Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No.
12, Desember 2022
Leni Setyowati, Eli Indawati
Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Abdi Nusantara
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Pembedahan
adalah semua perawatan yang menggunakan metode invasif dengan membuka atau
menunjukkan bagian tubuh yang akan dirawat. Salah satu respons psikologis
pasien yang menjalani operasi besar adalah kecemasan. Penelitian ini
menggunakan pendekatan analitik dengan metode cross sectional. Jumlah sampel
dalam penelitian ini sebanyak 31 responden dengan teknik total sampling.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Analisis yang digunakan
adalah analisis univariat dan analisis bivariat. Berdasarkan hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dengan faktor kecemasan
berupa usia, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman operasi dan dukungan
keluarga bagi pasien. Dari 31 responden tersebut, nilai p <0,05 yaitu p =
0,000, hasil dimana p <0,05 yaitu 0,003 <0,05, sehingga H1 diterima, H0
ditolak, yang artinya ada hubungan antara usia dengan tingkat kecemasan pasien
yang akan menghadapi operasi, dan�ada hubungan antara jenis kelamin dengan
tingkat kecemasan pasien yang akan menghadapi operasi, lalu
ada
hubungan antara pendidikan dengan tingkat kecemasan pasien yang akan menghadapi
operasi, serta ada hubungan antara pengalaman operasi dengan
tingkat kecemasan pasien yang akan menghadapi operasi, lalu
ada
hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien yang akan
menghadapi operasi. Penelitian ini dapat menambah pengetahuan di bidang
keperawatan khususnya keperawatan bedah medik untuk dijadikan sumber belajar
asuhan keperawatan pada pasien laparotomi pra operasi.
Kata
Kunci:�Faktor Pempengaruh, Kecemasan,
Laparatomi Pra Operasi
Abstract
Abstract Surgery is
any treatment
that uses
an invasive
method by opening
or indicating
the part
of the
body to
be treated.
One of
the psychological
responses of patients
undergoing major surgery
is anxiety.
This study
uses an
analytical approach with
a cross
sectional method. The
number of samples
in this
study was
31 respondents
with the
total sampling
technique. The research
instrument used is
a questionnaire.
The analysis used is
univariate analysis and bivariate
analysis. Based on
the results
of this study, it
shows that
there is
a significant
relationship with anxiety
factors in the
form of
age, gender,
education, surgical experience
and family
support for patients.
Of the 31 respondents,
the p value
<0.05 is p = 0.000, the result
where p
<0.05 is 0.003 <0.05,
so H1
is accepted,
H0 is rejected,
which means
that there is a relationship between age and the level
of anxiety of patients who will face surgery, and there is a relationship
between sex and the level of anxiety of
patients who will face surgery, then there is
a relationship
between education and
the level
of anxiety of patients
who will
face surgery,
and there is a relationship between the
experience of surgery and the level of
anxiety of the patient who is about to
face surgery, and then there
is the relationship between family
support and the
level of anxiety of
the patient
who will
face surgery.
This research
can increase
knowledge in the field
of nursing,
especially medical surgical
nursing to be used
as a
learning resource for
nursing care in
preoperative laparotomy patients.
Keywords: Influencing Factors,
Anxiety, Preoperative Laparatomy
Pendahuluan
(Indriyani & Faradisi, 2021)menguraikan pasien laparatomi di dunia meningkat setiap tahunnya sebesar 10%. Angka jumlah pasien laparatomi mencapai peningkatan yang sangat signifikan. Pada tahun 2017, terdapat 90 juta pasien operasi laparatomi diseluruh rumah sakit di dunia. Dan pada tahun 2018, diperkirakan meningkat menjadi 98 juta pasien post operasi laparatomi. Di Indonesia tahun 2018, laparatomi menempati peringkat ke 5, tercatat jumlah keseluruhan tindakan operasi terdapat 1,2 juta jiwa, dan diperkirakan 42% diantaranya merupakan tindakan pembedahan laparatomi (Anwar, Warongan, & Rayasari, 2020) .
Pada tahun 2017, 401 RSU Depkes dan Pemda operasi yang dilaksanakan sebanyak 642.632, yang dirinci menurut tingkat kelas A, B, C, dan D, data tersebut dikasifikasikan berdasarkan jenis opeasi. Pada kelas A jumlah operasi besar adalah 8.364 (16,2%), kelas B operasi besar 76.969 (19,8%), pada kelas C jumlah operasi besar adalah 65.987 (34,0%), pada kelas D jumlah operasi besar adalah 3.307 (41,0%) (Haniba, 2018).
Salah satu dari respon psikologis dari pasien yang mengalami bedah mayor dapat berupa kecemasan. Respon psikologis karena tindakan pembedahan dapat berkisar cemas ringan, sedang, berat sampai panik tergantung masing-masing individu. Beberapa individu terkadang tidak mampu mengontrol kecemasan yang dihadapi, sehingga terjadi disharmoni dalam tubuh. Pada pasien pre operasi apabila mengalami tingkat kecemasan tinggi, maka hal itu merupakan respon maladaptif yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi fisiologis, dan mengganggu konsentrasi (Sari, 2019).
Kecemasan bisa dikurangi dengan pemberian caring perawat yaitu bentuk intervensi perawat dalam pemenuhan kebutuhan rasa aman, nyaman, komunikasi terapeutik, pendidikan, pelayanan kesehatan, memberikan dorongan, empati, cinta, memberikan sentuhan, serta membantu pemenuhan kebutuhan pasien dalam asuhan keperawatan. Keperawatan dan caring merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan. Caring menggambarkan inti dari praktik keperawatan yang bertujuan untuk meningkatkan kepedulian dalam pencapaian pelayanan keperawatan yang lebih baik dan membangun struktur sosial yang lebih baik (Azis, 2018).
Salah satu tindakan untuk mengurangi tingkat kecemasan adalah dengan cara mempersiapkan mental dari klien. Persiapan mental tersebut salah satunya dapat dilakukan melalui pendidikan kesehatan (Health education). Kemampuan perawatan untuk mendengarkan secara aktif untuk pesan baik verbal dan nonverbal sangat penting untuk membangun hubungan saling percaya dengan pasien dan keluarga. Pendidikan kesehatan pre operasi dapat menbantu klien dan keluarga mengidentifikasi kekhawatiran yang dirasakan. Perawat kemudian dapat merencanakan intervensi keperawatan dan perawatan suportif untuk mengurangi tingkat kecemasan klien. Pendidikan kesehatan pada hakikatnya ialah suatu kegiatan untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu untuk memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang baik. Sehingga, pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perubahan perilaku kearah yang lebih baik (Mulyawati, Kuswardinah, & Yuniastuti, 2017).
Pengetahuan yang rendah mengakibatkan seseorang mudah mengalami kecemasan. Ketidaktahuan tentang suatu hal di anggap sebagai tekanan yang dapat mengakibatkan krisis sehingga dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan dapat terjadi pada ibu dengan pengetahuan yang rendah mengenai proses persalinan, serta hal-hal yang akan dan harus di alami oleh ibu sebagai dampak kemajuan persalinan. Hal ini di sebabkan karena kurangnya informasi yang di peroleh (Puspitasari, 2020).
Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan (FIVI NOVITA et al., 2019), di ruang irna bedah RSUP. Dr. M. Djamil Padang didapatkan bahwa skor kecemasan pasien pre operatif laparatomi yang diukur menggunakan HARS pada 20 pasien dimana hasil untuk kelompok eksperimen dengan 10 pasien tingkat kecemasan pre laparatomi didapatkan hasil nilai rata rata skor sebesar 40,5 (cemas sedang), dan untuk kelompok control dengan 10 pasien pre laparatomi di dapatkan hasil yaitu yang 50 di kategorikan dengan cemas ringan .
Penelitian yang dilakukan oleh (Hasanah, 2017) yang berjudul hubungan pengetahuan pasien tentang informasi pre operasi dengan kecemasan pasien pre operasi di Rumah Sakit Mitra Husada Pringsewu Lampung Tahun 2017. Penelitian ini menggunakan survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan pada bulan Juli tahun 2017. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien pre operasi di Rumah Sakit Mitra Husada Pringsewu Lampung Tahun 2017 sebanyak 74 pasien dengan tehnik Accidental Sampling. Hasil penelitian menyimpulkan adanya hubungan pengetahuan pasien tentang informasi pre operasi dengan kecemasan pasien pre operasi di Rumah Sakit Mitra Husada Pringsewu Tahun 2017, dengan nilai p value= 0,023.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Cileungsi didapatkan data angka kejadian operasi pada tahun 2019 yaitu sebanyak 974 pasien, pada tahun 2020 sebanyak 1249 pasien dan pada tahun 2021 jumlah pasien operasi sebanyak 1660 pasien. Hal ini menunjukan bahwa angka kejadian operasi mengalami peningkatan.
Hasil wawancara terhadap 10 pasien pre operasi menunjukan bahwa 8 pasien mengatakan cemas akan dilakukan operasi, pasien mengatakan kurang jelas mengenai prosedur tindakan dan anastesi. Hasil wawancara kepada 10 perawat didapatkan bahwa kebanyakan pasien kurang mengerti tentang tindakan yang dilakukan karena tidak dijelaskan secara rinci, lalu kebanyakan juga takut jika operasi gagal atau sampai kematian. Hasil wawancara kepada 5 Dokter Bedah dan 2 Dokter Anastesi didapatkan hasil bahwa kebanyakan pasien cemas karena takut dan kurangnya pengetahuan dikarenakan pendidikan yang rendah.
Dari hasil wawancara terhadap pasien, perawat, dan dokter didapatkan bahwa banyak sekali faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pasien pre operasi. Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul hubungan pengetahuan dengan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Laparatomi di RSUD Cileungsi Tahun 2022.
Metode Penelitian
Desain penelitian adalah model atau metode yang digunakan peneliti untuk melakukan suatu penelitian yang memberikan arah terhadap jalannya penelitian. Desain penelitian ditetapkan berdasarkan tujuan dan hipotesis penelitian (Ramdhan, 2021). Penelitian ini menggunakan pendekatan analitik dengan metode cross sectional. Menurut (Notoatmodjo, 2010) desain penelitian cross sectional merupakan suatu penelitian yang mempelajari korelasi antara paparan atau faktor risiko (independen) dengan akibat atau efek (dependen), dengan pengumpulan data dilakukan bersamaan secara serentak dalam satu waktu antara faktor risiko dengan efeknya (point time approach), artinya semua variabel baik variabel independen maupun variabel dependen diobservasi pada waktu yang sama. (Nursalam, 2013) menjelaskan bahwa sampling merupakan proses menyeleksi porsi dari populasi yang mewakili populasi.
����������� Teknik penentuan sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu NonProbability Sampling dengan teknik pengambilan sampel menggunakan Purposive Sampling. Purposive Sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010). Sedangkan sampel ditentukan dengan SlovinData yang digunakan adalah data primer yang didapat berdasarkan penyebaran kuesioner. Langkah-langkah pengambilan data yakni dengan penentukan tempat penelitian RSUD Cileungsi, engajukan surat ijin penelitian RSUD Cileungsi, menentukan responden, menentukan responden, melakukan pengambilan data dengan cara menyebar kuesioner, melakukan koding data hasil dari penyebaran kuesioner, melakukan pengolahan data menggunakan SPSS.
Hasil dan Pembahasan
1.
Karakteritik
Responden
a. Umur
Berdasarkan
Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa responden sebagian besar berumur 26-45 tahun
sejumlah 18 responden (58,1%). Berdasarakan data diatas hasil perhitungan data dengan menggunakan uji statistik Spearmen Rank
Test didapatkan nilai p<0,05 yaitu
p=0,000 hasil dimana p <0,05 yaitu
0,003<0,05, sehingga H1 diterima H0 ditolak yang berarti terdapat
hubungan usia dengan
tingkat kecemasan pasien yang akan menghadapi operasi di RSUD Cileungsi tahun 2022. Hasil ini sejalan
dengan penelitian (Wigatiningsih, Hermawan, & Elisa, 2020) didapatkan bahwa
responden sebagian besar di umur 20 tahun keatas dan cenderung memiliki
kecemasan pada saat pre operasi. Selain itu, hal ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Heriani (2017) yang menyatakan ada hubungan yang
bermakna antara usia dengan tingkat kecemasan dalam menjalani operasi dengan p
value <0,05.
b. Jenis
Kelamin
Berdasarkan
Tabel 5.8 dapat diketahui bahwa responden bahwa responden yang paling banyak
mengalami kecemasan berjenis kelamin laki-laki 17 responden (54,8%). Berdasarakan data diatas hasil perhitungan data dengan menggunakan uji statistik Koefesien Kontingensi test didapatkan
nilai p<0,05 yaitu p=0,004 hasil dimana p <0,05 yaitu 0,017<0,05,
sehingga H1 diterima H0 ditolak yang
berarti terdapat hubungan antara jenis kelamin
dengan tingkat kecemasan
pasien yang akan menghadapi operasi di RSUD Cileungsi
tahun 2022. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan juga oleh Putri
S.B, Dharmayanti A, dan Dewi, N. P, (2020) bahwa didapatkan data lebih banyak
pasien dengan jenis kelamin laki-laki serta laki-laki lebih berpotensi
mengalami tingkat kecemasan dibandingkan dengan pasien dengan jenis kelamin
perempuan.
c. Pendidikan
Berdasarkan Tabel 5.9 dapat diketahui bahwa responden sebagian besar berpendidikan menengah 22 responden (53%) dengan mengalami kecemasan ringan 21 responden (67,7%) dan kecemasan
sedang 1 responden (3,2%). Berdasarakan data diatas hasil perhitungan data dengan menggunakan uji statistik Spearmen Rank Test didapatkan nilai
p<0,05 yaitu p=0,000 hasil dimana
p<0,05 yaitu 0,030<0,05, sehingga H1 diterima H0 ditolak yang berarti
terdapat hubungan antara pendidikan dengan tingkat kecemasan pasien yang�� akan menghadapi operasi di RSUD Cileungsi tahun 2022. Hal ini tidak
sejalan dengan penelitian (Wigatiningsih et al., 2020) bahwa dalam penelitiannya
didapatkan bahwa lebih banyak responden dengan pendidikan atas. Kemudian
memiliki kecemasan yang sedang pada saat pre operasi dibandingkan dengan
responden berpendidikan bawah sampai dengan menengah. Selain itu hal ini juga
sejalan dengan penelitian heriani (2017) dengan judul kecemasan dalam menjelang
pre operasi, usia dan tingkat pendidikan yang menunjukan bahwa ada hubungan
yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan tingkat kecemasan dalam
menjalani operasi dengan p value 0,008 dikatakan ada hubungan karena nilai p
value 0,05.
d. Pengalaman
Berdasarkan Tabel
5.10 dapat diketahui bahwah responden yang tidak pernah mengalami operasi
berjumlah 15 responden (48,4%) dan 16 responden (51,6%) pernah mengalami operasi. Berdasarakan data diatas hasil perhitungan data dengan menggunakan uji statistik Koefesien Kontingensi tes didapatkan nilai p<0,05
yaitu p=0,001 hasil dimana p<0,05 yaitu 0,027<0,05, sehingga H1 diterima H0 ditolak yang
berarti terdapat hubungan antara pengalaman operasi
dengan tingkat kecemasan pasien yang akan menghadapi operasi di RSUD Cileungsi tahun 2022. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan juga oleh Putri,S.B, Dharmayanti A, dan Dewi,
N. P, (2020) bahwa lebih banyak pasien yang tidak pernah di lakukan operasi.
e. Dukunngan
Keluarga
Berdasarkan
Tabel 5.11 dapat diketahui bahwa dukungan keluarga responden sebagian besar adalah baik sebanyak 18 responden (58,1%)
dengan kecemasan ringan 18 orang (58,1%). Berdasarkan data diatas hasil perhitungan data dengan menggunakan uji statistik Koefesien Kontingensi tes didapatkan nilai p<0,05
yaitu p=0,000 hasil dimana p<0,05 yaitu 0,004<0,05, sehingga H1 diterima
H0 ditolak yang berarti terdapat
hubungan antara dukungan
keluarga dengan tingkat kecemasan
pasien yang akan menghadapi operasi di RSUD Cileungsi tahun 2022. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Adi Husada (2020) bahwa didapatkan
dukungan dukungan keluarga yang baik sebanyak 90%.
2. Analisis Bivariat
a.
Hubungan antara
umur dengan Kecemasan
Berdasarkan hasil tabulasi silang antara umur dengan
Kecemasan responden di RSUD
Cileungsi dapat diketahui bahwa responden hampir seluruhnya berumur
26-45 tahun sejumlah
18 responden (58,1%). Menurut Haryanto (2012) umur menunjukan ukuran waktu pertumbuhan dan perkembangan seorang
individu. Umur berkorelasi dengan pengalaman, pengalaman berkorelasi dengan pengetahuan, pemahaman dan pandangan
terhadap suatu penyakit
atau kejadian sehingga akan membentuk persepsi dan sikap. Kematangan dalam proses berpikir pada individu
yang berumur dewasa lebih memungkinkannya untuk menggunakan mekanisme
koping yang baik dibandingkan kelompok
umur anak-anak, ditemukan
sebagian besar kelompok umur anak yang mengalami insiden fraktur cenderung lebih mengalami respon cemas yang berat dibandingkan kelompok
umur dewasa (Lukman, 2017).
Usia mempengaruhi sesorang dalam bersikap dan bertindak. Usia yang semakin matang dan dewasa maka seseorang lebih siap dalam menghadapi suatu massalah. Ketika usia masih muda bahkan masih anak-anak maka seseorang akan kesulitan dalam beradaptasi dengan keadaaan lingkungan. Supartini (2014) menyatakan bahwa seperti kondisi kecemasan yang menjalani perawatan rumah sakit dipengaruhi beberapa faktor, semakin muda usia seorang maka akan semakin sulit dalam menyesuaikan dengan lingkungan perawatan. Menurut Rumaiah dalam (Maendra, I. Ketut, 2014) usia berkaitan dengan kedewasaan berpikir individu. Dengan usia yang lebih matang seseorang cenderung lebih dewasa dalam menghadapi masalah.
Berdasarakan hasil perhitungan data dengan menggunakan uji statistik Spearmen Rank Testdidapatkan nilai p<0,05 yaitu p=0,000 hasil dimana p <0,05 yaitu 0,003<0,05, sehingga H1 diterima H0 ditolak �yang berarti terdapat hubungan usia dengan tingkat kecemasan pasien yang akan menghadapi operasi di RSUD Cileungsi tahun 2022.
Bahsoan (2013) menyatakan bahwa umumnya umur yang lebih tua akan lebih baik dalam menangani masalah kecemasan, mekanisme koping yang baik akan mempermudah mengatasi masalah kecemasan, sehingga tingkat kecemasan seseorang bisa lebih rendah. Menurut peneliti, dikarenakan�� usia�� berhubungan�� dengan pengalaman dan pandangan terhadap sesuatu, semakin�� bertambah�� usia�� seseorang�� maka semakin matang proses berifikir dan bertindak dalam�� menghadapi�� sesuatu. Kematangan dalam proses berfikir pada individu yang berumur dewasa lebih memungkinkannya untuk�� menggunakan�� mekanisme�� koping ��yang baik�� dibandingkan�� kelompok�� umur�� anak-anak. Jadi usia juga menjadi faktor � faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pasien pre operasi laparatomi.
b.
Hubungan antara
jenis kelamin dengan
Kecemasan
Berdasarkan hasil tabulasi silang antara� jenis
kelamin dengan Kecemasan responden di RSUD Cileungsi dapat diketahui bahwah responden responden yang paling banyak mengalami kecemasan berjenis
kelamin perempuan 14 responden (45,2%)
dengan tingkat kecemasan
ringan 10, responden (32,3%) dan kecemasan sedang 4 responden
(12,9%). Sedang kan pada laki-laki 17 responden (54.8%) mengalami kecemasan dengan 17 responden (54,8%)
kecemasan ringan dan 0
responden kecemasan sedang (0%).
Berkaitan
dengan kecemasan pada pria dan wanita,
menurut Myers mengatakan bahwa perempuan
lebih cemas akan ketidakmampuannya dibanding
dengan laki-laki, laki-laki
lebih aktif, eksploratif, sedangkan perempuan lebih sensitif. Penelitian lain menunjukkan bahwa
laki-laki lebih rileks
dibanding�� perempuan (Creasoft, 2017). Perempuan mempunyai
perasaan yang lebih peka dan sensitif daripada
laki-laki, sehingga stresor-stresor yang ada akan cenderung lebih
mudah membuat perempuan menjadi cemas.
Berdasarakan hasil perhitungan data dengan menggunakan uji statistik Koefesien Kontingensi test didapatkan Q1.hasil dimana p <0,05
yaitu 0,004<0,05, sehingga
H1 diterima H0 ditolak yang
berarti terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kecemasan� pasien yang akan menghadapi operasi di RSUD Cileungsi tahun 2022. Hal ini sejalan dengan
penelitian Wayan, dkk
(2013) dengan hasil bahwa perempuan (76,5%) lebih banyak mengalami� kecemasan� dibandingkan� laki� laki (60,0%).
Wayan, dkk (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa� kecemasan� yang� berhubungan� dengan� operasi� lebih� sering� dialami� oleh� perempuan, yang menunjukkan bahwa jenis kelamin��� perempuan��� merupakan��� faktor��� terjadinya�� kecemasan�� pre�� operasi�� pada�� orang�� dewasa.�� Perempuan�� lebih�� mudah�� menunjukkan� kecemasan� yang� dialaminya� dibandingkan laki-laki.
Menurut peneliti, pada umumnya seorang laki-laki dewasa mempunyai mental yang kuat terhadap suatu hal yang dianggap mengancam bagi dirinya dibandingkan perempuan. Laki-laki lebih mempunyai tingkat pengetahuan dan wawasan lebih luas dibanding perempuan, karena laki- laki lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan luar sedangkan sebagian besar perempuan hanya tinggal dirumah dan menjalani aktivitasnya sebagai rumah tangga, sehingga tingkat pengetahuan atau informasi yang didapat terbatas.
c.
Hubungan antara pendidikan dengan
Kecemasan
Berdasarkan hasil tabulasi silang antara� pendidikan dengan
Kecemasan responden di RSUD
Cileungsi dapat diketahui bahwa responden dengan �pendidikan dasar 1 responden
(3,2%) dengan mengalami kecemasan ringan 1 responden
(3,2%) dan kecemasan sedang 0 responden
(0,0%). Responden dengan �pendidikan menengah 22 responden
(71,0%) dengan mengalami kecemasan ringan 21 responden
(67,7%) dan kecemasan sedang 1 responden (3,2%). Responden dengan �pendidikan atas 4 responden
(12,9%) dengan mengalami kecemasan ringan 2 responden
(6,5%) dan kecemasan sedang 2 responden
(6,5%). Responden dengan �pendidikan sarjana 4 responden
(12,9%) dengan mengalami kecemasan ringan 3 responden
(9,7%) dan kecemasan sedang 1 �responden (3,2%).
Pendidikan merupakan hal yang bisa membentuk
kepribadian, karakter atau pun sikap seseorang. Pendidikan yang memadai akan menjadikan seseorang
mempunyai pemikiran dan wawasan yang luas terhadap
sesuatu, sehingga bias mengambil sikap atau keputusan
yang positif dalam menghadapi masalah. Tingkat kecemasan
sangatlah berhubungan dengan tingkat pendidikan seseorang dimana seseorang
akan dapat mencari informasi atau menerima informasi dengan baik sehingga
akan cepat mengerti
akan kondisi dan keparahan
penyakitnya dan dengan keadaan yang seperti ini akan menyebabkan peningkatan kecemasan pada orang tersebut (Hawari, 2013). Menurut (Stuart, 2019), tingkat pendidikan yang rendah pada
seseorang akan menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan, disebabkan kurangnya �pengetahuan seseorang.
Berdasarakan perhitungan data dengan
menggunakan uji statistik Spearmen Rank Test didapatkan nilai
p<0,05 yaitu p=0,000 hasil dimana p<0,05
yaitu 0,000<0,05, sehingga H1 diterima H0 ditolak yang
berarti terdapat hubungan antara pendidikan dengan tingkat kecemasan
pasien yang akan menghadapi operasi
di RSUD Cileungsi tahun 2022. Hal ini sejalan dengan penelitian Syamsul,
dkk (2017) bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat�� kecemasan��
pasien�� yang�� berpendidikan���� dasar, berpendidikan�� menengah,��
dan�� berpendidikan tinggi di RSGM
FKG Universitas Jember.
Menurut Siagian dalam Syamsul, dkk� (2017) menyatakan�� bahwa��
semakin�� tinggi tingkat�� pendidikan��
seseorang�� semakin�� besar pula��
keinginan�� dan�� harapannya,��
sehingga pasien� yang� berpendidikan tinggi� kebanyakan lebih�� peka��
dan�� kritis�� terhadap��
situasi. Menurut peneliti, kematangan dalam proses berfikir juga
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang. Tingkat�� pendidikan��
yang�� cukup�� akan��
lebih mudah dalam mengidentifikasi tekanan dalam diri sendiri maupun
dari luar dirinya.
d.
Hubungan antara
pengalaman operasi dengan
Kecemasan
Berdasarkan hasil tabulasi silang antara� pengalaman dengan Kecemasan responden di RSUD Cileungsi dapat diketahui bahwah responden yang tidak pernah mengalami operasi berjumlah 15 responden (48,4%) yang mengalami kecemasan ringan 11 responden (35,5%) dan yang mengalami kecemasan sedang 4 responden (12,9%) sedangkanuntun reponden yang pernah mengalami operasi sebanyak 16 responden (51,6%) dengan mengalami kecemasan ringan 16 responden (51,6%) dan yang mengalami kecemasan sedang 0 responden (0,0%).
Berdasarakan hasil perhitungan data dengan menggunakan uji statistik Koefesien Kontingensi tes didapatkan nilai p<0,05 yaitu p=0,001 hasil dimana p <0,05 yaitu 0,001<0,05, sehingga H1 diterima H0 ditolak yang berarti terdapat hubungan antara pengalaman operasi dengan tingkat kecemasan pasien yang akan menghadapi operasi di RSUD Cileungsi tahun 2022. Hal ini sejalan dengan penelitian Syamsul, dkk (2017) yang didapatkan bahwa tingkat kecemasan rata-rata pasien yang belum pernah dilakukan pencabutan gigi (11,74) lebih�� tinggi�� dibandingkan�� pasien�� yang�� sudah pernah dilakukan pencabutan gigi (11,12) karena pasien sudah memiliki pengetahuan tentang prosedur operasi tersebut sehingga pasien lebih tenang dan kooperatif.
Menurut peneliti, pengalaman memberikan seseorang gambaran suatu kejadian yang telah dialami. Sehingga seserang tersebut akan lebih siap dalam menghadapainya jika hal tersebut terjadi lagi. Pengalaman ini menjadikan seseorang lebih secara fisik dan mental, sehingga mengurangi rasa cemas yang ada.
e.
Hubungan dukungan
keluarga dengan Kecemasan
Berdasarkan hasil tabulasi silang antara� dukungan keluarga dengan
Kecemasan responden di RSUD
Cileungsi dapat diketahui bahwa dukungan keluarga �responden
Kurang sebanyak 18 responden (58,1%) dengan kecemasan ringan 18
orang (40%) dan kecemasan sedang
0 responden (0,0%), dukungan keluarga
���responden
cukup sebanyak 12 responden (38,7%) dengan kecemasan ringan 9
orang (29,0%) dan kecemasan
sedang 3 responden (9,7%), dukungan keluarga
responden baik sebanyak 1 responden (3,2%) dengan kecemasan ringan 0
orang (0,0%) dan kecemasan
sedang 1 responden (3,2%).
Menurut Kaplan dan Saddock,
1994 dalam Arum (2017)
dukungan psikososial keluarga adalah mekanis mehubungan
interpersonal yang dapat melindungi seseorang dari efek stress yang buruk. Pada umumnya
jika seseorang memiliki
sistem pendukung yang kuat, kerentanan terhadap penyakit mental
akan rendah (Arum, 2017). Menurut House dan Kahn (1985) dalam Friedan,
dkk (2010), terdapat empat tipe dukungan keluarga
yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan
instrumental, dan dukungan
informasional.
Dukungan
keluarga yang senantiasa memberikan dukungan kepada pasien akan membuat pasien merasa memiliki dan dapat
mengandalkan keluarganya selama
berada pada masa pengobatan. Keyakinan pasien pada keluarganya dapat diandalkan pada akhirnya akan membuat pasien bersemangat dalam
menjalani pengobatan dan terhindar dari kecemasan.
Berdasarakan hasil perhitungan data dengan menggunakan uji statistik Koefesien Kontingensi tesdidapatkan
nilai p<0,05 yaitu p=0,000 hasil
dimana p <0,05 yaitu 0,000<0,05, sehingga H1 diterima H0 ditolak yang berarti terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat
kecemasan pasien yang akan menghadapi operasi di RSUD Cileungsi
tahun 2022. Hal ini sejalan dengan penelitian Edi Kurniawan dan Jek Amidos
(2016) yang didapatkan bahwa dukungan keluarga baik yaitu (92%) yang memiliki
cemas ringan (70%), cemas sedang (11%), cemas berat (8%), dan panik yaitu (2%).
Dukungan keluarga cukup (8%), dengan kecemasan sedang (5%), kecemasan berat
(3%).
Menurut
peneliti, dukungan keluarga yang baik sangat mempengaruhi semangat dan
kepercayaan diri responden dalam menghadapi operasinya. Dukungan ini akan
meningkatkan koping responden dalam menghadapi stressor yang muncul karena akan
di operasi. Jadi dukungan keluarga menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat kecemasan pasien pre operasi laparatomi.
Kesimpulan
Berdasarkan data hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa hampir setengahnya pasien yang akan menghadapi operasi di Rumah Sakit Umum Daerah Cileungsi mengalami kecemasan ringan ditandai dengan adanya hubungan antara usia, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman, dan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien yang akan menghadapi operasi di RSUD Cileungsi tahun 2022.
BIBLIOGRAFI
Anwar, Tasbihul, Warongan, Anwar
Wardi, & Rayasari, Fitrian. (2020). Pengaruh Kinesio Taping Terhadap
Tingkat Nyeri Pada Pasien Post Laparatomi Di Rumah Sakit Umum Dr Darajat
Prawiranegara, Serang-Banten Tahun 2019. Journal of Holistic Nursing Science,
7(1), 71�87.
Azis, Muhammad Dirham. (2018). Pengaruh
motivasi kerja, kompetensi, dan kompensasi terhadap kinerja pegawai pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Makassar Selatan. Jurnal Aplikasi Manajemen, Ekonomi
Dan Bisnis, 2(2), 1�11.
FIVI NOVITA, FIVI NOVITA, Andriani, Ns
Yessi, Mat, M. Kep Sp Kep, Andriani, Ns Yessi, Mat, M. Kep Sp Kep, Yosefina,
Ns, & Yosefina, Ns. (2019). Asuhan keperawatan pada Ny N post partum
perpaginam+ episiotomi dalam pemenuhan kebutuhan dasar nyeri dengan kompres
dingin (NACL 0.9%) di ruangna KB IGD RSAM Bukittinggi tahun 2019. STIKes
PERINTIS PADANG.
Haniba, Septiana Wulandari. (2018). Analisa
Faktor-Faktor Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien yang Akan Menjalani Operasi (di
Ruang Rawat Inap Melati RSUD Bangil Tahun 2018). STIKes Insan Cendekia
Medika Jombang.
Hasanah, Nur. (2017). Hubungan Pengetahuan
Pasien Tentang Informasi Pre Operasi Dengan Kecemasan Pasien Pre Operasi. Jurnal
Ilmiah Kesehatan, 6(1).
Hawari, Dadang. (2013). Manajemen Stres
Cemas dan Depresi: Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Indriyani, Putri, & Faradisi, Firman.
(2021). Literature Review: Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Peningkatan
Peristaltik Usus Pasien Post Pembedahan Laparatomi. Prosiding Seminar
Nasional Kesehatan, 1, 2220�2223.
Maendra, I. Ketut. (2014). Prevalensi
Tingkat Kecemasan Pada Pasien Infark Miokard Lama di Poliklinik Jantung RSUP
Prof. Dr. RD KANDOU. E-CliniC, 2(3).
Mulyawati, Isti, Kuswardinah, Asih, &
Yuniastuti, Ari. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Keamanan Jajanan
terhadap Pengetahuan dan Sikap Anak. Public Health Perspective Journal, 2(1).
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Ilmu
perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 200, 26�35.
Nursalam, S. (2013). Metodologi penelitian
ilmu keperawatan pendekatan praktis. Jakarta: Salemba Medika.
Puspitasari, Betristasia. (2020). Hubungan
Pengetahuan dengan Tingkat Kecemasan Wanita Premenopause dalam Menghadapi Masa
Menopause. Jurnal Kebidanan, 9(2), 115�119.
Ramdhan, Muhammad. (2021). Metode Penelitian.
Cipta Media Nusantara.
Sari, Yuli Permata. (2019). Pengaruh
Latihan Lima Jari terhadap Kecemasan pada Pasien Pre Operasi Laparatomi di Irna
Bedah RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Menara Ilmu, 13(10).
Stuart, Gail W. (2019). Buku saku
keperawatan jiwa. EGC.
Wigatiningsih, Yunita, Hermawan, Hermawan,
& Elisa, Elisa. (2020). Pengaruh Pemberian Terapi Musik (Murottal) terhadap
Kecemasan pada Pasien Pre Operasi Sectio Caesarea di Ruang Instalasi Bedah
Sentral (IBS) RSUD KRMT Wongsonegoro. JURNAL KEPERAWATAN MERSI, 9(1),
19�22.
Copyright holder: Leni Setyowati, Eli
Indawati(2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |