Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 3, Februari 2023

 

SAM SHAMOUN: APOLOGET PRESUPOSISIONALIS KONTEMPORER DALAM MEDIA YOUTUBE (REFLEKSI DARI PERSPEKTIF PNEUMATOLOGI)

 

John Richard Lessoe

Universitas Sanata Sharma Yogyakarta, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Dewasa ini muncul banyak apologet Kristen yang melakukan misi apologetikanya di media youtube. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis kehadiran dan peran Roh Kudus dalam misi apologetika Sam Shamoun, salah seorang apologet kontemporer di media youtube yang berasal dari Gereja Asiria Timur. Penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan teknik menonton tujuh video Sam Shamoun di channel youtubenya. Hasil dari menonton video itu kemudian penulis ubah ke dalam bentuk tulisan (transkrip) lalu menganalisinya. Dengan menggunakan ilmu pneumatologi sebagai pisau analisis dalam tulisan ini, penulis menemukan bahwa Sam Shamoun tidak memiliki integritas dalam berapologi di media youtube. Ia tidak sungguh-sungguh melibatkan kekuatan Roh Kudus dalam misi apologetikanya. Meskipun apa yang diajarkan atau dibelanya berangkat dari kebenaran Kristen, tetapi cara ia berdialog dengan lawan bicaranya di youtube tidak mengidentifikasikan dirinya sebagai seorang apologet sejati�yang dipimpin oleh Roh Kudus. Dari tulisan ini, penulis menyimpulkan bahwa Sam Shamoun adalah seorang apologet presuposisionalis kontemporer di mana ia menjadikan Kitab Suci dan kebenaran Kristen sebagai titik tolaknya dalam apologetikanya; tidak hanya membela imannya, tetapi juga menyerang pihak lain di luar agamanya.

 

Kata Kunci: sam Shamoun, apologetika, gereja asiria timur, roh kudus, pneumatology, presuposisionalis

 

Abstract

Nowdays, there are many Christian apologists who carry out their apologetic missions on YouTube. This paper aims to analyze the presence and role of the Holy Spirit in the apologetic mission of Sam Shamoun, one of the contemporary apologists on YouTube from the East Assyrian Church.The author uses a qualitative approach by watching seven Sam Shamoun videos on his YouTube channel. The results of watching the video are then converted into written form (transcript) and then analyzed. By using pneumatology as an analytical tool in this paper, the author finds that Sam Shamoun does not have integrity in apologizing on YouTube. He did not really involve the power of the Holy Spirit in his apologetic mission. Even though what he teaches or defends departs from Christian truth, the way he dialogues with his interlocutor on YouTube does not identify himself as a true apologist � led by the Holy Spirit. From this paper, the autor concludes that Sam Shamoun is a contemporary presuppositionalist apologist in which he makes Scripture and Christian truth as his starting point in his apologetics; not only defend his faith, but also attack others outside his own religion.

 

Keywords: youtube; sam shamoun; apologetics; east assyrian church; holy spirit; pneumatology; presuppositionalists

 

Pendahuluan

Pengaruh fenomena revolusi industri 4.0 yang terjadi di berbagai belahan dunia mengintegrasikan manusia dan mesin yang dikendalikan secara digital ke internet dan teknologi informasi. (Stasiak-Betlejewska, Parv, & Gliń, 2018) Untuk itu, penggunaan media sosial dan informasi sangat cepat beredar di kalangan masyarakat. Media sosial memungkinkan manusia untuk berkomunikasi satu sama lain. Seiring dengan revolusi industri 4.0 tersebut, internet telah menjadi media baru untuk menentukan dan membentuk realitas manusia, termasuk dalam mengakses youtube. Media youtube menjadi sorotan publik di media sosial dan siapa saja bisa melihat dan mendengarkan pengajaran tertentu kapan saja dan dari lokasi manapun. Ada beranekaragam hal yang disorot dalam media youtube, termasuk salah satunya adalah pewartaan kristiani. Pewartaan tersebut dilakukan dalam bentuk pertanggungjawaban iman, salah satunya dikenal sebagai apologetika.

Istilah apologetika, yang berasal dari bahasa Yunani apologia, merujuk pada aktivitas membela klaim iman Kristen terhadap kritik yang muncul. (Hanna, 1981) Apologetika merupakan salah satu bentuk kemampuan yang dimiliki oleh setiap orang yang percaya sehingga dapat bermisi pada masa ini. Douglas Groothuis mencatat bahwa pada masa ini, kata apologetika digunakan sebagai kata dengan nuansa negatif, yaitu sebuah pembelaan yang bias dan antagonistik akan sebuah posisi yang tidak mungkin dapat dibela. Tetapi, sebenarnya, gagasan mengenai mempresentasikan sebuah apologi yang kredibel, memiliki sejarah yang panjang dan kaya. Kita menggunakan kata apologetika bukan dalam nuansa negatif tersebut, melainkan dalam nuansa yang sangat positif. (Groothuis, 2022) Demikian juga Peter Kreeft menyatakan bahwa menolak untuk mempertanggungjawabkan kebenaran Kristen adalah salah satu bentuk wujud ketidaktaatan kita kepada Tuhan (Kreeft & Tacelli, 2009). Orang-orang yang berkecimpung dalam kegiatan apologetika ini disebut sebagai apologet.

Ada banyak apologet Kristen yang sejauh ini tampil aktif dalam kegiatan pewartaannya melalui media youtube. Namun, sayangnya tidak jarang ditemukan bahwa ada banyak apologet�yang dalam melakukan misi apologetikanya�mengalami berbagai polemik di dalamnya. Misalnya pada pertengahan 2007 GodTube muncul sebagai alternatif Kristen dalam dunia youtube dengan slogannya 'Broadcast Him'. GodTube kemudian mengalami rebranding dan restrukturisasi besar-besaran dan diluncurkan kembali pada bulan Februari 2009 dengan nuansa baru, yakni jaringan sosial Kristen yang ramah keluarga (Campbell, 2010). Ini berarti bahwa pernah terjadi ketidakberesan dalam dunia apologetika. Secara tidak langsung, penulis melihat bahwa fenomena ini mau mendukung pernyataan Mark Poster pada tahun 1990 dalam bukunya The Second Media Age bahwa periode ini sebagai sebuah periode baru di mana teknologi interaktif dan jaringan komunikasi, khususnya dunia maya, akan mengubah manusia keluar dari situasi control (Gane & Beer, 2008). Fenomena �keluar dari situasi kontrol� ini terkadang terjadi juga dalam dunia apologetika di mana ada segelintir apologet yang melakukannya dengan cara yang cukup arogan, subversif bahkan defensif terhadap pihak lain. Fenomena semacam ini akhirnya membawa kita pada pertanyaan: apakah semua hal yang diwartakan oleh para apologet, dalam misi apologetikanya, sungguh-sungguh merupakan hasil bimbingan Roh Kudus atau sebaliknya. Hal ini dipertanyakan karena bagaimanapun sebagai seorang Kristen, apalagi sebagai seorang pewarta kabar baik Tuhan, penyertaan Roh Kudus menjadi landasan dan penuntun utama dalam dunia pewartaan Kristen.

Ada beberapa apologet kontemporer ternama yang berkecimpung dalam misi apologetika melalui media youtube seperti Christian Prince, David Wood, Jay Smith, James White, Nabeel Qureshi, Zakarias Boutros, Ismail Abu Adam, Sam Shamoun, dan lain-lain. Dari deretan apologet kontemporer ternama tersebut, penulis memilih Sam Shamoun dalam proses penelitian untuk tulisan ini. Sam Shamoun adalah seorang penduduk asli Kuwait. Dia berpindah ke Amerika Serikat bersama keluarganya pada usia dini. Latar belakang religiusnya didasarkan pada ajaran Gereja Asiria Timur atau Gereja Nestorian. Saat remaja, keyakinan Sam Shamoun sering dikobarkan. Keyakinan kristennya sering ditentang oleh mereka yang mempertahankan Islam sebagai sebuah agama yang benar.

Berangkat dari gambaran tersebut, tulisan ini secara khusus mau membahas tentang apologetika Kristen yang diwartakan oleh Sam Shamoun. Ada tiga kata kunci dalam penelitian dan tulisan ini, yakni apologetika, media youtube, dan Roh Kudus. Rumusan pertanyaan yang bisa terbentuk dari ketiga kata kunci ini, yakni apakah praktik apologetika Kristen, yang dipraktekkan oleh Sam Shamoun, lewat media youtube selama ini, sungguh-sungguh merupakan karya atau campur tangan Roh Kudus? Dan kategori semacam apakah yang dapat diberikan kepada Sam Shamoun dalam kegiatan apologetikanya melalui media youtube dilihat dari perspektif pneumatologi? Pertanyaan ini sebenarnya memverifikasi pengalaman empiris (dalam hal ini dunia youtube yang melibatkan audio-visual/pendengaran dan penglihatan) penulis terhadap kebenaran kepercayaan Kristen akan kehadiran Roh Kudus.

 

Metode Penelitian

Dalam tulisan ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik menonton beberapa video Sam Shamoun di media youtube. Di antara ribuan video yang diupload itu, penulis memilih tujuh video untuk dilakukan sampel penelitian dalam bingkai ilmu pneumatologi. Ketujuh video tersebut, yakni Discussion with Muslim on Allah7, Jesus is Greater than Muhammad Tawhid Dilemma Ep 6, If The Holy Spirit is God, Does He Have a Throne?, Trinity Debate: Amina, Ethiopian Muslim Girl & Bro Sam10, Mary vs. Aminah: Why Did Allah So Honor Mary, the Mother of Jesus? Tawhid Dilemma Ep. 9, A Muslim Leaves Islam and Asks How He Can Be Saved?, Why Quran 1096 Doesn't Really Teach Religious Tolerance Scripture Twisting 101 Ep 1. Penulis memilih ketujuh video ini karena temanya cukup aktual, yang sering menjadi perdebatan pada zaman saat ini, yakni tentang Allah, Roh Kudus (pneumatologi), Yesus (kristologi), Trinitas, Maria (mariologi), keselamatan (soteriologi), dan toleransi. Hasil dari menonton video youtube itu (melihat dan mendengar) kemudian diubah menjadi bentuk tulisan (transkrip). Tinjauan pustaka dengan membaca beberapa buku dan jurnal menjadi langkah berikutnya bagi penulis untuk melanjutkan gagasan dalam penelitian ini sehingga menjadi uraian yang dapat dipertanggungjawabkan. Pembahasan itu secara khusus mengkaji tentang latar belakang sejarah Gereja Asiria Timur, gereja asal Sam Shamoun berasal, serta pandangan Gereja Asiria Timur terhadap Roh Kudus, dunia, dan umat beriman lain.

 

Hasil dan Pembahasan

A. Hasil

1.   Forma Video

Penulis menemukan pada dinding channel youtubenya, shamounian, bahwa Sam Shamoun mulai bergabung dalam �dunia� youtube sejak 5 Januari 2007. Namun, baru pada 2 Juni 2017 ia mulai beroperasi−dalam hal ini ia mulai berapologi lewat youtube�dengan postingan video perdana yang ditayangkannya secara langsung yang berjudul Refuting Iglesia Ni Cristo. Hingga tanggal 21 September 2022, sudah ada 2.014 video yang diunggah di channel youtubenya yang sudah memiliki lebih dari 60.100-an subscribers dengan jumlah penonton sebanyak 11.334.780. Sebagian besar dari konten youtubenya ia unggah di Amerika Serikat, tempat ia berdomisili sampai hari ini. Ada beberapa kategori yang penulis buat terhadap semua video yang diupload Sam Shamoun di channel youtubenya. Pertama, dari segi pengambilan video (shooting) biasanya dia menggunakan own video, forum diskusi (konferensi), live streaming dan di-record lalu di-upload. Kedua, dari segi pembicaraannya (talking) biasanya dalam bentuk monolog dan dialog atau debat ataupun diskusi. Ketiga, dari bentuk penyampaian (rhetoric) biasanya dia menjelaskan, menafsirkan (ulang), meluruskan, menjembatani, memberi input, mengkritisi, menanggapi, dan membela apa yang ia imani dan pelajari. Keempat, dari segi konteks ruang (space context), �dunia� (agama atau tradisi) yang sering ia hadapi adalah mayoritas dari agama Muslim dan sebagian kecil lain seperti saksi Jehovah, Katolik Roma, Hindu, Protestan, dan lain-lain. Kelima, dari tema diskusi (theme), Sam Shamoun hadir dengan tema-tema teologis yang aktual seperti tentang ketuhanan, Kitab Suci (Alkitab, Al-Quran), islamologi, iman, wahyu, soteriologi, kristologi, mesianisme, kristianitas, mariologi, trinitas, pneumatologi, sakramentologi, eklesiologi, dan lain-lain. Penulis juga melihat bahwa kolom komentar pada setiap videonya di youtube tidak dinonaktifkan sehingga banyak terjadi sharing iman dan kesaksian dari para penyimak atau pendengar di dalamnya. Untuk itu, penulis secara pribadi menilai bahwa Sam Shamoun adalah salah seorang apologet Kristen kontemporer yang inklusif, berjiwa terbuka pada dunia luar.

2.   Isi Atau Muatan Video

Pada bagian ini, penulis akan memberikan uraian komprehensif dalam kaitan dengan argumentasi yang disampaikan, upaya, dan cara pengungkapan dari ketujuh video yang penulis jadikan sebagai bahan penelitian dalam tulisan ini. Pertama, video berjudul Discussion with Muslim on Allah. Video berbentuk dialog virtual antara Sam Shamoun dan seorang Muslim−yang Sam Shamoun sapa sebagai Jihad Yusuf− ini membahas tentang siapa dan peran Allah dari kaca mata Islam dan Kristen. Pernyataan dasar yang dilontarkan oleh si Jihad kepada Sam Shamoun adalah bahwa mereka (umat Islam) tidak menerima Yesus sebagai Allah dan tidak menyebut Yesus sebagai Anak Allah karena Ia lahir dari Maryam. Bagaimana mungkin Allah bersama Yesus berada di atas takhta karena tahkta hanyalah metafora. Sam Shamoun memberi penjelasan yang komprehensif dengan bertitik tolak dari Alquran dan Alkitab.

Baginya, tidak ada ayat Alquran yang menyebutkan bahwa Allah tidak dapat memiliki anak laki-laki (tidak harus selalu melalui hubungan seks dengan wanita). Umat Islam percaya bahwa Allah berada di atas ciptaan-Nya, tetapi Ia tidak duduk di kursi. Umat Kristen percaya bahwa dengan cinta yang tak terbatas Allah akan mengadopsi kita sebagai putra dan putri-Nya sehingga kita bisa mengenal-Nya sebagai Bapa. Tidak seperti Allah Islam dan Mohammad.

Kedua, video berjudul Jesus is Greater than Muhammad Tawhid Dilemma Ep 6. Ini adalah salah satu tema yang dibahas dalam �bincang-bincang� dengan Al-Fadi di CIRA International. Dalam video ini Al Fadi dan Sam Shamoun menantang klaim umum bahwa Yesus (dikenal sebagai Isa dalam Alquran) hanyalah hamba Allah dengan menunjukkan bukti yang ditemukan di dalam Alquran bahwa Ia (Yesus) tidak hanya lebih besar dari Muhammad, tetapi juga lebih besar dari semua ciptaan. Sam Shamoun kemudian membawa kita melalui Surah 3 ayat 45 dan Surah 4 ayat 171 untuk menunjukkan kepada kita bahwa tidak hanya Yesus (Isa) yang ditekankan oleh Alquran sebagai Sabda yang Hidup (Logos) tetapi bahwa Yesus ada sebagai Roh sebelumnya yang kemudian menjadi daging. Mungkinkah Allah pernah ada tanpa Sabda-Nya? Jika jawabannya tidak, maka itu menunjukkan bahwa Sabda yang adalah Yesus (Isa) selalu ada bersama Allah yang membuktikan bahwa Ia bukan hanya manusia tetapi Ia juga merupakan pribadi yang abadi atau kekal.

Ketiga, video berjudul If The Holy Spirit is God, Does He Have a Throne? Video ini merupakan dialog lewat telepon antara Sam Shamoun (audio-visual) dan seorang Muslim (audio) yang disiarkan secara langsung dari channel youtube Preach Christ LA. Sam Shamoun dilontarkan pertanyaan mengenai jumlah takhta dan keberadaaan takhta Roh. Sam Shamoun menjawab dengan berangkat dari lima teks dalam Perjanjian Baru, yaitu Wahyu 3:21, Wahyu 12: 5, Yoh 15:26, Wahyu 22: 1-3 dan Yoh 7: 38-39. Penjelasan Sam Shamoun dalam video itu dapat diringkas sebagai berikut. Hanya ada satu takhta. Yesus telah menang dan diperkenankan untuk duduk bersama dengan Bapa pada satu takhta. Yesus telah diangkat kepada Bapa dan kepada takhta Bapa-Nya. Untuk itu, takhta Bapa adalah takhta Yesus. Roh Kudus berasal dari Bapa dan dari Yesus yang berada dalam satu takhta. Air sungai kehidupan yang mengalir dari takhta Allah dan Anak Domba (Why 22:13) adalah cara lain untuk mengatakan bahwa Roh Kudus sungguh berasal dari Bapa dan Putra yang berada dalam satu takhtaz.

Keempat, video berjudul Trinity Debate: Amina, Ethiopian Muslim Girl & Bro Sam. Video ini menampilkan perdebatan yang cukup hangat antara Amina, seorang gadis Muslim dari Etiopia mengenai Trinitas. Gadis ini tidak pernah melihat Tritunggal dalam Kitab Suci. Sebelum sampai pada Trinitas, Sam Shamoun meyakinkan gadis ini dengan pengakuan diri Yesus sebagai Anak Allah dan Allah adalah Bapa-Nya yang terdapat dalam Yoh 10:33, Yoh 10:36 dan Mat 11:27. Jika tidak menerima teks ini, jangan menanyakan tentang Roh kudus. Tidak ada satu ayat yang mengatakan �Aku bukan Anak Allah�. Menarik bahwa Sam Shamoun juga memberi pertanyaan yang berangkat dari Alquran. Apabila Alquran berkata Yesus adalah Al-Masih, anak Perawan Maria, Dia adalah Firman dari Allah yang diutus ke Maria (Kalimatuhu alqaha ila Mariam) Apakah Anda percaya pada Roh yang dari Allah juga? Gadis ini tanpa ragu-ragu menjawab �ya�. Sam Shamoun juga mengingatkan bahwa gadis itu pulang belajar dahulu Alqurannya sebelum ia menyerang Alkitab Kristen. Tidak seperti Alqurannya yang tidak membincangkan Tauhid karena menurut Qurannya, Allah dan Roh dan Yesus adalah Allah. Sebagai kesimpulan Sam Shamoun menyebutkan Matius 28:19: Jadikan semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Itulah Tritunggal. Gadis tersebut kemudian dengan tulus menjawab �ya, saya percaya�.

Kelima, video berjudul Mary vs Aminah: Why Did Allah So Honor Mary, the Mother of Jesus? Dalam video ini Sam Shamoun dan Al Fadi mengajukan pertanyaan: mengapa Allah memberikan penghormatan seperti itu kepada Maria, Bunda Yesus (Isa) termasuk menamai seluruh bab setelahnya tetapi tidak untuk wanita lain mana pun dalam Alquran? Sam Shamoun kemudian membandingkan Maria dengan ibu Muhammad dengan merujuk pada sebuah cerita dari sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Sahih Muslim, Isinya tentang Muhammad meminta pengampunan kepada Allah, atas kepercayaan ibunya, atas nama ibunya, dalam upaya untuk menjadi perantara untuknya, tetapi permintaannya itu disangkal oleh Allah. Selanjutnya, Sam Shamoun menunjukkan contoh lain yang ditunjukkan dalam Surah 3 ayat 35-36 (bab 3 ayat 35-36) di mana Maria ibu Yesus (Isa) dan keturunannya dilindungi oleh Allah dari sentuhan setan, tidak seperti ciptaan lainnya. Jadi, itulah sebabnya Maria dan Yesus dihormati berkali-kali oleh Allah dan bukan Muhammad. Maria dan Yesus istimewa bagi Allah.

Keenam, video berjudul A Muslim Leaves Islam and Asks How He Can Be Saved. Sam Shamoun dan David Wood sedang melakukan siaran langsung (live) di youtube ketika seorang Muslim yang meninggalkan Islam bertanya bagaimana dia bisa menghindari neraka dan masuk surga. Sam Shamoun berangkat dari beberapa teks dalam Perjanjian Baru, yaitu Kis 16:30-31, Kis 2:31, Ef 2:8-9, Yoh 3:14 dan Yoh 6:27-29. Keyakinan sejati berarti percaya pada Yesus dan menyerahkan hidupmu bagi Yesus yang mati karena dosa-dosa kita. Tidak hanya sebatas mengatakan aku percaya pada Yesus tetapi mengizinkan Ia mengontrol hidup kita. Kita diselamatkan melalui iman bukan diri kita sendiri, yang merupakan anugerah Tuhan. Allah akan menilai atas dasar niat kita karena kita terpengaruh oleh kejatuhan Adam dan Hawa. Cara kita bisa tinggal bersama Tuhan adalah jika kita memiliki kebenaran yang tidak datang dari diri kita.

Ketujuh, video berjudul Why Quran 1096 Doesn't Teach Religious Tolerance Scripture Twisting 101 Ep Seri ini mengeksplorasi bagian-bagian dari Alquran dan bagaimana mereka diputarbalikkan oleh para sarjana dan guru Muslim. Al Fadi, David Wood dan Sam Shamoun, lewat channel CIRA Internasional dan juga acts17apologetics, membeberkan arti sebenarnya dari ayat-ayat tersebut dan apa artinya bagi Muslim dan non- Muslim. Ketika Mohammad benar-benar kalah dalam hal jumlah di Mekah, dia mengajarkan toleransi beragama. Muslim sering menggunakan Quran 109: 6 untuk mengatakan bahwa Islam adalah agama toleransi. Fakta yang mengabaikan fakta bahwa ayat ini ditulis selama periode Mekah dari ajaran Muhammad pada saat dia tidak dapat menaklukkan orang-orang di sekitarnya. Namun, hal itu berubah di kemudian hari dalam karirnya ketika dia dan para pengikutnya memaksa non-Muslim untuk pindah agama, atau menderita penghinaan, atau mati. Quran 106: 9: Anda harus memiliki agama Anda dan saya akan memiliki agama saya. Sam Shamoun, seorang Arab-Kristen, memeriksa teks-teks kunci dari Alquran dan Alkitab. Hal-hal yang dia jelaskan adalah prasangka Islam tentang prioritas Alquran, teks-teks Alkitab yang dianggap dirusak oleh Muslim, status anak orang beriman, dan posisi Islam tentang Tritunggal. Penjelasan Sam Shamoun yang meyakinkan tentang tiga fase jihad atau perang suci Muslim sangat bermanfaat bagi pengguna studi Alkitab ini. Seperti yang disampaikan dalam Alquran, jihad adalah proses tiga tahap yang menggambarkan bagaimana Islam dimajukan di seluruh dunia. Akhirnya, orang Kristen ditawarkan dorongan dan poin pembicaraan ketika bertemu dengan Muslim tentang masalah iman dan berbagi harapan yang mereka miliki di dalam Kristus Yesus.

 

B.  Pembahasan

Oleh karena tulisan ini merupakan refleksi dari perpektif pneumatologi atas fenomena apologetika yang dilakukan oleh Sam Shamoun lewat media youtube, penulis membuat pemetaan dalam proses simpulan ini melalui tiga kategori, yakni kajian dari perspektif dunia belakang teks, analisis dari perspektif dunia dalam teks, dan analisis dari perspektif dunia depan teks. Kajian dari perspektif dunia belakang teks berupa review literatur mencakup gambaran umum tentang Gereja Asiria Timur dan konsep ajarannya, secara khusus membahas tentang konsep Roh Kudus dan pandangannya tentang dunia dan umat beriman lain.

1.   Gambaran Umum Gereja Asiria Timur dan Konsep Ajarannya (Kajian dari Perspektif �Dunia di Dalam Teks�)

Gereja Timur atau Gereja Nestorian umumnya dipraktikkan di sebagian besar rumah orang-orang Asiria. Gereja Timur menyebut diri mereka sebagai umat Siria Timur, umat Meshikaye (Masehi), umat Nasrani atau Gereja (Kaldea). Akibat ketegangan politik antara kekaisaran Romawi dan kerajaan Persia, maka gereja Persia ini berkembang sendiri tanpa hubungan dengan Gereja dalam kekaisaran Romawi. Pada abad ke-4 uskup Selekia- Ktesifon, yang disebut katholikos, yang artinya �pembesar umum� atau batrik menjadi kepalanya. Pada akhir abad ke-5 nestorianisme diterima secara resmi oleh Gereja Persia ini. Nestorius, seorang rahib yang menjadi batrik Konstantinopel, mengajarkan bahwa kodrat serta pribadi Ilahi Allah Putera bersatu dengan kodrat serta pribadi manusia Yesus dari Nazaret hanya secara etis, artinya menurut kemauan yang satu dan sama. Logos Ilahi berdiam dalam Yesus seperti dalam Bait Suci, dan tidak mungkin tersentuh oleh penderitaan manusiawi. Dengan demikian, nestorianisme membelah Kristus karena mengajarkan bahwa Kristus bukan hanya dua kodrat, melainkan juga dua pribadi, yakni Yang Ilahi dan yang manusiawi (walaupun Kristus tampak dalam satu prospon�kata Yunani yang berarti roman, muka, penampilan, topeng�dan pada abad ke-4 dimengerti sebagai person atau pribadi).

Yang merangsang perlawanan selanjutnya adalah konsekuensinya, yaitu Bunda Maria hanya pantas disebut sebagai Bunda Kristus bukan Bunda Allah Putera. Pandangan ini ditolak oleh Konsili Ekumenis di Efesus pada tahun 431. Namun demikian, Bunda Maria tetap sangat dihormati oleh umat Kristen Nestorian. Dalam kenyataan, nestorianisme�seperti berkembang di kemudian hari�belum pasti suatu bidaah, tetapi dapat dimengerti demikian karena istilah-istilah yang digunakan kurang tajam. Isi ajaran nestorianisme tidak banyak berbeda dari ajaran Gereja Katolik sebelum abad Pertengahan. Yang menciptakan salah paham adalah istilah yang digunakan dan tidak ditafsirkan secara seragam. Perkembangan-perkembangan baru dalam teologi Barat tidak diikuti oleh Gereja Nestorian, karena mereka ingin tetap setia pada rumusan-rumusan lama, khususnya pada cara peribadatan yang diwariskan dari abad-abad pertama.

Gereja Nestorian dari abad ke-6 sampai abad ke-13 sangat aktif dan giat. Para misionarisnya menyebarluaskan Injil sampai ke India, khususnya di Kerala dan di sekitar Madras. Wilayah ini sudah didiami oleh umat Kristen-Tomas (mungkin sejak abad pertama). Antara abad ke-7 dan abad ke-9 banyak biara dan keuskupan didirikan di seluruh Asia Tengah dan di Tiongkok. Beberapa suku bangsa Mongol di Siberia juga bertobat. Gereja Nestorian tersebar di Arabia dan berpengaruh luas. Pada puncaknya, Gereja Nestorian mencakup 230 keuskupan di Asia. Di Sumatera (Barus) didirikan pula sebuah gereja dan biara (abad ke-9 sampai abad ke-11). Inilah umat Kristen tertua di Indonesia. Di semenanjung Malaka, pada zaman itu juga terdapat keuskupan.

Pandangan umat Nestorian dikenal juga oleh Nabi Muhammad, misalnya tentang pokok-pokok ajaran yang terdapat dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Hubungan mereka dengan orang Arab baik sekali sehingga batrik pindah ke Bagdad, ibukota Kalifah Abasid pada tahun 762 M. Para ahli Kristen ini menerjemahkan buku-buku filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab sehingga menimbulkan kemajuan ilmiah di kalangan umat Islam, yang kemudian mewariskannya ke dunia Barat. Pada akhir Perang Dunia I jemaat-jemaat Nestorian dibunuh secara massal di Turki pada tahun 1917.

2.   Konsep �Roh Kudus� Menurut Gereja Asiria Timur

Gereja Asiria Timur atau Gereja Ortodoks Timur, yang saat ini memiliki sekitar 250 juta pengikut, secara resmi memutuskan hubungan dengan Gereja Katolik Roma pada tahun 1054. Yang termasuk Ortodoksi Timur adalah Gereja Albania, Bulgaria, Georgia, Yunani, Rumania, Rusia, Serbia, dan Sinai. Masing-masing Gereja memiliki pemerintahannya sendiri. Mereka berada dalam tingkat yang berbeda-beda dalam persekutuan satu sama lain, dan anggota mereka menganggap diri mereka sebagai milik utama dalam Gereja Timur. Dalam banyak hal, Gereja Ortodoks Timur berdiri dekat dengan Gereja Katolik Roma karena selama lebih dari setengah sejarah gereja, mereka (Gereja Ortodoks Timur dan Gereja Katolik Roma) merupakan satu tubuh. Gereja Ortodoks Timur menghormati tujuh sakramen yang sama dan menafsirkannya dalam hal-hal mendasar, persis seperti yang dilakukan Gereja Katolik Roma. Mengenai otoritas mengajar ada beberapa perbedaan termasuk pandangan terhadap Roh Kudus.

Secara umum, teologi Gereja Timur lebih peka terhadap roh daripada teologi Gereja Barat. Teologi Ortodoks Timur sangat dijiwai oleh pneumatologi dibandingkan dengan teologi Barat yang pada intinya dibangun di atas konsep kristologis daripada yang pneumatologis. Namun, bukan berarti bahwa dengan berorientasi pada pneumatologi Gereja Timur akhirnya mengabaikan baik Kristus maupun Tritunggal (Nissiotis, 1967).

Teologi mistik Gereja Timur seringkali lebih berbasis pengalaman dan konkret daripada teologi Latin. Peran Roh adalah membuat �kontak pertama� yang diikuti dengan wahyu Putra dan, melalui Dia, Sang Bapa. (Meyendorff, 1974) Ada pandangan trinitarian asli dalam pandangan Timur, yakni �Bapa melakukan segala sesuatu dengan Firman di dalam Roh Kudus." Secara tradisional, teologi Ortodoks Timur telah menjadi warisan untuk menyoroti mutualitas kristologi dan pneumatologi dalam doktrin gereja. Gereja didirikan pada dua sisi ekonomi ilahi, yaitu karya Kristus dan karya Roh Kudus (Lossky, 1976).

3.   Pandangan tentang Dunia dan Umat Beriman Lain Menurut Gereja Asiria Timur

Untuk mengetahui pandangan Gereja Asiria Timur terhadap dunia dan umat beragama lain, penulis lebih banyak melihatnya dalam kaca mata komparatif, yang lebih cenderung melihat perbedaan antara Gereja Timur dan Gereja Barat. Seperti diketahui, ada perbedaan orientasi yang mencolok antara Gereja Timur dan Gereja Barat terkait dengan Kristologi dan soteriologi. Menurut teologi Timur, tradisi Latin didominasi oleh hukum, kategori yuridis, dan forensik. Sebaliknya, teologi Timur memahami kebutuhan akan keselamatan dan pembebasan dari kematian. Persatuan dengan Tuhan adalah tujuan dari kehidupan Kristen, bahkan menjadi tertanam kuat. Antropologi yang mendasari Gereja Timur, berbeda dengan Gereja Barat, tampaknya kurang berurusan dengan rasa bersalah dan lebih banyak lagi dengan melihat ke atas pada gambar Allah yang akan digenapi dalam manusia fana (K�rkk�inen, 2018). Dengan demikian, gagasan kerja sama antara ilahi dan manusiawi dalam keselamatan tidak hanya diterima begitu saja tetapi diperjuangkan dengan antusiasme yang tinggi.

Gereja Timur mempertimbangkan masalah-masalah yang membutuhkan kebulatan suara lebih sedikit daripada yang dilakukan orang Gereja Roma. Pada prinsipnya hanya masalah yang disebutkan dalam Tulisan Suci yang dapat memenuhi syarat. Artinya bahwa Gereja Timur dapat menafsirkan doktrin tetapi tidak dapat memulainya. Dalam praktiknya, Gereja Timur telah menggunakan hak prerogatifnya sebagai penerjemah hanya tujuh kali, dalam Tujuh Konsili Ekumenis, yang semuanya diadakan sebelum tahun 787 M. Ini berarti semua keputusan yang dicapai oleh Dewan Ekumenis tertanam dalam Credo itu sendiri; di luar Credo tidak perlu pernyataan dogmatis tentang hal- hal seperti api penyucian, indulgensi, atau asumsi tubuh Maria yang Dikandung Tanpa Noda (Ortodoks tidak menyatakan ini sebagai dogma). Umat Katolik menganggap dogma-dogma ini positif, yakni sebagai perkembangan dari doktrin, sedangkan Gereja Ortodoks mempertimbangkan bahwa dogma itu lebih bersifat inovatif. Menggeneralisasi perbedaan ini, kita dapat mengatakan bahwa bahasa Latin dalam Gereja menekankan perkembangan doktrin Kristen, sedangkan bahasa Yunani dalam Gereja menekankan kesinambungannya. Tidak perlu bagi Gereja untuk menjalankan otoritas pengajarannya di luar Dewan Ekumenis. Mitra Gereja Ortodoks Timur itu sendiri adalah para Bapa Gereja.

Cara lain di mana Gereja Timur memahami perannya, yakni otoritas mengajar yang berbeda dari Barat dalam kaitan dengan dogma-dogmanya. Gereja Timur tidak memiliki paus. Kebenaran Tuhan diungkapkan melalui hati nurani Gereja. Saat uskup dari seluruh Gereja berkumpul dalam Konsili Ekumenis berarti mereka menetapkan kebenaran Tuhan yang tidak dapat diubah. Itu akan benar jika Roh Kudus menjaga keputusan mereka dari kesalahan. Ini membawa kita pada salah satu penekanan khusus Gereja Timur oleh karena dalam banyak hal Gereja Timur berdiri di tengah-tengah antara Gereja Katolik Roma dan Gereja Protestan. Untuk itu, tampaklah bahwa Kekristenan Timur paling menekankan sifat kebersamaan Gereja, baik kesetaraan gerejawi para anggotanya (sebagai lawan terhadap Katolik), dan solidaritas mereka (sebagai lawan terhadap protestantisme).

Banyak teks Bapa Gereja Timur yang menyoroti hubungan antara Roh dan keselamatan yang lalu mengaitkan Roh tersebut dengan semua keragaman yang merupakan efek rahmat dari Tuhan (Pannenberg, 2004). Kekuatan mereka terletak pada ajaran Bapa Gereja awal yang dengan bebas membicarakan Roh Kudus yang mempengaruhi kesempurnaan dan pengudusan. Orang Kristen Timur bernyanyi, �Roh Kudus menghidupkan jiwa-jiwa; Dia meninggikan mereka dalam kemurnian; Dia menyebabkan satu-satunya sifat Tritunggal bersinar ke atas mereka secara misterius.� Itu artinya, Roh menciptakan kembali sifat manusia dengan memurnikannya dan menyatukannya dengan tubuh Kristus. Roh juga menganugerahkan keilahian kepada manusia (K�rkk�inen, 2018).

4.   Gambaran dan Peran Roh Kudus dalam Apologetika Kristen di Media Youtube (Analisis Penulis dari Perspektif Dunia di dalam Teks)

a)  Roh Kudus Sebagai �Pemantik� Komunikasi via Media Sosial

Tentunya setiap apologet, khususnya apologet kontemporer, memiliki tema, isi dan metode apologetikanya yang berbeda-beda. Namun bagaimanapun juga, mereka tetap memiliki satu tuntunan yang sama, yaitu Roh Kudus. Dalam Kitab Suci disebutkan bahwa salah satu peran Roh Kudus adalah memberi pengajaran atau �mengajar orang untuk berkata-kata atau berkomunikasi� (bdk. Yoh. 14:26, Mat. 10:19-20, Mark 13:11, Luk. 12:12, 1 Yoh. 2:27). Tampak di sini ada tiga unsur penting, yaitu Roh Kudus, pengajaran, dan komunikasi (dalam konteks tulisan ini, media yang dimaksudkan adalah youtube). Sam Shamoun dalam pewartaannya di youtube menampilkan banyak konten religius hampir setiap minggu dengan tema-tema yang aktual dengan metode monolog dan dialog. Menarik bahwa pada bagian awal diskusi atau monolognya di setiap videonya tersebut, ia menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah Tritunggal untuk membimbing misi apologetikanya dengan rumusan kalimat yang tidak jauh berbeda. Namun, dalam bagian penjelasannya, tidak jarang Sam Shamoun juga melontarkan kata-kata negatif, seperti biadab, anjing, iblis, pelacur, dan lain-lain kepada lawan bicara yang dominan dari Muslim.

Sekali lagi dikutip bahwa pada tahun 1990, Mark Poster meluncurkan bukunya The Second Media Age yang menggambarkan sebuah periode baru di mana teknologi interaktif dan komunikasi jaringan, khususnya dunia maya, akan mengubah manusia salah satunya adalah keluar dari situasi control (Gane & Beer, 2008). Benar bahwa kerap kali Sam Shamoun masuk dalam kategori ini. Meskipun tema dan isi pewartaannya sungguh mendalam dan menarik, tetapi kata-katanya sering tidak terpuji. Secara tidak langsung, seolah-olah iman para pendengar dan penonton luntur karena iman muncul dari pendengaran (Rm 10:17). Dalam arti tertentu, orang-orang dengan budaya yang berbeda hidup di dunia yang berbeda. Sejarah apologetika dan Kitab Suci sendiri memberikan contoh dalam kepekaan budaya yang ditunjukkan dalam dialog dan kesaksian apologet. Yesus sendiri memproklamirkan satu pesan tentang kehadiran Kerajaan Allah di dalam pribadi-Nya, namun menyapa setiap pendengarnya secara berbeda. Sensitivitas yang sama dapat ditemukan pada sosok St. Paulus yang berbicara kepada pendengar tertentu, yakni Yahudi, Yunani dan Roma (Van den Toren, 2011). Roh Kudus sebagai Nafas Gereja yang Berhembus Melampaui Batas Heterogenitas

Selain perannya dalam memberi pengajaran atau mengajar orang untuk berkata-kata atau berkomunikasi, Roh Kudus juga berperan mengantar orang untuk sampai pada keterbukaan akan keberagaman bahasa (tradisi pengungkapan) (bdk. Gal. 5:22-23, Rom. 14:17). Roh Kudus bergerak dan masih bergerak di atas permukaan bumi untuk menciptakan, memelihara dan menopang, untuk menantang, memperbarui dan mentransformasikan karena keyakinan bahwa aktivitas Roh melampaui definisi, deskripsi, dan batasan kita dalam cara angin yang "bertiup kemana saja" (bdk. Yoh 3: 8). Kuasa pemelihara Roh Kudus yang bekerja di dalam, mengilhami manusia dalam kerinduan universal mereka untuk mencari kebenaran, kedamaian, dan keadilan (Rom. 8: 18-27), karena �cinta, kegembiraan, damai, kesabaran, kebaikan, kemurahan hati, kesetiaan, kelembutan dan pengendalian diri�, di mana pun itu ditemukan adalah buah Roh.

Di sini Roh Kudus lebih dipandang seperti angin yang bertiup ke mana saja ia mau. Dalam Alkitab versi kontemporer, kata spirit dalam bahasa Inggris diterjemahkan dari kata Ibrani �r�ach�. Prinsip dasar �r�ach�yang mendasar adalah 'meniup' karena udara itu harus bergerak. Donald Gempi menawarkan kepada kita untuk menerjemahkan �r�ach� sebagai �nafas�, yakni nafas Suci Tuhan yang bertindak menyerupai kekuatan fisik angin. Namun, sebagai orang Kristen, kita tidak boleh membayangkan Nafas Suci Tuhan sebagai kekuatan impersonal tetapi sebagai seorang pribadi yang memberdayakan dan kehadirannya memberikan kehidupan (Gelpi, 1988). Untuk itu, konsep Tritunggal tentang Roh sebagai pribadi yang berbeda dan yang setara dengan Bapa dan Putra tidak akan asing bagi sebagian besar orang beriman bahwa Roh adalah �hidup Tuhan sendiri dan vitalitas dalam tindakan Tuhan sendiri (Turner, 1996).

Meskipun kita tidak dapat menjamin kehadiran nyala api Roh, ini bukan berarti kita tidak dapat berbuat sesuatu. Paulus memanggil kita untuk mempraktikkan semua jenis tindakan kebajikan dan mengembangkannya, seperti membenci kejahatan, membantu orang yang berkekurangan, memberkati orang yang menganiaya kita, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, memberi makan kepada yang lapar, bahkan musuh. Seperti David Horner berkata: �dalam pelayanan kami menggunakan kemampuan dan sumber daya kami untuk menjadi tangan dan kaki Kristus untuk mempromosikan kebaikan orang lain. Roh-lah yang memberi kami semangat dan energi� (Austin & Geivett, 2011) Roh memiliki daya tariknya yang sensasional. Singkatnya, Roh membantu kita untuk memahami kenyataan itu tidak hanya dengan pikiran kita tetapi juga dengan hati kita.

Tiga puluh tahun terakhir telah terlihat minat yang besar pada aktivitas Roh Kudus dalam agama non- Kristen. George Khodr, seorang Ortodoks Timur berpendapat bahwa kritik Ortodoks terhadap filioque (Roh "yang berasal dari Bapa dan dari Putra") mengundang orang untuk terbuka kepada karya Roh Kudus di luar batas-batas Gereja. Untuk itu, muncul urgensi refleksi teologis tentang pluralitas agama dan keinginan untuk melampaui apa yang dianggap sebagai �kebuntuan Kristologis� dalam teologi agama. Perubahan pneumatologis ini membawa sejumlah keuntungan bagi teologi Kristen yang memungkinkan adanya keterbukaan terhadap keberadaan Tuhan dalam tradisi agama non-Kristen.

b)  Roh Kudus Sebagai �Fondasi� yang Membangun Dialog dalam Perbedaan

Kajian tentang peran Roh Kudus kemudian sampai pada �membangun dialog persaudaraan dan kesatuan dalam perbedaan� yang terungkap dalam Kis 2:1-12: The Holy Spirit helps us to live out Christ's openness to others: Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya. Ketika turun bunyi itu, berkerumunlah orang banyak. Mereka bingung karena mereka masing-masing mendengar rasul-rasul itu berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri. Mereka semua tercengang-cengang dan heran, lalu berkata: "Bukankah mereka semua yang berkata-kata itu orang Galilea?

Sebelum hari Pentakosta, para murid sudah menjadi orang percaya yang mengikuti Yesus. Mereka percaya bahwa peristiwa yang terjadi pada hari Pentakosta itu merupakan pemenuhan dari Yoh 7: 37-38 di mana Yesus menyatakan bahwa Roh akan datang setelah Dia telah dimuliakan (Warrington, 2008). Roh Kudus bukanlah pengalaman melainkan Tuhan. Seorang apologet tidak boleh salah mengira bahwa pengalaman dan spiritualitas mereka sebagai Roh Kudus sehingga mereka juga tidak boleh memadamkan aktivitas Roh. Roh menumbuhkan relasionalitas dalam ketuhanan dan di antara manusia. Roh mengangkat kita untuk berpartisipasi dalam kehidupan dan persekutuan Tritunggal agar kita bisa masuk ke dalam hidup yang baru. Rohlah yang menghubungkan kita dengan kehadiran Tuhan yang tidak terbatas, meskipun kita terbatas. Rohlah yang mendorong kita untuk mencintai mereka yang terlihat tidak dapat dicintai. Inilah sungguh-sungguh seorang pewarta Injil (Larsen & Treier, 2007). Roh Kudus bukanlah kekuatan yang menghancurkan tetapi rahmat yang bekerja dengan dan di sekitar manusia, komunitas, dan roh-roh lain untuk membawa perdamaian. Hidup di antara roh-roh itu akan melibatkan tantangan dan perjuangan yang mendorong pentingnya rasa hormat, partisipasi, dan kolaborasi (Vondey, 2014). Singkatnya, Roh Kudus hadir dalam diri dan isi pewartaan seorang apologet yang mewartakan dan membela iman Kristen lewat media youtube.

Apologetika sebagai cara yang memungkinkan dialog antaragama. Istilah apologetika, yang berasal dari bahasa Yunani apologia, merujuk pada aktivitas membela klaim iman Kristen terhadap kritik yang muncul (Hanna, 1981). Konteks di mana agama Kristen berada terkait erat dengan superioritas budaya, rasisme atau eksploitasi ekonomi membuat apologetika antaragama menjadi problematis. Orang Kristen harus berhati-hati dengan pertemuan apologetik dengan komunitas religius, seperti komunitas Yahudi dan Muslim, yang sangat menderita di masa lalu. Para pembela Kristen dalam konteks antaragama tidak hanya harus terampil dalam membela kebenaran Kristen, tetapi mereka juga harus menawan dan ramah, melayani sebagai pembawa damai dan rekonsiliasi. Sentralitas Injil adalah untuk misi dan kesaksian Kristen (McDermott & Netland, 2014). Untuk itu apologetika dapat menjadi komponen yang sangat diperlukan dalam kesaksian Kristen.

5.   Kategorisasi Apologetika Sam Shamoun dan Tanggapan Selanjutnya (Analisa dari Perspektif �Dunia di Depan Teks)

Benno van den Toren, dalam tulisannya tentang contextual apologetics, menawarkan 3 ciri seorang apologet yang baik−yang dinaungi Roh Kudus−pada zaman ini, yaitu seorang apologet perlu mencintai Tuhan dan kebenaran di atas segalanya, seorang apologet harus menunjukkan kasih yang tulus kepada orang yang berdialog dengannya, dan sebagai pembela, seorang apologet haruslah orang yang berintegritas (Van den Toren, 2011). Hemat penulis, selaras dengan ketiga tawaran ini, penting bagi seorang apologet untuk memahami terlebih dahulu ajaran agamanya sendiri dan orang lain, kemudian berani keluar mengartikulasikan ajarannya itu, dan akhirnya dengan tidak secara ofensif dan destruktif tetapi dengan penuh kerendahan hati mecoba membela imannya tanpa menjelekkan atau mengunderdogkan lawan dialog dan para penonton. Ketiga tawaran ini penulis gunakan sebagai kriteria untuk menjawab pertanyaan pertama dari tulisan dan pembahasan ini�yakni apakah praktik apologetika Kristen, yang dipraktekkan oleh Sam Shamoun, lewat media youtube selama ini, sungguh-sungguh merupakan karya atau campur tangan Roh Kudus. Berdasarkan ketiga kriteria tersebut, penulis menemukan bahwa ada dua jawaban atas pertanyaan tersebut. Dalam hal ini, penulis bertolak dari penelitian terhadap ke tujuh video Sam Shamoun dalam kaca mata pneumatologi.

Pertama, jawaban �ya�. Artinya, praktik apologetika Kristen, yang dipraktekkan oleh Sam Shamoun, lewat media youtube selama ini, sungguh-sungguh merupakan karya atau campur tangan Roh Kudus. Dalam hal ini, jawaban ini hanya berlaku untuk kriteria pertama dan tidak berlaku untuk kriteria kedua dan ketiga. Tampak bahwa �sesuai kriteria pertama�Sam Shamoun mencintai Tuhan dan kebenaran di atas segalanya. Hal ini tampak dari ide atau pemikirannya yang ia ungkapkan semuanya berangkat dari pengajaran Kitab Suci dan juga pengajaran agama Kristen pada umumnya. Bahkan, pada bagian awal diskusi atau monolognya di setiap videonya tersebut, ia menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah Tritunggal untuk membimbing misi apologetikanya dengan rumusan kalimat yang bercirikan seorang apolog sejati. (Petricone, 2021) Tidak hanya dari Kitab Suci, Sam Shamoun juga memberi penjelasan yang komprehensif dengan bertitik tolak dari Alquran yang telah ia dalami lewat pembelajarannya. Untuk itu, boleh dikatakan bahwa Sam Shamoun dinaungi oleh Roh Kudus yang mengajarkan segala kebenaran (bdk. Yoh 14:26; 16:2,14). Sam Shamoun dinaungi Roh Kudus karena salah satu sifat Roh Kudus, yakni Roh Kudus mempunyai pengetahuan (bdk 1 Korintus 2:10,11).

Kedua, jawaban �tidak�. Artinya, praktik apologetika Kristen, yang dipraktekkan oleh Sam Shamoun, lewat media youtube selama ini, bukan merupakan karya atau campur tangan Roh Kudus. Dalam hal ini, jawaban ini tidak berlaku untuk kriteria pertama, tetapi untuk kriteria kedua dan ketiga. Tampak bahwa�sesuai kriteria kedua�Sam Shamoun, justru tidak menunjukkan kasih yang tulus kepada orang yang berdialog dengannya. Hal ini terlihat dari cara penyajian apologetikanya di media youtube. Tidak sedikit Sam Shamoun melontarkan kata-kata negatif seperti biadab, anjing, iblis, pelacur, dan lain-lain kepada lawan bicara yang dominan berasal dari Muslim. Pikiran Sam Shamoun tidak dijiwai oleh Roh Kudus karena sejatinya Roh Kudus mempunyai pikiran (bdk Rm. 8:27). Cara apologetika Sam Shamoun tidak menampakkan unsur kasih yang tulus dan ini melawan dengan salah satu sifat Roh kudus, yakni Roh Kudus mempunyai kasih (bdk. Rm 15:30). Caranya berapologi bertentangan dengan peran Roh Kudus yang memberi pengajaran atau �mengajar orang untuk berkata-kata atau berkomunikasi� (bdk. Yoh. 14:26, Mat. 10:19-20, Mark 13:11, Luk. 12:12, 1 Yoh. 2:27). Atau meminjam rumusan dari Gabriele Cosentino, Sam Shaomun kurang memiliki �literasi media ketika memberikan pengajaran yang seharusnya selalu menunjukkan cara yang baik dan benar (Petricone, 2021). Dengan demikian, jika ditarik lebih jauh, Sam Shamoun juga tidak masuk dalam kriteria ketiga yang sungguh menekankan sisi integritas seorang apologet. Sam Shamoun: Apologet Kontemporer Presuposisionalis di Media Youtube

Steven B. Cowan dalam bukunya berjudul Five Views on Apologetics menawarkan lima kategori atau metode apologetik Kristen. Kelima metode tersebut, yakni 1) classical method/metode klasik (dengan William L. Craig sebagai kontributornya), 2) evidential method/metode pembuktian (dengan Gary R. Habermas sebagai kontibutornya), 3) cumulative case method/metode kasus kumulatif (dengan Paul D. Feinberg sebagai kontributornya), 4) presuposisional method/metode presuposisionalis/bersyarat (dengan John M. Frame sebagai kontributornya), dan 5) reformed epistemology method/metode epistemologi reformasi (dengan Kelly James Clark sebagai kontributornya). Kelima metode ini penulis gunakan sebagai kriteria untuk menjawab pertanyaan kedua dari tulisan dan pembahasan ini�yakni kategori semacam apakah yang dapat diberikan kepada Sam Shamoun dalam kegiatan apologetikanya melalui media youtube dilihat dari perspektif pneumatologi.

Dari kelima metode tentang apologetik tersebut, penulis menemukan bahwa Sam Shamoun termasuk dalam barisan apologet kontemporer yang menggunakan metode presuposisionalis (presuposisional method) dalam kegiatan apologetikannya lewat media youtube. Dalam metode presuposisionalis ini, John Frame menjelaskan bahwa seorang apologet harus mengandaikan kebenaran agama Kristen sebagai titik awal yang tepat dalam apologetika (Craig & Cowan, 2000). Apologetiga dalam Konteks Asia dan Gereja yang Misioner (Tanggapan Mahasiswa Teologi Katolik)

Dalam kaitan dengan konteks Asia, orang-orang di Asia perlu memandang apologet atau pewarta Injil tidak melulu sebagai pekerja-pekerja amal kasih, tetapi sebagai pribadi-pribadi, yang budi maupun hatinya terarahkan kepada perkara-perkara Roh yang serba mendalam (bdk. Rom 8:5). Melalui cara apologetika, pelayanan penuh semangat dan perilaku pemberi teladan (tidak sebatas pembela) para apologet menyampaikan kesaksian yang mempesonakan akan Injil dalam jemaat-jemaat yang mereka gembalakan dalam nama Kristus. Di benua Asia orang- orang lebih diinsyafkan melalui kekudusan hidup dari pada argumen intelektual. Maka pengalaman iman dan kurnia- kurnia Roh Kudus merupakan landasan bagi segala karya misioner, di kota-kota maupun di pedesaan, di sekolah- sekolah atau di rumah-rumah sakit, di antara para penyandang cacat, para transmigran atau suku-suku pribumi, atau dalam jerih payah mengusahakan keadilan dan hak-hak manusiawi. Tiap situasi itu peluang bagi umat Kristiani, untuk memperlihatkan kuasa, padahal kebenaran Kristuslah yang menjadi kuasa itu dalam hidup mereka. Oleh karena itu, berkat inspirasi sekian banyak misionaris, yang memberi kesaksian kepahlawanan akan cinta kasih Allah di tengah rakyat penduduk benua Asia di masa lampau, Gereja di Asia sekarang berusaha memberi kesaksian akan Yesus Kristus beserta Injil-Nya dengan semangat yang tak kalah besar dibandingkan dengan di masa yang silam. Berharap gaya apologet ini tetap bersinar.

Jarang dijumpai para pewarta injil (evangelis) dari agama Katolik yang memberi pewartaan seperti para apologet Kristen yang cukup populer (Sam Shamoun dan teman-temannya) di media youtube. Yang sering muncul adalah kaum klerus (imam dan uskup). Itupun hanya sebatas memberi renungan harian atau mingguan ataupun pengajaran yang sering bersifat �apologetik� (makna aslinya dari kata Yunani �apologia� yang berarti �pertahanan�).

Tanpa memandang rendah hidup beriman ataupun intelektual kaum pewarta dari Gereja Katolik, tidak heran bagi kita kalau terjadi perbedaan �jarang� tampil di media seperti itu karena ada ketidaksamaan dari struktur dan otoritas mengajar. Sebagai seorang (mahasiswa) Katolik, penulis tertarik untuk memberi tanggapan tentang Roh Kudus dan pewartaan (apologetika) dengan berangkat dari Konsili Vatikan II dan juga ensiklik Paus Yohanes Paulus II. Konsili Vatikan II tegas mengajarkan bahwa seluruh Gereja bersifat misioner. Karya pewartaan Injil merupakan tugas seluruh umat Allah. Karena seluruh umat Allah diutus untuk mewartakan Injil, evangelisasi itu tidak pernah tindakan individual dan tersendiri; tetapi selalu tugas gerejawi, yang harus dilaksanakan dalam persekutuan dengan umat beriman di dunia. Misi itu satu dan tak terbagi, mempunyai satu sumber dan satu tujuan akhir, tetapi di dalamnya ada berbagai tanggung jawab dan berbagai macam kegiatan. Dalam berbagai perkara, tidak mungkin ada pewartaan yang sejati tentang Injil, kecuali apabila umat Kristiani memberi kesaksian dengan hidup yang selaras dengan amanat yang mereka wartakan sendiri: �Bentuk pertama kesaksian ialah hidup yang tulus sesungguhnya seperti terlihat pada misionaris, keluarga Kristiani, dan jemaat gerejawi, yang menampilkan cara hidup baru. Setiap orang dalam Gereja dapat dan wajib memberikan kesaksian macam itu; dalam banyak kasus itulah satu-satunya cara yang mungkin untuk menjadi misionaris�.

Roh Kuduslah yang memampukan Gereja untuk menunaikan Misi yang dipercayakan kepadanya oleh Kristus. Sebelum mengutus para murid-Nya sebagai saksi-saksi-Nya, Yesus menganugerahkan kepada mereka Roh Kudus (bdk. Yoh 20:22), yang berkarya melalui mereka dan menggerakkan hati mereka yang mendengarkan para murid (bdk. Kis 2:37). Itu berlaku bagi mereka yang diutus-Nya sekarang. Berkat rahmat Sakramen Baptis semua orang diangkat untuk berperan serta dalam melangsungkan misi penyelamatan Kristus. Mereka mampu menjalankan tugas itu justru karena cinta kasih Allah telah dicurahkan ke dalam hati mereka melalui Roh Kudus yang dikurniakan kepada mereka (Rom 5:5). Tetapi pada taraf yang lain misi bersama itu dilaksanakan melalui pelbagai fungsi dan karisma-karisma yang khusus dalam Gereja. Tanggung jawab utama atas misi Gereja dipercayakan oleh Kristus kepada para Rasul dan para pengganti mereka. Untuk melayani Gereja sebagai para petugas Kristus, para Uskup dan imam-imam memerlukan pembinaan yang mantap dan berkelanjutan, yang hendaknya menyelenggarakan peluang- peluang bagi pembaruan manusiawi, rohani dan pastoral, begitu pula kursus-kursus tentang teologi, spiritualitas dan ilmu pengetahuan manusiawi. Konsili Vatikan II telah memberikan beberapa pedoman yang sangat jelas juga tentang hal ini, mengakui kehadiran dan tindakan Roh Kudus tidak hanya di Gereja tetapi juga di luar Gereja, dan terutama di agama-agama lain. Roh telah bekerja di dunia sejak permulaan waktu: tanpa keraguan, Roh Kudus telah bekerja di dunia sebelum Kristus dimuliakan (AG 4).

Penulis tertarik dengan syair lagu yang seringkali dikidungkan setiap kali kita mengawali sebuah kegiatan rohani: Roh Kudus TAMU hatiku, Cinta Allah yang abadi: nyalakan dalam batinku Api Cinta yang Ilahi. Secara eksplisit, Roh Kudus itu disebut sebagai �tamu� yang dalam bahasa Latin disebut sebagai �hospes�. Berbicara soal Roh Kudus, apalagi memastikan apakah seseorang benar-benar dijiwai dan dituntun oleh Roh Kudus, hanya bisa kita pastikan setidaknya lewat apa yang keluar dari dalam diri seseorang. Kita tidak bisa melihat pada zaman sekarang ini bentuk real dari Roh Kudus selain kita melihat konsekuensinya. Dalam bahasa harian kita dapat menyebutkan seseorang benar-benar dijiwai atau penuh dengan Roh Kudus kalau ia baik dan benar dalam bertutur kata dan bertingkah laku. Dengan kata lain, Roh Kudus (hanya) akan menjadi tampak dalam praksis hidup moral.

Hendaklah setiap apologet dan semua orang Kristen pada umumnya juga memiliki sikap �hospitalitas� (keramahtamahan)−hospitalitas dari kata �hospes� (tamu) sehingga dalam �menjunjung tinggi martabat manusia� bukan hanya kita yang berperan aktif menjunjung tinggi martabat manusia, tetapi memberi kesempatan juga bagi �tamu�(hospes)−orang lain di luar diri yang berbeda agama atau budaya−untuk merasa �welcome� oleh karena hospitalitas kita yang mengundang mereka untuk menjadi rekan pembawa damai Allah. Hospitalitas itu seperti interaksi antara tuan rumah dengan tamu yang di baliknya tersirat kesopanan, keakraban, dan rasa saling menghormati dalam dialog. Sikap hospitalitas juga perlu digalakan demi kepentingan pastoral dalam hidup menggereja di Indonesia.

Akhir-akhir ini, terjadi perang idealisme di antara umat beriman ataupun masyarakat negara oleh karena orang kurang bahkan tidak memiliki sikap hospitalitas. Orang hanya sibuk dengan ajaran atau doktrin intern yang dianggap tidak bisa ubah lagi (unchangeable), atau kalaupun sudah ada dialog di antara kedua agama atau budaya, dialog itu mungkin bisa saja overacting dan melupakan sikap hospitalitas sebagai media penghubung dalam dialog. Akhirnya, seperti Roh Kudus yang �dalam diam� berhembus menyapa dan menjangkau (unlimited) semua orang, Gereja juga seharusnya memiliki sikap hospitalitas yang berkarya demikian ramah yang membuat orang menjadi baik dan benar dalam bertutur kata dan berperilaku. Sikap hospitalitas itu mendekati sikap Paulus yang berkata kepada umat di Tesalonika: �kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti ibu mengasuh dan merawati anaknya� (1Tes 2:7). Memahami bahwa Roh Kudus adalah seseorang adalah dasar untuk memahami pekerjaannya di dunia dan hubungannya dengan Tuhan dan dengan manusia.

 

Kesimpulan

Kegiatan apologetika di media youtube dipahami sebagai suatu kesempatan untuk mempertanggungjawabkan iman di tengah-tengah berbagai tuduhan yang diberikan kepada dunia kekristenan melalui media sosial. Dalam hal ini, apologetika bukan suatu bentuk debat untuk memenangkan suatu argumen, tetapi hal ini bertujuan untuk mengomunikasikan Kristus kepada semua orang (sosial). Menjunjung tinggi nilai sosial itu bukan sebatas tampil di media youtube dan berdialog dengan orang-orang (pendengar atau penonton), tetapi juga melibatkan dua hal penting, yakni apa yang disampaikan (isi dogma atau doktin) dan bagaimana cara menyajikan isi dogma atau doktrin tersebut ke publik (sosial). Seorang apologet tidak hanya pandai berkata-kata dan kompeten dalam penguasaan akan berbagai literatur agama Kristen dengan heterogenitas bahasanya, tetapi juga menunjukkan sikap atau cara yang baik dan benar dalam penyajian akan isi iman yang akan ia wartakan. Untuk memastikan apakah misi apologetika seseorang apologet benar-benar dijiwai dan dituntun oleh Roh Kudus, kita hanya bisa kita pastikan setidaknya lewat apa yang keluar dari dalam diri seseorang. Dalam konteks ini, hal itu dapat dikaji lewat diri dan cara pewartaan Sam Shamoun. Dari isi pewartaannya, tampak bahwa ia sungguh- sungguh dibimbing oleh Roh Kudus karena ia melakukan misi apologetikanya dengan bertitik tolak, bukan dari anggapan ataupun opini personal individual, tetapi dari kebenaran yang diyakini secara komunal eklesiogis, yakni ajaran Kitab Suci.

Sebagai catatan akhir, dalam misi apologetika penting bagi seorang apologet untuk memahami terlebih dahulu ajaran agamanya sendiri dan orang lain, kemudian berani keluar mengartikulasikan ajarannya itu, dan akhirnya dengan tidak secara ofensif dan destruktif tetapi dengan penuh kerendahan hati mecoba membela imannya tanpa menjelekkan atau mengunderdogkan lawan dialog dan para penonton. Apa yang diwartakan dan cara penyajian akan apa yang diwartakan itu menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan karena Roh Kudus tidak hanya mengajarkan kita untuk berkata-kata tetapi juga bertindak dan berperilaku dengan baik dan benar. Penyertaan dan peranan Roh Kudus menjadi tampak dalam tutur kata dan tingkah laku; bukan hanya dalam wacana religius semata, melainkan dalam praksis hidup moral sehari-hari.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Austin, Michael W., & Geivett, R. Douglas. (2011). Being good: Christian virtues for everyday life. Wm. B. Eerdmans Publishing. Google Scholar

 

Campbell, Heidi. (2010). When religion meets new media. Routledge. Google Scholar

 

Craig, William Lane, & Cowan, Steven B. (2000). Five views on apologetics. Zondervan. Google Scholar

 

Gane, Nicholas, & Beer, David. (2008). New media: The key concepts. Berg. Google Scholar

 

Gelpi, Donald L. (1988). God breathes: the spirit in the world. Glazier. Google Scholar

 

Groothuis, Douglas. (2022). Christian apologetics: a comprehensive case for biblical faith. InterVarsity Press. Google Scholar

 

Hanna, Mark M. (1981). Crucial Questions in Apologetics. Google Scholar

 

K�rkk�inen, Veli Matti. (2018). Pneumatology: The Holy Spirit in ecumenical, international, and contextual perspective. Google Scholar

 

Kreeft, Peter, & Tacelli, Ronald K. (2009). Handbook of Christian apologetics. InterVarsity Press. Google Scholar

 

Larsen, Timothy, & Treier, Daniel J. (2007). The Cambridge companion to evangelical theology. Cambridge University Press. Google Scholar

 

Lossky, Vladimir. (1976). In the image and likeness of God. Religious Studies, 12(1). Google Scholar

 

Meyendorff, John. (1974). Byzantine theology. Fordham University Press New York. Google Scholar

 

Nissiotis, Nikos Angelos. (1967). Pneumatological Christology as a presupposition of ecclesiology. Centre d�Etudes oecum�niques. Google Scholar

 

Pannenberg, Wolfhart. (2004). Systematic theology (Vol. 3). Bloomsbury Publishing. Google Scholar

 

 

Petricone, Francesco. (2021). Social Media and the Post-Truth World Order: The Global Dynamics of Disinformation: by Gabriele Cosentino, Cham, Switzerland, Palgrave MacMillan, 2020, 147 pp.,� 51.99, ISBN 9783030430047. Taylor & Francis. Google Scholar

 

Stasiak-Betlejewska, Renata, Parv, Luminita, & Gliń, Wojciech. (2018). The influence of industry 4.0 on the enterprise competitiveness. Multidisciplinary Aspects of Production Engineering, 1(1), 641�648. Google Scholar

 

Turner, Max. (1996). The Holy Spirit and Spiritual Gifts Now and Then. Cumbria, Scotland: Paternoster Press. Google Scholar

 

Van den Toren, Benno. (2011). Christian apologetics as cross-cultural dialogue. Bloomsbury Publishing. Google Scholar

 

Vondey, Wolfgang. (2014). Interdisciplinary and Religio‐Cultural Discourses on a Spirit‐Filled World: Loosing the Spirits. Edited by Veli‐Matti K�rkk�inen, Kirsteen Kim, and Amos Yong. New York: Palgrave Macmillan, 2013. Pp. xii+ 262. Cloth, $90.00. Wiley Online Library. Google Scholar

 

Copyright holder:

John Richard Lessoe (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: