Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 3, Maret 2023

 

ANALISIS KEKERASAN TERHADAP ANAK DITINJAU DARI PRESPEKTIF KRIMINOLOGI

 

Rais Rahmat Ismail

Universitas Indonesia, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Kejahatan berupa kekerasan yang dilakukan terhadap anak-anak bukanlah hal baru. Sejatinya, perlindungan terhadap hak asasi anak diakui dan diatur secara tegas dalam Konstitusi Indonesia dan berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia. Tinjauan secara kriminologi tentang kekerasan terhadap anak mengharuskan para penegak keadilan untuk memperhitungkan juga aspek-aspek yang relevan, seperti sosiologi, psikologi, dan biologi. Eksistensi kriminologi berkaitan dengan disiplin ilmu yang mengacu pada konsepsi kasus pidana yang berkaitan dengan kejahatan, dimana hal tersebut erat kaitannya dengan keberadaan hukum dan pelanggaran norma sosial dilihat dari berbagai aspek. Kekerasan pada anak harus dilihat secara menyeluruh, kekerasan anak yang seringkali ditinjau hanya secara hukum masih dianggap kurang menyeluruh. Maka dari itu perlu peninjauan secara kriminologi untuk menilai berbagai aspek diluar hukum itu sendiri. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif dan bertujuan untuk mengkaji faktor yang menjadi alasan kekerasan terhadap anak yang sering terjadi serta cara penanggulangan dampak buruk yang dialami oleh anak yang merupakan korban kasus kekerasan. Hasilnya, penyebab kekerasan ditinaju secara Kriminologi terjadi akibat dari banyaknya pengaruh yang berkembang yang mencemari psikologi pelaku, akibat masalah ekonomi serta budaya lingkungan yang sedikit menyimpang dalam pengasuhan anak. Penanggulangan terhadap dampak kekerasan dapat dilakukan dengan rehabilitasi serta pendampingan perawatan psikologi pada anak yang menjadi korban.

 

Kata kunci: Kejahatan, Kekerasan, Anak-Anak, Kriminologi.

 

Abstract

Crimes in the form of violence committed against children are not new. In fact, the protection of children's human rights is recognized and strictly regulated in the Indonesian constitution and various laws and regulations in Indonesia. A criminological review of violence against children requires justice enforcers to also consider relevant aspects, such as sociology, psychology, and biology. The existence of criminology is related to disciplines that refer to the conception of criminal cases related to crime, where this is closely related to the existence of law and violations of social norms seen from various aspects. Violence against children must be seen as a whole, child violence which is often reviewed only legally is still considered to be less comprehensive. Therefore, it needs to be replaced in criminology to assess various aspects outside the law itself. This research is an empirical legal research that is descriptive in nature and aims to examine the factors that are the reasons for violence against children that often occur and ways to overcome the adverse effects experienced by children who are victims of violence cases. As a result, the causes of violence examined in criminology occur due to the many influences that have developed that pollute the psychology of the perpetrators, due to economic problems and environmental culture that are slightly deviated in child rearing. Countermeasures against the effects of violence can be carried out through rehabilitation and psychological treatment assistance for children who are victims.

 

Keywords: Crime, Violence, Children, Criminology.

 

Pendahuluan

Kriminologi merupakan sebuah eksistensi keilmuan yang berkaitan dengan hal-hal yang merujuk pada konsepsi kasus-kasus pidana yang berkaitan dengan kejahatan, dimana hal tersebut erat kaitannya dengan keberadaan hukum dan pelanggaran norma-norma sosial yang dapat dipelajari dalam sosiologi hukum dan biologis serta psikologi (Ali, 2022). Sedangkan menurut teori Roche (2019),� kajian kriminologi dapat digunakan untuk mengkaji gejala dan dampak fenomena yang berkaitan dengan tindak pidana, termasuk kasus-kasus yang mengancam stabilitas negara serta keadilan dan keamanan masyarakat (Wulandari, 2014). Kejahatan yang sering terjadi di masyarakat dan mempengaruhi keamanan masyarakat adalah kekerasan. Kekerasan dalam lingkup kehidupan sosial merupakan hal yang lumrah terjadi karena kekerasan pada dasarnya dilakukan bersamaan dengan bentuk-bentuk kegiatan kriminal lainnya. Akhir-akhir ini, kekerasan di masyarakat indonesia tampak semakin meningkat, baik ditinjau secara ragam jenis kekerasan serta meningkatnya kuantitas kasus kekerasan yang terjadi. Di antara banyaknya jenis-jenis kekerasan yang terjadi, kekerasan terhadap anak (termasuk kekerasan terhadap balita atau bayi di bawah lima tahun ), banyak mendapat perhatian karena sifat dan dampaknya yang besar. Terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, yang secara khusus juga dapat mempengaruhi kualitas generasi muda bangsa sebagai sumber daya manusia di masa yang akan datang.

Perlindungan terhadap anak merupakan langkah yang penting untuk dilakukan dalam upaya melindungi hak hidup dan kesejahteraan anak serta sebagai upaya dalam melindungi dan menjaga kualitas penerus bangsa yang akan memimpin negara dimasa depan. Maka dari itu, pemerintah pun secara nyata melakukan tindakan dalam upaya melindungi hak asasi anak. Hak asasi anak merupakan hak yang sama sebagaimana hak asasi manusia yang terhadapnya dijamin perlindungannya dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Jufri, 2017). Konsistensi negara dalam memberikan jaminan terhadap hak-hak anak juga dapat terlihat dari diratifikasinya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang hak-hak anak pada tahun 1990 melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 (Presiden, n.d.). Sejalan dengan itu, dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang (Selanjutnya disebut UndangUndang Perlindungan Anak) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak juga merupakan bentuk konkret perlindungan negara terhadap hak-hak anak (Handoko, 2019). Sebagai generasi penerus bangsa yang memiliki peran penting bagi pembangunan negara, setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi. Terhadap pemenuhan dan perlindungan hak anak ini bukan hanya merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh orang tua saja 3 namun juga merupakan kewajiban masyarakat dan negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 20 Undang-Undang Perlindungan Anak. Meski demikian, faktanya masih banyak anakanak Indonesia yang mengalami berbagai permasalahan seperti penelantaran anak, eksploitasi anak untuk kepentingan komersiil, diksriminasi terhadap anak serta kekerasan pada anak.

Meski komitmen negara dalam berbagai aspek semakin baik, namun ragam pelanggaran hak anak di tahun 2021 masih terjadi baik pelanggaran terkait pemenuhan hak maupun terkait perlindungan khusus anak. Berdasarkan data pengaduan masyarakat cukup fluktuatif, tahun 2019 berjumlah 4.369 kasus, tahun 2020 berjumlah 6.519 kasus,dan tahun 2021 mencapai 5.953 kasus, dengan rinciankasus Pemenuhan Hak Anak 2971 kasus, dan Perlindungan Khusus Anak 2982. Data statistik Lokadata (2021) juga menegaskan bahwa peningkatan angka kekerasan terhadap anak membuat aparat penegak hukum kini mulai menindaklanjuti kasus-kasus kenakalan sosial dengan kecenderungan kekerasan pada anak (Sukmariana, Wirawan, Tsabitah, & Arya, n.d.).

Berdasarkan pemaparan diatas, penulis mencoba untuk melakukan analisis terhadap kasus-kasus kekerasan yang terjadi terhadap anak-anak ditinjau berdasarkan perspektif kriminologi. Hasil dari penulisan penelitian ini diharapkan dapat ditemukannya faktor yang menjadi alasan kekerasan terhadap anak yang sering terjadi serta cara yang memungkinkan untuk menanggulangi dampak buruk yang dialami oleh anak yang merupakan korban kasus kekerasan.

 

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif analisis. Menurut (Sari & Sugiyono, 2016) metode analisis deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Deskriptif analisis pada penelitian ini dimaksudkan agar hasil penelitian dapat memberikan gambaran yang utuh secara utuh dan dapat menggambarkan hasil analisis dari suatu masalah yang diteliti. Untuk dapat mencapai penelitian yang komprehensif dan deskriptif, maka penelitian ini dilakukan dengan penelitian hukum normatif-empiris yang mengacu pada peraturan-peraturan tertulis yang berlaku di Indonesia, serta didukung dengan hasil wawancara dengan pihak-pihak terkait.

Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, serta didukung dengan data primer yang diperoleh langsung dari narasumber melalui teknik wawancara (Martono, 2010). Kemudian penelitian ini menggunakan pendekatan sistematika hukum yaitu pendekatan terhadap bahan hukum yang dikumpulkan. Analisis data bersifat kualitatif. Pengolahan bahan hukum dalam penelitian ini menggunakan metode deduktif, dimana penelitian ini menarik kesimpulan dari masalah umum ke masalah khusus.

 

Hasil dan Pembahasan

Perspektif Kriminologi

Kriminologi adalah ilmu yang mempelajari kejahatan. Nama kriminologi ditemukan oleh P. Topinard pada tahun 1830-1911, seorang antropolog berkebangsaan Perancis, secara harfiah berasal dari kata �Crimen� yang berarti kejahatan atau penjahat, dan �Logos� yang berarti ilmu pengetahuan, jadi kriminologi dapat berarti ilmu kejahatan atau penjahat (Sianturi, 2014). Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian kriminologi adalah ilmu yang bertujuan untuk menyelidiki seluas-luasnya gejala-gejala kejahatan (Yuliartini, 2019). Sedangkan menurut (Mustofa, 2021), Kriminologi adalah suatu disiplin ilmu yang dimaksudkan untuk mengkaji suatu kejadian perkara dari sudut pandang yang seluas-luasnya (Alam & SH, 2018). Kriminologi melibatkan tiga jenis masalah antara lain:

1.     Mendeteksi pelaku, yang merupakan pekerjaan detektif, petugas polisi, ahli medis, ahli kimia, dan ahli di bidang kejahatan; kemudian juga melibatkan.

2.     Masalah penjagaan dan perawatan pelaku setelah ia terdeteksi dan secara hukum ketika ia dinyatakan bersalah, yang melibatkan pekerja sosial, psikiater, sosiolog, psikolog, hakim pengadilan, petugas percobaan dan pembebasan bersyarat, dan lain-lain yang terlibat dalam pekerjaan korektif yang berkaitan dengan pencegahan dan pengendalian kejahatan.

3.     Menjelaskan kejahatan dan perilaku kriminal, yang merupakan masalah ilmiah akuntansi untuk keberadaan kejahatan dan penjahat di masyarakat.

Aspek hukum kejahatan dalam kriminologi menjadi perhatian para ahli hukum dan sosiolog yang mempelajari sosiologi hukum pidana karena hal ini dapat menciptakan landasan yang baik untuk mempelajari teori asosiasi yang menjelaskan asosiasi motif utama pelaku melakukan kejahatan, serta sebagai dampak biologis, psikologis, dan psikologisnya dan sosiologis (Alam & SH, 2018). Dari segi biologis menunjukkan ketidakpedulian terhadap bakat fisik pelaku fisik, sedangkan dari segi psikis psikologis, superego, id. Sedangkan dari aspek sosiologis terkait dengan pengaruh lingkungan sosial yang menganggap tindakan tersebut sebagai hal yang lumrah. Sehingga dapat diasumsikan bahwa manusia meliputi beberapa aspek penting antara lain fisik, mental, dan spiritual. Pentingnya memiliki manusia yang lebih unggul dari kepribadiannya terlihat dari peran yang dimainkan oleh dirinya sendiri, sehingga ia tidak menganggap tindak pidana sebagai sesuatu yang lumrah.

Analisis Kasus Kekerasan pada Anak dengan Tinjauan Kriminologi

Salah satu dimensi dalam disiplin kriminologi dari fenomena yang diangkat dalam tulisan ini berkaitan dengan teori asosiasi diferensial. Merujuk pada jurnal (Febriyani, 2018), asosiasi diferensial disebut sebagai jumlah hubungan yang tidak terpisahkan yang ada dalam suatu perkara pidana. The Differential Association sendiri merupakan salah satu cabang kriminologi yang dikembangkan oleh Edwin Sutherland. Teori Asosiasi Diferensial adalah konsep asosiasi diferensial yang merupakan perluasan dari teori disorganisasi sosial. Asosiasi diferensial melihat perbedaan dalam kelompok sosial - yang mendukung aktivitas kriminal dan yang menentangnya. Kedua budaya ini bersaing dalam komunitas untuk mempertahankan atau merekrut anggota lain. Asosiasi diferensial berpendapat bahwa perilaku kriminal dipelajari ketika kelompok-kelompok yang mendukung aktivitas kriminal diberikan lebih banyak pengaruh daripada institusi yang melawan aktivitas kriminal. Perbedaan antara orang-orang yang terlibat dalam kenakalan dan mereka yang menyesuaikan diri seringkali dapat ditelusuri kembali ke kelompok sebaya yang paling sering berinteraksi dengan orang-orang. Asosiasi diferensial dapat digunakan sebagai instrumen untuk memeriksa kasus-kasus seperti ini.

Tindakan yang dilakukan dalam kasus ini telah melibatkan pengabaian emosional anak, yang menurut (Widodo et al., 2022) menyatakan bahwa: �Pengabaian dapat mengubah cara kerja otak atau fungsi mental anak. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan risiko masalah kesehatan mental seperti depresi di kemudian hari serta gangguan kognitif termasuk gangguan memori. Pengabaian juga dapat menyebabkan gangguan panik, gangguan stres pascatrauma (PTSD), dan gangguan defisit perhatian dan hiperaktif". Di mana hubungan yang buruk, interaksi minimal, dan kekerasan dapat mengubah cara otak mereka berkembang secara emosional dan dapat memengaruhi jalur verbal seperti rasa takut dan gagap dalam berbicara. sedangkan pengabaian atau pengabaian emosional juga dapat mengubah cara kerja otak atau fungsi mental anak, dimana seluruh rangkaian ini akan meningkatkan risiko masalah kesehatan mental seperti depresi di kemudian hari serta gangguan kognitif dan memori, gangguan panik, dan stres pasca trauma. gangguan (PTSD) di masa depan

Anak merupakan kelompok yang sangat rentan menjadi korban kekerasan dari orang dewasa karena anak selalu diposisikan lemah atau tidak berdaya dan memiliki ketergantungan yang tinggi pada orang dewasa di sekitarnya. Hal inilah yang membuat anak tidak berdaya ketika diancam untuk tidak menceritakan apa yang terjadi. Hampir di setiap kasus yang terungkap, pelakunya adalah orang terdekat korban, tidak sedikit pelakunya adalah orang-orang yang mendominasi korban, seperti orang tua dan guru. Contoh dalam hal ini melibatkan tetangga korban sendiri. Di sisi lain, dianalisis berdasarkan asosiasi yang ada, anak mungkin tidak dapat menolak tindakan karena takut akanancaman. Ancaman fisik meliputi kekerasan fisik, seperti memukul, menampar, menendang, dan sebagainya. Selain itu agresi verbal adalah penggunaan kata-kata kasar seperti bodoh dan sebagainya.

Selain bentuk agresi tersebut, ada beberapa faktor yang mempengaruhinya dalam tindakan agresi, antara lain faktor pembelajaran, faktor peniruan, dan faktor penguatan. (Fitrianisa, 2018) menyatakan bahwa perilaku agresif adalah perilaku fisik atau verbal yang melukai orang lain yang merupakan pelampiasan perasaan frustasi. Dapat dijelaskan bahwa perilaku kekerasan adalah sesuatu dengan atau tanpa tujuan dan kehendak yang logis, sehingga perilaku tersebut merupakan modifikasi dari ekspresi perasaan dan pengucilan diri, yang dengan sendirinya didukung oleh status pelaku yang menganggur dan tidak memiliki pekerjaan. kesulitan dalam aspek ekonomi.

Kemudian untuk aspek psikologis, dalam psikologi kontemporer, kepribadian merupakan susunan dari unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan perbedaan tingkah laku setiap manusia. Kepribadian adalah sifat karakter yang konsisten yang memberikan identitas khusus pada individu tersebut. Menurut (Sipon & Hussin, 2008), Sigismund Schlomo Freud atau biasa dipanggil Sigmund Freud yang terkenal dengan Teori Psikoanalitiknya lahir di Freiberg. Sigmund Freud mengatakan bahwa pada dasarnya teorinya mengenai pikiran dari keseluruhan model arsitektur dari proses dan struktur mental. Dalam merumuskan model pikiran, Freud secara eksplisit mempertimbangkan kehidupan mental dari sudut pandang biologis. Freud memahami pikiran sebagai bagian dari tubuh, bertanya seperti apa tubuh itu, dan menurunkan prinsip fungsi mental dari keseluruhan prinsip fungsi fisiologis.

Sifat manusia dalam paradigma teoretis menurut Freud pada konsep gangguan psikologis, yang disebabkan oleh konflik pribadi yang ada di tingkat bawah sadar. Secara umum, teori psikoanalitik dalam kodrat manusia berfungsi untuk menjelaskan kepribadian, motivasi, dan gangguan mental dalam faktor penentu perilaku tidak sadar. Struktur kepribadian menurut Freud merupakan integrasi dari id (biologis), ego (berat badan) dan super ego (norma sosial dan lingkungan). Sehingga dapat dianalisis bahwa dalam dinamika kepribadian, hal yang paling menonjol dari teori Sigmund Freud adalah bahwa manusia dimotivasi untuk mencari kesenangan, dan merekam serta mengukur, yaitu pengaruh minuman beralkohol yang memabukkan yang diduga menunjukkan adanya perbuatan. yang mengkonsumsi minuman, superego dan egonya lemah sehingga tidak memiliki hati nurani untuk memaksa balita meminum alkohol sekaligus merekam kejadian tersebut.

Sedangkan dalam perkembangan kriminologi juga terkait dengan konsep sosiologi karena tindak pidana yang dilakukan oleh manusia disebabkan oleh pengaruh lingkungannya. Menurut (Ayriza, n.d.) ada hubungan antara kriminologi dan sosiologi ketika masalah yang ada terkait dengan kerugian yang disebabkan oleh perilaku terhadap seseorang atau orang lain. Kemudian dari aspek sosiologi hukum, pengertian sosiologi hukum menurut (Kamal, 2019) yaitu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan keanehan fenomena sosial yang merupakan sub bagian dari ilmu budaya, serta indikator pengatur dan instrumen hukum untuk membina dan mempengaruhi perilaku dan aspek terkait. pembaruan ketentuan tindakan. Sedangkan dalam perkembangan kriminologi juga terkait dengan konsep sosiologi karena tindak pidana yang dilakukan oleh manusia disebabkan oleh pengaruh lingkungannya.

Menurut (Budiherti, n.d.), ada hubungan antara kriminologi dan sosiologi ketika masalah yang ada terkait dengan kerugian yang disebabkan oleh perilaku terhadap seseorang atau orang lain. Kemudian dari sosiologi hukum, sosiologi hukum menurut (Tohulilase, 2018) adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan keanehan fenomena sosial yang merupakan sub bagian dari ilmu budaya, beserta indikator indikatornya. dan perangkat hukum untuk bantuan. Sedangkan dari aspek sosiologis hukum, setiap masyarakat dan hukum, serta tatanan sosial, mengalami evolusi yang berbeda dengan ritme yang berbeda, yang disusun oleh berbagai elemen dalam literatur (Liliweri, 2019)Peralihan Budaya dan nilai serta kondisi lingkungan ini baru dimana masih ada orang di tempat yang berbeda, pada waktu yang berbeda, bertransisi secara berbeda. Dimana banyak budaya Barat memamerkan tempat minum alkohol, serta banyaknya pedagang minuman baik secara ilegal maupun legal di masyarakat, insiden �paksa makan� bisa terjadi karena campur tangan budaya baru yang menyenangkan, pertama ketika kondisi sosiologis lingkungan pelakunya terlibat. konsep ekonomi menengah ke bawah dan pendidikan rendah sehingga pembekalan bisa menjadi hiburan bagi mereka.

Dalam implementasinya, sosiologi hukum memiliki konsep mempelajari fenomena gejolak sosial dan penyimpangan sosial, yang dapat diadili dengan menggunakan instrumen yuridis. Budaya minum miras diatur dalam Undang-Undang, pertama, pemberian makan pada anak balita sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yaitu pasal 59 itu sendiri. juga termasuk. membantu agar masyarakat melindungi anak-anak mereka dari menjadi korban narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Namun, lingkungan budaya yang lebih kuat yang menyediakan hukum itu sendiri, dapat diindikasikan bahwa tindakan pemaksaan ini tidak menutup kemungkinan akan terjadi lagi di masa depan. Sedangkan di sisi lain, dengan menggunakan dimensi faktor adanya kekerasan dan penganiayaan terhadap anak, menurut konsep kriminologi yang digagas oleh teori Ihromi (1995) (Harefa, 2019) munculnya tindak kekerasan pada orang dewasa terhadap anak yaitu:

1.     Komunikasi

Komunikasi dalam lingkungan merupakan faktor terpenting dalam menentukan lingkungan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Komunikasi ini akan menciptakan hubungan yang lebih terbuka antar anggota keluarga dalam menyampaikan pengaduan, serta terkait dengan permasalahan keluarga. Jika komunikasi dalam keluarga tidak baik, tentu akan memperbesar kemungkinan terjadinya konflik yang berujung pada kekerasan orang dewasa terhadap anak karena anak menjadi pelampiasan.

2.     Pihak Ketiga

Adanya pihak ketiga dalam interaksi, seperti adanya perkumpulan yang mengemukakan gagasan untuk mendorong prevalensi pemberian makan balita dapat dilakukan.

3.     Rendahnya citra diri dan frustasi

Faktor ini biasanya muncul ketika suami merasa putus asa dengan masalah dalam pekerjaan yang dilakukannya, sebaliknya pelaku menganggur terus menerus dan tidak mampu menjalankan tanggung jawabnya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. keluarga. Dengan keadaan tersebut, maka tingkat kekesalan semakin besar sehingga tindak pidana pencabulan dan minum minuman keras dapat dilakukan.

4.     Perubahan status sosial

Faktor penyebab pemaksaan makan adalah kehidupan ekonomi menengah ke bawah. Masalah gaya hidup yang ada dan ada serta berkembang membuat para pelaku swasta tidak berusaha mencari kegiatan yang lebih bermanfaat yang memabukkan.

5.     Kekerasan sebagai sumber pemecahan masalah

Budaya kekerasan di lingkungan yang erat kaitannya dengan masalah kekerasan yang ada sejak lahir telah berada di lingkungan yang keras dan terus dididik dengan nilai-nilai yang berkaitan dengan kekerasan, sehingga ketika dia berkeluarga atau besar nanti dia akan menggunakan kekerasan sebagai cara yang paling tepat dan cepat. untuk memecahkan masalah. Kekerasan sudah mendarah daging dalam diri pelakunya sehingga suatu masalah tidak bisa bertahan tanpa adanya kekerasan.

 

Kesimpulan

Kesimpulan dalam tulisan ini adalah kekerasan terhadap anak merupakan tindak pidana karena ada korban yang dirugikan yaitu anak-anak. Kekerasan fisik terhadap anak didefinisikan sebagai kekerasan yang diakibatkan oleh kekerasan yang dapat mengakibatkan luka fisik atau kekerasan pada anak. Sementara itu, pelecehan seksual akan berdampak pada aspek perkembangan emosi dan mental anak. Tindakan kekerasan terhadap anak juga dapat berupa pembatasan gerak anak, menghina, menertawakan, ancaman dan intimidasi, diskriminasi, perubahan, dan bentuk perlakuan permusuhan non fisik lainnya. Sedangkan kekerasan dalam bentuk penelantaran mengacu pada kegagalan memberikan ruang untuk mendukung tumbuh kembang anak.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Alam, A. S., & Sh, M. H. (2018). Kriminologi Suatu Pengantar: Edisi Pertama. Prenada Media.

 

Ali, Mahrus. (2022). Dasar-Dasar Hukum Pidana. Sinar Grafika.

 

Ayriza, Yulia. (N.D.). Teori-Teori Dasar Perkembangan Moral Pada Usia Dini: Suatu Perspektif Psikologi.

 

Budiherti, Budiherti. (N.D.). Pelaksanaan Supervisi Akademik Untuk Meningkatkan Ketrampilan Guru Dalam Menerapakan Metode Saintifik Di Sdn 5 Selatpanjang Tahun 2017. Jgk (Jurnal Guru Kita), 5(1), 98�103.

 

Febriyani, Meri. (2018). Analisis Faktor Penyebab Pelaku Melakukan Ujaran Kebencian (Hate Speech) Dalam Media Sosial.

 

Fitrianisa, Andani. (2018). Identifikasi Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Agresif Siswa Smk Piri 3 Yogyakarta. Jurnal Riset Mahasiswa Bimbingan Dan Konseling, 4(3), 166�179.

 

Handoko, Ary Prasetyo. (2019). Eksistensi Pidana Kebiri Kimia Ditinjau Dari Teori Tujuan Pemidanaan (Studi Atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang�Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang�Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak).

 

Harefa, Beniharmoni. (2019). Kapita Selekta Perlindungan Hukum Bagi Anak. Deepublish.

 

Jufri, Muwaffiq. (2017). Nuansa Maqhasid Al-Syariah Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Istinbath: Jurnal Hukum, 14(1), 1�14.

 

Kamal, Muhammad. (2019). Human Trafficking: Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Manusia Di Indonesia. Cv. Social Politic Genius (Sign).

 

Liliweri, D. R. Alo. (2019). Konfigurasi Dasar Teori-Teori Komunikasi Antar Budaya. Nusamedia.

 

Martono, Nanang. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi Dan Analisis Data Sekunder (Sampel Halaman Gratis). Rajagrafindo Persada.

 

Mustofa, Muhammad. (2021). Kriminologi: Kajian Sosiologi Terhadap Kriminalitas, Perilaku Menyimpang, Dan Pelanggaran Hukum. Prenada Media.

 

Presiden, Keputusan. (N.D.). Nomor 36 Tahun 1990 Tentang Konvensi Hak-Hak Anak. Convention On The Rights Of The Child.

 

Sari, Latipah Retna, & Sugiyono, Sugiyono. (2016). Pengaruh Npm, Roe, Epsterhadap Return Saham Pada Perusahaan Farmasi Di Bei. Jurnal Ilmu Dan Riset Manajemen (Jirm), 5(12).

 

Sianturi, Jessi Sinarta. (2014). Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Perdagangan Orang Dikota Pontianak Ditinjau Dari Aspek Kriminologi. Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura, 3(1).

 

Sipon, Sapora, & Hussin, Ruhaya. (2008). Teori Kaunseling Dan Psikoterapi. Universiti Sains Islam Malaysia, Bandar Baru Nilai, Negeri Sembilan Darul ï¿½.

 

Sukmariana, Indira, Wirawan, Logan Gunadi, Tsabitah, Hanna, & Arya, Freishya Manayra. (N.D.). Risiko Kdrt Terhadap Anak Sebagai Dampak Ketegangan Sosial Akibat Pandemi Covid-19. Martabat, 5(2), 361�376.

 

Tohulilase, Theosoffy Pratama. (2018). Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pembunuhan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Di Polres Nias).

 

Widodo, Dyah, Juairiah, Juairiah, Sumantrie, Pipin, Siringoringo, Sharely Nursy, Pragholapati, Andria, Purnawinadi, I. Gede, Manurung, Aprida, Kadang, Yulta, Anggraini, Novita, & Hardiyati, Hardiyati. (2022). Keperawatan Jiwa. Yayasan Kita Menulis.

 

Wulandari, Hesti. (2014). Terorisme Dan Kekerasan Di Indonesia Sebuah Antologi Kritis. Lulu. Com.

 

Yuliartini, Ni Putu Rai. (2019). Kenakalan Anakdalam Fenomena Balapan Liardi Kota Singaraja Dalam Kajian Kriminologi. Jurnal Advokasi, 9(1).

 

Copyright holder:

Rais Rahmat Ismail (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: