Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 2, Februari 2023

 

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT UNDERPRICING SAHAM PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN INITIAL PUBLIC OFFERING

 

Danis Dwi Brahmansyah, Muslimin

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pembangunan Nasional �Veteran�, Jawa Timur

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Kebutuhan dana suatu perusahaan akan terus meningkat seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan perusahaan. Perusahaan yang mebutuhkan dana tentunya tidak hanya mengandalkan pihak internal perusahaan saja, maka dari itu dengan adanya keterbatasan tersebut sebuah perusahaan melakukan go public dengan cara menjual sahamnya kepada publik. Initial Public Offering (IPO) merupakan penawaran saham untuk pertamakalinya kepada masyarakat luas. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dikemukakan di bab terdahulu, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :1) Variabel ROA berpengaruh terhadap initial return (Y) pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. 2) Variabel DER berpengaruh terhadap initial return (Y) pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. 3) Variabel Size berpengaruh terhadap initial return (Y) pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. 4)Variabel reputasi tidak berpengaruh terhadap initial return (Y) pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia.

 

Kata kunci: Saham, Underpricing, initial puckic offering

 

Abstract

The need for funds of a company will continue to increase along with the development and growth of the company. Companies that need funds certainly do not only rely on the company's internal parties, therefore with these limitations a company goes public by selling its shares to the public. Initial Public Offering (IPO) is the first public offering of shares. Based on the results of the data analysis that has been stated in the previous chapter, it can be concluded that: 1) The ROA variable affects the initial return (Y) on companies that conduct an Initial Public Offering on the Indonesia Stock Exchange. 2) The DER variable affects the initial return (Y) of companies that conduct an Initial Public Offering on the Indonesia Stock Exchange. 3) Variable Size affects the initial return (Y) of companies that conduct an Initial Public Offering on the Indonesia Stock Exchange. 4) The reputation variable does not affect the initial return (Y) of companies that conduct an Initial Public Offering on the Indonesia Stock Exchange.

 

Keywords: Stocks, Underpricing, initial puckic offering

 

Pendahuluan

(Suardikha dan Pradnyadevi, 2020). Go Public merupakan cara yang dilakukan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungsan perusahaan melalui pasar perdana yang biasa dikenal dengan isitilah Initial Public Offering (IPO)

Initial Public Offering (IPO) yaitu kegiatan perusahaan di pasar modal ketika menjual sahamnya untuk pertama kali atau biasa disebut sebagai penawaran umum perdana yang dilakukan di pasar perdana (primary market), pasar perdana yakni pasar bagi perusahaan yang melakukan penawaran umum (emiten) untuk menjual sahamnya pertama kali kepada investor. Modal dapat diperoleh perusahaan dengan cara perusahaan tersebut menjual surat berharganya di pasar modal. (Kuncoro dan Suryaputri, 2019)

����������� Fokus perusahaan pada saat initial public offering (IPO)yaitu penentuan harga saham perdana, penentuan saham perdana ini dilakukan atas persetujuan kedua belah puhak yaitu perusahaan yang akan initial public offering (IPO)dengan penjamin efek. Akan tetapi menentukan harga saham tidak semudah yang dibayangkan dikarenakan adanya perbedaan kepentingan dari masing-masing pihak dan perbedaaninformasi. Asimetris informasi yaitu adanya perbedaan dari informasi yang dimiliki oleh pihak yang ikut terlibat dalam melakukan initial public offering (IPO) yaitu perusahaan, penjamin, dan investor. (Alviani dan Lasmana, 2015).

����������� Ketika perusahaan akan melakukan initial public offering (IPO), perusahaan harus membuat prospektus yang merupakan ketentuan yang ditetapkan oleh BAPEPAM. idx, (2015). Informasi prospektus dapat dibagi menjadi dua, yaitu informasi akuntansi dan informasi non akuntansi. Informasi akuntansi adalah laporan keuangan yang terdiri dari neraca, perhitungan rugi/laba, laporan arus kas, dan penjelasan laporan keuangan. Informasi non akuntansi adalah informasi selain laporan keuangan seperti underwriter, auditor independen, konsultan hukum, nilai penawaran saham, persentase saham yang ditawarkan, umur perusahaan, dan informasi lainnya.

����������� Investor menggunakan informasi keuangan dan non-keuangan yang ada dalam prospektus ketika mereka membuat investasi di pasar modal. Pada saat perusahaan melakukan initial public offering (IPO), investor belum dapat mengetahui banyak informasi mengenai perusahaan tersebut. Investor hanya memperoleh informasi dari prospektus yang diterbitkan perusahaan sebelum melakukan penawaran perdana. Dari informasi akuntansi dan non akuntansi dalam prospektus itulah investor dapat menganalisis atau melakukan penilaian terhadap perusahaan tersebut. Hasil analisis atau penilaian prospektus ini dapat digunakan investor untuk membuat berbagai keputusan atau kesimpulan. Misalnya, apakah investor akan membeli saham perusahaan tersebut, apakah prospek perusahaan tersebut bagus, dan apakah harga saham perdana yang ditawarkan relatif sesuai atau wajar dengan kondisi perusahaan.

����������� Permasalahan yang terjadi ketika perusahaan melakukan initial public offering (IPO) di pasar modal adalah penentuan besarnya harga penawaran saham. Penentuan harga saham yang akan ditawarkan pada saat initial public offering (IPO) merupakan faktor yang penting, baik bagi emiten maupun underwriter karena berkaitan dengan jumlah dana yang akan diperoleh emiten dan resiko yang akan ditanggung oleh underwriter. Hal tersebut menyebabkan emiten menentukan harga yang tinggi pada saat initial public offering (IPO) untuk meningkatkan pemasukan dana semaksimal mungkin, sedangkan di sisi lain underwriter memilih untuk meminimalkan resiko yang terjadi untuk mencegah kerugian karena tidak terjualnya saham-saham emiten. Perbedaan persentase antara harga saham selama periode IPO di pasar perdana dengan harga di pasar sekunder disebut dengan initial return. (Wasiuzzaman et al.,2018).

����������� Menurut (Song, Tan dan Yi, 2014) secara teori hanya ada dua kasus penyebab initial public offering (IPO) mengalami initial return yang tinggi, yaitu (1) harga penawaran IPO terlalu rendah, menunjukkan bahwa ada underpricing di pasar primer atau (2) harga penutupan hari pertama terlalu tinggi, menunjukkan bahwa ada penilaian berlebihan di pasar sekunder. Dalam mekanisme pasar sering terjadi perbedaan harga saham pada pasar perdana dan pasar sekunder yang menimbulkan underpricing dan overpricing. Underpricing terjadi ketika offering price IPO lebih rendah dari closing price pada hari perdagangan pertama. (Badru dan Ahmad Zaluki, 2018). Sedangkan jika offering price lebih tinggi dari closing price pada 3 hari perdagangan pertama disebut overpricing.

����������� Menurut (Aschebrock, 2017) menyatakan bahwa fenomena underpricing tidak menguntungkan bagi emiten, karena perusahaan tidak dapat meningkatkan modal secara maksimal, namun bagi investor menjadi menguntungkan, karena investor dapat memperoleh return dari pembelian saham yang dilakukan. Underpricing dijadikan motivasi investor untuk melakukan investasi saham pada saat IPO, karena investor berharap mendapatkan initial return setiap melakukan investasi saham saat IPO. Prawesti (2016).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1

Perkembangan Perusahaan Yang Melakukan IPO Tahun 2017-2021


Sumber: BEI, (data diolah peneliti), 2022

����������� Berdasarkan gambar 1.1 dapat dilihat bahwa fenomena yang terjadi pada perusahaan yang melakukan initial public offering (IPO) pada tahun 2017 terdapat 36 perusahaan. Pada tahun 2018 mengalami peningkatan sebesar 55 perusahaan melakukan initial public offering (IPO). Pada tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 48 perusahaan melakukan initial public offering (IPO). Pada tahun 2020 mengalami peningkatan sebesar 51 perusahaan melakukan initial public offering (IPO). Pada tahun 2021 mengalami peningkatan sebesar 54 perusahaan melakukan initial public offering (IPO).

����������� Berdasarkan gambar 1.1. bahwa fenomena yang sering ditemukan ketika perusahaan melakukan IPO atau aktivitas go public adalah harga saham pada penawaran perdana mengalami kecenderungan underpricing yang ditandai dengan return yang positif, pada saat perusahaan malakukan IPO, kinerja saham IPO banyak mengalami penurunan harga saham jangka panjang (underperformed). Penurunan kinerja saham ini mengakibatkan investor yang membeli saham pada periode jangka panjang tidak menikmati return yang diharapkan, umumnya para investor akan memiliki informasi yang terbatas seperti yang diumumkan atau diterbitkan dalam prospektus, yang mana prospektus ini memuat rincian informasi dan juga fakta-fakta material terkait penawaran umum emiten baik berupa informasi keuangan ataupun non-keuangan. Semua informasi yang diungkapkan didalam prospektus ini akan membantu investor untuk membuat keputusan yang rasional mengenai hal-hal yang berkaitan dengan risiko dan nilai saham sesungguhnya yang di tawarkan oleh emiten juga membantu dalam membuat keputusan investasi.

����������� Dalam kurun waktu tahun 2017-2021 sejumlah perusahaan menunda penawaran umum perdana saham (initial public offering). Selain itu, perusahaan yang telah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun ini didominasi dengan emisi kecil, dalam kondisi ini, mau IPO apapun juga tidak akan laku. Penjamin emisi akan sulit mencari orang yang mau menyerap sebesar itu. Karena memang kondisi pasar sedang buruk, dalam dua tahun ini bursa saham memang sedang banyak dirundung masalah. Terutama karena banyak investor asing yang menjual portofolionya (net sell). investasi.kontan.co.id/2019.

����������� Informasi yang terbatas menjadi permasalahan dalam melakukan IPO salah satunya yaitu terjadi asimetri informasi, karena memberikan kesempatan pada setiap perusahaan untuk memanipulasi laba yang dilampirkan di laporan keuangan dengan menggunakan discretionary accrual, yaitu kebijakan akuntansi yang memberikan kebebasan pada manajemen untuk menentukan jumlah transaksi akrual secara fleksibel, dan mengakibatkan calon investor tertipu dengan laba dan buku laporan keuangan yang tinggi akibat hasil manipulasi penipuan laporan akuntansi, yang nantinya para investor bersedia menanamkan modalnya pada saham IPO dengan harga tinggi. (Kusumawati, 2016).

����������� Permasalahan penting yang dihadapkan perusahaan ketika pertama kali melakukan penawaran sahamnya adalah penentuan harga di pasar perdana. Di dalam kegiatan penawaran umum perdana, harga saham yang dijual di pasar perdana ditentukan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan emiten dan penjamin emisi (underwriter). Sedangkan harga saham di pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar, yaitu permintaan dan penawaran. Harga saham yang akan dijual di pasar (offering price) ditentukan terlebih dahulu oleh emiten (perusahaan yang akan go public) dengan penjamin emisi. Dalam menentukan offering price, emiten dan underwriter sering kali menghadapi kesulitan untuk menentukan harga wajar. Dalam tipe penjaminan full commitment, underwriter cenderung menetapkan offering price lebih rendah dari yang diharapkan oleh emiten dengan tujuan menekan risiko yang ditanggungnya, bila saham yang ditawarkan pada saat penawaran umum tidak habis terjual. Setelah penawaran umum tersebut selanjutnya harga saham di pasar sekunder akan ditentukan oleh mekanisme pasar (kekuatan tarik-menarik permintaan dan penawaran pasar) yang terjadi di bursa efek.

����������� Perbedaaan dua mekanisme penentuan di atas, sering mengakibatkan perbedaan harga saham yang sama antara pasar perdana (pada saat IPO) dan pasar sekunder. Apabila penentuan harga saham pada saat IPO lebih rendah dibanding dengan harga yang terjadi di pasar sekunder, maka fenomena ini disebut dengan underpricing sedangkan apabila harga IPO lebih tinggi dibanding dengan harga yang terjadi dipasar sekunder, maka fenomena ini disebut overpricing. Kondisi underpricing tidak menguntungkan bagi perusahaan yang melakukan go public, karena dana yang diperoleh dari go public tidak maksimum, selisih harga inilah yang dikenal sebagai initial return (IR) atau positif return bagi investor yaitu nilai positif yang diperoleh dari penawaran perdana mulai dari saat dibeli di pasar primer sampai pertama kali di daftarkan di pasar sekunder.

Keputusan dalam melakukan investasi merupakan salah satu hal penting yang dapat menjadi daya tarik untuk investor adalah profitabilitas (return on asset). Return on asset (ROA) atau istilah lain tingkat pengembalian aset adalah salah satu rasio profitabilitas, yaitu rasio yang menunjukkan seberapa efektif perusahaan beroperasi sehingga menghasilkan laba dengan memanfaatkan asetnya sendiri. (Morina dan Rahim, 2020).

 

Selain Return on asset (ROA) ukuran perusahaan juga dapat mempengaruhi adanya intial return. Pada dasarnya ukuran perusahaan menunjukkan pengalaman dan kemampuan suatu perusahaan dalam mengelola investasi yang diberikan para stakeholder untuk meningkatkan kemakmuran mereka. (Badru dan Ahmad, 2018). Informasi tentang perusahaan besar lebih banyak dan lebih mudah diperoleh investor dibandingkan perusahaan kecil, hal tersebut akan mengurangi asimetri informasi pada perusahaan yang besar sehingga akan mengurangi tingkat initial return. Semakin tumbuh besar ukuran sebuah industri pasti menampilkan adanya nilai total asset yang besar. Semakin besar pula nilai total asset industri maka dapat mempengaruhi nilai initial return yang didapatkan oleh investor. (Syarifudin dan Yuniarti, 2020).

����������� Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam melunasi hutangnya. Selain itu, rasio ini juga dapat digunakan untuk mengukur risiko perusahaan. (Mumtaz dan Ahmed, 2014). Debt to Equity Ratio (DER) digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya dengan menggunakan modal yang dimiliki. Rasio ini menunjukkan tingkat risiko kegagalan suatu perusahaan untuk membayar seluruh hutangnya, sehingga akan berdampak pada ketidakpastian harga saham. (Muharam dan Firmanah, 2015). Semakin tinggi Debt to Equity Ratio (DER), semakin tinggi pula risiko perusahaan, sehinggga investor akan menghindari perusahaan yang memiliki tingkat Debt to Equity Ratio (DER) yang tinggi, yang akan menyebabkan tingkat underpricing yang tinggi. (Thoriq, dkk, 2018).

����������� Underwriter adalah pihak yang menjamin emisi untuk suatu perusahaan.yang akan memperdagangkan sahamnya pada pasar modal. Fahmi 2012). Underwriter dalam hal ini memperoleh informasi lebih baik terkait permintaan saham-saham emiten, dibandingkan emiten itu sendiri. Underwriter yang mempunyai reputasi tinggi atau citra yang baik, tidak akan melakukan aksi penjaminan terhadap perusahaan yang mempunyai citra rendah, sehingga hal ini akan mendapatkan kepercayaan dari investor yang akan menanamkan modalnya. (Pratama, 2017).

����������� Kesalahan penetapan harga saham pada saat initial public offering (IPO)dapat menimbulkan dua kemungkinan yaitu Underpricing dan Overpricing. Dari kedua kemungkinan tersebut, underpricing adalah keadaan yang harus dihindari perusahaan. Underpricing terjadi ketika harga pada saat initial public offering (IPO)lebih rendah dibandingkan pada saat diperdagangkan di pasar sekunder, tentunya kondisi ini merugikan pihak emiten yang melakukan initial public offering (IPO), karena dana yang diperoleh dari penjualan saham ke publik tidak maksimum. (Fitriasuri dan Gunawan, 2022) Meski underpricing diklaim sebagai keadaan yang merugikan emiten, fenomena ini masih sering terjadi di pasar modal setiap tahun periodenya. Berikut perkembangan jumlah perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di BEI pada tahun 2017-2021.

 

 

 

Tabel 1

Perkembangan IPO Dan Fenomena Underpricing DI BEI Tahun 2017-2021

No������ TahunJumlah Emiten����������� Emiten UnderpricingRata-Rata Tingkat Underpricing Emiten Overpricing��� IR 0 atau Tetap

1��������� 2017��� 36������� 25������� 71,43%����������� 10������� 1

2��������� 2018��� 55������� 50������� 90,91%����������� 5��������� 0

3��������� 2019��� 55������� 51������� 92,73%����������� 4��������� 0

4��������� 2020��� 51������� 50������� 98,04%����������� 1��������� 0

5��������� 2021��� 53������� 28������� 53%���� 25������� 1

Jumlah 250����� 204����� ���������� 45������� 2

Sumber: BEI, data diolah, 2022.

����������� Berdasarkan tabel 1.1 menunjukkan bahwa setiap perusahaan yang melakukan initial public offering (IPO) rata-rata mengalami underpricing. Perusahaan yang melakukan initial public offering (IPO) yaitu sebanyak 250 emiten dari tahun 2017-2021, dari perusahaan yang melakukan initial public offering (IPO) sebanyak 204 emiten dalam kondisi underpricing dan yang mengalami overpricing sebanyak 45 emiten, dari tabel diatas juga diketahu tingkat perbedaan underpricing dari tahun ke tahunnya, fenomena inilah yang menjadi perhatian peneliti untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing ketika perusahaan melakukan initial public offering (IPO) di BEI.

Beradasrkan data pada tabel 1.1. mengindikasikan adanya sebagian besar perusahaan sektor pedagangan, jasa dan investasi yang melakukan initial public offering (IPO) di periode tersebut mengalami underpricing saham. Penelitian mengenai underpricing banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu. Faktor-faktor yang menyebabkan underpricing menurut (Saputra dan Suaryana, 2016) ukuran initial public offering (IPO), umur perusahaan, ukuran perusahaan merupakan faktor yang dapat diteliti mengapa terjadinya underpricing. Berdasarkan latar belakang peneliti melakukan penelitian dengan judulAnalisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Saham Pada Perusahaan Yang Melakukan Initial Public Offering�

 

Metode Penelitian

����������� Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian kuantitatif. Menurut (Sugiyono, 2019) istilah metode penelitian kuantitatif dikarenakan data penelitian yang dimiliki berupa angka dan analisis yang digunakan yaitu statistik. Penelitian ini dilakukan dengan menguji hipotesis untuk mendapatkan bukti secara empiris pengaruh antar variable. Menurut (Sugiyono, 2019), objek penelitian merupakan suatu sasaran ilmiah yang berguna untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu. Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah perusahaan yang melakukan initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2021.

����������� Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data kuantitatif yang diperoleh dari laporan keuangan tahunan perusahaan. Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya dan data yang diperoleh dari data sekunder tidak perlu diolah kembali. (Aprilliadi dan Pohan, 2020).

����������� Teknik pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari data dokumentasi perusahaan berupa laporan keuangan tahunan. Data sekunder diperoleh dari laporan keuangan tahunan perusahaan yang melakukan IPO pada periode 2017-2021 yang terdapat di www.idx.co.id dan website perusahaan. Selanjutnya akan dilakukan beberapa uji dari data yang telah diperoleh, yakni Uji Normalitas dan Uji Asumsi Klasik, menurut (Ghozali, 2017) apabila asumsi klasik terpenuhi maka estimasi regresi dengan ordinary least square (OLS) akan BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), artinya pengambilan keputusan melalui Uji F dan Uji T tidak boleh bias. Dalam penelitian terdapat beberapa uji asumsi klasik diantara lain yaitu: Autokorelasi, Heteroskedastisitas, Multikolinieritas, Koefisien Determinasi (R2)

Hasil dan Pembahasan

Pada deskripsi variabel akan dipaparkan gambaran dari suatu data yang dilihat dari jumlah sampel dan nilai rata-rata (mean) dari masing-masing variabel, Sebagai berikut:

Tabel 2

Deskriptif Penelitian


Sumber: data diolah, 2023 (Lampiran Hal-82)

Berdasarkan Tabel 4.2 menyajikan informasi deskriptif tentang variabel-variabel penelitian. Berdasarkan data di atas, variabel ROA mempunyai nilai standar deviasi 3.39 dan nilai mean yaitu 1.147, variabel DER mempunyai nilai standar deviasi 8.170 dan nilai mean yaitu 1.735, variabel size mempunyai nilai standar deviasi 0.484 dan nilai mean yaitu 25.55, variabel reputasi mempunyai nilai standar deviasi 0.477 dan nilai mean yaitu 1, variabel initial return mempunyai nilai standar deviasi 7.719 dan nilai mean yaitu 2.757.

Uji Kualitas Data

Uji Normalitas

����������� Menurut (Ghozali, 2013) bahwa dalam regresi OLS (Ordinary Least Square) asumsi normalitas diberlakukan pada ui (residual). Dalam regresi OLS (Ordinary Least Square) b0, b1, b2, b3 dan b4 adalah fungsi linier dari Y dan Y adalah fungsi linier dari ui (residual). Distribusi sampling dari regresi OLS (Ordinary Least Square) tergantung pada distribusi residual (ui), apabila residual (ui) berdistribusi normal dengan sendirinya b0, b1, b2, b3 dan b4 juga berdistribusi normal. Berikut ini hasil dari uji normalitas pada residual :

Tabel 3

Hasil Uji Normalitas

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber: data, diolah, peneliti, (2023). (Lampiran Hal-82)

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa uji Kolmogorov-Smirnov dengan Lilliefors Significance Correction menunjukkan hasil signifikan, bahwa semua variable yang diteliti memiliki distribusi yang normal (dapat dilihat bahwa nilai unstandarized 0.074> dari 0,05).

Uji Asumsi Klasik

����������� Tujuan utama menggunakan uji asumsi klasik adalah untuk mendapatkan koefisien yang terbaik linier dan tidak bias (BLUE : Best Linier Unbiassed Estimator).���� Uji asumsi klasik tersebut meliputi asumsi autokorelasi, multikolinieritas dan heteroskedastisitas.

1.     Uji Autokorelasi

����������� Adanya Autokorelasi dalam model regresi artinya adanya korelasi antar anggota sampel yang diurutkan berdasarkan waktu. Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi adalah uji Durbin Watson. Berikut ini hasil uji Durbin Watson :

Tabel 4

Hasil Uji Durbin Watson

Sumber: data diolah, 2023. (Lampiran Hal-83)

����������� Berdasarkan tabel diatas bahwa nilai DW (Durbin Watson) yang dihasilkan adalah sebesar 1.106 karena nilai DW (Durbin Watson) berada du(1.747) ≤ d(1.106) ≤4� du(4-1,747=2,25), maka dapat disimpulkan bahwa antar residual (kesalahan pengganggu) terdapat korelasi atau model regresi linier berganda yang dihasilkan terjadi autokorelasi.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperbaiki masalah autokokelasi yaitu dengan menggunakan metode Cochrane Orcutt dengan cara melakukan transformasi lag variabel terlebih dahulu. (Gujarati dan Porter, 2015). Adapun hasil uji autokorelasi menggunakan metode Cochrane Orcutt adalah sebagai berikut:

Tabel 5

Uji Autokorelasi Dengan Metode Lag Cochrane Orcutt

Sumber: data diolah, 2023. (Lampiran Hal-83)

Nilai DW (Durbin Watson) yang dihasilkan adalah sebesar 1.873 karena nilai DW (Durbin Watson) berada du(1.747) ≤ d(1.873) ≤ 4 � du (4-1,747=2,25), maka dapat disimpulkan bahwa antar residual (kesalahan pengganggu) terdapat korelasi atau model regresi linier berganda yang dihasilkan tidak terjadi autokorelasi.

2.     Uji Multikolinieritas

����������� Tolerance mengukur variabilitas variabel bebas yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/tolerance) dan menunjukkan adanya kolinieritas yang tinggi. Nilai cut off yang umum dipakai adalah nilai tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF diatas 10. Adapun besaran VIF dari masing-masing variabel bebas adalah sebagai berikut :

Tabel 6

Nilai VIF (Variance inflation Factor)

 

 

 

 

 

Sumber : data diolah, 2023. (Lampiran Hal-)

����������� Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak terjadi multikolinieritas, karena besaran VIF yang dihasilkan oleh seluruh variabel ROA(X��1), DER(X2), Size(X3) dan reputasi (X4) lebih kecil dari 10.�������

3.     Uji Heteroskedastisitas

����������� Heteroskedastisitas dapat diidentifikasikan dengan cara menghitung koefisien korelasi Rank Spearman antara nilai residual dengan seluruh variabel bebas. Hasil dari uji Rank Spearman adalah sebagai berikut:

Tabel 7

Hasil Korelasi Rank Spearman

Sumber: data diolah, 2023 (Lampiran Hal-84)

 

����������� Berdasarkan tabeldi atas dapat disimpulkan bahwa model regresi terjadi heteroskedastisitas, karena tingkat signifikansi yang dihasilkan oleh beberapa variabel roa (X��1), der (X2), size(X3) dan reputasi (X4) masih ad ayang < dari 5% (sig > 5%), maka masih terjadi gejala heteroskedastisitas.

����������� Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot atau menggunakan uji Glejser. Hasil dari pengujian ini dapat dilihat dari nilai sig > 5% maka tidak terjadi gejala heteroskedastisitas, sebaliknya apabila nilai sig <5% maka terjadi gejala heteroskedastisitas. Sebagai berikut:

 

 

 

 

Tabel 8

Hasil Uji Glejser

Sumber: data diolah, (2023). (Lampiran Hal-84)

����������� Setelah melakukan perbaikan dengan menstranformasi data dan menggunakan logaritma natural (LN) uji Gletser hasil uji heteroskedastisitas pada tabel diatas menunjukkan bahwa nilai signifikansi keempat variabel bebas lebih dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa sudah tidak terjadi heteroskedastisitas.

Hasil Analisis Regresi Berganda

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan metode regresi liniear berganda untuk melihat konsistensi dari pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependennya. Hasil analisis tersebut adalah sebagai berikut:

 

Tabel 9

Hasil Analisis Regresi Linear Berganda

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber : data diolah, (2023). (Lampiran Hal-85)

Berdasarkan tabel di atas diperoleh model persamaan regresi sebagai berikut :

Y =-11.264+2.055X1-0.135X2 +0.447X3+0.462X4+e

Dari model persamaan regresi linier tersebut di atas, dapat diinterprestasikan, sebagai berikut :

1.     Konstanta (a)

Nilai konstanta (a) sebesar -11.264 menunjukkan bahwa, apabila variabel roa (X1), der (X2), size(X3) dan reputasi (X4), konstan, maka besarnya initial return (Y) yaitu sebesar -11.264.

2.     Koefisien (β1) Untuk Variabel ROA (X��1)

Besarnya nilai koefisien regresi (β1) sebesar 2.055 yang artinya jika variabel ROA(X��1) naik sebesar satu satuan, maka besarnya initial return (Y) akan naik sebesar 2.055 dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya bersifat konstan.

3.     Koefisien (β2) Untuk Variabel DER (X2)

Besarnya nilai koefisien regresi (β2) sebesar -0.135, yang artinya nilai2) jika variabel DER (X2) turun sebesar satu satuan maka besarnya initial return (Y) akan turun sebesar -0.135 dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya bersifat konstan.

4.     Koefisien (β3) Untuk Variabel Size (X3)

Besarnya nilai koefisien regresi (β3) sebesar 0.447, yang artinya nilai4) jika variabel Size (X3) naik sebesar satu satuan maka besarnya initial return (Y) akan naik sebesar 0.477 dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya bersifat konstan.

Koefisien (β4) Untuk Variabel Reputasi (X4)

Besarnya nilai koefisien regresi4) sebesar 0.462, yang artinya nilai4) jika variabel reputasi(X4) naik sebesar satu satuan maka besarnya initial return (Y) akan naik sebesar 0.462 dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya bersifat konstan.

 

Goodness Of Fit

Uji F (Uji Kecocokan Model)

Untuk mengetahui cocok atau tidaknya alat analisa regresi yang digunakan dalam penelitian ini maka digunakan uji F. Dalam tabel berikut ini disajikan analisis Uji F.

 

Tabel 10

Hasil Analisis Uji F

 

 

 

 

 

 

 

Sumber: data diolah,(2023). (Lampiran Hal-85)

 

Terlihat dari angka Fhitung sebesar 58.394 dengan Sig.0,000 < 0,05 yang berarti signifikan, berarti secara bersama-sama perubahan variabel X1,X2,X3,X4 mampu menjelaskan perubahan variabel Y. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa model regresi yang digunakan untuk teknik analisis ini masih cocok, oleh karena itu untuk peneliti yang akan datang disarankan untuk menggunakan model teknik analisis yang sama atau dengan menambahkan data penelitian.

Uji t

Uji t bertujuan untuk menguji signifikansi pengaruh roa (X1), der (X2), size (X3) dan reputasi (X4) secara parsial terhadap initial return (Y) pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia tahun 2017-2021 di Bursa Efek Indonesia adalah sebagai berikut:

 

Tabel 11

Uji t

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber : data diolah, 2023. (Lampiran Hal-85)

a.     Pengaruh antara variabel ROA terhadap Y

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai pada level of significant 0.000<5%. Sehingga secara parsial variabel ROA berpengaruh terhadap initial return (Y) pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia.

b.     Pengaruh antara variabel DER terhadap Y

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai pada level of significant 0.038<5%. Sehingga secara parsial variabel DER berpengaruh terhadap initial return (Y) pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia.

c.     Pengaruh antara variabel SIZE terhadap Y

����������� Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai pada level of significant 0.005<5%. Sehingga secara parsial variabel Size berpengaruh terhadap initial return (Y) pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia.

4.�������� Pengaruh antara variabel X4 terhadap Y

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai pada level of significant 0.618>5%. Sehingga secara parsial variabel reputasi tidak berpengaruh terhadap initial return (Y) pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia.

Uji R2

Tabel 12

Hasil Koefisien Determinasi (R Square / R2)

 

 

 

 

 

Sumber : data diolah,(2023). (Lampiran Hal-85)

Dari hasil pengolahan data tabel diatas juga diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,745 hal ini menunjukkan bahwa sekitar 74.5%, dimana initial return (Y) dapat dijelaskan oleh variabel roa (X1), der (X2), size(X3) dan reputasi (X4), sedangkan sisanya sebesar (100-74.5=25.5%) dijelaskan oleh sebab-sebab lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.

Dan besarnya koefisien korelasi berganda (R) = 0,863. Ini berarti besar hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat adalah cukup tinggi yaitu sebesar 86.3%.

Standar Error of Estimate (SEE) sebesar 3.995 makin kecil nilai SEE akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel dependen. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dikemukakan maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

Pengaruh ROA Terhadap Initial Return

Dari hipotesis yang dikemukakan bahwa ROA berpengaruh terhadap initial return pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia, terbukti kebenarannya, artinya ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap initial return pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia.

Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakkan oleh (Wititastuti dan Zuliardi, 2021) menyatakan bahwa ROA dan umur perusahaan yang mempengaruhi tingkat initial stock return. ROA berpengaruh negatif signifikan terhadap initial return, Umur Perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap initial return.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut bahwa semakin besar ROA suatu perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia berpengaruh terhadap besarnya initial return. Bila dilihat dari sudut pandang perusahaan tentu perusahaaningin menekan angka underpricing untuk memperoleh hasil pendanaan yang maksimal. ROA yang semakin besar bukan berarti peluang untuk menekan underpricing juga semakin besar pula, namun ada kalanya ketika investor melihat. ROA yang tinggi menginformasikan suatu keadaan perusahaan mampu menggunakan asetnya untuk memperoleh laba operasi yang semakin besar yang mengakibatkan kecenderungan underpricing meningkat, namun keadaan demikian juga tidak selamanya dilakukan atau dipilih oleh setiap investor, oleh sebab itu hasil penelitian ini menunjukkan ROA berpengaruh signifikan terhadap initial return perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia.

Pengaruh Der Terhadap Initial Return

Dari hipotesis yang dikemukakan peneliti bahwa DER berpengaruh terhadap initial return pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia, terbukti kebenerannya, artinya DER berpengaruh positif dan signifikan terhadap initial return pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini didukung oleh Puri, Widya, Ririn, (2021) menyatakan bahwa Return On Asset (ROA) dan Debt to Equity Ratio (DER), ukuran perusahaan (Size) dan inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap underpricing.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut bahwapada pasar perdana, investor tidak memperdulikan tingkat hutang sebagai acuan untuk berinvestasi baik perusahaan memiliki tingkat hutang yang rendah ataupun perusahaan memiliki tingkat hutang yang tinggi. Karena menurut investor bahwa tingkat hutang tidak akan merubah tingkat underpricing yang akan terjadi. Hal ini dikuatkan dengan trade of theory yang menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat hutang yang tinggi disebabkan karena ingin mengurangi beban pajak yang ditanggung, maka dari itu dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat hutang yang tinggi bukan berarti perusahaan tersebut telah gagal dalam tingkat operasionalnya akan tetapi perusaahaan tersebut menghindari beban pajak yang diterima. Berdasarkan hasil penelitian bahwa terbukti bahwa DER berpengaruh positif dan signifikan terhadap initial return pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia

Pengaruh Size Terhadap Initial Return

Dari hipotesis yang dikemukakan peneliti bahwa size berpengaruh Terhadap Initial Return terbukti kebenerannya, artinya size berpengaruh positif dan signifikan terhadap initial return pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Puri, Widya, Ririn, (2021) menyatakan bahwa Return On Asset (ROA) dan Debt to Equity Ratio (DER), ukuran perusahaan (Size) dan inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap underpricing.

Umur perusahaan menunjukkan seberapa lama kemampuan perusahaan dalam bertahan dan bersaing. Perusahaan yang sudah lama berdiri menandakan bahwa perusahaan tersebut mempunyai banyak pengalaman yang diperoleh dalam menghasilkan return bagi perusahaan dan akan berdampak pada meningkatnya return yang diterima oleh investor . Semakin lama umur suatu perusahaan maka semakin banyak pula informasi yang telah diperoleh masyarakat mengenai perusahaan tersebut. Dengan demikian maka akan mengurangi tingkat asymetri informasi yang terjadi dan akan memperkecil tingkat ketidakpastian dimasa mendatang. Maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang telah lama berdiri mempunyai tingkat underpricing yang lebih tinggi daripada perusahaan yang masih belum lama (baru).

Berperngaruhnya ukuran perusahaan terhadap underpricing disebakan karena investor lebih menilaiukuran perusahaannya. Kinerja perusahaan pada dasarnya merupakan hasil yang dicapai suatu perusahaan dengan mengelola sumber daya yang ada dalam perusahaan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan yang telah dutetapkan manajemen. Ukuran perusahaann menjadi pertimbangan investor apabila tidak dikeloka dengan seefektif dan seefisien mungkin, sehingga investor lebih memperhatikan hasil dari kinerja perusahaan tersebut.

Pengaruh Reputasi Underwritter Terhadap Manajemen Laba

����������� Dari hipotesis yang dikemukakan peneliti bahwa reputasi underwritter berpengaruh Terhadap Initial Return, tidak terbukti kebenerannya, artinya reputasi underwriter tidak berpengaruh dan tidak signifikan terhadap initial return pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ramadana, (2018)menyatakan bahwa 1). financial leverage berpengaruh positif terhadap underpricing, sedangkan profitabilitas, reputasi penjamin emisi, umur perusahaan dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap underpricing.

����������� Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak berpengaruhnya reputasi underwriter dapat disebabkan oleh kecenderungan investor yang dalam penilaiannya menilai bahwa semua underwriter yang menangani perusahaan dalam pelaksanaan IPO memiliki kompetensi yang sama. Underwriter tidak terlalu dijadikan pertimbangan oleh investor dalam pengambil keputusan untuk membeli saham perusahaan yang melakukan IPO. Calon investor beranggapan pemilihan penjamin emisi semata-mata untuk keperluan penanganan IPO, tidak memiliki hubungan dengan perusahaan. Reputasi underwriter tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Tidak berpengaruhnya reputasi underwriter terhadap underpricing disebabkan bahwa investor tidak mempertimbangkan reputasi underwriter dalam menilai emiten yang melakukan IPO.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dikemukakan di bab terdahulu, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :1) Variabel ROA berpengaruh terhadap initial return (Y) pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. 2) Variabel DER berpengaruh terhadap initial return (Y) pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. 3) Variabel Size berpengaruh terhadap initial return (Y) pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. 4)Variabel reputasi tidak berpengaruh terhadap initial return (Y) pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

Adeosun, L. P., & Ganiyu, R. A. 2013. Corporate Reputation as a Strategic Asset. International Journal of Business and Social Science, 4 (2), 220-225

 

Alviani, A. Lesmana. 2015. �Analisis Rasio Keuangan ROA, ROE, Price Earning Ratio Terhadap Underpricing Saham Perdana�. Jurnal, Akunida. Vol, 1. No, 1 Juni.

 

Agustian, Rendi dan Junaeni, Irawati. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Saham pada Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering di BEI. Jurnal Ilmiah WIDYA. Vol.1. No 1.

 

Agus Sartono. 2010. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Edisi 4. Yogjakarta: BPFE

 

Aschebrock, R. 2017. �Ex ante and ex post uncertainty to explain underpricing that is inherent to Initial Public Offerings : Evidence from the United States for the period including the financial crisis 2003-2013. https://thesis.eur.nl/pub/38842/Aschebrock-R.-400579-.pdf.

 

Alfin, A., & Dillak, V. J. 2021. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Net Initial Return (Studi Empiris Pada Seluruh Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2016-2019). E-Proceeding of Management, 8(5), 4803

 

Bambang Riyanto. 2010. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi V. Yogyakarta: BPFE.

 

Badru, B. O. and AhmadZaluki, N. A. 2018. �Asian Review of Accounting Article information : Explaining IPO initial returns in Malaysia: ex-ante uncertainty versus signalling�, Asian Review of Accounting, 26 (1), pp. 84-106.doi:10.1108/ARA-11-2016-0133.

 

Brigham, Eugene F., dan Joel F. Houston, 2018, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Buku 1, Terjemahan oleh Novietha Indra Sallama dan Febriany Kusumastuti, Edisi 14, Jakarta:Salemba Empat

 

Fahmi, irham. 2012. Pengantar Pasar Modal. Banda Aceh: Alfabeta.

 

Fauzan, H., & Siagian, B. 2017. Kamus Hukum dan Yurespondensi (1st ed.). Depok: Kencana.

 

Ferry dan Fitriasuri, 2022. �Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Penawaran Umum Perdana Periode 2015-2020�. Prosiding Seminar Nasional Ekonomi Dan Bisnis, GCA. VOL.6

 

Firmanah, D. U., & Muharam, H. 2015. �Analisis Pengaruh Informasi Non Keuangan, Informasi Keuangan, dan Ownership Terhadap Underpricing Pada Perusahaan Non Keuangan yang Melakukan Initial Public Offering (IPO) di BEI Periode 2008-2014�. Diponegoro Journal of Management, 4(4), 1�12.

 

Gemilang, D. N. & Awan, K. D. 2016. Pengaruh Likuiditas, Leverage, Profitabilitas, Ukuran Perusahaan Dan Capital Intensity Terhadap Agresivitas Pajak Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan Property Dan Real Estate Yang Terdaftar Di BEI Pada Tahun 2013- 2015) (Doctoral Dissertation, Iain Surakarta)

 

Gunawan, M., & Jodin, V. 2015. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Saham Pada Perusahaan Yang Melakukan Initial Public Offering Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia, XX(02), 174�192

 

Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21 Update PLS Regresi. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

 

________ 2017. Model Persamaan Struktural Konsep Dan Aplikasi Program AMOS 24. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

 

Hanafi, Mamduh M. dan Abdul Halim, 2014, Analisis Laporan Keuangan., Edisi tujuh., UPP AMP YKPN, Yogyakarta

 

Hidayat dan Dewi. 2014. Pengaruh Net Profit Margin Dan Return On Assets Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. LMAN, Vol.1, No.1, pp. 1-10, Pebruari.

 

Horne James C. Van dan John M.Wachowicz. 2009. Prinsip�Prinsip Manajemen Keuangan. alih bahasa Dewi Fitriasari dan Deny A.Kwary. Jakarta: Salemba Empat

 

Jogiyanto. 2013. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. BPFE: Yogyakarta.

 

Kasmir. 2015. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Satu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

 

_______. 2016. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kartika, Gusti Ayu Sri & I Made Pande Dwiana Putra. 2017. Faktor-Faktor Underpricing Initial Public Offering (IPO) di BEI. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 19(3), (2205-2233)

 

Kristanti, I. N. 2020. �Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Tingkat Underpricing pada Perusahaan yang melakukan Initial Public�. Jurnal Teknik Informatika Vol 8 No 2Juni.

 

Kristiantari, I. D. 2013. Analisis Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Penawaran Perdana Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan Humaka Jinah, Vol 2, No 2, ISSN : 2089-3310

 

Khin et al. 2016. �An Analysis of Initial Public Offering (IPO) Underpricing on SMES Firms Performances�. International Journal of Research Science & Management. ISSN : 2349-519

 

Lestari, Anggelia Hayu, dkk. 2015. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham pada Penawaran Umum Perdana di BEI Periode 2012- 2014. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB). Vol.25, No.1, Hal. 1-9.

 

Lukman Dendawijaya 2013. Akuntansi Keuangan Menengah, Edisi 2, Yogyakarta : BPFE

 

Made Aida dan I Made Sadha, 2020. �Pengaruh Informasi Akuntansi dan Permintaan Investor terhadap Underpricing�. e-Jurnal Akuntansi. Vol. 30 No. 3 Denpasar, Maret 2020 Hal. 746-759.

 

Manurung, Adler Haymans. 2013. Initial Public Offering (IPO) : Konsep, Teori dan Proses. Jakarta: PT Adler Manurung Press.

Copyright holder:

Danis Dwi Brahmansyah, Muslimin (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: