Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia �p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 8, No. 3, Maret
2023
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK
PIDANA PENGANIAYAAN ANAK YANG DILAKUKAN OLEH ORANGTUA
Reni Astuti, Triono Eddy, Ida Nadirah��
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Penganiayaan terhadap anak semakin tahun senakin meningkat,banyak pemberitaan penganiayaan terhadap anak semakin marak. Miris mendengar anak kecil dipukuli oleh bapaknya, disiksa atau disetrika oleh ibu tirinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana Penegakan Hukum Terhadap pelaku penganiayaan anak yang dilakukan oleh orang tua, Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap anak korban penganiayaan dan Bagaimana Upaya kepolisian untuk mencegah terjadinya penganiayaan terhadap anak. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normative, dengan pendekatan yuridis empiris yang diambil dari data primer dengan melakukan wawancara dan didukung data sekunder dengan mengolah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dalam pengaturan tentang penganiayaan anak terdapat dalam Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang disahkan tahun 2004 dan Undang-undang No.23 tahun 2002 Junto Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Junto Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.� Sangsi hukum pada orang tua pelaku penganiayaan anak juga terdapat dalam KUHP yaitu penganiayaaan dimuat dalam BAB XX II, Pasal 351s/d Pasal 355. Melindungi anak dari kejahatan tidak hanya menjadi tanggung jawab orang tua semata, tetapi menjadi tanggung setiap orang Upaya Penanggulangan dalam tindak pidana penganiayaan terhadap anak� dengan perumusan berbagai undang-undang yang bertujuan menghapuskan diskriminasi terhadap anak, diwujudkan dengan merencanakan perumusan dan pengesahan undang-undang yang sangat berkaitan dengan kepentingannya,oleh karena itu kebijakan kriminal terhadap kekerasan pada anak merupakan slah satu upaya implementasi adanya perumusan tersebut.
Kata kunci: penegakan hukum, penganiayaan, anak, orang tua.
Abstract
Abuse of children is increasing every year, a lot of news
about children is getting more widespread. It is sad to hear that small
children are beaten by their fathers, tortured or ironed by their stepmothers.
This study aims to find out how law enforcement is done against children's
actions by parents, how legal protection is for child victims and how the
police are trying to prevent actions against children. This research uses
normative legal research, with an empirical juridical approach taken from
primary data by conducting interviews and supported by secondary data by
processing primary legal materials, secondary legal materials and tertiary
legal materials. The results show that the regulation regarding child abuse is
contained in the Law on the Elimination of Domestic Violence which was passed
in 2004 and Law No. 23 of 2002 Junto Law No. 35 of 2014 Junto Law No. 17 of
2016 concerning Protection Child. Legal sanctions on parents of child abusers
are also contained in the Criminal Code, namely abuse is contained in CHAPTER
XX II, Article 351 to Article 355. Protecting children from crime is not only
the responsibility of parents, but is the responsibility of everyone.
maltreatment of children with the formulation of various laws aimed at
eliminating discrimination against children, is realized by planning the
formulation and ratification of laws that are closely related to their
interests, therefore the criminal policy against violence against children is
one of the efforts to implement the formulation.
Keywords: characteristics
Pendahuluan
Perkembangan
zaman tidak hanya membawa pengaruh yang besar kepada masyarakat juga� berdampak pada perkembangan sikap, prilaku
dan juga kebudayaan pada masyarakat arus globalisasi� yang diikuti perkembangan ilmu pengetahuan,
perkembangan ekonomi dan teknologi yang menimbulkan dampak positif dan
negative. Angka kriminalitas di masyarakat banyak menimbulkan tindakan
kejahatan yang salah satu hal yang sering terjadi dan dialami oleh masyarakat
yaitu kejahatan kekerasan dan penganiayaan. Tindak penganiayaan tidak hanya
merugikan diri sendiri, tetapi juga merugikan orang lain dan masyarakat luas.
Kejahatan penganiayaan dan kekerasan suatu masalah yang selalu muncul di
tengah-tengah masyarakat masalah tersebut muncul dan berkembang membawa akibat
tersendiri bagi sipelaku maupun korban yang mungkin berakibat pada bentuk
trauma psikis dan yang berkepanjangan.
Pada
dasarnya setiap warga negara berhak mendapat perlindungan dari segala bentuk
penganiayaan ataupun kekerasan , termasuk kekerasan dalam rumah tangga tidak
terkecuali untuk perlindungan terhadap anak. Sudah menjadi kewajiban orang tua
pada umumnya untuk membesarkan, menyayangi mengasihi, serta mendidik anaknya
sebaik mungkin, karena anak adalah amanah yang senantiasa harus dijaga, hak
asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-undang
Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsabangsa tentang hak Anak. Dari sisi
kehidupan berbangsa dan bernegara, �anak adalah masa depan bangsa dan generasi
penerus cita-cita bangsa, sehingga tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta
berhak atas perlindungan dari tindakan penganiayaan dan diskriminasi serta hak
sipil dan kekerasan�.
Penganiayaan
terhadap anak semakin tahun senakin meningkat,banyak pemberitaan penganiayaan
terhadap anak semakin marak. Miris mendengar anak kecil dipukuli oleh bapaknya,
disiksa atau disetrika oleh ibu tirinya, dibuang ketempat sampah oleh ibu
kandung untuk menutupi aib, diperkosa oleh tetangganya atau dijual oleh
orangtuanya kepada orangkaya karena takut tidak mampu memberinya nafkah. Yang
diberitakan melalui TV, Radio, Media Sosial, Koran/Majalah dan lainnya.
Anak
adalah tunas, potensi, dan generasi penerus cita-cita bangsa, memiliki peran
strategis dalam menjamin eksistensi bangsa dan negara dimasa mendatang. Agar
anak kelak mampu memikul tanggung jawab itu, maka anak perlu mendapat
kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik
fisik, mental, social maupun spiritual. Anak�
perlu mendapatkan hak-hak sebagai anak, perlu dilindungi dan
disejahterakan. Karenanya, segala bentuk tindak Penganiayaan� pada anak perlu dicegah dan diatasi.
Penganiayaan
terhadap anak merupakan salah satu masalah yang memiliki tingkat urgensi tinggi
pada kehidupan yang modern ini. Banyak masalah yang mendera pada ruang lingkup
masyarakat paling kecil seperti keluarga adalah faktor yang paling utama.
Penganiayaan pada anak sering sering menjadi alasan pada rasa kekecewaan dan
kemarahan pelakunya, serta sebuah pelampiasan ego yang tidak mendasar. Pada
konteks kekinian, terjadinya kekerasan terhadap anak dalam keluarga, sebagai
pangkal penyebabnya adalah rapuhnya tatanan keluarga.
Karakteristik
tatanan keluarga yang tidak baik diantaranya adalah ketidak mampuan orang tua
dalam mendidik anak dengan sebaik � baiknya, yaitu tidak adanya perhatian,
kelembutan dan kasih sayang orang tua terhadap anak. Ruang keluarga yang
dihiasi pertengkaran, perselisihan dan permusuhan adalah sumber terjadinya
penganiayaan fisik dan yang paling terkena sasaran penganiayaan adalah anak.
Pasal
1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu diantaranya
tentang anak, hak anak, perlindungan anak, orang tua dan kuasa asuh. Orang tua,
sebagaimana pasal 1 angka (4) didefnisikan sebagai berikut:
(a)
ayah dan/atau ibu kandung:
(b)
ayah dan/atau ibu tiri:
(c)
ayah dan/ ibu angkat.
Kuasa
asuh, sebagaimana pasal 1 angka (11), adalah kekuasaan orang tua untuk
mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan
anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat, serta minatnya.
Keluarga
sebagai tempat berkumpul dan bernaung bagi penghuninya, begitu juga dengan anak
di rumah ia bisa menghabiskan waktunya untuk bermain, menonton TV atau
bersantai-santai menghabiskan hari. Di rumah pula seharusnya anak merasakan
kasih sayang dan rasa aman, sehingga nantinya tidak menjadi� remaja yang menyimpang, selain itu perlu
diberikan dukungan, dan penghargaan dari keluarga. Namun, tragisnya dalam
lingkungan keluarga sering kali menjadi sumber kekerasan bagi sejumlah orang,
terutama terhadap anak.
Pelanggaran
tehadap hak anak setiap saat mengalami peningkatan. Semakin meningkatnya kasus
kekerasan terhadap anak menjadi perhatian bagi semua pihak. Pengabaian terhadap
kasus-kasus kekerasan terhadap anak-anak tersebut merupakan pengabaian terhadap
hak-hak anak. Berdasarkan pengumpulan data milik Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Penganiayaan pada anak di
tahun2019 terjadi sebanyak 11.057 kasus, 11.279 kasus pada 2020, dan 12.566
kasus hingga data November 2021. Pada anak-anak, kasus yang paling banyak
dialami adalah kekerasan seksual sebesar 45%, kekerasan psikis 19%, dan
kekerasan fisik sekitar 18% dan Kekerasan jenis lainnya pada anak berupa
penelantaran, trafficking, eksploitasi ekonomi, dan lain-lain.
Dampak
psikologis Penganiayaa� yang berulang dan
dilakukan oleh orang yang memiliki kedekatan hubungan dengan korban adalah
jatuhnya harga diri dan konsep diri korban. Ia akan melihat diri negatif banyak
menyalahkan diri, menganggap diri menjadi penanggungjawab tindak kekerasan yang
dialaminya. Korban juga dapat menghayati depresi dan bentuk-bentuk gangguan
lain sebagai akibat dari bertumpuknya tekanan, kekecewaan, ketakutan dan
kemarahan yang tidak dapat diungap terbuka.
Tindak
penganiayaan yang dialami anak-anak sesungguhnya bukan sekedar problem
psikologis yang hanya terjadi dalam lingkungan keluarga yang broken home, orang
tua yang frustasi, dan keluarga miskin tak kuat menanggung tekanan hidup,
melainkan hal ini adalah merupakan sebuah masalah sosial yang membutuhkan
perhatian kolektif dari seluruh komponen masyarakat.� Kasus penganiayaan terhadap anak yang
dilakukan ibu tiri dan ayah kandungnya�
yang terjadi di Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) tepatnya di Desa
Simarloting, Kecamatan Hulu Sihapas, wilayah hukum Polres Tapanuli Selatan.
Kedua orang tua korban (Ayah Kandung dan Ibu Tiri) kompak memberi alasan pukuli
Anak Karena Faktor Ekonomi dan sering menghabiskan makanan (Nasi).
Kapolres
Tapanuli Selatan Roman S maradhana Elhaj�
menjelaskan, kekerasan dalam rumah yang terjadi di Kabupaten Padang
Lawas Utara ( Paluta) pelaku tak lain adalah pasangan suami istri (Pasutri)
ayah kandung dan ibu tiri korban berinisial KMH (35) dan RH (34) serta kakak
dari korban yang masih di bawah umur.Kejadian yang dialami R (korban) awalnya di
ketahui oleh masyarakat (saksi pelapor) pada hari Senin tanggal 6 Desember
2021. kronologis penganiayaan yang diterangkan oleh Kapolres Tapsel yaitu peran
dari pelaku (Ayah kandung korban) melakukan kekerasan dengan cara mencubit,
memukul baik dengan menggunakan alat, dengan menggunakan karet ban dengan cara
disentil sentil ke badan korban. Sedangkan ibu tirinya, menurut pengakuannya
memukul dengan ranting pohon. Kemudian yang melakukan penyulutan dengan api
anti nyamuk adalah kakak korban.
Adapun
motif yang dilakukan para pelaku karena kesal, korban suka menghabiskan makanan
(Nasi) yang sudah disediakan oleh pelaku (ibu tiri korban)�Sering, setiap
pelaku pulang dari kebun atau kerja, korban kerap menghabiskan makanan yang
disediakan, terang Kapolres Tapsel.Ancaman hukuman yang dikenakan kepada pelaku
(orang tua korban) sesuai dengan undang undang perlindungan anak No 40. ayat 1
dan 4 junto pasal 76 C undang undang Nomor 35 tahun 2014 dengan ancaman pidana
3 tahun 6 bulan. Serta dilapis dengan pasal 351 KUHP tentang penganiayaan
dengan ancaman pidana 2 tahun 8 bulan.
Beberapa
penelitian terdahulu yang relevan diantaranya hasil penelitian tesis Felly
Novia Rahma (2020) dengan judul penelitian sebagai berikut �Pengaruh child
abuse (kekerasan pada anak) dalam keluarga terhadap kecerdasan intelektual anak
didesa Nuggal rejo kec. Punggur Kab.Lampug Tengah� Rumusan masalah penelitian
ini adalah �apakah ada pengaruh child abuse (kekerasan pada anak) dalam
keluarga terhadap kecerdasan intelektual anak di Desa Nunggal Rejo Kecamatan
Punggur Kabupaten Lampung Tengah?�. Jenis penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket
sebagai metode pokok dan dokumentasi sebagai metode pendukung, sedangkan
penelitian saya mengenai �Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana
Penganiayaan Anak Yang Dilakukan Oleh Orang (studi kasus Polres Tapanuli
Selatan�) dengan rumusan masalah bagaimana penegakan hukum terhadap pelaku
tindak pidana penganiayaan anak dibawah umur yang dilakukan orang tua?. Hasil
penelitian tesis Eminurlita (2012)�
dengan judul penelitian sebagai berikut � Dampak Kekerasan Orang tua
terhadap anak (Studi Kasus di Daerah Lubuk Buaya Koto Tangah Padang)�� dengan rumusan masalah bagaimana mana dampak
kekerasan orang tua terhadap anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan danpak kekerasan orang tua terhadapanak dilihat dari: 1) Dampak
fisik ;2) Dampak psikis� sedangkan
penelitian saya �Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan
Anak Yang Dilakukan Oleh Orang( studi kasus Polres Tapanuli Selatan�) dengan
rumusan masalah bagaimana penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana
penganiayaan anak dibawah umur yang dilakukan orang tua?
Berdasarkan
hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam penelitian
proposal tesis dengan judul �Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana
Penganiayaan Anak yang dilakukan Orang �(Studi Kasus Polres Tapanuli Selatan)�.
Ada
pun penelitian ini bertujuan untuk: 1) Untuk mengetahui Penegakan Hukum
Terhadap pelaku penganiayaan anak yang dilakukan oleh orang tua. 2) Untuk mengetahui
Perlindungan Hukum Terhadap anak korban penganiayaan. 3) Untuk mengetahui Upaya
kepolisian untuk mencegah terjadinya penganiayaan terhadap anak.
Manfaat
dalam penelitian ini yaitu: 1) Manfaat yang bersipat teoritis adalah sebagai
bahan referensi bagi mahasiswa hukum juga menambah wawasan untuk pencegahan
terjadinya perbuatan pidana penganiayaan terhadap anak dan sebagai pisau
pembanding bagi para penegak hukum untuk menegakkan hak-hak dan keadilan bagi
anak dibawah umur yang menjadi korban penganiayaan. 2) Manfaat yang bersipat
praktis yaitu sumbangan pemikiran bagi kepentingan masyarakat, penegak hukum
dan juga bagi mahasiswa fakultas hukum untuk dijadikannya sebagai bahan acuan
dalam melihat perkembangan tentang penegakan hukum terhadap� pelaku penganiayaan terhadap anak.
Metode Penelitian
����������������������� Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan studi kepustakaan. Penelitian hukum normatif ini digunakan dalam memahami tindak pidana penganiayaan anak yang dilakukan orang tua. Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif dengan pendekatan yuridis empiris. Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriftif. Sumber data yang dapat digunakan dalam melakukan penelitian hukum yang berlaku di Pascasarjana UMSU terdiri dari :
1. Data primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya atau lapangan yaitu langsung ke Polres Tapanuli Selatan
2. Data sekunder
Data sekunder yaitu data pustaka yang mencakup dokumen-dokumen resmi, publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hokum.
Dalam proses analisis data ini, rangkaian data
yang telah tersusun secara analisis kualitatif, yakni dengan memberikan
pengertian terhadap data yang dimaksud menurut kegiatan yang diperoleh di
lapangan dan disusun serta diuraikan dalam bentuk kalimat per-kalimat. Data
yang diperoleh dari hasil studi pustaka serta penelitian dengan cara
mengumpulkan data yang diperoleh sesuai dengan permasalahan yang ada, Kemudian
dari hasil analisis data tersebut ditarik suatu kesimpulan dan saran.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
A. Faktor-
Faktor Terjadinya Penganiayaan Anak
Terjadinya penganiayaan
terhadap anak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan
eksternalnya. Kalau faktor dalamnya itu dipengaruhi oleh Keluarga/orang tua
ialah perkembangan dan pendidikan dalam keluarga padanya , berasal dalam diri
anak maksudnya terkait perilakunya. Kasus tindak pidana penganiayaan terhadap
anak makin berkembang dan upaya yang dilakukan oleh penegak hukum serta
pemerintah untuk mencegah agar tidak terjadi tindak pidana penganiayaan anak.
Faktor eksternalnya itu dengan
beberapa hal misalnya lingkungan luar yang mana sangat terpengaruh dalam
dirinya berinteraksi, media massa juga menjadi penyebabnya serta budaya ,
ketiga faktor itu adalah faktor luar dari timbulnya suatu perbuatan tidak
menyenangkan itu. Selain itu adapula penganiayaan itu yang dilakukan orang
tuanya disebabkan faktor :
1.��� Faktor keluarga, permasalahan keluarga sangat penting terhadap
kasus tindak pidana penganiayaan anak, kasus perceraian mendudukin peringkat
pertama selaian kasus kekerasan dalam rumah tangga.
2.��� Faktor pendidikan, tingkat pendidikan orang tua menyebabakan
orang tua tidak tahu apa yang menjadi hak anak dan kewajibannya sebagai orang
tua yang seharusnya.
3.��� Faktor ekonomi, memicu maraknya terjadi kekerasan terhadap anak.
Karena kemiskinan dapat menimbulkan tekanan terhadap orang tua yang dan
dilampiaskan kepada anak, menyebabkan orang tua mudah meluapkan emosi kepada
anak.
4.��� Faktor psikologis, dari
hasil analisis data faktor psikologis adalah faktor yang paling rendah. Tetapi
faktor psikologis ini juga menjadi faktor penyebab terjadinya tindak
penganiayaan orang tua terhadap anak.
B. Peraturan Tentang Penganiayaan Anak
Penganiyaan dilakukan dengan berbagai cara, dari cara-cara
tradisional sampai pada cara-cara modern dengan menggunakan alat sebagai
perantaranya. Hal seperti ini dapat terlihat dimana-mana, dan cenderung luput
dari jeratan hukum, yang lebih parahnya lagi banyak kasus-kasus Penganiyaan
yang bukan hanya dilakukan pada orang dewasa tetapi juga dilakukan pada anak
yang merupakan generasi penerus di masa depan.
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sember
daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita, hal ini memerlukan
peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, disamping itu juga
memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan
perkembangan fisik, mental, dan sosial secara seimbang.� Dalam pengaturan tentang penganiayaan anak
terdapat dalam Undang-Undang Kekerasan dalam Rumah Tangga yang disahkan tahun
2004 dan Undang-undang No.23 tahun 2002 Junto Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
Junto Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Meskipun
sudah diatur dalam Undang-Undang, kasus kekerasan pada anak justru meningkat
akibat minimnya implementasi. Ini menyebabkan anak-anak terus menjadi korban
kekejaman dan ketidak dewasaan orangtua. Bagaimanapun juga situasi
memprihatinkan ini harus dicegah. Salah satu penyebab maraknya kasus kekerasan
pada anak adalah belum tersosialisasinya berbagai peraturan dan Undang-undang
tentang perlindungan anak, seperti Undang-undang penghapusan kekerasan dalam
Rumah Tangga, Konvensi Hak Anak, dan Undang-undang perlindungan anak.
Masyrakatpun enggan turut ikut campur tangan manakala ada kekerasan anak dalam
masyarakat.
Anak yang berkonflik dengan hukum dari waktu ke waktu selalu
menjadi sorotan terutama dari perspekstif masyrakat yang gelisah dan resah
akibat perilaku anak yang sering disebut nakal. Bahkan saat ini masalah
kenakalan anak tersebut mendapat perhatian yang cukup besar karena kuantitas
dan kualitasnya yang meningkatkan. Peraturan tentang penganiayaan memberikan
sangsi kepada orang tua maupun orang lain yang melakukan penganiayaan kepada
anak sesuai dengan teori pemidanaan yaitu memberikan sangsi maupun peringatan
kepada orangtua atas penganiayaannya terhadap anaknya.
C. Hak -Hak Anak
Korban Penganiayaan
Dalam Peraturan Daerah
Provinsi Sumatera Utara No 13 tahun 2019, dalam pasal 10 anak korban
penganiayaan memiliki hak-hak sebagai berikut:
1.
hak untuk
dihormati harkat dan martabatnya sebagai manusia;
2.
hak atas
pemulihan kesehatan dan psikologis dari penderitaan yang dialami korban;
3.
hak
menentukan sendiri keputusannya;
4.
hak
mendapatkan informasi;
5.
hak atas
kerahasiaan identitasnya
6.
hak atas
restitusi
7.
hak atas
rehabilitasi sosial;
8.
hak atas
penanganan pengaduan;
9.
hak untuk
mendapatkan kemudahan dalam proses peradilan; dan/atau
10. hak atas pendampingan.
Didalam pasal 13 Anak sebagai
korban tindak kekerasan selain mendapatkan hak-hak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10, juga mendapatkan hak-hak khusus, sebagai berikut:
1.
hak penghormatan atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang;
2.
hak pelayanan dasar;
3.
hak perlindungan yang sama;
4.
hak bebas dari berbagai stigma; dan/atau
5.
hak mendapatkan kebebasan.
Didalam deklarasi Jenewa
mengenai Hak-Hak Asasi Anak (The Geneva Declaration Of The Rights Of The Child)
merupakan dokumen internasional pertama yang menjadikan �laki-laki dan
perempuan dari segala bangsa� menerima kewajiban yang menuntut bahwa �anak-anak
harus diberikan sarana yang perlu untuk perkembangan yang normal, baik secara
materi maupun spiritual. Dalam perkembangan diakhir decade 1980-an, Kovensi Hak
Anak (International Convention on the Rights of the Child ) mengintrodusir
adanya 4 (empat) hak yang dimiliki oleh anak, yakni hak untuk hidup (survival
rights), hak anak untuk mendapatkan perlindungan (protection rights), hak anak
untuk tumbuh dan berkembang (development rights) dan hak anak untuk ikut
berpartisipasi (participation rights). Konvensi ini kemudian diratifikasi
Indonesia melalui keputusan presiden Nomor 36 Tahun 1990.
����������� Hak-hak Anak Korban Tindak Pidana
Penganiayaan yang Mengakibatkan Luka Berat
Berdasarkan Undang-Undang
Perlindungan Anak Undang-Undang Perlindungan Anak merupakan landasan yuridis
bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat,
pemerintah dan negara dalam memberikan perlindungan terhadap anak. Hal ini
sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 28B ayat (2) yang
berbunyi �Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi�. Dalam Pasal
76C Undang-Undang Perlindungan Anak disebutkan bahwa �Setiap orang dilarang
menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta
melakukan kekerasan terhadap anak.�
Hal ini jelas bahwa setiap
orang yang berada di Indonesia baik warga negara Indonesia maupun warga negara
asing dilarang untuk membiarkan terjadinya kekerasan terhadap anak, melakukan
kekerasan terhadap anak, dan menyuruh melakukan kekerasan terhadap anak.
Kemudian mengenai pengaturan sanksi pidana diatur dalam Pasal 80 ayat (2)
Undang-Undang Perlindungan Anak dijelaskan bahwa setiap orang yang melanggar
ketentuan Pasal 76C Undang-Undang Perlindungan Anak yang mana menyebabkan luka
berat maka pelaku diancam pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau
pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
D. Kewajiban Dan Tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam menangani
Penganiayaan Anak dalam Perda Sumut Nomor 13 tahun 2019.
1.
Pemerintah Daerah
berkewajiban:
a. melaksanakan kebijakan perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan yang ditetapkan pemerintah;
b. menetapkan kebijakan, program, dan kegiatan perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan; dan
c. melakukan kerjasama dengan aparatur penegak hukum, aparatur pemerintah, serta lembaga pendidikan, kesehatan, rumah sakit, dan berbagai LSM yang peduli terhadap perempuan dan anak dalam penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan.
2. Pemerintah
Daerah bertanggungjawab:
a. memberikan dukungan sarana dan prasarana pelaksanaan perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan; dan
b. mengalokasikan anggaran penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan sesuai kemampuan keuangan daerah.
Dalam hal pelaksanaan kewajiban Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan pelaksanaan tanggung jawab Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Pemerintah Daerah menyusun Rencana Aksi Daerah untuk
perlindungan korban. Pasal 15 Gubernur dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 mendelegasikannya kepada perangkat daerah/lembaga
terkait.Pembahasan ini menggunakan Teori absolut atau teori pembalasan (vergeldings
theorien) Teori ini diperkenalkan oleh Kent dan Hegel.
Teori Absolut didasarkan pada pemikiran bahwa pidana tidak bertujuan
untuk praktis, seperti memperbaiki penjahat tetapi pidana merupakan tuntutan
mutlak, bukan hanya sesuatu yang perlu dijatuhkan tetapi menjadi keharusan,
dengan kata lain hakikat pidana adalah pembalasan (revegen),
teori ini sesuai dengan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana
penganiayaan anak yang dilakukan orang tua, orang tua yang menganiayaa anaknya
akan dikenakan sangsi sebagai pembalasan atas perbuatannya seperti sangsi
pidana menurut ketentuanketentuan Undang-undang No.35 tahun 2014 pasal 80
Junto Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 tentang perlindungan anak
Dalam pembahasan teori pembalasan menurut kent dan hegel sesuai dengan
ketentuan sangsi bagi pelaku tindak pidana penganiayaan terhadap anak yang
dilakukan orang tua.
Pembahasan
A. Dasar -Dasar
perlindungan Terhadap Anak
Dasar pelaksanaann perlindungan anak adalah:[1]
1.
Dasar filosofis yaitu Pancasila adalah dasar
kegiatan dalam berbagai bidang kehidupan keluarga, nermasyarakat, bernegara,dan
berbangsa serta dasar filosofis pelaksanaan perlindungan anak.
2.
Dasar etis yaitu Pelaksanaan perlindungan
anak harus sesuai dengan etika profesi yang berkaitan, untuk mencegah prilaku
menyimpang dalam pelaksanaan kewenangan, kekuasaan dan kekuatan dalam
pelaksanaan perlindungan anak.
3.
Dasar yuridis yaitu Pelaksanaan
perlindungan anak harus didasarkan pada UUD 1945 dan berbagai peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Penerapan dasar yang yuridis ini harus secara
integrative, yaitu penerapan terpadu menyangkut peraturan perundang-undangan
dari berbagai bidang hukum yang berkaitan.
Perlindungan anak merupakan salah satu bagian dari kegiatan pembangunan nasional maka Undang-Undang Perlindungan Anak menjadi rujukan untuk menentukan batas usia anak karena banyak pengertian batas usia anak yang berbeda-beda antara peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya. Selain itu, diharapkan bahwa Undang-Undang Perlindungan Anak menjadi dasar hukum untuk mengawasi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab perlindungan anak yang menjadi kewajiban bagi keluarga, masyarakat dan termasuk juga pemerintah.
Perlindungan hukum yang diberikan terhadap anak harus memperhatikan berbagai aspek kepentingan anak itu sendiri, yaitu:
1.
Perlindungan terhadap hak-hak asasi dan
kebebasan anak; Perlindungan anak dalam proses peradilan;
2.
Perlindungan kesejahteraan anak (dalam
lingkungan keluarga, pendidikan dan lingkungan sosial);
3.
Perlindungan anak dalam masalah penahanan
dan perampasan kemerdekaan;
4.
Perlindungan anak dari segala bentuk
eksploitasi (perbudakan, perdagangan anak, pelancuran, pornografi,
perdagangan/penyalahgunaan obat-obatan, memperalat anak dalam melakukan
kejahatan dan sebagainya);
5.
Perlindungan tehadap anak-anak jalanan;
6.
Perlindungan anak dari akibat-akibat
peperangan/konflik bersenjata; dan
7.
Perlindungan anak terhadap tindakan
kekerasan Anak yang menjadi korban Penganiayaan �perlu diberikan perlindungan hukum
Anak wajib dilindungi atau mendapatkan perlindungan hukum agar anak tidak menjadi korban dari tindakan kebijaksanaan siapa saja (individu atau kelompok, organisasi swasta maupun pemerintah) baik secara langsung maupuun tidak langsung. Yang dimaksud anak menjadi korban adalah anak yang menderita kerugian (mental, fisik, maupun sosial), oleh sebab tindakan yang aktif atau pasif orang lain atau kelompok (swasta atau pemerintah), baik secara langsung maupun tidak langsung. Ada juga kemungkinan menjadi korban dari diri sendiri. Situasi dan kondisi diri sendiri yang merugikan, sebagai akibat sikap dan tindakan orang lain atau kelompok lain.
Perlindungan hukum diberikan agar anak tidak menjadi korban karena dikorbankan untuk tujuan dan kepentingan tertentu oleh orang atau kelompok tertentu (swasta dan pemerintah). Anak disebut sebagai korban adalah karena dia mengalami derita, atau kerugian mental, fisik, atau sosial oleh sebab orang lain yang melakukan kekerasan pada anak.[2]�Pelaksanaan perlindungan terhadap anak harus memenuhi syarat antara lain: nerupakan pengembangan kebenaran, keadilan, dan kesejahteraan anak. Sebagai korban, bagi seorang anak sangat terkait dengan sikap mental dalam memperoleh perlakuan dari penegak hukum untuk mengoptimalisasikan pelaksanaan hak-hak yang ada padanya dan tidaklah tepat apabila dipersamakan dengan orang dewasa, oleh karena itu jaminan atas perlindungan anak mutlak harus dilaksanakan demi kepentingan terbaik bagi perkembangan dan pertumbuhan anak tersebut.
Mengkaji tentang Hak Asasi Manusia (termasuk didalamnya adanya hak-hak anak) keberlakuan bersifat universal bahwa yang memiliki hak-hak itu adalah manusia sebagai manusia, dan bukan karena ciri-ciri tertentu yang dimilikinya yang wajib diperlakukan dengan cara-cara tertentu yang tepat. Landasan HAM manusia dan landasan yang kedua dan yang lebih dalam yaitu Tuhan sendiri yang menciptakan manusia. Dengan demikian cukup mafhum. Bahwa HAM menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang merupakan pencerminan hakekat manusia sebagai pribadi, anggota masyarakat dan makhluk Tuhan, yang harus dihormati dan mendapat jaminan perlindungan hukum. Jadi secara a contratio apabila hak-hak dasar manusia termasuk hak-hak yang dimiliki anak tersebut dilanggar maka yang terjadi adalah masyarakat akan menjadi kurang baik atau dapat dikatakan bahwa penguasa tidak menjalankan tugasnya dengan baik.[3]
Dalam perundang-undangan di Indonesia, kewajiban dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak tersebut sebenarnya telah diwujudkan dan dituangkan sejak dalam konstitusi yaitu dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni pada Bab XA tentang Hak Asasi Manusia dan dituangkan dalam pasal 28A sampai dengan pasal 28J. sedangkan tentang hak anak diatur diatur dalam pasal 28B ayat (2) yang menyatakan bahwa �setiap anak memiliki hak atas kelangsungan hidupnya, tumbuh maupun berkembang serta mempunyai hak atas perlindungan dari kekerasan maupun diskriminasi yang diterima oleh anak�.[4]�Selain itu, anak diberikan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban kekerasan terdapat dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan anak yaitu agar anak tersebut mendapat perlindungan dan hak-haknya sebagai anak juga dilindungi yaitu hak untuk hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta perlindungan hukum diberikan agar mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi yang akan menimpa anak.
Perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban juga diatur dalam Pasal 76A sampai dengan 76J yang isinya mengenai bentuk-bentuk kekerasan yang apabila dilakukan oleh orang ataupun kelompok kepada anak akan dipidana penjara dan denda seperti didalam Pasal 77 sampai dengan 89 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan anak. Dalam konteks perlindungan anak, dapat dipastikan dari sisi pengaturan, dalam pasal-pasalnya telah merumuskan adanya perlindungan atas hak-hak anak tersebut. Persoalannya adalah nilai-nilai keadilan yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan seringkali ditetapkan sebagai hukum positif yang semata-mata bersumber dari akal budi manusia yang cenderung berisifat kompromistis, sehingga dalam keadaan demikian dapat terjadi resiko bahwa norma keadilan pada rumusan tersebut bertentangan dengan hukum psoitif yang lain.
Hukum melindungi kepentingan seseorang termasuk terhadap anak, dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya secara terukur, dalam arti ditentukan keluasan dan kedalamannya, untuk bertindak dalam rangka kepentingannya, yang disebut sebagai hak.[5]�Perlindungan terhadap anak merupakan pengembangan kebenaran, keadilan, dan kesejahteraan anak dengan dasar filosofis Pancasila dan dilaksanakan sesuai dengan etika profesi sesuai dasar yuridis pada Undang-Undang Dasar 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku, dengan penerapan secara intergratif, yaitu penerapan terpadu menyangkut peraturan perundang-undangan dari berbagai bidang hukum yang berkaitan, yang ditunjukan demi kepentingan terbaik bagi anak.[6]
Dalam hukum pidana positif yang berlaku saat ini, pada hakekatnya telah ada perlindungan in abstracto secara tidak langsung terhadap berbagai kepentingan hukum dan hak asasi korban. Jadi dengan adanya sanksi yang terdapat pada berbagai perumusan tindak pidana kekerasan terhadap anak dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 Tentang perlindungan anak, apabila diterapkan terhadap pelaku yang melaukan kekerasan terhadap anak dipandang merupakan bentuk perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban kekerasan.[7]
B. Perlindungan hukum
terhadap anak dalam Hukum Positif di Indonesia
Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup
manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak mampu
bertanggung jawab dalam keberlangsungan bangsa dan negara, setiap Anak perlu
mendapat kesempatan yang seluas luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara
Optimal, baik fisik, mental, maupun sosial, Untuk itu, perlu dilakukan upaya
perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan
terhadap pemenuhan hak-haknya tanpa perlakuan diskriminatif.
Negara menjunjung tinggi hak asasi manusia, termasuk di dalamnya hak
asasi Anak yang ditandai dengan adanya jaminan perundungan dan pemenuhan Hak
Anak dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan baik yang bersifat nasional
maupun yang bersifat internasional. Jaminan ini dikuatkan melalui ratifikasi
konvensi internasional tentang Hak Anak, yaitu pengesahan Konvensi Hak Anak
melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention
On The Rights Of The Child (Konvensi Tentang Hak-Hak Anak).
Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga dan Orang
Tua berkewajiban untuk memberikan perlindungan dan menjamin terpenuhinya hak
asasi Anak sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Perlindungan terhadap
Anak yang dilakukan selama ini belum memberikan jaminan bagi Anak untuk
mendapatkan perlakuan dan kesempatan yang sesuai dengan kebutuhannya dalam
berbagai bidang kehidupan, sehingga dalam melaksanakan upaya perlindungan
terhadap Hak Anak oleh Pemerintah harus didasarkan pada prinsip hak asasi
manusia yutu penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan atas Hak Anak.
Sebagai implementasi dari ratifikasi tersebut, Pemerintah telah
mengesahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang
secara subatantif telah mengatur beberapa hal antara lain persoalan Anak yang
sedang berhadapan dengan hukum, Anak dari kelompok minoritas, Anak dari korban
ekaplostasi ekonomi dan seksual, Anak yang diperdagangkan, Anak korban
kerusuhan, Anak yang menjadi pengungai dan Anak dalam situagi konflik
bersenjata.[8]
Perlindungan terhadap anak menjadi tanggung jawab negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua dalam bidang kehidupan agama, pendidikan, kesehatan dan sosial. Hal ini sangat beralasan Karena anak merupakan bagian dari berbagai aspek kehidupan yang wajib untuk dilindungi serta kehidupan anak tidak berbeda dengan kehidupan orang dewasa .Perlindungan terhadap anak menjadi peting, karena anak merupakan penerus kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingganya, jika mereka telah matang pertumbuhan fisik maupun mental dan sosialnya, maka tibalah saatnya untuk mereka menggantikan generasi terdahulu. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia mempunyai komitmen untuk menjamin terpenuhinya hak anak dan perlindungan anak yang merupakan bagian dari hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam konstitusi yang tidak lain memberi makna bahwa masa depan anak Indonesia yang sejahtera, berkualitas dan terlindungi.
Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas, memiliki daya saing dan mampu memimpin serta memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, diperlukan pembinaan secara terus menerus demi keberlangsungan hidup anak yang berdasarkan hak asasi manusia.Pertumbuhan dan perkembangan mental, fisik serta sosial, melindungi dari segala kemungkinan yang akan membahayakan bagi setiap anak. Anak sebagai sebuah pribadi yang sangat unik dan memiliki ciri yang khas. Perkembangan anak dengan kemampuan dirinya melakukan sesuatu sangatlah dipengaruhi oleh lingkungan dalam membentuk perilaku anak. Sehingga peran dari orang tua, guru serta orang dewasa lainnya sangat dibutuhkan dalam membentuk perilaku anak demi masa depan anak Salah satu bentuk perlindungan anak adalah dengan terwujudnya kepastian hukum bagi anak.
C. Perlindungan Hukum terhadap anak sebagai korban Penganiayaan� menurut peraturan perundang-undangan
Menurut Arif Gosita melindungi anak pada hakikatnya adalah melindungi keluarga, masyarakat, nusa, dan bangsa. �Kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan kekuatan pada waktu pelaksanaan pidana, dapat menimbulkan viktimisasi mental, fisik, dan sosial pada anak pidana. Tidak adanya peraturan perundang-undangan yang dapat menjadi dasar pemidanaan yang tepat, juga dapat menyebabkan adanya viktimisasi struktural, yang dapat menimbulkan penderitaan mental, fisik, dan sosial pada para anak pidana.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012, penyelesaian perkara anak lebih mengedepankan proses di luar peradilan dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan untuk mencari keadilan restoratif sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.[9]�
D. Peran unit Pelayanan
Perempuan dan Anak Polres Tapsel dalam menangani penganiayaan anak
Pengertian Unit PPA Dalam Perkapolri Nomor 10 Tahun 2007 dijelaskan bahwa �Unit Pelayanan Perempuan dan Anak yang selanjutnya disingkat unit PPA adalah Unit yang bertugas memberikan pelayanan, dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan dan penegakan hukum terhadap pelakunya�.[10]�
1.
Tugas, dan Fungsi Unit PPA
Pada wawancara tanggal 9 maret 2022 mengenai tugas dan fungsi unit PPA, Kanit PPA Polres Tapsel Brigadir Sri Ayumi Mtd menjelaskan dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Unit PPA) di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, ayat (1) yaitu Unit PPA bertugas memberikan pelayanan, dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan dan penegakan hukum terhadap pelakunya.[11]�Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Unit PPA menyelenggarakan fungsi:
a.
penyelenggaraan pelayanan dan perlindungan
hukum;
b.
penyelenggaraan penyelidikan dan
penyidikan tindak pidana;
c.
penyelenggaraan kerja sama dan koordinasi
dengan instansi terkait.
Unit Pelayanan Perempuan dan Anak juga mempunyai tugas pokok yang
terdapat pada Peraturan Kapolri No. 10 Pasal 6 Ayat 4 disebutkan bahwa tugas
pokok Unit PPA adalah melakukan penyidikan tindak pidana terhadap perempuan dan
anak. Berdasarkan tugas pokok Unit PPA, Unit PPA merupkaan institusi yang
bertanggungjawab atas tegaknya hukum, Unit PPA dituntut peran sertanya dalam mendukung
terciptanya keadilan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.
E. Upaya Kepolisian untuk
Mencegah Terjadinya Penganiayaan Anak
1.
Pengertian kepolisian dan Unit PPA
Aparat penegak hukum merupakan pranata yang umum berupa sipil yang senantiasa menjaga ketertiban, keamanan, dan penegakan hukum di semua wilayah Daerah atau Negara. Kepolisian merupakan suatu lembaga/organisasi penting yang menjalankan tugas utama sebagai penjaga keamanan, ketertiban, dan sebagai 15 penegakan hukum, sehingga lembaga/organisasi kepolisian pastilah berada di semua/seluruh Negara berdaulat, terkadang aparat tersebut ini bersifat militaristik, seperti di Negara Republik Indonesia sebelum Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) berubah dari ABRI. Polisi di dalam lingkup pengadilan betugas sebagai penyidik, dalam tugas dan fungsinya mencari barang bukti, keterangan-keterangan dari sumber, baik dari keterangan saksi maupun keterangan saksi ahli
Hukum Kepolisian adalah hukum yang mengatur masalah Kepolisian. Kepolisian adalah segala hal ihkwal yang berkaitan dengan tugas fungsi dan kelembagaan polisi yang sesuai dengan perundang-undangan (Pasal 1 UndangUndang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian). Tugas polisi berkaitan dengan aturan buku Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang menyangkut penyelidikan dan penyidikan perkara yaitu: Penyelidik ialah srangkaian tindakan yang menyelidik untuk menemukan dan mnentukan suatu kejadian yang diduga sebagai perbuatan pidana guna ditentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan sesuai cara yang diatur di dalam UU.
Penyidik ialah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. (Pasal 1 ayat 1 KUHAP). UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa:
a
Kepolisian adalah segala hal ihwal yang
berkaitan dengan fungsi dan lembaga Polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
b
Aparat Kepolisian NKRI adalah Pegawai
Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
c
Pejabat Polisi NKRI adalah anggota Polisi
NKRI yang berdasarkan undang-undang memiliki wewenang umum Kepolisian.
Peran Kepolisian Peran Polisi adalah memelihara, menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibnas). Polisi siap sedia dalam melayani masyarakat ketika apabila terjadi sesuatu masalah yang ada didalam masyarakat. Polisi siap melindungi apabila terdapat suatu agenda masyarakat, baik yang bertindak rusuh maupun biasa, aparat wajib menjadi mediator diantara dua desa yang tengah mendapatkan konflik atau sengketa, supaya tidak menimbulkan perpecahan yang semakin ruwet, membantu menyelesaikan permasalahan warga yang dapat mengganggu ketertban umum. Aparat juga mencegah dan menanggulangi supaya tidak menimbulkan penyakit warga seperti meminta-minta, pelacuran, tracfiking, pengunaan obat terlarang, teler, judi, pungli dll. peran polri dalam masyarakat.
F. Upaya Penanggulangan
Kejahatan Dalam Tindak Pidana penganiayaan
Kebijakan kriminal atau upaya penanggulangan kejahatan pada hakikatnya merupakan bagsian integral dari upaya perlindungan masyarakat (soscial defence) dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare).Oleh karena itu dapat dikatakan, bahwa tujuan akhir atau tujuan utama dari kebijakan kriminal ialah perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Kebijakan kriminal pada hakikatnya merupakan bagian integral dari kebijakan sosial, yaitu usaha yang rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.
Upaya Kepolisian Polres Tapsel dalam Menanggulangi Kejahatan Tindak Pidana penganiayaan Terhadap Anak. Polisi memerlukan profesionalisme dalam pelaksanaan tugas untuk menangkap pelaku kejahatan.Berdasarkan data yang diperoleh dari Kepolisian Polres Tapsel terkait jumlah tindak pidana penganiayaan anak dalam tahun 2019-2021 ada sebanyak 36 kasus penganiayaan anak termasuk yang dilakukan orangtua.
C. Hambatan-Hambatan Kepolisian Dalam Penanggulangan Tindak Pidana �Penganiayaan Anak yang dilakukan orang tua
Banyak masyarakat yang menganggap hukuman fisik dan kekerasan terhadap anak sebagai norma. Hambatan dalam peradilan anak meliputi kurangnya petugas khusus, tidak adanya prosedur yang jelas bagi petugas penegak hukum dan kurangnya sumber daya, khusunya terbatasnya alokasi anggaran untuk petugas pengawas bagi anak yang menjalani masa percobaan.. Hambatan tersebut mulai terjadi dari tingkat kabupaten hingga Pusat.
Ditingkat masyarakat, dimana praktek-praktek peradilan tradisional dan informal masih diberlakukan, tidak ada prosedur yang jelas mengenai penanganan anak dan tidak ada kesepakatan dengan polisi dalam pelaksanaan mekanisme tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber kanit PPA Polres tapsel ditemukan dua faktor yang menjadi hambatan dalam menanggulangi tindak pidana penganiayaan anak yaitu :
1.
Lokasi yang masih terpencil dan akses
jalan yang susah seperti jaringan telepon yang belum ada menyulitkan untuk
memeberi penyuluhan dan penjelasan mengenai larangan penganiayaan terhadap anak
oleh orang tua.
2.
Jarangnya ada masyarakat yang melapor ketika
melihat kekerasan ataupun penganiayaan terhadap anak, dengan alas an yang
dianiaya anaknya sendiri, juga ketidak tahuan masyarak tentang perlindungan
anak.
3.
Tidak adanya jaringan ataupun internet ke
lokasi-lokasi terpencil yang dimana masih banyak masyarakat terpencil yang
sering melakukan penganiayaan terhadap anak.
4.
Adanya perlawanan orang tua kepada
masyarakat yang mengadu ketika melihhat orang tua menganiaya anaknya
5.
Orang tua yang meminta kasus ditutup dan
meminta maaf, agar tidak diproses dan mengulanginya kembali.
6.
Masyarakat mengganggap melapor kejahatan
kepada polisi adalah aib dikampung sendiri.
Dengan
pembuatan undang-undang dan sangsi hukum pidana bagi setiap masyarakat yang melakukan pelanggaran
maupun penganiayaan terhadap anak dengan sangsi yang berat akan mencegah
masyarakat untuk melakukan penganiayaan terhadap anak, dan juga ditampah dengan
upaya kepolisian memberikan sosialisasi dan juga pemahaman bagi masyarakat
tentang larangan penganiayaan kepada anak dan memberikan pengetahuan mengenai
undang-undang perlindungan anak.
Kesimpulan
Penegakan
Hukum terhadap pelaku penganiayaan anak yang dilakukan orangtua yaitu
menegakkan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga yang disahkan tahun 2004 dan Undang-undang No.23 tahun 2002 Junto
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Junto Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016
tentang Perlindungan Anak. Dalam undang-undang tersebut orang tua yang
melakukan penganiayaan terhadap anak diberikan sangsi hukum seperti dalam pasal
80 Undang-undang No.35 tahun 2014 Junto Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016
tentang perlindungan anak menyatakan : Setiap orang yang melakukan kekejaman,
kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiyaan terhadap anak, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan/atau denda
paling banyak Rp.72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). Pada umumnya
sangsi hukum bagi orang tua pelaku penganiayaan anak juga terdapat dalam KUHP dimuat dalam
BAB XX II, Pasal 351s/d Pasal 355.
Perlindungan
hukum terhadap anak korban penganiayaan yaitu terdapat dalam Undang-Undang� Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT pada Pasal
1 ayat (4) sebagai berikut : "Perlindungan hukum adalah segala upaya yang
ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak
keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, Kejaksaan, pengadilan,� atau pihak Lainnya, baik yang bersifat
sementara maupun berdasarkan penetapan dari pengadilan.pelindungan anak juga
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak pada
Pasal 1 angka 2 menjelaskan bahwa perlindungan hukum terhadap anak adalah
�segala kegiatan untuk menjamin, melindungi anak serta hak-haknya agar dapat
hidup, tumbuh, kembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan hak-hak
dan martabat serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi�.
Upaya
kepolisian untuk mencegah terjadinya penganiayaan terhadap anak yaitu menurut kanit
PPA Polres Tapsel untuk pencegahan terjadinya penganiayaan anak yaitu dengan
melakukan sosiali yang dilakukan oleh dinas social dan kanit PPA sebagai
Narasumber untuk memberikan penjelasan-penjelasan penting mengenai pencegahan
penganiayaan terhadap anak menggunakan teori pencegahan, seperti memberikan
anak pengetahuan mengenai cara melindungi diri,membangun komunikasi yang baik
dengan anak memaksimalkan peran anak di sekolahsekolah,membekali anak dengan
ilmu bela diri juga Segera laporkan kepada pihak berwajib jika melihat anak
yang dianiaya. Upaya Penanggulangan dalam tindak pidana penganiayaan terhadap
anak� dengan perumusan berbagai
undang-undang yang bertujuan menghapuskan diskriminasi terhadap anak,
diwujudkan dengan merencanakan perumusan dan pengesahan undang-undang yang
sangat berkaitan dengan kepentingannya,oleh karena itu kebijakan kriminal
terhadap kekerasan pada anak merupakan slah satu upaya implementasi adanya
perumusan tersebut.
BIBLIOGRAFI
Abu Huraerah, 2007 Child Abuse(Kekerasan Terhadap
Anak), Bandung : Penerbit Nuansa,
Ahmad Zenal Fanani,2015, Pembaharuan Hukum Sengketa Hak
Asuh Anak Di Indonesia, Yogyakarta: UII Press Yogyakarta
Andi Hamzah,1993, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta,
Jakarta
Amran Suadi,2020, Filsafat Keadilan Biological Justice
Dan Praktiknya Dalam Putusan Hakim, Jakarta: Kencana
Abintorono Prakoso,2016, Hukum Prlindungan Anak, Cet I,
LaksBang pressindo, Yogyakarta
Bagong Suyanto,2013, Masalah Sosial Anak, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
H. Mahmud Gunawan dkk,2013, Pendidikan Agama Islam
dalam Keluarga, Akademia Permata Jakarta
Jaholden, 2021,Konsep Dasar Penelitian Hukum, Medan:
CV.Pustaka Prima,
Leden Marpaung,2002, Tindak Pidana terhadap nyawa dan
tubuh pemberantas dan prevensinya, Sinar Grafika, Jakarta
Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra,1993, Hukum Sebagai
Suatu Sistem, Bandung : Remaja Rusdakarya,
Marlina,2016, Hukum Penitensier, PT Reflika Aditama,
Bandung
Maidina Gultoni, 2008, Hukum Perlindungan Anak Terhadap
Dalam Sistim Pengadilan Anak Di Indonesia, Cet I, PT Refiikama Aditamana,
Bandung,
Moh Faisal Salam,2005 , Hukum Acara Perdilan Anak,
Mandar Maju, Bandung
Moeljatno,1987, Azas-Azas Hukum Pidana, Jakarta : PT.
Bina Aksara
M. Ngalim Purwanto,2009, Ilmu Pendidikan Teoritis dan
Praktis, PT Remaja Rosdakarya, Bandung
Rizkan� Zulyadi,
2020 perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban perdagangan manusia,
Pustaka Prima medan.
Satjipto Raharjo,2020 Ilmu Hukum , Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti
Sudarsono,2004, Pengantar Ilmu Hukum,Jakarta : Rineka
Cipta
Saifullah.2007,Refleksi Sosiologi Hukum, Semarang :
Refika Aditama
Tini Rusmini Gorda,2017 , Hukum Perlindungan Anak
korban Pedofilia, Setara Press, Malang
Bedi Seiawan Al Fahmi. Perlindungan Korban Tindak Pidana Perkosaan Dalam Proses Peradilan Pidana Perspektif Pembaharuan Hukum Acara Pidana sIndonesia. Jurnal Hukum dan Pembangunan No. 1 Vol. 16 Januari 2009. Badan Penerbit FH. UI : Depok. 2009
Mardjono Reksodiputro. Kriminolgi dan Sistem Peradilan Pidana Kumpulan Karangan, buku kedua, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum (d/h Lembaga Kriminologi) Universitas Indonesia : Jakarta. 2007
Media Advokasi dan Penegakan Hak-hak Anak. Volume II No. 2, 1998, Medan: Lembaga Advokasi Anak Indonesia (LLAI).
Mhd. Teguh Syuhada Lubis �Penyidikan tindak Pidana Penganiayaan Berat Terhadap anak�, Edu teach, Vol 3 No.2� (2017)
Nyoman Mas Aryani, 2016, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Kekersan Seksual Di Provinsi Bali, Jurnal Kertha Patrika,
Triono� Eddy, & Alpi Sahari,�Penegakan Hukum Pidana Terhadap Anak Yang Terjerat Perkara Pidana Melalui Diversi (Studi Di Polrestabes Medan). Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS), Vol 3, No. 1,( Agustus 2020)
United Nation Declaration of Basic Principles of Victims of Crime and Abuse of Power 29 November 1985.
Copyright holder: Reni Astuti, Triono Eddy, Ida
Nadirah� (2023) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |
[1] Maidin gultom,2010,perlindungan
hukum terhadap anak dalam system peradilan pidana anak di Indonesia,refika
Aditama, Bandung,hal.37
[2] Arif Gosita, 1985, Masalah
Perlindungan Anak, Akademika Pressindo, Jakarta, hal. 35
[3] Tini
Rusmini Gorda, , Hukum Perlindungan Anak korban Pedofilia, Setara Press,
Malang, 2017, hal. 76
[4] ibid hal. 77
[5] Ibid hal.78
[6] Ibid hal. 80
[7] Ibid hal.84
[8] Rizkan �Zulyadi, perlindungan hukum terhadap anak
sebagai korban perdagangan manusia, Pustaka Prima medan 2020, hal �37-38
[9] Triono �Eddy, & Alpi Sahari,�Penegakan Hukum
Pidana Terhadap Anak Yang Terjerat Perkara Pidana Melalui Diversi (Studi Di
Polrestabes Medan). Journal of Education, Humaniora and Social Sciences
(JEHSS), Vol
3, No. 1,( Agustus 2020) hal: 78 -84