Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No.
2, Februari 2023
KOMITMEN
UNI EROPA DALAM MENGURANGI KEMISKINAN DI ROMANIA
Graha Christi Blegur, Lita Sari Barus
Universitas Indonesia, Depok,
Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Setelah disepakatinya
Strategi Eropa 2020, Uni Eropa
memiliki sejumlah program inisiatif dan mekanisme serta platform untuk memastikan tujuan dari Strategi 2020 tercapai. Secara kawasan, Strategi 2020 tidak mencapai target, namun progress dari setiap negara cukup menunjukan perubahan positif. Salah satunya adalah negara Romania yang pada tahun
2010 baru tiga tahun menjadi anggota
Uni Eropa dan menjadi satu negara paling miskin saat
Strategi Eropa 2020 diterapkan.
Dengan indicator AROPE serta
pengukuran yang dimiliki
oleh Uni Eropa, Romania menjadi
negara kedua dengan
progress pengurangan angka kemiskinan paling banyak (secara %) dalam jangka waktu 10 tahun. Mulai dari
negara tinggi % kemiskinan menjadi negara dengan progress
yang cukup baik di antara negara lain di Uni Eropa. Komitmen Uni Eropa dan kerjasama antar negara dalam perspektif integrase kawasan melalui teori neofungsionalisme menjadi alat bantu
dari penelitian ini untuk melihat
platform dan mekanisme apa
yang menyebabkan progress dari
Romania serta bagaimana komitmen Uni Eropa, khususnya melalui platform
Strategi Eropa 2020.
Kata kunci: Uni Eropa, kemiskinan,
bantuan internasional, komitmen politik, Strategi 2020.
Abstract
Following the approval of the European Strategy 2020,
the European Union has a number of initiatives, mechanisms and platforms to
ensure the objectives of the Strategy 2020 are achieved. Regionally, the 2020
Strategy did not reach the target, but the progress of some countries shown
positive changes. One of them is Romania, which in 2010 was only three years as
a member of the European Union and became one of the poorest countries when the
2020 European Strategy was initiated (2010). With the AROPE indicator and
measurements owned by the European Union, Romania is the second country with
the most progress in reducing the poverty rate (in %) within a period of 10
years. Starting from a country with high % poverty to a country with fairly
good progress among other countries in the European Union. The commitment of
the European Union and cooperation between countries in the perspective of
regional integration through the theory of neofunctionalism is a tool for this
research to see what platforms and mechanisms have caused progress from Romania
and how the commitment of the European Union is, particularly through the
European Strategy 2020 platform.
Keywords: : European Union, poverty, international aid, political
commitment, Strategy 2020.
Pendahuluan
Krisis yang dialami oleh negara di Eropa pada
tahun 2008 meninggalkan banyak pembelajaran. Salah satunya yang disampaikan oleh
Jose Manual Barroso yang merupakan Presiden Komisi Eropa (2004-2014) dalam kata pembuka dokumen Strategi Eropa 2020 bahwa krisis 2008 merupakan �wake-up call� bagi
negara di Eropa untuk menjadi lebih berani
dan ambisius (Claesson, 2020). Pembelajaran ini
juga yang mendorong perlunya
ada Strategi Eropa 2020 yaitu untuk mengembalikan
negara Eropa pada jalurnya.
Dalam kata pembuka, Barroso
menyampaikan bahwa Strategi
2020 lebih kepada pekerjaan dan hidup masyarakat yang lebih baik. Strategi ini menunjukkan bahwa Eropa punya kapabilitas untuk bekerja cerdas,
berkelanjutan dan pertumbuhan
yang inklusif dalam mencari jalurnya untuk membuat lapangan
pekerjaan baru serta mengendalikan kehidupan masyarakat (Vasko & Ibragimova, 2017).
Strategi 2020 Eropa diadaptasi melalui pertemuan European Council pada tanggal 17 Juni 2010. UE telah menghadapi krisis keuangan dunia dengan tekad bersatu dan telah melakukan apa yang seharusnya diperlukan untuk menjaga stabilitas Persatuan Ekonomi dan Moneter. Secara khusus, pada bulan Mei kesepakatan dicapai untuk memberikan dukungan untuk Yunani serta menguatkan mekanisme dan fasilitas stabilisasi perekonomian Eropa, yang diselesaikan pada bulan Juni. European Council telah meletakkan fondasi untuk tata kelola ekonomi yang jauh lebih kuat dengan tetap berkomitmen untuk mengambil semua yang diperlukan tindakan untuk mengembalikan ekonomi ke jalur pertumbuhan yang berkelanjutan dan menciptakan lapangan kerja.
Dengan mengadopsi "Eropa 2020"
sebagai strategi baru untuk pekerjaan dan cerdas, berkelanjutan, dan inklusif pertumbuhan. Ini merupakan kerangka
kerja yang koheren bagi Uni Eropa untuk memobilisasi semua instrumen dan kebijakan dan bagi negara anggota untuk mengambil
tindakan terkoordinasi yang
ditingkatkan. Ini akan mendorong penyampaian reformasi struktural.
Penekanannya sekarang harus pada implementasi, dan
European Council akan memandu
dan memantau proses ini.
Uni Eropa sebagai
organisasi yang negara anggotanya
merupakan negara maju, data
menunjukkan bahwa Uni Eropa juga memiliki negara yang lebih dari 20% masyarakatnya hidup dalam kemiskinan. Oleh karena itu, penelitian
ini ingin melihat:
1. Mengapa
Romania yang adalah anggota Uni Eropa dengan predikat sebagai negara maju, tapi
masih mengalami kemiskinan sejumlah 35.8%
2. Bagaimana
komitmen Uni Eropa dalam mengurangi angka kemiskinan di Romania?
Metode Penelitian
Penelitian ini mulai dengan
dua rumusan masalah yaitu mengapa Romania termasuk negara dengan angka kemiskinan tinggi diantara negara lain di
Uni Eropa. Teori lima kemiskinan kontemporer mambantu penelitian ini menganalisa bahwa ada lima penyebab dan semuanya menjadi relevan di Romania. Studi kasus akan
menjadi metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini akan mempelajari
dan menganalisis komitmen
Uni Eropa dalam mengurangi kemiskinan di Romania
dan efektivitas implementasinya
melalui data kuantitatif
dan kualitatif (Sarwono, 2006). Data kuantitatif akan
meliputi statistik resmi dan data survei, sedangkan data kualitatif akan diperoleh melalui wawancara, diskusi kelompok fokus, dan analisis dokumen.
Data kuantitatif akan
diperoleh melalui statistik resmi dan data survei yang diterbitkan oleh lembaga-lembaga Uni Eropa dan lembaga-lembaga pemerintah
Romania (Winantyo, Arifin, Djaafara, & Budiman, 2008). Data kuantitatif akan
dianalisis melalui analisis statistik deskriptif dan inferensial. Data kualitatif akan diperoleh melalui wawancara dengan para pejabat Uni Eropa, pejabat pemerintah Romania, dan perwakilan dari masyarakat sipil dan LSM di
Romania. Diskusi kelompok fokus juga akan dilakukan dengan kelompok-kelompok yang terlibat dalam upaya mengurangi
kemiskinan di Romania. Selain
itu, analisis dokumen seperti kebijakan Uni Eropa, laporan evaluasi, dan publikasi akademik akan digunakan untuk memperkuat analisis.
Data akan dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis inferensial untuk data kuantitatif dan analisis tematik untuk data kualitatif (Siregar, 2021). Hasil analisis akan disajikan dalam bentuk grafik, tabel, dan narasi untuk memberikan gambaran yang komprehensif tentang komitmen Uni Eropa dalam mengurangi kemiskinan di Romania dan efektivitas implementasinya.
Hasil dan Pembahasan
Untuk melihat indicator kemiskinan di
Uni Eropa, Komisi Uni Eropa pada tahun 2010 telah menyepakati Strategi Eropa 2020 dengan target dan
indicator keberhasilannya. Bagian dari
Strategi 2020 Eropa yang fokus
pada kebijakan untuk menangani isu kemiskinan
ekslusi sosial dapat disebut dengan
akronim AROPE (at
risk of poverty or social exclusion). Data AROPE dapat
dikeluarkan oleh Uni Eropa melalui Eurostat yang merupakan penjumlahan dari orang yang termasuk entah beresiko mengalami kemiskinan secara jumlah pendapatan atau menderita kekurangan secara material dan sosial, atau hidup
dalam rumah tangga yang rendahnya intensitas kerja. Orang yang termasuk satu dari
tiga indicator tersebut sudah dapat terhitung/
terkatoegori sebagai orang dengan resiko kemiskinan
atau eksklusi sosial (AROPE).
Saat disepakatinya Strategi Uni Eropa 2020, data tahun 2011 menunjukkan dua negara yang paling banyak masyarakatnya terkategori beresiko miskin di Uni Eropa yaitu Bulgaria dan Romania.
Gambar 1
Presentase Tingkat Kemiskinan
Sebanyak 49.1 % masyarakat di Bulgaria yang beresiko termasuk dalam kemiskinan dan sejumlah 40.9% masyarakat di
Romania, kedua negara ini memiliki angka lebih tinggi dibandingkan
dengan rata-rata negara di Uni Eropa
(28 negara) yang jumlahnya sebesar
24.3%.
Di masa berakhirnya Strategi Eropa 2020, data tahun 2020, kedua negara masih menempati posisi teratas negara dengan proporsi orang miskin paling banyak
di Uni Eropa. Sebanyak
32.1% penduduk Bulgaria dan 30.4% penduduk
Romania.
Gambar 2
Presentase Proporsi Orang Miskin di Uni Eropa
Meski menjadi dua negara dengan proporsi masyarakat miskin yang tinggi, data menunjukkan Bulgaria dan Romania masuk ke dalam 5 negara yang paling besar mengurangi jumlah masyarakat miskin dalam masa implementasi Strategi Eropa 2020. Pengurangan sebanyak 17% di Bulgaria, diikuti dengan 10.50% pengurangan di Romania. Di antara Bulgaria dan Romania, ada Latvia, Hungaria dan Irlandia yang cukup besar juga mengurangi proporsi masyarakat terkategori miskin di negaranya.
Tabel 1
Populasi Terkategori Miskin
No |
Negara |
% populasi terkategori
miskin |
Pengurangan (%) |
|
2011 |
2020 |
|||
1 |
Bulgaria |
49.1 |
32.1 |
17 |
2 |
Latvia |
40.1 |
26 |
14.1 |
3 |
Hungaria |
31.5 |
17.8 |
13.7 |
4 |
Irlandia |
30.9 |
20.1 |
10.8 |
5 |
Romania |
40.9 |
30.4 |
10.5 |
AROPE yang merupakan indicator utama dari Strategi Eropa 2020, prinsipnya menghitung 3 sub-indikator yaitu: (1) orang yang termasuk entah beresiko mengalami kemiskinan; (2) orang
yang menderita kekurangan secara material dan sosial, atau; (3) orang yang hidup dalam rumah tangga
yang rendahnya intensitas kerja. Oleh karena itu, penting untuk
melihat status Romania dan Bulgaria secara spesifik dari data setiap sub-indikator.
Uni Eropa memiliki
prosedur persetujuan komprehensif untuk membantu memastikan anggota negara baru diterima hanya jika mereka dapat
menunjukkan bahwa mereka akan dapat
memainkan peran mereka sepenuhnya sebagai anggota, yaitu dengan: mematuhi
semua standar dan aturan Uni Eropa; memiliki persetujuan dari lembaga Uni Eropa dan negara anggota Uni Eropa lainnya; serta memiliki persetujuan dari warganya � seperti yang diungkapkan melalui persetujuan di parlemen nasional mereka atau melalui referendum (Hesso, 2023). Dengan demikian,
Romania juga termasuk negara yang telah
melampaui proses panjang pendaftaran, seleksi dan diterima menjadi negara anggota Uni Eropa. Artinya selama masa keanggotaannya, Romania perlu memiliki standard negara anggota
Uni Eropa. Karena Uni Eropa
merupakan organisasi yang melambangkan integrasi ekonomi dan politik, maka standard ekonomi yang diterapkan juga harusnya sama, jika tidak
dikatakan tidak ada standard lain.
Jika berdasarkan indicator AROPE yang diterapkan oleh Uni Eropa sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Bagian ini akan menganalisa
kondisi kemiskinan Romania berdasarkan teori kemiskinan dari Ted K. Bradshaw
yang melihat ada lima (5) penyebab kemiskinan di suatu negara (Bradshaw, 2007). Bradshaw menamakan lima penyebab kemiskinan tersebut sebagai lima teori kemiskinan dalam literatur kontemporer.
Teori kemiskinan yang pertama ini berfokus pada individu sebagai yang bertanggung jawab atas situasi kemiskinan
mereka. Biasanya, secara politik konservatif, ahli teori menyalahkan individu dalam kemiskinan karena menciptakan masalah mereka sendiri, dan berdebat dengan kerja keras dan pilihan yang lebih baik yang dapat dihindari (atau dapat diperbaiki) oleh orang
miskin.
Variasi lain dari teori kemiskinan
individu menganggap kemiskinan sebagai kekurangan genetic kualitas seperti kecerdasan yang tidak begitu mudah
untuk ditingkatkan. Hal ini berkaitan dengan
adanya keyakinan kuno bahwa kemiskinan
berasal dari kekurangan individu. Adapun pandangan lain yang berkaitan dengan ajaran agama yang menyamakan kekayaan dengan perkenanan Tuhan. Inilah yang termasuk dari inti reformasi Protestan (Mawikere & Hura, 2022), yaitu pemahaman
lama bahwa orang buta, lumpuh, atau cacat
diyakini adalah bagian dari hukuman
dari Tuhan karena dosa orang tua mereka. Dengan munculnya konsep kecerdasan yang diwariskan pada abad ke-19 abad, gerakan genetika berupaya untuk merasionalisasikan kemiskinan dan
bahkan sterilisasi untuk mereka yang tampaknya memiliki kemampuan terbatas. Rainwater
(1970:16) membahas secara kritis teori kemiskinan
individualistis sebagai
"perspektif moralisasi"
dan mencatat bahwa orang
miskin adalah �menderita sebagai hukuman dari perilaku Kain
. Mereka ditakdirkan
untuk menderita, seolah-olah harus menderita, karena mereka adalah simbol
dari kegagalan moral. Hidup di bumi seolah
menjadi kehidupan neraka yang cukup layak bagi mereka.
Rainwater melanjutkan dengan
mengatakan bahwa adalah sulit untuk
melebih-lebihkan sejauh
mana perspektif ini (salah)
mendasari visi tentang kemiskinan, termasuk perspektif untuk melihat mereka
yang tercabut dari hak warisnya sendiri.
Rangkuman dari teori yang pertama ini menekankan
bahwa kemiskinan merupakan kesalahan seorang individu yang kurang berusaha/ salah mengupayakan sesuatu, karena adanya ketidakmampuan
genetik atau kecerdasan yang kurang serta mengangkat juga isu program kesejahteraan malah semakin mendorong
individu untuk menjadi semakin miskin (kontraproduktif). Sebagai konteks di Romania, penelitian ini tidak mengukur
poin terkait bahwa kemiskinan adalah kesalahan seorang individu, akan sangat sulit membuktikan secara empiris argument tersebut. Juga terkait program kesejahteraan, karena berkaitan dengan respon individu
per individu terhadap beragam program yang diterimanya,
pengukurannya akan cukup sulit, sehingga
tidak menjadi bagian dari deskripsi
atau konteks yang diangkat pada bagian ini.
Faktor yang mempengaruhi secara konkret terkait teori ini adalah
dalam melihat bagaimana kondisi genetic seseorang dalam hal ini kelompok
disabilitas dan dampaknya terhadap peningkatan angka masyarakat yang beresiko miskin di Romania. Laporan
Pemerhati Kemiskinan di
Romania pada tahun 2020 yang dikeluarkan
oleh RENASIS atau Reteaua Nationala Anti Saracie � Includere Sociala yang adalah sebuah organisasi
yang terdiri dari 13 organisasi masyarakat di Romania,
serta merupakan bagian dari the European Anti-Poverty Network (EAPN), menunjukkan
bahwa di Rumania, penyandang
disabilitas memiliki dukungan terbatas untuk mendapatkan pekerjaan mandiri dan mereka memiliki akses terbatas ke pasar tenaga kerja. Dukungan untuk orang dengan disabilitas terutama difokuskan pada penyediaan perawatan kesehatan dan lebih sedikit membantu
mereka mengembangkan keterampilan hidup mandiri. Juga, anak-anak penyandang cacat memiliki akses terbatas ke fasilitas
pra-sekolah dan mereka putus sekolah dua kali lebih sering dari
anak-anak lain.
Penyandang disabilitas memiliki akses terbatas ke layanan dukungan. Tingkat orang dengan disabilitas berisiko kemiskinan atau pengucilan sosial di Romania termasuk yang tertinggi di UE (37,6% vs rata-rata UE 28,7%). Kurangnya sinergi dan saling melengkapi antara pendidikan, pekerjaan dan layanan sosial semakin memperburuk situasi dari grup ini. Selain itu, tidak ada layanan komunitas berlisensi untuk orang dewasa disabilitas (48). Deinstitusionalisasi perawatan orang dewasa penyandang disabilitas hanya sedang terjadi diambil perlahan, sementara dana UE yang signifikan tersedia.
Menurut laporan statistik keempat untuk kuartal
keempat tahun 2018, diuraikan oleh Otoritas Nasional Penyandang Disabilitas, pada akhir tahun 2018, pada tanggal 31 Desember, Romania memiliki sejumlah 823.956 penyandang disabilitas, dan
50,67% di antaranya adalah penyandang disabilitas berusia antara 18 - 65 (sekitar 417.558 orang). Krisis tenaga kerja bisa
menjadi peluang yang sangat
baik bagi para penyandang disabilitas atau dari kelompok
rentan, untuk mengaktifkan mereka di pasar tenaga kerja karena
sebagian besar waktu, kelompok-kelompok ini memiliki masalah
sosial, pendidikan, atau medis, dan itu memerlukan kebijakan publik untuk berinvestasi dalam paket layanan
terpadu yang akan memenuhi kebutuhan kelompok ini dan menawarkan dukungan bagi pemberi kerja.
Teori kedua tentang kemiskinan
berakar pada �Budaya Kemiskinan�. Teori ini kadang-kadang dikaitkan dengan teori kemiskinan individual atau teori lain bagian dari lima teori kemiskinan kontemporer. Teori ini menunjukkan bahwa kemiskinan diciptakan oleh transmisi dari generasi ke
generasi, adanya keyakinan, nilai, dan keterampilan yang dihasilkan secara sosial tetapi
dipegang secara individual secara terus menerus.
Bedanya dengan teori sebelumnya, bagi teori ini,
individu tidak harus disalahkan karena mereka adalah
korban dari subkultur atau budaya disfungsional.
Sosiolog Amerika telah lama terpesona oleh subkultur imigran dan penghuni ghetto serta orang kaya
dan orang yang berkuasa. Budaya
yang dihasilkan dan diabadikan
secara sosial, mencerminkan interaksi individu dan masyarakat. Hal ini membuat teori
�budaya kemiskinan� berbeda dari teori
�individu� yang menghubungkan
kemiskinan secara eksplisit dengan kemampuan dan motivasi individu.
Dalam situasi sub-budaya lainnya, penggambaran budaya orang miskin lebih simpatikal. Misalnya, banyak sarjana liberal memahami masalah budaya yang dihadapi penduduk asli Amerika mencoba mengasimilasi sistem nilai kelas
menengah. Ironisnya, setelah beberapa generasi di Amerika ingat upaya "heroik" dari kelompok imigran
Irlandia atau Italia dan kesediaan mereka untuk menerima kerja keras dan menderita untuk keuntungan sosial-ekonomi jangka panjang; sebagian kelompok melupakan diskriminasi budaya mereka hadapi
karena tidak cocok selama generasi
pertama setelah mereka tiba. Hari ini sub-budaya nilai-nilai untuk pendidikan tinggi dan kewirausahaan di antara kelompok imigran Asia dan India dihargai sebagai contoh bagaimana subkultur dapat bekerja demi kelompok yang mencoba melarikan diri kemiskinan.
Secara ringkas, teori ini menyatakan bahwa penyebab kemiskinan yaitu karena adanya transmisi
dari generasi ke generasi, adanya
keyakinan, nilai, dan keterampilan yang dihasilkan secara sosial tetapi
dipegang secara individual secara terus menerus;
bahwa individu tidak harus disalahkan
karena mereka adalah korban dari subkultur atau budaya disfungsional; bahwa program anti kemiskinan malah memberi ruang
pada yang berkuasa untuk memanipulasi kebijakan dan melestarikan kesejahteraan kelompok tertentu; bahwa orang miskin memiliki subkultur atau subkultur dari kemiskinan itu adalah khas dan mungkin merugikan; dan adanya disintegrasi budaya dalam konteks
urbanisasi yang juga memungkinkan
diskriminasi.
Konteks di
Romania, dari Laporan Pantauan Kemiskinan tahun 2020, menyatakan bahwa bentuk kemiskinan
kebudayaan di Romania adalah
karena adanya transmisi antar generasi kemiskinan, mencegah anak-anak atau keluarga dari
daerah tertinggal mencapai kesejahteraan karena garis kemiskinan seolah diwariskan untuk generasi berikutnya. Poin kedua adalah, di Romania, tingkat kemiskinan anak yang tinggi menandakan ketidaksetaraan kesempatan di masa depan. Anak-anak dengan orang tua berpendidikan rendah dan mereka dari rumah tangga
dengan intensitas kerja yang sangat rendah adalah paling dirugikan. Yang
paling terpengaruh adalah anak-anak di komunitas Roma, yaitu tinggal di daerah pedesaan dan di komunitas perkotaan yang terpinggirkan, di mana akses ke pendidikan dan untuk layanan sosial
terbatas. Penurunan keterlibatan anak di sekolah, berkorelasi dengan peningkatan angka putus sekolah
untuk kelompok ini menunjukkan polarisasi pendidikan yang cenderung berkontribusi pada tingkat kemiskinan yang lebih tinggi untuk
orang dewasa di masa depan.
Konteks tersebut menunjukkan bahwa kemiskinan akan selalu menjadi kebudayaan jika kemiskinan pada tingkat anak tidak segera
diselesaikan.
Teori kemiskinan �individualistik� yang
pertama didukung oleh para pemikir konservatif dan yang kedua didukung oleh pendekatan budaya liberal, pendekatan ketiga adalah teori dengan
pendekatan sosial progresif. Teori ini tidak memandang
individu sebagai sumber kemiskinan, melainkan bahwa adanya sistem ekonomi,
politik, dan sosial yang menyebabkan manusia mengalami keterbatasan peluang dan sumber daya yang dapat digunakan untuk mencapai pendapatan yang baik dan kesejahteraan. Penelitian dan teori dalam tradisi ini
mencoba memperbaiki masalah yang dikemukakan oleh (Steinberg & Krumer-Nevo, 2022): �Peneliti kemiskinan pada dasarnya berfokus pada siapa yang kalah dalam permainan ekonomi, bukan mengatasi fakta bahwa permainan ini memang menghasilkan
pecundang sejak awal.�
Para intelektual sosial
abad ke-19 menganalisa debat terhadap teori individu kemiskinan dengan mengeksplorasi bagaimana sebenarnya sistem sosial dan ekonomi tidak dikesampingkan dan menciptakan situasi kemiskinan individu. Misalnya, Marx menunjukkan bagaimana sistem ekonomi kapitalisme menciptakan "pasukan cadangan pengangguran" sebagai strategi yang cermat untuk menjaga agar upah tetap rendah.
Sementara Durkheim menunjukkan
bahkan tindakan yang paling
pribadi (bunuh diri) sebenarnya dimediasi oleh sistem sosial. Diskriminasi dipisahkan dari keterampilan dalam bidang satu demi satu, yang menentukan peluang sebagai media sosial. Secara ekstrem, para pemikir radikal berpendapat bahwa sistem itu
cacat dan harus diubah secara radikal.
Banyak literatur tentang
kemiskinan sekarang menunjukkan bahwa sistem ekonomi terstruktur dimana masih ada orang miskin yang tinggal, terlepas dari seberapa kompeten
mereka, melainkan sebagian masalahnya adalah kenyataan bahwa upah minimum tidak memungkinkan ibu tunggal atau
keluarga mereka mandiri secara ekonomi (Agustian, 2019). Masalah pekerja
miskin semakin meningkat dilihat sebagai masalah upah terkait
dengan hambatan struktural mencegah keluarga miskin untuk menjadi lebih baik
pekerjaan, diperumit oleh terbatasnya jumlah pekerjaan di dekat pekerja dan kurangnya pertumbuhan di sektor-sektor mendukung pekerjaan berketerampilan rendah (Basmar et al., 2021). Menariknya penelitian
menunjukkan bahwa ketersediaan pekerjaan untuk orang berpenghasilan rendah hampir sama
seperti sebelumnya, tetapi pekerja dapat mengharapkan upah dari pekerjaan
ini telah jatuh. Tunjangan tambahan termasuk perawatan kesehatan dan promosi juga menjadi langka bagi pekerja
berketerampilan rendah. Ini dan perubahan ekonomi terkait yang didokumentasikan oleh (Patta Rapanna & Zulfikry Sukarno SE, 2017) menunjukkan cara
pembuatan sistem yang semakin sulit masalah
bagi mereka yang ingin bekerja.
Teori ketiga
ini secara ringkas menekankan bahwa kemiskinan terjadi karena adanya sistem ekonomi,
politik, dan sosial yang menyebabkan manusia mengalami keterbatasan peluang dan sumber daya yang dapat digunakan untuk mencapai pendapatan yang baik dan kesejahteraan; adanya sistem ekonomi
terstruktur dimana masih ada orang miskin yang tinggal, terlepas dari seberapa kompeten
mereka: upah minimu, akses terhadap
lapangan pekerjaan; adanya hambatan pendidikan di daerah yang sulit, guru tidak terlatih, akses terhadap buku kurang,
fasilitas terbatas, budaya belajar dibatasi tindakan ekonomi; adanya kepentingan dan partisipasi orang
miskin tidak mungkin; serta adanya kelemahan
sistem yang terkait dengan kemiskinan yaitu terkait kelompok
orang diberi stigma sosial karena ras, disabilitas
gender, agama, atau pengelompokan
lain.
Secara konteks, penelitian ini menemukan bahwa
teori ketiga ini adalah yang paling banyak menjadi penyebab tingginya kemiskinan di Romania. Di Romania, ketimpangan
peluang tetap menjadi salah satu tantangan utama bagi Rumania: akses yang tidak setara ke
pendidikan, kesehatan dan layanan lainnya. Adapun lebih dari separuh
penduduk pedesaan yang bekerja tidak ditanggung
oleh pensiun, pengangguran atau asuransi kesehatan,
meskipun sifatnya wajib. Akses ke
kesehatan perawatan sangat buruk dan kebutuhan pemeriksaan medis yang dilaporkan sendiri tidak terpenuhi dua kali lebih tinggi dari
di daerah perkotaan dan empat kali lebih tinggi dari rata-rata UE. Selain itu, penelitian
menemukan juga berdasarkan laporan terdapat kurangnya akses terhadap layanan publik seperti pelayanan kesehatan dasar pendidikan dasar, tidakcukupnya lapangan pekerjaan. Romania menempati urutan pertama di UE pada tingkat kehamilan dan aborsi di kalangan remaja putri. Sejumlah 6 dari 10 ibu remaja
tidak pernah mengakses informasi tentang reproduksi kesehatan dan 20% ibu remaja hamil belum
pernah berobat ke dokter melahirkan.
Kematian ibu di Rumania setidaknya 2 kali lebih tinggi dari UE rata-rata dan 1 dari 10 ibu yang melahirkan anak di bawah umur sedangkan
25% ibu tidak melahirkan dengan asuransi kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa di Romania, setiap faktor penyebab kemiskinan yang diangkat oleh teori ini, baik
dari sisi diskriminasi, distorsi politik dan system pelayanan
public serta layanan sosial masih menjadi
tantangan bagi Romania.
Kemiskinan pedesaan, kemiskinan ghetto, disinvestasi perkotaan, kemiskinan di area selatan, kemiskinan di negara dunia ketiga,
dan kerangka masalah lainnya mewakili karakterisasi spasial dari kemiskinan itu perlu ada
dan perlu analisa terpisah dari teori-teori
lain. Sementara teori kemiskinan berbasis geografis ini dibangun untuk
meminta perhatian pada fakta bahwa orang, institusi, dan budaya mungkin untuk masuk
ke daerah tertentu yang kekurangan sumber daya objektif
yang dibutuhkan untuk menghasilkan kesejahteraan dan pendapatan, dan terlebih, situasi tersebut tidak memberi ruang
atau kekuatan bagi masyarakat untuk mengklaim redistribusi. Seperti yang ditunjukkan Shaw (1996:29), �Ruang bukanlah latar
belakang kapitalisme, melainkan direstrukturisasi olehnya dan berkontribusi pada kelangsungan sistem. Kemiskinan geografis adalah ekspresi spasial dari sistem
kapitalis.�
Angka kemiskinan yang tinggi
di daerah tertentu melahirkan pengamatan dan penjelasan dalam literatur pembangunan tentang mengapa suatu daerah tidak
memiliki basis ekonomi untuk bersaing. Terlepas dari itu,
penjelasan terbaru meliputi disinvestasi, kedekatan dengan sumber daya alam,
kepadatan, difusi inovasi, dan faktor lainnya (Purba et al., 2022). Dalam ulasan literatur menyeluruh tentang kemiskinan pedesaan, (Liliweri, 2019) mencatat bahwa sebagian besar literatur menemukan bahwa ada perbedaan
jenis pedesaan dalam kemiskinan, tetapi efek spasial
tidak secara jelas dipisahkan dari efek individu.
Goldsmith dan Blakely menawarkan perspektif
komprehensif tentang keterkaitan antara pembangunan dan kemiskinan dalam konteks perkotaan.
Dalam buku mereka, ada pendapat
bahwa proses bersama perpindahan rumah tangga dan pekerjaan dari daerah miskin di pusat kota dan daerah pedesaan menciptakan �pemisahan pekerjaan, tempat tinggal, dan ekonomi, sosial dan kehidupan politik� (1992: 125). Proses-proses ini
dikalikan rasisme dan ketidakpedulian politik terhadap daerah tempat mereka berkembang.
Secara ringkas, teori keempat ini menekankan
bahwa kemiskinan dapat terdampak pada orang, institusi, dan budaya yang masuk ke daerah
tertentu yang kekurangan sumber daya; lalu
penyebab kemiskinan juga bisa dianalisa dengan prinsip teori aglomerasi dimana area dengan banyak sumber daya
akan menarik investasi dibandingkan area yang kekurangan sumber daya, hal ini
dapat mempengaruhi daerah yang kaya akan semakin kaya, daerah yang kekurangan sumber daya akan semakin
miskin; teori ini juga memberi notifikasi bahwa kemiskinan sering terjadi di area pedesaan dibandingkan area kota, karena daerah
pedesaan seringkali menjadi perhentian terakhir teknologi; kemiskinan pedesaan juga disebabkan oleh migrasi keluar selektif dari tenaga kerja
aktif; serta bahwa kemiskinan juga berkaitan dengan kondisi kepadatan penduduk (keduanya, baik rendahnya kepadatan di pedesaan maupun area lain dengan kepadatan tinggi) adalah bagian lain dari teori ruang
yang berkembang sebagai variabel analisa penyebab kemiskinan.
Secara konteks di Romania, negara menghadapi
perbedaan besar antara daerah perkotaan
dan pedesaan atau antara daerah pembangunan.
Risiko kemiskinan menurun di kota-kota tetapi tetap relatif
konstan di pedesaan, hampir lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan kota. Rata-rata keseluruhan sekali pakai. Pendapatan seorang anggota rumah tangga di perkotaan 1,9 kali lebih tinggi dibandingkan di perdesaan. Lebih dari separuh penduduk
pedesaan yang bekerja tidak ditanggung oleh pensiun, pengangguran atau asuransi kesehatan,
meskipun sifatnya wajib. Akses ke
kesehatan perawatan sangat buruk dan kebutuhan pemeriksaan medis yang dilaporkan sendiri tidak terpenuhi dua kali lebih tinggi dari
di daerah perkotaan dan empat kali lebih tinggi dari rata-rata UE.
Romania juga dipengaruhi oleh pembangunan yang tidak merata, dengan kesenjangan yang signifikan antara Wilayah timur dan barat
negara itu. Bagian timur
negara (North-East dan wilayah Tenggara) menghadapi tingkat kemiskinan tertinggi dan material yang parah
perampasan. Bagian selatan
(wilayah: South Muntenia dan South-West Oltenia) juga mengandung daerah kemiskinan dan kekurangan material yang lebih tinggi dari nasional
rata-rata atau setidaknya
pada tingkat yang sama.
Wilayah tengah dan barat memiliki
tingkatan kemiskinan dan kekurangan materi yang berada di bawah rata-rata nasional.
Empat teori sebelumnya telah menunjukkan kompleksitas sumber kemiskinan menurut perspekfit masing-masing. Teori kemiskinan terakhir adalah yang paling kompleks dan sampai pada taraf tertentu dibangun di atas komponen dari
masing-masing teori lain di dalamnya.
Teori ini memandang individu dan komunitas mereka sebagai terjebak dalam lingkaran peluang dan masalah, dan begitu masalah mendominasi, mereka menutup peluang lain dan menciptakan kumpulan masalah kumulatif yang membuat hamper tidak mungkinnya ada respon yang efektif (Bradshaw, 2007). Secara eksplisit,
penjelasan terkait siklus ini yaitu
ketika melihat situasi individu dan sumber daya komunitas
secara timbal balik saling tergantung, dengan ekonomi goyah, misalnya, menciptakan individu yang kekurangan sumber daya untuk berpartisipasi
dalam ekonomi, yang membuat kelangsungan hidup ekonomi semakin
sulit bagi masyarakat sejak saat itu orang membayar pajak lebih sedikit.
Teori ini berawal dari
ilmu ekonomi dalam karya Myrdal (1957:23) yang
berkembang dengan teori "saling terkait, melingkar, saling ketergantungan dalam proses sebab-akibat kumulatif" yang membantu
menjelaskan keterbelakangan
ekonomi dan pembangunan.
Myrdal pribadi dan kesejahteraan
masyarakat terkait erat dalam rangkaian
konsekuensi negatif, sebagai contoh, penutupan pabrik atau krisis lainnya
dapat menyebabkan serangkaian masalah pribadi dan masyarakat termasuk migrasi orang dari suatu komunitas.
Dengan demikian, faktor saling ketergantungan
dapat menciptakan kemiskinan (Al Arif, n.d.).
Gambaran singkat tentang
siklus kemiskinan ini menggabungkan banyak teori sebelumnya.
Ini menunjukkan bagaimana orang menjadi dirugikan dalam konteks sosial mereka yang kemudian mempengaruhi kemampuan psikologis pada tingkat individu. Berbagai faktor struktural dan politik dalam teori
siklus memperkuat satu sama lain, dengan faktor ekonomi
terkait dengan masyarakat dan politik dan variabel sosial. Mungkin nilai terbesarnya
adalah lebih eksplisit menghubungkan faktor-faktor ekonomi di tingkat individu dengan faktor struktural
yang beroperasi pada tingkat
geografis. Sebagai teori dari kemiskinan,
teori siklus menunjukkan bagaimana banyak masalah menumpuk, dan memungkinkan spekulasi bahwa jika salah satu keterkaitan dalam spiral putus, siklus tidak
akan berlanjut. Masalahnya adalah bahwa keterkaitan tersebut sulit diputuskan karena masing-masing diperkuat oleh bagian spiral lainnya dalam sistem.
Teori kelima ini sebenarnya
merupakan teori paling valid
untuk menjelaskan kemiskinan di Romania. Secara ringkas, teori ini menekankan bahwa kemiskinan lahir dari lingkaran
peluang dan masalah, dan begitu masalah mendominasi, mereka menutup peluang lain dan menciptakan kumpulan kumulatif masalah yang membuat respons efektif hampir tidak mungkin; kemiskinan juga� merupakan penyebab dari situasi individu
dan sumber daya komunitas secara timbal balik saling tergantung,
meski pada bagian ini, teori ini
juga memberi petunjuk bahwa tidak selalu
ketergantungan memberi pengaruh negative atau serta merta mengakibatkan
peningkatan angka kemiskinan; teori ini juga menekankan salah satu penyebab kemiskinan
adalah karena ekonomi yang goyah, misalnya, menciptakan individu yang kekurangan sumber daya untuk
berpartisipasi dalam ekonomi, yang membuat kelangsungan hidup ekonomi semakin sulit bagi masyarakat
sejak saat itu orang membayar pajak lebih sedikit.
Dalam konteks di Romania, lingkaran dan
siklus ini cukup dibantu dengan
beberapa program kesejahteraan
masyarakat. Meski demikian, data menunjukkan bahwa transfer sosial berdampak kecil pada pengurangan kemiskinan. Hasil akhir dari proses memerangi kemiskinan adalah bagaimana memastikan masa depan Eropa menjadi lebih
baik. Namun, di Romania tingkat kemiskinan anak yang tinggi menandakan ketidaksetaraan kesempatan di masa depan. Anak-anak dengan orang tua berpendidikan rendah dan mereka dari rumah tangga
dengan intensitas kerja yang sangat rendah adalah paling dirugikan. Yang
paling terpengaruh adalah anak-anak di komunitas Roma, yaitu tinggal di daerah pedesaan dan di komunitas perkotaan yang terpinggirkan, di mana akses ke pendidikan dan untuk layanan sosial
terbatas. Penurunan keterlibatan anak di sekolah, berkorelasi dengan peningkatan angka putus sekolah
untuk kelompok ini menunjukkan polarisasi pendidikan yang cenderung berkontribusi pada tingkat kemiskinan yang lebih tinggi untuk
orang dewasa di masa depan.
Dalam implementasi Strategi Eropa 2020,
khususnya untuk mengurangi kemiskinan di Romania,
asumsi dari teori neofungsionalisme menjadi cukup relevan.
Neofungsionalisme yang merupakan
salah satu dasar teori integrase Uni Eropa, yang bersama dengan fungsionalisme menekankan adanya pengambilan keputusan teknokratis, perubahan yang incremental dan proses belajar
dalam sebuah integrase (Saud, Ali,
& Demmallino, 2020). Sejalan
dengan ini, Strategi 2020 yang diinisiasi pada tahun
2010 dan merupakan tahun ketiga bagi Romania semenjak menjadi anggota Uni Eropa, merupakan titik balik bagi Romania, karena pada tahun tersebut, tingkat kemiskinan di Romania sedang meningkat disamping pendapatan perkapita yang paling rendah (semenjak menjadi anggota Uni Eropa). Romania yang meski sudah menjadi anggota
Uni Eropa, dalam kebersamaannya di suatu organisasi supranasional menerima implementasi Strategi
2020 sebagai keputusan teknokratis dari Uni Eropa, keputusan ini membutuhkan perubahan incremental yang terdokumentasi
dalam setiap laporan tahunan dan juga merupakan proses belajar hingga di akhir 2020 didapati bahwa penurunan angka kemiskinan di Romania adalah satu yang paling besar dari seluruh anggota
Uni Eropa.
Dengan perspektif teori neofungsionalisme, strategi Uni Eropa
dalam kaitan dengan proses integrase Romania dapat
dilihat dari dua definisi, meski pada kesimpulannya, penelitian ini sepakat dengan
definisi Lindberg bahwa
integrase merupakan proses dimana
bangsa hanya melakukan kebijakan dalam negeri secara independent, namun ada upaya
untuk membuat keputusan bersama dan mendelegasikan proses pengambilan
keputusan dalam proses campur tangan bersama
dengan organisasi yang baru. Lindberg juga menekankan bahwa aktor politik
dalam integrasi memiliki tujuan yang baru, yang pada konteks ini adalah memenuhi
target dari Strategi Eropa
2020. Target yang disepakati di tingkat
Uni Eropa kemudian diturunkan menjadi target nasional dan direview setiap tahun melalui
mekanisme European Semester.
Mekanisme European
Semester merupakan titik penting dari komitmen
Uni Eropa dan Romania dalam
hal integrase maupun pencapaian Strategi 2020. Hal ini
karena dalam prosesnya, European Semester memberi
ruang untuk aktor negara dan Uni Eropa untuk melihat proses secara internal di Romania, dengan
review terhadap status kemiskinan
yang ada di Romania, refleksi
terhadap setiap indikator AROPE, serta ada proses review dan masukan dari pemangku kepentingan
Uni Eropa yaitu Komisi Uni Eropa dan Dewan Uni Eropa.
Proses perang terhadap kemiskinan di Romania dapat dipahami dalam beberapa prinsip dasar neofungsionalisme yang diangkat oleh Uni Eropa (Saepudin, n.d.). Pertama, bahwa neofungsionalis sebagai teori besar yang menjelaskan secara umum pola integrase Romania di Uni Eropa, dalam hal ini integrase kebijakan ekonomi, maka Strategi Eropa 2020 merupakan suatu kewajiban yang perlu diterapkan, terlepas dari kapan dan tidak hanya di Romania, tapi upaya untuk memajukan salah satu negara, meningkatkan sumber daya masyarakat dengan mengurangi kemiskinan di suatu negara merupakan prinsip dasar dan utama karena adanya kesatuan itu sendiri. Prinsip kedua dari neofungsionalisme adalah bahwa integrase merupakan sebuah proses, termasuk didalamnya integrase standard perekonomian atau tingkat kehidupan masyarakat di Romania dengan masyarakat Eropa pada umumnya. Neofungsionalisme secara mendasar cukup berbeda dengan intergovernmentalis yang cenderung melihat suatu peristiwa terisolasi dan menganggapnya sebagai pengulangan dari politik kekuasaan yang sama. Neofungsionalisme dalam konteks ini cukup menjelaskan peran Uni Eropa terhadap Romania untuk mengurangi kemiskinan yang tidak hanya terbatas pada momentum Strategi 2020 saja, bahkan setelah itu, dalam tujuan Eropa 2030, proses ini berkembang dan masing-masing aktor berdinamika. Prinsip yang ketiga adalah bahwa neofungsionalisme bersifat pluralis. Proses ini berbeda dengan teori realis yang menyatakan bahwa satu satunya aktor adalah negara. Dalam bagian implementasi Strategi 2020 dan pengurangan kemiskinan di Uni Eropa ada aktor lain yang mengawal prosesnya, bersama menerapkan strategi inisiatif bahkan melakukan evaluasi bersama, diantaranya para organisasi masyarakat, kelompok bangsa tertentu (Roma) dan bahkan setiap institusi di masyarakat yang mempengaruhi turut terlibat dalam proses mengurangi kemiskinan di Romania. Neofungsionalis mengakui adanya banyak aktor yang terlibat dalam proses integrasi. Prinsip keempat, neofungsionalis melihat komunitas sebagai makhluk elit, jadi bahwa komunitas di masyarakat, tidak hanya aktor pemerintah memiliki peran penting, sebagaimana juga opini public. Dalam konteks pengurangan angka kemiskinan di Romania dan sesuai dengan teori kemiskinan di Romania yang juga sudah menjadi siklus tidak hanya berkaitan dengan individu atau hanya budaya, maka komitmen Uni Eropa menjadi penting untuk mendukung integrase standard perekonomian Eropa dan terlebih lagi, untuk mempertahankan standard ekonomi negara anggota Uni Eropa dan menghindari krisis. Prinsip kelima yaitu neofungsionalis juga mengasumsikan aktor dalam hubungan internasional adalah aktor yang cukup rasional, mementingkan diri sendiri, namun memiliki kapasitas untuk belajar dan mengubah preferensi diri. Dalam konteks ini, elit nasional dan supranasional bisa digerakkan oleh kepentingan, mengakui keterbatasan solusi nasional, belajar dari manfaat kebijakan daerah lain dan berdsarkan pengalaman dapat mengambil keputusan yang kooperatif. Hal ini juga yang berlaku bagi proses pengurangan kemiskinan di Romania dengan implementasi Strategi 2020, dimana Romania dan Uni Eropa memiliki ruang berkomunikasi untuk mengejar target nasional dan target secara Uni Eropa. Dalam proses European Semester, ada diskusi dan juga pembelajaran baik bagi Romania maupun bagi Uni Eropa. Romania mempelajari project pengentasan kemiskinan di area lain, Uni Eropa juga belajar konteks nasional Romania dan dapat menyesuaikan kebijakannya dengan kondisi Romania. Sebagaimana yang terjadi pada tahun 2010 � 2013 dimana Romania dan Uni Eropa merasa penting adanya strategi nasional secara tertulis dan lebih komprehensif bagi Romania untuk mengentaskan kemiskinan dan strategi tersebut direview juga oleh Uni Eropa, ini merupakan proses yang dikatakan oleh neofungsionalisme sebagai adanya keputusan yang kooperatif untuk setiap aktor. Romania dalam konteks ini, menyusun strategi yang paling tepat bagi implementasi di negaranya sementara Uni Eropa mereview serta menganalisa alokasi pendanaan yang diperlukan untuk mendukung strategi bersama tersebut. Keenam, neofungsionalisme juga mengatakan bahwa yang utama dalam pengambilan keputusan adalah adanya proses yang terus menerus diperlukan prosesnya atas suatu desain besar yang ada. Jadi perlu adanya satu keputusan sebelumnya yang menjadi dasar, namun setiap konsekuensi perlu direview kembali dalam sebuah proses, hal ini karena dalam keterlibatan antara aktor ada unsur pembaharuan dan tidak hanya satu kali pengambilan keputusan dalam jangka waktu yang terlalu panjang. Dalam konteks ini, dengan tujuan pengurangan kemiskinan di Romania melalui Strategi Eropa 2020 dan mekanisme European Semester yang rutin, memberikan kedua pihak kesempatan untuk berproses dan pengambilan keputusan yang taktis bisa dilakukan tapi berdasarkan pada hal strategis yang sudah ada, yaitu menuju masyarakat Eropa yang sejahtera. Ketujuh, neofungsionalisme menolak pandangan realisme terkait zero-sum game. Karena dalam konteks integrase Uni Eropa, konteks masyarakat Eropa menjadi komunitas yang penting yang dapat mengambil keputusan. Oleh karena itu, ini yang disampaikan Haas dalam deskripsinya bahwa neofungsionalisme memiliki pola akomodasi kumulatif dimana peserta dapat menahan diri untuk memberikan veto tanpa syarat, tapi ada upaya untuk mecapai kesepakatan karena adanya kepentingan bersama.
Kesimpulan
Penelitian ini mulai dengan dua rumusan masalah yaitu mengapa Romania termasuk negara dengan angka kemiskinan tinggi diantara negara lain di Uni Eropa. Teori lima kemiskinan kontemporer mambantu penelitian ini menganalisa bahwa ada lima penyebab dan semuanya menjadi relevan di Romania. Faktor yang paling mempengaruhi adalah adanya diskriminasi atau distorsi ekonomi, politik dan sosial di Romania, dengan negara yang sistemnya masih berkembang jika dibandingkan dengan negara anggota Uni Eropa lainnya, bagian ini menjadi signifikan mengingat di Romania juga banyak bangsa Roma yang memang mengalami diskriminasi tidak hanya dir Romania tapi di beberapa negara di Eropa. Faktor lainnya yaitu kesulitas secara geografis, khususnya perkembangan di area pedesaan yang berbeda dengan perkembangan di area perkotaan juga menjadi faktor mengapa Romania masih dalam keadaan miskin.
Dengan data menunjukan kesenjangan ekonomi yang cukup tinggi di Romania, menunjukkan adanya akses area yang memang berbeda, penelitian ini juga menemukan bahwa akses di perkotaan sangat jauh dibandingkan akses di pedesaan. Penyebab lainnya dari lima teori kemiskinan kontemporer memandang bahwa kemiskinan juga adalah karena adanya budaya
kemiskinan, dan di Romania, kemiskinan
yang turun menurun juga menjadi penyebab, data menunjukkan kemiskinan anak di Romania juga cukup besar karena kemiskinan
secara umum juga cukup banyak, di sisi lain ada kaitannya
dengan bangsa Roma dan upaya meningkatkan perkembangan kebangsaan Roma yang
memang sudah dilakukan secara paralel juga oleh Uni Eropa. Faktor keempat, masih berkaitan dengan inklusi juga bahwa Romania belum memiliki system yang cukup untuk mengakomodir kelompok berkebutuhan khusus, hal ini
menuju pada salah satu penyebab kemiskinan yaitu adanya ketidakmampuan
seorang individu untuk mengakses hak yang sama. Sehingga terakhir, teori kemiskinan menunjukkan kemiskinan di Romania
memang sudah menjadi siklus yang oleh karenanya butuh kontribusi dari setiap aktor dan hubungan internasional Romania dalam konteks integrase dengan Uni Eropa menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi progress
perubahan di Romania.
Variabel kedua yang dilihat dari penelitian ini adalah apakah
Uni Eropa cukup berkomitmen untuk mengurangi angka kemiskinan di Romania. Penelitian
ini menemukan adanya satu platform dari implementasi Strategi Eropa 2020 yang baru diterapkan oleh Uni Eropa pada tahun 2010 yaitu European Semester
yang membantu perkembangan
Romania dalam meningkatkan kemampuan ekonomi negara dan mengurangi kemiskinan. Secara teori neofungsionalisme,
melihat bahwa proses
integrase dengan Uni Eropa memberikan dampak yang cukup baik dalam
proses pengurangan angka kemiskinan di Romania, dengan komunikasi regular, adanya pembelajaran terus menerus dan adanya integrase
standard antara Uni Eropa
dan Romania, serta terutama
di akhir ada dukungan dana yang mencukupi bagi program diterapan di
Romania, sejauh ini memberikan hasil yang baik untuk mengurangi
kemiskinan di Uni Eropa.
Proses integrasi ternyata cukup memberikan dampak dalam konteks
pengurangan kemiskinan di
Romania sejauh konteks penelitian ini dilakukan.
Sebagai organisasi internasional yang bersifat supranasional, Uni Eropa memiliki peran penting, khususnya dalam fungsi khusus seperti
kasus pengurangan kemiskinan di negara anggotanya. Adanya keterikatan antar negara dan semangat kebangsaan menjadi satu rakyat Eropa
yang dilihatkan oleh adanya
para ahli di setiap bidang kehidupan di Uni Eropa, merupakan asset penting bagi kawasan
yang harusnya memberi keuntungan dua arah (bagi negara anggota dan bagi organisasi kawasan). Kekuatan satu negara adalah asset bagi negara lain yang bersepakat untuk berintegrasi dalam Uni Eropa. Romania sejauh implementasi Strategi 2020
cukup mengalami perubahan kemajuan, namun dari sisi
angka masih banyk masyarakat yang beresiko mengalami kemiskinan, sifat kemiskinan yang kompleks dan sudah menjadi siklus
membutuhkan upaya yang berkelanjutan juga. Oleh karena itu, Tujuan Eropa
2030 yang merupakan kelanjutan
Strategi 2020 harusnya dapat
memberikan dampak positif juga pada setiap negara anggotanya. Mengutamakan European
Semester sebagai langkah taktis dan melihat integrase sebagai asset strategis harusnya menjadi jiwa juga untuk mencapai tujuan bersama di 2030.
BIBLIOGRAFI
Agustian, Murniati. (2019). Pendidikan
Multikultural. Penerbit Unika Atma Jaya Jakarta.
Al Arif, M. Nur Rianto. (N.D.). Paradigma
Pembangunan Ekonomi.
Basmar, Edwin, Sartika, Sri Hardianti,
Suleman, Abdul Rahman, Faried, Annisa Ilmi, Damanik, Darwin, Amruddin,
Amruddin, Purba, Bonaraja, Wisnujati, Nugrahini Susantinah, & Nugraha, Nur
Arif. (2021). Ekonomi Pembangunan: Strategi Dan Kebijakan. Yayasan Kita
Menulis.
Bradshaw, J. (2007). Some Problems In The
International Comparison Of Child Income Poverty. In Childhood, Generational
Order And The Welfare State: Exploring Children�s Social And Economic Welfare.
University Press Of Southern Denmark.
Claesson, Isabella. (2020). Tunn Eller
Tjock Identitet? En Komparativ Studie Av Kommissionens Fr�mjande Av Europeisk
Identitet F�re Och Efter Migrationskrisen F�rfattare: Isabella Claesson
Handledare: Mats Andr�n Termin: Ht.
Hesso, Byaz. (2023). Authoritarianism
And Law-And-Order.
Liliweri, Alo. (2019). Pengantar Studi
Kebudayaan. Nusamedia.
Mawikere, Marde Christian Stenly, &
Hura, Sudiria. (2022). Merambah Etika Protestan Dan Sosiologi Nilai Max Weber
�Korelasi Antara Calvinisme Dengan Spirit Kapitalisme.� Jurnal Ilmiah Wahana
Pendidikan, 8(1), 76�83.
Patta Rapanna, S. E., & Zulfikry
Sukarno Se, M. M. (2017). Ekonomi Pembangunan (Vol. 1). Sah Media.
Purba, Bonaraja, Hasibuan, Abdurrozzaq,
Sari, Ovi Hamidah, Kurniawati, Emaya, Sudarso, Andriasan, Sandy, Sandy, Lie,
Darwin, Widarman, Agung, Hariningsih, Endang, & Kuswandi, Sony. (2022). Pengantar
Manajemen Operasional. Yayasan Kita Menulis.
Saepudin, Acep. (N.D.). Peran United
Nation Human Rights Council Dalam Mengatasi Isu Pelanggaran Ham Di Korea Utara
Periode 2012-2014. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Uin Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Sarwono, Jonathan. (2006). Metode
Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif.
Saud, Muhammad Yamin, Ali, M. Saleh S.,
& Demmallino, Eymal B. (2020). Teori-Teori Sosial Dan Kearifan Budaya
Lokal Dalam Perspektif Perencanaan.
Siregar, Isra Adawiyah. (2021). Analisis
Dan Interpretasi Data Kuantitatif. Alacrity: Journal Of Education,
39�48.
Steinberg, Shoshana, & Krumer-Nevo,
Michal. (2022). Poverty-Aware Teacher Education. European Journal Of Teacher
Education, 45(2), 266�281.
Https://Doi.Org/10.1080/02619768.2020.1827390
Vasko, P. F., & Ibragimova, M. R.
(2017). Energy Efficiency Of Small Hydropower Plant Through Environmental
Restrictions On Water Use For Power Generation.
Alternative Energy And Ecology (Isjaee), (4�6), 103�115.
Winantyo, R., Arifin, Sjamsul, Djaafara,
Rizal A., & Budiman, Aida S. (2008). Masyarakat Ekonomi Asean (Mea),
2015: Memperkuat Sinergi Asean Di Tengah Kompetisi Global. Elex Media
Komputindo.
Copyright holder: Graha
Christi Blegur, Lita Sari Barus
(2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |