Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 10, Oktober 2024

 

BALANCED SCORECARD DALAM PENGUKURAN KINERJA SEKRETARIAT KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

 

Adi Raymond Tarigan1, Darmanto2, Rahmat Hidayat3

Universitas Terbuka, Indonesia1,2,3

Email: [email protected]1

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja Sekretariat Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dengan metode balanced scorecard. Penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan kinerja Sekretariat Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah memperlihatkan masih terdapat beberapa hal yang perlu ditingkatkan. Pada perspektif pelanggan memperlihatkan perbedaan pengalaman yang diterima oleh responden sehingga mengindikasikan tidak semua pegawai terpenuhi harapannya karena pemberian pelayanan belum merata. Perspektif proses bisnis hasilnya sudah cukup baik karena telah adanya inovasi, adanya tujuan yang jelas dan adanya keluaran, adanya kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan, serta proses bisnis yang dilakukan telah mempengaruhi lebih dari satu unit organisasi. Pada perspektif pembelajaran dan penumbuhan, belum dapat dikatakan baik yang tercerminkan dari pengembangan kapasitas pegawai yang belum optimal, serta belum terpenuhinya secara utuh tiga komponen utama dalam perspektif pembelajaran yaitu kapabilitas pegawai, kapabilitas sistem informasi, serta motivasi, pemberdayaan, dan keserasian. Pada perspektif keuangan, belum dikatakan baik karena adanya inefisiensi anggaran.

Kata Kunci: Balanced scorecard, Eselon, Sekretariat Kementerian

           

Abstract

This study aims to analyze the performance of the Secretariat of the Ministry of Cooperatives and small and medium enterprises with the balanced scorecard method. This research is descriptive qualitative. The results showed that the performance of the Secretariat of the Ministry of Cooperatives and small and medium enterprises showed that there are still some things that need to be improved. The customer perspective shows the difference in experience received by respondents, indicating that not all employees are met because the service delivery has not been evenly distributed. Business process perspective the results have been quite good because there has been innovation, there are clear goals and outputs, there are activities carried out to achieve goals, and business processes carried out have affected more than one organizational unit. In the perspective of learning and growth, it cannot be said that it is reflected in the development of employee capacity that is not optimal, and the fulfillment of the three main components in the perspective of learning, namely employee capabilities, Information System capabilities, as well as motivation, empowerment, and harmony. On a financial perspective, it has not been said Well due to budget inefficiencies.

Keywords: Balanced scorecard; echelon; Secretariat of the Ministry.

 

Pendahuluan

Setiap organisasi, baik itu pada sektor publik atau sektor privat memiliki tujuan yang hendak dicapai. Pencapaian tujuan tersebut secara prinsip harus dapat dikelola dengan baik sehingga dapat efektif dan efisien. Untuk itu, diperlukan suatu menajemen kinerja dalam setiap organisasi. Manajemen kinerja menjadi suatu jaminan bahwa pengelolaan pencapaian tujuan organisasi dapat berjalan dengan baik, efektif dan efisien (Rabiah, 2019; Yuningsih, 2018).

Sekretariat Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, yang merupakan instansi publik, sejatinya juga harus dapat menerapkan manajemen kinerja dengan efektif dan efisien. Pengelolaan manajemen kinerja harus dapat didisain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas kinerja dari instansi pemerintah. Dengan demikian manajemen kinerja merupakan suatu keniscayaan untuk dilakukan oleh Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM.

Manajemen kinerja pada hakikatnya adalah mengenai pengelolaan seluruh kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Khakim et al., 2023). Selain itu, Fahmi (2013) mengatakan bahwa manajemen kinerja merupakan penerapan konsep manajemen yang memadukan ilmu dengan seni sehingga memiliki tingkat fleksibilitas yang representatif dan aspiratif dalam upaya mencapai visi dan misi perusahaan dengan cara memaksimalkan sumberdaya manusia yang ada di organisasi tersebut. Menurut Armstrong seperti dikutip Wibowo (2012) melihat manajemen kinerja sebagai sarana yang digunakan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari organisasi, tim, serta individu melalui pengelolaan kinerja yang memiliki kerangka tujuan, standar, dan persyaratan-persyaratan atribut yang disepakati.

Optimalisasi pelaksanaan manajemen kinerja, pada prinsipnya harus dapat diukur melalui ukuran-ukuran yang dapat merepresentasikan hal tersebut. Dengan begitu dapat diketahui apakah terdapat deviasi dari rencana yang telah ditentukan, ketepatan waktu dalam melaksanakan rencana, serta apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan yang telah ditentukan. Pengukuran kinerja digunakan untuk menilai kemajuan pekerjaan terhadap target yang telah ditentukan, termasuk didalamnya: penggunaan sumber daya yang efisiensi untuk menghasilkan barang dan jasa; kualitas dari barang dan jasa (kualitas dan kepuasan pelanggan atas barang dan jasa yang diterima); perbandingan antara hasil kegiatan dengan yang diinginkan, dan pencapaian tujuan melalui tindakan yang efektivitas (Mahsun, 2005). Hal ini akhirnya dapat berfungsi sebagai bahan evaluasi dalam menentukan pencapaian target selanjutnya.

Pengukuran kinerja pada instansi publik/Kementerian/Lembaga sendiri telah tertuang dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah Pasal 18 ayat (1) dan (2). Namun demikian, pengukuran kinerja yang dimaksud dalam PP tersebut adalah ringkasan tentang keluaran (output) dari masing-masing kegiatan dan hasil yang dicapai dari masing-masing program sebagaimana ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan APBN/APBD. Adapun objek kinerja yang diukur/hendak dicapai adalah yang berhubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur. Aturan lain terkait pengukuran kinerja untuk instansi publik diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Menurut Peraturan Presiden tersebut, pengukuran kinerja dilakukan dengan cara: (1) membandingkan realisasi kinerja dengan sasaran (target) kinerja yang dicantumkan dalam lembar/dokumen Perjanjian Kinerja dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD tahun berjalan; (2) membandingkan realisasi Kinerja Program sampai dengan tahun berjalan dengan Sasaran (target) kinerja 5 (lima) tahunan yang direncanakan dalam Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga/Rencana Strategis SKPD.

Dengan sistem pengukuran kinerja yang berorientasi pada akuntabilitas pelaksanaan anggaran yang dibandingkan dengan capaian keluaran dan hasil saja, dirasakan belum menggambarkan kinerja secara keseluruhan. Hal ini ditegaskan oleh penelitian yang dilakukan oleh Institut Manajemen dan Kontrol Administrasi tahun 2001 yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan yang berdasarkan atas data yang bersifat keuangan, akan mengakibatkan organisasi terjebak pada pengukuran kinerja berbasis keuangan (Sentosa, 2011).

Dalam menyikapi kekurangan pengukuran kinerja yang secara utuh dan tidak hanya berorientasi pada akuntabilitas keuangan saja, pengukuran kinerja pada sektor publik diperlukan pendekatan lain, yaitu pendekatan yang tidak hanya berorientasi keuangan saja, yaitu pendekatan balanced scorecard (Fitriyani, 2014). Balanced scorecard sendiri adalah salah satu metode yang dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (1996) yang terdiri dari empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajatran dan penumbuhan.

Menurut Kaplan dan Norton (2000), melalui balanced scorecard diharapkan mampu menghubungkan antara strategi bisnis dengan indikator kinerja perusahaan, mengklarifikasi dan menghasilkan kesepakatan terkait strategi, menyampaikan strategi ke perusahaan, menserasikan tujuan unit kerja dengan strategi perusahaan, menghubungkan tujuan strategi dengan sasaran jangka panjang serta anggaran, dan mendapatkan umpan balik untuk perbaikan strategi perusahaan.

 

Gambar 1. Model Balanced Scorecard

Sumber: Niven, 2008

 

Penelitian terdahulu terkait pengukuran kinerja pada sektor publik dengan metode Balanced Scorecard menunjukkan relevansi dalam menghubungkan strategi organisasi dengan hasil yang lebih menyeluruh. Narutomo (2012) menemukan bahwa penerapan Balanced Scorecard pada Kementerian Dalam Negeri meningkatkan kualitas pelayanan publik dengan mengukur kepuasan pelanggan dan efisiensi proses internal. Oktania et al. (2021) juga menyoroti bahwa dalam sektor publik, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan sangat penting untuk memastikan keberlanjutan layanan yang diberikan. Oleh karena itu, metode Balanced Scorecard yang lebih mengutamakan perspektif pelanggan, seperti yang dikembangkan oleh Niven (2008), dianggap lebih cocok untuk mengukur kinerja sektor publik, di mana kepuasan publik menjadi tujuan utama.

Penelitian pengukuran kinerja sektor publik dengan menggunakan metode balanced scorecard, sudah banyak dilakukan. Namun demikian, penggunaan balanced scorecad dalam penelitian tersebut, adalah metode balanced scorecard yang dikembangkan oleh Kaplan dan Norton yang lebih tepat digunakan untuk pengukuran kinerja pada sektor privat karena menempatkan perspektif keuangan sebagai fokus utama pengukuran kinerja. Sedangkan pada penelitian ini, metode balanced scorecard yang akan digunakan adalah yang dikembangkan oleh Niven (2008) sehingga lebih cocok digunakan pada sektor publik karena menempatkan perspektif pelanggan pada posisi teratas, mengingat tujuan utama dalam organisasi setor publik adalah kepuasan pelanggan. Untuk itu dalam penelitian ini akan dibahas mengenai bagaimana kinerja Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM Tahun 2021 diukur dengan metode Balanced Scorecard yang dikembangkan oleh Niven.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif untuk berusaha mendapatkan pemahaman secara mendalam tentang masalah yang diteliti. Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah fenomenologi dengan wawancara dan review dokumen. Penggunaan metode kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian studi kasus melalui wawancara dan penelaahan pada penelitian ini karena dapat mengungkap hal-hal yang spesifik, unik dan detail, memberi nuansa, suasana kebatinan dan pemikiran yang akan muncul dalam masalah yang akan diteliti (Absdussamad, 2021). Data yang akan digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari hasil wawancara dengan pejabat Eselon 3 dan 4 pada Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM. Adapun data sekunder didapat dari review dokumentasi dari berbagai dokumen yang terkait, yaitu dokumen perencanaan dan anggaran, laporan kinerja Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM, peraturan-peraturan, serta penelitian terdahulu.

                                                

Hasil dan Pembahasan

Dalam upaya melaksanakan tugas dan fungsinya, Sekretariat Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah melakukan upaya:

a.     meningkatkan kualitas pelayanan internal bagi seluruh stakeholders Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;

b.     meningkatkan kualitas pelayanan internal bagi seluruh SDM Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.

Untuk mewujudkan upaya tersebut, Sekretariat Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah telah menyusun dokumen perencanaan berupa Rencana Strategis yang mencakup Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Utama, Sasaran Strategis, Indikator Kinerja Utama dan Indikator Kinerja.

Rencana Strategis Sekretariat Kementerian Tahun 2021-2024 disusun berdasarkan beberapa paradigma untuk mewujudkan Sekretariat yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, yaitu:

a.     keterbukaan dan responsif, merupakan penumbuhan iklim yang kondusif bagi terlaksananya transparasi informasi secara benar, jujur dan adil, serta responsif yaitu setiap unit di lingkungan Sekretariat Kementerian harus berusaha untuk melayani stakeholders;

b.     profesional, memiliki kapabilitas, kompetensi, dan integritas;

c.     pelayanan prima tanpa diskriminasi, mengutamakan pelayanan prima (cheaper, faster, better) kepada masyarakat tanpa diskriminasi;

d.     efektif dan efisien, suatu proses dan pengorganisasiannya memaksimalkan anggaran untuk menghasilkan keluaran yang optimal;

e.     akuntabilitas, menjelaskan rencana kerja prosedur dan mekanisme kerja, dengan sistem pertanggung jawaban yang jelas serta pemberlakuan sistem pemberian ganjaran dan sanksi yang konsisten;

f.      pemberdayaan dan pelibatan masyarakat, fokus pada peningkatan pemberdayaan masyarakat dan mengakomodasi kontrol sosial masyarakat serta pelibatan masyarakat (keterlibatan aktif setiap warga negara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui institusi yang mewakili kepentingannya);

g.     sistem checks and balances, suatu bentuk yang berkembang dari dan keseluruhan unsur penyelenggaraan organisasi Kementerian Koperasi dan UKM.

Dalam Rencana Strategis Sekretariat Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Tahun 2020-2024, telah ditetapkan visi dan misi dari Sekretariat Kementerian. Visi Sekretariat Kementerian yaitu: “Terwujudnya Reformasi Birokrasi di Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM yang Bersih, Akuntabel, dan Berorientasi Pelayanan Publik yang Prima.” Adapun untuk misi Sekretariat Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah yaitu: “Meningkatnya Pengelolaan Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM melalui Reformasi Birokrasi yang Bersih, Akuntabel, Kapabel, dan Berorientasi Pelayanan Publik yang Prima.” Adapun Sasaran Program beserta indikator kinerja sasaran program Sekretariat Kementerian sebagaimana pada Tabel 1.

 

Tabel 1. Tujuan, Sasaran Strategis Sasaran Program dan Indikator Kinerja Sekretariat Kementerian

No

Sasaran Strategis (Sasaran Kementerian Koperasi dan UKM

Sasaran Program (Sasaran Sekretariat Kementerian)

Indikator Kinerja

1

Terwujudnya Kebijakan UMKM yang Berkualitas

Terwujudnya

Kebijakan

KUMKM yang

Berkualitas

Indeks Kualitas Kebijakan

Terwujudnya Kebijakan Perkoperasian dan UMKM yang Berkualitas sesuai Tugas dan Fungsi Sekretariat Kementerian

Indeks Kepuasan Masyarakat atas Layanan Publik KUMKM

Meningkatnya

Kepuasan Satker

Internal terhadap

Layanan

Kesekretariatan

Kementerian

Tingkat Kepuasan unit kerja Eselon I atas Layanan Internal yang diberikan oleh Kesekretariatan Kementerian

2

Terwujudnya Data dan Informasi KUMKM yang Andal dan Terintegrasi

Terwujudnya Infrastruktur Data dan Informasi KUMKM yang Andal dan Terintegrasi

Tingkat Availabilty Layanan Infrastruktur Data dan Informasi KUMKM

3

Meningkatnya Tata Kelola Birkorasi yang Berintegritas dan Berkinerja Tinggi

Meningkatnya Tata Kelola Birkorasi yang Berintegritas dan Berkinerja Tinggi

Indeks Reformasi Birokrasi

Indeks Profesinalitas ASN

Indeks Sistem Merit ASN

Nilai Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA) Sekretariat Kementerian

Nilai Evaluasi Kinerja Anggaran (EKA) Sekretariat Kementerian

Sumber: Rencana Strategis Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Tahun 2020-2024

 

Sebagaimana rumusan masalah yang dinyatakan dalam Pendahuluan, bahwa penelitian ini akan melihat bagaimana kinerja Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2021 dengan menggunakan metode balanced scorecard yang dikembangkan oleh Niven. Adapun hasil pengukuran kinerja adalah sebagai berikut:

1.   Perspektif pelanggan

Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada pejabat Eselon III dan IV pada Sekretariat Kementerian, secara umum masih terdapat pernyataan yang menyiratkan bahwa pelayanan pelanggan yang diberikan masih belum sesuai harapan. Sebagaimana hasil pengukuran kinerja pada Sekretariat Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah berdasarkan perspektif kepuasan pelanggan, dapat terlihat bahwa terdapat perbedaan pengalaman yang diterima oleh pegawai. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak semua pegawai dapat terpenuhi harapannya. Pemberian pelayanan kepada pegawai masih belum merata.

Kepuasan pelanggan sebagai tingkatan dimana kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan dapat terwujud sehingga berdampak pada timbulnya loyalitas konsumen/pelanggan (Musanto, 2004). Kepuasan pelanggan tercapai apabila harapan sesuai dengan yang diterima. Kepuasan pelanggan akan tercapai apabila harapan sesuai dengan yang diterima. Dengan demikian, apabila suatu organisasi dapat menciptakan iklim dimana pelanggan merasa puas atau terlayani dengan baik, maka akan menimbulkan persepsi yang positif atas kinerja organisasi. Hal ini selaras dengan model balanced scorecard yang dimodifikasi oleh Niven, dengan menempatan perspektif pelanggan pada urutan teratas dalam diagram balanced scorecard. Niven (2008) mengatakan bahwa misi organisasi harus dapat menentukan pelanggan mana yang ingin dilayani dan bagaimana keinginan pelanggan dapat dipenuhi dengan baik.

Dengan demikian, upaya Sekretariat Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Strategis, yaitu:

a.     meningkatkan kualitas pelayanan internal bagi seluruh stakeholders Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;

b.     meningkatkan kualitas pelayanan internal bagi seluruh SDM Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, dapat dikatakan tidak tercapai. Hal ini mengingat bahwa pelayanan kepada pegawai masih belum dilakukan secara optimal. Adanya perbedaan persepsi kepuasan pelanggan antara penerima pelayanan atas pelayanan yang diberikan tidak menyiratkan bahwa adanya kualitas dalam pemberian pelayanan.

Dengan demikian, dapat dipersepsikan bahwa kinerja Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM pada perspketif pelanggan belum dapat dikatakan baik, mengingat adanya ketimpangan pemenuhan harapan para responden dalam pemberian pelayanan. Kualitas pelayanan yang baik, harus memiliki dimensi atau unsur, sebagaimana yang dicetuskan oleh A. Parasuraman seperti dikutip Lupiyoadi (2006). Adapun unsur tersebut adalah servqual, yang memiliki 5 (lima) dimensi yaitu bukti fisik (tangibles), keandalan (reability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (emphaty). Dalam hal adanya perbedaan persepsi mengenai pemberian pelayanan kepada pegawai/responden, tidak tanggap/cepatnya pemberian pelayanan atau kecepatan pemberian pelayanan hanya berdasarkan kedekatan personal maupun tidak adanya publikasi/informasi mengenai mekanisme pemberian pelayanaa, menyiratkan bahwa tidak adanya unsur keandalan, daya tanggap, dan empati dalam pemberian pelayanan.

2.   Perspektif Proses Bisnis Internal

Pada perspektif proses bisnis pada organisasi sektor privat, yang menjadi ukuran tingkat keberhasilan terlihat dari pencapaian tingkat inovasi, operasional dan produksi yang semakin baik (Rangkuti, 2011). Sebagaimana hasil wawancara terhadap responden, bahwa terdapat pernyataan yang menguatkan bahwa dalam proses bisnis internal tersebut, telah muncul inovasi yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi ke depannya, yaitu melakukan pemilahan indikator-indikator yang dapat mengungkit nilai reformasi birokrasi, juga telah dilakukan penetapan Peraturan Menteri Nomor 3 tahun 2022 yang telah mengatur indikator-indikator sebagaimana yang disyaratkan dalam pengukuran indeks kualitas kebijakan. Selain itu juga telah dilakukan inovasi berupa virtualisasi data center dan melakukan integrasi pemanfaatan Pusat Data Nasional serta pembuatan dashboard untuk memonitoring ketiga sumber data center.

Sebagaimana definisi yang dicetuskan oleh Weske (2007), Proses bisnis adalah serangkaian aktivitas untuk mengatur suatu kegiatan sehingga terorganisir, serta untuk meningkatkan pemahaman dalam hal keterkaitan antar kegiatan. Terdapat beberapa unsur dalam proses bisnis, yaitu 1) tujuan jelas; 2) adanya masukan; 3) adanya keluaran; 4) menggunakan sumberdaya; 5) adanya beberapa kegiatan dalam terdiri dalam beberapa tahapan; 6) mempengaruhi lebih dari satu unit dalam organisasi; dan 7) dapat menciptakan nilai bagi konsumen (Sparx System, 2004). Dengan melihat pada definisi serta unsur-unsur dalam proses bisnis, dapat disimpulkan bahwa pada perspektif proses bisnis internal di unit-unit kerja Sekretariat kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah telah berjalan cukup baik walaupun masih perlu adanya peningkatan yang harus dilakukan. Hal ini tercermin dari adanya tujuan yang jelas dan adanya keluaran (pencapaian target indikator), terdapat kegiatan yang dilakukan oleh unit kerja dalam proses bisnis untuk mencapai tujuan, proses yang dilakukan melalui pemilahan indikator-indikator dalam indeks RB telah mempengaruhi lebih dari satu unit organisasi, serta inovasi yang dalam pengelolaan/menajemen data center telah memberikan nilai kepada pelanggan.

3.   Perspektif Pembelajaran dan Penumbuhan

Pengukuran kinerja pada perspektif pembelajaran dan penumbuhan dengan metode balanced scorecard, akan dikaitkan dengan tercapainya indek profesional ASN dan indeks sistem merit. Pada indeks profesionalitas ASN sendiri terdapat 5 dimensi penilaian, yaitu: 1) kualifikasi, diukur dari riwayat pendidikan formal terakhir yang telah dicapai yaitu pendidikan S3, S2, S1, dan seterusnya sampai dengan pendidikan kurang dari SLTA; 2) kompetensi, yang diukur berdasarkan indikator riwayat pengembangan kompetensi berupa pendidikan kepemimpinan, pelatihan fungsional, pelatihan teknis maupun seminar/workshop/konferensi; 3) kinerja, yang diukur dari penilaian SKP dan perilaku kerja; dan 4) disiplin, yang diukur dari indikator riwayat penjatuhan hukuman disiplin yang pernah diterima. Pada dimensi kompetensi memperlihatkan bahwa pengembangan kompetensi melalui pelatihan hal tersebut tidak terlaksana dengan baik, khususnya terkait dengan pelatihan yang sifatnya teknis. Mayoritas responden menyatakan bahwa untuk pelatihan, yang dilakukan biasanya adalah pelatihan rutin yang sifatnya non teknis seperti pelatihan untuk Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) atau Pegawai Negeri Sipil yang baru. Sedangkan pelatihan-pelatihan yang sifatnya teknis, sangat jarang dilaksanakan. Kurangnya pelatihan teknis bagi pegawai, kemungkinan besar berdampak pada pelaksanaan tugas di unit kerjanya.

Pada indeks sistem merit sendiri terdapat 5 (lima) aspek penilaian yaitu 1) perencanaan kebutuhan; 2) pengadaan; 3) pengembangan karir; 4) promosi dan mutasi; 5) manajemen kinerja; 6) penggajian dan penghargaan; 7) perlindungan dan pelayanan; dan 8) sistem informasi. Dari kedelapan aspek tersebut, dari hasil wawancara dengan responden, khususnya mengenai aspek promosi dan mutasi, dan penghargaan terlihat bahwa hal tersebut kurang dilakukan. Untuk aspek promosi, hampir semua responden menyatakan bahwa promosi dan mutasi jabatan dilakukan tertutup dan penunjukan eselon III dan IV merupakan preogratif Eselon I dan II dan melalui mekanisme Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Pangkat). Dalam hal pemberian penghargaan juga, hampir semua responden tidak mengetahui adanya penghargaan bagi pegawai berprestasi, pun jika ada yang mengetahui hal itu diketahui setelah penghargaan diberikan kepada penerima. Juga tidak ada informasi sebelumnya yang di dapat. Selain itu juga terdapat pernyataan yang disampaikan bahwa tidak adanya keterbukaan mengenai persyaratan dan proses bagaimana pegawai tersebut bisa mendapatkan penghargaan. Definisi penghargaan pun masih tidak tepat, karena penghargaan yang diberikan yaitu agent of change itu bukan murni penghargaan tetapi justru menambah beban kerja pegawai yang mendapatkan penghargaan tersebut karena adanya tugas tambahan yang melekat sebagai agent of change.

Berdasarkan data-data sebagaimana yang dijabarkan tersebut, terkait kinerja perspektif pembelajaran dan penumbuhan, secara umum dapat disimpulkan masih belum dapat dikatakan baik, walaupun dari beberapa sisi, seperti pelayanan kepada pegawai serta sistem informasi sudah cukup baik bagi responden. Namun dari sisi pengembangan kapasitas pegawai secara umum, hal tersebut belum dilakukan secara optimal. Karena menurut Niven (2008), kesuksesan dalam mendorong perbaikan proses, mengoperasikan fiskal (keuangan) secara bertanggung jawab dan memenughi kebutuhan pelanggan, sepenuhnya bergantung pada kemampuan karyawan dan penggunaan perangkat yang digunakan untuk mencapai misi. Selain itu, tiga komponen utama dalam perspektif pembelajaran yaitu kapabilitas pegawai, kapabilitas sistem informasi, serta motivasi, pemberdayaan, dan keserasian (Kaplan & Norton, 1996) tidak terpenuhi secara utuh. Dari sisi kapabilitas pegawai, kompetensi staf tidak didukung dengan pelaksanaan pelatihan teknis maupun pendidikan secara rutin. Pada sisi kapabilitas sistem informasi, walau secara umum telah terdapat sistem informasi kepegawaian, tetapi ketersedian publikasi/informasi mengenai pelayanan kepegawaian maupun adanya pelatihan dan pendidikan maupun pemberian penghargaan tidak berjalan dengan baik. Lalu dari sisi motivasi, pemberdayaan dan keserasian, hal ini juga kurang dilaksanakan, khususnya yang tersirat pada tidak difasilitasinya usulan pelatihan teknis yang disampaikan unit kerja, walau pada sisi ini tingkat partisipasi pegawai dalam bentuk kebebsan berkreatifitas dan pelaksanaan diskusi untuk penyelesaian proses pekerjaan terbuka dengan lebar.

4.   Perspektfi Keuangan

Pada Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Sekretariat Kementerian dan Usaha kecil dan Menengah tahun 2021, tercatat bahwa pagu anggaran Sekretariat Kementerian sebesar Rp249.760.344.000,-. Adapun realisasi anggaran untuk tahun 2021 adalah sebesar Rp240.233.581.115,- atau sebesar 96,19% dari total pagu. Dari hasil perbandingan antara capaian output program yang sebesar 101,74% dan anggaran, secara umum dapat dikatakan bahwa hal tersebut cukup baik karena tingginya capaian output dibandingkan dengan capaian program. Namun demikian, sebagaimana yang dinyatakan pada Laporan Kinerja tersebut bahwa perbandingan antara capaian output yang lebih besar dengan realisasi anggaran tidak mengindikasikan bahwa penggunaan anggaran telah efektif dan efisien. Hal tersebut sejalan dengan hasil rekomendasi pada Laporan Hasil Evaluasi (LHE) yang dikeluarkan oleh Kementerian PAN dan RB yang menyatakan bahwa penerapan SAKIP belum sepenuhnya menggambarkan efektivitas penggunaan anggaran yang dikaitkan dengan kinerja yang dihasilkan yang disebabkan pada level unit kerja masih ditemukan beberapa perumusan sasaran strategis yang belum berorientasi hasil/outcome.

Pada hasil pengukuran perspektif keuangan dengan metode balanced scorecard, dari hasil wawancara dijelaskan bahwa terkait kinerja pelaksanaan anggaran masih terdapat beberapa hal yang masih belum sesuai. Hal-hal tersebut yaitu, tingkat capaian serapan anggaran yang masih belum sesuai target, terdapat ketidaksesuaian antara serapan anggaran dengan perencanaan sebesar 25%. Selain itu juga, untuk efisiensi pelaksanaan anggaran terdapat ketidaksesuaian dengan serapan anggaran sebesar 10%.

Dengan demikian, berdasarkan data-data tersebut dapat dikatakan bahwa pada perspektif keuangan, masih belum dapat dikatakan baik, karena masih terindikasikan adanya inefisiensi anggaran. Hal tersebut berdasarkan dengan LHE yang dikeluarkan oleh Kementerian PAN dan RB juga dari pernyataan dari Kepala Bagian Keuangan. Untuk melihat bahwa kinerja pada perspektif keuangan dengan metode balanced scorecard dapat dikatakan baik, dapat mengacu pada pernyataan Niven (2008) bahwa tolak ukur keberhasilan perspketif keuangan pada organisasi publik adalah bagaimana penggunaan keuangan dikelola secara efektif dan efisien untuk mencapai visi dan misi organisasi.

 

Usulan Penyesuaian Visi, Misi, Sasaran Program, dan Indikator Kinerja

Sebagaimana hasil pengukuran kinerja Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM dengan menggunakan balanced scorecard, dan dibandingkan dengan tujuan serta Visi dan Misi yang tertuang dalam Rencana Strategis Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2020-2024, dapat terlihat bahwa terdapat ketidaksesuaian. Hal ini ini tergambarkan pada visi dan misi Sekretariat Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, juga pada sasaran program yang terlihat tidak sejalan. Untuk itu, perlu dilakukan penyesuaian terhadap visi dan misi Sekretariat Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, juga pada indikator kinerja. Dengan demikian, antara visi dan misi, sasaran program, serta indikator kinerja dapat sejalan dan saling mempunyai hubungan sebab akibat dengan tujuan Sekretariat Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis. Hal tersebut perlu dilakukan, sehingga pengukuran kinerja dapat dilakukan secara tepat dengan metode balanced scorecard untuk sektor publik sebagaimana yang dikembangkan oleh Niven.

Adapun usulan untuk penyesuaian visi adalah: “Terwujudnya Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM yang berorientasi pada pelayanan prima.” Sedangkan untuk penyesuain misi menjadi: “Meningkatnya kepuasan stakeholder Sekretariat kementerian Koperasi dan UKM.”. Untuk penyesuaian Sasaran Program serta Indikator Kinerja sebagaimana pada Tabel 2.

 

Tabel 2. Usulan Sasaran Program serta Indikator Kinerja Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM

No

Sasaran Program

Indikator Kinerja

1

Meningkatnya Layanan Kesekretariatan Kementerian secara Optimal

Prosentase Kepuasan Pelayanan

Tingkat Awareness Publik terhadap Kementerian Koperasi dan UKM

2

Meningkatnya Tata Kelola yang Berintegritas dan Berkinerja Tinggi

Indeks Kualitas Kebijakan

Tingkat Availibility Layanan Teknologi Informasi

Indeks Reformasi Birokrasi

Nilai Akuntabilitas Kinerja

Indeks Tata Kelola Pengadaan

3

Terwujudnya Profesionalitas ASN

Indeks Profesionalitas ASN

Indeks Sistem Merit ASN

4

Terwujdunya Tata Kelola Keuangan yang Efektif dan Efisien

Nilai Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA) Sekretariat Kementerian

Nilai Evaluasi Kinerja Anggaran (EKA) Sekretariat Kementerian

Sumber: data diolah Peneliti, 2023

 

Dengan dilakukannya penyesuaian terhadap visi, misi, sasaran program, serta indikator kinerja, maka akan akan terdapat keselarasan dengan tujuan dari Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM sebagaimana yang telah tercantum dalam dokumen Rencana Strategis Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2020-2024. Selain itu juga, akan lebih tepat dalam melakukan pengukuran kinerja dengan penggunaan metode balanced scorecard karena penempatan indikator kinerja telah sesuai dengan perspektif yang terdapat dalam metode balanced scorecard.

 

 

 

 

Tabel 3. Disain Implementasi Pengukuran Kinerja Balanced Scorecard

 

Tujuan:

1.          meningkatkan kualitas pelayanan internal bagi seluruh stakeholders Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;

2.          meningkatkan kualitas pelayanan internal bagi seluruh SDM Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.

 

Visi: Terwujudnya Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM yang berorientasi pada pelayanan prima

 

Misi: Meningkatnya kepuasan stakeholder Sekretariat kementerian Koperasi dan UKM

 

 

 

 

 

 

 

 


Perspektif Pelanggan

Prosentase Kepuasan Pelayanan

Tingkat Awareness Publik terhadap Kementerian Koperasi dan UKM

Perspektif Proses Bisnis

Indeks Kualitas Kebijakan

Tingkat Availibility Layanan Teknologi Informasi

Indeks Reformasi Birokrasi

Nilai Akuntabilitas Kinerja

Indeks Pengelolaan Informasi dan Komunikasi Publik

Indeks Tata Kelola Pengadaan

Perspektif Pembelajaran dan Penumbuhan

Indeks Profesionalitas ASN

Indeks Sistem Merit ASN

Perspektif Keuangan

Nilai Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA) Sekretariat Kementerian

Nilai Evaluasi Kinerja Anggaran (EKA) Sekretariat Kementerian

Sumber: data diolah Peneliti, 2023

 

Kesimpulan

Pengukuran kinerja pada (Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah) telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Presiden Nomor 29 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Secara umum, kedua peraturan perundang-undangan tersebut mengatur mengenai pengukuran kinerja yang berdasarkan/berfokus pada penggunaan anggaran yang dibandingkan dengan capaian keluaran yang dihasilkan oleh kegiatan/program. Hanya saja, pengukuran kinerja yang berdasarkan/berorientasikan pada akuntabilitas pelaksanaan anggaran yang dibandingkan dengan capaian keluaran dan hasil saja, akan membawa dampak organisasi terjebak pada pengukuran kinerja berbasis keuangan, sehingga kurang mampu membawa perusahaan ke arah perubahan demi masa depan perusahaan yang lebih baik. Untuk itu, diperlukan metode pengukuran kinerja yang tidak hanya berorientasi pada akuntabilitas pelaksanaan penganggaran, yaitu metode pengukuran kinerja dengan balanced scorecard untuk sektor publik yang dikembangkan oleh Niven.

Namun demikian, dalam pengukuran kinerja Sekretariat Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dengan metode balanced scorecard masih belum dapat optimal dikarenakan perencanaan strategis yang telah dibuat tidak dapat menggambarkan secara utuh perspektif sebagaimana yang terdapat dalam balanced scorecard. Selain itu juga, pada perencanaan strategis tersebut tidak terlihat adanya logical framework/ketidaksinambungan antara indikator kinerja, sasaran program dengan visi dan misi serta upaya/tujuan dari Sekretariat Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Untuk itu, kedepannya, perlu dilakukan penyesuaian dalam perencanaan strategisnya, yaitu terhadap visi, misi, sasaran program, serta indikator kinerja sehingga terdapat kesinambungan/keterhubungan antara upaya-upaya dengan visi dan misi, serta sasaran program dan indikator kinerja. Selain itu, penyesuaian terhadap visi, misi, sasaran program, serta indikator kinerja tersebut juga dilakukan agar dapat menggambarkan masing-masing perspektif yang terdapat dalam metode balanced scorecard.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Abdusssamad, Z. (2021). Metode penelitian kualitatif. Makassar: Syakir Media Press.

Fahmi, I. (2013). Manajemen Kinerja Teori Dan Aplikasinya.

Kaplan, R. S., & Norton, D. P. (1996). The balanced scorecard: Translating strategy into action. Massachusetts: Harvard Business School Press.

Kaplan, R. S., & Norton, D. P. (2000). Translating strategy into action: The balanced scorecard. Jakarta: Erlangga.

Khakim, D., Yasin, M., & Mayangsari, C. E. (2023). Manajemen Sebagai Pendekatan Dalam Mewujudkan Mutu Pengelolaan Kesiswaan Dan Sdm Di Lembaga Pendidikan. Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Darussalam, 5(2). https://doi.org/10.30739/jmpid.v5i2.2561

Lupiyoadi, R., & Hamdani, A. (2006). Manajemen pemasaran jasa (Edisi ke-2). Jakarta: Salemba Empat.

Mahsun, M. (2006). Pengukuran kinerja sektor publik. Yogyakarta: Penerbit BPFE.

Musanto, T. (2004). Faktor-Faktor Kepuasan Pelanggan Dan Loyalitas Pelanggan: Studi Kasus Pada CV. Sarana Media Advertising Surabaya. Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, 6(2). https://doi.org/10.9744/jmk.6.2.pp.123-136.

Niven, P. R. (2008). Balanced scorecard step-by-step for government and nonprofit agencies (Edisi ke-2). New Jersey: John Wiley and Sons, Inc.

Narutomo, T. (2012). Penerapan Balance Scorecard untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri. Jurnal Bina Praja, 04(03). https://doi.org/10.21787/jbp.04.2012.189-200

Oktania, B., Kusnadi, P., & Rahayu, Y. (2021). Perspektif Balanced Skorecard sebagai Pengukuran Kinerja Organisasi. Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntansi, 10(1).

Rabiah, S. (2019). Manajemen Pendidikan Tinggi Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Jurnal Sinar Manajemen, 6(1).

Rangkuti, F. (2011). SWOT balanced scorecard: Teknik menyusun strategi korporat yang efektif plus cara mengelola kinerja dan risiko. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Sentosa, E. (2011). Pengukuran kinerja dengan menggunakan metode balanced scorecard: Studi kasus pada UPTD Metrologi Kepulauan Bangka Belitung (Tesis, Universitas Terbuka).

Sparx Systems. (2004). UML tutorial: The business process model. Cresswick, Victoria: Sparx Systems Pty Ltd.

Weske, M. (2007). Business process management: Concepts, languages, architectures. New York: Springer.

Wibowo. (2012). Manajemen kinerja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Yuningsih, N. (2018). Penerapan Manajemen Kinerja Pegawai Di Instansi Pemerintah. Jurnal Pengembangan Wiraswasta, 19(2). https://doi.org/10.33370/jpw.v19i2.133

 

 

Copyright holder:

Adi Raymond Tarigan, Darmanto, Rahmat Hidayat (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: