Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 2, Februari 2023

 

EVALUASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM DANA BERGULIR BLU PUSAT P2H DI GAPOKTAN BERINGIN JAYA DESA TALANG BERINGIN KECAMATAN PULAU PANGGUNG KABUPATEN TANGGAMUS

 

Herman Sodik, Sriati, Didi Tahyudin

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya

Email: [email protected]

 

Abstrak

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, menganalisis serta mengidentifikasi mengenai pelaksanaan pemberdayaan masyarakat melalui program dana bergulir oleh BLU Pusat P2H di Gapoktan Beringin Jaya Kabupaten Tanggamus. Adapun tujuan khusus dalam penelitian yaitu menganalisis proses pelaksanaan pemberdayaan masyarakat penerima program dana bergulir di Gapoktan Beringin Jaya Kabupaten Tanggamus, mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pemberdayaan masyarakat melalui program dana bergulir di Gapoktan Beringin Jaya Kabupaten Tanggamus, mengevaluasi pemberdayaan masyarakat melalui program dana bergulir di Gapoktan Beringin Jaya Kabupaten Tanggamus, dan mengetahui hasil dari dari pemberdayaan masyarakat melalui program dana bergulir BLU Pusat P2H dengan melihat aspek peningkatan kapasitas manusia, kelembagaan dan jejaring Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif yang menjelaskan mengenai Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat Melaui Program Dana Bergulir Di Gabungan Kelompok Tani Beringin Jaya Kabupaten Tanggamus dan didukung dengan data kuantitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa observasi, wawancara dan dokumentasi yang dilakukan langsung ke Gabungan Kelompok Tani Beringin Jaya Kabupaten Tanggamus. Hasil penelitian ini yaitu pelaksanaan pemberdayaan masyarakat oleh BLU Pusat P2H melalui program dana bergulir di Gapoktan Beringin Jaya pada penelitian ini dilakukan melalui pendekatan 5P yang meliputi pemungkinan, penguatan, perlindungan, penyokongan, dan pemeliharaan. Faktor pendukung pemberdayaan masyarakat melalui program dana bergulir adalah adanya partisipasi masyarakat, kesesuaian lokasi, dana bergulir yang dapat diakses dengan mudah untuk dijadikan sebagai modal usaha, dan adanya pelibatan seluruh anggota kelompok dalam menjalankan kegiatan.

 

Kata kunci : Pemberdayaan Masyarakat, Program Dana Bergulir, BLU Pusat P2H

 

Abstract

In general, this study aims to determine, analyze and identify the implementation of community empowerment through a revolving fund program by the P2H Center BLU in the Beringin Jaya Gapoktan, Tanggamus Regency. The specific objectives of the research are to analyze the process of implementing community empowerment for recipients of the revolving fund program in the Beringin Jaya Gapoktan, Tanggamus Regency, identifying the supporting and inhibiting factors for the implementation of community empowerment through the revolving fund program in the Beringin Jaya Gapoktan, Tanggamus Regency, evaluating community empowerment through the revolving fund program in the Gapoktan. Beringin Jaya, Tanggamus Regency, and knowing the results of community empowerment through the P2H Center BLU revolving fund program by looking at the aspects of increasing human, institutional and network capacity. This research uses a descriptive qualitative method approach that explains the Evaluation of Community Empowerment through Revolving Fund Programs at the Association of Farmers' Groups. Beringin Jaya, Tanggamus Regency and supported by quantitative data. The data collection techniques used in this study were observation, interviews and documentation which were carried out directly to the Beringin Jaya Farmers Group Association, Tanggamus Regency. The results of this study are the implementation of community empowerment by the P2H Central BLU through a revolving fund program at the Beringin Jaya Gapoktan. This research is carried out through a 5P approach which includes enabling, strengthening, protecting, supporting, and maintaining. Supporting factors for community empowerment through the revolving fund program are community participation, location suitability, revolving funds that can be easily accessed to serve as business capital, and the involvement of all group members in carrying out activities..

 

Keywords : Community Empowerment, Revolving Fund Program, P2H Central BLU

 

Pendahuluan

����������� Potensi hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki peranan penting bagi kehidupan dan kelangsungan hidup manusia. Peranan hutan secara ekologi maupun ekonomi mampu menjadikan hutan sebagai sumber pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa ketergantungan masyarakat terhadap hutan amatlah besar dan hal ini bukan merupakan hal yang baru di Indonesia terutama pada masyarakat yang bermukim sekitar hutan baik di bagian hulu dan hilir hutan (Holilah, 2016).

����������� Kebijakan pemerintah dalam pembangunan kehutanan yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat di dalam dan sekitar hutan melalui strategi kehutanan sosial (Social Forestry) diwujudkan dengan program Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL). Kebijakan tersebut memberikan peluang besar kepada masyarakat untuk menjadi garda depan dalam pengelolaan hutan secara berkelanjutan dan sekaligus mendapatkan pengakuan serta diperhatikan keberadaannya oleh pemerintah sebagai masyarakat tradisional yang memiliki ketergantungan hidup terhadap potensi sumberdaya hutan (Hakim, Setiasih Irawanti and et al, 2010).

����������� Perhutanan sosial dirancang sebagai suatu (Social Forestry) sistem pengelolaan hutan lestari, Social Forestry dilakukan pada kawasan hutan negara dan atau hutan hak/adat. Sebagaimana tertuang dalam peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 83 Tahun 2016 dimana perhutanan sosial dilakukan oleh masyarakat setempat dan masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama pengelolaan hutan untuk kesejahteraan masyarakat dan kelestarian serta keseimbangan lingkungan dengan dinamika sosial budaya setempat. Adapun bentuk dari perhutanan sosial tersebut berbentuk Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Rakyat (HR), Hutan Adat dan Kemitraan Kehutanan (Supriyanto, 2019).

����������� Pengelolaan hutan dengan skema perhutanan sosial diberikan kepada masyarakat melalui Menurut data Direktorat Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial Kementerian LHK jumlah SK yang telah diterbitkan dalam kurun waktu tahun 2015-2020 adalah sebanyak 6.697 SK ijin/hak.Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Lampung tahun 2020 menunjukan jumlah perhutanan sosial di provinsi lampung mencapai � 184 ribu ha. Jumlah tersebut meliputi 35 ribu ha Kemitraan kehutanan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi, 125 ribu ha Hutan Kemasyarakatan, 20 ribu ha Hutan Rakyat, Hutan desa dan Kemitraan Konservasi di Tahura masing-masing 2 ribu ha. Adapun luas areal perhutanan sosial tersebut dimanfaatkan oleh 154 kelompok pengelola Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dikelola oleh 8 koperasi dan 5 Kesatuan Pengelolaan Hutan, Hutan Desa oleh 22 Desa pengelola, 66 MoU untuk Kemitraan Kehutanan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi serta 3 MoU untuk Kemitraan Konservasi di Tahura (Ahmad Supardi, 2020).

����������� Program perhutanan sosial di Provinsi Lampung belum berjalan optimal meski Pemerintah telah melakukan upaya mendorong kebijakan daerah dalam implementasi percepatan perhutanan sosial dan menjamin kepastian wilayah kelola. Penyebab terhambatnya pengelolaan perhutanan sosial tidak terlepas dari isu kebijakan dimana masyarakat kurang memiliki rasa kepemilikan sumberdaya hutan. Isu sosial ekonomi seperti rendahnya pendapatan masyarakat yang bersumber dari kehutanan dan sulitnya mengembangkan potensi diri serta isu kelembagaan mengenai kurangnya peran para pihak dan lemahnya sinergitas pemerintah sehingga menyebabkan sulitnya akses masyarakat terhadap modal yang meliputi sarana dan prasarana, finansial, pasar, IPTEK, dan informasi (Herawati et al., 2017).

����������� Maka dari itu pemerintah berupaya untuk menciptakan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai atau berkuasa atas kehidupannya. Melalui Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan (BLU Pusat P2H) yang merupakan lembaga pemerintah non-bank yang memiliki tugas penyedia dan pemberian dana bergulir untuk mendukung pembiayaan usaha kehutanan dalam rangka peningkatan pemberdayaan ekonomi masyarakat, pengentasan kemiskinan, perluasan kesempatan kerja, peningkatan produktivitas hutan dan perbaikan mutu lingkungan melalui program rehabilitasi hutan dan lahan.

����������� Program dana bergulir dapat dimanfaatkan oleh penerima program sebagai modal usaha produktif, pembangunan lingkungan dan pengembangan sumberdaya manusia dalam kelompok penerima program. Dimana kegiatan yang dilakukan tentu dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui upaya pemberdayaan (empowering). Pemberdayaan dimaksud selain untuk memberikan pendampingan dan penguatan pada penerima program, juga sebagai dasar melaksanakan paradigma baru pembangunan dimana masyarakat tidak lagi menjadi obyek melainkan menjadi subyek dalam sebuah pembangunan masyarakat.

����������� Gapoktan Beringin Jaya merupakan salah satu gapoktan di Kabupaten Tanggamus yang telah mengakses fasilitas dana bergulir dari BLU Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan. Program yang terlaksana pada tahun 2018 tersebut merupakan pembiayaan skema pinjaman On Farm penanaman pala di areal hutan lindung. Program ini dipilih dengan alasan bahwa pada hutan lindung tidak diperbolehkan untuk adanya aktivitas penebangan kayu. Maka, kegiatan yang paling efektif adalah dengan pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan tetap adanya tegakan yang dapat menopang keaslian hutan. Hal unik lainnya adalah program dana bergulir pada umumnya pengembalian dana dilakukan dari hasil program yang dibiayai, tidak demikian pada gapoktan beringin jaya bahwa pengembalian dana akan dilakukan oleh hasil dari panen kopi yang sudah tumbuh subur di lahan garapan petani.

����������� Pada prosesnya, program dana bergulir yang telah diakses oleh gapoktan beringin jaya tidak terlepas dari sebuah kegiatan pemberdayaan masyarakat. Dimana dana bergulir yang diberikan adalah salah satu upaya peningkatan kualitas hidup petani dan sebagai modal dalam pengelolaan izin usaha pengelolaan hutan. Program ini diharapkan juga akan menumbuhkan kemandirian dan mengubah mindset masyarakat agar lebih berdaya dan mandiri. Pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan masyarakat melalui program dana bergulir perlu dilakukan dengan upaya pendekatan atau dimensi pemberdayaan yang mana dimensi pemberdayaan ini akan mampu menciptakan kondisi yang memperkuat pengetahuan, memberikan dorongan serta menciptakan suasana kondusif dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat melalui program dana bergulir.

����������� Berdasarkan realita dilapangan, sampai saat ini dalam berlangsungnya program dana bergulir tersebut ditemukan kendala dan belum tercapainya target dari sebuah pemberdayaan masyarakat yaitu kemandirian dan peningkatan kualitas hidup petani. Hal ini dilatar belakangi karena dana bergulir yang digunakan diperuntukan untuk usaha yang hasilnya baru dapat dirasakan dalam jangka waktu yang cukup lama. Kemudian program tersebut belum sepenuhnya dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat atau petani penggarap. sehingga harapan para penerima program dana bergulir dapat menjadi contoh kelompok lain dan dana dapat dikembalikan untuk digulirkan kembali pada kelompok lainnya belum berjalan secara optimal.

����������� Potensi hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki peranan penting bagi kehidupan dan kelangsungan hidup manusia. Peranan hutan secara ekologi maupun ekonomi mampu menjadikan hutan sebagai sumber pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa ketergantungan masyarakat terhadap hutan amatlah besar dan hal ini bukan merupakan hal yang baru di Indonesia terutama pada masyarakat yang bermukim sekitar hutan baik di bagian hulu dan hilir hutan (Holilah, 2016).

����������� Kebijakan pemerintah dalam pembangunan kehutanan yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat di dalam dan sekitar hutan melalui strategi kehutanan sosial (Social Forestry) diwujudkan dengan program Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL). Kebijakan tersebut memberikan peluang besar kepada masyarakat untuk menjadi garda depan dalam pengelolaan hutan secara berkelanjutan dan sekali mendapatkan pengakuan serta diperhatikan keberadaannya oleh pemerintah sebagai masyarakat tradisional yang memiliki ketergantungan hidup terhadap potensi sumberdaya hutan (Hakim, Setiasih Irawanti and et al, 2010).

����������� Perhutanan sosial dirancang sebagai suatu (Social Forestry) sistem pengelolaan hutan lestari, Social Forestry dilakukan pada kawasan hutan negara dan atau hutan hak/adat. Sebagaimana tertuang dalam peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 83 Tahun 2016 dimana perhutanan sosial dilakukan oleh masyarakat setempat dan masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama pengelolaan hutan untuk kesejahteraan masyarakat dan kelestarian serta keseimbangan lingkungan dengan dinamika sosial budaya setempat. Adapun bentuk dari perhutanan sosial tersebut berbentuk Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Rakyat (HR), Hutan Adat dan Kemitraan Kehutanan (Supriyanto, 2019).

Pengelolaan hutan dengan skema perhutanan sosial diberikan kepada masyarakat melalui Menurut data Direktorat Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial Kementerian LHK jumlah SK yang telah diterbitkan dalam kurun waktu tahun 2015-2020 adalah sebanyak 6.697 SK ijin/hak.Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Lampung tahun 2020 menunjukan jumlah perhutanan sosial di provinsi lampung mencapai � 184 ribu ha. Jumlah tersebut meliputi 35 ribu ha Kemitraan kehutanan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi, 125 ribu ha Hutan Kemasyarakatan, 20 ribu ha Hutan Rakyat, Hutan desa dan Kemitraan Konservasi di Tahura masing-masing 2 ribu ha. Adapun luas areal perhutanan sosial tersebut dimanfaatkan oleh 154 kelompok pengelola Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dikelola oleh 8 koperasi dan 5 Kesatuan Pengelolaan Hutan, Hutan Desa oleh 22 Desa pengelola, 66 MoU untuk Kemitraan Kehutanan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi serta 3 MoU untuk Kemitraan Konservasi di Tahura (Ahmad Supardi, 2020).

����������� Program perhutanan sosial di Provinsi Lampung belum berjalan optimal meski Pemerintah telah melakukan upaya mendorong kebijakan daerah dalam implementasi percepatan perhutanan sosial dan menjamin kepastian wilayah kelola. Penyebab terhambatnya pengelolaan perhutanan sosial tidak terlepas dari isu kebijakan dimana masyarakat kurang memiliki rasa kepemilikan sumberdaya hutan. Isu sosial ekonomi seperti rendahnya pendapatan masyarakat yang bersumber dari kehutanan dan sulitnya mengembangkan potensi diri serta isu kelembagaan mengenai kurangnya peran para pihak dan lemahnya sinergitas pemerintah sehingga menyebabkan sulitnya akses masyarakat terhadap modal yang meliputi sarana dan prasarana, finansial, pasar, IPTEK, dan informasi (Herawati et al., 2017).

����������� Maka dari itu pemerintah berupaya untuk menciptakan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai atau berkuasa atas kehidupannya. Melalui Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan (BLU Pusat P2H) yang merupakan lembaga pemerintah non-bank yang memiliki tugas penyedia dan pemberian dana bergulir untuk mendukung pembiayaan usaha kehutanan dalam rangka peningkatan pemberdayaan ekonomi masyarakat, pengentasan kemiskinan, perluasan kesempatan kerja, peningkatan produktivitas hutan dan perbaikan mutu lingkungan melalui program rehabilitasi hutan dan lahan.

����������� Program dana bergulir dapat dimanfaatkan oleh penerima program sebagai modal usaha produktif, pembangunan lingkungan dan pengembangan sumberdaya manusia dalam kelompok penerima program. Dimana kegiatan yang dilakukan tentu dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui upaya pemberdayaan (empowering). Pemberdayaan dimaksud selain untuk memberikan pendampingan dan penguatan pada penerima program, juga sebagai dasar melaksanakan paradigma baru pembangunan dimana masyarakat tidak lagi menjadi obyek melainkan menjadi subyek dalam sebuah pembangunan masyarakat.

����������� Gapoktan Beringin Jaya merupakan salah satu gapoktan di Kabupaten Tanggamus yang telah mengakses fasilitas dana bergulir dari BLU Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan. Program yang terlaksana pada tahun 2018 tersebut merupakan pembiayaan skema pinjaman On Farm penanaman pala di areal hutan lindung. Program ini dipilih dengan alasan bahwa pada hutan lindung tidak diperbolehkan untuk adanya aktivitas penebangan kayu. Maka, kegiatan yang paling efektif adalah dengan pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan tetap adanya tegakan yang dapat menopang keaslian hutan. Hal unik lainnya adalah program dana bergulir pada umumnya pengembalian dana dilakukan dari hasil program yang dibiayai, tidak demikian pada gapoktan beringin jaya bahwa pengembalian dana akan dilakukan oleh hasil dari panen kopi yang sudah tumbuh subur di lahan garapan petani.

����������� Pada prosesnya, program dana bergulir yang telah diakses oleh gapoktan beringin jaya tidak terlepas dari sebuah kegiatan pemberdayaan masyarakat. Dimana dana bergulir yang diberikan adalah salah satu upaya peningkatan kualitas hidup petani dan sebagai modal dalam pengelolaan izin usaha pengelolaan hutan. Program ini diharapkan juga akan menumbuhkan kemandirian dan mengubah mindset masyarakat agar lebih berdaya dan mandiri. Pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan masyarakat melalui program dana bergulir perlu dilakukan dengan upaya pendekatan atau dimensi pemberdayaan yang mana dimensi pemberdayaan ini akan mampu menciptakan kondisi yang memperkuat pengetahuan, memberikan dorongan serta menciptakan suasana kondusif dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat melalui program dana bergulir.

Berdasarkan realita dilapangan, sampai saat ini dalam berlangsungnya program dana bergulir tersebut ditemukan kendala dan belum tercapainya target dari sebuah pemberdayaan masyarakat yaitu kemandirian dan peningkatan kualitas hidup petani. Hal ini dilatar belakangi karena dana bergulir yang digunakan diperuntukan untuk usaha yang hasilnya baru dapat dirasakan dalam jangka waktu yang cukup lama. Kemudian program tersebut belum sepenuhnya dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat atau petani penggarap. sehingga harapan para penerima program dana bergulir dapat menjadi contoh kelompok lain dan dana dapat dikembalikan untuk digulirkan kembali pada kelompok lainnya belum berjalan secara optimal.

 

Metode Penelitian

����������� Metode penelitian yang digunakan dalam pemecahan permasalahan termasuk metode analisis. Keterangan gambar diletakkan menjadi bagian dari judul gambar (figure caption) bukan menjadi bagian dari gambar. Metode-metode yang digunakan dalam penyelesaian penelitian dituliskan di bagian ini.

����������� Pada Metode Penelitian, Alat-alat kecil dan bukan utama (sudah umum berada di lab, seperti: gunting, gelas ukur, pensil) tidak perlu dituliskan, tetapi cukup tuliskan rangkaian peralatan utama saja, atau alat-alat utama yang digunakan untuk analisis dan/atau karakterisasi, bahkan perlu sampai ke tipe dan akurasi; Tuliskan secara lengkap lokasi penelitian, jumlah responden, cara mengolah hasil pengamatan atau wawancara atau kuesioner, cara mengukur tolok ukur kinerja; metode yang sudah umum tidak perlu dituliskan secara detail, tetapi cukup merujuk ke buku acuan. Prosedur percobaan harus dituliskan dalam bentuk kalimat berita, bukan kalimat perintah.

����������� Penelitian ini menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif yang menjelaskan mengenai Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Dana Bergulir Di Gabungan Kelompok Tani Beringin Jaya Kabupaten Tanggamus dan didukung dengan data kuantitatif. Pemilihan metode kualitatif deskriptif dimaksudkan untuk membuat deskripsi mengenai situasi-situasi dan kejadian-kejadian dalam objek penelitian. Tujuannya adalah untuk membuat pengindraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi di daerah tertentu disesuaikan dengan data dan referensi lain yang sesuai dan relevan dengan keadaan.

����������� Penelitian ini di desain dengan menganalisis objek penelitian yang dilakukan mendasarkan atas teori evaluasi yang telah ada yaitu dengan model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product). Adapun pemilihan model evaluasi ini karena tidak hanya melihat tentang sebuah hasil tetapi juga mengkaji bagaimana tentang masukan, konteks dan proses dalam sebuah kegiatan pemberdayaan masyarakat.

 

Hasil dan Pembahasan

Deskripsi Hasil Penelitian

Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Program Dana Bergulir

����������� Hutan memiliki peran secara ekologi maupun ekonomi sebagai sumber dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat dan dalam hal ini, pemerintah memiliki peran yang penting dalam menetapkan kebijakan guna membangun kehutanan sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat di sekitar lingkungan hutan. Kebijakan tersebut diwujudkan dengan program Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL). Kehutanan sosial di Provinsi Lampung sudah berjalan namun belum optimal meskipun telah dilakukan beberapa upaya oleh Pemerintah. Untuk itu, Pemerintah melalui BLU Pusat P2H menciptakan pemberdayaan masyarakat dengan menciptakan program dana bergulir. Gapoktan Beringin Jaya merupakan salah satu Gapoktan di Kabupaten Tanggamus yang menggunakan fasilitas dana bergulir dari BLU Pusat P2H. Dalam menerapkan pemberdayaan masyarakat, hal-hal yang dilakukan adalah melalui 5p (Pemungkinan, Penguatan, Perlindungan, Penyokongan, dan Pemeliharaan).

Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat Program Dana Gulir.

����������� Dalam setiap pelaksanaan program, selalu ada faktor yang menjadi pendukung keberhasilan program dan faktor yang menjadi penghambat keberhasilan suatu program. Adanya faktor pendukung dan penghambat diharapkan dapat menjadi masukan bagi penyelenggara program Dana Bergulir Gapoktan Beringin Jaya untuk dapat memperbaiki programnya agar dapat berjalan lebih baik kedepannya. Untuk itu, peneliti melakukan wawancara terhadap Petugas Lapangan mengenai faktor pendukung dan penghambatnya. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan pada petugas lapangan dan pendamping kelompok mengenai faktor pendukung dan penghambat, didapatkan kesimpulan bahwa faktor pendukung pemberdayaan masyarakat melalui program dana bergulir adalah adanya partisipasi masyarakat, kesesuaian lokasi, adanya dukungan dari berbagai pihak, dana bergulir yang dapat diakses dengan mudah untuk dijadikan sebagai modal usaha, dan adanya pelibatan seluruh anggota kelompok dalam menjalankan kegiatan. Selain itu, berdasarkan informasi tambahan mengenai faktor pendukung secara internal adalah dana yang digunakan untuk kegiatan bersumber dari dana kegiatan BLU Pusat P2H, adanya antusiasme anggota Gapoktan Beringin Jaya dalam menerima program, serta adanya kebutuhan dana dari masing-masing anggota. Sedangkan informasi tambahan yang didapatkan mengenai faktor pendukung secara eksternal adalah adanya dukungan dari Penyuluh Kehutanan, Aparat Desa, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan, Balai Pembibitan dan Penyedia Bibit, serta adanya bantuan pelayanan dan kerjasama yang baik dari pihak Bank BRI.

Evaluasi Program Pemberdayaan Program Dana Bergulir dengan Model Evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product).

����������� Evaluasi program pemberdayaan pada dasarnya merupakan proses untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan program untuk meningkatkan kualitas program tersebut. Dalam melakukan evaluasi program dana bergulir Gapoktan Beringin Jaya, peneliti menggunakan 4 evaluasi. Yaitu evaluasi konteks, evaluasi input, evaluasi proses dan evaluasi produk.

����������� Tujuan akhir dari proses pemberdayaan masyarakat adalah untuk memandirikan warga masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidup keluarga dan mengoptimalkan sumberdaya yang dimilikinya. Secara sosial, masyarakat sekitar kawasan hutan sampai saat ini tetap teridentifikasi sebagai masyarakat marginal (terpinggirkan) dan tidak memiliki daya, kekuatan, dan kemampuan yang dapat diandalkan serta tidak memiliki modal yang memadai untuk bersaing dengan masyarakat kapitalis atau masyarakat pengusaha yang secara sosial dan politik memiliki daya, kekuatan, dan kemampuan yang memadai. Ketidakberdayaan masyarakat secara sosial dan ekonomi menjadi salah satu ganjalan bagi masyarakat untuk berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan sesama saudaranya yang telah berhasil. Kondisi inilah yang perlu dipahami dan dijadi kan salah satu pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dan perencanaan penyusunan program, agar setiap kebijakan dan program tentang pengaturan pengelolaan hutan yang diambil tetap memperhatikan kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat sekitar kawasan hutan (Widjajanti, 2011).

����������� Kondisi lingkungan sangat berperan penting dalam menentukan pola kehidupan manusia, termasuk pekerjaan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup. Setiap kondisi fisik dan perubahan yang terjadi pada lingkungan akan berpengaruh terhadap pekerjaan di suatu wilayah karena manusia melakukan penyesuaian dalam menentukan pekerjaan dengan memperhatikan sumber daya dan kondisi geografi wilayah tersebut. Apabila kondisi lingkungan sudah tidak nyaman pada umumnya mereka akan melakukan perubahan orientasi pekerjaan sebagai upaya adaptasi dan memperoleh penghasilan untuk dapat tetap memenuhi kebutuhan hidupnya (Fitriana, 2020:14). Pada penelitian ini, salah satu kondisi lingkungan, dan sosial yang sangat memengaruhi program pengembangan masyarakat dana bergulir.

Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Dana Bergulir

����������� Berdasarkan Aspek Peningkatan Kapasitas Manusia, Kelembagaan dan Jejari Konsep kapasitas lebih dikenal dengan sebutan capacity building, hasil penelitian yang menjelaskan pentingnya kapasitas dalam pengelolaan sebuah organisasi. Peningkatan kapasitas diartikan kemampuan individu dan kelompok serta organisasi dapat menjalankan proses dan menghasilkan outcome yang diinginkan. Kebijakan dana desa merupakan potensi yang luar biasa, sayang kalau dilewatkan tanpa ada manfaat yang maksimal. Kebijakan dana apabila dikelola dengan tepat sasaran diasumsikan dapat mengurangi tingkat kemiskinan (Darmi & Mujtahid, 2020). Program pemberdayaan masyarakat bertujuan meningkatkan kapasitas masyarakat miskin, mendorong partisipasi masyarakat dan memberikan pengetahuan agar dapat menggali potensi sumberdaya yang dimiliki untuk mencapai tujuan pemberdayaan, yaitu kesejahteraan hidup masyarakat.

����������� Dalam rangka peningkatan kapasitas masyarakat tersebut, dampak adanya pemberdayaan masyarakat melalui program dana bergulir adalah adanya pengetahuan yang didapatkan masyarakat mengenai program dana bergulir mulai dari tahap sosialisasi, perumusan keberlangsungan program, sampai dengan pengembalian program (dana). �������� Dengan adanya program tersebut, masyarakat yang merupakan anggota Gapoktan dapat melakukan usaha dengan memanfaatkan potensi sumberdaya atas pengelolaan Hutan Kemasyarakatan kategori baik di Provinsi Lampung untuk menaikkan kesejahteraan hidup bagi masyarakat sekitar hutan. Selain itu, dalam sudut pandang pendamping kelompok, program tersebut dapat membangun perasaan keinginan untuk lebih mengembangkan kemampuan dalam pengelolaan program-program dana pemerintah lainnya, semakin menambah pengetahuan terkait usaha sektor kehutanan, serta semakin meningkatkan kolaborasi dan kerjasama dengan multi sektor.

����������� Selain itu, dalam rangka peningkatan kapasitas kelembagaan, dampak adanya pemberdayaan masyarakat melalui program dana bergulir adalah adanya kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah setempat dapat menciptakan suatu program pemberdayaan yang dapat membuka lapangan pekerjaan serta dengan melakukan pendampingan oleh lembaga masyarakat desa sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama dalam bidang perekonomian. Adanya kelembagaan dalam program dana bergulir di Gapoktan Beringin Jaya, maka akan semakin mengoptimalkan peran dan fungsi lembaga sebagai mitra pemerintah dalam hubungan kerja yang harmonis. Dalam prosesnya, fungsi dan kolaborasi lembaga dengan petugas maupun pendamping kelompok akan semakin terjalin dengan erat karena adanya kendala dan permasalahan yang terjadi selalu diselesaikan secara kekeluargaan dan musyawarah. Dengan ini, penguatan kapasitas kelembagaan melalui pemberdayaan masyarakat dalam program dana bergulir, merupakan salah satu model atau cara untuk meningkatkan peran masyarakat dalam kegiatan yang dirancang dengan menitikberatkan pada proses pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat untuk menopang perencanaan pembangunan, terutama perekonomian masyarakat.

����������� Sedangkan dalam rangka peningkatan kapasitas jejaring, dampak adanya pemberdayaan masyarakat melalui program dana bergulir adalah adanya kemitraan dan jejaring usaha dengan pelaksanaan program pemberdayaan di desa dan instansi terkait lainnya dengan melakukan kerjasama dan kemitraan yang jelas dan terencana terkait upaya-upaya pengembangan, pembinaan dan pembangunan sinergisitas program pemberdayaan masyarakat. Dengan adanya program tersebut, maka petugas maupun pendamping akan membangun kemitraan dan jejaring usaha yang lebih baik serta mampu meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait.

 

Kesimpulan

����������� Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dijelaskan sebelumnya, kesimpulan yang dapat ditarik adalah pelaksanaan pemberdayaan masyarakat oleh BLU Pusat P2H melalui program dana bergulir di Gapoktan Beringin Jaya pada penelitian ini dilakukan melalui pendekatan 5P menurut Suharto (2017) yang meliputi pemungkinan, penguatan, perlindungan, penyokongan, dan pemeliharaan dengan hasil berikut: 1) Pemungkinan. Program dana bergulir oleh BLU Pusat P2H sudah berjalan cukup baik namun, masih terdapat anggota yang merasa tidak antusias kembali karena adanya bunga dalam pinjaman. 2) Penguatan. Unsur penguatan dalam program tersebut sudah berjalan cukup baik namun, masih terdapat beberapa kendala yang terjadi seperti SOP pencairan dana kurang disetujui anggota sehingga banyak anggota yang mundur. 3) Perlindungan. Unsur perlindungan sudah berjalan dengan baik karena adanya kerjasama antar anggota kelompok. 4) Penyokongan. Unsur penyokongan dalam program tersebut sudah berjalan dengan baik karena masing-masing kelompok dan anggota-anggotanya sudah mengetahui tugas dan fungsinya masing-masing. 5) Pemeliharaan. Unsur pemeliharaan dalam program tersebut kurang berjalan dengan baik, karena menurut anggota, keterbukaan informasi yang diberikan hanya pada awal program saja.

Faktor pendukung pemberdayaan masyarakat melalui program dana bergulir adalah adanya partisipasi masyarakat, kesesuaian lokasi, dana bergulir yang dapat diakses dengan mudah untuk dijadikan sebagai modal usaha, dan adanya pelibatan seluruh anggota kelompok dalam menjalankan kegiatan. Sedangkan faktor penghambat yang ditemui adalah adanya ketidakpastian masyarakat dan kelembagaan yang belum solid, kurangnya kontrol terhadap berjalannya program serta kurangnya petugas dalam mengakomodir pemberdayaan masyarakat.

����������� Evaluasi program pemberdayaan melalui program dana bergulir Gapoktan Beringin Jaya dilakukan dengan menggunakan model evaluasi CIPP (Context � Input � Process � Product). Evaluasi tersebut menghasilkan: 1) Evaluasi Konteks. Pemberdayaan masyarakat yang ada sangat minim dan hanya mengikuti alur program tanpa adanya inovasi lain seperti kegiatan pemberdayaan tambahan lain diluar program tersebut. 2) Evaluasi Input. Pengaruh program terhadap pengembangan masyarakat dinilai masih banyaknya permasalahan internal kelompok serta anggota merasa program tersebut hanya sebatas pinjaman, penanaman dan pengembalian dana sehingga program dirasa kurang maksimal. 3) Evaluasi Proses. Hambatan yang ditemui adalah jumlah anggota yang banyak sehingga permasalahan yang ada kurang terakomodir, banyaknya anggota yang memutuskan untuk mundur karena adanya sistem bunga, keterbukaan informasi yang diberikan hanya pada awal program saja, banyakya izin sebagai syarat administratif, cuaca yang tidak dapat diprediksi, serta susahnya mengumpulkan anggota. 4) Evaluasi Produk. Hal yang perlu diperbaiki dalam program tersebut adalah pengembangan dan penguatan kelompok, pendampingan dan kontroling/monitoring, pengajuan administrasi, pengajuan dana sebaiknya jangan terlalu lama, penambahan item untuk dilakukannya pemberdayaan secara maksimal, perlu adanya kegiatan tambahan diluar dari proses pemberian program, adakan kegiatan yang menunjang pendapatan sambil menunggu hasil panen, serta mengecilkan bunga pinjaman.

����������� Peningkatan kapasitas masyarakat tersebut, dampak adanya pemberdayaan masyarakat melalui program dana bergulir adalah adanya pengetahuan yang didapatkan masyarakat mengenai program dana bergulir untuk melakukan usaha dengan memanfaatkan potensi sumberdaya atas pengelolaan Hutan Kemasyarakatan Selain itu, dalam rangka peningkatan kapasitas kelembagaan, dampak adanya pemberdayaan masyarakat melalui program dana bergulir adalah adanya kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah setempat dapat menciptakan suatu program pemberdayaan yang dapat membuka lapangan pekerjaan serta dengan melakukan pendampingan oleh lembaga masyarakat desa sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama dalam bidang perekonomian.

����������� Dalam rangka peningkatan kapasitas jejaring, dampak adanya pemberdayaan masyarakat melalui program dana bergulir adalah adanya kemitraan dan jejaring usaha dengan pelaksanaan program pemberdayaan di desa dan instansi terkait lainnya dengan melakukan kerjasama dan kemitraan yang jelas dan terencana terkait upaya-upaya pengembangan, pembinaan dan pembangunan sinergisitas program pemberdayaan masyarakat. Dengan adanya program tersebut, maka petugas maupun pendamping akan membangun kemitraan dan jejaring usaha yang lebih baik serta mampu meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Aminah, L. N., Safe�i, R., & Febryano, I. G. (2018). Institutional Analysis of Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) In the Protected Forest Management Unit Area of North Kota��� Agung��� in��� Tanggamus��� Regency���� of���� Lampung���� Province. (Journal of Sylva Indonesiana, 1(1), 35�44. https://doi.org/10.32734.

 

Darmi, T., & Mujtahid, I. M. (2020). Peningkatan Kapasitas Kebijakan Dana Desa Dalam Mengentaskan Kemiskinan. JIPAGS (Journal of Indonesian Public Administration and Governance Studies), 3(1)

 

Fetterman, D., & Wandersman, A. (2007). Empowerment Evaluation: Yesterday, Today, and Tomorrow. American Journal of Evaluation.

 

Hakim, I., Setiasih Irawanti and et al (2010) Menuju Restorasi Pembangunan Kehutanan Berkelanjutan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan.

 

Herawati, T. et al.(2017) Merancang Masa Depan Perhutanan Sosial di Provinsi Lampung: Dari skenario menuju aksi.

 

Holilah, M. (2016) �Kearifan Ekologis Budaya Lokal Masyarakat Adat Cigugur Sebagai Sumber Belajar Ips�, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, 24(2), p. 163. doi: 10.17509/jpis.v24i2.1453.

 

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2018) �Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No P/16/MENLHK/SETJEN/SET.1/8/2020�, in Journal of Chemical Information and Modeling, pp. 1689�1699.

Mardikanto, Totok dan Poerwoko, & Soebianto (2015). Pemberdayaan Masyarakat Rizal, A. (2012). Sosiologi Kehutanan dalam Pengelola Kehutanan. Info Teknis EBONI,

9 (No.1), 1-16

 

Robuan, R. (2019). Regulasi dan Strategi Kebijakan Pengelolaan Dana Bergulir (Analisis Problematika dalam implementasi di Kabupaten Bangka Tengah)

 

Suharto, E. (2009). Pekerjaan sosial di dunia Industri. Alfabeta

 

Supriyanto, B. (2019) Inovasi Kebijakan Perhutanan Sosial untuk Keadilan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kesejahteraan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Supriyanto, Bambang. 2019. Catatan dari Tepi Hutan. Bogor : Tempo Publishing

 

Sylviani, Wicaksono D,S.N (2020). Keberhasilan Pengembangan Hutan Kemasyarakatan

: Jurna;l Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 13-27

 

Widjajanti, K. (2011). Model Pemberdayaan Masyarakat. Semarang: Unnes. Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 12, Nomor 1, Juni 2011, hlm. 15, 2

Copyright holder:

Herman Sodik, Sriati, Didi Tahyudin (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: