Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 3, Maret 2023

 

PERAN PINK COLLAR PADA NARKOTERORISM

 

Ali Johardi Wirogioto

Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, Jakarta, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Era Globalisasi selain membawa dampak positif bagi kehidupan berupa hingar bingarnyayang dicirikan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta tingkat kehidupan yang lebih baik ternyata juga membawa dampak negatif berupa pola hidup konsumtif, sikap individualistik, gaya hidup kebarat-baratan serta kesenjangan sosial. Dampak tersebut juga berpengaruh langsung terhadap peredaran gelap narkotika, Semakin canggihnya kemajuan teknologi komunikasi dan teknologi transportasi menjadikan transaksi peredaran gelap narkoba semakin mudah dan semakin kompleks,bahkan dengan melibatkanpink collar, yaitu keterlibatan perempuan sebagai kurir bagian dari jaringan sindikat peredaran gelapnarkoba atau yang berkaitan dengan kejahatan/ sebagai pelaku terorisme. Istilah Narcoterrorism merupakan sebuah kejahatan perdagangan gelap narkotika dan dimana hasil dari tindak kejahatan tersebut digunakan untuk membiayai kejahatan terorisme Di Indonesia, narcoterrorism masih ditangani secara terpisah sebagai dua ancaman yang terpisah (ancaman narkotika dan ancaman terorisme). Padahal kenyataannya, aksi terorisme yang dibiayai oleh mafia atau kartel narkoba sampai saat ini masih belum ditemukan di Indonesia. Penelitian ini bersandar pada data sekunder berupa kepustakaan yang relevan dan aktual dengan tema. Bertujuan mengetahui apa peran para perempuan di dua dimensi kejahatan ekstra ordinary crime tersebut.

 

Kata kunci: Pink Collar; Narcoterorism; Globalisasi.

 

Abstract

In addition to having a positive impact on life in the form of noise characterized by the development of science and technology and a better standard of living, the era of globalization also has a negative impact in the form of a consumptive lifestyle, individualistic attitude, westernized lifestyle and social inequality. This impact also directly affects the illicit trafficking of narcotics. The increasingly sophisticated advances in communication technology and transportation technology make illicit drug trafficking transactions easier and more complex, even involving pink collars, namely the involvement of women as couriers, part of a syndicate network for illicit drug trafficking or related with crimes/as perpetrators of terrorism. The term Narcoterrorism is a crime of illicit narcotics trade and where the proceeds of the crime are used to finance terrorism crimes. In Indonesia, narcoterrorism is still handled separately as two separate threats (narcotics threats and terrorism threats). In fact, until now, acts of terrorism financed by the mafia or drug cartels have not been found in Indonesia. This research relies on secondary data in the form of relevant and actual literature with the theme. The aim is to find out what the role of women is in these two dimensions of extra ordinary crime.

 

Keywords: Pink Collars; Narcoterrorism; Globalization.

 

Pendahuluan

Globalisasi yang sering ditandai dengan revolusi kearah yang lebih maju memberi dampak kontradiksi terhadap kehidupan social suatu negara. Arus globalisasi yang tidak hanya pada satu bidang membuat globalisasi seperti pisau bermata dua, yang mana keuntungan sesungguhnya hanya akan dapat dirasakan bagi negara yang mampu mengendalikan arusnya. Transformasi dan arus global menjadi tantangan bagi negara. Hampir semua barang, modal, teknologi, individu, kelompok, pengetahuan, kejahatan, ideologi dan lain sebagainya bergerak cepat melintasi batas negara mengikuti arus globalisasi (Oktaviani, 2022). Dalam menghadapi pergerakan yang cepat tersebut, negara harus mengejar stabilitas ekonomi dan pertumbuhan yang stabil melalui berbagai kebijakan. Negara membuka pintu lebar bagi negara lain untuk dapat masuk ke pasar dalam negeri (Berger, 2000). Keterbukaan dan kebebasan inilah yang merusak pasar melalui berbagai kejahatan pasar gelap khususnya terkait dengan perdagangan ilegal Narkotika, Psikotropika dan Obat-obat terlarang atau lebih dikenal dengan Narkoba.

Narcoterrorism merupakan sebuah fenomena kejahatan perdagangan gelap narkotika dimana hasil dari tindak kejahatan tersebut dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan kejahatan terorisme (Mirza, 2017). Organisasi terorisme diketegorikan dalam narcoterrorism apabila memiliki keterkaitan atau bahkan ikut terlibat langsung maupun tidak langsung dalam aktifitas perdagangan gelap narkoba.Disisi lain, dikenal ada dua jenis terorime yakni hard terrorism dan soft terrorsm. Untuk kejahatan narkoba merupakan bentuk soft terrorism, yang aksinya dengan meracuni generasi penerus bangsa untuk menyalahgunakan barang haram tersebut sehingga mengalami kerusakan secara fisik maupun psikis.

Artikel ini merupakan hasil penelitian dengan merumuskan permasalahan pada apa peran perempuan yang dianalogikan sebagai pink collar dalam narcoterorrism? Walaupun Di Indonesia, narcoterrorism masih ditangani sebagai dua ancaman yang terpisah (ancaman narkotika dan ancaman terorisme). aksi terorisme yang dibiayai oleh mafia atau kartel narkoba sampai saat ini belum ditemukan di Indonesia, peran perempuan merupakan ancaman faktual dan potensial dimasa mendatang. Penelitian ini dengan mengutamakan data sekunder dari kepustakaan yang relevan dan konstektual dengan artikel ini, bertujuan mengatahui peran perempuan dalam dua kejahatan tersebut yaitu narkotika dan terorisme.

 

 

 

 

 

Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan memahami peran yang dimainkan oleh wanita dalam penggunaan narkotika dan terorisme (narkoterorisme), khususnya pada pekerjaan "pink collar" atau pekerjaan yang tradisionalnya dilakukan oleh wanita. Metode penelitian yang digunakan ialah deskriptif, yakni metode penelitian yang digunakan untuk menggambarkan atau menguraikan suatu fenomena atau kejadian yang diamati secara sistematis dan terstruktur. Tujuan dari metode penelitian deskriptif adalah untuk memperoleh informasi tentang suatu fenomena atau kejadian, termasuk karakteristik, sifat, dan hubungan antar variable (Karmanis & ST, 2020). Penelitian ini dengan mengutamakan data sekunder dari kepustakaan yang relevan dan konstektual dengan artikel ini, peneliti juga akan melakukan analisis dokumen untuk memperoleh data yang relevan tentang narkoterorisme dan peran "pink collar" dalamnya. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Analisis akan dilakukan dengan melakukan pengkodean tematis pada transkrip wawancara dan dokumen yang dikumpulkan.

 

Hasil dan Pembahasan

Pink Collar, Dalam Pusaran Narkoterorism

Perempuan yang terjebak dalam pekerjaan tradisional sebagai pramusaji dan sekretaris, yang dibayar secara konsisten lebih rendah daripada laki-laki dengan istilahkerah merah muda(Howe, 1977). Akses perempuan terhadap struktur organisasi yang kuat semakin berkembang, meskipun masih terbatas, yang sejalan dengan teori peluang. Istilah kejahatankerah merah mudamuncul sebagai tandingan dari kejahatankerah putih� dan dilakukan oleh perempuan yang pekerjaan kantorannya dapat dicirikan sebagai menjadi tingkat rendah hingga menengah (Koshevaliska et al., 2018). Keterlibatan perempuan dalam kriminalitas kerah putih memang ada, tetapi secara signifikan lebih jarang dibandingkan laki-laki, dan dilakukan dari posisi yang jauh lebih rendah.

Konsep dari" Kejahatan Kerah Merah Jambudijelaskan oleh StăiculescuAna Rodica sebagai check kiting dan pembukuan penipuan, dianggap kejahatan tingkat rendah, dibandingkan denganKejahatan Kerah Putihhanya cocok dilakukan oleh laki-laki yang menduduki jabatan lebih tinggi. Penjahat kerah merah biasanya fokus pada beberapa kejahatan yang melibatkan pencurian properti atau uang. Pelanggaran tersebut termasuk pencurian, penggelapan, penipuan, pencurian dan perampokanpelanggaran properti curian dilakukan dengan "menerima, membeli, menjual, memiliki, menyembunyikan, atau mengangkut properti apa pun dengan pengetahuan bahwa properti itu telah diambil secara tidak sah (Moon, 2020).

Perkembangan narkoba di Indonesia tidak lepas dari pengaruh perkembangan teknologi yang melibatkan aspek regional dan aspek global. Kejahatan narkoba di Indonesia bahkan telah dilakukan secara terang-terangan (Faturachman, 2020). Salah satu yang menyebabkan bisnis gelap narkoba diIndonesia tidak terkendali karena para bandar besar yang memanfaatkan anak-anak dan perempuan sebagai kurir peredaran narkoba (Anastasia, 2012). Anak dijadikan kurir narkoba di Indonesia selain disebut sebagai pelaku tindak pidana narkotika, juga disebut sebagai korban. Anak dibawah umur yang terlibat peredaran narkoba dimanfaatkan oleh para bandar untuk mengelabui petugas berwajib. Adapun cara untuk merekrut anak-anak yaitu dengan dijanjikan imbalan yang besar atas aksinya (Tantra et al., 2020). Prekrutan anak-anak oleh bandar narkoba dilakukan dengan cara memanfaatkan kondisi ekonomi dan pendidikan yang rendah anak-anak tersebut. Selain itu, para bandar narkoba tidak jarang memberi minuman yang telah dicampur dengan obat-obatan terlarang. Anak-anak dibuat ketergantungan dengan narkoba jenis tertentu yang dimiliki oleh bandar, sehingga dengan cara ini mereka mengontrol anak-anak agar mau melakukan apa yang diperintahkan (Prasetyo, 2019).

Perempuan Indonesia banyak direkrut bandar narkoba bahkan menjadi kurir internasional dan terkenal di Asia Pasifik. Tidak jauh berbeda seperti pola rekrutran terhadap anak-anak yang memanfaatkan kondisi ekonomi, perempuan Indonesia juga direkrut dengan modus pernikahan (Yuwono, 2010). Perempuan Indonesia yang terlibat peredaran narkoba sebanyak 4.297 orang. Kebanyakan dari perempuan diperdaya bandar internasioal dengan tiket keluar negeri, dan kesejahteraan ekonomi jika bersedia menjadi kurir narkoba (Nasution, 2017). Perempuan Indonesia yang memilih menjadi kurir narkoba dipengaruhi banyak faktor. Mulai dari kemiskinan yang membelit kaum perempuan, gaya hidup komsumtif, serta perempuan yang kecanduan narkoba dan seks bebas. Sehingga akhirnya tergelincir juga menjadi pengedar narkoba. Sedangkan perempuan dalam pusaran terorisme, peran perempuan bertrasformasi dari pendukung menjadi pelaku. Kelompok terror kerap memanfaatkan sifat feminine dari perempuan

Perempuan dan anak dapat berada dalam 3 posisi pada pusaran terorisme, pertama sebagai kelompok rentan terpapar, kedua sebagai korban, dan ketiga sebagai pelaku Valentina ,2021. Ia juga menambahkan ada beberapa faktor penyebab perempuan rentan dilibatkan dalam aksi terorisme, yaitu karena faktor budaya patriarki, ekonomi, dan akses informasi.

 

Narkoterorism, Ancaman Terhadap Human Security

Istilah asli Narko-Terorisme diciptakan pada tahun 1983 oleh mantan presiden Peru Belaunde Terry, yang menggunakan itu merujuk pada serangan yang diatur oleh kelompok kejahatan terorganisir (OCG) terhadap aparat penegak hukum anti-narkotika di negaranya (Teiner, 2020). Sejak itu, istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan serangan teroris FARC-EP di Kolombia dan telah menjadi bagian dari perdebatan akademik yang lebih luas di mana istilah tersebut juga mencakup organisasi teroris lainnya dan bahkan pemerintah berpartisipasi dalam perdagangan narkoba untuk mencapai tujuan politik.

Narcoterrorism merupakan satu istilah dari penggabungan narkotika dan terorisme. Dua kejahatan yang mengancam hajat hidup orang banyak ini ternyata memiliki keterkaitan yang erat diantara keduanya, sebut saja hubungan keduanya bersifat simbiosis mutualisme. Ancaman tersebut mulai terlihat dari aksi-aksi pelaku teror yang mulai melakukan aksi-aksi kriminal demi mendukung kegiatan teror yang telah direncanakan, seperti menghalalkan perampokan untuk menyokong kegiatan terorisme.

Narkoterorism yang Diterjemahkan dari bahasa Inggris-Narkoterorisme, dalam konteks aslinya, dipahami sebagai upaya pengedar narkoba untuk mempengaruhi dan menekan kebijakan pemerintah atau masyarakat melalui kekerasan dan intimidasi, dan untuk menghalangi penegakan undang-undang anti-narkoba dengan ancaman secara sistematis atau penggunaan car acara semacam itu, termasuk kekerasan.

Kejahatan narkoterorism dibagi menjadi dua bagian, yang pertama adalah membiayai aksi terorisme dari hasil pengedaran gelap narkoba, dan yang kedua menyerang suatu bangsa dengan cara merusak mental generasi penerusnya melalui narkoba (Sekretaris utama BNN, Irjen Nicolaos Eko Riwayanto di kutip dariANTARA, senin, 11 April 2016.). Aksi terorisme yang dibiayai oleh mafia atau kartel narkoba sampai saat ini belum ditemukan di Indonesia, tetapi serangan terhadap masyarakat dengan menyebarkan cecara illegal narkoba di Indonesia sudah semakin memprihatinkan.

Contoh narkoterorism, dalam keseharian sudah banyak terjadi berupa keluarga yang merasakan ketidaktenangan orang tua terhadap pergaulan anak-anaknya, kemudian kejahatan ikutannya yang disebabkan oleh narkotika mulai darimengutil�, berbohong hingga melakukan kejahatan kekerasan, yaitu pembunuhan. Yang dirusak oleh mafia narkoba ini adalah mental dan fisik para generasi penerus bangsa sehingga bangsa tersebut dengan mudah disusupi dan dilemahkan. Bahkan serangan narkoterorism sudah mulai merangsek masuk ke aparat penegak hukum dan kepala daerah yang dapat dilihat dari ekpose berbagai media sosial beberapa waktu lalu. Untuk kejahata narkoba merupakan bentuk soft terrorism, yang kegiatannya dengan merecoki generasi muda penerus bangsa untuk menggunakan barang haram tersebut sehingga mentalnya rusak. Pada kejahatan terorisme, perempuan telah bertrasformasi dari korban menjadi pelaku teror. Perempuan banyak dimanfaatkan sifat feminismenya oleh pelaku teror.

Terorisme dan human security memang tak dapat dipisahkan, malah saat ini semakin tak dapat dipisahkan akibat fenomena globalisasi (Wicaksono, 2016). Dari paradigm Human security, penulis akan mengambil dua. Yang pertama dari Liberalisme, human security itu mengandung aspek life, free, and pursuit happiness. Bagaimana keadaan dunia yang amat mencekam akibat terror dari suatu organisasi gelap yang tiba-tiba datang dan mengganggu hidup, kebebasan dan kebahagiaan (walaupun kadar kebahagiaan itu sendiri belum memiliki standar yang mutlak). Dan paradigm yang kedua ialah humanitarisme, free from genocide, and free from humanitarian intervention. dengan dua paradigma itu sendiri sudah cukup menggambarkan dampak-dampak terrorisme yang mengancam human security, yang berarti juga mengancam Human Right.

 

Globalisasi sebagai payung bagi Narkoterorism

Perdagangan gelap narkoba (Illicit drug trafficking) pada umumnya bersifat transnasional (cross border) yang menjadi perhatian dunia karena telah menciptakan ancaman keamanan internasional. Semakin mudah dan cepat terhubungnya berbagai penjuru dunia dalam era globalisasi, memudahkan perilaku penggunaan narkoba tersebar, seperti dari pengaruh penyalahgunaan narkoba oleh artis luar negeri. Selain itu globalisasi menjadikan peredaran gelap narkoba internasional melalui penyeludupan yang semakin mudah dan sulit dideteksi.

Hubungan antara kejahatan terorisme dan globalisasi ini sangatlah erat, bagaikan ibu dan anak Kinanti Risza, 2017. Globalisasi bagaikan ibu yang melahirkan terorisme dan membesarkannya, namun selayaknya tingkah laku sang anak, yang kerap kali membangkang dan melawan, namn di sisi lainnya dia (terorisme) tetap berlindung di bawah naungan sang ibu (globalisasi).

Hubungan yang erat ini tentunya mendukung terrorisme terus berkembang. Setidaknya ada tiga faktor pendukung, yaitu: 1) Semakin luas dan mudahnya transportasi udara, dimana hal ini tidak akan terlepas dari pengaruh globalisasi yang akan menyalurkan barang, modal bahkan manusia dengan cara yang cepat bagaikan faktor katalis, yakni berkembangnya media dan teknologi komunikasi dan terjangkaunya biaya transportasi. Kontribusi keduanya telah memberikan pengaruh yang signifikan pada perkembangan terorisme. Setelah para teroris memiliki paspor, maka mereka dapat dengan bebasnya berpergian ke berbagai negara baik untuk melancarkan terror di ataupun merekrut anggota baru. 2) Meluasnya kejahatan terorisme di era globalisasi ini disebabkan karena adanya kesamaan ideologi dan kepentingan. Dengan didukung oleh keberadaan network society, para teroris yang memiliki ideologi yang sama di berbagai belahan dunia dapat terhubung dengan mudahnya tanpa ada yang mengganggu. Faktor yang satu ini juga membantu para teroris untuk menggalang simpati dengan cara menyebarkan video-video saat mereka bermain dengan senjata api di kepala seseorang atau foto-foto selfie mereka yang kini telah tersebar luas. Terakhir ialah coverage televisi yang juga memainkan peran dalam memperluas dunia dalam menyaksikan drama terorisme dalam menebarkan terror dan ancaman.

Namun, di balik faktor-faktor di atas, terdapat beberapa faktor lagi yang sebenarnya membuat globalisasi benar-benar melahirkan dan membesarkan terorisme; 1) Permasalahan ekonomi. Globalisasi ekonomi tentu memiliki dampak yang baik bagi mereka yang kaya, namun tidak bagi mereka yang miskin, di mana mereka akan melakukan segala cara untuk menafkahi keluarga mereka termasuk bergabung dalam kelompok teroris. Mereka bahkan rela diperintah untuk melancarkan serangan bom bunuh diri dengan bayaran yang besar bagi keluarga mereka. 2) Psikologis, yang di mana dalam hal ini mereka bergabung ke dalam kelompok teroris dan melancarkan berbagai serangan terror dikarenakan mereka gila dan otak mereka mengalami ketidakseimbangan kandungan kimiawi yang menyebabkan berbagai gangguan terhadap pola berpikir dan berperilaku. Namun, kegilaan di sini juga dapat diartikan sebagai usaha pemberontakan terhadap otoritas dan kekuasaan sang ibu yang seakan kerap mengekang dan menekan mereka. Tekanan ini pada akhirnya membuat sang anak mencari alasan lain untuk dihargai atau bahkan terburuknya ialah balas dendam. Contoh tindakan bom bunuh diri yang dilakukan oleh para teroris. Mereka melakukan bom bunuh diri karena sebelumnya ia merepresi keinginan untuk membunuh seseorang, karena dinilai telah kehilangan bentuk narsistik termasuk di dalamnya adalah harapan untuk melakukan balas dendam, adu kekuatan, hukuman, bersatu dengan mereka yang telah meninggal bahkan memperoleh kehidupan yang baru.

 

Kesimpulan

Perkembangan arus peredaran gelap narkotika telah semakin mengkhawatirkan di Indonesia. Tidak hanya membahayakan keamanan dan ketertiban masyarakat, hal ini juga berpeluang untuk menjadi salah satu jalan dalam hal pembiayaan kejahatan terorisme. Peluang melalui pasar gelap narkoba yang besar di Indonesia ditambah dengan adanya paham ideologi radikal yang berkembang di Indonesia, menjadikan keadaan menjadi semakin darurat. Hal ini kemudian dikenal sebagai narcoterrorism. Di Indonesia, narcoterrorism masih ditangani sebagai dua ancaman yang terpisah (ancaman narkotika dan ancaman terorisme). aksi terorisme yang dibiayai oleh mafia atau kartel narkoba sampai saat ini belum ditemukan di Indonesia sehingga Belum ada penanganan menyangkut narcoterrorism sebagai suatu ancaman yang baru muncul sebagai satu bagian yang saling terkait. Secara terpisah, keterlibatan perempuan dalam kegiatan kriminal, seperti peredaran narkoba dan terorisme pada tingkat global, sangat jauh di belakang laki-laki. Perempuan berpartisipasi sekaligus jadi korban dalam kasus-kasus peredaran gelap narkotika dan juga dalam terorisme. Peran perempuan hanya sebagai pengguna, kurir, pengedar narkoba. Sedangkan keterlibatan perempuan dalam aktivitas terorisme, terus meningkat. Perempuan telah bertransformasi dari korban menjadi pelaku terrorism. Inilah ancaman faktual di Indonesia. Dampak-dampak peredaran narkotika dan terorisme jelas-jelas mengancam human security.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Anastasia, A. (2012). Perempuan kurir dalam perdagangan gelap narkoba (Sebuah realitas korban kekerasan berlapis). Jurnal Kriminologi Indonesia, 8(1).

 

Berger, S. (2000). Globalization and politics. Annual Review of Political Science, 3(1), 43�62.

 

Faturachman, S. (2020). Sejarah dan perkembangan Masuknya Narkoba di Indonesia. Historis: Jurnal Kajian, Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan Sejarah, 5(1), 1�12.

 

Howe, L. K. (1977). Pink collar workers.

 

Karmanis, M. S., & ST, K. (2020). Metode Penelitian. CV. Pilar Nusantara.

 

Koshevaliska, O., Gavrilovic, B. T., & Maksimova, E. (2018). Criminological aspects of pink collar crime. Balkan Social Science Review, 11, 51�65.

 

Mirza, A. W. (2017). Kerjasama Indonesia Belanda dalam Pencegahan Penyelundupan Narkotika Periode 2010-2016. Faculty of Social and Political Sciences.

 

Moon, C. H. (2020). Labor and Creativity in New York�s Global Fashion Industry. Routledge.

 

Nasution, R. D. (2017). Pendampingan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Dalam Perspektif Hukum Dan Ham. Unmuh Ponorogo Press.

 

Oktaviani, S. (2022). Ancaman Bahaya Narkoba di Indonesia Pada Era Globalisasi. Universitas Muhammadiyah Malang.

 

Prasetyo, A. (2019). Perekrutan dan Kegiatan Anak Sebagai Kurir dalam Jaringan Peredaran Narkoba. Airlangga Development Journal, 3(1), 1�15.

 

Tantra, I. W. G., Widiantara, M. M., & Suryani, L. P. (2020). Pertanggungjawaban Pidana Anak Sebagai Kurir dalam Tindak Pidana Narkotika. Jurnal Analogi Hukum, 2(2), 215�220.

 

Teiner, D. (2020). Cartel-Related Violence in Mexico as Narco-Terrorism or Criminal Insurgency. Perspectives on Terrorism, 14(4), 83�98.

 

Wicaksono, S. A. (2016). Karakteristik Terorisme dengan Bumbu Globalisasi dan Hubungannya dengan Human Security. Global and Policy Journal of International Relations, 4(02).

 

Yuwono, I. D. (2010). Kisah para markus (makelar kasus). Media Pressindo.

��������

Copyright holder:

Ali Johardi Wirogioto (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: