Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No.
10, Oktober 2024
BALANCED SCORECARD DALAM PENGUKURAN KINERJA SEKRETARIAT KEMENTERIAN
KOPERASI DAN UKM
Adi Raymond Tarigan1, Darmanto2,
Rahmat Hidayat3
Universitas Terbuka,
Indonesia1,2,3
Email: [email protected]1
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja
Sekretariat Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dengan metode
balanced scorecard. Penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Hasil
penelitian menunjukkan kinerja Sekretariat Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah memperlihatkan masih terdapat beberapa hal yang perlu
ditingkatkan. Pada perspektif pelanggan memperlihatkan perbedaan pengalaman
yang diterima oleh responden sehingga mengindikasikan tidak semua pegawai
terpenuhi harapannya karena pemberian pelayanan belum merata. Perspektif proses
bisnis hasilnya sudah cukup baik karena telah adanya inovasi, adanya tujuan
yang jelas dan adanya keluaran, adanya kegiatan yang dilakukan untuk mencapai
tujuan, serta proses bisnis yang dilakukan telah mempengaruhi lebih dari satu
unit organisasi. Pada perspektif pembelajaran dan penumbuhan, belum dapat
dikatakan baik yang tercerminkan dari pengembangan kapasitas pegawai yang belum
optimal, serta belum terpenuhinya secara utuh tiga komponen utama dalam
perspektif pembelajaran yaitu kapabilitas pegawai, kapabilitas sistem
informasi, serta motivasi, pemberdayaan, dan keserasian. Pada perspektif
keuangan, belum dikatakan baik karena adanya inefisiensi anggaran.
Kata Kunci: Balanced scorecard, Eselon, Sekretariat Kementerian
Abstract
This study aims to analyze the performance of the Secretariat of the
Ministry of Cooperatives and small and medium enterprises with the balanced
scorecard method. This research is descriptive qualitative. The results showed
that the performance of the Secretariat of the Ministry of Cooperatives and
small and medium enterprises showed that there are still some things that need
to be improved. The customer perspective shows the difference in experience
received by respondents, indicating that not all employees are met because the
service delivery has not been evenly distributed. Business process perspective
the results have been quite good because there has been innovation, there are
clear goals and outputs, there are activities carried out to achieve goals, and
business processes carried out have affected more than one organizational unit.
In the perspective of learning and growth, it cannot be said that it is
reflected in the development of employee capacity that is not optimal, and the
fulfillment of the three main components in the perspective of learning, namely
employee capabilities, Information System capabilities, as well as motivation,
empowerment, and harmony. On a financial perspective, it has not been said Well
due to budget inefficiencies.
Keywords: Balanced scorecard; echelon; Secretariat of the
Ministry.
Pendahuluan
Setiap
organisasi, baik itu pada sektor publik atau sektor privat memiliki tujuan yang
hendak dicapai. Pencapaian tujuan tersebut secara prinsip harus dapat dikelola
dengan baik sehingga dapat efektif dan efisien. Untuk itu, diperlukan suatu
menajemen kinerja dalam setiap organisasi. Manajemen kinerja menjadi suatu
jaminan bahwa pengelolaan pencapaian tujuan organisasi dapat berjalan dengan
baik, efektif dan efisien
Sekretariat
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, yang merupakan instansi
publik, sejatinya juga harus dapat menerapkan manajemen kinerja dengan efektif
dan efisien. Pengelolaan manajemen kinerja harus dapat didisain untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan. Hal ini dilakukan
sebagai bentuk akuntabilitas kinerja dari instansi pemerintah. Dengan demikian
manajemen kinerja merupakan suatu keniscayaan untuk dilakukan oleh Sekretariat
Kementerian Koperasi dan UKM.
Manajemen
kinerja pada hakikatnya adalah mengenai pengelolaan seluruh kegiatan organisasi
untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan
Optimalisasi
pelaksanaan manajemen kinerja, pada prinsipnya harus dapat diukur melalui
ukuran-ukuran yang dapat merepresentasikan hal tersebut. Dengan begitu dapat
diketahui apakah terdapat deviasi dari rencana yang telah ditentukan, ketepatan
waktu dalam melaksanakan rencana, serta apakah hasil kinerja telah tercapai
sesuai dengan yang telah ditentukan. Pengukuran kinerja digunakan untuk menilai
kemajuan pekerjaan terhadap target yang telah ditentukan, termasuk didalamnya:
penggunaan sumber daya yang efisiensi untuk menghasilkan barang dan jasa;
kualitas dari barang dan jasa (kualitas dan kepuasan pelanggan atas barang dan
jasa yang diterima); perbandingan antara hasil kegiatan dengan yang diinginkan,
dan pencapaian tujuan melalui tindakan yang efektivitas (Mahsun, 2005). Hal ini
akhirnya dapat berfungsi sebagai bahan evaluasi dalam menentukan pencapaian
target selanjutnya.
Pengukuran
kinerja pada instansi publik/Kementerian/Lembaga sendiri telah tertuang dalam
Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instansi Pemerintah Pasal 18 ayat (1) dan (2). Namun demikian,
pengukuran kinerja yang dimaksud dalam PP tersebut adalah ringkasan tentang
keluaran (output) dari masing-masing kegiatan dan hasil yang dicapai dari
masing-masing program sebagaimana ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan
APBN/APBD. Adapun objek kinerja yang diukur/hendak dicapai adalah yang
berhubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur.
Aturan lain terkait pengukuran kinerja untuk instansi publik diatur dalam
Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (SAKIP). Menurut Peraturan Presiden tersebut, pengukuran
kinerja dilakukan dengan cara: (1) membandingkan realisasi kinerja dengan
sasaran (target) kinerja yang dicantumkan dalam lembar/dokumen Perjanjian
Kinerja dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD tahun berjalan; (2) membandingkan
realisasi Kinerja Program sampai dengan tahun berjalan dengan Sasaran (target)
kinerja 5 (lima) tahunan yang direncanakan dalam Rencana Strategis Kementerian
Negara/Lembaga/Rencana Strategis SKPD.
Dengan
sistem pengukuran kinerja yang berorientasi pada akuntabilitas pelaksanaan
anggaran yang dibandingkan dengan capaian keluaran dan hasil saja, dirasakan
belum menggambarkan kinerja secara keseluruhan. Hal ini ditegaskan oleh
penelitian yang dilakukan oleh Institut Manajemen dan Kontrol Administrasi
tahun 2001 yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan yang berdasarkan atas
data yang bersifat keuangan, akan mengakibatkan organisasi terjebak pada
pengukuran kinerja berbasis keuangan (Sentosa, 2011).
Dalam
menyikapi kekurangan pengukuran kinerja yang secara utuh dan tidak hanya
berorientasi pada akuntabilitas keuangan saja, pengukuran kinerja pada sektor
publik diperlukan pendekatan lain, yaitu pendekatan yang tidak hanya
berorientasi keuangan saja, yaitu pendekatan balanced scorecard (Fitriyani,
2014). Balanced scorecard sendiri adalah salah satu metode yang dikembangkan
oleh Kaplan dan Norton (1996) yang terdiri dari empat perspektif yaitu
perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal,
dan perspektif pembelajatran dan penumbuhan.
Menurut
Kaplan dan Norton (2000), melalui balanced scorecard diharapkan mampu
menghubungkan antara strategi bisnis dengan indikator kinerja perusahaan,
mengklarifikasi dan menghasilkan kesepakatan terkait strategi, menyampaikan
strategi ke perusahaan, menserasikan tujuan unit kerja dengan strategi
perusahaan, menghubungkan tujuan strategi dengan sasaran jangka panjang serta
anggaran, dan mendapatkan umpan balik untuk perbaikan strategi perusahaan.
Gambar 1. Model Balanced
Scorecard
Sumber:
Niven, 2008
Penelitian terdahulu terkait
pengukuran kinerja pada sektor publik dengan metode Balanced Scorecard
menunjukkan relevansi dalam menghubungkan strategi organisasi dengan hasil yang
lebih menyeluruh. Narutomo
Penelitian
pengukuran kinerja sektor publik dengan menggunakan metode balanced scorecard,
sudah banyak dilakukan. Namun demikian, penggunaan balanced scorecad dalam
penelitian tersebut, adalah metode balanced scorecard yang dikembangkan oleh
Kaplan dan Norton yang lebih tepat digunakan untuk pengukuran kinerja pada
sektor privat karena menempatkan perspektif keuangan sebagai fokus utama
pengukuran kinerja. Sedangkan pada penelitian ini, metode balanced scorecard
yang akan digunakan adalah yang dikembangkan oleh Niven (2008) sehingga lebih
cocok digunakan pada sektor publik karena menempatkan perspektif pelanggan pada
posisi teratas, mengingat tujuan utama dalam organisasi setor publik adalah
kepuasan pelanggan. Untuk itu dalam penelitian ini akan dibahas mengenai
bagaimana kinerja Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM Tahun 2021 diukur
dengan metode Balanced Scorecard yang dikembangkan oleh Niven.
Metode Penelitian
Penelitian
ini akan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif untuk berusaha
mendapatkan pemahaman secara mendalam tentang masalah yang diteliti. Adapun
jenis penelitian yang digunakan adalah fenomenologi dengan wawancara dan review
dokumen. Penggunaan metode kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian studi
kasus melalui wawancara dan penelaahan pada penelitian ini karena dapat
mengungkap hal-hal yang spesifik, unik dan detail, memberi nuansa, suasana
kebatinan dan pemikiran yang akan muncul dalam masalah yang akan diteliti
(Absdussamad, 2021). Data yang akan digunakan adalah data primer dan data
sekunder. Data primer didapat dari hasil wawancara dengan pejabat Eselon 3 dan
4 pada Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM. Adapun data sekunder didapat
dari review dokumentasi dari berbagai dokumen yang terkait, yaitu dokumen
perencanaan dan anggaran, laporan kinerja Sekretariat Kementerian Koperasi dan
UKM, peraturan-peraturan, serta penelitian terdahulu.
Hasil dan Pembahasan
Dalam
upaya melaksanakan tugas dan fungsinya, Sekretariat Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah melakukan upaya:
a. meningkatkan
kualitas pelayanan internal bagi seluruh stakeholders Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah;
b. meningkatkan
kualitas pelayanan internal bagi seluruh SDM Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah.
Untuk
mewujudkan upaya tersebut, Sekretariat Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah telah menyusun dokumen perencanaan berupa Rencana Strategis yang
mencakup Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Utama, Sasaran Strategis, Indikator
Kinerja Utama dan Indikator Kinerja.
Rencana
Strategis Sekretariat Kementerian Tahun 2021-2024 disusun berdasarkan beberapa
paradigma untuk mewujudkan Sekretariat yang sesuai dengan tugas dan fungsinya,
yaitu:
a. keterbukaan
dan responsif, merupakan penumbuhan iklim yang kondusif bagi terlaksananya
transparasi informasi secara benar, jujur dan adil, serta responsif yaitu
setiap unit di lingkungan Sekretariat Kementerian harus berusaha untuk melayani
stakeholders;
b. profesional,
memiliki kapabilitas, kompetensi, dan integritas;
c. pelayanan
prima tanpa diskriminasi, mengutamakan pelayanan prima (cheaper, faster,
better) kepada masyarakat tanpa diskriminasi;
d. efektif
dan efisien, suatu proses dan pengorganisasiannya memaksimalkan anggaran untuk
menghasilkan keluaran yang optimal;
e. akuntabilitas,
menjelaskan rencana kerja prosedur dan mekanisme kerja, dengan sistem
pertanggung jawaban yang jelas serta pemberlakuan sistem pemberian ganjaran dan
sanksi yang konsisten;
f. pemberdayaan
dan pelibatan masyarakat, fokus pada peningkatan pemberdayaan masyarakat dan
mengakomodasi kontrol sosial masyarakat serta pelibatan masyarakat
(keterlibatan aktif setiap warga negara dalam pengambilan keputusan, baik
secara langsung maupun melalui institusi yang mewakili kepentingannya);
g. sistem
checks and balances, suatu bentuk yang berkembang dari dan keseluruhan unsur
penyelenggaraan organisasi Kementerian Koperasi dan UKM.
Dalam
Rencana Strategis Sekretariat Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Tahun 2020-2024, telah ditetapkan visi dan misi dari Sekretariat Kementerian.
Visi Sekretariat Kementerian yaitu: “Terwujudnya Reformasi Birokrasi di
Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM yang Bersih, Akuntabel, dan
Berorientasi Pelayanan Publik yang Prima.” Adapun untuk misi Sekretariat
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah yaitu: “Meningkatnya
Pengelolaan Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM melalui Reformasi
Birokrasi yang Bersih, Akuntabel, Kapabel, dan Berorientasi Pelayanan Publik
yang Prima.” Adapun Sasaran Program beserta indikator kinerja sasaran program
Sekretariat Kementerian sebagaimana pada Tabel 1.
Tabel 1. Tujuan, Sasaran Strategis Sasaran Program dan Indikator Kinerja
Sekretariat Kementerian
No |
Sasaran
Strategis (Sasaran Kementerian Koperasi dan UKM |
Sasaran Program
(Sasaran Sekretariat Kementerian) |
Indikator
Kinerja |
1 |
Terwujudnya Kebijakan UMKM
yang Berkualitas |
Terwujudnya Kebijakan KUMKM yang Berkualitas |
Indeks Kualitas Kebijakan |
Terwujudnya Kebijakan
Perkoperasian dan UMKM yang Berkualitas sesuai Tugas dan Fungsi Sekretariat
Kementerian |
Indeks Kepuasan Masyarakat atas Layanan Publik KUMKM |
||
Meningkatnya Kepuasan Satker Internal terhadap Layanan Kesekretariatan Kementerian |
Tingkat Kepuasan unit kerja Eselon I atas Layanan
Internal yang diberikan oleh Kesekretariatan Kementerian |
||
2 |
Terwujudnya Data dan Informasi KUMKM yang Andal dan
Terintegrasi |
Terwujudnya Infrastruktur Data dan Informasi KUMKM
yang Andal dan Terintegrasi |
Tingkat Availabilty Layanan Infrastruktur Data dan
Informasi KUMKM |
3 |
Meningkatnya Tata Kelola Birkorasi yang
Berintegritas dan Berkinerja Tinggi |
Meningkatnya Tata Kelola Birkorasi yang
Berintegritas dan Berkinerja Tinggi |
Indeks Reformasi Birokrasi |
Indeks Profesinalitas ASN |
|||
Indeks Sistem Merit ASN |
|||
Nilai Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA)
Sekretariat Kementerian |
|||
Nilai Evaluasi Kinerja Anggaran (EKA) Sekretariat
Kementerian |
Sumber: Rencana Strategis Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah Tahun 2020-2024
Sebagaimana
rumusan masalah yang dinyatakan dalam Pendahuluan, bahwa penelitian ini akan
melihat bagaimana kinerja Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2021
dengan menggunakan metode balanced scorecard yang dikembangkan oleh Niven.
Adapun hasil pengukuran kinerja adalah sebagai berikut:
1. Perspektif
pelanggan
Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada pejabat
Eselon III dan IV pada Sekretariat Kementerian, secara umum masih terdapat
pernyataan yang menyiratkan bahwa pelayanan pelanggan yang diberikan masih
belum sesuai harapan. Sebagaimana hasil pengukuran kinerja pada Sekretariat
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah berdasarkan perspektif
kepuasan pelanggan, dapat terlihat bahwa terdapat perbedaan pengalaman yang
diterima oleh pegawai. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak semua pegawai dapat
terpenuhi harapannya. Pemberian pelayanan kepada pegawai masih belum merata.
Kepuasan pelanggan sebagai tingkatan dimana kebutuhan,
keinginan, dan harapan pelanggan dapat terwujud sehingga berdampak pada
timbulnya loyalitas konsumen/pelanggan
Dengan demikian, upaya Sekretariat Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah sebagaimana yang tercantum dalam Rencana
Strategis, yaitu:
a. meningkatkan
kualitas pelayanan internal bagi seluruh stakeholders Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah;
b. meningkatkan
kualitas pelayanan internal bagi seluruh SDM Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah, dapat dikatakan tidak tercapai. Hal ini mengingat bahwa
pelayanan kepada pegawai masih belum dilakukan secara optimal. Adanya perbedaan
persepsi kepuasan pelanggan antara penerima pelayanan atas pelayanan yang
diberikan tidak menyiratkan bahwa adanya kualitas dalam pemberian pelayanan.
Dengan demikian, dapat dipersepsikan bahwa kinerja
Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM pada perspketif pelanggan belum dapat
dikatakan baik, mengingat adanya ketimpangan pemenuhan harapan para responden
dalam pemberian pelayanan. Kualitas pelayanan yang baik, harus memiliki dimensi
atau unsur, sebagaimana yang dicetuskan oleh A. Parasuraman seperti dikutip
Lupiyoadi (2006). Adapun unsur tersebut adalah servqual, yang memiliki 5 (lima)
dimensi yaitu bukti fisik (tangibles), keandalan (reability),
daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (emphaty).
Dalam hal adanya perbedaan persepsi mengenai pemberian pelayanan kepada
pegawai/responden, tidak tanggap/cepatnya pemberian pelayanan atau kecepatan
pemberian pelayanan hanya berdasarkan kedekatan personal maupun tidak adanya
publikasi/informasi mengenai mekanisme pemberian pelayanaa, menyiratkan bahwa
tidak adanya unsur keandalan, daya tanggap, dan empati dalam pemberian
pelayanan.
2. Perspektif
Proses Bisnis Internal
Pada perspektif proses bisnis pada organisasi sektor
privat, yang menjadi ukuran tingkat keberhasilan terlihat dari pencapaian
tingkat inovasi, operasional dan produksi yang semakin baik (Rangkuti, 2011).
Sebagaimana hasil wawancara terhadap responden, bahwa terdapat pernyataan yang
menguatkan bahwa dalam proses bisnis internal tersebut, telah muncul inovasi
yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi ke depannya, yaitu melakukan
pemilahan indikator-indikator yang dapat mengungkit nilai reformasi birokrasi,
juga telah dilakukan penetapan Peraturan Menteri Nomor 3 tahun 2022 yang telah
mengatur indikator-indikator sebagaimana yang disyaratkan dalam pengukuran
indeks kualitas kebijakan. Selain itu juga telah dilakukan inovasi berupa
virtualisasi data center dan melakukan integrasi pemanfaatan Pusat Data
Nasional serta pembuatan dashboard untuk memonitoring ketiga sumber data
center.
Sebagaimana definisi yang dicetuskan oleh Weske
(2007), Proses bisnis adalah serangkaian aktivitas untuk mengatur suatu
kegiatan sehingga terorganisir, serta untuk meningkatkan pemahaman dalam hal
keterkaitan antar kegiatan. Terdapat beberapa unsur dalam proses bisnis, yaitu
1) tujuan jelas; 2) adanya masukan; 3) adanya keluaran; 4) menggunakan
sumberdaya; 5) adanya beberapa kegiatan dalam terdiri dalam beberapa tahapan;
6) mempengaruhi lebih dari satu unit dalam organisasi; dan 7) dapat menciptakan
nilai bagi konsumen (Sparx System, 2004). Dengan melihat pada definisi serta
unsur-unsur dalam proses bisnis, dapat disimpulkan bahwa pada perspektif proses
bisnis internal di unit-unit kerja Sekretariat kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah telah berjalan cukup baik walaupun masih perlu adanya
peningkatan yang harus dilakukan. Hal ini tercermin dari adanya tujuan yang
jelas dan adanya keluaran (pencapaian target indikator), terdapat kegiatan yang
dilakukan oleh unit kerja dalam proses bisnis untuk mencapai tujuan, proses
yang dilakukan melalui pemilahan indikator-indikator dalam indeks RB telah
mempengaruhi lebih dari satu unit organisasi, serta inovasi yang dalam
pengelolaan/menajemen data center telah memberikan nilai kepada pelanggan.
3. Perspektif
Pembelajaran dan Penumbuhan
Pengukuran kinerja pada perspektif pembelajaran dan
penumbuhan dengan metode balanced scorecard, akan dikaitkan dengan tercapainya
indek profesional ASN dan indeks sistem merit. Pada indeks profesionalitas ASN
sendiri terdapat 5 dimensi penilaian, yaitu: 1) kualifikasi, diukur dari
riwayat pendidikan formal terakhir yang telah dicapai yaitu pendidikan S3, S2,
S1, dan seterusnya sampai dengan pendidikan kurang dari SLTA; 2) kompetensi,
yang diukur berdasarkan indikator riwayat pengembangan kompetensi berupa pendidikan
kepemimpinan, pelatihan fungsional, pelatihan teknis maupun
seminar/workshop/konferensi; 3) kinerja, yang diukur dari penilaian SKP dan
perilaku kerja; dan 4) disiplin, yang diukur dari indikator riwayat penjatuhan
hukuman disiplin yang pernah diterima. Pada dimensi kompetensi memperlihatkan
bahwa pengembangan kompetensi melalui pelatihan hal tersebut tidak terlaksana
dengan baik, khususnya terkait dengan pelatihan yang sifatnya teknis. Mayoritas
responden menyatakan bahwa untuk pelatihan, yang dilakukan biasanya adalah
pelatihan rutin yang sifatnya non teknis seperti pelatihan untuk Calon Pegawai
Negeri Sipil (CPNS) atau Pegawai Negeri Sipil yang baru. Sedangkan
pelatihan-pelatihan yang sifatnya teknis, sangat jarang dilaksanakan. Kurangnya
pelatihan teknis bagi pegawai, kemungkinan besar berdampak pada pelaksanaan
tugas di unit kerjanya.
Pada indeks sistem merit sendiri terdapat 5 (lima)
aspek penilaian yaitu 1) perencanaan kebutuhan; 2) pengadaan; 3) pengembangan
karir; 4) promosi dan mutasi; 5) manajemen kinerja; 6) penggajian dan
penghargaan; 7) perlindungan dan pelayanan; dan 8) sistem informasi. Dari
kedelapan aspek tersebut, dari hasil wawancara dengan responden, khususnya
mengenai aspek promosi dan mutasi, dan penghargaan terlihat bahwa hal tersebut
kurang dilakukan. Untuk aspek promosi, hampir semua responden menyatakan bahwa
promosi dan mutasi jabatan dilakukan tertutup dan penunjukan eselon III dan IV
merupakan preogratif Eselon I dan II dan melalui mekanisme Baperjakat (Badan
Pertimbangan Jabatan dan Pangkat). Dalam hal pemberian penghargaan juga, hampir
semua responden tidak mengetahui adanya penghargaan bagi pegawai berprestasi,
pun jika ada yang mengetahui hal itu diketahui setelah penghargaan diberikan
kepada penerima. Juga tidak ada informasi sebelumnya yang di dapat. Selain itu
juga terdapat pernyataan yang disampaikan bahwa tidak adanya keterbukaan
mengenai persyaratan dan proses bagaimana pegawai tersebut bisa mendapatkan
penghargaan. Definisi penghargaan pun masih tidak tepat, karena penghargaan
yang diberikan yaitu agent of change itu bukan murni penghargaan tetapi justru
menambah beban kerja pegawai yang mendapatkan penghargaan tersebut karena
adanya tugas tambahan yang melekat sebagai agent of change.
Berdasarkan data-data sebagaimana yang dijabarkan
tersebut, terkait kinerja perspektif pembelajaran dan penumbuhan, secara umum
dapat disimpulkan masih belum dapat dikatakan baik, walaupun dari beberapa
sisi, seperti pelayanan kepada pegawai serta sistem informasi sudah cukup baik
bagi responden. Namun dari sisi pengembangan kapasitas pegawai secara umum, hal
tersebut belum dilakukan secara optimal. Karena menurut Niven (2008),
kesuksesan dalam mendorong perbaikan proses, mengoperasikan fiskal (keuangan)
secara bertanggung jawab dan memenughi kebutuhan pelanggan, sepenuhnya
bergantung pada kemampuan karyawan dan penggunaan perangkat yang digunakan
untuk mencapai misi. Selain itu, tiga komponen utama dalam perspektif
pembelajaran yaitu kapabilitas pegawai, kapabilitas sistem informasi, serta
motivasi, pemberdayaan, dan keserasian (Kaplan & Norton, 1996) tidak
terpenuhi secara utuh. Dari sisi kapabilitas pegawai, kompetensi staf tidak
didukung dengan pelaksanaan pelatihan teknis maupun pendidikan secara rutin. Pada
sisi kapabilitas sistem informasi, walau secara umum telah terdapat sistem
informasi kepegawaian, tetapi ketersedian publikasi/informasi mengenai
pelayanan kepegawaian maupun adanya pelatihan dan pendidikan maupun pemberian
penghargaan tidak berjalan dengan baik. Lalu dari sisi motivasi, pemberdayaan
dan keserasian, hal ini juga kurang dilaksanakan, khususnya yang tersirat pada
tidak difasilitasinya usulan pelatihan teknis yang disampaikan unit kerja,
walau pada sisi ini tingkat partisipasi pegawai dalam bentuk kebebsan
berkreatifitas dan pelaksanaan diskusi untuk penyelesaian proses pekerjaan
terbuka dengan lebar.
4. Perspektfi
Keuangan
Pada Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Sekretariat Kementerian dan Usaha kecil dan Menengah tahun 2021, tercatat bahwa
pagu anggaran Sekretariat Kementerian sebesar Rp249.760.344.000,-. Adapun
realisasi anggaran untuk tahun 2021 adalah sebesar Rp240.233.581.115,- atau
sebesar 96,19% dari total pagu. Dari hasil perbandingan antara capaian output
program yang sebesar 101,74% dan anggaran, secara umum dapat dikatakan bahwa
hal tersebut cukup baik karena tingginya capaian output dibandingkan dengan
capaian program. Namun demikian, sebagaimana yang dinyatakan pada Laporan
Kinerja tersebut bahwa perbandingan antara capaian output yang lebih besar
dengan realisasi anggaran tidak mengindikasikan bahwa penggunaan anggaran telah
efektif dan efisien. Hal tersebut sejalan dengan hasil rekomendasi pada Laporan
Hasil Evaluasi (LHE) yang dikeluarkan oleh Kementerian PAN dan RB yang
menyatakan bahwa penerapan SAKIP belum sepenuhnya menggambarkan efektivitas
penggunaan anggaran yang dikaitkan dengan kinerja yang dihasilkan yang
disebabkan pada level unit kerja masih ditemukan beberapa perumusan sasaran
strategis yang belum berorientasi hasil/outcome.
Pada hasil pengukuran perspektif keuangan dengan
metode balanced scorecard, dari hasil wawancara dijelaskan bahwa terkait
kinerja pelaksanaan anggaran masih terdapat beberapa hal yang masih belum
sesuai. Hal-hal tersebut yaitu, tingkat capaian serapan anggaran yang masih
belum sesuai target, terdapat ketidaksesuaian antara serapan anggaran dengan
perencanaan sebesar 25%. Selain itu juga, untuk efisiensi pelaksanaan anggaran
terdapat ketidaksesuaian dengan serapan anggaran sebesar 10%.
Dengan demikian, berdasarkan data-data tersebut dapat
dikatakan bahwa pada perspektif keuangan, masih belum dapat dikatakan baik,
karena masih terindikasikan adanya inefisiensi anggaran. Hal tersebut
berdasarkan dengan LHE yang dikeluarkan oleh Kementerian PAN dan RB juga dari
pernyataan dari Kepala Bagian Keuangan. Untuk melihat bahwa kinerja pada
perspektif keuangan dengan metode balanced scorecard dapat dikatakan baik,
dapat mengacu pada pernyataan Niven (2008) bahwa tolak ukur keberhasilan
perspketif keuangan pada organisasi publik adalah bagaimana penggunaan keuangan
dikelola secara efektif dan efisien untuk mencapai visi dan misi organisasi.
Usulan Penyesuaian Visi, Misi, Sasaran Program, dan
Indikator Kinerja
Sebagaimana
hasil pengukuran kinerja Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM dengan
menggunakan balanced scorecard, dan dibandingkan dengan tujuan serta Visi dan
Misi yang tertuang dalam Rencana Strategis Sekretariat Kementerian Koperasi dan
UKM tahun 2020-2024, dapat terlihat bahwa terdapat ketidaksesuaian. Hal ini ini
tergambarkan pada visi dan misi Sekretariat Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah, juga pada sasaran program yang terlihat tidak sejalan.
Untuk itu, perlu dilakukan penyesuaian terhadap visi dan misi Sekretariat
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, juga pada indikator kinerja.
Dengan demikian, antara visi dan misi, sasaran program, serta indikator kinerja
dapat sejalan dan saling mempunyai hubungan sebab akibat dengan tujuan
Sekretariat Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah yang telah
ditetapkan dalam Rencana Strategis. Hal tersebut perlu dilakukan, sehingga
pengukuran kinerja dapat dilakukan secara tepat dengan metode balanced
scorecard untuk sektor publik sebagaimana yang dikembangkan oleh Niven.
Adapun
usulan untuk penyesuaian visi adalah: “Terwujudnya Sekretariat Kementerian
Koperasi dan UKM yang berorientasi pada pelayanan prima.” Sedangkan untuk
penyesuain misi menjadi: “Meningkatnya kepuasan stakeholder Sekretariat
kementerian Koperasi dan UKM.”. Untuk penyesuaian Sasaran Program serta
Indikator Kinerja sebagaimana pada Tabel 2.
Tabel 2. Usulan Sasaran Program serta Indikator Kinerja Sekretariat
Kementerian Koperasi dan UKM
No |
Sasaran Program |
Indikator Kinerja |
1 |
Meningkatnya
Layanan Kesekretariatan Kementerian secara Optimal |
Prosentase Kepuasan Pelayanan |
Tingkat Awareness Publik terhadap Kementerian
Koperasi dan UKM |
||
2 |
Meningkatnya
Tata Kelola yang Berintegritas dan Berkinerja Tinggi |
Indeks Kualitas Kebijakan |
Tingkat Availibility Layanan Teknologi Informasi |
||
Indeks Reformasi Birokrasi |
||
Nilai Akuntabilitas Kinerja |
||
Indeks Tata Kelola Pengadaan |
||
3 |
Terwujudnya
Profesionalitas ASN |
Indeks
Profesionalitas ASN |
Indeks
Sistem Merit ASN |
||
4 |
Terwujdunya Tata Kelola Keuangan yang Efektif dan
Efisien |
Nilai Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA)
Sekretariat Kementerian |
Nilai Evaluasi Kinerja
Anggaran (EKA) Sekretariat Kementerian |
Sumber: data diolah Peneliti, 2023
Dengan
dilakukannya penyesuaian terhadap visi, misi, sasaran program, serta indikator
kinerja, maka akan akan terdapat keselarasan dengan tujuan dari Sekretariat
Kementerian Koperasi dan UKM sebagaimana yang telah tercantum dalam dokumen
Rencana Strategis Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2020-2024. Selain
itu juga, akan lebih tepat dalam melakukan pengukuran kinerja dengan penggunaan
metode balanced scorecard karena penempatan indikator kinerja telah sesuai
dengan perspektif yang terdapat dalam metode balanced scorecard.
Tabel 3. Disain Implementasi Pengukuran Kinerja Balanced Scorecard
Tujuan: 1.
meningkatkan kualitas pelayanan internal bagi seluruh stakeholders
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah; 2.
meningkatkan kualitas pelayanan internal bagi seluruh SDM Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. |
Visi: Terwujudnya Sekretariat Kementerian Koperasi
dan UKM yang berorientasi pada pelayanan prima |
Misi: Meningkatnya kepuasan stakeholder Sekretariat
kementerian Koperasi dan UKM |
Perspektif Pelanggan |
Prosentase Kepuasan Pelayanan |
Tingkat Awareness Publik terhadap Kementerian Koperasi dan UKM |
|
Perspektif Proses Bisnis |
Indeks Kualitas Kebijakan |
Tingkat Availibility Layanan Teknologi Informasi |
|
Indeks Reformasi Birokrasi |
|
Nilai Akuntabilitas Kinerja |
|
Indeks Pengelolaan Informasi dan Komunikasi Publik |
|
Indeks Tata Kelola Pengadaan |
|
Perspektif Pembelajaran dan
Penumbuhan |
Indeks Profesionalitas ASN |
Indeks Sistem Merit ASN |
|
Perspektif Keuangan |
Nilai Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA) Sekretariat
Kementerian |
Nilai Evaluasi Kinerja Anggaran (EKA) Sekretariat Kementerian |
Sumber: data diolah Peneliti, 2023
Kesimpulan
Pengukuran
kinerja pada (Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah) telah diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja
Instansi Pemerintah dan Peraturan Presiden Nomor 29 tahun 2014 tentang Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Secara umum, kedua peraturan
perundang-undangan tersebut mengatur mengenai pengukuran kinerja yang
berdasarkan/berfokus pada penggunaan anggaran yang dibandingkan dengan capaian
keluaran yang dihasilkan oleh kegiatan/program. Hanya saja, pengukuran kinerja
yang berdasarkan/berorientasikan pada akuntabilitas pelaksanaan anggaran yang
dibandingkan dengan capaian keluaran dan hasil saja, akan membawa dampak
organisasi terjebak pada pengukuran kinerja berbasis keuangan, sehingga kurang
mampu membawa perusahaan ke arah perubahan demi masa depan perusahaan yang
lebih baik. Untuk itu, diperlukan metode pengukuran kinerja yang tidak hanya
berorientasi pada akuntabilitas pelaksanaan penganggaran, yaitu metode
pengukuran kinerja dengan balanced scorecard untuk sektor publik yang
dikembangkan oleh Niven.
Namun
demikian, dalam pengukuran kinerja Sekretariat Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah dengan metode balanced scorecard masih belum dapat optimal
dikarenakan perencanaan strategis yang telah dibuat tidak dapat menggambarkan
secara utuh perspektif sebagaimana yang terdapat dalam balanced scorecard.
Selain itu juga, pada perencanaan strategis tersebut tidak terlihat adanya
logical framework/ketidaksinambungan antara indikator kinerja, sasaran program
dengan visi dan misi serta upaya/tujuan dari Sekretariat Kementerian Koperasi
dan Usaha Kecil dan Menengah. Untuk itu, kedepannya, perlu dilakukan
penyesuaian dalam perencanaan strategisnya, yaitu terhadap visi, misi, sasaran
program, serta indikator kinerja sehingga terdapat kesinambungan/keterhubungan
antara upaya-upaya dengan visi dan misi, serta sasaran program dan indikator
kinerja. Selain itu, penyesuaian terhadap visi, misi, sasaran program, serta
indikator kinerja tersebut juga dilakukan agar dapat menggambarkan
masing-masing perspektif yang terdapat dalam metode balanced scorecard.
BIBLIOGRAFI
Abdusssamad, Z.
(2021). Metode penelitian kualitatif. Makassar: Syakir Media Press.
Fahmi, I. (2013). Manajemen
Kinerja Teori Dan Aplikasinya.
Kaplan, R. S.,
& Norton, D. P. (1996). The balanced scorecard: Translating strategy
into action. Massachusetts: Harvard Business School Press.
Kaplan, R. S.,
& Norton, D. P. (2000). Translating strategy into action: The balanced
scorecard. Jakarta: Erlangga.
Khakim, D., Yasin, M.,
& Mayangsari, C. E. (2023). Manajemen Sebagai Pendekatan Dalam Mewujudkan
Mutu Pengelolaan Kesiswaan Dan Sdm Di Lembaga Pendidikan. Jurnal Manajemen
Pendidikan Islam Darussalam, 5(2).
https://doi.org/10.30739/jmpid.v5i2.2561
Lupiyoadi, R.,
& Hamdani, A. (2006). Manajemen pemasaran jasa (Edisi ke-2).
Jakarta: Salemba Empat.
Mahsun, M. (2006). Pengukuran
kinerja sektor publik. Yogyakarta: Penerbit BPFE.
Musanto, T. (2004). Faktor-Faktor
Kepuasan Pelanggan Dan Loyalitas Pelanggan: Studi Kasus Pada CV. Sarana Media
Advertising Surabaya.
Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, 6(2). https://doi.org/10.9744/jmk.6.2.pp.123-136.
Niven, P. R.
(2008). Balanced scorecard step-by-step for government and nonprofit
agencies (Edisi ke-2). New Jersey: John Wiley and Sons, Inc.
Narutomo, T. (2012).
Penerapan Balance Scorecard untuk Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Dalam Negeri. Jurnal Bina Praja, 04(03).
https://doi.org/10.21787/jbp.04.2012.189-200
Oktania, B., Kusnadi,
P., & Rahayu, Y. (2021). Perspektif Balanced Skorecard sebagai Pengukuran
Kinerja Organisasi. Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntansi, 10(1).
Rabiah, S. (2019). Manajemen
Pendidikan Tinggi Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Jurnal Sinar
Manajemen, 6(1).
Rangkuti, F.
(2011). SWOT balanced scorecard: Teknik menyusun strategi korporat yang
efektif plus cara mengelola kinerja dan risiko. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Sentosa, E. (2011).
Pengukuran kinerja dengan menggunakan metode balanced scorecard: Studi
kasus pada UPTD Metrologi Kepulauan Bangka Belitung (Tesis, Universitas
Terbuka).
Sparx Systems.
(2004). UML tutorial: The business process model. Cresswick, Victoria:
Sparx Systems Pty Ltd.
Weske, M. (2007). Business
process management: Concepts, languages, architectures. New York:
Springer.
Wibowo. (2012). Manajemen
kinerja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Yuningsih, N. (2018). Penerapan
Manajemen Kinerja Pegawai Di Instansi Pemerintah. Jurnal Pengembangan
Wiraswasta, 19(2). https://doi.org/10.33370/jpw.v19i2.133
Copyright
holder: Adi Raymond Tarigan, Darmanto, Rahmat Hidayat (2024) |
First
publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |