Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No.
2, Februari 2023
STATUS BADAN HUKUM BUMDES SEBAGAI
PERSEROAN PERORANGAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG
CIPTA KERJA
Indani Zulfa, Tarsisius Murwadji, Etty Mulyati
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
Email: [email protected]
Abstrak
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan badan hukum yang didirikan oleh Desa. Pendirian oleh Desa sejalan dengan adanya Perseroan Perorangan dalam UU Cipta Kerja yang pendiriannya hanya dilakukan oleh satu orang saja, berkaitan dengan hal tersebut maka BUMDes dapat diklasifikasikan sebagai Perseroan Perorangan. Akan tetapi, banyak BUMDes yang belum melakukan pendaftaran sebagai Perseroan Peroranga, sehingga dipertanyakan status badan hukumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah BUMDes yang telah ditetapkan dengan Peraturan Desa sudah sah status badan hukumnya meskipun belum melakukan pendaftaran sebagai Perseroan Perorangan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa BUMDes yang telah ditetapkan dengan Peraturan Desa telah sah sebagai badan hukum sehingga tidak perlu melaksanakan pendaftaran sebagai Perseroan Perorangan.
Kata kunci: Badan Usaha Milik Desa, Perseroan Perorangan, Badan Hukum.
Abstract
Village
Owned Enterprises are legal entities established by Village Government.
Establishment by the Village Government is in line with the existence of
Individual Limited Liability Company in the Job Creation Law which is founded
by only one person, so BUMDes can be classified as an
Individual Limited Liability Company. However, most BUMDes
have not registered as Individual Limited Liability Company, so their legal
entity status is questioned. This study aims to find out whether the BUMDes that have been stipulated by Village Regulations
have legal entity status even though they have not registered as Individual
Limited Liability Company. The research method used is normative legal
research. The results of the study shows that BUMDes
which have been stipulated by Village Regulations are legal as legal entities
so that there is no need to carry out registration as an Individual Limited
Liability Company.
Keywords: Village Owned Enterprises, Individual Limited Liability Company,
Legal Entity.
Pendahuluan
Desa menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (selanjutnya disebut UU Desa) merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat, prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Indonesia.
Desa memiliki peran penting untuk turut serta mewujudkan cita-cita negara Indonesia yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, pembangunan dan pengembangan potensi Desa merupakan salah satu hal penting yang perlu untuk dilaksanakan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa.
Pembangunan ekonomi dan juga peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa mengacu pada konsep negara kesejahteraan (welfare state), artinya suatu negara harus memiliki peran aktif dalam menjamin standar kesejahteraan warga masyarakatnya. Dalam kata lain, negara dapat melaksanakan intervensi dalam seluruh aspek kehidupan masyarakatnya, termasuk dalam bidang ekonomi (Murwadji et al., 2017). Hal ini sebagaimana tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi bahwa �Pemerintah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa�(Sukmana, 2016). Peran aktif pemerintah dalam kegiatan perekonomian dilakukan dengan didasarkan pada konstitusi ekonomi Indonesia yang tertuang dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi sebagai berikut:
1. Perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan;
2. Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara;
3. Bumi,
air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
4. Perekonomian
nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi
nasional (Sukmana, 2016).
Salah satu bentuk pembangunan pada segi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yaitu dengan membentuk Badan Usaha Milik Desa (selanjutnya disebut BUMDes). Menurut Pasal 117 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (selanjutnya disebut UU Cipta Kerja), yang dimaksud dengan BUMDes merupakan badan hukum yang didirikan oleh desa dan/atau bersama desa-desa guna mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan investasi dan produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, dan/atau menyediakan jenis usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
Pembentukan BUMDes didasarkan pada kebutuhan dan potensi masyarakat Desa sebagai sarana untuk meningkatkan dan memperkuat perekonomian Desa, juga sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas masyarakat Desa (Rahayuningsih et al., 2019). Selain itu, BUMDes juga diharapkan mampu menjadi sarana mata pencaharian masyarakat Desa, menggerakan roda perekonomian Desa, meningkatkan pendapatan asli Desa, dan juga meningkatkan pengelolaan potensi Desa. Dalam pelaksanaannya, BUMDes tidak hanya berorientasi pada keuntungan semata, namun juga dilaksanakan dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Desa serta membantu penyelenggaraan Pemerintah Desa (Alfiansyah, 2021).
BUMDes juga diketahui memiliki dua fungsi, yaitu fungsi sosial dan fungsi ekonomi. BUMDes sebagai fungsi sosial bermakna bahwasannya BUMDes dapat turut serta dalam membangun Desa serta dapat menjadi pendamping usaha bagi masyarakat Desa, sedangkan BUMDes sebagai fungsi ekonomi artinya kegiatan usaha yang dijalankan oleh BUMDes diharapkan mampu menghasilkan keuntungan bagi Desa dan masyarakat Desa secara keseluruhan (Syam et al., 2021).
Berkaitan dengan pengelolaannya, dalam Pasal 87 UU Desa dikatakan bahwa Desa dapat mendirikan BUMDes yang pengelolaannya dilakukan dengan semangat kekeluargaan dan gotong royong serta dengan menerapkan prinsip profesional, terbuka dan bertanggung jawab, kooperatif, partisipatif, akuntabel, memprioritaskan sumber daya lokal, dan berkelanjutan (Junaidi, 2022).
Peraturan turunan dari UU Cipta Kerja yang mengatur mengenai BUMDes yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa (selanjutnya disebut PP BUMDes) memuat mengenai maksud dan tujuan didirikannya BUMDes, yakni sebagai berikut:
1. Melakukan kegiatan usaha ekonomi melalui
pengelolaan usaha, pengembangan investasi dan produktivitas perekonomian, dan potensi Desa;
2. Melakukan
kegiatan pelayanan umum, penyediaan barang dan/atau jasa, serta pemenuhan
kebutuhan masyarakat Desa;
3. Meningkatkan
pendapatan asli Desa dan mengembangkan sumber daya ekonomi masyarakat Desa;
4. Memanfaatkan
Aset Desa untuk menambah nilai Aset Desa;
5. Mengembangkan
ekosistem ekonomi digital Desa.
Selain itu, BUMDes juga memiliki karakteristiknya tersendiri, yakni sebagai berikut:
1. Pengelolaan BUMDes didasarkan
pada kegiatan ekonomi yang berbasis budaya lokal;
2. Jenis
usaha BUMDes didasarkan pada potensi dan sumber daya Desa;
3. Keuntungan
yang diperoleh digunakan untuk pembangunan Desa serta untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Desa;
4. Operasional
BUMDes diawasi secara bersama-sama oleh Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan
Desa, dan Perangkat Organisasi BUMDes yaitu Musyawarah Desa, Penasihat,
Pengawas, dan Pelaksana Operasional (Nugroho &
Suprapto, 2021).
Berkaitan dengan status hukumnya, sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 117 UU Cipta Kerja bahwa BUMDes merupakan badan hukum. Pendirian BUMDes ini disepakati melalui Musyawarah Desa, kemudian dalam Pasal 88 ayat (2) UU Desa diatur bahwa pendirian BUMDes ditetapkan dengan Peraturan Desa yang sebelumnya telah dibahas dan disepakati bersama oleh Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Artinya, BUMDes mendapatkan status badan hukum secara resmi yaitu setelah ditetapkan dengan Peraturan Desa.
Selanjutnya, UU Cipta Kerja telah memberikan terobosan baru yang salah satunya berkaitan dengan Perseroan. Pasal 109 UU Cipta Kerja telah menambahkan bentuk perseroan baru yaitu Perseroan Perorangan. Perseroan Perorangan dapat didirikan oleh 1 (satu) orang pemegang saham saja tanpa perlu menggunakan akta notaris, asalkan memenuhi kriteria sebagai Usaha Mikro dan Kecil (Putri & Tan, 2022). Dalam hal ini, BUMDes dapat diklasifikasikan sebagai Perseroan Perorangan karena pendiriannya sama-sama hanya dilakukan oleh 1 (satu) orang saja yaitu Pemerintah Desa sebagai satu kesatuan subyek hukum. Selain itu, dalam UU Cipta Kerja juga diatur mengenai ketentuan yang mewajibkan suatu Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih tidak berlaku bagi:
a.
Badan
Usaha Milik Daerah;
b.
Badan Usaha Milik Desa;
c.
Perseroan yang mengelola
bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan
penyelesaian, dan lembaga lain sesuai dengan Undang-Undang tentang Pasar Modal;
d.
Perseroan yang memenuhi
kriteria untuk Usaha Mikro dan Kecil.
Dengan adanya Perseroan Perorangan tersebut, dalam Pasal 153B ayat (2) UU Cipta Kerja diatur bahwa pendiriannya dilakukan berdasarkan surat pernyataan pendirian yang didaftarkan secara elektronik kepada Menteri Hukum dan HAM. Kemudian, dalam Pasal 6 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2021 tentang Modal Dasar Perseroan Serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan Yang Memenuhi Kriteria Untuk Usaha Mikro dan Kecil (selanjutnya disebut PP 8/2021) dikatakan bahwa Perseroan Perorangan memperoleh status badan hukum setelah didaftarkan kepada Menteri Hukum dan HAM dan mendapatkan sertifikat pendaftaran secara elektronik.
Berkaitan dengan penjelasan di atas, maka BUMDes dapat dikategorikan sebagai Perseroan Perorangan karena dalam pendiriannya sama-sama dilakukan oleh 1 (satu) orang saja, yang dalam hal ini BUMDes didirikan oleh Desa sebagai subyek hukum. Namun, terdapat perbedaan perolehan status badan hukum antara BUMDes dan Perseroan Perorangan, dimana BUMDes memperoleh status badan hukumnya saat sudah ditetapkan oleh Peraturan Desa, sedangkan Perseroan Perorangan memperoleh status badan hukum ketika sudah mendapatkan sertifikat pendaftaran elektronik dari Menteri Hukum dan HAM. Oleh karena itu, perlu diketahui bagaimana status badan hukum BUMDes yang telah ditetapkan melalui Peraturan Desa namun masih belum didaftarkan sebagai Perseroan Perorangan.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif, yaitu metode yang dilakukan dengan meneliti data kepustakaan atau data sekunder berupa hukum positif atau peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menjawab isu hukum yang dihadapi (Soekanto, 2007). Metode ini mencakup penelitian terhadap asas hukum, sistematika hukum, sinkronisasi horizontal dan vertikal, serta perbandingan hukum (Sonata, 2014).
Penelitian ini menerapkan spesifikasi penelitian yang bersifat deskriptif analitis, yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan penggambaran, penelaahan, dan analisis terhadap hukum positif dengan dikaitkan dengan teori hukum dan pelaksanaan hukum positif yang berkaitan dengan permasalahan agar dapat menggambarkan fakta dan objek penelitian secara tepat dan akurat.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan. Kemudian, analisis dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu data yang telah diperoleh dianalisis dan digambarkan dalam bentuk uraian atau penjelasan atas permasalahan dalam penelitian untuk kemudian ditarik kesimpulan. Analisis ini dilakukan dengan bertitik tolak pada norma, asas, dan hukum positif.
Hasil dan Pembahasan
BUMDes memiliki tujuan utama untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat Desa. Kesejahteraan bagi masyarakat Desa ini dapat terwujud salah satunya melalui pemanfaatan dan pengelolaan BUMDes. Selain itu, pendirian BUMDes juga diharapkan mampu menjadi tombak pembangunan ekonomi bagi Desa. Hal ini merupakan bentuk perwujudan dari negara kesejahteraan dimana negara memiliki peran penting untuk memberikan jaminan kesejahteraan bagi warga negaranya.
Pasal 117 UU Cipta Kerja telah mengatur bahwasannya BUMDes merupakan badan hukum yang didirikan oleh Desa. Status badan hukum BUMDes diperoleh yaitu ketika BUMDes dalam pendiriannya telah ditetapkan melalui Peraturan Desa. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 88 ayat (2) UU Desa yang menyebutkan bahwa pendirian BUMDes disepakati melalui Musyawarah Desa dan ditetapkan dengan Peraturan Desa.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, BUMDes didirikan oleh Desa karena pada dasarnya Pemerintah Desa memiliki wewenang yang salah satunya yaitu untuk melaksanakan pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa. Hal ini sejalan dengan konsep perseroan baru dalam UU Cipta Kerja yaitu Perseroan Perorangan, dikarenakan pendirian Perseroan Perorangan hanya dilakukan oleh satu orang saja, yang dalam hal ini merupakan subyek hukum yaitu orang pribadi atau badan hukum. Kemudian, dalam UU Cipta Kerja juga disebutkan bahwa ketentuan yang mewajibkan perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih tidak berlaku bagi BUMDes. Berkaitan dengan hal tersebut, dilihat dari pendiriannya maka BUMDes dapat diklasifikasikan sebagai Perseroan Perorangan.
UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya mengenai Perseroan Perorangan tidak secara jelas memberikan definisi Perseroan Perorangan. Dalam Pasal 109 UU Cipta Kerja hanya disebutkan sebagai berikut:
�Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau Badan Hukum perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai Usaha Mikro dan Kecil� (Nasional et al., 2003)
Perseroan Perorangan atau yang dikenal dengan istilah sole trader atau sole proprietorship dapat didefinisikan sebagai suatu perusahaan yang pendiriannya dilakukan oleh satu orang, modalnya berasal dari satu orang, serta pelaksanaannya dilaksanakan oleh satu orang (Zainal & Suhartana, 2016). Satu orang dalam hal ini merupakan subyek hukum, yaitu orang pribadi ataupun badan hukum (Aziz & Febriananingsih, 2020). Konsep Perseroan Perorangan ini telah banyak digunakan di negara-negara lain, seperti contohnya di Uni Eropa dan Britania Raya dikenal istilah Single Member Private Limited Liability Company, di Singapura terdapat Private Limited Company (Pte Ltd), kemudian di Malaysia terdapat Sendirian Berhad (Sdn Bhd) (Nindyo Pramono & Nasional, n.d.).
Selain itu, Perseroan Perorangan juga memiliki karakteristiknya tersendiri yang membedakannya dengan Perseroan Terbatas, yakni sebagai berikut:
a. Pendirian
Perseroan Perorangan tidak didasarkan pada perjanjian;
b. Pendirian
Perseroan Perorangan hanya memerlukan surat pernyataan pendirian dan tidak
memerlukan akta notaris.
Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 6 ayat (2) PP 8/2021, untuk mendapatkan status sebagai badan hukum, Perseroan Perorangan perlu melakukan pendaftaran pernyataan pendirian kepada Menteri Hukum dan HAM untuk mendapatkan sertifikat pendaftaran secara elektronik dan untuk kemudian diumumkan dalam laman resmi direktorat jenderal yang menyelenggarakan tugas di bidang administrasi hukum umum. Apabila melihat BUMDes yang diklasifikasikan sebagai Perseroan Perorangan, maka BUMDes patutnya melakukan pendaftaran sebagai Perseroan Perorangan kepada Menteri Hukum dan HAM agar statusnya sebagai Perseroan Perorangan yang berbadan hukum menjadi pasti. Namun, sampai saat ini diketahui belum ada peraturan perundang-undangan yang mengharuskan BUMDes untuk mendaftar sebagai Perseroan Perorangan.
Badan hukum menurut R Subekti merupakan suatu perkumpulan yang memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan perbuatan seperti orang pribadi, memiliki kekayaan tersendiri, serta dapat digugat dan/atau menggugat di pengadilan. Kemudian, Sri Soedewi Masjhoen juga berpendapat bahwa badan hukum merupakan perkumpulan dari orang-orang yang memiliki tujuan untuk mendirikan badan yang berwujudkan himpunan dan memiliki kekayaan sendiri (Utami, 2020).
Dari penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa unsur-unsur badan hukum dan kaitannya dengan BUMDes adalah sebagai berikut:
1. Memiliki
perkumpulan
Pengelolaan BUMDes dilaksanakan oleh
suatu perkumpulan yaitu perangkat organisasi BUMDes yang terdiri dari
Musyawarah Desa, Pelaksana Operasional, Pengawas, Penasihat, dan juga dibantu
oleh jajaran pegawai BUMDes.
2. Memiliki tujuan tertentu
dan kepentingan Bersama
Maksud dan tujuan BUMDes telah tertuang
dalam UU Desa, UU Cipta Kerja, dan PP BUMDes yaitu untuk memberikan
sebesar-besarnya kesejahteraan bagi masyarakat Desa secara menyeluruh.
3. Memiliki organisasi yang teratur
BUMDes memiliki organisasi tersendiri
yang terpisah dari Pemerintah Desa. Menurut Pasal 15 PP BUMDes, perangkat
organisasi BUMDes terdiri dari Musyawarah Desa, Penasihat, Pelaksana
Operasional, dan Pengawas.
4.
Memiliki harta kekayaan
yang terpisah dari kekayaan anggotanya
Pasal 1 angka 14 PP BUMDes
menyebutkan bahwa aset BUMDes merupakan
harta atau kekayaan milik BUMDes yang digunakan untuk menghasilkan kemanfaatan. Harta kekayaan BUMDes tersebut terpisah dari harta kekayaan
anggotanya, sehingga apabila terjadi sesuatu yang mengharuskan adanya pertanggungjawaban dari BUMDes yang berkaitan dengan harta kekayaan, maka tanggungjawab yang dimiliki anggotanya menjadi terbatas.
5.
Memiliki hak dan kewajiban
BUMDes sebagai badan hukum
tentunya memiliki hak dan kewajibannya tersendiri sama seperti subyek hukum lain. Berkaitan dengan kewajibannya, BUMDes memiliki tugas utama untuk
mensejahterakan warga masyarakatnya dengan memanfaatkan aset yang dimiliki oleh BUMDes.
6.
Dapat menggugat dan/atau digugat di pengadilan (Rahayu, 2015).
Salah satu bentuk hak dan kewajiban yang dimiliki BUMDes yaitu untuk
menggugat dan/atau digugat di pengadilan. Hal ini sesuai dengan
Pasal 27 ayat (1) huruf l PP BUMDes yang menjelaskan bahwa Pelaksana Operasional berwenang untuk mewakili BUMDes di dalam dan/atau di luar pengadilan.
Selain itu, Pasal 1653 KUHPerdata juga telah mengklasifikasikan badan hukum ke dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu sebagai berikut:
1. Badan
hukum yang dibentuk oleh Pemerintah
Contohnya yaitu lembaga pemerintahan
dan perusahaan milik negara.
2.
Badan
hukum yang diakui oleh Pemerintah
Contohnya
yaitu Perseroan Terbatas.
3.
Badan
hukum yang didirikan dengan maksud tertentu
dan tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan atau kesusilaan
Contohnya yaitu Yayasan (Debby, 2021).
Apabila melihat pada tiga bentuk klasifikasi tersebut, maka BUMDes telah termasuk ke dalam salah satu klasifikasi badan hukum menurut Pasal 1653 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah, dalam hal ini yaitu Pemerintah Desa.
Selanjutnya, suatu badan dapat diakui sebagai badan hukum apabila telah diatur atau dinyatakan dalam suatu Peraturan Perundang-Undangan. Agar suatu badan dapat diakui sebagai badan hukum, terdapat beberapa syarat formal yang harus dipenuhi, yakni sebagai berikut:
a. Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan;
b. Berdasarkan yurisprudensi atau hukum kebiasaan;
c. Berdasarkan doktrin.
Kemudian, terdapat 2 (dua) cara yang dapat membuat suatu badan diakui sebagai badan hukum berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Pertama, harus dinyatakan secara tegas dalam peraturan bahwa badan tersebut merupakan badan hukum. Kedua, apabila tidak dinyatakan secara tegas dalam peraturan, dari peraturan lain dapat disimpulkan bahwa badan tersebut memenuhi unsur sebagai badan hukum (Borahima, 2016).
Selain telah memenuhi unsur-unsur badan hukum yang telah disebutkan di atas, pengakuan BUMDes sebagai badan hukum juga telah diakui secara tegas dalam peraturan perundang-undangan, yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang BUMDes.
Pasal 1 angka 1 PP BUMDes telah menyebutkan secara jelas mengenai status badan hukum BUMDes Cahya Purnama, yang berbunyi sebagai berikut:
�Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disebut BUMDesa adalah badan hukum yang didirikan oleh Desa dan/atau bersama Desa-Desa guna mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan investasi dan produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, dan/atau menyediakan jenis usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.� (Kashogi et al., 2022).
Kemudian, penegasan status BUMDes Cahya Purnama sebagai badan hukum yang tertuang dalam Pasal 117 UU Cipta Kerja berbunyi bahwa:
�Badan Usaha Milik Desa adalah badan hukum yang didirikan oleh Desa dan/atau bersama Desa-Desa guna mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan investasi dan produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, dan/atau menyediakan jenis usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.� (Sudarmanto et al., 2021).
Penegasan dalam UU Cipta Kerja dan PP BUMDes telah menguatkan status BUMDes sebagai badan hukum yang sah karena telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penegasan dalam peraturan perundang-undangan tersebut berkaitan dengan teori kenyataan yuridis, yang mana kehadiran suatu badan hukum merupakan suatu bentuk kenyataan yuridis yang ditentukan oleh adanya ketentuan hukum. Menurut E.M. Meijers, dalam teori kenyataan yuridis badan hukum merupakan sesuatu yang riil dan konkrit (Tutik, 2008).
Selain itu, penegasan dalam UU Cipta Kerja dan PP BUMDes juga sesuai dengan konsep badan hukum yang dipakai oleh Indonesia yaitu gesloten system (het gesloten systeem van het rechtspersonenrecht) atau sistem tertutup badan hukum, dimana suatu badan akan diakui sebagai badan hukum apabila telah dinyatakan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan (Tutik, 2008). Hal ini berkaitan dengan Indonesai sebagai negara hukum, yang mana dalam setiap perbuatannya, segala sesuatunya haruslah didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku agar dapat tercapainya ketertiban hukum dan juga kepastian hukum. Apabila ketertiban dan kepastian hukum telah tercapai, maka pelaksanaan hukum dapat diterapkan secara konsisten dan tidak dapat terpengaruhi oleh hal-hal yang bersifat subjektif.
Berdasarkan pemaparan di atas, BUMDes yang telah ditetapkan melalui Peraturan Desa memiliki status yang sah sebagai badan hukum karena telah sesuai dengan unsur-unsur badan hukum. Selain itu, keabsahan status badan hukum BUMDes juga telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam hal ini yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dengan demikian, dari penuturan di atas dapat disimpulkan bahwa BUMDes yang telah ditetapkan dengan Peraturan Desa tidak perlu untuk mendaftar sebagai Perseroan Perorangan untuk dapat diakui sebagai badan hukum yang sah, karena BUMDes telah secara sah memiliki status sebagai badan hukum ketika sudah ditetapkan dalam Peraturan Desa.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa BUMDes yang telah ditetapkan dengan Peraturan Desa sudah secara sah memiliki status sebagai BUMDes yang berbadan hukum sehingga dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai badan hukum untuk meningkatkan perekonomian Desa dan mensejahterakan masyarakat Desa. Status BUMDes sebagai badan hukum juga telah secara tegas diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan peraturan turunannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa. Dengan demikian, meskipun BUMDes diklasifikasikan sebagai Perseroan Perorangan, namun BUMDes yang telah ditetapkan dengan Peraturan Desa tidak perlu untuk melakukan pendaftaran sebagai Perseroan Perorangan kepada Menteri Hukum dan HAM untuk dapat diakui sebagai badan hukum yang sah.
BIBLIOGRAFI
Alfiansyah, A. (2021). Status Badan
Usaha Milik Desa Sebagai Badan Hukum Atas Diundangkannya Undang-Undang Cipta
Kerja. Jisip (Jurnal Ilmu Sosial Dan Pendidikan), 5(2).
Https://Doi.Org/10.58258/Jisip.V5i2.1991
Aziz, M. F., & Febriananingsih, N.
(2020). Mewujudkan Perseroan Terbatas (Pt) Perseorangan Bagi Usaha Mikro Kecil
(Umk) Melalui Rancangan Undang-Undang Tentang Cipta Kerja. Jurnal Rechts
Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional, 9(1), 91.
Https://Doi.Org/10.33331/Rechtsvinding.V9i1.405
Borahima, A. (2016). Kedudukan Yayasan
Di Indonesia: Eksistensi, Tujuan, Dan Tanggung Jawab Yayasan Ed. 1.
Kencana.
Debby, D. (2021). Status Hukum Keuangan
Perseroan Terbatas (Persero) Berdasarkan Teori Badan Hukum Dan Teori
Transformasi Keuangan. Justitia Et Pax, 37(2).
Https://Doi.Org/10.24002/Jep.V37i2.4183
Junaidi, A. (2022). Peranan Badan Usaha
Milik Desa (Bumdes) Dalam Meningkatkan Perekonomian Masyarakat Ditinjau Menurut
Ekonomi Islam (Studi Kasus Bumdes Murni Jaya Desa Rambaian Kecamatan Gaung Anak
Serka). Stai Auliaurrasyidin Tembilahan.
Kashogi, I. H., Radjab, D., &
Bustanuddin, B. (2022). Analisis Pembentukan Badan Usaha Milik Desa Sebelum Dan
Sesudah Di Undangkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Limbago:
Journal Of Constitutional Law, 2(1), 136�147.
Murwadji, T., Rahardjo, D. S., & Hasna,
H. (2017). Bumdes Sebagai Badan Hukum Alternatif Dalam Pengembangan
Perkoperasian Indonesia. Acta Diurnal Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan, 1(1),
1�18.
Nasional, D. P., Cipta, R., Soemanto, W.,
Somantri, M. N., & Ips Mpp, R. R. (2003). Undang-Undang. Sist Pendidik
Nas.
Nindyo Pramono, S. H., & Nasional, B.
P. H. (N.D.). Perbandingan Perseroan Terbatas Di Beberapa Negara.
Nugroho, R., & Suprapto, F. A. (2021). Badan
Usaha Milik Desa Bagian 2: Pendirian Bumdes. Elex Media Komputindo.
Putri, S., & Tan, D. (2022). Analisis
Yuridis Perseroan Perorangan Ditinjau Dari Undang-Undang Cipta Kerja Dan
Undang-Undang Perseroan Terbatas. Unes Law Review, 4(3), 317�331.
Https://Doi.Org/10.31933/Unesrev.V4i3.239
Rahayu, A. C. (2015). Tanggung Jawab
Pelaksana Operasional Badan Usaha Milik Desa (Bum Desa) Yang Dinyatakan Pailit
Oleh Pengadilan Niaga. Brawijaya University.
Rahayuningsih, Y., Budiarto, S., &
Isminingsih, S. (2019). Peran Bumdes Dalam Penguatan Ekonomi Desa Sukaratu
Kabupaten Serang, Banten. Jurnal Kebijakan Pembangunan Daerah, 3(2),
80�87. Https://Doi.Org/10.37950/Jkpd.V3i2.63
Soekanto, S. (2007). Penelitian Hukum
Normatif: Suatu Tinjauan Singkat.
Sonata, D. L. (2014). Metode Penelitian
Hukum Normatif Dan Empiris: Karakteristik Khas Dari Metode Meneliti Hukum. Fiat
Justisia Jurnal Ilmu Hukum, 8(1), 15�35.
Sudarmanto, K., Suryanto, B., Junaidi, M.,
& Sadono, B. (2021). Implikasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang
Cipta Kerja Terhadap Pembentukan Produk Hukum Daerah. Jurnal Usm Law Review,
4(2), 702�713.
Https://Doi.Org/10.26623/Julr.V4i2.4191
Sukmana, O. (2016). Konsep Dan Desain
Negara Kesejahteraan (Welfare State). Jurnal Sospol, 2(1),
103�122.
Syam, M. A., Suratno, S., & Djaddang,
S. (2021). Literasi Tatakelola Bumdes (Badan Usaha Milik Desa). Capacitarea:
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(02), 67�79. Https://Doi.Org/10.35814/Capacitarea.2021.001.02.06
Tutik, T. T. (2008). Hukum Perdata Dalam
Sistem Hukum Nasional/Titik Triwulan Titik.
Utami, P. D. Y. (2020). Pengaturan
Pendaftaran Badan Usaha Bukan Badan Hukum Melalui Sistem Administrasi Badan
Usaha. Jurnal Komunikasi Hukum (Jkh), 6(1), 1�19.
Https://Doi.Org/10.23887/Jkh.V6i1.23432
Zainal, A., & Suhartana, L. W. P.
(2016). Pengantar Hukum Perusahaan, Preanada Media Group. Jakarta.
������
Copyright holder: Indani Zulfa, Tarsisius Murwadji, Etty Mulyati (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |