Vol.
8, No.2, Februari 2023
THEOSPRENEURSHIP DAN CRISTOPRENEURHIP SEBAGAI MODEL
ENTERPRENEUR AWAM KATEKIS
Veronika Mbae
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini untuk mengetahui sejauhmana motivasi berwirausaha calon awam katekis melalui
mata kuliah kewirausahaan. Adapun yang melatarbelakangi
penelitian ini adalah banyaknya pengangguran akibat jumlah dan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat tetapi tidak dibarengi dengan peningkatan lapangan kerja. Kewirausahaan memiliki potensi untuk mengatasi
masalah tersebut. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif
dengan model deskriptif.
Teknik pengumpulan data melalui
observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisa data dilakukan dengan cara mengumpulkan data, mereduksi data, menyajikan data
dan menarik kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pemahaman calon awam katekis
sudah sangat baik tentang konsep kewirausahaan, faktor pendukung dan penghambat kegiatan berwirausaha, manfaat berwirausaha dan pentingnya penerapan mata kuliah kewirausahaan
tetapi motivasi untuk berwirausaha masih rendah. Dari permasalahan yang diuraikan dan faktor penghambat yang ada, maka upaya
yang dapat dilakukan adalah dengan terus
memberikan motivasi, merangsang jiwa kewirausahaan dengan menyelenggarakan seminar-seminar enterpreneur dan pelatihan kewirausahaan.
Kata Kunci: Kewirausahaan, Motivasi
Berwirausaha dan Mata kuliah
Kewirausahaan
Abstract
The focus of this research is to determine the extent of entrepreneurial
motivation of students through entrepreneurship courses.The
background of this research is the large number of unemployed due to the
increasing number and growth of the population but not accompanied by an
increase in employment. Entrepreneurship has the potential to overcome these
problems. The method used is a qualitative method with a descriptive model.
Data collection techniques through observation, interviews and documentation. While
data analysis techniques are done by collecting data, reducing data, presenting
data and drawing conclusions. The results showed that the understanding of
prospective lay catechists is very good about the concept of entrepreneurship,
supporting factors and inhibiting entrepreneurial activities, the benefits of
entrepreneurship and the importance of the application of entrepreneurship
courses but the motivation for entrepreneurship is still low. From the problems
described and the existing inhibiting factors, the efforts that can be made are
to continue to provide motivation, stimulate the entrepreneurial spirit by organising entrepreneurial seminars and entrepreneurship
training.
Keywords: Entrepreneurship,
Entrepreneurial Motivation and Entrepreneurship Course
Pendahuluan
Pengangguran merupakan masalah serius di Indonesia yang hingga saat ini masih sulit diatasi. Penyebabnya karena jumlah penduduk yang besar dan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, tidak disertai bertambahnya lapangan kerja. Tingkat pengangguran terdidik yang berstatus sarjanapun terus meningkat di setiap tahunnya. Ditambah dengan rendahnya motivasi generasi muda Indonesia dalam berwirausaha. Salah satu solusi yang ditempuh untuk mengatasi pengangguran di Indonesia adalah dengan menciptakan wirausaha. Berwirausaha dapat membantu pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan baru. Pendidikan kewirausahaan diterapkan di perguruan tinggi sebagai upaya menciptakan wirausaha-wirausaha muda berstatus sarjana yang berkompeten untuk ikut membantu pemerintah dalam mengurangi angka pengangguran. Pendidikan kewirausahaan tidak hanya memberikan landasan teoritis mengenai konsep kewirausahaan tetapi perlu membentuk sikap, perilaku, dan pola pikir (mindset) seorang wirausaha.
Sekolah Tinggi Pastoral Keuskupan Agung Kupang sejak diterapkannya kurikulum baru KKNI telah memasukan kewirausahaan sebagai salah satu mata kuliah. Hal ini agar sejalan dengan visi lembaga yaitu menjadi lembaga pendidikan tinggi keagamaan katolik yang unggul dan kompetitif di era global. Tidak hanya menghasilkan awam katekis yang berwawasan pendidik yang profesional, tetapi juga memiliki jiwa dan perilaku yang berwawasan global. Selain menjadi Pendidik, Peneliti dan Penyuluh juga menjadi Wirausahawan yang kreatif, edukatif dalam bidang usaha produktif. Para awam katekis diharapkan menjadi pioner dalam berbagai bidang kehidupan termasuk bidang perekonomian. Namun, tidak sedikit para lulusan dari perguruan tersebut justru menambah jumlah barisan para seeker/pencari kerja.
Metode Penelitian
������ Model dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
dengan model deskriptif. Fokus penelitian adalah untuk mengetahui
sejauhmana motivasi berwirausaha calon awam katekis. Informan
pada penelitian tersebut terdiri dari mahasiswa
(calon awam katekis), dosen pengampu mata kuliah
kewirausahaan dan pengusaha.
������ Teknik pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisa data dilakukan dengan cara mengumpulkan
data, reduksi data, penyajian
data dan penarikan kesimpulan.
Hasil dan Pembahasan
Masalah�pengangguran merupakan tantangan bagi bangsa dan persoalan sosial kemanusian yang cukup kompleks. Untuk memahami realitas ini secara lebih komprehensif dan holistik selain studi lapangan tentu diperlukan studi dari berbagai kajian literatur dan disiplin ilmu. Akan tetapi karena karya ilmiah tersebut ditulis dalam kerangka teologi sebagaimana kekhasan dari Fakultas Teologi, maka tulisan tersebut perlu ditatapkan dengan kajian alkitabiah, landasan teologis dan landasan pastoral.
����������� Berdasarkan tema yang penulis dalami maka tulisan ini akan bertolak dari
berbagai literatur mengenai konsep kewirausahaan, karakteristik berwirausaha, faktor penghambat dan pendukung berwirausaha, aspek-aspek motivasi berwirausaha dan pentingnya penerapan mata kuliah kewirausahaan.
Selanjutnya pendasaran Alkitabiah
tentang konsep Teopreneurship
pada Perjanjian Lama dan Cristopreneurship pada Perjanjian
Baru. Landasan teologis dari dokumen
Gaudium et Spes. Art. 34 tentang Nilai Kegiatan Manusia. Sedangkan landasan pastoral yang mendasari
tulisan tersebut dari Centesimus Annus Art. 31 tentang
Manusia sebagai Makhluk Imago Dei
dan Laborem Exercens Art.
25 tentang Kerja Manusia.
Kewirausahaan/Entrepreneur
Konsep�kewirausahaan/entrepreneur��menurut Subijanto adalah jiwa, semangat, sikap, perilaku dan
potensi kemampuan seseorang dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang
mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan
produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan
yang lebih baik untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar, (Subijanto, 2012:
454-455).
Menurut�Rambat Lupiyoadi (2007) wirausaha adalah orang yang kreatif, inovatif dan mampu mewujudkan sesuatu demi meningkatkan kesejahteraan diri, masyarakat dan lingkungannya. Seorang wirausaha tidak pernah lupa memikirkan
kesejahteraan masyarakat sehingga selalu berfikir kritis untuk selalu berinovasi
menciptakan produk untuk masyarakat. Seorang wirausaha yang visioner selalu melihat peluang, mengejar kesuksesan dan tidak pernah berhenti belajar. Wirausaha mencakup semua aspek pekerjaan, baik pedagang, pengusaha, karyawan swasta maupun pemerintahan.
Siapa saja yang melakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan mengembangkan ide dan meramu sumber daya
untuk menemukan peluang (opportunity) dan perbaikan
(preparation) hidup, itulah
yang disebut sebagai wirausaha, (Soeparman Soemahamidjaja dalam Rusdiana, 2014).
Berdasarkan�penjelasan di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa kewirausahaan adalah suatu kemampuan kreatif dan inovatif dalam menciptakan sesuatu yang baru, memiliki manfaat bagi diri sendiri
dan orang lain serta mampu menghadapi masalah dengan memanfaatkan peluang. Esensi kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah melalui proses pengkombinasian sumber daya dengan cara-cara
baru dan berbeda agar dapat bersaing.
Karakteristik Berwirausaha
Karakteristik wirausahawan yang sukses menurut
Musselman (1989:155) dalam (Suryana, 2002:15),�diantaranya:
Kemampuan berinovatif, toleransi terhadap kemenduaan (ambiguity), keinginan
untuk berprestasi, kemampuan perencanaan realistis, kepemimpinan terorientasi
kepada tujuan, obyektivitas, tanggung jawab pribadi, kemampuan beradaptasi,
kemampuan sebagai pengorganisasi dan administrator, tegas dan yakin pada
kemampuan sendiri.
Faktor Pendukung Dan
Penghambat Berwirausaha
Menurut Zimmerer (Suryana, 2002:44-45) ada beberapa
faktor yang menjadi pendukung dan penghambat dalam menjalankan kewirausahaan.
Faktor
Penghambat
Faktor-faktor�penghambat
dalam berwirausaha antara lain: tidak kompeten dalam manajerial, kurang pengalaman, lemahnya kendali keuangan, gagal mengembangkan perencanaan strategis, pertumbuhan tak terkendali, pengendalian persediaan dan ketidakmampuan membuat transisi kewirausahaan.
Faktor
Pendukung
���� ������ Faktor-faktor�pendukung dalam�berwirausaha antara lain:
memiliki kreativitas, selalu berinovasi, dan memunculkan peluang ide baru dalam
berbisnis, memiliki pengetahuan dan kompetensi kewirausahaan, berani bermimpi,
berani mencoba dan berani gagal, dapat membaca peluang pasar, mampu memanage
keuangan, mengambil inspirasi dari mega wirausaha, berjiwa honesty (jujur)
dan lucky (keberuntungan).
Aspek-Aspek Motivasi
Berwirausaha
Aspek-aspek
motivasi berwirausaha antara�lain:
1. Kemandirian, merupakan kemampuan
berdiri sendiri yang ditafsirkan secara kritis dan dinamis bukan berarti harus
bekerja sendiri tanpa berhubungan atau bekerjasama dengan siapapun.
2. Inovatif, merupakan kemampuan seorang
pengusaha untuk mempunyai mentalitas kewirausahaan yang menilai tinggi
orientasi ke depan, menilai tinggi hasrat untuk menemukan ide-ide baru,
berorientasi pada hasil karya dan menilai tinggi kemampuan, disiplin dan
bertanggungjawab disertai dengan hasrat untuk berprestasi pada bidangnya.
3. Menanggung resiko, yaitu kemampuan
individu untuk menghadapi segala tantangan dan kemungkinan yang akan terjadi
dengan penuh perhitungan, seperti persaingan, naik turunnya harga, barang tidak
laku dan sebagainya.�Hidayati
dan Suparno, 2012: 2170)
Dari beberapa pemaparan oleh para ahli di atas
penulis menarik kesimpulan bahwa aspek-aspek motivasi berwirausaha adalah
hasrat untuk berprestasi, kemauan menghadapi resiko, locus of control
internal, efikasi diri, kemandirian, dan penetapan tujuan.
Pentingnya�Penerapan Matakuliah Kewirausahaan
Ilmu kewirausahaan adalah suatu disiplin ilmu yang
mempelajari tentang nilai, kemampuan (ability)
dan perilaku seseorang dalam menghadapi tantangan hidup untuk memperoleh
peluang dengan berbagai resiko yang mungkin dihadapinya, (Suryana, 2002:7).
Secara epistimologis, kewirausahaan pada prinsipnya merupakan suatu kemampuan
berpikir kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya,
motivator, tujuan, siasat/strategi dan kiat-kiat dalam menghadapi tantangan
hidup. Sebelumnya kewirausahaan dianggap hanya dapat dilakukan melalui
pengalaman langsung di lapangan dan merupakan bakat yang dibawa sejak lahir (entrepreneurship are born not made),
sehingga kewirausahaan tidak dapat diajarkan atau dipelajari. Kini seseorang
yang memiliki bakat kewirausahaan dapat mengembangkan bakatnya melalui
pendidikan. Mereka yang menjadi enterpreneur
adalah orang-orang yang mengenal potensi (traits)
dan belajar mengembangkan potensi untuk menangkap peluang serta mengorganisir
usaha dalam mewujudkan cita-citanya. Untuk menjadi wirausaha perlu memiliki
pengetahuan mengenai segala aspek usaha yang ditekuninya, (Suryana, 2002:7).
Menurut Agus
Wibowo (2011:76), ada�dua cara menanamkan mental kewirausahaan kepada
para mahasiswa di kampus, yaitu�pertama,�dengan mengintegrasikan pendidikan
kewirausahaan ke dalam kurikulum. Dalam kurikulum, karakter keilmuan
kewirausahaan sebaiknya didesain untuk mengetahui (to know), melakukan (to
do), dan menjadi (to be) entrepreneur. Tujuan pendidikan to
know dan to do terintegrasi di dalam kurikulum program studi,
terdistribusi di dalam berbagai mata kuliah keilmuan. Perguruan Tinggi
menyediakan mata kuliah kewirausahaan yang ditujukan untuk bekal motivasi dan
pembentukan sikap mental wirausaha. Untuk tujuan to be entrepreneur,
diberikan dalam pelatihan keterampilan bisnis praktis. Kedua, aktivitas ekstrakurikuler mahasiswa perlu dikemas secara�sistemik dan diarahkan untuk membangun
motivasi dan sikap mental wirausaha. Pembinaan mahasiswa dalam berbagai
kegiatan minat dan bakat, keilmuan, kesejahteraan atau keorganisasian hendaknya
juga diarahkan untuk memberikan keterampilan berwirausaha. Keberhasilan
pendidikan kewirausahaan tidak mungkin diraih dengan begitu saja, tetapi harus
melalui tahapan. Secara umum keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan
mengatasi kegagalan tanpa kehilangan semangat. Dalam konteks ini keberhasilan
merupakan output ataupun hasil yang didapat dari suatu pembelajaran yaitu
pendidikan kewirausahaan.
Keberhasilan�seorang wirausaha biasanya erat kaitannya dengan hal-hal berikut, jujur, disiplin, berani dan dapat menerapkan prinsip manajemen dengan baik. Sedangkan
hal-hal yang menyebabkan kegagalan antara lain, tidak ada perencanaan
yang matang, bakat yang tidak cocok, kurang
pengalaman, tidak mempunyai semangat berwirausaha, kurangnya modal, lemahnya pemasaran, dan tidak mempunyai etos kerja yang tinggi. Sehingga dalam proses pendidikan kewirausahaan mahasiswa diberikan motivasi agar mempunyai jiwa kewirausahaan.
Kriteria�keberhasilan pendidikan kewirausahaan, adalah memiliki kemandirian yang tinggi, memiliki kreatifitas yang tinggi, berani mengambil resiko, berorientasi pada tindakan, memiliki karakter kepemimpinan yang tinggi, memiliki keterampilan/skill berwirausaha, memahami konsep-konsep kewirausahaan dan memiliki karakter pekerja keras. Menurut Churchill dalam Rambat Lupyoadi (2007), pendidikan sangat penting bagi keberhasilan wirausaha. Kegagalan pertama dari seorang
wirausaha adalah karena lebih mengandalkan
pengalaman daripada pendidikan. Namun, juga tidak menganggap remeh arti pengalaman bagi seorang wirausaha.
Baginya kegagalan kedua adalah jika
seorang wirausaha hanya bermodalkan pendidikan tapi miskin pengalaman lapangan. Oleh karena itu perpaduan
antara pendidikan dan pengalaman adalah faktor utama yang menentukan keberhasilan berwirausaha.���
Menurut Soeharto Prawirokusumo dalam Daryanto
(2012:4), pendidikan kewirausahaan perlu diajarkan sebagai disiplin ilmu
tersendiri yang independen, karena:
1. Kewirausahaan berisi body of
knowledge yang utuh dan nyata, yaitu ada teori, konsep, dan metode ilmiah
yang lengkap.
2. Kewirausahaan memiliki dua konsep,
yaitu venture start-up dan venture-�
growth, ini jelas tidak masuk dalam kerangka pendidikan��� manajemen umum yang memisahkan antara
manajemen dan kepemilikan usaha.
3. Kewirausahaan merupakan disiplin ilmu
yang memiliki obyek tersendiri,� yaitu
kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.
4. Kewirausahaan merupakan alat untuk
menciptakan pemerataan berusaha� dan
pemerataan pendapatan.
Landasan Biblis, Teologis dan
Pastoral Tentang Kewirausahaan
Landasan Biblis
Konsep utama yang menjadi temuan dalam kajian ini
adalah Theospreneurship dan Christopreneurship. Kata Theospreneurship
untuk pertama kali disimbolkan dalam dunia entrepreneurship.
Theospreneurship dimaknai sebagai daya cipta, kreativitas-inovatif dan Christopreneurship
sebagai model/teladan Christian Entrepreneurship. Menggabungkan kata
�theos� dan �entrepreneurship� untuk memaknai fenomena entrepreneurship
sering�dianggap bertentangan karena menggabungkan
antara yang Teologis dan Praxis. Kata �Theos� sering dianggap sebagai
wilayah yang sakral/suci, berkaitan dengan nama Tuhan sang Pencipta, hal�tabu�untuk
dibicarakan dalam konteks ekonomi, jual beli ataupun
hal keuangan�(Julianto, 2017:158).�Entrepreneurship�
bersifat pendorong untuk mencipta gagasan, mengembangkan kreativitas dan
inovasi sehingga terjadi perubahan baik secara evolusioner maupun revolusioner.
Sering dianggap berorientasi profit/bisnis, berkaitan dengan uang dan jual
beli. Dua kata ini sangat kontradiksi; yang satu bersifat curiga terhadap
kreativitas, yang lain bersifat spirit yang memotivasi orang untuk
mengembangkan kreativitas,�(Julianto,2017:159).
Secara�terminologi
entrepreneur�tidak�disebutkan atau dibahas�secara�eksplisit�dalam�alkitab. Namun, dapat kita
temukan�bentuk pengorganisasian�kewirausahaan, prinsip manajerial�yang sederhana. �Kitab Suci�telah
menggambarkan Tuhan sebagai Kreator dan Inovator. Oleh karena
itu, berwirausaha berarti�berefleksi atas konteks ciptaan Tuhan.
Teopreneur: Allah sebagai
Figur Enterpreneur
� ������ Berwirausaha bearti merefleksikan�konteks penciptaan�dunia.��Apa yang ada pada kita yang telah Tuhan
ciptakan, itulah yang akan menjadi modal dan model berwirausaha.� Manusia
pertama mempersembahkan kepada Tuhan, apa�yang ia miliki berdasarkan�konteks pekerjaan mereka. Begitu�juga�Kain dan Habel dalam memberikan persembahan
(terlepas dari hak prerogatif Allah yang berhak memilih persembahan siapa yang
diterima), ternyata mereka memberikan persembahan berdasarkan�hasil kerja dari�profesi�mereka masing-masing yaitu sebagai
petani dan peternak�(Kej.4:2-5).
Kisah�penciptaan sebagai dasar dari
kewirausahaan menempatkan
TUHAN sebagai seorang enterpreneur/wirausaha. Allah sebagai figur enterpreneur/wirausaha menjadi model kita berwirausaha. Dalam kisah penciptaan
Allah digambarkan sebagai pekerja yang ulet. Namun, bekerja dalam konteks kisah
Kejadian adalah hukuman bagi manusia
karena jatuh dalam dosa. Manusia yang berdosa harus bekerja
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Kej. 3:17). Meski demikian, sejak awal penciptaan Allah telah menunjukkan bahwa bekerja bukan
sekadar hukuman, bekerja harus dilihat
sebagai �irama hidup� Allah. Kita perlu menyadari bahwa proses penciptaan tidak pernah berhenti. Allah senantiasa menciptakan hal baru setiap
harinya (Ratapan 3:3).
Dalam�kisah
penciptaan disebutkan�Allah sebagai��BARA� yaitu�Dia yang�menjadikan/ menciptakan. Allah menciptakan
dunia dengan prinsip �Creatio Ex Nihilo�. Hal inilah�yang menunjukkan kreativitas Allah
yang luar biasa, yaitu bekerja �Out of the box� membuat semua dari yang
tidak ada�menjadi ada.
Manusia tidak mungkin melakukan hal yang sama seperti�Allah lakukan,
namun pemahaman tentang �BARA� mendorong manusia untuk aktif�terlibat
dalam proses penciptaan
selanjutnya. Manusia dipanggil untuk memahami bahwa bekerja adalah berkreasi,
mendulang kreativitas demi mencapai�kesempurnaan. Dengan�meneladani
Allah sebagai sumber
iman dari enterpreneur/wirausaha�di dunia, (Julianto, 2017:74).
Perjanjian�lama menggambarkan
Allah sebagai tukang periuk. Bekerja sebagai tukang periuk menggambarkan Allah sebagai pekerja keras, teliti, dan kreatif. ��Engkaulah Bapa Kami! Kamilah tanah
liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami semua adalah buatan tanganMu�
(Yes.64:8). Allah membentuk manusia
dari tanah liat lalu memberikan
napas kehidupan. Ini mau menunjukkan daya kreasi dan seni Allah. Allahpun menghendaki penciptaNya untuk memiliki daya kreasi dan seni dalam mengelolah
alam dan kehidupan ini. Manusia diciptakan sangat sempurna. Kesempurnaan manusia terlihat dari proses penciptaan Allah (Yer.18:1-17).
Allah si tukang periuk telah mendesain
dengan sangat teliti, terbukti betapa manusia adalah makhluk yang sangat detail terdiri
dari kesatuan tubuh-jiwa-roh. Tubuh manusia sangat khas, tidak terduplikasi pada tubuh yang lain. Hal itu menunjukkan bahwa setiap ada manusia
yang baru selalu ada kreativitas yang baru pula. Kesempurnaan ciptaan menunjukkan proses kerja keras dan luar biasa berat.
Berdasar pemahaman diatas, penulis melihat bahwa Allah adalah figur enterpreneur/wirausaha
yang tangguh.
Ciri-ciri�enterpreneurship�Allah:
1.
�Ruach
Elohim� melayang-layang, (Kejadian 1:1), menunjukkan ethos kerja Allah. Dalam
pendekatan antropomorfisme layak disebut �Allah yang dinamis/tidak
tinggal diam� Allah yang giat bekerja. Karya-karya-Nya yang dinamis dan
inovatif (menggambarkan sifat dan kegiatan Allah) dapat dilihat seperti;
pembentuk/pembuat periuk, perancang, pengusaha, pemberi mandat dan mitra
umat-Nya dalam mengelola serta mengusahakan sumber daya yang diciptakan-Nya.
2.
Konsep
penciptaan �creatio ex nihilo� menunjukkan kreativitas Allah yang visioner. Melihat yang tidak
ada harus diadakan demi masa depan yang semakin baik.
3.
Allah
memberi teladan tentang manajemen kerja yang baik. Hal ini terlihat pada
tata�urutan penciptaan dari�hari
pertama sampai terakhir. Seorang enterpreneur adalah seorang�yang�mempunyai kecakapan penatalayanan/manajerial�supaya dapat melakukan kewirausahaan yang
digelutinya�dengan maksimal.
4.
Etos
kerja keras Allah yang luar biasa, terencana dan tertata dibuktikan dalam�kisah
penciptaan selama enam hari kerja.
5.
Allah
melakukan proses evaluasi dan refleksi. Setelah�melaksanakan�kerja�Allah
melakukan pengamatan untuk memastikan �semua baik��(Kej.1:10;12;18;25;31).
6.
Bagian
menarik dari enterpreneurship Allah adalah pengaturan ritme kerja dengan
memberi diri istirahat yaitu dengan pengaturan hari �sabat�. �Ketika hari
ketujuh Allah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu. Lalu
Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah
Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu� (Kej.2:2-3).
Definisi�Theopreneurship berdasarkan kejadian 1:28 adalah pendayagunaan talenta untuk mengelola sumber daya yang diberikan oleh Tuhan. Allah digambarkan sebagai Creator-Pencipta (Kej. 1: 21, 27; 2:2-3).�Allah menciptakan
bumi dan segala isinya termasuk manusia. Allah digambarkan sebagai seorang pekerja. Karena Allah sebagai pekerja maka, Dia
menghendaki agar umat manusia menghargai apaun pekerjaan itu.
�Lihat, telah Kutunjuk Bezale el bin uri bin Hur, dari suku
Yehuda, dan telah kupenuhi dia dengan Roh
Allah, dengan keahlian dan pengertian dan pengetahuan, dalam segala macam
pekerjaan, untuk berbuat berbagai macam rancangan�(Kel. 31:2-6).
Karya�Tuhan melalui Roh Kudus, memampukan manusia sebagai co-creator untuk beraktivitas dengan kreatif dan inovatif. Setiap manusia telah diberi keahlian
oleh Allah untuk merancang
dan membangun dunia, mengusahakan,
memelihara dan mengembangkan
segala yang ada sebagai bentuk pertanggungjawabannya atas mandat Allah. Hal ini dimulai dari hati
sebagai pusat batin untuk membangun
komunikasi pribadi dengan Allah.
Christopreneur: Melihat Sisi Enterpreneur Kristus
Berikut�beberapa catatan penting tentang Yesus Kristus
dan lifestyle-Nya sebagai entrepreneur:
1) Kristus sebagai�Manusia
dibesarkan oleh keluarga pekerja keras. Sebagai�anak
Yusuf dan Maria yang berprofesi sebagai tukang kayu, Yesus tentu tumbuh dengan jiwa
pekerja keras. Hal ini menggambarkan�bahwa�sebelum memulai karya-Nya didepan�publik�(yang dilakukan setelah usia 30an) Yesus
dididik dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga pekerja keras. Tukang kayu
adalah profesi yang secara material di bawah rata-rata pada konteks�zaman itu�(setara�dengan pekerjaan�penjala ikan dan petani kecil) yang membawa
konsekuensi hidup dengan�bekerja sangat keras. Kondisi
pertumbuhan Yesus baik fisik dan psikis terkonstruksi sebagai hard worker/pekerja
keras. Hal inilah yang dibutuhkan seseorang untuk menjadi enterpreneur. Yesus
memiliki�bakat
dan berjiwa�enterpreneur.
2) Cerita Kanak-Kanak Yesus di Bait Allah
(Luk 2:41-51). Hal itu
menggambarkan�bahwa pertumbuhan yang dialami oleh Yesus
adalah pertumbuhan seorang anak yang berimbang, bukan hanya secara fisik dan
mental tetapi�secara spiritual. Di mana dalam kisah
tersebut, Lukas menceritakan pada umur 12 tahun Yesus terpisah dari orang
tuanya saat perayaan Paskah dan bertemu dengan para ahli Taurat dan Imam di
Bait Allah. Para Ahli Taurat dan imam sangat heran dengan kecakapan-Nya yang
luar biasa. Penulis melihat bahwa peristiwa ini menunjukan bahwa�Yesus
mempunyai kecakapan, kemandirian, kreativitas dan inovasi luar�biasa. Hal�inilah yang dibutuhkan oleh seorang enterpreneur.
3) Cerita-cerita yang menunjukan bahwa
Yesus mempunyai jiwa enterpreneur:
a. Perjamuan Kana (Yoh. 2:1-11), bukan sekadar cerita
mujizat air menjadi anggur, melainkan juga menggambarkan bahwa kehadiran Yesus dalam perjamuan perkawinan di dusun Kana menekankan tentang prinsip �right decition at
wrong situation�. Yesus sedang
mengajarkan tentang bagaimana memainkan kecakapan pengambilan keputusan.
b. Cerita tentang Yesus yang memberi makan 5000 orang (Mat 14:13-21; Mrk
6:32-34; Luk 9:10-17; Yoh 8:1-15) menggambarkan
kepekaan Yesus terhadap situasi yang terjadi, keberanian mengambil tindakan yang beresiko. Dalam perikope tersebut terjadi mujizat dengan memakai 5 roti dan dua
ikan. Selain berbagi sebagaimana yang diajarkan oleh seorang anak kecil,
kisah ini juga berbicara tentang banyak hal sehubungan
dengan jiwa kewirausahaan:
Memulai dari apa yang ada, yaitu
dengan memakai lima roti dan dua ikan.
�
Memaknai kesediaan sebagai modal yang besar,
kesediaan untuk memberi meskipun yang dipunyai sedikit.
�
Mengajarkan pengorganisasian dalam sebuah kegiatan,
konsekuensi memberi makan 5000 orang tersebut adalah dengan menata dan
mengorganisasikan mereka sehingga tidak terjadi kekacauan.
�
Yesus mengajarkan tentang pentingnya memanfaatkan
sumber daya dengan efektif dan efisien. Sehingga pada saat terakhir terkumpul
modal dari mujizat baru �12 keranjang�. Hal ini dimaknai perlunya kegiatan �fundraising�
dalam kehidupan, (Julianto, 2017:22).
Landasan Teologis
Gaudium
Et Spes�Artikel 34
Konstitusi�pastoral Gaudium et Spes menegaskan
bahwa sebagai
ciptaan Allah yang sempurna, manusia mempunyai tanggungjawab mengurus dunia ini
apapun jenis pekerjaannya. Apapun jenis�pekerjaan, semuanya merupakan partisipasi dalam kerja Allah.
Pekerjaan seorang wirausahawan/pengusaha pun merupakan wujud dari partisipasi
manusia dalam karya Sang Pencipta. �Dimanapun laki-laki dan perempuan
menunaikan tugas-tugasnya dengan setia, memang dengan tepat mereka berpandangan
bahwa mereka mengembangkan karya Sang Pencipta, ikut memenuhi kepentingan
sesama saudara, dan menyumbangkan kegiatan mereka pribadi demi terlaksananya
rencana Ilahi dalam sejarah�.�
Landasan Pastoral
Centesimus
Annus�Artikel 31
Manusia adalah�makhluk pekerja. Sebagai
makhluk Imago Dei�manusia�meneladani sifat Allah yang pekerja keras. Manusia bekerja untuk�memenuhi kebutuhan material dan non material. Melalui�pekerjaan
manusia dapat mengaktualisasikan diri dan memaksimalkan kemampuannya. Karena
diciptakan secitra dengan�Allah maka manusia diberi tugas dan tanggung
jawab untuk mengolah alam demi pemenuhan kebutuhan hidupnya�(CE. Art.31).
Laborem
Exercens Artikel 25
�Kerja manusia
merupakan wujud/bentuk partisipasi manusia�dalam
karya Allah. Sabda pewahyuan Allah secara mendalam ditandai dengan�kebenaran fundamental bahwa manusia yang�diciptakan menurut gambar Allah,
berpartisipasi dalam kegiatan Sang Penciptanya�melalui
pekerjaannya.�Dalam batas-batas
kemampuan manusiawi, manusia dapat�melanjutkan kegiatan penciptaan dan menyempurnakannya
melalui kemajuan, penemuan sumber-sumber dan nilai-nilai yang terkandung dalam
keseluruhan ciptaan (LE Art.25).
Secara teologis dapat dipahami bahwa entrepreneur merupakan salah satu usaha kerja�yang
dikehendaki Tuhan. Umat perlu didorong untuk mengembangkan potensi,�kreativitas dan inovasinya dalam mengubah
berbagai kesulitan yang dihadapi untuk menjadi peluang. Dalam�Kej
1:27 dikatakan bahwa Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya sendiri. Tujuannya adalah agar manusia berpartisipasi dalam karya-Nya. Berpartisipasi dalam karyanya berarti mengembangkan segala yang ada di muka bumi.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa manusia bekerja
untuk berpartisipasi bersama Allah mengembangkan apa yang sudah ada. Allah telah bekerja menciptakan dunia dan segala isinya kemudian
diserahkan kepada manusia untuk memeliharanya
(Kej 1:1-2:3). Maka sebagai ciptaan manusia tidak melulu
memelihara tetapi bekerja mengembangkannya. Manusia sebagai co-creator Allah. Manusia
menjadi patner Allah dalam mengolah alam untuk menghasilkan
sesuatu untuk pemenuhan kebutuhan hidup sendiri dan untuk kebaikan bersama (bonum comune).
Hasil
Penelitian
a.
Gambaran
Umum Sekolah Tinggi Pastoral Keuskupan Agung�
Kupang
Sekolah Tinggi Pastoral Keuskupan Agung Kupang (STIPAS
KAK) merupakan lembaga pendidikan tinggi swasta Katolik. Sekolah Tinggi yang bernaung dibawah Yayasan Swastisari Keuskupan Agung Kupang tersebut diselenggarakan sejak tahun 2001. Perguruan tinggi tersebut terbentuk
di tengah situasi krisis multi dimensi yang melanda negeri ini. Krisis pendidikan nilai (iman dan moral) menjadi keprihatinan dasar dan mendorong para tokoh untuk mendirikannya.
Oleh karena itu, kehadiran dan keberadaannya sungguh menjadi wujud tanggungjawab Gereja Keuskupan Agung Kupang dalam menjawabi
tantangan zaman yang kian berubah-ubah. Pada tahun 2019 status Program Studi telah terakreditasi berdasarkan Keputusan Badan Akreditasi
Nasional Perguruan Tinggi No.SK: 1515/SK/BAN �PT/Akred/S /V/2019 dengan peringkat Akreditasi B. Mahasiswa yang menempuh pendidikan di lembaga tersebut berasal dari berbagai latar
belakang suku, adat dan budaya.
a. Karakteristik Sumber Data
Penelitian dilakukan dengan informan sebanyak 15 (lima belas) orang. Peneliti mengambil data dari 15 (lima belas) orang informan. Karakteristik informan menurut jenis kelamin, usia dan status/tugas sangat variatif sebagaimana terlihat pada tabel berikut.
Tabel
1
Karakteristik Informan Berdasarkan
Jenis
Kelamin,
Usia dan Status/Tugas
Nama |
Kelompok Menurut |
|||
Jenis Kelamin |
Usia |
Status/tugas |
||
1 |
MW |
P |
20 |
Mahasiswa |
2 |
MTM |
P |
21 |
Mahasiswa |
3 |
GN |
L |
24 |
Mahasiswa |
4 |
AM |
P |
23 |
Mahasiswa |
5 |
MGML |
P |
22 |
Mahasiswa |
6 |
MKBL |
P |
22 |
Mahasiswa |
7 |
ML |
P |
26 |
Mahasiswa |
8 |
AE |
P |
25 |
Mahasiswa |
9 |
PTIF |
P |
25 |
Mahasiswa |
10 |
EBO |
P |
23 |
Mahasiswa |
11 |
ATW |
P |
22 |
Mahasiswa |
12 |
MIN |
P |
21 |
Mahasiswa |
13 |
JUS |
P |
21 |
Mahasiswa |
14 |
AM |
L |
45 |
Wirausahawan |
15 |
MHLN |
P |
35 |
Dosen |
Sumber: Hasil Data Penelitian
2018
Pembahasan
Berdasarkan hasil wawancara serta pengolahan data yang dilakukan peneliti terhadap 15 informan berkaitan dengan rumusan masalah perihal pemahaman mahasiswa tentang konsep kewirausahaan, faktor pendukung dan penghambat kewirausahaan serta upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi berwirausaha, maka peneliti menguraikannya sebagai berikut:
1.
Gambaran
Pemahaman Tentang Kewirausahaan
Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil
wawancara yang telah peneliti lakukan terhadap 15 informan dalam hubungan
dengan rumusan masalah, pertama tentang pemahaman mahasiswa tentang konsep kewirausahaan.
Peneliti menyimpulkan bahwa pemahaman para mahasiswa dan dua narasumber
pendukung tentang kewirausahaan cukup baik dan eksplisit bahwa kewirausahaan
adalah selain sekedar sebagai disiplin ilmu juga sebuah kegiatan dimana
seseorang memanfaatkan segala kemampuan dan kreatifitasnya untuk berinovasi
menciptakan sesuatu yang baru dari segala sumber daya yang ada ke sesuatu yang
lebih berdayaguna untuk meraih keuntungan, dan kesuksesan bagi dirinya dan
orang lain. Peneliti menemukan bahwa setiap informan menyadari bahwa melalui
mata kuliah kewirausahaan merekapun akhirnya mempelajari, mengetahui dan
menemukan banyak hal yang berkaitan dengan kewirausahaan. Dengan mempelajari
kewirausahaan mereka termotivasi untuk segera melaksanakan kegiatan
kewirausahaan, memacu mereka untuk terus belajar, inovatif, mengembangkan kreativitas
hingga pada akhirnya bisa secara mandiri mengembangkan sebuah usaha dengan
melibatkan berbagai sumber daya baik pengetahuan, pengalaman, keterampilan
mengatur sistem kerja dan pengelolaan keuangan. Hal ini sesuai dengan apa yang
ditegaskan oleh Agus Wibowo (2011) dalam bukunya Pendidikan Kewirausahaan (Konsep dan Strategi) bahwa Perguruan
Tinggi menyediakan mata kuliah kewirausahaan untuk to know, to do, yang
ditujukan untuk bekal motivasi dan pembentukan sikap mental to be entrepreneur. Keberhasilan berwirausaha
merupakan output dari suatu pembelajaran yaitu pendidikan kewirausahaan.
2. Faktor
Pendukung dan Penghambat dalam Berwirausaha serta Upaya Meningkatkan Motivasi
Berwirausaha
Adapun
faktor-faktor yang mendukung dan menghambat yang menyebabkan rendahnya motivasi
berwirausaha dikalangan mahasiswa-mahasiswi adalah sebagai berikut: 1) Faktor
Pendukung. Dalam wawancara dengan kelima belas informan peneliti mengetahui
bahwa kesuksesan dalam berwirausaha ditentukan oleh beberapa faktor berikut
yakni tingginya motivasi, memiliki karakter yang kuat, memiliki modal yang
cukup, memiliki pengetahuan dan pengalaman manajemen yang baik, ketepatan dalam
menangkap peluang usaha, ketepatan menetapkan waktu dan lokus usaha.
Sebagaimana ditegaskan oleh Zimmerer (Suryana, 2002) dalam bukunya tentang
kewirausahaan bahwa sukses dalam berwirausaha tidak diperoleh secara tiba-tiba
dan instan atau secara kebetulan, tetapi dengan perencanaan, memiliki visi,
misi, kerja keras, memiliki kreativitas, selalu berinovasi, dan memunculkan
peluang ide baru dalam berbisnis, memiliki pengetahuan dan kompetensi
kewirausahaan, berani bermimpi, berani mencoba dan berani gagal, dapat membaca peluang
pasar, mampu memanage keuangan, mengambil inspirasi dari mega wirausaha,
berjiwa honesty (jujur) dan lucky (keberuntungan). 2) Faktor
penghambat. Selain keberhasilan, seorang wirausahawan juga selalu dibayangi
oleh potensi kegagalan yang akan memperlihatkan lebih banyak pelajaran
dibandingkan sekadar kesuksesan. Menurut Zimmerer (Suryana, 2002) ada beberapa
faktor yang menyebabkan seorang wirausahawan gagal dalam menjalankan usahanya
yaitu tidak kompeten dalam manajerial, kurang pengalaman, lemahnya kendali
keuangan, gagal mengembangkan perencanaan strategis, pertumbuhan tak
terkendali, pengendalian persediaan dan ketidakmampuan membuat transisi
kewirausahaan.
Sedangkan hasil
temuan penelitidalam wawancara bahwa hambatan kewirausahan juga disebabkan kemalasan,
tidak mau mengambil resiko, tidak ada kemauan dari dalam diri, ketakutan akan
mengalami kegagalan, keterbatasan modal, rendahnya sumber daya manusia, tidak
memiliki pengalaman dan pengetahuan kewirausahaan, kurang tepat menangkap
peluang sekaligus salah memilih tempat untuk membuka usaha serta sikap yang
kurang sungguh-sungguh dalam berusaha. 3) Upaya Meningkatkan Motivasi
Berwirausaha. Melihat betapa pentingnya kegiatan kewirausahaan, maka perlu ada
upaya untuk meningkatkan motivasi berwirausaha. Adapun upaya-upaya itu antara
lain; memberikan motivasi secara terus menerus kepada kalangan
mahasiswa-masiswi bahwa bergerak dibidang kewirausahaan karena itu cukup
membantu perekonomian keluarga, kesempatan untuk mengendalikan nasib dan
perubahan hidup yang lebih baik, merangsang semangat kewirausahaan mereka
dengan mengadakan seminar-seminar yang berbicara tentang hal terkait dengan
pembicaranya adalah orang-orang yang sudah sukses di bidang kewirausahaan
hingga mengadakan pelatihan-pelatihan kewirausahaan.
Catatan Kritis
Kewirausahaan
(entrepreneur) merupakan persoalan
penting di dalam perekonomian suatu bangsa yang sedang berkembang. Kemajuan atau kemunduran ekonomi suatu bangsa
sangat ditentukan oleh keberadaan
dan peranan dari kelompok wirausahawan ini. �Tidak ada
bangsa yang sejahtera dan dihargai bangsa lain tanpa kemajuan ekonomi. Kemajuan ekonomi akan dapat
dicapai jika ada spirit kewirausahaan, yang kuat dari warga
bangsanya�. Oleh karena itu, pemberian dorongan dan motivasi kepada kalangan generasi muda para mahasiswa-mahasiswi untuk mencintai dan menghargai pekerjaan apapun sebagai bentuk tanggungjawab atas kehidupannya, hendaknya terus dilakukan. Tidak ada kata tidak mampu, karya
Tuhan melalui Roh Kuduslah, akan
memampukan manusia sebagai co-creator untuk beraktivitas dengan kreatif dan inovatif. �Apa yang ada pada kita yang telah Tuhan ciptakan, itulah yang akan menjadi modal dan model berwirausaha�
(Kej.4:2-5). Setiap manusia
telah diberi keahlian oleh Allah untuk merancang dan membangun dunia, mengusahakan, memelihara dan mengembangkan segala yang ada sebagai bentuk
tanggungjawab atas mandat dari Allah sendiri. Dengan demikian sangat disayangkan apabila seseorang yang sudah dibekali dengan berbagai pengetahuan tidak mau mengembangkan talenta yang Tuhan berikan, tidak mau mengolah sumber
daya alam yang Tuhan berikan. Maka setiap awam
katekis selain memiliki bekal pengetahuan sebagai agen pastoral juga harus memiliki jiwa dan semangat kewirausahaan agar mampu hidup mandiri,
bebas secara finansial dan sejahtera. Dengan demikian dapat menjalankan tugasnya dengan baik sebagai awam
katekis di tengah masyarakat dalam situasi dan kondisi apapun.
Kesimpulan
Para calon
awam katekis memiliki konsep pemahaman yang baik tentang kewirausahaan. Mereka memahami bahwa kewirausahaan merupakan kegiatan yang melibatkan kreativitas, kemampuan dan inovasi untuk mengolah sumber daya yang ada ke sesuatu
yang lebih berdaya guna demi memperoleh keuntungan bagi diri sendiri dan orang lain; kewirausahaan cukup menjanjikan karena apabila dijalankan dengan sungguh-sungguh akan meraih kesuskesan.
Ketersediaan modal, pengalaman
dan keterampilan; berani menanggung resiko; tingginya motivasi; memiliki karakter yang kuat; memiliki modal yang cukup; memiliki pengetahuan dan pengalaman manajemen yang baik; ketepatan dalam menangkap peluang usaha sekaligus ketepatan menetapkan waktu dan lokus usaha.
Kemalasan; takut mengambil resiko; tidak ada kemauan
dari dalam diri; ketakutan mengalami kegagalan; keterbatasan modal; rendahnya sumber daya manusia;
kurang tepat menangkap peluang dan salah memilih tempat untuk membuka usaha
serta sikap yang kurang sungguh-sungguh dalam berwirausaha. Memberikan motivasi, merangsang semangat kewirausahaan mereka dengan mengadakan seminar-seminar
serta mengadakan pelatihan-pelatihan kewirausahaan.
Berikut beberapa saran yang
dapat diberikan, mahasiswa�sebaiknya memiliki motivasi berwirausaha yang tinggi untuk berkiprah
dalam dunia usaha. Menyeimbangkan materi perkuliahan dengan program pelatihan kewirausahaan. Menyediakan tenaga pendidik atau dosen
yang memiliki jiwa wirausaha yang berkonsentrasi
pada bidang kewirausahaan, sehingga dalam proses pembelajaran nilai-nilai jiwa wirausaha akan tergambar jelas dan terwujud dalam praktiknya.
�
Alma, Buchari. (2005). Buku Kewirausahaan. Penerbit
ALFABETA, Bandung. Google Scholar
Antonio, J.M.L. & Marjan, G. (eds).
(2008). Teaching Psychology of Entrepreneurship. Madrid: Librer�a UNED. Google Scholar
Asmani, Jamal Ma�mur. (2011). Sekolah
Entrepreneur! Harmoni. Google Scholar
Basrowi, B. (2011). Kewirausahaan Untuk
Perguruan Tinggi. Bogor: Ghalia Indonesia. Google Scholar
Bergant, Dianne, & Karris, Robert J.
(2002). Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Kanisius. Google Scholar
Daryanto. (2012). Pendidikan Kewirausahaan.
Jakarta: Gava Media. Google Scholar
Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Tim Penyusun: Dendy Sugono dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Febriyanto, M. M. (2015). Strategi
Peningkatan Kewirausahaan Bagi Mahasiswa Di Pendidikan Tinggi. Jurnal Bisnis
Darmajaya, 1(1), 105�114. Google Scholar
Hardawiryana.R. (2004). Ajaran Sosial
Gereja. Bogor: Grafika Merdi Yuana. Google Scholar
Hidayati, Dwi Istikhomah. (2012). Hubungan
Antara Kematangan Vokasional dengan Motivasi Berwirausaha pada Siswa SMK. Google Scholar
Julianto, Simon. (2017). Kewirausahaan
Jemaat: Sebuah Alternatif Berteologi. WASKITA, Jurnal Studi Agama Dan
Masyarakat, 151�183. Google Scholar
Kasmir, Dkk. (2006). Kewirausahaan. Raja
Grafindo Persada. Jakarta, Indonesia. Google Scholar
Alkitab (2004). Jakarta: Lembaga Alkitab
Indonesia.
Longenecker, Justin G. (2001). Kewirausahaan:
Manajemen Usaha Kecil, Buku 1. Google Scholar
Lupiyodi, Rambat. (1998). Wawasan
kewirausahaan. Jakarta, Lembaga Penerbit FE-UI. Google Scholar
Nasional, Departemen Pendidikan. (2008). Kamus
Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. cet. Ke-4. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta. H, 1510. Google Scholar
Paulus II, Yohanes. (2003). Penerj. R. Hardawiryana, Konsili Vatikan II. Jakarta: Obor.
Poewardarminto,
WJS. (1985). Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Rosmiati, Rosmiati, Junias, Donny Teguh
Santosa, & Munawar, Munawar. (2015). Sikap, motivasi, dan minat
berwirausaha mahasiswa. Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, 17(1),
21�30. Google Scholar
Rusdiana, H. A. (2014). Kewirausahaan Teori
& Praktik. Bandung: CV. Pustaka Setia Sugirhartono Dkk.(2013). Psikologi
Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.�
Suryana.(2013). Kewirausahaan. Google Scholar
Sadirman, A. M. (2005). Interaksi dan
Motivasi Belajar Mengajar Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada. Google Scholar
Saiman, Leonardus. (2009). Kewirausahaan:
teori, praktik, dan kasus-kasus. Jakarta: Salemba Empat. Google Scholar
Santoso, Djoko. (2013). Modul Pembelajaran
KewirausaSantoso, Djoko. Modul Pembelajaran Kewirausahaan. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pembelajaran Dan Kemahasiswaan Ditjen Pendidikan Tinggi Kementerian
Pendidikan Dan Kebudayaan.haan. Google Scholar
Sardiman, Arief M. (2020). Interaksi
& motivasi belajar mengajar. Google Scholar
Soeryanto, Eddy. (2009). Entrepreneurship
Menjadi Pebisnis Ulung. Penerbit: Elex Media Komputindo, Jakarta, 8(5),
96�104. Google Scholar
Sondang, P. Siagian. (2004). Teori motivasi
dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta. Google Scholar
Steers, Richard M. Dan Peters T. (1991). Motivation
And Behavior. New York: McGraw-Hill International Edition. Google Scholar
Subijanto. (2012). Analisis Kebijakan
Pendidikan Kewirausahaan. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 18(2).
Google Scholar
Sugihartono, Dkk, Harahap, Farida,
Setiawati, Farida Agus, & Nurhayati, Siti Rohmah. (2007). Psikologi
pendidikan. Yogyakarta: UNY press. Google Scholar
Sugiyono, M. P. P., & Kuantitatif, P.
(2009). Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta. Cet. Vii. Google Scholar
Ten Napel Henk.(2012). Kamus Teologi, Cetakan 12. Jakarta: Gunung Mulia.
Wibowo, Agus. (2011). Pendidikan
Kewirausahaan (konsep dan strategi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Google Scholar
Wiratno, Siswo. (2012).
Pelaksanaan pendidikan kewirausahaan di pendidikan tinggi. Jurnal Pendidikan
Dan Kebudayaan, 18(4), 454�466. Google Scholar
Copyright holder: Veronika Mbae (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |