Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No.
2, Februari 2023
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI TINGKAT UNDERPRICING SAHAM PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN
INITIAL PUBLIC OFFERING
Danis Dwi Brahmansyah, Muslimin
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pembangunan Nasional �Veteran�, Jawa Timur
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak �
Kebutuhan dana suatu perusahaan akan terus meningkat seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan perusahaan. Perusahaan yang mebutuhkan
dana tentunya tidak hanya mengandalkan pihak internal perusahaan saja, maka dari
itu dengan adanya keterbatasan tersebut sebuah perusahaan melakukan go public dengan cara menjual
sahamnya kepada publik. Initial Public Offering (IPO) merupakan
penawaran saham untuk pertamakalinya kepada masyarakat luas. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dikemukakan di bab terdahulu, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa :1) Variabel ROA berpengaruh terhadap initial return (Y) pada perusahaan
yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. 2) Variabel DER berpengaruh terhadap initial
return (Y) pada perusahaan yang melakukan
Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. 3) Variabel Size berpengaruh terhadap initial return (Y) pada perusahaan
yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. 4)Variabel reputasi tidak berpengaruh terhadap initial
return (Y) pada perusahaan yang melakukan
Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia.
Kata kunci: Saham, Underpricing, initial puckic offering
Abstract
The need for funds of a company will continue to increase along with the
development and growth of the company. Companies that need funds certainly do not
only rely on the company's internal parties, therefore with these limitations a
company goes public by selling its shares to the public. Initial Public Offering
(IPO) is the first public offering of shares. Based on the results of the data analysis
that has been stated in the previous chapter, it can be concluded that: 1) The ROA
variable affects the initial return (Y) on companies that conduct an Initial Public
Offering on the Indonesia Stock Exchange. 2) The DER variable affects the initial
return (Y) of companies that conduct an Initial Public Offering on the Indonesia
Stock Exchange. 3) Variable Size affects the initial return (Y) of companies that
conduct an Initial Public Offering on the Indonesia Stock Exchange. 4) The reputation
variable does not affect the initial return (Y) of companies that conduct an Initial
Public Offering on the Indonesia Stock Exchange.
Keywords:
Stocks, Underpricing, initial puckic offering
Pendahuluan
(Suardikha dan Pradnyadevi, 2020). Go Public merupakan
cara yang dilakukan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungsan perusahaan melalui pasar perdana yang biasa dikenal dengan isitilah Initial Public Offering (IPO)
Initial Public Offering (IPO) yaitu kegiatan perusahaan di pasar modal ketika menjual sahamnya untuk pertama kali atau biasa disebut
sebagai penawaran umum perdana yang dilakukan di pasar perdana
(primary market), pasar perdana yakni
pasar bagi perusahaan yang melakukan penawaran umum (emiten) untuk
menjual sahamnya pertama kali kepada investor.
Modal dapat diperoleh perusahaan dengan cara perusahaan tersebut menjual surat berharganya di pasar modal.
(Kuncoro dan Suryaputri,
2019)
����������� Fokus perusahaan pada saat initial public offering (IPO)� yaitu penentuan harga saham perdana, penentuan saham perdana ini dilakukan
atas persetujuan kedua belah puhak
yaitu perusahaan yang akan initial public offering (IPO)� dengan penjamin efek. Akan tetapi menentukan harga saham tidak
semudah yang dibayangkan dikarenakan adanya perbedaan kepentingan dari masing-masing pihak dan perbedaaninformasi. Asimetris informasi yaitu adanya perbedaan dari informasi yang dimiliki oleh pihak yang ikut terlibat dalam
melakukan initial public offering (IPO) yaitu perusahaan, penjamin, dan investor. (Alviani
dan Lasmana, 2015).
����������� Ketika
perusahaan akan melakukan initial public offering (IPO), perusahaan harus membuat prospektus yang merupakan ketentuan yang ditetapkan oleh BAPEPAM. idx,
(2015). Informasi prospektus
dapat dibagi menjadi dua, yaitu informasi akuntansi dan informasi non akuntansi. Informasi akuntansi adalah laporan keuangan yang terdiri dari neraca, perhitungan
rugi/laba, laporan arus kas, dan penjelasan laporan keuangan. Informasi non akuntansi adalah informasi selain laporan keuangan seperti underwriter, auditor independen,
konsultan hukum, nilai penawaran saham, persentase saham yang ditawarkan, umur perusahaan, dan informasi lainnya.
����������� Investor
menggunakan informasi keuangan dan non-keuangan yang ada dalam prospektus
ketika mereka membuat investasi di pasar modal.
Pada saat perusahaan melakukan initial public offering (IPO), investor belum dapat mengetahui
banyak informasi mengenai perusahaan tersebut. Investor hanya memperoleh informasi dari prospektus yang diterbitkan perusahaan sebelum melakukan penawaran perdana. Dari informasi akuntansi dan non akuntansi dalam prospektus itulah investor dapat menganalisis atau melakukan penilaian terhadap perusahaan tersebut. Hasil analisis atau penilaian
prospektus ini dapat digunakan investor untuk membuat berbagai
keputusan atau kesimpulan. Misalnya, apakah investor akan membeli saham perusahaan
tersebut, apakah prospek perusahaan tersebut bagus, dan apakah harga saham
perdana yang ditawarkan relatif sesuai atau wajar dengan
kondisi perusahaan.
����������� Permasalahan yang terjadi ketika perusahaan melakukan initial public offering (IPO) di pasar modal adalah penentuan besarnya harga penawaran saham. Penentuan harga saham yang akan ditawarkan pada saat initial
public offering (IPO) merupakan faktor
yang penting, baik bagi emiten maupun
underwriter karena berkaitan
dengan jumlah dana yang akan diperoleh emiten dan resiko yang akan ditanggung oleh underwriter.
Hal tersebut menyebabkan emiten menentukan harga yang tinggi pada saat initial public offering (IPO) untuk
meningkatkan pemasukan dana
semaksimal mungkin, sedangkan di sisi lain
underwriter memilih untuk meminimalkan resiko yang terjadi untuk mencegah
kerugian karena tidak terjualnya saham-saham emiten. Perbedaan persentase antara harga saham
selama periode IPO di pasar
perdana dengan harga di pasar sekunder disebut dengan initial return. (Wasiuzzaman et al.,2018).
����������� Menurut (Song, Tan dan Yi, 2014) secara
teori hanya ada dua kasus penyebab
initial public offering (IPO) mengalami initial
return yang tinggi, yaitu
(1) harga penawaran IPO terlalu rendah, menunjukkan bahwa ada underpricing di pasar primer atau
(2) harga penutupan hari pertama terlalu
tinggi, menunjukkan bahwa ada penilaian
berlebihan di pasar sekunder.
Dalam mekanisme pasar sering terjadi perbedaan harga saham pada pasar perdana dan
pasar sekunder yang menimbulkan
underpricing dan overpricing. Underpricing terjadi ketika offering price IPO lebih rendah dari closing price pada hari perdagangan pertama. (Badru dan Ahmad Zaluki, 2018). Sedangkan jika offering price lebih tinggi dari closing price pada 3 hari perdagangan pertama disebut overpricing.
����������� Menurut (Aschebrock, 2017) menyatakan bahwa fenomena underpricing tidak menguntungkan bagi emiten, karena perusahaan tidak dapat meningkatkan modal secara maksimal, namun bagi investor menjadi menguntungkan, karena investor dapat memperoleh return dari pembelian saham yang dilakukan. Underpricing dijadikan
motivasi investor untuk melakukan investasi saham pada saat IPO, karena investor berharap mendapatkan initial return setiap
melakukan investasi saham saat IPO. Prawesti (2016).
Gambar 1
Perkembangan
Perusahaan Yang Melakukan IPO Tahun
2017-2021
Sumber: BEI, (data diolah peneliti), 2022
����������� Berdasarkan gambar 1.1 dapat dilihat bahwa
fenomena yang terjadi pada perusahaan yang melakukan initial
public offering (IPO) pada tahun 2017 terdapat 36 perusahaan. Pada tahun 2018 mengalami peningkatan sebesar 55 perusahaan melakukan initial
public offering (IPO). Pada tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 48 perusahaan melakukan initial public offering (IPO). Pada tahun 2020 mengalami peningkatan sebesar 51 perusahaan melakukan initial
public offering (IPO). Pada tahun 2021 mengalami peningkatan sebesar 54 perusahaan melakukan initial public offering (IPO).
����������� Berdasarkan gambar 1.1. bahwa fenomena yang sering ditemukan ketika perusahaan melakukan IPO atau aktivitas go public adalah harga saham pada penawaran perdana mengalami kecenderungan
underpricing yang ditandai dengan
return yang positif, pada saat
perusahaan malakukan IPO, kinerja saham IPO banyak mengalami penurunan harga saham jangka panjang
(underperformed). Penurunan kinerja
saham ini mengakibatkan investor yang membeli
saham pada periode jangka panjang tidak menikmati return yang diharapkan, umumnya para investor
akan memiliki informasi yang terbatas seperti yang diumumkan atau diterbitkan dalam prospektus, yang mana prospektus ini memuat rincian informasi dan juga fakta-fakta
material terkait penawaran umum emiten baik
berupa informasi keuangan ataupun non-keuangan. Semua informasi yang diungkapkan didalam prospektus ini akan membantu
investor untuk membuat keputusan yang rasional mengenai hal-hal yang berkaitan dengan risiko dan nilai saham sesungguhnya yang di tawarkan oleh emiten juga membantu dalam membuat keputusan investasi.
����������� Dalam kurun waktu
tahun 2017-2021 sejumlah perusahaan menunda penawaran umum perdana saham (initial public
offering). Selain itu, perusahaan yang telah melantai di Bursa Efek Indonesia
(BEI) tahun ini didominasi dengan emisi kecil, dalam
kondisi ini, mau IPO apapun juga tidak akan laku.
Penjamin emisi akan sulit mencari
orang yang mau menyerap sebesar itu. Karena memang kondisi pasar sedang buruk, dalam
dua tahun ini bursa saham memang sedang
banyak dirundung masalah. Terutama karena banyak investor asing yang menjual portofolionya (net sell). investasi.kontan.co.id/2019.
����������� Informasi yang terbatas menjadi permasalahan dalam melakukan IPO salah satunya yaitu terjadi
asimetri informasi, karena memberikan kesempatan pada setiap perusahaan untuk memanipulasi laba yang dilampirkan di laporan keuangan dengan menggunakan discretionary accrual, yaitu
kebijakan akuntansi yang memberikan kebebasan pada manajemen untuk menentukan jumlah transaksi akrual secara fleksibel, dan mengakibatkan calon investor tertipu dengan laba dan buku laporan
keuangan yang tinggi akibat hasil manipulasi
penipuan laporan akuntansi, yang nantinya para
investor bersedia menanamkan
modalnya pada saham IPO dengan harga tinggi.
(Kusumawati, 2016).
����������� Permasalahan penting yang dihadapkan perusahaan ketika pertama kali melakukan penawaran sahamnya adalah penentuan harga di pasar perdana. Di dalam kegiatan penawaran umum perdana, harga
saham yang dijual di pasar perdana ditentukan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan emiten dan penjamin emisi (underwriter). Sedangkan harga saham di pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar, yaitu permintaan dan penawaran. Harga saham yang akan dijual di pasar (offering price) ditentukan
terlebih dahulu oleh emiten (perusahaan yang akan go public) dengan penjamin emisi. Dalam menentukan offering price, emiten dan underwriter sering
kali menghadapi kesulitan untuk menentukan harga wajar. Dalam
tipe penjaminan full
commitment, underwriter cenderung menetapkan
offering price lebih rendah
dari yang diharapkan oleh emiten dengan tujuan
menekan risiko yang ditanggungnya, bila saham yang ditawarkan pada saat penawaran umum tidak habis
terjual. Setelah penawaran umum tersebut selanjutnya harga saham di pasar sekunder akan ditentukan
oleh mekanisme pasar (kekuatan
tarik-menarik permintaan dan
penawaran pasar) yang terjadi
di bursa efek.
����������� Perbedaaan dua mekanisme penentuan di atas, sering mengakibatkan perbedaan harga saham yang sama antara pasar perdana (pada saat IPO) dan pasar sekunder. Apabila penentuan harga saham pada saat IPO lebih rendah dibanding dengan harga yang terjadi di pasar sekunder, maka fenomena ini
disebut dengan underpricing
sedangkan apabila harga IPO lebih tinggi dibanding dengan harga yang terjadi dipasar sekunder, maka fenomena ini disebut
overpricing. Kondisi underpricing tidak
menguntungkan bagi perusahaan yang melakukan go
public, karena dana yang diperoleh
dari go public tidak maksimum, selisih harga inilah yang dikenal sebagai initial return
(IR) atau positif return bagi investor yaitu nilai positif yang diperoleh dari penawaran perdana mulai dari saat
dibeli di pasar primer sampai
pertama kali di daftarkan
di pasar sekunder.
Keputusan dalam melakukan investasi merupakan salah satu hal penting yang dapat menjadi daya
tarik untuk investor adalah profitabilitas (return on
asset). Return on asset (ROA) atau istilah lain tingkat pengembalian aset adalah salah satu rasio profitabilitas, yaitu rasio yang menunjukkan seberapa efektif perusahaan beroperasi sehingga menghasilkan laba dengan memanfaatkan asetnya sendiri. (Morina dan Rahim, 2020).
Selain Return on asset (ROA) ukuran
perusahaan juga dapat mempengaruhi adanya intial return. Pada dasarnya ukuran perusahaan menunjukkan pengalaman dan kemampuan suatu perusahaan dalam mengelola investasi yang diberikan para stakeholder untuk meningkatkan kemakmuran mereka. (Badru dan Ahmad, 2018). Informasi tentang perusahaan besar lebih banyak dan lebih mudah diperoleh
investor dibandingkan perusahaan
kecil, hal tersebut akan mengurangi
asimetri informasi pada perusahaan yang besar sehingga akan mengurangi
tingkat initial return. Semakin
tumbuh besar ukuran sebuah industri
pasti menampilkan adanya nilai total asset yang besar. Semakin besar pula nilai total asset industri maka dapat
mempengaruhi nilai initial
return yang didapatkan oleh investor. (Syarifudin dan Yuniarti, 2020).
����������� Debt
to Equity Ratio merupakan rasio
yang digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam melunasi hutangnya. Selain itu, rasio
ini juga dapat digunakan untuk mengukur risiko perusahaan. (Mumtaz dan Ahmed, 2014). Debt to Equity Ratio
(DER) digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya dengan menggunakan modal yang dimiliki. Rasio ini menunjukkan
tingkat risiko kegagalan suatu perusahaan untuk membayar seluruh hutangnya, sehingga akan berdampak pada ketidakpastian harga saham. (Muharam dan Firmanah, 2015). Semakin tinggi Debt to Equity Ratio (DER), semakin
tinggi pula risiko perusahaan, sehinggga investor akan menghindari perusahaan yang memiliki tingkat Debt to Equity Ratio (DER) yang tinggi,
yang akan menyebabkan tingkat underpricing yang tinggi.
(Thoriq, dkk, 2018).
����������� Underwriter
adalah pihak yang menjamin emisi untuk suatu perusahaan.yang akan memperdagangkan sahamnya pada
pasar modal. Fahmi 2012). Underwriter dalam hal ini memperoleh
informasi lebih baik terkait permintaan
saham-saham emiten, dibandingkan emiten itu sendiri. Underwriter yang mempunyai reputasi tinggi atau citra
yang baik, tidak akan melakukan aksi penjaminan terhadap perusahaan yang mempunyai citra rendah, sehingga hal ini akan
mendapatkan kepercayaan dari investor yang akan menanamkan modalnya. (Pratama, 2017).
����������� Kesalahan penetapan harga saham pada saat initial public offering (IPO)� dapat menimbulkan dua kemungkinan yaitu Underpricing dan Overpricing. Dari kedua kemungkinan tersebut, underpricing adalah keadaan yang harus dihindari perusahaan.
Underpricing terjadi ketika
harga pada saat initial
public offering (IPO)� lebih rendah dibandingkan pada saat diperdagangkan di pasar sekunder,
tentunya kondisi ini merugikan pihak
emiten yang melakukan
initial public offering (IPO), karena dana yang diperoleh dari penjualan saham ke publik tidak
maksimum. (Fitriasuri dan Gunawan, 2022) Meski underpricing
diklaim sebagai keadaan yang merugikan emiten, fenomena ini masih sering
terjadi di pasar modal setiap
tahun periodenya. Berikut perkembangan jumlah perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di BEI pada tahun 2017-2021.
Tabel 1
Perkembangan
IPO Dan Fenomena Underpricing DI BEI Tahun 2017-2021
No������ Tahun� Jumlah Emiten����������� Emiten Underpricing� Rata-Rata
Tingkat Underpricing Emiten
Overpricing��� IR 0 atau
Tetap
1��������� 2017��� 36������� 25������� 71,43%����������� 10������� 1
2��������� 2018��� 55������� 50������� 90,91%����������� 5��������� 0
3��������� 2019��� 55������� 51������� 92,73%����������� 4��������� 0
4��������� 2020��� 51������� 50������� 98,04%����������� 1��������� 0
5��������� 2021��� 53������� 28������� 53%���� 25������� 1
Jumlah 250����� 204����� ���������� 45������� 2
Sumber: BEI, data diolah,
2022.
����������� Berdasarkan tabel 1.1 menunjukkan bahwa setiap perusahaan yang melakukan initial public offering (IPO) rata-rata mengalami underpricing. Perusahaan yang melakukan
initial public offering (IPO) yaitu sebanyak 250 emiten dari tahun 2017-2021, dari perusahaan yang melakukan initial public offering (IPO) sebanyak
204 emiten dalam kondisi underpricing dan yang mengalami
overpricing sebanyak 45 emiten,
dari tabel diatas juga diketahu tingkat perbedaan underpricing dari tahun ke
tahunnya, fenomena inilah yang menjadi perhatian peneliti untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi
underpricing ketika perusahaan
melakukan initial public offering (IPO) di BEI.
Beradasrkan data pada
tabel 1.1. mengindikasikan adanya sebagian besar perusahaan sektor pedagangan, jasa dan investasi yang melakukan initial public offering (IPO) di periode tersebut mengalami underpricing saham. Penelitian mengenai underpricing banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu. Faktor-faktor yang menyebabkan
underpricing menurut (Saputra
dan Suaryana, 2016) ukuran
initial public offering (IPO), umur perusahaan, ukuran perusahaan merupakan faktor yang dapat diteliti mengapa terjadinya underpricing. Berdasarkan
latar belakang peneliti melakukan penelitian dengan judul �Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Tingkat Underpricing Saham Pada Perusahaan Yang Melakukan
Initial Public Offering�
Metode Penelitian
����������� Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian kuantitatif. Menurut (Sugiyono, 2019) istilah metode penelitian kuantitatif dikarenakan data penelitian yang dimiliki berupa angka dan analisis yang digunakan yaitu statistik. Penelitian ini dilakukan dengan
menguji hipotesis untuk mendapatkan bukti secara empiris
pengaruh antar variable. Menurut (Sugiyono, 2019), objek penelitian merupakan suatu sasaran ilmiah yang berguna untuk mendapatkan
data dengan tujuan tertentu. Yang menjadi objek dalam penelitian
ini adalah perusahaan yang melakukan initial Public
Offering di Bursa Efek
Indonesia tahun 2017-2021.
����������� Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data kuantitatif yang diperoleh dari laporan keuangan tahunan perusahaan. Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya dan data yang diperoleh dari data sekunder tidak perlu diolah kembali. (Aprilliadi dan Pohan, 2020).
����������� Teknik pengumpulan
data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari data dokumentasi perusahaan berupa laporan keuangan tahunan. Data sekunder diperoleh dari laporan keuangan
tahunan perusahaan yang melakukan IPO pada periode 2017-2021
yang terdapat di www.idx.co.id
dan website perusahaan. Selanjutnya akan dilakukan beberapa uji dari data yang telah diperoleh, yakni Uji Normalitas dan Uji Asumsi Klasik, menurut (Ghozali, 2017) apabila asumsi klasik terpenuhi
maka estimasi regresi dengan ordinary least square (OLS) akan BLUE (Best Linear
Unbiased Estimator), artinya pengambilan
keputusan melalui Uji F dan
Uji T tidak boleh bias. Dalam penelitian terdapat beberapa uji asumsi klasik diantara
lain yaitu: Autokorelasi, Heteroskedastisitas, Multikolinieritas,
Koefisien Determinasi (R2)
Hasil dan Pembahasan
Pada
deskripsi variabel akan dipaparkan gambaran dari suatu
data yang dilihat dari jumlah sampel dan nilai rata-rata (mean) dari
masing-masing variabel, Sebagai
berikut:
Tabel 2
Deskriptif Penelitian
Sumber: data diolah,
2023 (Lampiran Hal-82)
Berdasarkan Tabel
4.2 menyajikan informasi deskriptif tentang variabel-variabel penelitian. Berdasarkan data di atas, variabel ROA mempunyai nilai standar deviasi 3.39 dan nilai mean yaitu 1.147, variabel DER mempunyai nilai standar deviasi
8.170 dan nilai mean yaitu 1.735,
variabel size mempunyai nilai standar deviasi
0.484 dan nilai mean yaitu 25.55,
variabel reputasi mempunyai nilai standar deviasi 0.477 dan nilai mean yaitu 1, variabel initial
return mempunyai nilai standar deviasi 7.719 dan nilai mean yaitu 2.757.
����������� Menurut (Ghozali, 2013) bahwa dalam regresi
OLS (Ordinary Least Square) asumsi normalitas diberlakukan pada ui (residual). Dalam regresi OLS (Ordinary Least Square) b0, b1,
b2, b3 dan b4 adalah
fungsi linier dari Y dan Y adalah fungsi linier dari ui (residual). Distribusi sampling dari regresi OLS (Ordinary Least Square) tergantung pada distribusi
residual (ui), apabila
residual (ui) berdistribusi
normal dengan sendirinya b0,
b1, b2, b3 dan b4 juga berdistribusi normal. Berikut ini hasil dari
uji normalitas pada residual :
Tabel 3
Hasil
Uji Normalitas
Sumber: data, diolah, peneliti, (2023). (Lampiran Hal-82)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa uji Kolmogorov-Smirnov dengan Lilliefors Significance Correction menunjukkan hasil signifikan, bahwa semua variable yang diteliti memiliki distribusi yang normal (dapat dilihat bahwa nilai unstandarized 0.074> dari 0,05).
Uji Asumsi Klasik
����������� Tujuan utama menggunakan uji asumsi klasik adalah
untuk mendapatkan koefisien yang terbaik linier dan
tidak bias (BLUE : Best
Linier Unbiassed Estimator).���� Uji asumsi klasik tersebut meliputi
asumsi autokorelasi, multikolinieritas dan heteroskedastisitas.
1.
Uji Autokorelasi
����������� Adanya Autokorelasi dalam model
regresi artinya adanya korelasi antar anggota sampel yang diurutkan berdasarkan
waktu. Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi
adalah uji Durbin Watson. Berikut ini hasil uji Durbin Watson :
Tabel 4
Hasil Uji Durbin Watson
Sumber: data diolah, 2023. (Lampiran Hal-83)
����������� Berdasarkan tabel diatas bahwa
nilai DW (Durbin Watson) yang dihasilkan adalah sebesar 1.106 karena nilai DW (Durbin Watson) berada du(1.747) ≤ d(1.106) ≤4� du(4-1,747=2,25), maka dapat disimpulkan
bahwa antar residual (kesalahan pengganggu) terdapat korelasi atau model regresi linier berganda yang dihasilkan terjadi autokorelasi.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperbaiki masalah autokokelasi yaitu dengan menggunakan metode Cochrane
Orcutt dengan cara melakukan transformasi lag variabel terlebih dahulu. (Gujarati dan Porter, 2015). Adapun hasil uji autokorelasi menggunakan metode Cochrane Orcutt adalah
sebagai berikut:
Tabel 5
Uji Autokorelasi Dengan Metode Lag Cochrane Orcutt
Sumber: data diolah, 2023. (Lampiran Hal-83)
Nilai DW (Durbin Watson) yang dihasilkan adalah sebesar 1.873 karena nilai DW (Durbin Watson) berada du(1.747) ≤ d(1.873) ≤ 4 � du (4-1,747=2,25), maka dapat disimpulkan
bahwa antar residual (kesalahan pengganggu) terdapat korelasi atau model regresi linier berganda yang dihasilkan tidak terjadi autokorelasi.
2. Uji Multikolinieritas
����������� Tolerance
mengukur variabilitas variabel bebas yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Jadi nilai tolerance
yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/tolerance)
dan menunjukkan adanya kolinieritas yang tinggi. Nilai cut
off yang umum dipakai adalah nilai tolerance 0,10 atau sama dengan
nilai VIF diatas 10. Adapun
besaran VIF dari
masing-masing variabel bebas
adalah sebagai berikut :
Tabel 6
�Nilai VIF (Variance inflation Factor)
Sumber : data diolah, 2023. (Lampiran Hal-)
����������� Berdasarkan tabel
di atas, dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak terjadi
multikolinieritas, karena besaran VIF yang dihasilkan oleh seluruh variabel ROA(X��1),
DER(X2), Size(X3) dan reputasi (X4)
lebih kecil dari 10.�������
3. Uji Heteroskedastisitas
����������� Heteroskedastisitas
dapat diidentifikasikan dengan cara menghitung
koefisien korelasi Rank
Spearman antara nilai
residual dengan seluruh variabel bebas. Hasil dari uji Rank Spearman adalah
sebagai berikut:
Tabel 7
�Hasil Korelasi
Rank Spearman
Sumber: data diolah,
2023 (Lampiran Hal-84)
����������� Berdasarkan tabel� di atas dapat disimpulkan bahwa model regresi terjadi heteroskedastisitas, karena tingkat signifikansi yang dihasilkan oleh
beberapa variabel roa (X��1), der (X2), size(X3)
dan reputasi (X4) masih ad ayang < dari 5% (sig > 5%), maka masih terjadi gejala
heteroskedastisitas.
����������� Deteksi ada
tidaknya heteroskedastisitas
dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola
tertentu pada grafik
scatterplot atau menggunakan
uji Glejser. Hasil dari pengujian ini dapat
dilihat dari nilai sig > 5% maka tidak terjadi gejala
heteroskedastisitas, sebaliknya
apabila nilai sig <5% maka terjadi gejala
heteroskedastisitas. Sebagai
berikut:
Tabel 8
�Hasil Uji
Glejser
Sumber: data diolah,
(2023). (Lampiran Hal-84)
����������� Setelah melakukan perbaikan dengan menstranformasi data dan menggunakan logaritma natural (LN) uji Gletser hasil uji heteroskedastisitas pada tabel diatas menunjukkan bahwa nilai signifikansi keempat variabel bebas lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa sudah tidak terjadi heteroskedastisitas.
Hasil Analisis Regresi Berganda
Perhitungan dilakukan dengan
menggunakan metode regresi liniear berganda untuk melihat konsistensi dari pengaruh variabel-variabel
independen terhadap variabel dependennya. Hasil analisis tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 9
Hasil Analisis Regresi Linear Berganda
Sumber : data diolah,
(2023). (Lampiran Hal-85)
Berdasarkan tabel di atas diperoleh
model persamaan regresi sebagai berikut :
Y =� -11.264+2.055X1-0.135X2
+0.447X3+0.462X4+e
Dari model persamaan
regresi linier tersebut di atas, dapat diinterprestasikan,
sebagai berikut :
1. Konstanta
(a)
Nilai konstanta (a) sebesar -11.264 menunjukkan bahwa, apabila variabel roa (X1), der (X2), size(X3)
dan reputasi (X4), konstan,
maka besarnya initial return (Y) yaitu sebesar -11.264.
2. Koefisien
(β1) Untuk Variabel ROA (X��1)
Besarnya nilai koefisien regresi
(β1) sebesar 2.055 yang artinya jika variabel
ROA(X��1) naik sebesar
satu satuan, maka besarnya initial return (Y) akan
naik sebesar 2.055 dengan asumsi bahwa variabel
bebas lainnya bersifat konstan.
3. Koefisien
(β2) Untuk Variabel �DER (X2)
Besarnya nilai koefisien regresi
(β2) sebesar -0.135, yang artinya nilai (β2)
jika variabel DER (X2)
turun sebesar satu satuan maka
besarnya initial
return (Y) �akan
turun �sebesar -0.135 dengan asumsi bahwa variabel
bebas lainnya bersifat konstan.
4. Koefisien
(β3) Untuk Variabel Size (X3)
Besarnya nilai koefisien regresi
(β3) sebesar 0.447, yang artinya nilai (β4)
jika variabel Size (X3)
naik sebesar satu satuan maka besarnya
initial return (Y) �akan naik sebesar 0.477 dengan asumsi bahwa variabel
bebas lainnya bersifat konstan.
Koefisien (β4)
Untuk Variabel Reputasi (X4)
Besarnya nilai koefisien regresi (β4) sebesar 0.462, yang artinya nilai (β4) jika variabel reputasi(X4) naik sebesar satu satuan maka besarnya initial return (Y) �akan naik sebesar 0.462 dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya bersifat konstan.
Untuk mengetahui cocok atau tidaknya alat analisa regresi yang digunakan dalam penelitian ini maka digunakan uji F. Dalam tabel berikut ini disajikan analisis Uji F.
Tabel 10
�Hasil Analisis Uji F
Sumber: data diolah,(2023). (Lampiran Hal-85)
Terlihat
dari angka Fhitung sebesar 58.394
dengan Sig.0,000 < 0,05 yang berarti
signifikan, berarti secara bersama-sama perubahan variabel X1,X2,X3,X4 mampu
menjelaskan perubahan variabel Y. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa model regresi yang digunakan untuk teknik analisis
ini masih cocok, oleh karena itu untuk peneliti
yang akan datang disarankan untuk menggunakan model teknik analisis yang sama atau dengan menambahkan
data penelitian.
Uji t
Uji t bertujuan untuk
menguji signifikansi pengaruh roa (X1), der
(X2), size (X3) dan reputasi (X4)
secara parsial terhadap initial
return (Y) pada perusahaan
yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2021 di
Bursa Efek Indonesia adalah
sebagai berikut:
Tabel 11
Uji
t
Sumber : data diolah, 2023. (Lampiran Hal-85)
a. Pengaruh antara variabel ROA terhadap Y
Berdasarkan tabel di atas dapat
diketahui bahwa nilai pada level of significant 0.000<5%. Sehingga secara parsial variabel ROA berpengaruh terhadap initial return (Y)
pada perusahaan yang melakukan
Initial Public Offering di Bursa Efek
Indonesia.
b. Pengaruh
antara variabel DER terhadap Y
Berdasarkan tabel di atas dapat
diketahui bahwa nilai pada level of significant 0.038<5%. Sehingga secara parsial variabel DER berpengaruh terhadap initial return (Y)
pada perusahaan yang melakukan
Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia.
c. Pengaruh antara variabel SIZE terhadap Y
����������� Berdasarkan
tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai pada level of significant 0.005<5%.
Sehingga secara parsial variabel Size berpengaruh terhadap initial return (Y) pada perusahaan
yang melakukan Initial
Public Offering di Bursa Efek Indonesia.
4.�������� Pengaruh antara variabel X4 terhadap Y
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa
nilai pada level of significant 0.618>5%. Sehingga secara parsial variabel reputasi
tidak berpengaruh terhadap initial return (Y)
pada perusahaan yang melakukan
Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia.
Tabel 12
�Hasil Koefisien Determinasi (R Square / R2)
Sumber :
data diolah,(2023). (Lampiran Hal-85)
Dari hasil pengolahan
data tabel diatas juga diperoleh nilai koefisien determinasi (R2)
sebesar 0,745 hal ini menunjukkan bahwa sekitar 74.5%, dimana initial return
(Y) dapat dijelaskan oleh variabel roa (X1), der (X2),
size(X3) dan reputasi (X4), sedangkan sisanya
sebesar (100-74.5=25.5%) dijelaskan
oleh sebab-sebab lain yang tidak
dibahas dalam penelitian ini.
Dan besarnya koefisien
korelasi berganda (R) = 0,863.
Ini berarti besar hubungan antara variabel bebas dengan variabel
terikat adalah cukup tinggi yaitu
sebesar 86.3%.
Standar Error of Estimate (SEE) sebesar 3.995 makin kecil nilai SEE akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel dependen. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dikemukakan maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Pengaruh ROA Terhadap Initial Return
Dari hipotesis yang dikemukakan
bahwa ROA berpengaruh terhadap initial
return pada perusahaan yang melakukan
Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia, terbukti kebenarannya, artinya ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap initial return pada
perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia.
Hasil penelitian ini didukung dengan
penelitian yang dilakkan oleh �(Wititastuti dan Zuliardi, 2021) menyatakan bahwa ROA dan umur perusahaan yang mempengaruhi tingkat initial
stock return. ROA berpengaruh negatif
signifikan terhadap initial
return, Umur Perusahaan berpengaruh
negatif signifikan terhadap initial return.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut bahwa semakin besar ROA suatu perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia berpengaruh terhadap besarnya initial return. Bila dilihat dari sudut pandang perusahaan tentu perusahaaningin menekan angka underpricing untuk memperoleh hasil pendanaan yang maksimal. ROA yang semakin besar bukan berarti peluang untuk menekan underpricing juga semakin besar pula, namun ada kalanya ketika investor melihat. ROA yang tinggi menginformasikan suatu keadaan perusahaan mampu menggunakan asetnya untuk memperoleh laba operasi yang semakin besar yang mengakibatkan kecenderungan underpricing meningkat, namun keadaan demikian juga tidak selamanya dilakukan atau dipilih oleh setiap investor, oleh sebab itu hasil penelitian ini menunjukkan ROA berpengaruh signifikan terhadap initial return perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia.
Pengaruh
Der Terhadap Initial
Return
Dari hipotesis yang dikemukakan
peneliti bahwa DER berpengaruh terhadap initial return pada
perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia, terbukti kebenerannya, artinya DER berpengaruh positif dan signifikan terhadap initial return pada perusahaan
yang melakukan Initial
Public Offering di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini didukung oleh Puri, Widya, Ririn, (2021) menyatakan bahwa Return On Asset
(ROA) dan Debt to Equity Ratio (DER), ukuran
perusahaan (Size) dan inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
underpricing.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut bahwa� pada pasar perdana, investor tidak memperdulikan tingkat hutang sebagai acuan untuk berinvestasi baik perusahaan memiliki tingkat hutang yang rendah ataupun perusahaan memiliki tingkat hutang yang tinggi. Karena menurut investor bahwa tingkat hutang tidak akan merubah tingkat underpricing yang akan terjadi. Hal ini dikuatkan dengan trade of theory yang menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat hutang yang tinggi disebabkan karena ingin mengurangi beban pajak yang ditanggung, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat hutang yang tinggi bukan berarti perusahaan tersebut telah gagal dalam tingkat operasionalnya akan tetapi perusaahaan tersebut menghindari beban pajak yang diterima. Berdasarkan hasil penelitian bahwa terbukti bahwa DER berpengaruh positif dan signifikan terhadap initial return pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia
Pengaruh
Size Terhadap Initial Return
Dari hipotesis yang dikemukakan
peneliti bahwa size berpengaruh Terhadap Initial Return terbukti
kebenerannya, artinya size berpengaruh positif dan signifikan terhadap initial return pada perusahaan
yang melakukan Initial
Public Offering di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Puri, Widya, Ririn, (2021) menyatakan bahwa Return On Asset (ROA) dan
Debt to Equity Ratio (DER), ukuran perusahaan (Size) dan inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap underpricing.
Umur perusahaan menunjukkan seberapa lama kemampuan perusahaan dalam bertahan dan bersaing. Perusahaan
yang sudah lama berdiri menandakan bahwa perusahaan tersebut mempunyai banyak pengalaman yang diperoleh dalam menghasilkan return bagi perusahaan dan akan berdampak pada meningkatnya return yang diterima
oleh investor . Semakin lama
umur suatu perusahaan maka semakin banyak pula informasi yang telah diperoleh masyarakat mengenai perusahaan tersebut. Dengan demikian maka akan
mengurangi tingkat asymetri informasi yang terjadi dan akan memperkecil tingkat ketidakpastian dimasa mendatang. Maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang telah lama berdiri mempunyai tingkat underpricing
yang lebih tinggi daripada perusahaan yang masih belum lama (baru).
Berperngaruhnya ukuran perusahaan terhadap underpricing disebakan karena investor lebih menilaiukuran perusahaannya. Kinerja perusahaan pada dasarnya merupakan hasil yang dicapai suatu perusahaan dengan mengelola sumber daya yang ada dalam perusahaan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan yang telah dutetapkan manajemen. Ukuran perusahaann menjadi pertimbangan investor apabila tidak dikeloka dengan seefektif dan seefisien mungkin, sehingga investor lebih memperhatikan hasil dari kinerja perusahaan tersebut.
Pengaruh Reputasi Underwritter Terhadap
Manajemen Laba
����������� Dari hipotesis yang dikemukakan
peneliti bahwa reputasi underwritter berpengaruh Terhadap Initial Return, tidak
terbukti kebenerannya, artinya reputasi underwriter
tidak berpengaruh dan
tidak signifikan terhadap initial
return pada perusahaan yang melakukan
Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini konsisten dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Ramadana, (2018)menyatakan bahwa 1). financial leverage berpengaruh positif terhadap underpricing, sedangkan profitabilitas, reputasi penjamin emisi, umur perusahaan
dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap underpricing.
����������� Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa tidak berpengaruhnya reputasi underwriter dapat disebabkan oleh kecenderungan
investor yang dalam penilaiannya
menilai bahwa semua underwriter yang menangani perusahaan dalam pelaksanaan IPO memiliki kompetensi yang sama. Underwriter
tidak terlalu dijadikan pertimbangan oleh
investor dalam pengambil keputusan untuk membeli saham perusahaan
yang melakukan IPO. Calon investor beranggapan pemilihan penjamin emisi semata-mata untuk keperluan penanganan IPO, tidak memiliki hubungan dengan perusahaan. Reputasi underwriter tidak
berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Tidak berpengaruhnya reputasi underwriter terhadap
underpricing disebabkan
bahwa investor tidak mempertimbangkan reputasi underwriter dalam
menilai emiten yang melakukan IPO.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dikemukakan di bab terdahulu, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :1) Variabel ROA berpengaruh terhadap initial return (Y) pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. 2) Variabel DER berpengaruh terhadap initial return (Y) pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. 3) Variabel Size berpengaruh terhadap initial return (Y) pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. 4)Variabel reputasi tidak berpengaruh terhadap initial return (Y) pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia.
BIBLIOGRAFI
Adeosun, L. P., & Ganiyu,
R. A. 2013. Corporate Reputation as a Strategic Asset. International Journal of
Business and Social Science, 4 (2), 220-225
Alviani, A. Lesmana. 2015.
�Analisis Rasio Keuangan ROA, ROE, Price Earning Ratio Terhadap Underpricing
Saham Perdana�. Jurnal, Akunida. Vol,
1. No, 1 Juni.
Agustian, Rendi dan Junaeni,
Irawati. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing
Saham pada Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering di BEI. Jurnal Ilmiah WIDYA. Vol.1. No 1.
Agus Sartono. 2010. Manajemen
Keuangan Teori dan Aplikasi. Edisi 4. Yogjakarta: BPFE
Aschebrock, R. 2017. �Ex ante and ex post uncertainty to explain
underpricing that is inherent to Initial Public Offerings : Evidence from the
United States for the period including the financial crisis 2003-2013.
https://thesis.eur.nl/pub/38842/Aschebrock-R.-400579-.pdf.
Alfin, A., & Dillak, V. J.
2021. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Net Initial Return (Studi
Empiris Pada Seluruh Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering (IPO) di
Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2016-2019). E-Proceeding of Management, 8(5), 4803
Bambang Riyanto. 2010.
Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi V. Yogyakarta: BPFE.
Badru, B. O. and Ahmad‐Zaluki, N. A. 2018. �Asian Review of Accounting Article information : Explaining IPO initial
returns in Malaysia: ex-ante uncertainty versus signalling�, Asian Review of Accounting, 26 (1), pp.
84-106.doi:10.1108/ARA-11-2016-0133.
Brigham, Eugene F., dan Joel
F. Houston, 2018, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Buku 1, Terjemahan oleh
Novietha Indra Sallama dan Febriany Kusumastuti, Edisi 14, Jakarta:Salemba
Empat
Fahmi, irham. 2012. Pengantar
Pasar Modal. Banda Aceh: Alfabeta.
Fauzan, H., & Siagian, B.
2017. Kamus Hukum dan Yurespondensi (1st ed.). Depok: Kencana.
Ferry dan Fitriasuri, 2022.
�Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Penawaran Umum Perdana
Periode 2015-2020�. Prosiding Seminar
Nasional Ekonomi Dan Bisnis, GCA. VOL.6
Firmanah, D. U., &
Muharam, H. 2015. �Analisis Pengaruh Informasi Non Keuangan, Informasi
Keuangan, dan Ownership Terhadap Underpricing Pada Perusahaan Non Keuangan yang
Melakukan Initial Public Offering (IPO) di BEI Periode 2008-2014�. Diponegoro Journal of Management, 4(4),
1�12.
Gemilang, D. N. & Awan, K.
D. 2016. Pengaruh Likuiditas, Leverage, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan Dan
Capital Intensity Terhadap Agresivitas Pajak Perusahaan (Studi Empiris Pada
Perusahaan Property Dan Real Estate Yang Terdaftar Di BEI Pada Tahun 2013- 2015)
(Doctoral Dissertation, Iain Surakarta)
Gunawan, M., & Jodin, V.
2015. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Saham Pada
Perusahaan Yang Melakukan Initial Public Offering Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia, XX(02), 174�192
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi
Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21 Update PLS Regresi. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
________ 2017. Model Persamaan
Struktural Konsep Dan Aplikasi Program AMOS 24. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Hanafi, Mamduh M. dan Abdul
Halim, 2014, Analisis Laporan Keuangan., Edisi tujuh., UPP AMP YKPN, Yogyakarta
Hidayat dan Dewi. 2014.
Pengaruh Net Profit Margin Dan Return On Assets Terhadap Harga Saham Pada
Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. LMAN, Vol.1, No.1, pp. 1-10, Pebruari.
Horne James C. Van dan John
M.Wachowicz. 2009. Prinsip�Prinsip Manajemen Keuangan. alih bahasa Dewi
Fitriasari dan Deny A.Kwary. Jakarta: Salemba Empat
Jogiyanto. 2013. Teori
Portofolio dan Analisis Investasi. BPFE: Yogyakarta.
Kasmir. 2015. Analisis
Laporan Keuangan. Edisi Satu. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
_______. 2016. Analisis
Laporan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kartika, Gusti Ayu Sri & I
Made Pande Dwiana Putra. 2017. Faktor-Faktor Underpricing Initial Public
Offering (IPO) di BEI. E-Jurnal Akuntansi
Universitas Udayana, 19(3), (2205-2233)
Kristanti, I. N. 2020. �Analisis
Faktor-faktor yang mempengaruhi Tingkat Underpricing pada Perusahaan yang
melakukan Initial Public�. Jurnal Teknik
Informatika Vol 8 No 2� Juni.
Kristiantari, I. D. 2013.
Analisis Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Penawaran
Perdana Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal
Ilmiah Akuntansi Dan Humaka Jinah, Vol 2, No 2, ISSN : 2089-3310
Khin et al. 2016. �An Analysis
of Initial Public Offering (IPO) Underpricing on SMES Firms Performances�. International Journal of Research Science
& Management. ISSN : 2349-519
Lestari, Anggelia Hayu, dkk.
2015. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham pada
Penawaran Umum Perdana di BEI Periode 2012- 2014. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB). Vol.25, No.1, Hal. 1-9.
Lukman Dendawijaya 2013.
Akuntansi Keuangan Menengah, Edisi 2, Yogyakarta : BPFE
Made Aida dan I Made Sadha,
2020. �Pengaruh Informasi Akuntansi dan Permintaan Investor terhadap
Underpricing�. e-Jurnal Akuntansi.
Vol. 30 No. 3 Denpasar, Maret 2020 Hal. 746-759.
Manurung, Adler Haymans. 2013.
Initial Public Offering (IPO) : Konsep, Teori dan Proses. Jakarta: PT Adler
Manurung Press.
Copyright holder: Danis Dwi Brahmansyah, Muslimin (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |