Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No.
2, Februari 2023
PERAN PPAT DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN HAK TANGGUNGAN TERINTEGRASI
SECARA ELEKTRONIK TERHADAP �SUATU PERJANJIAN KREDIT
Quynna
Zenobia, FX. Arsin Lukman
Magister Kenotariatan Universitas Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Penelitian��� ini��� dilakukan��� karena��� perbedaan� antara Undang-Undang Hak Tanggungan���� yang���� mengatur pendaftaran�� hak�� tanggungan�� dilakukan�� secara�� manual dengan���� Perkaban���� Nomor���� 9 tahun 2019. Pun tentunya dalam Perjanjian Kredit memerlukan jaminan kaitannya dengan Hak Tanggungan maka pendaftaran Hak Tanggungan dirasa sangat penting, pun yang���� mengatur pendaftaran� hak� tanggungan� dilakukan� secara� elektronik sehingga�� menimbulkan�� masalah�� bagaimanakah�� proses pendaftaran�� hak�� tanggungan�� secara�� elektronik?,�� dan bagaimanakah pemberlakuan pendaftaran hak tanggungan secara��� elektronik��� ditinjau��� dari��� Undang-Undang ���Hak Tanggungan?. Tujuan�� penelitian�� ini untuk�� mengetahui dalam pelaksanaan� pendaftaran� hak� tanggungan� terintegrasi secara� elektronik terhadap suatu perjanjian kredit dan pemberlakuan���� pendaftaran���� hak���� tanggungan�� secara elektronik ditinjau dari Undang-Undang Hak Tanggungan. Metode� penelitian� digunakan� metode� penelitian� hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pendaftaran hak tanggungan elektronik dilakukan melalui sistem� HT-el� oleh� PPAT� dengan� memasukkan� warkah-warkah�� yang�� diperlukan�� berupa�� dokumen�� elektronik sampai� mendapat Sertipikat� Hak� Tanggungan� dan� catatan hak tanggungan pada buku tanah dan Sertipikat Hak Atas Tanah� atau� Hak� Milik� Atas� Satuan� Rumah� Susun� dalam bentuk��� dokumen��� elektronik;��� dan��� Pendaftaran��� hak tanggungan�� secara�� elektronik�� belum bisa diberlakukan karena Undang-Undang� Hak� Tanggungan masih� berlaku dan��� tidak��� memberikan��� kewenangan��� delegasi��� pada Perkaban Nomor 9 Tahun 2019 untuk memberlakukan pendaftaran hak tanggungan secara elektronik.
�
Kata kunci: Hak Tanggungan; Elektronik; Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Abstract
This research was
conducted because of the difference between the Mortgage Law which regulates
the registration of Mortgage rights to be done manually and Perkaban
Number 9 of 2019. Of course, the Credit Agreement requires guarantees in
relation to Mortgage rights, so the registration of Mortgage rights is
considered very important, even those that regulate the registration of
mortgage rights. Mortgage is carried out electronically so that it raises the
problem of how is the process of registering mortgage rights electronically?,
and how is the electronic registration of mortgages enforced in terms of the
Mortgage Law? The purpose of this study is to find out in the implementation of
electronically integrated mortgage registration against a credit agreement and
the implementation of electronic mortgage registration in terms of the Mortgage
Law. The research method uses normative legal research methods. The results of
the study show that registration of electronic mortgage rights is carried out
through the HT-el system by PPAT by entering the
required documents in the form of electronic documents until they receive a
Mortgage Certificate and a Mortgage record on the land book and Certificate of
Land Rights or Ownership Rights of a House Unit. Arrange in the form of
electronic documents; and Electronic registration of
mortgage rights cannot be enforced because the Mortgage Law is still valid and
does not authorize delegates to Perkaban Number 9 of
2019 to enforce electronic mortgage registration.
Keywords: Mortgage; Electronic; Land Deed Maker Official (PPAT)
Pendahuluan
Perkembangan ekonomi sebuah pembahasan indikator penting di setiap wilayah yang harus dilakukan dari tahun ke tahun untuk mengukur tingkat keberhasilan nya oleh itu pemerintah wajib melakukan surfe di berbagai setiap faktor yang dapat menghambat pertumbuhan di suatu wilayah itu perkembangan ekonomi juga di pengaruhi stok kapital tenaga kerja dan teknologi yang bersifat eksogen dan Pemerintah harus dapat melakukan pembahasan atau melakukan rapat pertumbuhan Ekonomi yang tinggi berada di Indonesia merupakan harapan diseluruh masyarakat dengan adanya perkembangan ekonomi dalam suatu wilayah dipengaruhi aturan kebijakan pemerintah dalam bidang mengelolah angaran belanja negara dan perpajakan dan pemerintah juga menetapkan kebijakan fiskal dan kebijakan ekspansif. Kebijakan fiskal dan kebijakan ekspansif bertujuan untuk meningkatkan perekonomian kebijakan fiskal untuk mengatur penerimaan dan pengeluaran anggaran Negara penyasuaian pendapatan dan pengeluaran angaran pemerintah yang disingkat dengan APBN untuk mencapai perkembangan ekonomi yang lebih baik dan dalam perencanaan pembangunan.[1]�
Dengan adanya
pembaharuan Hak Tanggungan Elektronik ini dihubungkan dengan Cyber Notary.
Cyber notary adalah konsep
yang memanfaatkan kemajuan kemajuan teknologi bagi para notaris dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, seperti: digitalisasi dokumen, penandatanganan akta secara elektronik,
pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) secara telekonferensi, dan hal-hal lain yang sejenis. Cyber
Notary memiliki fungsi utama yaitu untuk
melakukan sertifikasi dan autentifikasi dalam lalu linstas transaksi
elektronik. Sertifikasi itu sendiri memiliki
pengertian bahwa notaris mempunyai kewenangan untuk bertindak sebagai Certification
Authority (trusted third party) sehingga notaris dapat mengeluarkan
digital certificate kepada para pihak yang berkepentingan. Lain halnya dengan fungsi
autentifikasi yang
berkaitan dengan aspek hukum yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan transaksi elektronik.[2]
Masyarakat memiliki kemampuan ekonomi yang berbeda-beda yang mana tidak seluruhnya memiliki dana berlebih, karena pada� dasarnya� terdapat� beberapakelompok� masyarakat� yang� belum� memiliki ekonomi� yang� baik.� Atas� dasar� kebutuhan� yang� tinggi� dan� ekonomi� yang� belum� bisa memenuhi� kebutuhan� tersebutlah� maka� masyarakat� banyak� melakukan� peminjaman atas� uang� kepada� pihak� bank. Kegiatan pinjam meminjam telah di lakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat di ketahui bahwa hampir semua masyarakat menjadikan kegiatan pinjam-meminjam uang sebagai sesuatu yang sangat di perlukan untuk mendukung perkembangan kegiatan perekonomian nya dan untuk meningkatkan taraf kehidupan nya. Pihak pemberi pinjaman yang mempunyai kelebihan uang bersedia memberikan pinjaman uang kepada yang memerlukan nya. Sebalik nya, pihak peminjam berdasarkan keperluan atau tujuan tertentu melakukan peminjaman uang tersebut. Kredit perbankan merupakan sektor ekonomi yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional. Hal ini berkenaan dengan dibutuhkan nya fasilitas dana yang efektif bagi pembangunan dari lembaga keuangan, khusus nya bank yang berfungsi sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkan nya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Pasal 1 Angka 2 UU No. 10 tahun 1998). Salah satu kegiatan usaha bank adalah menyalurkan kredit kepada masyarakat.[3]
Selanjutnya Remy Sjahdeini mengatakan bahwa perjanjian kredit memiliki pengertian secara khusus, yakni: �Perjanjian antara bank sebagai kreditor dengan nasabah debitor mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu yang mewajibkan nasabah-nasabah debitor untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.[4]
Dimana dalam perjanjian
tersebut pihak debitor hanya dalam
posisi menerima atau menolak perjanjian
tersebut tanpa ada kemungkinan untuk melakukan negosiasi atau tawar-menawar mengenai isi perjanjian tersebut. Apabila debitor menerima semua ketentuan dan persyaratan yang ditentukan oleh
bank, maka ia berkewajiban untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut, tetapi jika debitor
tidak setuju dengan semua ketentuan
tersebut, debitor dapat menolak dan ia tidak perlu
untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut. Istilah ini dikenal dengan
nama Take it or leave it.
Dalam� proses pengembalian��� tersebut��� tentu��� terdapat kekhawatiran��� dari��� pihak��� kreditur��� akan kemungkinan� tidak� mampunya� debitur� mengembalikan� dana� yang� dipinjam� sesuai dengan perjanjian kredit yang ada.Untuk mengurangi kekhawatiran dan mendapatkan kepercayaan,� sebelum� terjadi� perjanjian� kredit� tersebut� tentu� pihak� kreditur� harus melakukan� prinsip� kehati-hatian. Prinsip� kehati-hatian penting� bagi� bank� sebelum diberikan pinjaman uang pada debitur, karena prinsip ini untuk mengetahui:
a. Watak� dari� debitur� apakah� memiliki� watak� baik� dalam� berbisnisdan� memiliki tanggung jawab dalam pengembalian pinjaman atau tidak;
b. Kemampuan membayar debitur secara finansial untuk mengembalikan
pinjaman;
c. Modal��� debitur��� untuk���
mengetahui��� kemampuan��� debitur���
memikul� ��beban pembiayaan
d. Jaminan� harus� bernilai�
lebih� dari� pinjaman�
debitur,� yang� mana�
jika� ada� masalah jaminan ini dapat digunakan untuk
melunasi utang debitur;
e. Kondisi� ekonomi� untuk�
tahu� apakah� usaha�
debitur� memilikiprospek kedepan
yang bagus atau tidak.[5]
Dari� prinsip� kehati-hatian yang� dipaparkan� ini dapat� diketahui, jaminan merupakan unsur� penting� dalam� perjanjian� kreditguna memberikan� kepercayaan� kepada� krediturdimana� setelah� dipenuhi� 4� unsur� lainnya� maka� perlu� adanya� jaminan� dari� debitur bahwa� ia� dapat� mengembalikan� pinjaman� tersebut. Jaminan� inisendiri��� berfungsi� agar kreditur� dapat� segera� mendapatkan� pelunasan� utangnya� apabila� debitur� wanprestasidengan melalui pelelangan atas jaminan tersebut.4Pemberian jaminan iniharus dengan perjanjian� pembebanan� jaminan,� selakuperjanjian� tambahankarena� adanya� perjanjian pokok. Penjanjian pembebanan jaminan ini berupajaminan hak tanggungan.[6]
Hak Tanggungan adalah suatu istilah baru dalam Hukum Jaminan yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang sebelumnya belum dikenal sama sekali, baik dalam Hukum Adat maupun dalam KUH Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat dibebankan kepada Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan yang diatur dengan undang-undang. Berdasarkan amanat Pasal 51 UUPA tersebut, pada Tanggal 9 April 1996 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT). Dalam Pasal 29 UUHT ditentukan bahwa dengan berlakunya UUHT, ketentuan mengenai Credietverband dan ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku II KUH Perdata sepanjang mengenai pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi. Jadi dengan diundangkannya UUHT tersebut maka Hak Tanggungan merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional yang tertulis.
Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUHT yang dimaksud dengan Hak Tanggungan adalah:
�Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya.�
Obyek Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 4 UUHT, yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan. Salah satu ciri Hak Tanggungan sebagai lembaga hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu yaitu mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Masalah-masalah jaminan berkaitan erat dengan masalah eksekusi, malahan dalam hukum eksekusilah hak-hak jaminan membuktikan peranannya.[7]�Pokok permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan: (1) Bagaimana Pendaftaran Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik. (2) Bagaimana Pemberlakuan Pendaftaran Hak Tanggungan� Terintegrasi Secara Elektronik Terhadap Suatu Perjanjian Kredit.
Metode Penelitian
Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penyusunan tesis ini adalah penelitian yuridis normatif (metode penelitian hukum normatif). Metode penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder belaka.Dengan menggunakan metode berpikir deduktif (cara berpikir dalam penarikan kesimpulan yang ditarik dari sesuatu yang sifatnya umum yang sudah dibuktikan bahwa dia benar dan kesimpulan itu ditujukan untuk sesuatu yang sifatnya khusus)[8]�pun dengan mengkaji hukum normatif,� merupakan teknik� dalam� meneliti� atas� peraturan perundang-perundangan� yang� melihat� hierarki� perundang-undangan��� secara� vertikal, dan� horizontal.[9]Penelitian� jurnal� ini� didasari� dari� adanya� konflik� antara� Perkaban Nomor 9/2019� yang� memberlakukan� pendaftaran� hak� tanggungan� secara� elektronik sedangkan�� Undang-Undang�� Hak�� Tanggunganmasih�� berlaku�� dan� memberlakukan pendaftaran hak tanggungan secara manual.
Penelitian� ini� menggunakan �bahan� hukum� primer,� bahan hukum� sekunder� dan� bahan-bahan� hukum� lainnya�.� Bahan� hukum �primer �Undang-Undang� Republik� Indonesia� Nomor� 4� Tahun� 1996��� Tentang� Hak� Tanggungan� Atas Tanah� Beserta��� Benda-Benda� Yang� Berkaitan� Dengan� Tanah,� dan� Peraturan� Menteri Agraria�� dan�� Tata�� Ruang/Kepala�� Badan�� Pertanahan�� Nasional�� Republik�� Indonesia Nomor�� 9�� Tahun�� 2019�� Tentang�� Pelayanan�� Hak�� Tanggungan�� Terintigrasi�� secara elektronik�;bahan hukum sekunder �buku-buku dan jurnal-jurnal hukum�; dan bahan hukum� lainnya� dikumpulkan� dari� internet.� Teknik� pengumpulan� bahan� hukum� yamg membantu� menyelesaikan� permasalahan� ini� ialah teknik� sistematisasi� bahan hukum primer serta teknik bola salju pada bahan hukum sekunder,dan bahan hukum lainnya. Metode� analisis� bahan� hukum� yang� dipakaiialah��� tenik� deskriptif� yang� menjelaskan� mengenai peristiwa atau kondisi hukum.[10]
Hasil dan Pembahasan
Pendaftaran Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik
Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut bendabenda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu kepada kreditur-kreditur lain. Menurut, para ahli, Prof. Budi Harsono mengartikan Hak Tanggungan adalah penguasaan hak atas tanah, berisi kewenangan bagi kredittur untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur cedera janji, dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau sebagian sebagai pembayaran lunas hutang debitur kepadanya.[11]�Untuk memberikan suatu kepastian hukum sebagai bentuk perlindungan hukum, maka pembebanan jaminan Hak Tanggungan ini wajib didaftarkan di Kantor Pertanahan, guna memenuhi unsur publisitas atas barang jaminan, dan mempermudah pihak ketiga mengontrol apabila terjadi pengalihan benda jaminan. dengan akta notaris berarti perjanjian� dibuat� para� pihak� dihadapan� notaris. Objek� darihak� tanggungan ialah tanah. Pendapat Budi� Harsono� ada� 4� syarat mengenai hak� atas� tanah� agar bisa� menjadi jaminan:
1. Dapat dinilai
dengan uang;
2. Hak
terdaftar pada daftar umum karena harus memenuhi syarat
publisitas;
3. Dapat� dipindah� tangankan, jikadebitur wanprestasibenda� jaminanakan dijual dimuka umum;
Perlu penunjukan dengan Undang-Undang.
Diperkuat dengan� Pasal� 4� ayat� (1)� dan� ayat� (2)� Undang-Undang� Hak� Tanggungan diketahui� yang� dibebani� hak� tanggungan ialahhak� milik,� hak� guna� usaha,� hak� guna bangunan,�� danhak�� pakai.�� Untuk�� membebankan�� hak�� tanggungan, maka�� perlu dibuatkan� APHT� oleh� PPAT� yang� berisipemberian� hak� tanggungan� pada� kreditur tertentu.� Guna mendapatkan� kekuatan� hukum, hak� tanggungan� dituangkan� dalam APHT� tersebut� haruslah� didaftarkan.� Pemberlakuan dari� Perkaban Nomor 9/2019 menyebabkan�� pendaftaran�� hak�� tanggungan�� dilakukan�� melalui�� sistem�� elektronik. untuk lebih jelasnya pendaftaran hak tanggungan elektronikini ada pada Pasal 3 ayat (2) �pelayanan hak tanggungan dilaksanakan secara elektronik melalui sistem HT-el�. Sistem HT-el dikelola oleh Kantor Pertanahan sesuai Pasal 4 ayat (1) dan adapun jenis pelayanan�� dalam�� sistem HT-el� pada� Pasal� 6� menentukan� �jenis�� layanan�� hak tanggungan� yang� dapat� diajukan� melalui� sistem� HT-el,� meliputi:�
a.� pendaftaran� hak tanggungan;���
b.� peralihan��� hak��� tanggungan;���
c.� perubahan�� �nama��� kreditur;���
d. penghapusan hak tanggungan�.
Proses�� pendaftaran�� hak�� tanggungan�� secara�� elektronik� dilakukan pengguna yang terdaftar� dengan� mengajukan� permohonan� layanan� hak� tanggungan� melalui� sistem HT-el�� sebagaimana�� ditentukan�� dalam�� Pasal�� 9�� Perkaban Nomor 9/2019.�� Serta dilakukan� pembuatan� surat� pernyataan� mengenai� pertanggungjawaban� keabsahan dan�� kebenaran dokumen�� elektronik�� yang�� diajukan.�� Baik�� permohonan�� dan�� surat pernyataan� tersebut� diajukan� dalam bentuk� dokumen� elektronik sesuaiPasal� 9� ayat (4).� Selain persyaratan tersebut ada juga syarat berupa Sertipikat Hak Atas Tanah atau Hak Milik Satuan Rumah Susun yang harus atas nama debiturdiatur Pasal 9 ayat (5).� Sebagaimana� disebut� diatas� permohonan diajukan� oleh� pengguna� terdaftar� sebagai pihak yang berhak menggunakan sistem HT-el yang mana dalam hal permohonan hak tanggungan� ini� dilakukan� oleh� PPAT� sebagaimana� Pasal� 10� ayat� (1)� �dalam� hal permohonan� pendaftaran� hak� tanggungan,� persyaratan� permohonanberupa� APHT diajukan� oleh� PPAT� dalam� bentuk� elektronik�.� Setelah� penyampaian� permohonan diterima� oleh� sistem� HT-el� maka� akan� diberikan� tanda� bukti� permohonan� yang diberikan oleh sistem yang memuat:
a.
Nomor
berkas pendaftaran permohonan;
b.
Tanggal
pendaftaranpermohonan;
c.
Nama pemohon; dan
d.
Kode pembayaran biaya layanan .
Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2019 tentang Penerapan Tanda Tangan Elektronik (�Permen Agraria 3/2019�) kemudian menjelaskan bahwa tanda tangan elektronik dapat digunakan untuk memberikan persetujuan dan/atau pengesahan suatu dokumen elektronik pertanahan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian Agraria dan Tata Ruang (�Kementerian�).
Adapun hal yang perlu digarisbawahi yaitu tanda tangan elektronik hanya dapat dilakukan setelah penanda tangan memiliki sertifikat elektronik. Untuk mendapatkan sertifikat elektronik tersebut, setiap pejabat mengajukan permohonan pendaftaran tanda tangan elektronik kepada otoritas pendaftaran pada unit kerja yang mempunyai tugas di bidang pengelolaan data dan informasi pertanahan dan tata ruang.
Mengenai�� tanda�� bukti�� permohonan�� dan�� hal-hal�� yang�� ada�� dalam�� tanda�� bukti permohonan� tersebut� diatas� telah� diatur� Pasal� 11� ayat� (1)� dan� (2).� Tanda� bukti permohonan ada salah satu berisikan kode pembayaran biaya layanan, dimana setelah mendapat� tanda� bukti� permohonan� tersebut� harus� dilakukan� pembayaran di bank persepsi waktu� terakhir3� hari� setelah� tanggal� pendaftaran� sesuai� pada� Pasal� 12� ayat (2).� Proses� layanan� hak� tanggungan� baru� diproses� oleh� Kepala� Badan� Pertanahan setelah� dikonfirmasi� permohonan� oleh� sistem� HT-el� dan� proses� tersebut� dilakukan selama�� 7�� hari,�� sesuai�� Pasal�� 14�� ayat�� (5).�� Setelah 7�� hari�� pengajuan�� permohonan terkonfirmasi barulah diterbitkan hasil dari pelayanan hak tanggungan melaluisistem HT-el tersebut berupa �Sertipikat Hak Tanggungan dan catatan hak tanggungan pada buku tanah dan� Sertipikat Hak Atas Tanah atau Hak Milik� Atas Satuan rumah� susun dalam bentuk dokumen elektronik� sebagaimana diatur Pasal 14 ayat (1) dan (2). Hasil pelayanan� hak�� tanggungan�� berupa�� Sertipikat�� Hak ��Tanggungan�� yang�� diterbitkan berupa�� dokumen�� elektronik�� ini�� agar�� terjaga� keautentikannya�� diberikanlah�� tanda tangan elektronik oleh Kepala Badan Pertanahan sebagaimana diatur Pasal 14 ayat (3).� Dari�� pemaparan�� proses�� pendaftaran�� ini�� dimana�� diteliti�� menggunakan�� MazhabUtilitarianismeyangmemiliki� tujuan hukum� berupa� kemanfaatan. Kemanfaatan� disini tidak� melihat� hukum� adil� atau� tidak� melainkkan berpacu� pada kemanfaatan hukum kepada� manusia� atau� tidak.[12]Dapat� diketahui� bahwa� penggunaan� pendaftaran� hak tanggungan�� secara�� elektronik�� ini�� memberikan�� manfaat�� bagi�� masyarakat�� dimana pelayanan� hak� tanggungan� dapat� menjadi� lebih� efektif� serta� efisienserta� susuai kebutuhan masyarakat. Mekanisme Pendaftaran Hak Tanggungan Berbasis Elektronik Pada dasarnya untuk menggunakan Sistem HT-el, pengguna harus terdaftar terlebih dahulu dengan ketentuan sebagai berikut: (Pasal 7 Permen Nomor 9 Tahun 2019)
1. Pengguna layanan Sistem HT-el terdiri dari
perseorangan/badan hukum selaku kreditur dan Aparatur Sipil Negara Kementerian
yang bertugas melayani Hak Tanggungan;
2. Terhadap perseorangan/badan hukum sebagaimana dimaksud sebelumnya harus
menjadi pengguna terdaftar pada Sistem HT-el, dengan memenuhi persyaratan: mempunyai
domisili elektronik;Surat Keterangan Terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan;
pernyataan pemenuhan persyaratan dan kriteria serta persetujuan ketentuan
sebagai Pengguna Terdaftar; dan
3. Syarat lainnya yang ditentukan oleh Kementerian.Kementerian melakukan
verifikasi atas pendaftaran dan berhak menolak pendaftaran dimaksud.
Pemberlakuan Pendaftaran Hak Tanggungan� Terintegrasi
Secara Elektronik Terhadap Suatu Perjanjian Kredit
Pelayanan
Hak Tanggungan Terintegrasi
Secara Elektronik yang selanjutnya disebut Pelayanan HT-el adalah serangkaian proses pelayanan hak tanggungan
dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah yang diselenggarakan melalui Sistem HT-el yang terintegrasi. Sedangkan Sistem HT-el adalah Serangkaian
perangkat dan prosedur elektronik yang
berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan,
menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi
elektronik. Hak�� tanggungan�� ini�� terjadi�� berdasarkan�� perjanjian�� pembebanan�� jaminan�� yang dituangkan� dalam� APHT.� Hak� tanggungan� yang� dituangkan� kedalam� bentuk� APHT
agar� memiliki� kekuatan� hukum� haruslah� didaftarkan ke� Kepala� Badan� Pertanahan. Pendaftaran�� hak�� tanggungan�� ini�� dilaksanakan melalui�� mediaelektronik�� setelah berlakunya Perkaban Nomor 9/2019 yang dilihat pada Pasal 3 ayat (1) �pelayanan hak tanggungan
yang� salah� satunya� pendaftaran� hak� tanggungan dilaksanakansecara elektronik�� melalui�� sistem�� HT-el�.Pendaftaran�� hak�� tanggungan�� melalui�� media elektronik� berdasarkan� Perkaban Nomor 9/2019� ini� mengalamisuatu� norma� konflik dengan Undang-Undang Hak Tanggunganyang mana masih tetap berlaku walaupun
PerkabanNomor9/2019� telah� diberlakukan.� Norma� konflik� ini� dikarenakan� dalam Undang-Undang��
Hak�� Tanggunganpendaftaran�� tidak�� dilakukan�� melalui�� media elektronik, Pasal 13 ayat (2) �PPAT wajib mengirimkan APHT dan dokumen lainnya kepada Kantor Pertanahan�.
Pendaftaran pada PerkabanNomor9/2019,� jika� ditinjau� dari� Undang-Undang� Hak Tanggunganterjadi�� suatu�� pertentangan. Sesuai hierarki�� peraturan�� perundang-undangan� Undang-Undang� Hak�� Tanggunganmemiliki� hierarki�� lebih�� tinggidari Perkaban Nomor 9/2019, dimana Undang-UndangHak Tanggunganselaku Undang-Undang�� termasuk�� dari�� hierarki�� pada�� Pasal�� 7�� ayat�� (1)�� huruf�� c�� Undang-Undang Republik��� Indonesia��� Nomor��� 12��� tahun��� 2011��� Tentang��� Pembentukan��� Peraturan Perundang-Undangan (selanjutnya� disebut UUNomor� 12/2011) sedangkan� Perkaban Nomor9/2019� hanya� lah� sebatas� peraturan� menteri� yang� tidak� termasuk� hierarki tersebut� tetapi� diakui� keberadaannya serta� berkekuatan� hukum� sepanjang� dibentuk peraturan� lebih� tinggi� atau� berdasar� kewenangan� diatur pada Pasal� 8� ayat� (1)� dan� (2) UU Nomor 12/2011. Dalam� peninjauan� ini� digunakan� teori� kewenangan� yang� mana kewenangan� bersumber� dari� kewenangan� atribusi� yang� lazim� melalui� pembagian kekuasaan� negara� berdasar� Undang-Undang,� kewenangan� delegasi� yang� merupakan kewenangan� dari� pelimpahan� kewenangan� atribusi,dan� mandat.[13]Undang-Undang Hak Tanggunganmerupakan aturan yang dibentuk berdasarkan kewenangan atributif yang�� diberikan�� Undang-Undang�� Dasar�� Negara�� Republik�� Indonesia�� Tahun ��1945 berbeda� dengan� Perkaban Nomor 9/2019� yang� dibentuk� oleh� menteri� agrarian yang pada� dasarnya� dalam� pembentukan� peraturan� menteri� haruslah� didasarkan� dengan kewenangan� delegasi� atau� pelimpahan� kewenangan.� Perkaban Nomor 9/2019� ini dibentuk� dengan� kewenangan� atributif� yang� seharusnya� tidak� dimiliki� oleh� menteri karena walaupun pada dasarnya aturan ini dibentuk untuk mempermudah pelayanan hak�� tanggungan�� bagi�� masyarakat�� tetap�� saja�� dalam�� kewenangan�� menteri�� dalam menetapkan aturan harus berdasarkan kewenangan delegasi, ini sesuai Pasal 8 ayat (2) UU Nomor 12/2011� yang menentukan �diakuinya keberadaanperaturan menteridan memiliki� kekuatan� hukum� sepanjang� diperintahkan� peraturan� perundang-undangan yang lebih tinggi atau berdasarkan kewenangan�.
Pelimpahan� kewenangan untuk� dibuatnya� Perkaban Nomor 9/2019� tidak� terdapat dalam Undang-Undang Hak Tanggungan, sehingga dalam hal ini tentu menyebabkan PerkabanNomor9/2019�� belum�� dapat�� diberlakukansampai�� adanya�� pelimpahan kewenangan yang memberikan kepastian hukum bagi Perkaban Nomor 9/2019 untuk memberlakukan� pendaftaran� hak� tanggungan� secara� elektronik.� Terkait� pendaftaran hak� tanggungan harusnya� masih� diberlakukan� Undang-Undang� Hak� Tanggungan selaku�� peraturan�� perundang-undangan denganhierarki�� lebih�� tinggi�� daripada Perkaban Nomor 9/2019.� Pemberlakuan� Undang-Undang� Hak� Tanggungan sebagai aturan pendaftaran� hak� tanggungan� juga� didukung� dengan� Pasal� 51UUPA �hak tanggungan ��yang�� dibebankan�� pada�� hak�� milik,�� hak�� guna�� usaha,�� dan�� hak�� guna bangunan�� diatur�� dengan�� Undang-Undang�.� Dengan� diketahui� pendaftaran� hak tanggungan�� berdasarkan�� Undang-Undang�� Hak�� Tanggunganini�� memenuhi�� teori hukum� selain� teori� kewenangan� yang� digunakan� untuk� membahas� permasalahan� ini yaitu� teori� kepastian� hukum.� Dengan� teori� kepastian� hukum� untuk� memenuhi� unsurfilosofi,� keadilan,� dan� kepastian� bagi� masyarakat.Pemberlakuan� Undang-Undang Hak Tanggungandalam pendaftaran hak tanggungan ini jelas untuk kepastian hukum bagi masyarakat terkait aturan mana yang layaknya diberlakukan untuk pendaftaran hak tanggungan.[14]
Mekanisme pendaftaran Hak Tanggung Elektronik diatur dalam Peraturan Menteri
Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2020 tentang
Pelayanan Hak Tanggungan Elektronik.
1. Kreditor mengajukan permohonan pelayanan Hak Tanggungan Elektronik (HT-el) melalui Sistem HT-el yang disediakan oleh
Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional;
2. Semua permohonan pelayanan HT-el sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan dan disampaikan dalam bentuk Dokumen Elektonik;
3. PPAT menyampaikan akta dan dokumen kelengkapan persyaratan pendaftaran
melalui sistem elektronik mitra kerja yang terintegrasi dengan sistem HT-el;
4. Penyampaian dokumen dilengkapi dengan Surat Pernyataan mengenai
pertanggungjawaban keabsahan dan kebenaran data Dokumen Elektronik yang
diajukan;
5. Permohonan pelayanan HT-el yang telah diterima oleh sistem HT-el
diberikan tanda bukti pendaftaran permohonan yang diterbitkan oleh sistem;
6. Melakukan pembayaran pelayaan HT-el sesuai jumlah ketentuan peraturan
mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Permohonan diproses setelah data dan biaya yang telah dibayarkan terkonfirmasi oleh sistem HT-el.
7. Apabila pembayaran tidak terkonfirmasi oleh sistem HT-el, kreditor dapat melakukan konfirmasi secara langsung ke Kantor Pertanahan atau Layanan Pengaduan\
8. Pemeriksaan kesesuaian dokumen persyaratan dan konsep sertifikat HT-el oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk.
9. Pemeriksaan dilakukan melalui sistem HT-el.Apabila dalam hasil pemeriksaan terdapat
dokumen tidak lengkap atau tidak sesuaimaka akan diberitahukan kepada kreditor
dan/atau PPAT untuk segera melengkapi berkas dan diberikan jangka waktu paling
lama 5 (lima) hari sejak permohonan pelayanan diterima oleh sistem HT-el.
10. Apabila dalam jangka waktu tersebut kreditor atau PPAT tidak melengkapi
berkas maka permohonan dinyatakan batal.
11. Apabila dokumen persyaratan telah sesuai maka Kepala Kantor Pertanahan
atau pejabat yang ditunjuk memberikan persetujuan atas unggahan dokumen
persyaratan dan konsep sertifikat HT-el.
12. Dalam hal Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk tidak
melakukan pemeriksaan sampai pada hari ke-7 (tujuh) dan hasil pelayanan HT-el
diterbitka oleh sistem HTel, dianggap memberikan persetujuan dan atau
pengesahan.
13. Hasil pelayanan HT-el berupa Dokumen elektronik yang meliputi (a)
sertifikat HTel, (b) catatan Hak Tanggungan pada buku tanah hak atas tanah atau
hak milik atas satuan rumah susun, dan (c) catatan Hak Tanggungan pada
Sertifikat Hak Atas Tanah atau Hak Milik atas Satuan rumah susun.
14. Pencatatan Hak Tanggungan pada buku tanah hak atas tanah atau hak milik
atas satuan rumah susun dilakukan pada Buku Tanah Elektronik oleh Kepala Kantor
Pertanahan atau pejabat yang diberikan kewenangan.
15. Pencatatan Hak Tanggungan pada sertifikat Hak Atas Tanah atau Hak Milik
Satuan Rumah susun dilakukan oleh kreditor
Kesimpulan
�sebuah perjanjian kredit pihak debitor hanya
dalam posisi menerima atau menolak
perjanjian tersebut tanpa ada kemungkinan
untuk melakukan negosiasi atau tawar-menawar mengenai isi perjanjian tersebut. Apabila debitor menerima semua ketentuan dan persyaratan yang ditentukan oleh
bank, maka ia berkewajiban untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut, tetapi jika debitor
tidak setuju dengan semua ketentuan
tersebut, debitor dapat menolak dan ia tidak perlu
untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut. Istilah ini dikenal dengan
nama Take it or leave it. Harus adanya prinsip kehati-hatian dan jaminan dalam, proses� pendaftaran� hak� tanggungan secara� elektronik� berdasarkan� Perkaban Nomor 9/2019,� ini� dilakukan� dengan� diajukan� permohonan� oleh�
PPAT� melalui� sistem� HT-el yang dikelola Kantor Pertanahan. Pengajuan oleh PPAT tersebut berupa permohonan, surat� pernyataan,� Sertipikat� Hak�
Atas� Tanah� atau� Hak�
Milik� Satuan� Rumah� Susun yang harus atas nama
debitur, dan APHT diajukan dalam bentuk dokumen
elektronik, lalu�� didapatkan�� lah�� tanda�� bukti�� permohonan.�� Dengan�� tanda� bukti� permohonan tersebut� dilakukan� pembayaran� melalui� bank� dan� setelah� permohonan� dikonfirmasi oleh sistem barulah dikeluarkan Sertipikat Hak Tanggungan dalam bentuk elektronik.Pendaftaran� hak� tanggungan� secara� elektronik� berdasarkanPerkabanNomor9/2019 belum� dapatdiberlakukan� karena� aturan� Undang-Undang�
Hak� Tanggunganmasih
berlaku��
dan�� aturan�� tersebut�� merupakanperaturan�� menteri�� yang��
memerlukan pelimpahan�� kewenangan�� dari�� peraturan�� yang��
lebih�� tinggikedudukan�� dalam pemberlakuannya.�� Dalam�� Undang-Undang�� Hak�� Tanggungansendiri�� tidak�� ada pengaturan pemberian kewenangan terkait pendaftaran pada peraturan menteri maka dapat� dikatakan� bahwa� pendaftaran� hak� tanggungan� secara� elektronik� belum� dapat dilakukan� karena� pendaftaran� hak� tanggungan� masih� berdasarkan� Undang-Undang Hak� Tanggungan.
BIBLIOGRAFI
Indonesia.
Undang-Undang tentang
Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. UU No. 12 Tahun 2014. LN Nomor 3,
Tahun 2014 TLN No. 5491.
Indonesia. Undang-Undang tentang Jabatan Notaris. UU No. 30 Tahun 2004. LN
Nomor 117, Tahun 2004 TLN No. 4432.
Indonesia, Undang-Undang
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992. Tentang Perbankan. UU No. 10 Tahun 1998 LN Nomor 183, Tahun 1998
TLN No. 3790.
Indonesia, Undang-Undang
tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-Benda
Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT), UU No. 4 Tahun 1996 .
Indonesia, Undang-Undang tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria, UU No. 5 Tahun
1960 LN Nomor 104, Tahun 1960 TLN No. 2043.
Indonesia, Peraturan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala
Badan Pertanahan
Nasional Republik
Indonesia tentang Pelayanan
Hak Tanggungan Terintegrasi
Secara Elektronik, Perkaban No. 9 Tahun 2019 LN Nomor 686, Tahun 2019.
Pustaka yang berupa judul
buku:
Bambang Sunggono (2003), Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Bahsan, (2010) Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta: Rajagrafindo �
Persada.
H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa,
2017).
I� Made� Pasek� Diantha.� (2017). Metodologi� Penelitian� Hukum� Normatif� dalam� Justifikasi�
Teori Hukum Jakarta: Prenada Media Group
Irwansyah� Lubis,� Anhar� Syahnel,� dan�
Muhammad� Zuhdi� Lubis.� (2018).Profesi�
Notaris�
dan
Pejabat� Pembuat� AktaTanah� (Panduan� Praktis� dan� Mudah� Taat� Hukum).� Jakarta:�
Mitra� Wacana Media.
1 Satrio J (2007), Hukum Jaminan Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Bandung : PT. Citra Aditya
Copyright holder: Quynna Zenobia (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |
[1] Nurdin, S., & Suyudi,
M. (2019). Jurnal akuntansi
multi dimensi (jamdi). Jurnal Akuntansi Multi DImensi ( 2(2), hlm 119�127.
[2] Zainatun Rosalina, �Keabsahan
Akta Notaris Yang Menggunakan Cyber Notary Sebagai Akta Otentik,� Jurnal Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya (Universitas Brawijaya,
2016).
[3] �M.
Bahsan, Hukum Jaminan
dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 2010), hlm. 1
[4] Sutan Remy Sjahdeini,
Kebebasan Berkontrak
dan Perlindungan yang Seimbang
bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hlm.
158-160
[5]�Saraswati,� R.� A.�
(2012).� Peranan� Analisis� Laporan� Keuangan,� Penilaian� Prinsip 5C� Calon Debitur� dan� Pengawasan� Kredit� terhadap� Efektivitas� Pemberian� Kredit� pada� PD�
BPR� Bank Pasar Kabupaten Temanggung.Nominal,
Barometer Riset Akuntansi
dan Manajemen,1(1). hlm. 6.
[6]�Irwansyah� Lubis,� Anhar� Syahnel,� dan�
Muhammad� Zuhdi� Lubis.� (2018).Profesi� Notaris� dan Pejabat� Pembuat� AktaTanah� (Panduan�
Praktis�
dan� Mudah� Taat� Hukum).�
Jakarta:� Mitra� Wacana
Media. hlm. 5.
[7] 1 Satrio
J., 2007, Hukum Jaminan Hak-Hak Jaminan
Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, hlm.16
[8] Bambang Sunggono,
Metodologi Penelitian
Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 27-28.
[9]�Laurensius��� Arliman,�� �S.���
(2018).��� Peranan��� Metodologi��� Penelitian��� Hukum���
di��� Dalam
Perkembangan Ilmu Hukum di Indonesia.Jurnal Soumatera Law
Review,1(1). p. 118.8I Made Pasek Diantha.
(2017).� Hlm.
152.
[10]�I� Made�
Pasek� Diantha.� (2017). Metodologi� Penelitian� Hukum� Normatif� dalam� Justifikasi� Teori Hukum Jakarta: Prenada
Media Group, hlm. 152.
[11] H. Salim HS, Perkembangan
Hukum Jaminan Di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2017).
[12]�Muhamad�� Erwin.�� (2012). Filsafat�� Hukum�� Refleksi�� Kritis�� Terhadap�� Hukum.�� Jakarta:�� PT RajaGrafindo Persada. hlm. 17.
[13]�Sari,� I.� G.�
A.� D.,� Wairocana,� I.�
G.� N.,� &�
Resen,� M.� G.�
S.� K.� (2018).�
Kewenangan� Notaris� Dan PPAT�
Dalam�
Proses� Pemberian� Hak�
Guna� Bangunan� Atas�
Tanah� Hak� Milik.Acta� Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan,3(1), hlm
41-58.
[14]�Faqih,�� M.�� (2010).�� Nilai-Nilai�� Filosofi�� Putusan�� Mahkamah�� Konstitusi�� Yang�� Final�� dan Mengikat.Jurnal Konstitusi,7(3),hlm� 97-118. . 111.