjutnya. Dari nilai loading factor yang muncul, seluruh konstruk menunjukkan nilai yang memenuhi batas ketentuan dari rule of thumb Composite Reliability, begitu juga juga dengan Cronbach�s Alpha. Dengan demikian alat ukur penelitian ini yaitu workplace spirituality, workforce agility, readiness for change, dan innovative work behaviour dapat dikatakan reliabel.
Uji Validitas Diskriminan (Discriminant
Validity)
Setelah pengujian validitas konvergen, maka pengujian berikutnya adalah pengujian validitas diskriminan. Validitas diskriminan berkaitan dengan prinsip bahwa pengukur-pengukur konstruk yang berbeda seharusnya tidak berkorelasi tinggi. Pengujian validitas diskriminan dengan indikator refleksif berdasarkan nilai cross loading. Adapun nilai cross loading setiap variabel harus lebih besar dari 0,70. Berikut ini table hasil discriminant validity dari nilai cross loading antara indikator dengan konstruknya masing-masing:
Tabel 4.15 Nilai Cross Loading dari Setiap Variabel
dan Konstruk
Variabel |
X1 Workplace Spirituality |
X2 Workforce Agility |
Z Readiness for Change |
Y Innovative Work Behaviour |
X1.1 |
0.808 |
0.718 |
0.751 |
0.747 |
X1.2 |
0.731 |
0.677 |
0.717 |
0.690 |
X1.3 |
0.723 |
0.671 |
0.681 |
0.695 |
X1.4 |
0.768 |
0.666 |
0.702 |
0.708 |
X1.5 |
0.805 |
0.740 |
0.719 |
0.698 |
X1.6 |
0.781 |
0.710 |
0.711 |
0.729 |
X1.7 |
0.787 |
0.722 |
0.727 |
0.712 |
X1.8 |
0.745 |
0.729 |
0.720 |
0.684 |
X1.9 |
0.762 |
0.654 |
0.684 |
0.661 |
X2.1 |
0.731 |
0.710 |
0.682 |
0.715 |
X2.2 |
0.704 |
0.750 |
0.716 |
0.695 |
X2.3 |
0.646 |
0.729 |
0.684 |
0.657 |
X2.4 |
0.708 |
0.814 |
0.718 |
0.718 |
X2.5 |
0.640 |
0.727 |
0.629 |
0.675 |
X2.6 |
0.685 |
0.771 |
0.680 |
0.660 |
X2.7 |
0.664 |
0.717 |
0.685 |
0.613 |
X2.8 |
0.664 |
0.787 |
0.697 |
0.695 |
X2.9 |
0.721 |
0.770 |
0.719 |
0.721 |
Z.1 |
0.708 |
0.683 |
0.762 |
0.690 |
Z.2 |
0.677 |
0.663 |
0.766 |
0.691 |
Z.3 |
0.701 |
0.638 |
0.742 |
0.674 |
Z.4 |
0.748 |
0.753 |
0.802 |
0.733 |
Z.5 |
0.717 |
0.694 |
0.728 |
0.670 |
Z.6 |
0.721 |
0.747 |
0.777 |
0.735 |
Z.7 |
0.665 |
0.630 |
0.715 |
0.671 |
Z.8 |
0.685 |
0.740 |
0.768 |
0.703 |
Y.1 |
0.623 |
0.676 |
0.654 |
0.704 |
Y.2 |
0.641 |
0.665 |
0.666 |
0.762 |
Y.3 |
0.649 |
0.633 |
0.673 |
0.753 |
Y.4 |
0.693 |
0.735 |
0.714 |
0.770 |
Y.5 |
0.680 |
0.653 |
0.645 |
0.741 |
Y.6 |
0.754 |
0.703 |
0.726 |
0.755 |
Y.7 |
0.697 |
0.682 |
0.707 |
0.731 |
Y.8 |
0.676 |
0.630 |
0.668 |
0.731 |
Y.9 |
0.718 |
0.703 |
0.693 |
0.763 |
Y.10 |
0.678 |
0.675 |
0.690 |
0.738 |
�Sumber:
Hasil Pengolahan Data (2022)
Dari tabel 4.15 terlihat bahwa nilai korelasi konstruk dengan indikatornya lebih besar dibandingkan dengan nilai korelasi dengan konstruk lainnya. Sebagai contoh, indikator X1.1 (indikator variabel Workplace Spirituality) memiliki nilai Outer Loading 0,808 yang lebih besar daripada nilai Outer Loading pada konstruk lainnya, yaitu 0,718, 0,751, dan 0,747. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa indikator X1.1 sampai indikator X1.9 pada variabel Workplace Spirituality memiliki nilai Outer Loading yang lebih besar daripada nilai Outer Loading pada konstruk lainnya. Begitu pula dengan indikator X2.1 sampai indikator X2.9 pada variabel Workforce Agility, indikator Y1 sampai indikator Y.10 pada variabel Innovative Work Behavior, dan indikator Z.1 sampai indikator Z.8 pada variabel Readiness for Change, memiliki nilai Outer Loading yang lebih besar daripada nilai Outer Loading di konstruk lainnya Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua konstruk laten menunjukkan discriminant validity yang baik karena dapat memprediksi indikator pada bagian mereka lebih baik daripada indikator di bagian lainnya.
Selain dengan
melihat nilai cross
loading, pengujian validitas
diskriminan dapat dilakukan dengan membandingkan akar kuadrat dari nilai
Average Variance Extracted (AVE) untuk setiap konstruk dengan nilai korelasi
antar konstruk dalam model penelitian. Nilai Average
Variance Extracted (AVE) dikatakan baik apabila nilai
Average Variance Extracted (AVE) lebih besar dari 0,50
Tabel 4.16 AVE Value dari Model Penelitian
Variabel |
AVE Value |
Workplace Spirituality (X1) |
0.590 |
Workforce Agility (X2) |
0.568 |
Readiness for Change (Z) |
0.555 |
Innovative Work Behaviour (Y) |
0.574 |
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2022)
Tabel 4.16 di atas menunjukkan bahwa nilai AVE Value untuk variabel workplace spirituality, workforce agility, readiness for change, dan innovative work behaviour berada di atas 0,5. Dengan demikian nilai AVE dari pengujian discriminant validity sudah memenuhi persyaratan.
Pengujian discriminant validity bisa dilakukan dengan Heterotrait-monotrait Ratio (HTMT). Discriminant validity dapat dikatakan sangat baik dan telah tercapai apabila nilai HTMT lebih kecil dari 0,90. Berdasarkan table 4.17 di bawah ini dapat dilihat bahwa seluruh Heterotrait-monotrait Ratio (HTMT) untuk variabel workplace spirituality, workforce agility, readiness for change, dan innovative work behaviour berada di bawah 0,90. Dengan demikian nilai Heterotrait-monotrait Ratio (HTMT) dari pengujian discriminant validity sudah memenuhi persyaratan. Berikut ini tabel perhitungan nilai HTMT variabel penelitian ini:
��������
����������������������Tabel 4.17 HTMT dari
Model Penelitian
|
X1 Workplace Spirituality |
X2 Workplace Agility |
Y Innovative Work Behaviour |
Z Readiness for Change |
X1 Workplace Spirituality |
|
|
|
|
X2 Workplace Agility |
0,801 |
|
|
|
Y Innovative Work Behaviour |
0,802 |
0,799 |
|
|
Z Readiness for Change |
0,827 |
0,818 |
0,817 |
|
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2022)
Berdasarkan hasil pengujian terhadap discriminant validity dan pengujian convergent validity yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa model penelitian ini adalah valid.
Uji Reliabilitas
Pengujian reliabilitas
yang dapat dikatakan sebagai pengujian kehandalan alat ukur penelitian bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh alat ukur
dapat diandalkan atau dipercaya. Alat ukur yang digunakan dalam suatu penelitian
dapat dikategorikan reliabel apabila jawaban dari responden
terhadap pernyataan yang diberikan di dalam alat ukur selalu
konsisten dari waktu ke waktu
Tabel 4.18 Nilai Composite Reliability dari
Model Penelitian
Variabel |
Composite Reliability |
Syarat |
Cronbach's Alpha |
Syarat |
Keterangan |
X1 (Workplace Spirituality) |
0.928 |
> 0,7 |
0.913 |
> 0,6 |
Reliabel |
X2 (Workforce Agility) |
0.922 |
> 0,7 |
0.904 |
> 0,6 |
Reliabel |
Z (Readiness for Change) |
0.926 |
> 0,7 |
0.911 |
> 0,6 |
Reliabel |
Y (Innovative Work Behavior) |
0.915 |
> 0,7 |
0.894 |
> 0,6 |
Reliabel |
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2022)
Tabel 4.18 di atas menunjukkan bahwa setiap variabel telah memiliki nilai Composite Reliability di atas 0.7. Adapun nilai terendah Composite Reliability adalah dari variabel Innovative Work Behaviour, yakni sebesar 0.915.� Sedangkan nilai tertinggi Composite Reliability adalah dari variabel Workplace Spirituality (X1), yakni sebesar 0.928. Berdasarkan hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai dari Composite Reliability dari model penelitian ini telah terpenuhi. Untuk nilai Cronbach�s Alpha dari model penelitian ini, pada tabel di atas terlihat bahwa seluruh variabel telah memiliki nilai Cronbach�s Alpha di atas 0.6. Adapun nilai Cronbach�s Alpha terendah adalah dari variabel Innovative Work Behaviour (Y), yakni sebesar 0.894. Sedangkan nilai Cronbach�s Alpha tertinggi adalah dari variabel Workplace Spirituality, yakni sebesar 0.913.
Berdasarkan hasildari perhitungan nilai Composite Reliability dan Cronbach�s Alpha, tdapat ditarik kesimpulan bahwa nilai dari model penelitian telah memenuhi nilai dari Composite Reliability dan Cronbach�s Alpha telah terpenuhi. Dengan demikian alat ukur penelitian ini dapat dikatakan sebagai alat ukur yang terpercaya karena semua alat ukur penelitian ini telah memenuhi kriteria reabilitas alat ukur penelitian.
Uji Multikolinearitas
Pengujian multikolinieritas
bertujuan untuk mengukur apakah ada kondisi di mana variabel eksogen memiliki pengaruh yang tinggi dengan variabel
eksogen lain sehingga dapat menyebabkan prediksi model penelitian tidak baik. Semakin
tinggil nilai VIF, maka semakin kuat
kolinearitas antar variael eksogen, dan sebaliknya. Pengujian multikolinieritas untuk kontruks formatif mutlak diperlukan dengan menghitung nilai Variance
Inflation Factor (VIF). Nilai Variance
Inflation Factor (VIF) yang direkomendasikan adalah di bawah 10 atau di bawah 5 (<10 atau <5) dan nilai tolerance lebih besar dari
0,10 atau lebih besar dari 0,20 (>0,10 atau >0,20)
Tabel 4.19 Hasil Uji Multikolinearitas
|
X1 Workplace Spirituality |
X2 Workplace Agility |
Y Innovative Work Behaviour |
Z Readiness for Change |
X1 Workplace Spirituality |
|
|
8,550 |
5,820 |
X2 Workplace Agility |
|
|
7,454 |
5,820 |
Y Innovative Work Behaviour |
|
|
||
Z Readiness for Change |
|
|
9,210 |
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2022)
Berdasarkan tabel 4.19 di atas, seluruh nilai VIF berada di bawah 10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan antara variabel eksogen tidak tinggi atau tidak terjadi multikolinearitas dalam penelitian ini.
Uji Koefisien Determinasi
Pengujian inner model berdasarkan koefisien determinasi yang bertujuan untuk menjelaskan apakah ada pengaruh
yang subtantif dari variabel laten eksogen tertentu terhadap variabel laten endogen. Nilai koefisien
determinasi adalah antara 0 dan 1. Chin (1998)
menjelaskan kriteria batasan nilai R-Squares dapat dibagi ke
dalam tiga klasifikasi yaitu 0.67, 0.33, dan
0.19 yang dikategorikan sebagai
substansial, moderat, dan lemah, sedangkan
Tabel 4.20 Nilai R-Square dan R-Square
Adjusted dari Model Penelitian
Konstruk |
R-Square |
R-Square Adjusted |
Y Innovative Work Behaviour |
0.884 |
0.881 |
Z Readiness for Change |
0.891 |
0.890 |
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2022)
Pengujian dengan koefisien determinasi memiliki kelemahan yakni bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Nilai R-Square meningkat dengan bertambahnya satu variabel independen. Oleh sebab itu diperlukan pengujian analisis R-Square Adjusted yang bertujuan untuk melihat berapa persen pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen (Ghozali, 2013). Nilai R-Square Adjusted berasal dari nilai R-Square yang disesuaikan dengan ukuran model penelitian. Berbeda dengan nilai R-Square, nilai R-Square Adjusted dapat naik atau turun jika satu variabel independen ditambahkan ke dalam model. Dengan kata lain nilai R-Square Adjusted tidak selalu bertambah apabila dilakukan penambahan variabel.
Berdasarkan Tabel 4.20 terlihat bahwa hubungan antar konstruk berdasarkan nilai R-Square Adjusted dari variabel variabel Innovative Work Behaviour (Y) adalah sebesar 0,881. Nilai ini menunjukkan bahwa 88,1% dari variabel Innovative Work Behaviour (Y) dapat dipengaruhi oleh variabel Workplace Spirituality (X1) Workforce Agility (X2), dan Readiness for Change (Z). Sebesar 11.9% dari nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel Innovative Work Behaviour (Y) dipengaruhi oleh variabel lain di luar dari variabel yang diteliti. Begitu juga dengan nilai R-Square Adjusted dari variabel Readiness for Change (Z) adalah sebesar 0,890. Nilai ini menunjukkan bahwa 89% dari variabel Readiness for Change (Z) dapat dipengaruhi oleh variabel Workplace Spirituality (X1) dan Workforce Agility (X2). Sebesar 11% dari nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel Readiness for Change (Z) dipengaruhi oleh variabel lain di luar dari variabel yang diteliti.
Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis antar konstruk dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antar variabel laten dalam penelitian ini. Perhitungan Uji hipotesis dengan menggunakan SmartPLS 3.3.2 dapat dilihat dari besaran nilai koefisien jalur (Path Coefficient). Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan software SmartPLS 3.0 dapat dilihat pada tabel berikut sebagai berikut:
Tabel 4.21 Nilai Path Coefficient dari Pengaruh Langsung
Hipotesa |
Hubungan Antar
Konstruk |
Path Coefficient |
H1 |
Workplace Spirituality � Readiness for Change |
0.545 |
H2 |
Workforce Agility � Readiness for Change |
0.421 |
H3 |
Workplace Spirituality � Innovative Work Behaviour |
0.331 |
H4 |
Workforce Agility -> Innovative Work Behaviour |
0.289 |
H5 |
Readiness for Change � Innovative Work Behaviour |
0.347 |
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2022)
Berdasarkan pengolahan data di atas, maka dapat diperoleh model penelitian dengan koefisien jalur (Path Coefficient) sebagai berikut:
X1 Workplace
Spirituality
Y Innovative
Work Behaviour Z Readiness
for Change
�������������������������������������� 0.545
X2 Workforce
Agility
������������������������������������������������������������������������������������
0.289
�
�
Gambar 4.6 Model Uji Koefisien Jalur
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2022)
Dari hasil pengolahan data pada tabel 4.21 dan gambar 4.6 maka persamaan struktural penelitian ini adalah sebagai berikut:�
I.
Z = 0,545 X1 +
0,421 X2 + e, R2 = 0.891
II.
Y = 0,331 X1 +
0,289 X2 + 0,347 Z + e, R2 = 0.884
Dari gambar 4.5 terlihat bahwa variabel yang lebih besar pengaruhnya terhadap readiness for change adalah workplace spirituality dengan nilai koefisien jalur sebesar 0,545. Begitu juga dengan variabel endogen yang paling berpengaruh terhadap variabel innovative work behaviour adalah variabel workplace spirituality dengan nilai koefisien jalur sebesar 0.331.
Pembahasan
Hasil penelitian ini yang diketahui bahwa workplace spirituality berpengaruh
signifikan terhadap readiness for change. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang menyatakan bahwa workplace
spirituality sebagai sarana yang efektif untuk meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas organisasi dan bermanfaat untuk mengendalikan pengalaman tentang perilaku di tempat kerja sehingga dapat mempengaruhi kesiapan di tempat kerja
Meningkatkan kesejahteraan guru di sekolah merupakan isu penting yang perlu dibenahi. Saat ini banyak
ditemukan permasalahan yang
berkaitan dengan guru dan mempengaruhi profesionalisme guru
dalam mengajar
Workforce agility ini sangat dibutuhkan oleh organisasi mengingat
organisasi secara terus menerus dituntut untuk beradaptasi secara terus menerus terhadap perubahan yang terjadi dan menyesuaikan arah strategis dari
bisnis inti organisasi tersebut pada beberapa dimensi seperti dimensi kelincahan
strategis, dimensi kelincahan organisasi, dan dimensi kelincahan bisnis. Workforce
agility menentukan proaktivitas, fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi, ketahanan, dan kompetensi yang dimiliki
Agility adalah semua tentang menjaga
keseimbangan antara belajar, orang dan perubahan. Siswa yang mengalami lingkungan belajar yang gesit dapat dengan
mudah memahami pentingnya menjadi relevan dengan segala jenis
perubahan termasuk pandemi. Ketangkasan guru adalah bahan utama
untuk keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran
Spiritualitas tempat kerja merupakan
nilai penting bagi guru. Hal ini didukung dengan hasil penelitian ini bahwa terdapat
pengaruh workplace spirituality terhadap innovative work behaviour. Hal ini sejalan dengan
penelitian lain yang dilakukan
bahwa karyawan yang mewarisi spiritual dengan cepat beralih ke
perubahan baru yang terjadi dengan sangat cepat dalam kehidupan
kita sehari-hari dengan cara yang
masing-masing
Pada saat proses pembelajaran sangat membutuhkan pengajar profesional yang bersemangat untuk berkembang dan bertumbuh dengan mempertahankan profesionalitas yang memandang hidup secara optimis
dan memamerkan pikiran terbuka untuk mengumpulkan
kebijaksanaan untuk pengembangan pribadi, memiliki keterampilan analitis yang baik, dan dapat menyesuaikan diri secara terus menerus
dengan perubahan lingkungan kerja
Interaksi antara tempat bekerja
dan inovasi sangat relevan dalam bekerja
Workforce Agility muncul sebagai prioritas tertinggi bagi penyedia layanan
dan infrastruktur tempat kerja. 'Agility' berarti terus meningkatkan pekerjaan dan infrastruktur yang memungkinkannya. Workforce Agility adalah tempat kerja
yang terus berubah, menyesuaikan, dan merespons pembelajaran organisasi sehingga dapat menciptakan hubungan yang dinamis antara pekerjaan dan tempat kerja serta alat-alat
kerja
Ketertarikan untuk menyelenggarakan kegiatan guru dalam kondisi perubahan inovatif disebabkan oleh faktor internal dan eksternal
yang berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan secara keseluruhan dan aktivitas guru secara
individual. Masyarakat membutuhkan spesialis format baru - insinyur yang aktif secara sosial dan profesional dengan fitur pribadi yang jelas dan kompetensi unik. Kemajuan ilmiah dan teknis yang cepat, integrasi inovasi ke proses pendidikan terkait dengan kebutuhan untuk bekerja dalam kondisi
persaingan yang tinggi dan memanfaatkan peluang lingkungan pendidikan dan infrastruktur perguruan tinggi untuk tujuan
menyelenggarakan interkoneksi
semua peserta proses pendidikan. Guru memiliki kebutuhan untuk mengatasi tantangan masyarakat dan bereaksi secara memadai terhadap perubahan inovatif untuk menjaga daya saing
dan permintaan yang tinggi.
Perlunya pembentukan lingkungan baru, perubahan perilaku profesional guru pada pendidikan tinggi teknik dicatat
berdasarkan penelitian kegiatan profesional-pedagogis
guru. Hal ini terkait dengan penguatan peran guru tidak hanya sebagai media pengetahuan, tetapi sebagai pusat perubahan
pendidikan dan menghasilkan
inovatif�
Spiritualitas adalah salah satu
perubahan dalam organisasi. Fenomena ini ditandai dengan
banyaknya guru yang memiliki
spiritual yang lebih tinggi
dalam pekerjaan dan kehidupan pribadinya. Kondisi ini menjadi
tantangan bagi pimpinan perusahaan untuk menciptakan lingkungan kerja kondusif untuk merangkul tujuan spiritual. Salah
satu solusi kredibel untuk mengatasi tantangan pengelolaan sumber daya manusia adalah
menciptakan spiritualitas tempat kerja. Oleh karena itu, spiritualitas
tempat kerja merupakan salah satu imovasi dalam mengatasi
masalah sumber daya manusia pada lingkungan kerja. Pengembangan spiritualitas tempat kerja memberikan
tiga manfaat: individu, organisasi, dan komunitas sosial. Pada tingkat individu, spiritualitas tempat kerja meningkatkan potensi dan kinerja karyawan serta menumbuhkan motivasi, harga diri, dan konsep diri. Berbagai
penelitian empiris juga membuktikan spiritualitas tempat kerja tersebut
dipengaruhi kepuasan kerja, keterlibatan, komitmen, dan kesejahteraan karyawan. Di tingkat organisasi, spiritualitas tempat kerja menghasilkan
produktivitas yang lebih tinggi dan keuntungan daripada organisasi yang mengabaikan spiritualitas Lingkungan kerja yang kondusif akan meningkatkan
komitmen karyawan terhadap organisasi. Oleh karena itu, penelitian
ini menggunakan spiritualitas tempat kerja sebagai mediator hubungan kepemimpinan spiritual
dan komitmen
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, mulai dengan pengumpulan data, analisis data, dan pembahasan, maka hasil dari
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif workplace spirituality terhadap readiness
for change guru di Sekolah XYZ Jakarta. Dengan perbaikan workplace
spirituality guru di Sekolah XYZ Jakarta, maka readiness for change guru juga akan meningkat. Terdapat pengaruh positif workforce agility terhadap readiness
for change guru di
Sekolah XYZ Jakarta. Dengan
adanya perbaikan pada workforce agility guru di Sekolah
XYZ, maka readiness for change guru juga akan meningkat. Terdapat pengaruh positif workforce spirituality terhadap innovative work behaviour guru di Sekolah
XYZ Jakarta. Dengan adanya perbaikan pada workforce spirituality guru di
Sekolah XYZ, maka innovative work behaviour guru di Sekolah XYZ Jakarta akan meningkat. Terdapat pengaruh positif workforce agility terhadap innovative work bbehaviour guru di Sekolah XYZ Jakarta. Dengan adanya perbaikan
pada workforce
agility guru di Sekolah XYZ, maka innovative work behaviour
guru di Sekolah
XYZ Jakarta akan meningkat.
Terdapat pengaruh positif readiness for change guru terhadap innovative
work bbehaviour guru di Sekolah XYZ Jakarta. Dengan adanya perbaikan pada readiness
for change guru di Sekolah
XYZ, maka innovative
work behaviour guru di Sekolah XYZ Jakarta akan meningkat. Terdapat pengaruh positif readiness for change guru terhadap innovative
work bbehaviour guru di Sekolah XYZ Jakarta. Dengan adanya perbaikan pada readiness
for change guru di Sekolah
XYZ, maka innovative
work behaviour guru di Sekolah XYZ Jakarta akan meningkat. Terdapat pengaruh positif workplace
spirituality dan workforce agility
terhadap innovative
work behaviour melalui readiness for change guru di Sekolah XYZ Jakarta. Dengan adanya perbaikan
pada workplace spirituality
dan workforce agility, maka readiness for change guru di Sekolah XYZ akan meningkat, sehingga innovative work behaviour
guru di Sekolah
XYZ Jakarta juga akan meningkat.
Terdapat pengaruh positif workforce
agility terhadap innovative work behaviour melalui readiness for
change guru di Sekolah XYZ Jakarta. Dengan adanya perbaikan pada workforce agility, maka readiness for change guru di Sekolah XYZ akan meningkat, sehingga innovative
work behaviour guru di Sekolah XYZ Jakarta juga akan meningkat.
BIBLIOGRAFI
Adindo, Apri Winge. (2021). Kewirausahaan
Dan Studi Kelayakan Bisnis Untuk Memulai Dan Mengelola Bisnis. Deepublish.
Andriyanti, Renika Mila. (2022). Implementasi
Pelayanan Sertifikasi Guru Melalui Sistem Informasi Pendidik Dan Tenaga
Kependidikan (Simpatika) Di Seksi Pendidikan Madrasah Kementerian Agama
Kabupaten Sidoarjo. Uin Sunan Ampel Surabaya.
Chang, William. (2016). Spiritualitas
Tempat Kerja Dan Dampaknya Bagi Keefektifan Organisasi. Jurnal Ledalero,
15(1), 119�133.
Hanafi, Yusuf, Ikhsan, M. Alifudin, Saefi,
Muhammad, Diyana, Tsania Nur, & Arifianto, Muhammad Lukman. (2021). Pendidikan
Agama Islam Di Masa Pandemi Covid-19: Tantangan Dan Respon. Delta Pijar
Khatulistiwa.
Hanivah, Nisa Dwi, & Azizah, Siti Nur.
(2021). Kerja Dan Spiritualitas Di Tempat Kerja Terhadap Perilaku Kerja
Inovatif Pada Pegawai Uptd Puskesmas Gombong Ii. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi (Jimmba), 3(1), 154�168.
Hidayat, Saleh. (2018). Peningkatan Mutu
Penelitian Di Indonesia Dalam Mengatasi Masalah Pendidikan. Bioilmi: Jurnal
Pendidikan, 4(2), 34�44.
Japar, Muhammad, Fadhillah, Dini Nur, &
Hp, Ganang Lakshita. (2019). Media Dan Teknologi Pembelajaran Ppkn.
Jakad Media Publishing.
Jaya, Wayan Satria. (2022). Kinerja Guru Ditinjau
Dari Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Dan Motivasi Kerja. Jurnal Obsesi:
Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(3), 1286�1294.
Mbato, Concilianus Laos. (2022). Pendidikan
Indonesia Masa Depan: Tantangan, Strategi, Dan Peran Universitas Sanata Dharma.
Sanata Dharma University Press.
Mulianti, Annisa Ratu. (2019). Pengaruh
Komitmen Organisasi Dan Spiritualitas Di Tempat Kerja Terhadap Kinerja Karyawan
Perum Bulog Divisi Regional Kalimantan Selatan Kota Banjarmasin. Inovatif,
1(1).
Mulyasa, H. Enco. (2022). Manajemen Dan
Kepemimpinan Kepala Sekolah. Bumi Aksara.
Muntaqo, Rifqi, & Al Halim, A.
Adibudin. (2017). Peningkatkan Mutu Pendidikan Melalui Budaya Organisasi Di
Madrasah Aliyah Ali Maksum Yogyakarta. Jurnal Pancar (Pendidik Anak Cerdas
Dan Pintar), 1(1).
Murniati, A. R. (2008). Manajemen
Stratejik: Peran Kepala Sekolah Dalam Pemberdayaan. Perdana Publishing.
Musa, Safuri, Nurhayati, Sri, Jabar, Reny,
Sulaimawan, Deddy, & Fauziddin, Mohammad. (2022). Upaya Dan Tantangan
Kepala Sekolah Paud Dalam Mengembangkan Lembaga Dan Memotivasi Guru Untuk
Mengikuti Program Sekolah Penggerak. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak
Usia Dini, 6(5), 4239�4254.
Riyanda, Fasa Yogi. (2022). Peningkatan Employee
Performance Melalui Knowledge Donating, Work Experience Dan Workplace
Spirituality Dengan Innovation Behaviour Sebagai Variabel Mediasi (Studi Pada
Karyawan Nasmoco Jateng & Diy). Universitas Islam Sultan Agung.
Rusmawati, Vivi. (2013). Peran Kepemimpinan
Kepala Sekolah Dalam Upaya Meningkatkan Disiplin Kerja Guru Pada Sdn 018
Balikpapan. Jurnal Administrasi Negara, 1(2), 1�19.
Shabuur, Muchammad Ishak, &
Mangundjaya, Wustari L. (2020). Pengelolaan Stres Dan Peningkatan Produktivitas
Kerja Selama Work From Home Pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Psikologi
Udayana, 7(2), 93�109.
Sutrisno, H. Edy. (2019). Budaya
Organisasi. Prenada Media.
Whs, Sutan Rachman, Zauhar, Soesilo, &
Saleh, Choirul. (2014). Workplace Spirituality Tenaga Kependidikan Universitas
Brawijaya (Studi Pada Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam Dan Matematika Serta
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik). Wacana Journal Of Social And
Humanity Studies, 17(3), 171�182.
Yoni, Efri. (2020). Pentingnya Minat Baca
Dalam Mendorong Kemajuan Dunia Pendidikan. Inovasi Pendidikan, 7(1).
Copyright holder: Sri Widiyati (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |