Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No.
3, Maret 2023
PERTANGGUNGJAWABAN
HUKUM PIDANA PIMPINAN PROYEK TERHADAP KECELAKAAN KERJA YANG MENYEBABKAN KEMATIAN
Dwi Putri, Triono Eddy, Ida Nadirah
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Medan, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(science and technology) berjalan seiring
dengan peradaban manusia, demikian juga bahaya (hazards) yang ditimbulkan.
Industrialisasi,� telah
memberikan manfaat besar bagi kehidupan
manusia, tetapi dengan modus operandi yang begitu
kompleks dapat menjadi ancaman penyebab terjadinya bencana (disaster), kecelakaan
(accident), dan berbagai penyakit
(gemeenschap) akibat kurang/tidak dikelola
(manage) dengan baik. Metode penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan
kepustakaan atau data sekunder� Penelitian ini dilakukan guna
untuk mendapatkan bahan-bahan berupa: teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan hukum yang berhubungan dengan pokok bahasan.
Bersadarkan penelitian dapat diketahui bahwa pengaturan Hukum terhadap kecelakaan kerja Memperhatikan pertimbangan yuridis dan non yuridis yang dimana pertimbangan yuridis tersebut berdasarkan pada surat dakwaan, alat bukti yang sah, dan juga berdasarkan pada keterangan saksi dan keterangan terdakwa yang berdasarkan pada fakta yang terungkap. Pertanggungjawaban hukum pidanaa pimpinan
proyek� terhadap kecelakan kerja adalah sebagai suatu kewajiban untuk membayar pembalasan yang akan di terima pelaku dari
sescorang yang telah dirugikan, menurutnya juga bahwa pertanggungjawaban yang dilakukan tersebut tidak hanya menyangkut
masalah hukum semata akan tetapi
menyangkut pula masalah nilai- nilai moral ataupun kesusilaan yang ada dalam suatu
masyarakat. Hambatan Dalam Penyelesaian Masalah Kecelakaan Kerja, kurang nya
komunikasi yang baik antara pimpinan proyek dengan bahawan
nya terkait kcelakaan kerja yang terjadi akibat kelalaian (culpa).
Kata kunci: Hukum Pidana, Kecelakaan Kerja, Kelalaian Kerja
Abstract
The development of science and
technology goes hand in hand with human civilization, as well as the hazards posed.
Industrialization has provided great benefits for human life, but with such a complex
modus operandi it can be a threat to the cause of disasters, accidents, and various
diseases (gemeenschap) due to lack / not managed properly.
Normative legal research methods are literature law research carried out by examining
literature materials or secondary data This research is carried out in order to
obtain materials in the form of: theories, concepts, legal principles and legal
regulations related to the subject matter. Based on the research, it can be seen
that the Legal arrangements for work accidents Pay attention to juridical and non-juridical
considerations where the juridical considerations are based on the indictment, valid
evidence, and also based on the testimony of witnesses and the testimony of the
defendant based on the facts revealed. The criminal law liability of the project
leader for work accidents is as an obligation to pay the retribution that the perpetrator
will receive from a person who has been harmed, according to him also that the liability
carried out is not only a matter of law but also concerns the issue of moral values
or decency that exists in a society. Obstacles in Solving Work Accident Problems,
lack of good communication between project leaders and their bahawan related to work accidents that occur due to negligence
(culpa).
Keywords:�Criminal Law, Work Accidents, Work
Negligence
Pendahuluan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(science and technology) berjalan seiring
dengan peradaban manusia, demikian juga bahaya (hazards) yang ditimbulkan.
Industrialisasi,� telah
memberikan manfaat besar bagi kehidupan
manusia, tetapi dengan modus operandi yang begitu
kompleks dapat menjadi ancaman penyebab terjadinya bencana (disaster), kecelakaan
(accident), dan berbagai penyakit
(gemeenschap) akibat kurang/tidak dikelola
(manage) dengan baik .
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dalam landasan filosofisnya menekankan pentingnya perlindungan K3 sebagai hak dasar
(basic rights, human rightas) pekerja/buruh yang dijamin oleh konstitusi UUD NRI Tahun 1945 belum mampu merubah
pola pikir (mindset) korporasi menciptakan pentingnya suatu kondisi tempat kerja yang sehat dan aman untuk melindungi
K3 pekerja/buruh dari risiko kecelakaan
industri. Korporasi telah mengebiri 49 tahun UUKK, yang dalam konsiderannya.
Delapan kasus kecelakaan industri mengakibatkan banyak pekerja/buruh meninggal,
tetapi yang dituntut dan dihukum pidana atau yang diminta penegakan pidana hanyalah perseorangan, manusia alamiah (natuurlijk persoon). Organisasi Perburuhan Internasional (International Labour
Organization - ILO) menyatakan, setiap
tahun terjadi lebih dari 250 juta kecelakaan di tempat kerja dan lebih dari 160 juta pekerja sakit
karena bahaya di tempat kerja. Pekerja
yang meninggal akibat kecelakaan dan sakit diperkirakan 1,2 juta� Perkiraan
ILO, setiap tahunnya lebih dari 1,8 juta kematian akibat
kerja terjadi di kawasan Asia dan Pasifik, dalam penelitian ILO, di
Indonesia dari setiap
100.000 pekerja terdapat 20
korban fatal akibat kecelakaan.
Kasus kecelakaan yang terjadi di Indonesia meningkat setiap tahun, rata-rata 99.000
kasus11 Angka yang sangat mengkhawatirkan, dimana Indonesia menempati urutan ke 52 dari
53 negara dengan manajemen
K3 yang buruk Labor Institute Indonesia memperkirakan permasalahan K3
yang masih cukup tinggi terjadi di tahun 2017 juga akan terjadi di tahun 2018� pemerintah tidak serius menangani
permasalahan K3�
Sependapat dengan peringatan ILO, Aliansi Rakyat Peduli K3 menyebutkan K3 di
Indonesia sangat memperihatinkan� Karena itu, wajar jika kecelakaan
kerja di Indonesia cukup tinggi.��
Pekerja/buruh adalah merupakan pola dimensi kejahatan
korporasi (corporate crime) berkembang
seiring perkembangan ekonomi nasional dan internasional, Setiyono, juga mengutip Joseph F.Sheley berpendapat, bahwa �kejahatan korporasi selalu behubungan dengan kegiatan ekonomi melalui; defrauding
stockholders, defrauding the public, defrauding the government, illegal
intervention in the political process, endangering the public welfare (membahayakan kesejahteraan umum, termasuk pekerja/buruh di tempat kerja) and �endangering
employees�.
Hanafi mengartikan
endangering employees sebagai dimensi
kejahatan yang tidak memperdulikan K3. Tindakan ini dilakukan tanpa perhatian terhadap keselamatan, sarana dan prasarana produksi perusahaan tidak memenuhi standar K3, Menurut Suparman Marzuki, pertumbuhan ekonomi cenderung berkembang kearah persaingan yang tak sehat (unfair competition) yang sulit
dihindarkan sehingga mengabaikan ketentuan hukum dan tidak memperdulikan K3 . bahwa pekerja/buruh
(employee) adalah korban tindak
pidana korporasi akibat lingkungan kerja yang tidak sehat dan tidak aman yang menjadi faktor penyebab kecelakaan.
����������� Niall
F. Coburn berpendapat, salah satu
dimensi kejahatan korporasi (corporate criminal) adalah
terkait dengan perlindungan keamanan dan kesehatan kerja pekerja/buruh, Hanafi lebih lanjut menjelaskan,
tindakan tidak memperdulikan keselamatan kerja sering dilakukan
dengan cara penggunaan/pemanfaatan pekerja/buruh tanpa
diiringi dengan perhatian dan keperdulian yang cukup� terhadap keselamatan pekerja/buruh. Karena itu, banyak dari pekerja/buruh mengalami kecelakaan kerja, karena sarana dan prasarana produksi di tempat� kerja (work
place) tidak memenuhi standar keselamatan kerja.
Mengancam hidup/kehidupan
pekerja/buruh. Kerugian yang ditimbulkan kecelakaan industri akibat tidak dilaksanakannya
perlindungan K3 akan merintangi pekerja/buruh untuk hidup
sejahtera sebagaiamana yang
menjadi tujuan pembangunan nasional yang termaktub dalam Alinea ke-4 Pembukaan UUDNRI Tahun 1945. Undang-Undang 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (selanjutnya disebut,�UUKK�) yang dalam landasan filosofisnya menekankan pentingnya perlindungan K3 sebagai hak dasar
(basic rights, human rightas) pekerja/buruh yang dijamin oleh konstitusi UUD NRI Tahun 1945 belum mampu merubah
pola pikir (mindset) korporasi menciptakan pentingnya suatu kondisi tempat kerja yang sehat dan aman untuk melindungi
K3 pekerja/buruh dari risiko kecelakaan.
menjamin perlindungan K3 pekerja/buruh di tempat kerja.
Ancaman pidana hanya kepada perseorangan
(natuurlijk persoon) sejalan dengan asas �sociates/universitas delinguere
non potest� (badan hukum tidak dapat melakukan
tindak pidana). Konsekuensi dari Pasal 59 KUHP ,apabila
pengurus melakukan perbuatan melawan hukum (wederrechtstelijk) terhadap perlindungan K3 pekerja/buruh untuk
dan atas nama korporasi, atau untuk kepentingan korporasi, dengan tujuan untuk manfaat
bagi korporasi dan bukan untuk kepentingan
pribadi pengurus, maka yang dibebani penegakan pidana adalah pengurusnya, perlindungan K3 pekerja/buruh di tempat kerja. UUKK merupakan undang-undang administratif bersanksi pidana� Bangsa
Indonesia sebagai negara hukum
dimana negara yang penyelenggaraan
kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. dalam negara hukum, kekuasaan berdasarkan kedaulatan hukum dan bertujuan untuk menjalankan ketertiban hukum. Untuk mencapai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Dalam hal ini selain sumber
daya alam, faktor sumber daya
manusia Juga mempunyai andil yang penting dalam proses perkembangan dan kemajuan negara,salah
satunya adalah tenaga kerja.
Peran tenaga kerja sebagai modal usaha dalam melaksanakan
pembangunan harus didukung� juga dengan jaminan hak setiap
pekerja, pemenuhan perlindungan terhadap tenaga kerja menjadi
tanggung jawab pemerintah yang kemudian dituangkan dalam peraturan kemudian harus dijalankan oleh setiap perusahaan, pemerintah serta perusahaan harus saling bersinergi agar terwujudnya jaminan keselamatan dan kesehatan bagi pekerja.� Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia, perlu
mendapat perhatian khusus baik kemampuan,
keselamatan, maupun kesehatan kerjanya. Resiko bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja adalah bahaya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja, akibat
kombinasi dari berbagai faktor yaitu tenaga kerja
dan lingkungan kerja.� Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Kecelakaan kerja adalah Kecelakaan yang terjadi dalam hubungan
kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju
tempat kerja atau sebaliknya.
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian
tidak diduga dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses suatu aktivitas yang telah diatur.Pengendalian kecelakaan kerja adalah eliminasi, substitusi, rekayasa teknik, administrasi dan yang terakhir adalah dengan penggunaan alat pelindung diri.� Untuk itu perusahaan
harus menekan resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja, karena kecelakaan
akan menyebabkan kelambatan produksi, padahal ketepatan waktu dapat menghemat
biaya yang besar, sebaliknya ketidaktepatan dalam memenuhi jadwal dapat berakibat
kerugian yang besar pada perusahaan dan pelanggan�
Ketimpangan tersebut menjadi penyebab dasar terjadinya kecelakaan kerja. Dengan semakin meningkatnya kasus kecelakaan kerja dan kerugian akibat kecelakaan kerja, serta meningkatnya potensi bahaya dalam proses produksi, dibutuhkan pengelolaan K3 secara efektif, menyeluruh, dan terintegrasi dalam manajemen perusahaan. Kecelakaan kerja bisa juga terjadi akibat tindakan berbahaya yang dalam beberapa hal dapat dilatar
belakangi oleh kurangnya pengetahuan dan keterampilan, cacat tubuh, keletihan
dan kelelahan/kelesuan, sikap dan tingkah laku yang tidak aman.
Sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan
dan kelemahannya karena terbatas nya personil
pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan
upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3
yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna
membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik. Titik berat
tenaga kerja adalah mengenai soal kemampuan manusia atau seseorang
untuk menghasilkan sesuatu baik barang
atau jasa sehingga apabila ditinjau kegiatan yang dilakukan, maka tenaga kerja dapat
digolongkan dalam dua sektor, yaitu tenaga
kerja yang bergerak dalam sektor formal dan informal.
Tenaga kerja yang bergarak dalam sektor informal adalah tenaga kerja yang melakukan aktivitas kegiatannya atas kemauan dan kehendak dari diri sendiri.
Dalam hal ini tenaga kerja
tidak terikat dengan aturan-atauran resmi dengan pihak
lain, mengenai kemauan maupun proses bekerjanya ditentukan sendiri. Lain halnya dengan tenaga kerja
disektor formal, dalam melakukan seluruh aktivitasnya terikat dalam peraturan-peraturan resmi dari pihak
lain seperti misal-nya buruh disebuah perusahaan mengenai jam kerja upah, jam istirahat dan lain sebagainya ditentukan pihak perusahaan dengan serikat buruh secara
bersama-sama, Tenaga kerja mempunyai kewajiban melakukan pekerjaan yang dijanjikan menurut kemampuannya sebaik-baiknya.
kenyataan kekurangan atau tidak adanya
pekerjaan tidak menimbulkan keluh kesah dari pihak
pekerja, asalkan upahnya tetap diberikan.
Buruh tidak kehilangan haknya atas upah yang ditentukan menurut lamanya waktu jika
bersedia melakukan Pekerjaan yang dijanjikan tidak menggunakannya, baik karena salahnya
sendiri Halangan yang tidak disengaja. angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di Indonesia dirasa masih cukup
tinggi. Salah satu penyebabnya adalah masih rendahnya kesadaran pengusaha dan karyawan akan pentingnya
penerapan K3. Tidak dilakukan uji statistik dikarenakan tidak adanya responden yang mempunyai lama kerja yang tidak memenuhi syarat, dalam hal
ini lama kerja melebihi 8 jam per hari, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Tenaga Kerja No.13 Tahun 2003. Lingkungan kerja yang tidak aman merupakan
salah satu faktor penting untuk ikut
berperan dalam kejadian kecelakaan kerja.� Kecelakaan disebut juga kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak terduga, oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat
unsur kesengajaan. Kecelakaan dapat terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan.� Dari sikap responden saat kecelakaan di tempat kerja terjadi,
sebagian besar responden termasuk kurang konsentrasi dengan apa yang sedang mereka kerjakan.
Konsentrasi mereka terpecah dengan urusan lain selain urusan pekerjaan Akibatnya potensi bahaya yang dapat mengancam keselamatannya tidak dapat dihindari.
Sikap yang mengarah pada kecelakaan seperti bekerja tanpa menghiraukan
peraturan yang ada, bertindak atau melakukan pekerjaan di luar aturan yang ada, kurang konsentrasi
saat bekerja.� Kecelakaan kerja yang terjadi dalam lingkungan kerja tidak dapat
kita hindari yang mana sampai dapat mengakibatkan
hilangnya nyawa seseorang, hal tersebut merupakan tindak pidana karena
lalai atau kurang hati-hatinya sehingga menyebabkan orang lain meninggal dunia. menghilangkan nyawa sesorang sebagaimana pertanggungjawaban.
Program kesehatan kerja tidak terlepas dari program keselamatan kerja, karena dua program tersebut tercakup dalam pemeliharaan terhadap karyawan. Keselamatan kerja ini merupakan sarana
untuk pencegahan kecelakaan, cacat, dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja.
Kesehatan dan keselamatan
kerja dibutuhkan peran dari perusahaan
dan Pemerintah Daerah, selain
itu untuk meminimalisir kecelakaan kerja tersebut, harus adanya peran
dari mandor yang tugasnya untuk mengetahui dan mengawasi karyawan mulai pagi sampai karyawan
selesai melakukan aktifitas kerjanya, selain itu mandor
harus mengarahkan pekerja karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan SOP (Standart Operating Procedur) yang
telah ditentukan oleh perusahaan sehingga itu dapat membantu
untuk meminimalis kecelakaan kerja yang terjadi. berikut 5 contoh kasus kecelkaan
kerja� dalam 5tahun terakhir di tebing tinggi, Kecelakaan kerja di gudang PT NPK dengan 1 korban meninggal dan� Kecelakan kerja di PDAM Tirta Bulian dengan
2 orang korban, 1meninggal dan 1 luka luka , Kecelakaan kerja Karyawan di kebun PT Nusa Pusaka Kencana denga korban meninggal 1
orang, dan Kecelakaan kerja
di PT Tebo indah degan korban meninggal 1 orang , Kecelakaan kerja, PKS kebun rambutan (PTPN-III) dengan
korban meninggal 1 orang.Terjadinya
pertanggungjawaban pidana karena telah ada
tindak pidana/perbuatan yang terjadi terhadap seseorang. Pertanggungjawaban pidana menjurus kepada pemidanaan orang yang bertanggung
jawab atas suatu peristiwa, jika telah melakukan
suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsurnya yang telah ditentukan dalam Undang-Undang dapat dilakukannya pemidanaan. Maka pertanggungjawaban pidana terhadap kecelakaan kerja, dari gambaran latar
belakang masalah diatas penulis akan membahas dan mengangkat judul tentang :
�PERTANGGUNGJAWABAN
HUKUM PIDANA PIMPINAN PROYEK TERHADAP KECELAKAAN KERJA YANG MENYEBABKAN
KEMATIAN�
Metode Penelitian
Metode penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan
kepustakaan atau data sekunder� Penelitian ini dilakukan guna
untuk mendapatkan bahan-bahan berupa: teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan hukum yang berhubungan dengan pokok bahasan.
Ruang lingkup penelitian hukum normative menurut Soerjono Soekanto dalam penelitian ini, ruang lingkup
penelitian ini akan dilakukan penelitian dengan cara menarik asas
hukum, dimana dilakukan terhadap hukum positif tertulis
maupun tidak tertulis Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif dengan pendekatan yuridis empiris, dalam penelitian ini maksudnya adalah
dalam menganalisis permasalahan dilakukan dengan cara memadukan
bahan-bahan hukum (yang merupakan data sekunder) dengan data primer yang diperoleh
di lapangan.
Penelitian yang dilakukan adalah deskriptif , penelitian deskriptif
adalah penelitian yang hanya semata-mata melukiskan keadaan obyek atau peristiwa
nya tanpa suatu maksud mengambil
kesimpulan-kesimpulan yang berlaku
secara umum. berdasarkan bahan hukum utama dengan
cara meneelah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan penelitian ini. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis
data primer� dan
data sekunder.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat pengumpulan data yaitu: studi kepustakaan� atau
studi dokumen ( documentary
study) untuk mengumpulkan
data sekunder yang terkait dengan permasalahan yang diajukan, dengan cara mempelajari buku-buku, jurnal hukum, hasil-hasil penelitian dandokumen-dokumen peraturan perundang-undangan seperti: Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Bahwa analisis data pada penelitian mengenai �Pertanggungjawaban� hukum pidana pimpinan
proyek terhadap kecelakaan kerja yang menyebabkan kematian� dengan menggunakan metode analisi kualitatif, Metode analisis kualitatif adalah metode pengolahan
data secara mendalam dengan data dari hasil pengamatan, dan wawancara,� dalam proses analisis data ini, rangkaian data yang telah tersusun secara analisis kualitatif, yakni dengan memberikan pengertian terhadap data yang dimaksud menurut kegiatan yang diperoleh di lapangan dan disusun serta diuraikan dalam bentuk kalimat
per-kalimat
Hasil dan Pembahasan
A.
Pengaturan
Hukum Terhadap Kecelakaan Kerja yang Menyebabkan Kematian
Pengaturan Hukum terhadap kecelakaan
kerja
Kebijakan ikut sertanya Indonesia sebagai anggota World Trade Organization (WTO) sebagai
salah satu bukti keseriusan pemerintah dalam mendukung sistem perekonomian bebas/terbuka yang secara tidak langsung
memacu perusahaan-perusahaan
untuk lebih meningkatkan daya saing� Pembangunan ketenagakerjaan
mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan. Keterkaitan itu tidak hanya dengan
kepentingan tenaga kerja selama, sebelum
dan sesudah masa kerja tetap juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha,� pemerintah,
dan masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komperehensif, antara lain mencakup pengembangan sumber daya manusia,
peningkatan produktivitas
dan daya saing tenaga kerja, dan pembinaan Sejalan dengan itu maka
didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, yakni :
�
Setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi
serta produktivitas Nasional;
�
Setiap
orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya;
�
Setiap
sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan effisien;
�
Berhubung
dengan itu perlu diadakan segala daya upaya untuk membina norma-norma
perlindungan kerja;
Bahwa pembinaan norma-norma itu
perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan umum
tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat,
industrialisasi, teknik dan teknologi. Peran tenaga kerja sebagai modal usaha dalam melaksanakan
pembangunan harus didukung juga dengan jaminan hak setiap
pekerja� pemenuhan perlindungan terhadap tenaga kerja menjadi
tanggung jawab pemerintah yang kemudian dituangkan dalam peraturan kemudian harus dijalankan oleh setiap perusahaan, pemerintah serta perusahaan harus saling bersinergi agar terwujudnya jaminan keselamatan dan kesehatan bagi pekerja.
Menurut Pasal
99 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja. Dalam
ketentuan tersebut Jamsostek merupakan suatu hak yang tidak hanya dimiliki
oleh pekerja/buruh tetapi juga keluarga. Pemberian hak kepada
pekerja/buruh ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan pelayanan bila ada anggota
keluarga pekerja/buruh mengalami sakit atau memerlukan
bantuan medis lain seperti hamil dan melahirkan serta mereka yang mendapatkan kecelakaan kerja. Ketentuan pasal tersebut bertujuan untuk menjamin keselamatan para pekerja dalam menjalankan pekerjaannya. surat peringatan dari pengawas agar menjalankan kegiatan perusahaan sesuai dengan peraturan
K3.
Pemerintah dalam rangka mewujudkan keselamatan dan kesehatan kerja menerbitkan peraturan perundang-undangan, diantaranya: Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Undang-Undang No. 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, dan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan (SMK3), serta peraturan
lainnya. Peraturan terkait keselamatan dan kesehatan kerja dimaksud tidak lain berupa patokan atau pedoman untuk
berprilaku secara pantas, yang sebenarnya merupakan suatu pandangan dan sekaligus harapan. Patokan-patokan tersebut sering dikenal dengan sebutan norma atau
kaedah yang mengatur diri pribadi manusia
dalam pergaulan hidup di masyarakat.�
Faktor- faktor dalam penyebab Kecelakaan kerja
Faktor penyebab kecelakaan kerja yang pertama dipengaruhi oleh manusia atau pekerjanya. Faktor penyebab kecelakaan kerja satu ini contohnya
adalah perilaku manusia, pelatihan keselamatan dan kesehatan yang diberikan, hingga penggunaan alat pelindung diri. kecelakaan dan praktik kerja yang aman bisa menjadi hal
yang penting karena ternyata lebih banyak persoalan yang disebabkan oleh pekerja yang ceroboh, dibandingkan dengan mesin-mesin atau karena ketidakpedulian
karyawan, enurut Widodo
(2015:234), �Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah bidang yang terkait dengan kesehatan, keselamatan, dankesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah institusi maupun lokasi proyek
Dengan demikian dapat diketahui bahwa keselamatan dan kesehatan kerja merupakan proses perlindungan pekerja dalam kegiatan
yang dilakukan pekerja pada
suatu perusahaan atau tempat kerja
yang menyangkut risiko baik jasmani dan rohani para pekerja. Perlindungan bagi pekerja merupakan kewajiban perusahaan demi menjaga lingkungan dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja. keselamatan kerja belum mengumpulkan data untuk menyesuaikan situasi kerja aman
dan selamat serta kurang memberi masukan-masukan kepada pihak perusahaan sehingga masing-masing bagian belum menjalankan prosedur kerja yang aman sesuai dengan
tujuan dalam meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja,hasil evaluasi yang dilakukan oleh komite keselamatan dan kesehatan kerja belum dapat dilaksanakan
hal ini dikarenakan
kurangnya perusahaan memberikan dukungan kepada komite keselamatan
dan kesehatan kerja sehingga belum optimal.
Dalam melaksanakan evaluasi program
yang dilaksanakan selain itu selama ini
perusahaan kurang menindaklanjuti masukan yang disampaikan oleh komite keselamatan kerja terkait dengan program K3 yang telah dilaksanakan sehingga hasil temuan yang dilakukan belum dapat diperbaiki
olehperusahaan hal ini disebabkan adanya hambatan-hambatan komite karena komite
kurang mendapatkan dukungan dari perusahaan
dalam memperoleh data yang dibutuhkan Pada satu waktu, pekerja yang tidak puas dengan
pekerjaannya dianggap memiliki tingkat kecelakaan kerja yang lebih tinggi. Namun
demikian, asumsi ini telah dipertanyakan
selama beberapa tahun terakhir. Meskipun kepribadian, sikap karyawan, dan karakteristik individual karyawan
tampaknya berpengaruh pada kecelakaan kerja, namun hubungan sebab akibat masih
sulit dipastikan. Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja juga merupakan salah satu faktor penyebab kecelakaan kerja yang harus diperhatikan. Hal ini biasanya dikarenakan
atas kelalaian pekerja atau perusahaan.Pelatihan keselamatan
dan kesehatan kerja merupakan bagian pendidikan yang menyangkut proses
belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku. Hal ini dilakukan dalam waktu yang relatif singkat, dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori.
Faktor penyebab kecelakaan kerja dari faktor
manusia berikutnya adalah penggunaan alat pelindung diri. Alat pelindung diri (APD) merupakan seperangkat alat yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi tubuhnya dari potensi
bahaya kecelakaan kerja.Tidak menggunakan
APD dapat memperbesar kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja, walaupun APD tidak secara sempurna melindungi pekerja, tetapi akan dapat
mengurangi tingkat keparahan yang mungkin terjadi dan Prosedur kerja yang disusun dengan tidak memperhatikan
faktor keselamatan kerja di dalamnya, dapat menyebabkan kecelakaan kerja terjadi. Oleh karena itu, penting sekali
untuk melakukan evaluasi secara berkala terhadap semua prosedur kerja yang telah dibuat.
Penyelenggaraan pelatihan dimaksudkan
agar pemeliharaan terhadap alat-alat kerja dapat ditingkatkan karena salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengurangi timbulnya kecelakaan kerja, kerusakan, dan peningkatan pemeliharaan terhadap alat-alat kerja.
"Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan yang menyebabkan cidera atau kerusakan." Tak terduga dimaksudkan,
penstiwa itu tidak ada unsur
kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perancanaan.
Oleh karena itu penstiwa kecelakaan tidak diharapkan, karena penstiwa kecelakaan disertai kerugian matrial ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Kecelakaan menyebabkan 5 kerugian yaitu;
1. Kerusakan
2. Kekaucauan
organisasi
3. Keluhan
dan kesedihan
4. Kelainan
dan cacat
5. Kematian
Menurut Sum'mur "Kecelakaan kerja atau kecelakaan
akibat keija adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja disini dapat
berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan."[1]�Pengertian kecelakaan keija berdasarkan ketentuan Pasal I ayat (6) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 yaitu kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, demikian juga kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan
dari rumah menuju tempat keija
dan pulang ke rumah melalui Jalan yang biasa atau yang wajar dilalui.
Beberapa pengertian di atas dapat disimplkan bahwa kecelakaan kerja adalah suatu kajadian yang tidak diinginkan dan mengakibatkan kerugian- kerugian yang disebabkan oleh hubungan kerja selama dalam waktu kerja atau perjalanan ke tempat kerja, Semua kecelakaan kerja yang terjadi di tempat penugasan/pendidikan merupakan kecelakaan kerja, diluar itu yang termasuk kecelakaan kerja hanya terbatas selama yang bersangkutan dari tempat penginapan/pemondokan menuju ke tempat kerja sampai pulang kembali, kecuali dapat dibuktikan bahwa kecelakaan ysng teijadi diluar pengertian tersebut ada hubungannya dengan tugas dan tanggung jawab yang bersangkutan, Kecelakaan yang terjadi pada waktu melakukan kerja lembur yang harus dibuktikan dengan surat perintah lembur, Perkelahian di tempat kerja juga dapat dianggap kecelakaan kerja.Klasifikasi tersebut yang bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan, bahwa kecelakaan akibat keija jarang sekali disebabkan oleh satu faktor melainkan oleh beberapa faktor. cara mengklasifikasi kecelakaan kerja menurut golongan-golongan tersebut adalah cara untuk menemukan penyebab teijadinya kecelakaan.
B.
Pertanggungjawaban
Hukum Pidana Pimpinan Proyek Terhadap Kecelakaan Kerja yang Menyebabkan
Kematian
Pertanggungjawaban Pidana Terhadap
Kecelakaan Kerja��
Pertanggungjawaban
pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang didasarkan
pada keseimbangan monodualistik
bahwa asas kesalahan yang didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan berpasangkan dengan asas legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian. Walaupun konsep berprinsip bahwa pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak menuntup
kemungkinan adanya pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability) dan pertanggungjawaban yang ketat (strict liability). Masalah
kesesatan (error) baik kesesatan mengenai hukumnya sesuai dengan konsep merupakan
salah satu alasan pemaaf sehingga pelaku tidak dipidana
kecuali kesesatan itu patut dipersalahakan
kepadanya[2]
Pertanggungjawaban
pidana harus memperhatikan bahwa hukum pidana harus
digunakan untuk mewujdkan masyarakat adil dan makmur merata materiil dan spirituil. Hukum pidana tersebut digunakan untuk mencegah atau menanggulangi perbuatan yang tidak dikehendaki. Selain itu penggunaan sarana hukum pidana
dengan sanksi yang negatif harus memperhatikan
biaya dan kemampuan daya kerja dari
insitusi terkait, sehingga jangan sampai ada kelampauan
beban tugas (overbelasting)
dalam melaksanakannya.
Ruslan Saleh menyatakan
bahwa; tidaklah ada gunanya untuk mempertanggungjawabkan terdakwa atas
perbuatannya apabila perbuatannya itu sendiri tidak bersifat melawan hukum,
maka lebih lanjut dapat pula dikatakan bahwa terlebih dahulu harus ada
kepastian tentang adanya perbuatan pidana, dan kemudian semua unsur-unsur
kesalahan harus dihubungkan pula dengan perbuatan pidana yang dilakukan,
sehingga untuk adanya kesalahan yang mengakibatkan dipidanannya terdakwa maka
terdakwa haruslah :
a.Melakukan perbuatan
pidana;
b.Mampu bertanggung jawab;
c.Dengan kesengajaan atau kealpaan, dan
d.Tidak adanya alasan
pemaaf
Berdasarkan uraian
tersebut diatas, jika ke empat unsur tersebut diatas ada maka orang yang
bersangkutan atau pelaku tindak pidana dimaksud dapat dinyatakanmempunyai
pertanggungjawaban pidana, sehingga ia dapat dipidana.
Doktrin Vicarious liability� dalam sistem hukum Indonesia lebih dikenal sebagai pertanggungjawaban pengganti atau dikenal juga dengan pertanggungjawaban korporasi.
Dalam perjalanan Konsep KUHP, vicarious liability� merupakan pengecualian dari asas� tiada pidana tanda kesalahan.� Doktrin ini telah diakomodir dan dirumuskan di dalam Pasal 38 ayat (2) Konsep KUHP 2008, yang berbunyi �Dalam hal ditentukan oleh Undang-Undang, setiap orang dapat dipertanggungjawabkan atas tindak pidana yang dilakukan oleh orang lain� Berdasarkan penyebab-penyebab kecelakaan kerja yang telah dijelaskan di atas, pimpinan proyek �sebagai atasan dari para pekerja/buruh� memiliki tanggung jawab dalam hal terjadinya kecelakaan kerja yang menimpa pekerjanya. Pimpinan proyek merupakan pelaksana yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk permainan anak-anak hingga dewasa juga berkewajiban untuk mengarahkan tugas�tugas yang harus� dikerjakan oleh para pekerja, dan mengawasi seluruh proses pemasangan permainan.
Faktor � faktor
kelalaian kecelakaan kerja yang menyebabkan kematian
Indonesia telah memiliki
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(selanjutnya disebut KUHP)
yang menegaskan melalui Pasal 359 KUHP, bahwa �Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana
kurungan paling lama satu tahun�.Akibat hukum
karena kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain atau mati diatur dalam
pasal 359 KUHP yang menyatakan
bahwa:�Barang siapa dengan kesalahannya
menyebabkan matinya orang, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima Tahun atau pidana
kurungan satu Tahun�Unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal tersebut dapat dirincikan sebagai berikut :
� Unsur barang siapa, Barang
siapa merupakan sebuah kata yang penting didalam melihat kesalahan dan pertanggungjawaban pidana. Di dalam unsur ini yaitu
setiap orang baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama atau suatu korporasi
yang didakwakan telah melakukan suatu tindak pidana, dengan demikian unsur ini perlu
dipertimbangkan adalah untuk memastikan subyek atau pelaku
suatu tindak pidana Unsur karena
kealpaannya atau kurang kehati-hati.
� Unsur
menyebabkan matinya atau meninggalnya orang lain, Akibat kelalaian yang
dilakukan terdakwa Agus Chaniago menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja , dan
dari fakta yang ada telah jelas bahwa
penyebab kematian korban adalah akibat dari
kecelakaan kerja yang dialami dan tidak ada fakta lain yang menerangkan
kematian korban.
� Unsur
mereka melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan
perbuatan.
Alf Ross, yang kemudian dikutip Roeslan Saleh mengemukakan pendapatnya tentang, �apakah yang dimaksud bahwa seseorang itu bertanggungjawab
atas perbuatannya�. Kesalahan, pertanggungjawaban dan
pidana adalah ungkapan-ungkapan yang terdengar
dan digunakan dalam percakapan sehari-hari dalam moral, agama, dan hukum, Tiga unsur tersebut
berkaitan satu dengan yang lain, dan berakar dalam satu keadaan
yang sama, yaitu
Adanya pelanggaran terhadap suatu sistem aturan-aturan. Sistem aturan-aturan ini dapat bersifat luas,seperti hukum perdata, hukum pidana, aturan moral dan sebagainya. Kesamaan dari ketiganya adalah suatu rangkaian aturan tentang tingkah laku yang diikuti oleh setiap kelompok tertentu. Jadi, sistem yang melahirkan konsepsi kesalahan, pertanggungjawaban, dan pemidanaan itu adalah sistem normatif.
Berpangkal tolak kepada sistem normatif yang melahirkan kesalahan, pertanggungjawaban dan pemidanaan itu, maka dianalisis tentang pertanggungjawaban pidana. Bertanggungjawab atas suatu perbuatan pidana berarti yang bersangkutan secara sah dapat dikenai pidana karena perbuatan itu Bahwa pidana itu dapat dikenakan secara sah berarti bahwa untuk tindakan itu telah ada aturannya dalam suatu sistem hukum tertentu, dan sistem hukum itu berlaku atas perbuatan itu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa tindakan (hukuman) itu dibenarkan oleh sistem hukum tersebut, inilah dasar konsepsi pertanggungjawaban pidana, Alf Rose berpendapat, keadilan adalah kesamaan. Syarat kesamaan, tidak seorangpun akan diperlakukan sewenang-wenang atau tanpa dasar berbeda dari orang lain. Sedangkan arti kesamaan itu ditentukan berdasarkan ukuran-ukuran norma kesusilaan dan norma-norma hukum yang berlaku dalam masyarakat. Oleh karena itu, bahwa keputusan yang patut dan adil adalah keputusan yang terjadi sesuai dengan norma yang berlaku atau sistem norma yang berlaku. Kini, pendapat Ross tentang keadilan diterapkannya dalam rumusan pertanggungjawaban pidana, yaitu adalah patut dan adil seseorang dijatuhkan pidana karena perbuatannya, jika memang telah ada aturannya dalam sistem , hukum tertentu dan sistem hukum itu berlaku atas perbuatan tersebut. Persoalan pertanggungjawaban pidana termasuk dalam persoalan keadilan.
C.
HAMBATAN
HAMBATAN DALAM PENYELESAIAN MASALAH KECELAKAAN KERJA YANG MENYEBABKAN KEMATIAN
Hambatan dalam
penyelesaian masalah kecelakaan kerja����
Meningkatnya daya saing dan produktivitas tenaga kerja, yang juga menjadi sasaran strategis Kemenakertrans dalam Review Rencana Strategis Kemenakertrans RI (2012) adalah meningkatnya penerapan pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan
di tempat kerja.1 Pelaksanaan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) di tempat kerja berpedoman pada Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Setiap hubungan hukum mempunyai dua segi : segi bevoegdheid (kekuasaan/kewenangan atau hak) dengan
lawannya plicht atau kewajiban, Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan
untuk menjamin hak-hak dasar pekerja
dan menjamin kesamaan serta perlakuan tanpa diskriminasi, atas dasar apapun
untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya, dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha dan kepentingan pengusaha.
paya keselamatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan para pekerja atau buruh
dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja juga pengendalian bahaya di tempat kerja. Tujuan keselamatan
kerja adalah melindungi keselamatan tenaga kerja didalam
melaksanakan tugasnya, melindungi keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja dan melindungi keamanan peralatan serta sumber produksi agar dapat digunakan secara efisien. Peraturan Perundang-undangan yang
terkait mengenai hal perlindungan bagi pekerja adalah
Undang-Undang No.13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan
serta Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945,
Pada Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (2) UUD NRI 1945 menunjukan bahwa para pekerja atau buruh
memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan kerja sebagai wujud hak
dalam kehidupan yang layak.
Pekerja atau buruh tidak
hanya dituntut untuk menyelesaikan tanggung jawabnya dalam bekerja, namun juga membutuhkan perlindungan agar dapat lebih optimal dalam melakukan pekerjaannya. Perlindungan terhadap tenaga kerja sangat mendapatkan perhatian dalam hukum ketenagakerjaan.
Untuk itu pemerintah membuat peraturan yang dapat memberikan jaminan keselamatan kepada para pekerja saat melakukan
pekerjaan. Perlindungan hukum keselamatan kerja tersebut diatur didalam UU No.1 Tahun 1970 Tentang keselamatan kerja Peraturan tersebut merupakan hak asasi
yang wajib dipenuhi oleh perusahaan.
Oleh karena itu setiap organisasi wajib mementingkan kepentingan pekerja/buruh dan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa harus meminta
apapun.[3]�Maka sehubungan dengan permasalahan diatas, penelitian ini membahas bagaimana kecelakaan yang menimpa pekerjanya.
� Faktor
Sumber Daya Manusia
Kecelakaan kerja yang
terjadi relatif rendah meskipun terjadi itu dikarenakan masih kurangnya kesadaran
para pekerja untuk menggunakan peralatan keselamatan kerja yang seharusnya
digunakan oleh para pekerja. Dengan adanya beberapa pekerja yang tidak mematuhi
kewajiban untuk memakai alat perlindungan diri, menunjukan kurangnya kesadaran pekerja
akan keselamatan dirinya. Selain itu juga dapat terjadi disebabkan karena
faktor psikis seperti kelelahan, kurang hati-hati dalam bekerja.
� Faktor Perusahaan
Pengurus memberlakukan
tata tertib dan ketentuan umum yang dipatuhi oleh semua pihak tanpa kecuali.
Pihak perusahaan ikut menerapkan tata tertib dengan tegas disertakan sanksi
bilamana tenaga kerja melanggar tata tertib. Pengurus hanya dapat mempekerjakan
tenaga kerja yang bersangkutan apabila tenaga kerja tersebut telah memahami
syarat-syarat keselamatan kerja.
Hambatan yang terjadi dalam penyelesaian
ini adalah, kurang nya komunikasi
yang baik antara pimpinan proyek dengan bahawan nya terkait kcelakaan
kerja yang terjadi akibat kelalaian (culpa), dengan pihak keluarga
sudah damai dan keluarga menerima santunan dari pengusaha,
dan untuk penyelesaian dipolres tebing tinggi sampai saat
ini masih berjalan dan belum ada putusan.[4]�Perlindungan hukum menurut Philipus,
selalu berkaitan dengan kekuasaan,ada dua kekuasaan yang selalu menjadi perhatian yakni kekuasaan pemerintah dan kekuasaan ekonomi. Dalam hubungan dengan kekuasaan pemerintah, permasalahan perlindungan hukum bagi rakyat
(yang diperintah), terhadap
pemerintah (yang memerintah).
Dalam hubungan dengan kekuasaan ekonomi, permasalahan perlindungan hukum adalah perlindungan bagi silemah (ekonomi) terhadap sikuat
(ekonomi), misalnya perlindungan bagi pekerja terhadap pengusaha[5]�Salah satu hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia adalah hak atas jaminan
sosial. Oleh karena itu, sering kali dikemukakan bahwa jaminan sosial merupakan program yang bersifat
universal/umum yang harus diselenggarakan oleh semua
Negara. Tujuan perlindungan
hukum terhadap pekerja adalah pembangunan ketenagakerjaan berdasarkan ketentuan Pasal 4 UU No.13 Tahun 2003 adalah :
� Memberdayakan
dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;
� Mewujudkan
pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja
� yang
sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;
� Memberikan
perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan dan;
� Meningkatkan
kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Dalam Ketenagakerjaan di Indonesia,
berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dalam bab 1 Pasal 1 angka 1
dinyatakan bahwa, ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan
tenaga kerja pada aat waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Dalam hal
ini, sesuai dengan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan yang dimaksud dari Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan
sendiri maupun untuk masyarakat[6]
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sedangkan pengusaha adalah orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik atau bukan miliknya, baik di wilayah Indonesia sendiri maupun di wilayah luar Indonesia. Secara yuridis dalam hukum perburuhan kedudukan Pengusaha dan Pekerja adalah sama dan sederajat.
Upaya dalam menyelesaikan hambatan-hambatan dalam penyelesaian kecelakaam kerja���
Tanggung jawab perusahaan dalam hal pekerjanya
meninggal dunia itu sebenarnya bergantung pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. mengenai apa yang dimaksud dengan kecelakaan lalu lintas pada jam kerja ini. Apakah
kecelakaan lalu lintas tersebut dialami pekerja pada saat dalam perjalanan
berangkat dari rumah menuju tempat
kerja dan pulang ke rumah; atau
kecelakaan lalu lintas tersebut terjadi saat pekerja
ditugaskan oleh perusahaan untuk ke suatu
tempat pada saat jam kerja. Pada dasarnya, kedua hal tersebut
dapat dikategorikan sebagai kecelakaan kerja sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. �Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan
kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju
tempat kerja atau sebaliknya, dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.�
Pengertian serupa juga diatur dalam Pasal 1 angka
6 Undang-Undang No. 3 Tahun
1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (�UU Jamsostek�): �Kecelakaan kerja adalah kecelakaan
yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat
kerja, dan pulang ke rumah melalui
jalan yang biasa atau wajar dilalui.�
Mengacu pada pengertian tersebut, hal ini
berarti kecelakaan lalu lintas yang terjadi saat pekerja
ditugaskan oleh perusahaan untuk ke suatu
tempat pada saat jam kerja dapat dikategorikan
sebagai kecelakaan kerja sepanjang berkaitan dengan hubungan kerja, Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian (PP 44/2015), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) adalah manfaat berupa uang tunai dan/atau pelayanan kesehatan yang diberikan pada saat peserta mengalami kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Pada prinsipnya jaminan ini melindungi
agar pekerja yang tidak mampu bekerja akibat
kecelakaan kerja, menjadi disabilitas, atau mengalami sakit akibat kerja
tetap� dijamin kehidupannya dan memperoleh hak-haknya sebagai pekerja seperti sebelum terjadi kecelakaan kerja atau mengalami
sakit akibat kerja, Pasal 166 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (�UU Ketenagakerjaan)
mengatur dalam hubungan kerja berakhir karena pekerja/buruh meninggal
dunia, kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya sama dengan perhitungan dua kali uang pesangon yang ditetapkan berdasarkan masa kerja.
�Dalam
hal ini, karena pekerja tersebut telah bekerja lebih dari
tujuh tahun tetapi kurang dari
delapan tahun, maka pekerja pabrik
tersebut berhak mendapatkan dua kali delapan bulan upah,Selain
dua kali uang pesangon, ahli
waris juga berhak memperoleh satu kali uang penghargaan masa kerja, yakni sebesar tiga
bulan upah dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. Uang penggantian hak tersebut meliputi:
� Cuti tahunan
yang belum diambil dan belum gugur;
� Biaya
atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana
pekerja/buruh diterima bekerja;
Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat; Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama.� Wewenang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga komponen, yaitu : pengaruh, dasar hukum dan konformitas hukum. Komponen pengaruh dimaksudkan, bahwa penggunaan wewenang bertujuan untuk mengendalikan prilaku subyek hukum; komponen dasar hukum dimaksudkan, bahwa wewenang itu harus didasarkan pada hukum yang jelas; dan komponen konformitas hukum menghendaki bahwa wewenang harus memiliki standart yang jelas (untuk wewenang umum), dan standart khusus (untuk jenis wewenang tertentu). Secara yuridis, wewenang merupakan kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk melakukan perbuatan yang menimbulkan akibat hukum Setiap penggunaan wewenang harus memiliki dasar legalitas di dalam hukum positif untuk mencegah terjadinya perbuatan sewenang-wenang, Penggunaan wewenang pemerintahan selalu dalam batas-batas yang ditetapkan sekurang-kurangnya oleh hukum positif. Dalam kaitannya dengan konsep negara hukum, penggunaan Kewenangan tersebut dibatasi atau selalu tunduk pada hukum yang tertulis maupun tidak tertulis.
Kesimpulan
Pengaturan Hukum terhadap kecelakaan kerja Memperhatikan pertimbangan yuridis dan non yuridis yang dimana pertimbangan yuridis tersebut berdasarkan pada surat dakwaan, alat bukti
yang sah, dan juga berdasarkan
pada keterangan saksi dan keterangan terdakwa yang berdasarkan pada fakta yang terungkap.Mengingat besarnya kerugian pekerja/buruh yang timbul akibat kecelakaan
di tempat kerja, baik kerugian akibat
pekerja/buruh cacat fisik/mental dan kematian. dan kurang nya komunikasi yang baik antara pimpinan
proyek dengan bahawan nya terkait
kcelakaan kerja yang terjadi akibat kelalaian (culpa).
Pertanggungjawaban hukum pidanaa pimpinan proyek� terhadap kecelakan kerja adalah sebagai suatu kewajiban untuk membayar pembalasan yang akan di terima pelaku dari
sescorang yang telah dirugikan, menurutnya juga bahwa pertanggungjawaban yang dilakukan tersebut tidak hanya menyangkut
masalah hukum semata akan tetapi
menyangkut pula masalah nilai- nilai moral ataupun kesusilaan yang ada dalam suatu
masyarakat. Hambatan Dalam Penyelesaian Masalah Kecelakaan Kerja, kurang nya
komunikasi yang baik antara pimpinan proyek dengan bahawan
nya terkait kcelakaan kerja yang terjadi akibat kelalaian (culpa).
BIBLIOGRAFI
Asri Wijayanti, 2009, Hukum Ketenagakerjaan Pasca
Reformasi, Sinar ��������������������Grafika,� Jakarta,
Barda NawawiArief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan ������������������������������
Barda Nawawi Arief (1), Perbandingan Hukum Pidana, (Grafindo ������������������������������������������������������������������Persada, Clarkson dan Keating CMV.ClarK
Darwin Prinst, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Buku Pegangan untuk mempertahankan
hak-haknya), Penerbit Citra
Aditya Bakti, Erdianto Effendi,Hukum Pidana Indonesia
(suatupengantar), Bandung, RefikaAditama
F.A.M Stroink dalam
Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah ��������������������������������������������������������������������������������������������������Konstiusi dan Aplikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan
Republik Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,
Hanafi (2), Loc.cit., Lihat
juga, Suparman Marzuki, Mahrus Ali (1), Hamzah Hatrik
(1), Asas Pertanggungjawaban
Korporasi dalam Hukum ���������������������������Pidana
Indonesia (Strict Liability dan Vicarious Liability), International Labour Organization (ILO), Keselamatan dan Kesehatan kerja: �������������������������Sarana� untuk Produktivitas, Indroharto, Usaha Memahami Peradilan Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
Iman Soepomo, Hukum Perburuhan
Bidang Hubungan Kerja, Djambatan, Jakarta,
Jh�i Ridley, 2006,
Kesehatan dan keselamatan
kerja (Terjemahan),
Jakarta,
Kathleen Daly, Restorative
Justice in Diverse and Unequal Societies, Law in Context, Essential
Criminology
Lilian Enggal Ekasari,
� Analis Faktor yang Mempengaruhi Kecelakaan Kerja�, The Indonesian Jurnal of
Occupational Safe and Safety Health,Lalu Husni, 2010, Hukum Ketenagakerjaan
Indonesia, PT. Rajagrafindo Persada,
Jakarta.
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Rajagrafindo Persada,Jakarta,
Mengemuka dalam Lokakarya Evaluasi Pelaksanaan dan Pengawasan UUKK di Indonesia Mansyur Kartayasa, �Restorative Justice dan Prospeknya dalam Kebijakan Legislasi� makalah disampaikan pada Seminar Nasional, Muladi,
Kapita Selekta Hukum Pidana, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang,
Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana, Jakarta
Moeljatno,Perbuatan Pidana Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana,
Jakarta, Binaksara,
Moeljrtno,Asas asas Hukum Pidana,(Jakarta,Rineka Cipta,2002)
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Humum
(pendekatan kontenporer),
Bandung,
Maimun, 2004, Hukum Ketenaga Kerjaan Suatu Pengantar,� Pradnya
Paramita, Jakarta
M.H. Tirtaamidjaja, Pokok-Pokok Hukum Pidana, (Jakarta:Fasco, 1955),
Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Makalah, Universitas
Airlangga, Surabaya,
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum Edisi
Revisi, Kencana Pranadamedia, Jakarta,
Philipus M Hadjon, Tentang Wewenang, Makalah pada Penataran Hukum
Philipus M Hadjon ,�Perlindungan Hukum Dalam Negara
Hukum Pancasila�, Armico, Bandung
R. Joni Bambang S.,� Hukum Ketenagakerjaan,
Bandung: Pustaka Setia, hal 289
Roni Wiyanto, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia, Mandar Maju, Bandung,
Soehatman Ramli, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja:
OHSAS 18001, Seri Manajemen K3-01, (Jakarta: Dian
Rakyat, 2010), Bahaya (hazards)
Samodra Kharisma Aji Sugiyanto dkk, � Aspek Hukum Pidana Dalam
Kecelakaan Kerja�, jurnal Daulat Hukum,
�Suma�mur.
P.K.Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja.
Jakarta : PT. Sagung Seto; 2009
Swaputri E,�Analisis Penyebab Kecelakaan Kerja�, Jurnal Kesehatan Masyarakat
Sthepanie Coward-Yaskiw, Restorative
Justice: What Is It? Can It Work? What Do Women Think
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif,
Suatu Tinjauan Singkat,
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1996),
Soerjono Soekanto, 2013, Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum, Cet. ke-12, Jakarta
Suhartoyo, �Penguatan Organisasi Buruh/Pekerja Sebagai
Sarana Perlindungan Buruh�,
Soedarjadi, Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia,
Pustaka Yustisia, Yogyakarta,
Triwibowo,C, dk.. Kesehatan Lingku�ngan dan K3. Yogyakarta; Nuha
�������������������������������������������������������������������Medika.2013.��
Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Yuridika, Volume
No.5 & 6, Tahun XII,
Philipus M. Hadjon, Dalam Mata Kuliah Sistem Perlindungan Hukum Bagi Rakyat,
Prajudi Admosudirjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia
Indonesia, cet.9. Jakarta,
Zainal. A., Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta �
Zainal Asikin dan Agusfian Wahab, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Rajawali Pers, Jakarta
Depnaker RI, 1996,
Indonesian Journal of Industrial Hygien Occupational Health and Safety No. 4, Jakarta: Depnaker
Ida nadirah �Perlindungan
Hukum Kekayaan Intelektual Terhadap Pengrajin
http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/delegalata/article/view/3444
Tri Arfiah
dan Yulianto Bambang Setiadi�Pelaksanaan Jaminan Kecelakaankerja Dalam Jaminan
Sosial Tenaga Kerja
Lilian Enggal Ekasari,
� Analis Faktor yang Mempengaruhi Kecelakaan Kerja�, The Indonesian Jurnal of
Occupational Safe and Safety Health
Swaputri E�Analisis Penyebab Kecelakaan Kerja�Jurnal Kesehatan
Masyarakat
Sri Arfiah
dan Yulianto Bambang Setiadi
� Pelaksanaan Jaminan Kecelakaan Kerja Dalam Jaminan
Sosial Tenaga Kerja ( Jamsostek)�,
Copyright holder: Dwi Putri, Triono Eddy, Ida Nadirah (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |
[1] Suma'mur, Op,cit,, him 6
[2] Barda NawawiArief, Masalah Penegakan Hukum
dan Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001.hlm. 23
[3] Suhartoyo, �Penguatan Organisasi Buruh/Pekerja Sebagai Sarana Perlindungan Buruh�,
Administrative Law & Governance Journal, Vol. 1 Edisi
4, November 2018
[4] Wawancara langsung
dengan kepolisian polres tebing tinggi
[5] Philipus M Hadjon ,�Perlindungan Hukum Dalam Negara Hukum Pancasila�, Armico,
Bandung, 2003, hlm 42.
[6] Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan