Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No.
12, Desember 2022
PEMBACAAN SURAH YUSUF, MUHAMMAD
DAN AL-JIN DALAM
TRADISI ROKAT RUMAH DI DUSUN
BRUMBUNG, DESA BICORONG, KECAMATAN PAKONG, KABUPATEN PAMEKASAN
Mohammad Farah Ubaidillah,
Samsul Arifin, Misnawi, Sya�roji Sy
Institut Agama
Islam Negeri Madura
Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak �
Tradisi atau kebiasaan merupakan bentuk kegiatan yang dilaksanakan berulang-ulang dengan cara yang sama. Dalam kegiatan pembacaan urah Yusuf, Muhammad dan Al-Jinn dalam tradisi rokat rumah di Dusun Brumbung, Desa Bicorong untuk melaksanakan tradisi tersebut ketika diberikan rezeki oleh Allah untuk membuat atau membeli rumah baru dan rumah tersebut mu ditempati maka wajib melaksanakan rokat rumah dengan tujuan memohon atau meminta keselamatan kepada Allah untuk orang yang menempati rumah tersebut entah keselamatan dari bencana, keharmonisan keluarga bahkan godaan setan. penelitian ini untuk mengetahui Bagaimana Makna surah Yusuf, Muhammad dan Al-jinn dan untuk mengetahui bagaimana prosesi rokat rumah di Dusun Brumbung Desa Bicorong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan. Penelitian termasuk penelitian living Qur�an. Untuk mengungkap makna dari kegiatan pembacaan surah Yusuf, Muhammad dan Al-jinn pada tradisi rokat rumah di Dusun Brumbung Desa Bicorong Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan, penulis menggunakan pendekatan fenomenologi milik Edmund Husserl yang menggunakan 3 reduksi yaitu reduksi fenomenologis, reduksi edetic, dan reduksi transendental.
Kata Kunci: Rokat, Tradisi, Fenomenologi
Abstract
Tradition is a form of activity that is carried out repeatedly in
the same way. In the activity of reading Surah Yusuf, Muhammad and Al-Jinn in
the tradition of rokat houses in Dusun Brumbung, Bicorong Village, to
carry out this tradition when given sustenance by Allah to build or buy a new
house and the house is occupied, it is obligatory to carry out house rokat with the aim of requesting or ask God for salvation
for the people who occupy the house, whether it is salvation from disaster,
family harmony and even the temptation of the devil. This research is to find
out how the meaning of surah Yusuf, Muhammad and Al-jinn and to find out how
the procession of rokat house in Brumbung
Hamlet, Bicorong Village, Pakong
District, Pamekasan Regency. Research includes
research on the living Qur'an. To reveal the meaning of reading Surah Yusuf,
Muhammad and Al-jinn in the rokat house tradition in Brumbung Hamlet, Bicorong
Village, Pakong District, Pamekasan
Regency, the author uses Edmund Husserl's phenomenological approach that uses 3
reductions, namely phenomenological reduction, edetic
reduction, and transcendental reduction.
Keywords: Rokat,
Tradition, Phenomenology.
Pendahuluan
Madura
merupakan salah satu bentuk representasi dari beragamnya keunikan khazanah kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia. Beragamnya nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang merupakan buah karya dari leluhur
ini tersimpan dalam luasnya bumi
nusantara ini. Kearifan lokal merupakan salah satu cerminan dalam berkehidupan, berperilaku dalam bermasyarakat yang berhubungan dengan alam, lingkungan yang bersumber dari adat istiadat, nilai agama, petuah-petitih nenek moyang yang terbentuk oleh masyarakat sekitar, sehingga warisan ini dijadikan
sebagai alat kontrol di masyarakat dan sudah melembaga sehingga menjadi kebudayaan. Kearifan lokal sama juga halnya dengan nilai
budaya yang di pegang oleh masyarakat yang dijadikan sebagai pandangan hidup (Ma�arif, 2015). Setiap suku
yang ada di Indonesia ini memiliki adat yang berbeda, tetapi memiliki kesamaan pada kearifan lokalnya, yaitu dalam menjaga
hubungan sesama manusia dan dengan berbagai macam ritual serta tradisi yang digunakan (Aisyah & Rahayu, 2019).
Setiap kelompok masyarakat pasti mempunyai sistem sosial dan sistem budaya sendiri
yang membedakan dengan kelompok masyarakat lainnya. Masyarakat Madura, khususnya
Dusun Brumbung, Desa Bicorong, Kecamatam Pakong, Kabupaten Pamekasan, mereka memiliki sejumlah tradisi atau kebiasaan
yang masih dilaksanakan dalam berkehidupan dan juga diwariskan kepada generasi selanjutnya. Tradisi tersebut dipandang oleh masyarakat masih fungsional dan sesuai dengan tuntunan
lingkungan tempat tinggal setempat. Salah satu kearifan lokal
atau tradisi yang masih dipertahankan dan tetap berlangsung sampai saat sekarang
ini dalam masyarakat Dusun Brumbung, Desa Bicorong, Kecamatam Pakong, Kabupaten Pamekasan adalah tradisi Rokat.
Rokat adalah istilah dalam bahasa Madura (Jawa: ruwat) yang berarti selamatan (sedekah). Rokat adalah upacara ritual untuk menghalau atau menghilangkan kesialan, nasib buruk, dan malapetaka yang menimpa atau mengancam
seseorang atau sekelompok orang. Masyarakat Madura mengenal
berbagai jenis rokat antara lain, rokat baliun, rokat
bumi, rokat desa, rokat pandhaba,
rokat sanjata (ASRINY, 2021). Bentuk rokat biasanya berupa selametan (sedekah) atau pesta bersama.
Orang Madura seperti halnya
orang Jawa, pada dasarnya memiliki orientasi kehidupan dua alam yakni alam semesta
(makrokosmos) dan alam diri sendiri (mikrokosmos).
Keseimbangan antara dua alam tersebut senantiasa
diupayakan dan dijaga agar supaya hidup dan kehidupan selalu harmonis (dalam Soegianto, 2003).
Tradisi rokat Rumah adalah
suatu kebiasaan umum yang dilakukan oleh masyarakat madura, sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat
yang diberikan oleh Allah. Tradisi
ini dilaksanakan dengan harapan rumah yang dibangun dan akan dijadikan tempat tinggal bersama keluarganya itu menjadi rumah
yang diridhoi oleh Allah swt.
dan mendapatkan syafaat dari Rosulullah saw. Salah satu daerah yang memiliki Tradisi rokat rumah adalah
Dusun Brumbung, Desa Bicorong, Kecamatam Pakong, Kabupaten Pamekasan. Ada bebrapa fakta menarik terkait
tradisi rokat rumah di Dusun Brumbung, Desa Bicorong, Kecamatam Pakong, Kabupaten Pamekasan ini. �Hampir semua pemilik
rumah yang ada di dusun ini telah
melakukan tradisi tradisi rokat rumah.
Tradisi ini menjadi kewajiban warga� di Desa Bicorong karena masyarakat menyakini tradisi yang berasal dari leluhur ini
tidak bertentangan dengan syariat agama islam.
Tradisi rokat rumah di Dusun Brumbung, Desa Bicorong, Kecamatam Pakong, Kabupaten Pamekasan. �bukan hanya dimiliki
oleh warga yang membangun rumah dengan model dan bentuk yang bagus atau model kekinian. Akan tetapi� juga dilakukan
oleh masyarakat yang membangun
rumah dalam bentuk yang paling sederhana, semisal rumah yang hanya terbuat dari
anyaman bambu. Ini menjadi bukti
kuatnya keyakinan masyarakat setempat dengan tradisi rokat rumah ini,
padahal kegiatan ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit.� Selain menyiapkan sajen sebagai syarat
utama tradisi rokat rumah, penyelenggara
juga harus menyiapkan makanan dan minuman sebagai hidangan kepada tetangga yang diundang. Selain itu juga ada kewajiban
memberikan sejumlah uang kepada tokoh masyarakat yang memimpin jalannya prosesi rokat rumah ini. Fakta lainnya yang terungkap masyarakat Desa Bicorong tidak menempati rumah yang telah selesai mereka
bangun sebelum pemilik rumah melaksanakan
ritual rokat rumah. Hal ini tetap mereka
lakukan meskipun semua perabot rumah tangga telah lengkap dan rumah telah siap untuk ditempati.
Selain fakta-fakta di atas, yang membuat penelitian ini semakin menarik
adalah pemilihan surat yang dibaca dalam tradisi rokat
rumah ini. Apabila di masyarakat lainnya biasa membaca
surat-surat munjiyat ( surat Yasin, surat
al-Mulk, surat al-Insan dll), maka masyarakat
Dusun Brumbung, Desa Bicorong, Kecamatam Pakong, Kabupaten Pamekasan memilih membaca surat Surah Yusuf, Muhammad dan Al-Jinn
dalam tradisi Rokat Rumah ini.
Metode Penelitian
Metode dapat diartikan sebagai way of doing anything, yaitu
suatu cara yang ditempuh untuk mengerjakan sesuatu agar sampai pada tujuan (Mustaqim, 2018). Jadi yang dimaksud dengan
metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya, seperti wawancara, observasi, tes maupun dokumentasi
(Arikunto, 2013).
Jenis penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dengan metode
fenomenologi.
Sumber data pada penelitian
ini adalah masyarakat masyarakat Dusun Brumbung, Desa Bicorong, Kecamatam Pakong, Kabupaten Pamekasan dan literatur pendukung lainnya yang berkaitan dengan penelitian living qur�an. Untuk memperoleh data yang akurat, maka peneliti
melakukan wawancara dan merekam semua proses wawancara tersebut. Sedangkan untuk kelengkapan data dapat diperdalam dengan menggunakan tehnik lainnya, seperti observasi partisipan, penelusuran dokumen dan
lain-lain. Data yang terkumpul pada penelitian ini akan dianalisa menggunakan teori fenomenologi Edmund Husserl.
Hasil dan Pembahasan
Kajian
Tentang Tradisi
a.
Pengertian Tradisi
Tradisi oleh C.A.
van Peursen diterjemahkan sebagai proses pewarisan atau penerusan norma-norma, adat istiadat, kaidah-kaidah, harta-harta. Tradisi dapat dirubah diangkat,
ditolak dan dipadukan dengan aneka ragam
perbuatan manusia (MODERN, n.d.). Tradisi juga diartikan
sebagai� sejumlah kepercayaan, pandangan atau praktik yang diwariskan dari generasi kegenerasi
(secara lisan atau lewat tindakan),
yang diterima oleh suatu masyarakat atau komunitas sehingga menjadi mapan dan mempunyai kekuatan seperti hukum (Ahimsa-Putra, 2009). Dengan adanya tradisi seseorang dapat melestarikan dan mengenang warisan dari leluhur sehingga
generasi berikutnya dapat meneruskan tradisi yang sudah ada tersebut. Selain
itu dalam tradisi juga terdapat
ritual-ritual dan didampingi sesaji
sehingga bukan orang biasa yang dapat menjalankan ritual tesebut. Orang
berfikir rasional tidak dapat mencapainya
karena hal tersebut tidak bisa dipikirkan secara nalar tetapi
ini adalah hubungan supranatural.
Selain itu, tradisi juga dapat diartikan sebagai kebiasaan bersama dalam masyarakat manusia, yang secara otomatis akan mempengaruhi
aksi dan reaksi dalam kehidupan sehari-hari para anggota masyarakat itu, bisaanya dari suatu
Negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang
paling mendasar
dari tradisi adalah adanya informasi
yang diteruskan dari generasi ke generasi
baik tertulis maupun lisan, karena
tanpa adanya ini, suatu tradisi
dapat punah (Ahimsa-Putra, 2009).
Sebuah tradisi lahir dengan
melalui dua cara. Pertama, tradisi lahir dan muncul� secara
spontan dan tak diharapkan serta melibatkan banyak orang. Karena suatu alasan, individu
tertentu menemukan warisan historis yang menarik perhatian, ketakziman, kecintaan, dan kekaguman yang kemudian disebarkan melalui berbagai cara. Sehingga kemunculannya itu mempengaruhi rakyat banyak. Dari sikap takzim dan mengagumi itu berubah
menjadi perilaku dalam berbagai bentuk seperti ritual, upacara adat dan sebagainya. Dan semua sikap itu akan
membentuk rasa kekaguman serta tindakan individual menjadi milik bersama
dan akan menjadi fakta sosial yang sesungguhnya dan nantinya akan diagungkan (NIM, 2019). Cara kedua, adalah
melalui mekanisme paksaan. Sesuatu yang dianggap sebagai tradisi dipilih dan dijadikan perhatian umum atau dipaksakan
oleh individu yang berpengaruh
atau yang berkuasa (Rohimah, Hufad, & Wilodati, 2019). Kebiasaan� bisa menjadi tradisi apabila ia memenuhi
dua unsur. Pertama,
Syarat materil, Adanya perbuatan tingkah laku, yang dilakukan berulang-ulang didalam masyarakat terrtentu. Kedua, Syarat intelektual, Adanya keyakinan hukum dari masyarakat
yang bersangkutan, adanya akibat hukum bila
hukum itu dilanggar (Taufiq, 2021).
b.
Fungsi Tradisi
Suatu
tradisi memiliki fungsi bagi masyarakat, antara lain :
I.
Tradisi adalah kebijakan
turun temurun. Tempatnya di dalam kesadaran, keyakinan, norm, dan nilai yang
kita anut kini serta di dalam benda yang diciptakan di masa lalu. Tradisi pun
menyediakan fragmen warisan historis yang dipandang bermanfaat. Tradisi seperti onggokan
gagasan dan material yang dapat digunakann dalam
tindakan kini dan untuk membangun masa depan berdasarkan pengalaman masa lalu.
II.
Memberikan legitimasi
terhadap pandangan hidup, keyakinan, pranata, dan aturan yang sudah ada. semua
ini memerlukan pembenaran agar dapat mengikat anggotanya. Salah satu sumber
legitimasi terdapat dalam tradisi. Biasa dikatakan: �selalu seperti itu� atau
�orang selalu mempunyai keyakinan demikian�, meski dengan resiko yang
paradoksal yakni bahwatindakan tertentu hanya dilakukan karena orang lain
melakukan hal yang sama di masa lalu atau keyakinan
tertentu diterima semata-mata karena mereka telah menerimanya
sebelumnya.
III.
Menyediakan simbol
identitas kolektif yang meyakinkan, memperkuat loyalitas primordial terhadap
bangsa, komunitas dan kelompok. Tradisi nasional dengan lagu, bendera, emblem,
mitologi, dan ritual umum adalah contoh utama. Tradisi nasional selalu
dikaitkan dengan sejarah, menggunakan masa lalu untuk memelihara persatuan
bangsa.
IV.
Membantu menyediakan tempat
pelarian dari keluhan,
ketidakpuasan, dan kekecewaan kehidupan modern.
Tradisi yang mengesankan masa lalu yang lebih bahagia menyediakan sumber pengganti
kebanggaan bila masyarakat berada dalam krisis (Suharjanto, 2013).
Kajian Tentang Living Qur�an
Living
Quran ditinjau dari segi bahasa merupakan
gabungan dari dua kata yang
berbeda, yaitu Living dan
Quran. Living berasal dari
kata Life yang berarti hidup
atau menghidupkan.� Living Quran adalah
makna dan fungsi al-Quran
yang dipahami dan dialami masyarakat muslim. Studi Living Quran adalah kajian atau penelitian
tentang berbagai peristiwa sosial terkait dengan kehadiran al-Quran pada kehidupan
masyarakat (Atabik, 2014). Di sisi lain, Muhammad Mansur berpendapat bahwa� Living Quran sebenarnya
bermula dari fenomena Quran in Every Day Life, yang tidak
lain adalah �makna dan fungsi al-Quran yang real dipahami
dan dialami masyarakat
Muslim (Muhtador, 2014). Dari pengertian diatas,
dapat disimpulkan bahwa Living Quran adalah suatu kajian ilmiah
dalam ranah studi al-Quran yang meneliti
al-Quran dengan kondisi realita social di masyarakat.
Pada hakikatnya, praktik memperlakukan al-Quran� terjadi sejak masa awal Islam, yakni pada masa Rasulullah saw. sejarah
mencatat, Nabi Muhammad dan para sahabat
pernah melakukan praktik ruqyah, yaitu dengan membaca
ayat-ayat tertentu di dalam al-Quran (Junaedi, 2015). Dari beberapa praktik
interaksi umat Islam pada
zaman dahulu, dapat dipahami jika kemudian
berkembang suatu pemahaman di masyarakat tentang khasiat serta keutamaan surah-surah tertentu atau ayat-ayat
tertentu didalam al-Quran sebagai obat dalam
arti yang sesungguhnya, yaitu
untuk menyembuhkan penyakit. Dan di samping beberapa fungsi tersebut, al-Quran juga tidak jarang digunakan masyarakat untuk menjadi solusi atas persoalan ekonomi, yaitu sebagai alat untuk
memudahkan datangnya rezeki (Junaedi, 2015).
Kajian mengenai Al-Qur�an
banyak ditekankan pada aspek tektual ketimbang kontekstual. Mainstream kajian
al- Qur�an selama ini memberi kesan bahwa tafsir dipahami harus sebagai teks
yang tersurat dalam karya para ulama dan sarjana muslim. Padahal, kita semua
mafhum bahwa al- Qur�an tidak terbatas pada teks semata tetapi ada konteks yang
melingkupinya. Dengan demikian, maka sesungguhnya penafsiran itu bisa berupa
tindakan, sikap serta perilaku masyarakat yang merespon kehadiran al- Qur�an
sesuai dengan tingkat pemahamannya masing-masing. Respon masyarakat terhadap
ajaran-ajaran serta nilai-nilai al- Qur�an yang kemudian mereka aplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari, masih kurang mendapat perhatian dari para pengkaji
al- Qur�an.
Selama
ini memang orientasi kajian al-Qur�an lebih banyak diarahkan
kepada
kajian teks, wajar jika ada yang menyebut bahwa peradaban Islam
identik
dengan hadlarat an-nass. Itulah sebabnya produk-produk kitab tafsir
lebih
banyak ketimbang yang lain, meski kalau dicermati produk tafsir kajian
abad
pertengahan cenderung repetitive. Demikian pula penelitian Qur�an yang
berkaitan
dengan teks lebih banyak ketimbang yang berkaitan bagaimana
pengamalan
masyarakat terhadap teks itu sendiri. Pada titik inilah kajian
serta penelitian living Qur�an menemukan relevansi serta urgensinya.
Kajian dalam bidang living Qur�an ini memberikan kontribusi yang
signifikan bagi pengembangan studi al- Qur�an.
Penelitian living Qur�an
juga sangat penting untuk kepentingan dakwah dan pemberdayaan masyarakat,
sehingga mereka lebih maksimal dalam mengapresiasi al- Qur�an Urgensi kajian living
Qur�an lainnya adalah menghadirkan paradigma baru dalam kajian al- Qur�an
kontemporer, sehingga studi Qur�an tidak hanya berputar pada wilayah kajian
teks. Pada wilayah living Qur�an ini kajian tafsir akan lebih banyak
mengapresiasi respons dan tindakan masyarakat terhadap kehadiran al- Qur�an,
sehingga tafsir tidak lagi bersifat elitis, melainkan emansipatoris yang
mengajak partisipasi masyarakat.
Kajian Tentang Fenomenologi Sosial
Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani phaenesthai, yang berarti menunjukkan dirinya sendiri menampilkan. Yang secara harfiah berarti gejala atau apa yang telah menampakkan diri (Hasbiansyah, 2008). Fenomenologi berarti uraian atau pembahasan tentang fenomena atau sesuatu yang sedang menampakkan diri, atau sesuatu yang sedang menggejala. Fenomenologi hakikatnya ingin mencapai pengertian yang benar, yaitu pengertian yang menangkap realitas seperti dikendaki oleh realitas itu sendiri (Sudarman, 2014). �Istilah fenomenologi pertama kali diperkenalkan oleh J.H Lambert pada tahun 1764, istilah digunakan untuk menunjukkan sebuah kebenaran (Chandra, 2012). Edmund Husserl adalah tokoh yang sangat intens menjadikan fenomenologi sebagai kajian filsafat. Oleh karena Edmund Husserl dikenal sebagai bapak fenomenologi (Kuper & Kuper, 2000).
Menurut Edmund Husserl fenomenomenologi adalah ilmu pengetahuan yang
tampak (Phainomenon) atau yang menampakkan diri atau
fenomena (Amir, 2020). Zuruck zu
densachen selbst (kembali
kepada hal-hal itu sendiri) adalah
semboyan yang dibangun oleh
Edmund Husserl dalam mengembangkan
metode fenomenologinya (Tobroni, 2003). Untuk memahami� apa� yang sesungguhnya terjadi, maka menurut
semboyan ini, peneliti harus bertanya langsung kepada orang mengalami peristiwa tersebut, bukan kepada yang lain Dengan menggunakan
fenomenologi kita dapat mengetahui bahwa eksistensi suatu realitas. Maka dari itu
dalam menangkap arti pengalaman hidup manusia tentang gejala atau fenomena
yang terjadi pada manusia kita harus mengetahui
lebih dalam kesadaran struktur dalam pengalaman manusia (Hamzah, 2021). Fenomenologi juga berupaya mengungkapkan tentang makna dari
pengalaman seseorang. Makna tentang sesuatu
yang dialami seseorang akan sangat tergantung bagaimana orang tersebut berhubungan dengan sesuatu itu.
Adapun dasar epistimologi
fenomenologi adalah: (Dahlan, 2010)
(1) fenomenologi adalah sebuah epistimologi (motode berfikir) dengan cara
terlebih dahulu subjek harus membebaskan diri dari tradisi, prasangka� subjektivitas atau pengalaman yang
mendahului; (2) objek harus disaring melalui suatu reduksi (ephoce) dan apa
yang direduksikan; (3) objek dipandangan secara rohani dalam suatu intuisi
melalui tiga macam reduksi, yaitu reduksi fenomenologis, reduksi eidetic, dan
reduksi transcendental.
Pertama, reduksi fenomenologis dilakukan dengan cara menyaring
pengalaman pertama yang terarah kepada eksistensi fenomena. Pengalaman yang
bersifat indrawi tidak dibuang begitu saja, tetapi ditangguhkan dalam proses
penyaringan sehingga tersingkirlah semua bentu-bentuk prasangka praanggapan,
baik keyakinan tradisional maupun keyakinan keagamaan. Objektifitas suatu
pengetahuan menjadi prioritas, sehingga fenomena diupayakan mengungkapkan
hakikatnya secara murni dengan cara menghilangkan unsur-unsur subjektifitas.
Dalam konteks ini, seorang pencari kebenaran suatu ilmu pengetahuan dituntut
kebenaran dan keutuhannya dalam menangkap fenomena yang mengungkap diri.
Kedua,
reduksi eidetic adalah untuk menemukan eidos hakikat fenomena yang tersembunyi.
Pengalaman terhadap hakikat feenomena yang sesungguhnya. Dalam
proses pengamatan ini, pengamat perlu mengarahkan diri kepada isi yang paling
mendasar dan segala sesuatu yang paling hakiki. Langkah ini merupakan proses
lebih lanjut dari langkah pertama. Langkah ini melakukan proses pengkajian
secara seksama terhadap suatu objek yang diamati sampai pada hal-hal yang
sangat mendasar. sehingga kebenarannya-pun masih bersifat perspektif. Atau
sejauh pengamatan seorang pengamat dari mana ia mengamatinya. Ketiga reduksi
trasendental adalah menyisihkan dan menyaring semua hubungan antara
fenomena-fenomena yang diamati dengan lainnya. Reduksi trasendental harus
menemukan kesadaran murni dengan menyisihkan kesadaran empiris sehingga
kesadaran diri sendiri tidak lagi berlandaskan pada keterhubungan dengan
fenomena lainnya. Kesadaran diri sendiri tidak lagi berlandaskan
padaketerhubungan denga fenomena lainnya. Kesadaran diri yang bebas dari
kesadaran empiris itu mengatasi seluruh pengalaman adalah bersifat
transendental.
Prosesi Rokat Rumah di Dusun Brumbung, Desa Bicorong, Kecamatan Pakong,
Kabupaten Pamekasan
Dalam pelaksanaan tradisi rokat rumah� tidak
ada aturan khusus yang bisa dijadikan pedoman dan mutlak untuk diikuti.
Tata cara pelaksanaannya didasarkan pada keyakinan dan tradisi yang berlaku pada masyarakat setempat. Hal ini berlaku juga dengan tradisi rokat rumah yang dilaksanakan di Dusun Brumbung, �desa Bicorong, Kec. Pakong. Berdasarkan data yang diperoleh berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepada narasumber, tatacara pelaksanaan rokat rumah di Desa Bicorong,
Kec. Pakong terdiri dari tiga
tahapan.
a.
Tahap persiapan
Pada tahap pertama ini, tuan rumah menentukan beberapa hal. Pertama, menentukan waktu pelaksaan. Untuk waktu pelaksanaan rokaat rumah ini yaitu ketika rumah sudah selesai dibangun dan sudah siap untuk ditempati. Meskipun tidak ada ketentuan hari dalam pelaksaan rokat rumah ini, namun Masyarakat Dusun Brumbung, Desa Bicorong, Kec. Pakong biasanya� mengadakan acara rokat rumah pada malam jum�at atau pada hari jumat setelah pelaksanaan sholat jumat (Arifin, 2021). Pemilihan malam jum�at atau hari jumat ini didasarkan kepada keyakinan bahwa hari jumat adalah hari yang terbaik dalam periode satu minggu (sayyid al-ayyam). Sehingga ketika rumah telah selesai semua proses pembangunannya pada hari sabtu, maka pemilik rumah akan menunda menempati rumah tersebut sampai hari jum�at yang akan datang.
Kedua, penentuan undangan. Tuan rumah memiliki hak preogratif
dalam menentukan
orang-orang yang diundang pada acara rokat rumah miliknya.
Diantara yang wajib diundang dalam acara rokat rumah ini
adalah orang tua pemilik rumah. Kehadiran orang tua dalam acara rokat rumah memiliki fungsi yang sangat penting, karena dengan hadirnya
orang tua menunjukkan kerelaan dan keridhoan mereka atas usaha
dan jerih payah yang dilakukan oleh anak mereka (pemilik rumah). Ketiga, menyiapkan al-qur�an. Meskipun acara rokat rumah telah menjadi
tradisi yang turun temurun Dusun Brumbung, di desa Bicorong, Kec, Pakong, namun mayoritas
masyarakat disana masih belum hafal
surat Yusuf, Muhammad dan Al-Jinn
(Arifin, 2021). Sehingga agar acara rokat
rumah berjalan lancar dan hidmat, maka tuan rumah perlu menyiapkan al-qur�an sebanyak undangan yang hadir.
Keempat,
menyiapkan hidangan. Salah satu
persiapan penting lainnya dalam acara rokat rumah adalah
hidangan yang akan disuguhkan kepada tamu undangan. Meskipun setiap acara pasti ada hidangan,
namun yang membedakan acara
rokat rumah dengan acara lainnya adalah tradisi untuk menyuguhkan 7 macam jajanan pasar. 7 macam jajanan pasar adalah kue yang wajib ada dalan
acara rokat rumah. Suguhan 7 jajanan pasar menunjukkan simbol kemakmuran bagi pemilik rumah dan berisi doa dan harapan pemilik rumah senantiasa dalam kesejahteraan dan kemakmuran. Adapun hidangan di luar 7 macam jajanan
pasar ini hanya bersifat hidangan pendukung. Tuan rumah bebas menghidangkan apa saja sesuai
dengan kemampuan.
b.
Tahap Pelaksanaan
Tahapan pelaksanaan merupakan
inti dari pelaksanaan rokat rumah. Pada tahap ini, semua
tamu undangan akan membaca semua
rangkaian bacaan dengan dipimpin oleh tokoh agama. Pada tahap pelaksanaan ini terdiri dari beberapa
kegiatan, antara lain:
I. Tawassul dengan membaca surat al-Fatihah. Diantara manfaat tawassul tersebut adalah sebagai perantara kepada Allah agar semua doa dan harapan dikabulkan oleh Allah. Selain kepada Rasulullah, tawassul dengan surat al-fatihah juga ditujukan kepada, keluarga atau ahl bait Nabi Muhammad, sahabat Rasulullah, diantaranya para syuhada� perang badar, syuhada� perang uhud, empat khalifah khulafa al-rasyidun, para kekasih Allah (Auliya�, Syuhada� dan shalihun), penyebar Islam di tanah jawa (wali songo), syekh Subakir (salah seorang ulama yang diyakini berhasil mengusir bangsa jin yang menguasai tanah jawa. Selain tawassul dengan para ulama, pada acara rokat rumah, juga membaca surat al-Fatihah yang ditujukan kepada leluhur desa dan leluhur dari tuan rumah.
II. Pembacaan surat Yusuf, surat Muhammad dan surat al-Jin. Pada dasarnya tidak ada ketentuan mengenai urutan pembacaan ketiga surat tersebut, namun sangat disarankan apabila urutan bacaan berdasarkan urutan surat dalam mushaf. Sehingga surat yang dibaca pertama kali adalah surat Yusuf, kemudian surat Muhammad dan terakhir membaca surat al-Jin. Pada tahapan ini, biasanya dipimpin oleh satu orang sementara yang lain mengikuti bacaan pemimpin.
III.
Pembacaan kalimat tayyibah.
Setelah seleai membaca ketigat surat pilihan, maka acara dilanjutkan dengan membaca kalimat-kalimat tayyibah. Diantara bacaan tersebut antara lain
لا اله الا
الله
الله
صلي الله
علي محمد
حسبن الله
ونعم الوكيل
يا لطيف
يا لطيفا
بخلقه يا
عليما بخلقه
يا خبيرا بخلقه
الطف بنا يا
لطيف يا عليم
يا خبير
يا لطيفا لم
يزل الطف بنا
فيما نزل انك� لطيف لم
تزل الطف بنا
والمسلمين
سورة الفيل
يـارب
بالمصطفى بلغ
مقاصدنـا� واغفر
لنا ما مضى يا
واسع الكرم
يا
امن الخائفين
امن مما نخف
يا امن
الخائفين
سلمن مما نخف
يا امن
الخائفين نجن
مما نخف
Semua bacaan
di atas, dibaca dengan jumlah bilangan
ganjil, untuk lafadz pertama-empat biasanya sebanyak 99x. lafadz يا لطيف sebanyak 129x. semenatara lafadz bacaan ke-6 sampai ke-11 di ulang sebanyak 3-11 kali.
Pembacaan doa. Setelah semua rangkaian ritual dilaksnakan, maka ranngkaian terakhir adalah pembacaan doa. Pada acara pembacaan doa biasanya dipimpin
oleh tokoh agama, sementara
tamu undangan hanya membaca amin. Ada doa khusus yang wajib dibaca pada seriap acara rokat rumah. Doa ini
didapatkan secara turun temurun dengan
cara diwariskan dari sesepuh kampung. Doa ini hanya
dimiliki oleh keluarga bapak kyai Khazim Asyari selaku tokoh agama di Dusun Brumbung, Desa Bicorong, Kecamatam Pakong, Kabupaten Pamekasan. Doa tersebut ditulis dengan huruf Arab, namun bahasanya ada yang berbahasa arab dan ada yang berbahasa madura.
Makna Pembacaan Surah Yusuf, surah Muhammad dan Surah Al-Jinn di Dusun
Brumbung, Desa Bicorong, Kecamatan Pakong, Kabupaten Pamekasan
Tradisi pembacaan surah Yusuf, surah Muhammad dan Surah Al-Jinn dalam tradisi rokat
rumah di Dusun Brumbung, Desa Bicorong, Kecamatan Pakong, Kabupaten Pamekasan merupakan sebuah kegiatan husus yang dilakukan oleh masyarakat di
Dusun Brumbung ketika salah
satu masyarakat diberikan rezeki dan kemampuan untuk membuat rumah baru.
Dengan membaca Yusuf, surah
Muhammad dan Surah Al-Jinn ada doa
dan harapan yang mereka cita-citakan. Masing-masing dari ketiga surat di atas memiliki keutamaan
tersendiri yang diyakini
oleh masyarakat Dusun Brumbung,
Desa Bicorong, Kecamatan Pakong, Kabupaten Pamekasan.
Pertama,
surat Yusuf. Dengan membaca surat yusuf ada keyakinan Rumah yang di tempati di
sukai oleh orang sehingga orang senang untuk bertamu. Bagi seseorang yang sudah
melaksanakan prosesi rokat rumah yang dibacakan�
surah Yusuf rumah tersebut akan banyak orang menyukai rumah tersebut, dalam
artian rumah tersebut akan mengeluarkan energi atau aura yang baik,
sehinga
orang akan
senang untuk bertamu dan mereka tidak merasa sungkan untuk bertamu
kembali. Keyakinan masyarakat tentang manfaat membaca surat Yusuf ini oleh masyarakat Dusun
Brumbung, Desa Bicorong, Kecamatan Pakong, Kabupaten Pamekasan ini dikaitkan
dengan cerita nabi yusuf dalam surat tersebut. Beberapa ayat di dalam surat
Yusuf diceritakan ketampanan nabi Yusuf yang membuat ibu angkatnya dengan sadar
mengajak Nabi Yusuf untuk melakukan perbuatan zina. Sementara dalam ayat yang
lain menceritakan tentang sekelompok wanita yang mengiris tangannya tanpa
merasa sakit karena takjub melihat ketampanan Nabi Yusuf.
Kedua,
surat Muhammad. Salah satu tujuan dibacakannya surah Muhammad dalam prosesi
rokat rumah ini adalah untuk mendapatkan syafaat dari nabi Muhammad sehingga rumah
menjadi penuh barokah. Ketiga, surat al-Jin. Surat ke-72 dalam urutan
tartib mushafi ini menjadi bagian penting dalam tradisi rokat rumah masyarakat
Dusun Brumbung, Desa Bicorong, Kecamatan Pakong, Kabupaten Pamekasan. Selain
rumah diharapkan mampu menarik perhatian masyarakat setempat, ia juga
diharapkan bisa terhindar dari segala macam bentuk gangguan, baik gangguan
fisik atau non fisik, gangguan yang disebabkan oleh manusia dan gangguan yang
ditimbulkan oleh bangsa jin. Masyarakat Dusun Brumbung, Desa Bicorong,
Kecamatan Pakong, Kabupaten Pamekasan meyakini dengan membaca surat al-Jin
ketika rumah akan ditempati akan terhindar dari segala macam jenis gangguan dan
hal-hal negatif lainnya. Tujuan utama atas uraian surah ini sebagian besar
menceritakan tentang kemuliaan yang mana ajarannya melampai manusia dan bahkan
jinn menambut baik. Pendapat juga diuraikan oleh al-Biqā�i surat ini
menmpakkan kemuliaan Nabi Muhammad yang merupakan pembuka dan penutup para nabi
juga Allah membuat lunak hati manusia dan menguasai jiwa yang berbeda dengan
manusia yaitu Jin.
Meskipun
surah ini tidak berhubungan dengan perlindungan dari gangguan jin, namun
masyarakat sudah sangat yakin dengan dibacakan surah Al-Jinn dalam tradisi
rokat rumah, makarumah tersebut akan dijauhi dari segala jenis gangguan Jin.
sehingga ketika rumah tersebut dijauhkan dari gangguan jin maka orang yang
menempati rumah tersebut akan merasakan sebuah ketenangan dari sisi lahir
maupun batin dan betah untuk menempati rumah tersebut. Masyarakat juga meyakini
dengan membaca surat Jin, selain terhindar dari gangguan jin seluruh
penghuni� rumah tersebut dijauhkan dari dari perselisihan dan ketidak harmonisan. Baik antara anggota
keluarga maupun dengan tetangga yang berasa di sekitar rumah.
Mengungkap makna
dibalik Fenomena
Dalam rangka menangkap
makna dalam fenomena pembacaan surah Yusuf, surah Muhammad dan Surah Al-Jinn
dalam tradisi rokat rumah di Dusun Brumbung, Desa Bicorong, Kecamatan Pakong,
Kabupaten Pamekasan, penulis menggunakan tiga �tahapan reduksi yang dikembangkan oleh Edmund Husserl.
Pertama reduksi fenomenologis yaitu dilakukan dengan cara menyaring
pengalaman pertama yang terarah kepada eksistensi fenomena. Artinya dalam
reduksi ini peneliti tidak melakukan sesuatu tetapi melihat fenomena yang
terjadi di kehidupan masyarakat dan juga di lokasi penelitian tersebut yang
akan tampak dan mengungkap sediri. Dalam tradisi ini peneliti melihat bahwa
pembacaan surah Yusuf, surah Muhammad dan Surah Al-Jinn ini dibaca ketika
diberikan rezeki untuk mebuat atau membeli rumah. Prosesi rokat rumah
dilaksanakn secara berjamaah dan dibaca secara bersama-sama.
Kedua
reduksi eidetis, reduksi ini
untuk menemukan hakikat fenomena yang tersembunyi dalam suatu penelitian.
Artinya melalui reduksi ini peneliti dapat menangkap suatu fenomena yang
tersembunyi diluar fakta dan kenyataan yang tampak oleh indera. hakikat yang tersembunyi
itu adalah fadilah atau keutamaany yang ada dari ketiga surat yang dibaca. Diantara
manfaat dari pembacaan ketiga surat tersebut antara lain dijauhkan dari godaan
Jin, dijauhkan dari orang yang memiliki niat jahat (sihir), hubungan keluarga
akan menjadi lebih harmonis dll. Sehingga masyarakat melaksanakan tradisi rokat
rumah membaca surah Yusuf, surah Muhammad dan Surah Al-Jinn dengan keyakinan
akan dijauhkan dari segala bentuk malapetaka dan dihindari dari segala macam
bentuk gangguan �dalam kehidupan. �Hal inilah yang menjadikan ketiga surah ini
sebagai bacaan wajib ketika prosesi rokat rumah di Dusun Brumbung, Desa Bicorong,
Kecamatan Pakong, Kabupaten Pamekasan.
Ketiga
reduksi trasendental yaitu menyisihkan dan menyaring hubungan antara
fenomena-fenomena yang diamati dengan lainnya. Artinya reduksi ini harus
benar-benar menemukan kesadaran murni denga menyisihkan kesadaran empiris
sehingga tidak lagi berhubungan dengan kesadaran lainnya. Dalam hal ini
kesadaran murni yang dilakukan oleh masyarakat dengancara menghayati bacaan dan
mengikuti dengan secara seksama prosesi rokat rumah tersebut dalam mengamalkan
surah ini karena sudah tergerak dalam hati masing-masing mengingat surah Yusuf,
surah Muhammad dan Surah Al-Jinn dalam tradisi rokat rumah. Surah tersebut
memiliki fadilah fadilah yang sangat diyakini oleh masyarakat. Keyakinan ini dikarenakan
masyarakat sudah merasakan sediri perbedaan antara rumah yang sudah
melaksanakan rokat dan tidak melaksanakan rokat yang di bacakan surah Yusuf,
Muhammad dan Al-Jinn. Keyakinan dilakukan dengan menghubungkan antara perilaku
dengan berbagai manfaat atau kerugian yang mungkin diperoleh apabila individu
melakukan atau tidak melakukannya. Keyakinan ini dapat memperkuat sikap
terhadap perilaku itu apabila berdasarkan evaluasi yang dilakukan individu
diperoleh atau dapat memberikan keuntungan baginya.
Kesimpulan
Rokat rumah merupakan salah satu tradisi yang terus dijaga keberadaannya oleh masyarakat Dusun Brumbung, Desa Bicorong, Kecamatan Pakong, Kabupaten Pamekasan. Dalam proses pelaksanaannya, masyarakat harus menyiapkan rokat rumah sejak persiapan sampai pelaksanaannya. Bacaan yang dibaca ketika pelaksanaan rokat rumah adalah surat Yusuf, surat Muhammad dan surat al-Jin. Selain ketiga surat al qur�an, juga ada bacaan-bacaan lain dan doa khusus yang dibaca ketika prosesi rokat rumah. Masyarakat Dusun Brumbung, Desa Bicorong, Kecamatan Pakong, Kabupaten Pamekasan meyakini bahwa ketiga surat al-Qur�an tersebut memberikan manfaat kepada mereka. Keyakinan ini didasarkan pengalaman hidup yang mereka alami setelah mengadakan acara rokat rumah.
BIBLIOGRAFI
Arikunto.
Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik, (jakarta:
Renika Cipta, 2020).
Aslan, �Nilai Nilai Kearifan Local Dalam Budaya Pantang
Larang Suku Melayu Sambas� Ushuluddin,
Vol.16, No.1, (2017)
Atabik,
Ahmad. �The Living Quran: Potret Budaya
Tahfidz Al-Quran Di Nusantara, �Penelitian, Vol. 8, No. 1, (2014)
Aqli, M. Rosyiful. Metode
Penelitian Fenomenologi
Kajian Filsafat dan Ilmu Pengetahuan, (Malang : CV. Literasi Nusantara Abadi, Januari
2020)
Dahlan,
Moh. �Pemikiran Fenomenologi Edmund Husserl dan�
Aplikasinya dalam Dunia Sains dan Studi Agama�, Vol. 13, No. 1, (2010)
Habiansyah,
�Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian Dalam Ilmu Sosial Dan Komunikasi�, Mediator, Vol. 9, No. 1, (2008)
Junaedi,
Didi. �Living Quran: Sebuah Pendekatan
Baru Dalam Kajian
Al-Quran�, Quran And
Hadith, Vol. 4, No. 2, (2015),
Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta:Pustaka Utama, 2002)
Ma�arif, Samsul. The History of Madura: Sejarah Panjang Madura dari Kerajaan, Kolonialisme sampai Kemerdekaan (Yogyakarta: Askara, 2015)
Muhtador,
Mohammad. �
Pemaknaan Ayat Al-Quran Dalam
Mujahadah�,
Penelitian,
Vol. 8, No. 1, (2014)
Mustaqim, Abdul.� Metode Penelitian Al-Quran Dan Tafsir, (Yogyakarta: Idea Press, 2018),
Nella. Ramadhani, Penyusunan Alat Pengukur Berbasis Theory of
Planned Behavior. Buletin Psikologi,
Vol. 19, No. 2, (2011)
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah , (Jakarta: Lentera Hati, 2002)
Soegianto, �Kepercayaan, Magi dan Tradisi Dalam Masyarakat Madura. (Jember: Tapal Kuda, 2003) Kuper, Adam Kuper dan Jessica Esiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial. Terj. Haris Munandar, Aris Aanda, Meri J. Binsar, Yanto Mustof, dan Tri Wibowo Budi Santoso. Edi- tor Zubaidi. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 1996), �
Sudarman,
�Fenomenologi Husserl Sebagai Metude Filsafat Eksistensia�, al-Adyan, Vol. 9, (2014)
Suprayogo, Imam. dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama.(Bandung: Remaja Rosdakarya. 2003)
Sztompka, Piotr. Sosiologi Perubahan Sosial (Jakarta: Prenada Media, 2007)
Tim Penyusun Ensiklopedi Pamekasan. 2010. Insiklopedi Pamekasan: Alam, Masyarakat dan Budaya. Yogyakarta: Pemerintah Kabupaten Pamekasan Bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Budaya UGM.
Van Peursen,� C.A. Strategi Kebudayaan, (Yogyakarta: Kanisisus,
1988)
Copyright holder: Mohammad Farah Ubaidillah, Samsul Arifin, Misnawi, Sya�roji (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |