Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia �p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 3, Maret 2023
STUDI
FENOMENOLOGI PENGALAMAN IBU YANG
MERAWAT PASIEN ANAK DENGAN TUBERCULOSIS
DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS
TAROGONG
Sri Yekti Widadi, Tantri Puspita, Wahyudin, Rudi Alfiyansah, Yana
Saefulrohman
STIKes Karsa Husada Garut, Indonesia
Email : [email protected]
Abstrak
Indonesia merupakan salah satu dari 5 negara yang dinobatkan sebagai jumlah kasus terbanyak Tuberculosis di dunia. Jumlah kasus Tuberculosis yang ditemukan di kab Garut tahun 2021 sebanyak 4611 kasus. Tuberculosis pada anak merupakan salah satu aspek yang penting untuk diperhatikan karena menyangkut pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Ibu memiliki peran penting dalam hal penanggulangan Tuberculosis pada anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengalaman ibu yang merawat pasien anak dengan terdiagnosis penyakit tuberculosis diwilayah kerja UPTD Puskesmas Tarogong. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, dengan pengambilan partisipan menggunakan purposive sampling dan jumlah informan sebanyak tiga orang yang sudah memenuhi taraf redundancy. Pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam (In Depth interview), wawancara terarah (Guided interview) dan observasi. Untuk menguji keabsahan data menggunakan validitas internal, eksternal, realibilitas dan objektivitas, kemudian analisis data menggunakan tehnik collaizi. Tema yang teridentifikasi ada enam diantaranya: 1) Pengetahuan ibu tentang TBC, 2) perasaan pertama kali ibu mengetahui anaknya terdiagnosa TBC, 3) upaya perawatan yang diberikan oleh ibu selama merawat anak TBC, 4) kendala yang dihadapi oleh ibu, 5) cara ibu mengatasi masalah yang dihadapi, 6) dukungan yang diperoleh ibu. Saran, perlu adanya pendidikan kesehatan mengenai tuberculosis terhadap kontak erat penderita Tuberculosis karena Tuberculosis pada anak faktor resiko terbesarnya ditularkan oleh penderita tuberculosis dewasa serta perlu adanya bimbingan terarah baik dalam hal pemberian nutrisi maupun personal hygiene kepada ibu yang merawat anak yang terdiagnosis penyakit tuberculosis karena menyangkut dengan proses pengobatan pada anak.
Kata kunci : Tuberculosis, Pengalaman ibu, Tuberculosis pada anak.
Abstract
Indonesia is one of five
countries that have been named with the highest number of tuberculosis cases in the world. The number of
Tuberculosis cases found in Garut
Regency in 2021 was 4611 cases. Tuberculosis in children is one aspect that is important to note because
it involves the growth and development of a
child. Mothers have an important role in the prevention of tuberculosis in children. The purpose of this study was to
find out how the experience of mothers caring
for pediatric patients diagnosed with tuberculosis in the UPTD Tarogong Health Center work area. This study uses a
qualitative research design with a phenomenological
approach, by taking participants using purposive sampling and the number of informants as many as
three people who have met the redundancy level. Data collection uses in-depth interviews, guided interviews, and observations. To test the validity of the data using internal
validity, external validity, reliability, and objectivity, then data analysis
using the collaizi
technique.There were six identified themes including: 1) the Mother's
knowledge about TB, 2) the feeling of
the first time the mother knew her child was diagnosed with TB, 3) the care provided by the mother while caring for her
TB child, 4) the obstacles faced by
the mother, 5) the mother's way of doing it. overcome the problems faced, 6) the support obtained by
the mother. Suggestions, there is a need
for health education about tuberculosis for close contact with tuberculosis sufferers because tuberculosis in children
is the biggest risk factor transmitted by adult
tuberculosis patients and there is a need for directed guidance both in terms of providing nutrition and personal
hygiene to mothers who care for children diagnosed with tuberculosis
because it involves the treatment process in children.
Keywords: Tuberculosis,
Mother's experience, Tuberculosis in children.
Pendahuluan
Angka Kejadian penyakit Tuberculosis/TBC didunia menurut World Health Organization ada sekitar 10 juta orang di dunia yang terinfeksi bakteri TBC, dan Indonesia merupakan salah satu dari 5 negara yang dengan jumlah kasus TBC terbanyak di dunia. Jumlah TBC yang tercatat di dunia sebesar 56% yang tersebar di 5 negara yaitu, India, China, Indonesia, Filipina dan Pakistan (WHO, 2019). Pada tahun 2019 di Indonesia jumlah kasus tuberculosis yang ditemukan sebanyak 543,474. Dengan jumlah kasus tertinggi dilaporkan dari provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu jawa barat , jawa timur dan jawa tengah. Kasus tuberculosis di ketiga provinsi tersebut hampir mencapai setengah dari jumlah seluruh kasus tuberculosis di Indonesia yaitu 45%. (RISKESDAS, 2018).
Di Provinsi Jawa barat tercatat kasus tuberkulosis pada tahun 2020 yang dilaporkan sebanyak 79.840 kasus, menurun 27,06% dibandingkan tahun 2019 yaitu sebesar 109.463 kasus (Profil Kesehatan Jawa Barat, 2020). Berdasarkan data yang diperoleh dari bagian Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, prevalansi jumlah penderita Tuberculosis di Kab Garut tahun 2020 sekitar 4419 kasus, dengan jumlah kasus anak 0-14 tahun 639 kasus (14.4%), Dewasa 15-65 tahun 3146 kasus (71.2%) dan lansia >65 tahun 262 kasus (14.4%), Jumlah temuan kasus Tuberculosis Tahun 2021 terjadi peningkatan di kab Garut yaitu jumlah total 4611 kasus, dengan jumlah kasus anak 0-14 tahun 866 kasus (18,8%), Dewasa 15-65 tahun 3463 (75%), lansia lebih dari 65 tahun 283 (6,2%). Terdapat peningkatan temuan kasus khususnya pada anak 0-14 tahun sekitar (3,3%) (Dinkes Kab Garut, 2022). Data yang diperoleh dari dinas kesehatan kab Garut terdapat 3 daerah wilayah kerja Puskesmas yang terdapat di daerah kota dengan angka kasus tertinggi dari bulan januari sampai dengan desember 2021 penderita tuberculosis pada anak yaitu Puskesmas Tarogong DTP 17 kasus (13,6%) dari total 138 kasus, Puskesmas Guntur 12 kasus (19%) dari total 63 kasus, dan Puskesmas Guntur 9 kasus (37,5%) dari 24 kasus (Dinkes Kab Garut, 2022).
Penanggulangan TB di Kabupaten Garut masih belum optimal, terbukti dari penemuan kasus BTA positif dibawah target nasional, provinsi dan kabupaten Garut yaitu dibawah 80%. Pada tahun 2017 angka penemuan kasus BTA positif di Kabupaten Garut sebesar 52,44%. Angkat penemuan kasus baru/ Case Detection rate (CDR) Semua kasus Tb di Garut tahun 2017 38,13% dan angka notifikasi kasus TB/Case Notification RateI (CNR) tahun 2017 kasus TB 124 per 1 juta penduduk. Ada beberapa faktor penyebab penanggulangan Tb di Kabupaten Garut menjadi terhambat yaitu : kepadatan penduduk cukup tinggi yang berdampak pada potensi penularan yang tinggi, sebagian besar masyarakat Garut / penderita TB berobat diluar unit pelayanan kesehatan pemerintah banyak suspek yang berobat ke praktek swasta yang belum melaksanakan strategi DOTS dan lemahnya sisten informasi kesehatan (Profil Kesehatan Garut, 2017).
Indonesia mempunyai harapan yang besar dalam mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal, karena program Pemberantasan Penyakit menitik beratkan kegiatan di upaya mencegah berjangkitnya penyakit, menurunkan angka kesakitan, kematian dan mengurangi akibat buruk yang berasal dari penyakit menular dan tidak menular. Dalam Rencana strategis kementrian kesehatan penyakit menular menjadi salah satu prioritas utama untuk menjadikan Indonesia sehat. Kebutuhan untuk mengendalikan faktor risiko utama untuk menurunkan beban penyakit menular harus dipantau melalui pengawasan atau surveilans yang efektif secara rutin dan terkoordinasi. Tiga penyakit menular yang perlu menjadi perhatian khusus adalah tuberkulosis, HIV/AIDS dan malaria, selain penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) (Renstra Kemenkes, 2024).
Tuberculosis atau bisa disebut juga TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang paru paru dan organ lainya (Permenkes, 2021). Terdapat beberapa faktor yang bisa menyebabkan seseorang terinfeksi bakteri TB (Mycobacterium tuberculosa) yaitu, orang dengan HIV positif dan penyakit imunokompromais lain, orang yang mengonsumsi obat imunosupresan dalam jangka waktu panjang, perokok, konsumsi alcohol tinggi, anak usia kurang dari 5 tahun dan lansia, memiliki kontak erat dengan orang dengan penyakit TB aktif yang infeksius, berada ditempat dengan resiko tinggi terinfeksi tuberculosis dan petugas kesehatan. (Permenkes No HK.01.07, 2019).
Tuberculosis pada anak merupakan sebuah komponen penting dalam pengendalian TB, karena jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40- 50% dari jumlah populasi dan terdapat sekitar 500.000 anak didunia menderita TB setiap tahun. kasus TB pada anak sekitar 60.676. Pada tahun 2019 proporsi kasus TB menurut kelompok umur yaitu 0-14 tahun itu sekitar 11,9% dari jumlah populasi (Global Tb Report WHO, 2021).
Pertumbuhan dan perkembangan pada anak yang terdiagnosis Tuberculosis bisa terganggu, dikarenakan ada hubungan yang bermakna antara pengaruh kejadian tuberculosis terhadap tumbuh kembang pada balita (Indawati, 2020). Pengobatan TB pada anak membutuhkan perawatan yang intensif. Keluarga sangatlah penting dalam proses pengobatan anak dengan penderita TB paru, mengingat pengobatan TB paru yang rutin selama 6-9 bulan dan juga sikap anak yang belum mandiri dalam berobat ataupun minum obat (Dary, 2017).
Stigma yang tidak teratasi akan menurunkan kemampuan anak dalam memenuhi tumbuh kembang terutama aspek sosial karena anak tidak mampu bersosialisasi dengan lingkungan yang menolak dirinya (Afdi & wahyudi, 2020). Peran orang tua dan masyarakat menjadi penting dalam menurunkan stigma pada klien anak dengan tuberculosis. Intervensi yang dapat dilakukan orang tua adalah berusaha mencari informasi tentang tuberculosis. Informasi berupa bagaimana pengobatan anak tuberculosis, pencegahan penularan, dan menjadi sistem pendukung dalam meningkatkan kualitas hidup anak (Courtwright & Turner, 2010).
Peran keluarga sangatlah penting dalam pengobatan TB, karena ada hubungan peran keluarga dengan tingkat keberhasilan pengobatan TBC paru pada anak usia sekolah, peran yang dilakukan meliputi menghubungi dokter, dalam memberi OAT melalui mulut dan memperhatikan diet dan nutrisi (Sidabutar, �2018). Di dalam keluarga terdapat sosok yang sangat dekat dengan seorang anak yaitu seorang ibu, ibu menjadi pribadi yang sangat penting dalam proses pengobatan TBC khususnya pada anak. Seorang ibu mengetahui semua proses fase kehidupan anak, apa yang disukai dan apa yang tidak disukai, sehingga memudahkan untuk menjadi partner anak dalam menjalani proses pengobatan yang intensif.
Selama Menjalani pengobatan dan perawatan Tuberculosis dirumah, umumnya anak akan didampingi oleh keluarga dan yang paling sering mendampingi adalah seorang ibu. Ibu tidak hanya melakukan aktivitas sehari- harinya, melainkan ibu juga bisa berperan sebagai perawat anak, dimana merawat anak-anaknya yang sakit, karena ibu sangat berpengaruh terhadap psikolog, mental, tumbuh kembang dan pemberi solusi bagi permasalahan-permasalahan pada anaknya (Bakrie, 2017). Ibu yang mendampingi anaknya menjalani pengobatan Tuberculosis memerlukan sebuah pengetahuan tentang tuberculosis agar pengobatan bisa terus berlanjut sampai tuntas dan tidak berhenti di tengah pengobatan atau regimen terapetik. Selama ibu merawat anak dengan Tuberculosis, ibu akan mengalami kesedihan yang mendalam saat anaknya terdiagnosis penyakit TB, merasa kan stigma negative dari masyarakat yang menyebabkan harga diri rendah, dan merasakan kepasrahan mempercayakan semuanya kepada tuhan (Arifin, 2014).
Peneliti Lia Setianingsih (2016) meneliti tentang pengalaman orangtua dalam merawat anak penderita asma bronchiale. Tindakan yang dilakukan meliputi farmakologi, non farmakologi. Dampak yang dialami yaitu aktivitas terganggu, susah tidur. Koping yang dilakukan antara lain berdoa, bersabar, melakukan usaha. Dukungan yang diberikan dari keluarga, dukungan lingkungan meliputi memberikan saran dan memberikan nasihat.
Peneliti Nuroctavia dkk (2021) meneliti mengenai Self Efficacy ibu dengan anak yang sedang menjalani pengobatan Tuberculosis, diperoleh hasil bahwa tingkat Self Efficacy ibu dengan anak penderita tuberculosis itu masuk dalam kategori tinggi (65,7%). Keyakinan seorang ibu yang mendampingi anaknya menjalani pengobatan sampai dengan tuntas sangat tinggi dan mempunyai harapan besar bahwa anaknya yang terdiagnosis TB bisa kembali sembuh seperti anak pada umumnya.
Studi pendahuluan yang dilakukan diruang poli TB Puskesmas Tarogong pada tanggal 19 februari 2022 didapatkan data dari bulan januari 2021 sampai dengan februari 2022 terdapat 24 penderita Tb pada anak yang sedang proses dan sudah beres pengobatan Tb. Berdasarkan hasil wawancara dengan tiga orang ibu yang mempunyai anak Tb. Ibu yang pertama mengatakan sedih saat mengetahui anaknya menderita penyakit Tb, dan mengeluh saat anak susah minum obat. Ibu yang kedua mengatakan tidak menerima pertama kali mendengar anaknya tb paru karena merasa dirumahnya tidak ada yang menderita penyakit yang sama, Ibu yang ketiga mengatakan kaget saat mendengar anaknya Tb, adanya kekhawatiran masa depan pada anak akibat pertumbuhan badanya terhambat.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti bermaksud mengetahui dan menggali informasi tentang pengalaman ibu yang mempunyai anak dengan penderita Tuberculosis, Maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul studi fenomenologi pengalaman ibu yang merawat pasien anak dengan Tuberculosis di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tarogong.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengalaman ibu yang merawat pasien anak dengan penyakit Tuberculosis di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tarogong.
Ada pun Manfaat penelitian khususnya bagi ibu yang mempunyai anak dengan terdiagnosis Tuberculosis, mengetahui cara merawat anak dengan penyakit Tuberculosis.
Menambah wawasan atau pengalaman untuk memahami dan mampu memberikan pendidikan kesehatan tentang
bagaimana cara merawat pasien TBC khususnya pasien anak. Sebagai aplikasi ilmu yang diperoleh terutama riset keperawatan
anak dan dapat menambah pengetahuan dan keterampilan penulis
dalam melakukan penelitian serta menambah wawasan tentang
penyakit tuberculosis.
Penelitian tentang pengalaman ibu yang merawat pasien anak dengan Tuberculosis menggunakan desain kualitatif (Moleong, 2018). Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian fenomenologi merupakan jenis penelitian kualitatif yang melihat secara dekat interpretasi individual tentang pengalaman- pengalaman apa yang dialami seseorang dalam kehidupan (Sugiarto, 2017).
Dalam penelitian ini variabel yang di teliti hanya tunggal yaitu pengalaman ibu yang merawat pasien anak dengan tuberculosis. Subjek dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak tuberculosis. Sampel yang digunakanya adalah ibu (Lukni & Sutanto, 2018). Cara pemilihan informan pada penelitian ini menggunakan metode purposive sampling yang didasarkan pada pertimbangan tertentu misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek atau situasi sosial yang diteliti (Sugiyono, 2017).
Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini, yaitu :
1.
Ibu yang memiliki
anak terdiagnosis Tuberculosis
2.
Ibu yang sedang
atau sudah mendampingi anaknya menjalani pengobatan tuberculosis di
Puskesmas
3.
Ibu yang sedang
atau sudah mendampingi anaknya menjalani pengobatan tuberculosis selama
3 bulan
4.
Ibu yang sedang
atau sudah mendampingi anaknya menjalani pengobatan tuberculosis selama
6 bulan.
5.
Ibu yang sedang
atau sudah mendampingi anaknya menjalani pengobatan tuberculosis selama
9 bulan.
6.
Ibu yang mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi 7). Ibu yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian.
Berikut adalah teknik pengumpulan data yang akan peneliti lakukan yaitu Wawancara (interview dan in-depth interview) dan Observasi serta Tahap post interaksi secara mendalam terhadap informan terkait �Pengalaman ibu dengan pasien anak Tuberculosis di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tarogong�. Uji validitas dan realibilitas dilakukan peneliti dalam penelitian ini. Adapun langkah-langkah menganalisa data menurut Colaizzi dalam Streubert dan Carpenter, 2003. yaitu sebagai berikut :
1.
Mendengarkan hasil wawancara dengan informan.
2.
Membaca hasil transkip yang sesuai dengan pernyataan
partisipan. 3). Menguraikan arti kandungan sesuai dengan peryataan
partisipan untuk di jadikan
kata kunci.
3.
Melakukan pengkategorian kata kunci dalam sub-sub tema yang baru.
4.
Mendeskripsikan tema tema yang sudah ada secara lengkap berdasarkan pengalaman ibu dengan anak Tuberculosis.
5.
Melakukan pertemuan kembali
dengan pengalaman ibu dengan anak tuberculosis yang telah di jadikan
informan untuk melakukan uji keabsahan.
6.
Merevisi isi pernyataan sesuai dengan hasil
uji keabsahan.
Peneliti meminta perizinan ke Poli TB di Puskesmas Tarogong yang akan di lakukan penelitian di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tarogong. Selain mengurus surat perizinan, peneliti pun meminta persetujuan kepada partisipan terhadap kesediaannya untuk di jadikan subjek penelitian dengan cara menjelaskan terlebih dahulu topik penelitian, judul, tujuan, dan teknis pelaksanaan dengan menggunakan tata sopan santun yang baik. Terkait hak-hak informan sangat penting sekali karena segi kerahasiaannya harus terjaga, oleh karena itu partisipan menggunakan nama samaran dan tidak menyebut identitas informan. Dan partisipan pun berhak menolak untuk menjadi subjek penelitian.
Menurut Siprianus Abdu (2021), menyatakan bahwa terdapat 3 etika penelitian sebagai berikut :
1.
Informed Consent
2.
Anonymity
3.
Confidentiality
Instrumen yang paling utama yaitu penelitian sendiri. Kemudian lembar skrining dan lembar wawancara, adapun peralatan yang di butuhkan sebagai kelengkapan pendukung, yaitu sebagai berikut :
1.
Kertas yang berisi informed consent, berfungsi
sebagai syarat kelancaran dalam penelitian.
2.
Alat tulis dan buku, berfungsi
untuk mencatat ekspesi
non verbal informan.
3.
Alat perekam berupa
handphone, berfungsi untuk
merekam semua percakapan peneliti dan informan selama
wawancara berlangsung.
4.
Pedoman wawancara, berfungsi sebagai pengingat peneliti dalam
aspek- aspek yang telah di bahas atau
di tanyakan kepada patisipan. Pedoman wawancara di buat secara terlampir. Pengumpulan data akan dilakukan
di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Tarogong, Waktu penelitian akan dilaksanakan bulan Mei dan Juli tahun 2022.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Pada hasil penelitian dengan wawancara terhadap tiga informan pengalaman ibu merawat anak dengan Tuberculosis di wilayah kerja Puskesmas Tarogong yang dilakukan pada tanggal 1 Juni 2022 sampai dengan 28 juli 2022 akan disajikan dalam sebuah tabel yaitu sebagai berikut:
Tabel 1
Hasil
Wawancara untuk pengalaman ibu yang merawat anak dengan Tuberculosis
Pertanyaan yang di ajukan : Apa ibu
tahu apa itu penyakit Tuberculosis
TBC ? |
|||
Informan |
Pernyataan |
Interpretasi |
Makna |
P 1 |
�awal mula na mah batuk 2
minggu teras terasan, panas teh tiap saminggu sakali turun naek. Saur dr
kedah di cek darah sareng dironsen hasilna aya bercak saurna sareng di cek
darah teh hb na kirang sareng trombosit na seer, saur dokter teh TB paru.
Mung aya kapi raka abi anu ngagaduhan panyawat paru paru� |
Mengenal |
Pengetahuan ibu terhadap penyakit yang di derita anaknya |
|
|||
|
|||
|
|||
|
|||
|
|||
|
|||
|
|||
|
|||
|
|||
|
|||
P 2 |
�ie teh mang mang na aya riwayat tb sabumi, mung di bandung, ie ade ka tularan gera. Muhun kitu weh batuk panas
wae, teras dipiwarang cek ronsen sareng di cek leb, � |
Mengetahui gejalanya
dan sumber penularanya darimana |
|
P 3 |
�Panyawat Batuk anu lami sareng teu sembuh sembuh gera,
pas di cek saurna panyawat tb anu katularan ti batur, ngan ibu ge teterang tisaha tepa na � |
mengenal |
|
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa hasil wawancara untuk pengalaman ibu dari tiga informan didapatkan beberapa pernyataan, informan menyatakan apa itu penyakit Tuberculosis / TBC yaitu diantara nya ada yang sudah mengenal penyakit tbc bahkan sampai tahu dengan gejala yang muncul serta pengobatan yang harus dijalani.
Tabel 2
Hasil Wawancara Untuk Pengalaman Ibu Yang Merawat Anak Dengan Tuberculosis
Pertanyaan yang di ajukan : Bagaimana perasaan ibu pertama kali mengetahui bahwa
anak ibu didiagnosa penyakit Tuberculosis |
|||
Informan |
Pernyataan |
Interpretasi |
Makna |
P1 |
�soak asa tea aya harepan kangge ade teh, sien soalna atos kaserang tb sien teu sembuh dei� |
1. Kaget 2. Syok 3. Ketakutan akan masa
depan anak |
Perasaan ibu ketika pertama kali tahu bahwa anaknya
di diagnosa penyakit TB |
P2 |
�nya kitu weh , tadina aya riwayat
uwa na janten
teu rewas teing
soalna tos terang pengobatan na. |
1. Tidak terlalu kaget karena ada riwayat di keluarga 2. Menerima |
|
P3 |
�nya rewas a soalna
kulawargi teu aya nu kantos ngagaduhan panyawat sapertos kie, ari ibu mah ngadoa
weh ka pangeran nu maha suci supados
Dilancarken dina pengobatn na sing enggal damang oge� |
3. Kaget 4. Menerima keadaan |
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa hasil wawancara untuk pengalaman ibu dari tiga informan didapatkan beberapa pernyataan dari ketiga informan tersebut menyatakan bahwa perasaan yang muncul saat anaknya di diagnosa penyakit tb diantara nya kaget, syok. Pasrah kepada Alloh SWT Dan ada juga yang tidak terlalu kaget dengan keadaan anaknya yaitu P2 karena di keluarga saudaranya ada yang sedang menjalani pengobatan TB dan ada juga yang sudah beres pengobatan.
Tabel 3
Hasil
Wawancara Untuk Pengalaman Ibu Yang Merawat Anak Dengan Tuberculosis
Pertanyaan yang di ajukan : Perawatan seperti apa yang ibu lakukan
kepada anak ibu selama mengidap
penyakit tuberculosis / TBC
? |
|||
Informan |
Pernyataan |
Interpretasi |
Makna |
P1 |
� ku abi ditebihken teu kengeng tina hasep hasep,
osok di jemur
tabuh 9, di sepon tabuh
9 tara enjing
keneh, paling disepon
dei sonten tabuh
3 sore, mamem
di jagi, pami hoyong masihan makanan anu���������� aneh��� aneh��� ibu
sok narosken hela k dokter� |
1. Pengaturan pola makan 2. Pengaturan pola
mandi 3. Pengaturan penjemuran 4. Sharing dengan 5. tenaga kesehatan |
Upaya
ibu mengobati anaknya |
P2 |
�ie mah aktif janten ameng wae, janten teu aya perawatan khusus, teu aya nu
dipantang ku abi.� |
�1. Pengaturan aktivitas anak |
|
P3 |
�ku ibu di atur tuangen na, ku ibu sok di carek
pami mam nu aneh aneh teh, sareng ku ibu sok di ajak
moyan da saur nu ti puskesmas kedah
seer moyan nu gaduh
panyawat paru paru mah. Sareng
landongna ku ibu di atur supados teu hilap
k emam na � |
1. Pengaturan pola
makan 2. Pengaturan pola aktivitas anak 3. Pengaturan pemberian obat |
|
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa hasil wawancara untuk pengalaman ibu dari tiga informan didapatkan beberapa pernyataan. Dari pertanyaan yang diajukan bagaimana perawatan yang diberikan kepada anak selama menjalani pengobatan TB yaitu diantaranya, mengatur pola makan, mengatur aktivitas, menjemur anaknya, mengatur pemberian OAT dan sharing dengan tenaga kesehatan nutrisi apa yang seharusnya diberikan saat menjalani pengobatan.
Tabel 4
Hasil
Wawancara Untuk Pengalaman Ibu Yang Merawat Anak Dengan Tuberculosis
Pertanyaan yang di ajukan : Apa
kendala atau hambatan yang ibu alami selama merawat anak ibu yang sedang menjalani pengobatan Tuberculosis/TBC ? |
|||
Informan |
Pernyataan |
Interpretasi |
Makna |
P1 |
�rada sesah kana mam, kana nasi teh asa sesah, asalna
rada telat kana
papah janten sien k ibu teh. Dipasihan vitamin
ge sesah weh kana
mam mah� |
Keterbatasan dalam
memberikan makan |
Kendala
ibu dalam merawat anak
TB |
P2 |
�kendala na mah ibu ninggal
ade teh siga sesak nafas, sareng
sok di sada ngik ngikan,
Pami pas ngawitan teuu damang mah batuk
teras, berat badan
na ngirangan sareng ninggalna teh asa laleles wae � |
Keterbatasan aktivitas |
|
P3 |
�
kendala na mah alhamdulilah teu seer a, mung sok sesah pami di ajak kontrol da gening kedah sasasih sakali, sareng dipiwarang mam teh sok
sesah da hoyong jajan wae nu
gurih� |
1. Keterbatasan aktifitas 2. Keterbatasan dalam
pemberian makan 3. Keterbatasan dalam
membujuk anak untuk 4. kontrol |
|
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa hasil wawancara untuk pengalaman ibu dari tiga informan didapatkan beberapa pernyataan. Pertanyaan tentang kendala yang dihadapi ibu selama merawat anak yang sedang menjalani pengobatan TB yaitu diantaranya Keterbatasan aktivitas, keterbatasan dalam memberikan makan dan keterbatasan dalam membujuk anak untuk kontrol setiap bulanya.
Tabel 5
Hasil Wawancara untuk pengalaman ibu yang merawat anak dengan Tuberculosis
Pertanyaan yang
di ajukan : Bagaimana cara mengatasi masalah ibu selama
merawat anak ibu ? |
|||
Informan |
Pernyataan |
Interpretasi |
Makna |
P1 |
�dicandak ameng ku ibu,
supados hoyong lebet
mamen. Masihan mam teh sambil jalan jalan. Ayena
mah margi tos sering janten nyungken nyalira� |
Sabar sambil mengikuti apa yang anak mau |
Koping yang ibu lakukan
untuk mengatasi masalah yang
dihadapi |
P2 |
�ie mah teu damang teh ibu
teu hariwang ninggalna, ie mah seneng
minum obat janten teu sesah dipasihan landong teh� |
Tidak ada yang di
khawatirkan |
|
P3 |
�di olo ku ibu teh ditaros ka hoyong na naon di janjian bade di pasihan
kahoyong na � |
Sabar dengan menjanjikan akan memberikan apa yang anak ma |
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa hasil wawancara untuk pengalaman ibu dari tiga informan didapatkan beberapa pernyataan. Dari pertanyaan yang di ajukan mengenai cara mengatasi masalah ibu selama merawat anak diantaranya Sabar sambil mengikuti apa yang anak mau, Tidak ada yang di khawatirkan dan Sabar dengan menjanjikan akan memberikan apa yang anak mau
Tabel 6
Hasil
Wawancara untuk pengalaman ibu yang merawat anak dengan Tuberculosis
Pertanyaan yang di ajukan : Bagaimana bentuk dukungan disekitar ibu setelah mengetahui anak ibu yang di diagnosa
dokter penyakit tuberculosis ? |
|||
Informan |
Pernyataan |
Interpretasi |
Makna |
P1 |
� ti keluargi mah nu sok ngaroko
narebihan ka ade, pami tatangi
sok aya nu dudurukan
mung ku ibu sok di tebihken ka ade. Pami keluargi mah tos terangen kedah tebih ti hasep hasep.
Ti tatangi mah pami bade
masihan tuangan teh narosken hela k abi� |
�
Dukungan dari keluarga �
Dukungan dari tetangga
dekat rumah |
Dukungan
yang diperoleh ibu dalam merawat anaknya yang sedang
menjalani pengobatan Tb |
P2 |
�nya kitu weh merhatosken tuangenana, nu nyesep ge teu
aya nu dirumah, tatanggi ngarartosen teu aya
nu ngadurukan, ie mah sok di jajap ku rama na pami kontrol
ge, pami ibu
nuju teu aya ku raka na di pasihan landong na teh � |
1. Dukungan suami 2. Dukungan saudara
nya 3. Dukungan tetangga |
|
P3 |
�alhamdulilah kulawargi anu caket teh ngadurukung sok ngabantosan ibu pami masihan landong, ngajak ameng
ade pami abi nuju kaluar
da rama na sok
damel dugi wengi� |
Dukungan keluarga terdekat |
|
Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa hasil wawancara untuk pengalaman ibu dari tiga informan didapatkan beberapa pernyataan. Dari pertanyaan yang di ajukan mengenai bentuk dukungan yang di terima ibu selama merawat anak Tb diantaranya dukungan dari suami, keluarga terdekat, saudara dan tetangga. Bentuk dukungannya seperti memperhatikan makanan, membantu memberikan obat, berbagi tugas dengan suami.
Pembahasan hasil penelitian
Pada sub bab ini secara rinci menjelaskan uraian tentang tema yang teridentifikasi dari hasil wawancara yang dilakukan secara mendalam pada pengalaman ibu. Tema tema tersebut yaitu : 1) pengetahuan ibu tentang penyakit Tb, 2) perasaan pertama kali ibu mengetahui anaknya terdiagnosa penyakit Tb, 3) upaya perawatan yang diberikan oleh ibu selama merawat anak Tb, 4) kendala yang dihadapi oleh ibu, 5) cara ibu mengatasi masalah yang dihadapi, 6) dukungan yang diperoleh ibu.
Tema-tema yang didapatkan dalam penelitian ini dibahas secara terpisah untuk mengungkap pengalaman ibu merawat anak dengan Tuberculosis, akan tetapi walaupun di bahas secara terpisah namun tema ini saling berhubungan dan kaitannya sangat erat. Tema yang dihasilkan sangat luas dan menceritakan esensi dari pengalaman ibu yang memiliki anak dengan Tuberculosis sehingga mereka bisa memaknai pengalaman merawat anaknya . Untuk rincinya akan diwakili oleh tema berikut:
Salah satu dari fungsi dasar dari keluarga adalah fungsi perawatan kesehatan dan tugas nya adalah mengenal masalah kesehatan yang di alami oleh keluargaanya maka pengetahuan menjadi sangatlah penting. Pengetahuan ibu penting dalam tindakan pencegahan dan sebagai partner anak dalam menjalani pengobatan TBC. Faktor pengetahuan berpengaruh pada kesembuhan dan bagaimana mencegah untuk tidak terinfeksi dan tidak menyebarkan bacteri mycobacterium tuberculosa, dimulai dari perilaku hidup sehat dengan tidak meludah sembarangan, menutup mulut menggunakan sapu tangan atau tissue apabila batuk atau bersin sebagai upaya pencegahan dini penyakit TB paru (Putra, 2011). Berikut pernyataan dari setiap informan mengenai pengetahuan yang mereka punya tentang tuberculosis
�awal mula na mah batuk 2 minggu teras terasan,
panas teh tiap saminggu
sakali turun naek. Saur dr kedah di cek darah sareng di ronsen hasilna aya bercak saurna sareng di cek
darah teh hb na kirang sareng trombosit
na seer, saur dokter teh TB paru. Mung aya kapi raka abi anu ngagaduhan panyawat paru paru�(P1)
�ie teh mang mang na aya riwayat tb sabumi, mung di bandung,
ie ade ka tularan gera. Muhun kitu
weh batuk panas wae, teras dipiwarang cek ronsen sareng di cek leb, �(P2)
�awal mula na mah batuk 2 minggu teras terasan,
panas teh tiap saminggu
sakali turun naek. Saur dr kedah di cek darah sareng di ronsen hasilna aya bercak saurna sareng di cek
darah teh hb na kirang sareng trombosit
na seer, saur dokter teh TB paru. Mung aya kapi raka abi anu ngagaduhan panyawat paru paru�(P3)
Hasil wawancara didapatkan dari ketiga informan sudah mengenal apa itu penyakit Tuberculosis/TBC, dari mana penularaan nya dan bagaimana proses pengobatan yang harus dilalui pasien. Pengetahuan tuberculosis pada orang tua sangatlah penting, pengetahuan pada orang tua berpengaruh pada faktor risiko penularan tb pada anak (Brajadenta, 2018).
Hasil penelitian menunjukan bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan yang luas akan cenderung berperilaku hidup sehat dan sadar tentang pentingnya pemeliharaan kesehatan serta kesejahteraan keluarga. Membawa optimisme pada orangtua dan memberikan kekuatan untuk melakukan perawatan rutin pada anak yang otomatis akan meningkatkan kualitas hidup.
Ibu adalah seseorang yang mempunyai banyak peran, peran sebagai istri, sebagai ibu dari anak-anaknya, dan sebagai seseorang yang melahirkan dan merawat anak-anaknya (Bakrie, 2017). Kehadiran seorang anak merupakan kebahagian tersendiri bagi setiap orang tua, tidak sedikit yang sudah membayangkan bagaimana bayi yang akan lahir baik secara fisik maupun perkembangannya. Ketika kenyataan tidak sesuai dengan harapan, bahwa ada beberapa ibu yang harus menerima anaknya terserang penyakit Tuberculosis yang bahkan tidak pernah mereka sangka. Penyakit tuberculosis sendiri menyebabkan stigma dan diskriminasi terhadap anak maupun ibunya yang negative di kalangan masyarakat. Sumber diskriminasi bisa berasal dari saudara kandung, tetangga dan sekolah, sedangkan bentuk diskriminasi yang dapat di alami seperti dijauhi orang terdekat, pemisahan tempat duduk dan tempat makan. Bentuk stigma yang diterima adalah penyakit kutukan dan penyakit menular (Septiyono W, 2020).
Berikut pernyataan dari informan mengenai perasaan mereka saat pertama kali mengetahui anaknya mempunyai penyakit tuberculosis.
�soak asa tea aya harepan kangge ade teh, sien soalna atos
kaserang tb sien teu sembuh dei�(P1)
�nya rewas a soalna kulawargi teu aya nu kantos ngagaduhan
panyawat sapertos kie, ari ibu mah
ngadoa weh ka pangeran nu maha suci supados dilancarken dina pengobatn na sing enggal damang oge �(P3)
Dari
hasil wawancara ketiga informan mengalami
tahap kaget, syok. Pasrah kepada Alloh SWT. Respon positif
di tunjukan oleh P2 menerima
keadaan anaknya karena
di keluarga saudaranya ada yang sedang
menjalani pengobatan TB dan
ada juga yang sudah beres pengobatan. Seperti berikut � nya kitu weh , tadina aya
riwayat uwa na janten teu rewas teing soalna tos terang pengobatan na� (P2)
Anak yang terdiagnosis penyakit tuberculosis diharuskan meminum obat selama masa pengobatanya yang lama. Orang tua adalah PMO (Pengawas menelan obat) yang terbaik buat anak. Pasien Tb pada anak harus dipastikan minum obat setiap hari secara teratur oleh PMO (Kemenkes, 2016).
Selain pengobatan yang harus intensif, nutrisi juga tidak kalah penting untuk diperhatikan karena status gizi pada anak Tb akan mempengaruhi keberhasilan pengobatan. Malnutrisi berat meningkatkankan resiko kematian pada anak dengan tb. Penilaian harus dilakukan secara rutin selama masa pengobatan seperti berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan pengamatan gejala lain (Kemenkes, 2016).
Berikut adalah pernyataan yang diberikan oleh ketiga informan mengenai perawatan yang diberikan selama merawat anak yang terkena penyakit tuberculosis / TBC
�ku abi ditebihken teu kengeng tina hasep hasep, osok di jemur tabuh 9, di sepon tabuh 9 tara enjing keneh,
paling disepon dei sonten tabuh 3 sore, mamem di jagi, pami hoyong masihan
makanan anu aneh aneh ibu sok narosken hela k dokter�(P1)
�ie mah aktif janten ameng wae, janten teu aya perawatan khusus,
teu aya nu dipantang ku abi.�(P2)
�ku ibu di atur tuangen na, ku ibu sok di carek pami mam nu
aneh aneh teh, sareng ku ibu sok di
ajak moyan da saur nu ti puskesmas kedah seer
moyan nu gaduh panyawat paru paru mah. Sareng landongna ku ibu di atur supados
teu hilap k emam na �(P3)
Dari pertanyaan yang diajukan bagaimana perawatan yang diberikan kepada anak selama menjalani pengobatan TB yaitu diantaranya, mengatur pola makan, mengatur aktivitas, menjemur anaknya, mengatur pemberian OAT dan sharing dengan tenaga kesehatan nutrisi apa yang seharusnya diberikan saat menjalani pengobatan.
Pengobatan TBC tidak terlepas dari PMO/Pengawas menelan obat, PMO adalah seseorang yang dekat dengan pasien TBC yang dengan sukarela mau terlibat dalam pengobatan pasien TBC hingga dinyatakan sembuh oleh tenaga kesehatan (Kemenkes, 2016). Pmo yang sangat mungkin untuk anak yang terdiagnosis TBC adalah orang tua nya. Karena orang tua khususnya ibu adalah sosok yang sangat dekat dekat dengan anak. PMO mempunyai hubungan yang bermakna bagi keberhasilan minum OAT (Napitulu H, 2020).
Ibu akan selalu berusaha mengupayakan dan melakukan hal-hal yang terbaik untuk kesembuhan anaknya. Menurut Wong (2009) mengungkapkan mekanisme koping yang dapat digunakan. menanyakan informasi berkenaan dengan diagnosa dan kondisi anak pada saat ini. Mencari pertolongan dan dukungan orang lain ( dari dalam maupun luar).
Ada juga dengan strategi koping eksternal dimana keluarga yang mengalami kecemasan
juga perlu menerima
informasil ekternal yang lebih besar. Dengan cara mencari pengetahuan dan
informasi. Begitu juga yang terjadi pada
ibu yang merawat anak TBC, ibu selalu mencari informasi/ pengetahuan tentang
TBC dan mempelajari keterampilan yang diperlukan agar dapat melakukan
perawatan sehari hari. Informasi tersebut
didapatkan dari tenaga
kesehatan. Seperti pernyataan informan berikut �pami hoyong masihan makanan anu aneh aneh ibu sok narosken hela k dokter�(P1).
Ibu adalah manager keluarga yang berperan penting dirumah dalam mengatur kebutuhan dapur, kebersihan dapur, sampai dengan kebutuhan anak dan ayahnya Bakri (2017) .Namun pada ibu yang mempunyai anak tuberculsosis dengan keterbatasan aktivitas sebagai ibu rumah tangga karena harus melakukan memperhatikan anaknya yang terdapat dari hasil wawancara sebagai berikut :
�rada sesah kana mam, kana nasi teh asa sesah, asalna rada
telat kana papah janten sien k ibu teh. Dipasihan vitamin
ge sesah weh kana mam mah�(P1)
�kendala na mah ibu ninggal ade teh siga sesak nafas, sareng
sok di sada ngik ngikan, Pami pas
ngawitan teuu damang mah batuk teras, berat badan na ngirangan sareng
ninggalna teh asa laleles wae �(P2)
� kendala na mah alhamdulilah teu seer a, mung sok sesah pami
di ajak kontrol da gening kedah sasasih sakali,
sareng dipiwarang mam teh sok sesah da hoyong
jajan wae nu gurih�(P3)
Diantaranya Keterbatasan aktivitas, keterbatasan dalam memberikan makan dan keterbatasan dalam membujuk anak untuk kontrol setiap bulanya.
Mekanisme koping merupakan strategi seseorang untuk mengatasi masalah, dengan strategi koping yang efektif seseorang dapat menyesuaikan diri terhadap masalah yang dialami. Mekanisme koping yang efektif dapat mempengaruhi keyakinan pasien terhadap kesembuhan, sehingga self efficacy juga memegang peranan penting dalam bagaimana cara individu mencapai tujuan, tugas, dan tantangan. Individu dengan self efficacy yang tinggi yaitu, individu yang percaya bahwa mereka mampu melakukan dengan baik tugas- tugas yang sulit sebagai sesuatu yang harus dikuasai bukan sesuatu yang harus dihindari (Suharsono & Istiqomah, 2014).
Strategi koping yang efektif dibutuhkan dalam menghadapi anak yang sedang masa pengobatan karena anak mempunyai pola pemikiran yang berbeda dengan orang dewasa. Dan ibu harus menemukan cara untuk menyelesaikan masalah yang di hadapi nya. Seperti pernyataan informan berikut :
�dicandak ameng ku ibu, supados
hoyong lebet mamen.
Masihan mam teh sambil
jalan jalan. Ayena mah margi tos sering janten nyungken nyalira�(P1) �ie mah teu damang teh ibu teu hariwang ninggalna, ie mah seneng
minum obat janten teu sesah dipasihan landong teh�(P2)
�di olo ku ibu teh ditaros ka hoyong na naon di janjian bade di pasihan
kahoyong na �(P3)
Mekanisme koping yang digunakan ibu adalah Sabar sambil mengikuti apa yang anak mau, Tidak ada yang di khawatirkan dan Sabar dengan menjanjikan akan memberikan apa yang anak mau.
Orang tua terutama ibu yang dapat dukungan dari keluarga, tetangga, teman, tenaga kesehatan dan sesama ibu yang merawat anak thalasemia dan tenaga kesehatan dapat menjadi kekuatan untuk ibu menjalani perawatan yang terbaik untuk anaknya, seperti Dukungan yang diterima oleh ibu berupa dukungan emosional, dukungan informasi, dukungan penghargaan. Terdapat pada informan sebagai berikut :
�ti keluargi mah nu sok ngaroko narebihan ka ade�(P1)
�nya kitu weh merhatosken tuangenana, nu nyesep ge teu aya nu dirumah, ie mah sok di jajap ku rama na
pami kontrol ge, pami ibu nuju teu aya ku raka na di pasihan
landong na teh �(P2)
�alhamdulilah kulawargi anu caket teh ngadurukung sok
ngabantosan ibu pami masihan landong,
ngajak ameng ade pami abi nuju kaluar da rama na sok
damel dugi wengi�(P3)
Orangtua terutama ibu selama merawat anak Tuberculosis, ibu akan mengalami suka duka dan hal tersendiri bagi pengalaman ibu. Pada saat ibu menerima dukungan dukungan dari Suami, Keluarga besar, teman/tetangga, sesama ibu yang merawat anak thalassemia dan tenaga kesehatan. Seperti smangat, motivasi, mendengarkan keluh kesah dan materi akan sangat berguna untuk ibu, terdapat menurut sherbune dan stewart bentuk dukungan sosial (1) dukungan emosianal merupakan dukungn yang berhubungan dengan emosional (2) dukungan instrumental merupakan dukungan dalam bentuk bantuan nyata (3) dukungan pemberian informasi merupakan dukungan bentuk informasi yang tepat dan akurat (4) Dukungan penilaian berupa nasehat dan saran dari orang-orang terdekat (5) menemani reaksi merupakan menemani aktifitas reaksi dapat memberikan efek tenang pada diri seseorang. seperti yang diungkapkan oleh partisipan sebagai berikut :
�tatanggi ngarartosen teu aya nu ngadurukan�(P2)�
�, pami tatangi sok aya nu dudurukan mung ku ibu sok di tebihken ka ade. Pami keluargi mah tos terangen kedah tebih ti hasep hasep. Ti tatangi mah pami bade masihan tuangan teh narosken hela k abi�(P1)�
Berdasarkan hasil dari pembahasan yang dilaksanakan pada tanggal 1 juni 2022 sampai dengan juli 2022 adalah : 1) Pengetahuan ibu tentang Tuberculosis ada yang sudah mengenal apa itu penyakit tuberculosis, mengetahui bahwa penyakit ini ditularkan dan proses pengobatan yang harus dilalui apabila di diagnosa penyakit Tuberculosis. 2) Perasaan yang di alami ibu saat pertama kali mengetahui bahwa anaknya terdiagnosa penyakit Tuberculosis/ TBC mengalami perasaan kaget, Syok dan perasaan pasrah kepada Alloh SWT,dan ada juga yang merasa biasa saja atau menerima dikarenakan di keluarga nya ada yang sedang menjalani pengobatan TB serta ada juga yang sudah selesai masa pengobatan TBC. 3) Sebagai seorang ibu yang menyayangi anaknya, ibu melakukan upaya perawatan saat anak mengalami sakit Tuberculosis diantaranya mengatur pola makan, mengatur aktivitas anak, menjemur anaknya, mengatur pemberian OAT dan sharing dengan tenaga kesehatan mengenai nutrisi yang seharusnya diberikan selama masa pengobatan. 4) Kendala dan hambatan ibu selama merawat anak yang terdiagnosa TBC adalah keterbatasan aktivitas, keterbatasan dalam memberikan makan dan keterbatasan dalam membujuk anak untuk kontrol setiap bulanya. 5) Cara yang ibu lakukan saat menghadapi kendala atau hambatan yaitu dengan sabar sambil mengikuti apa yang anak mau, sabar dengan menjanjikan apa yang anak mau. Ada juga ibu yang tidak khawatir dengan kondisi anaknya. 6) Dukungan yang diterima ibu selama merawat anak yang terdiagnosa penyakit Tuberculosis adalah, dukungan emosional, dukungan informasi dan dukungan penghargaan
Implikasi penelitian keluarga sebagai anggota terdekat dari seorang ibu selayaknya bisa memberikan ibu dukungan motivasi, empati, dan dukungan materi atau non materi sehingga ibu bisa melewati masa masa yang sulit khususnya saat merawat anak yang sedang sakit. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk pihak petagas kesehatan khusunya untuk perawat komunitas/Puskesmas dapat mengembangkan perannya, tidak hanya sebagai pelaksana, namun juga sebagai pendidik, advokat, dan konselor bagi keluarga terutama pada ibu. Selain mendapatkan tindakan keperawatan, anak ibu dan keluarga akan mendapat dukungan terutama pengetahuan, semangat/motivasi dan konseling. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan ilmu yang baru untuk memperoleh pengetahuan yang terbaru sehingga dapat meningkatkan kualitas dalam pelayanan dan membuat asuhan keperawatan terhadap keluarga dengan Anak tuberculosis.
Abdu, S., Saranga, J.
L., Sulu, V., & Wahyuni, R. (2021). Dampak Penggunaan Gadget terhadap
Penurunan Ketajaman Penglihatan. Jurnal Keperawatan Florence Nightingale, 4(1),
24-30.
Bakri & Maria, H. (2017). Asuhan Keperawatan Keluarga.
Yogyakarta: Pustaka Mahardika.
Barlian eri, (2016). Metodologi penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif. Padang: Sukabina Press.
Dinkes Prov Jawa Barat, (2020) Laporan profil kesehatan jawa
barat tahun 2020 melalui
Dinkes Prov Jawa Barat, (2017) laporan profil kesehatan
Kabupaten Garut tahun 2017
Dinkes Kab Garut, (2022). Laporan sistem informasi
tuberculosis (SITB) Januari 2020 sampai dengan Desember 2021
Farhan, Zahara & Ratnasari, Devi. (2017). Patofisiologi
Keperawatan Edisi 1.
Bandung: Manggu Makmur Tanjung lestari.
Indawati, E. (2020). Pengaruh kejadian tuberkulosis (tbc)
terhadap tumbuh kembang pada balita di uptd puskesmas jatibening tahun 2019.
Resik, 12(1).
Indonesia, Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang
perlindungan anak
melalui<https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38723/uu-no-35-tahun- 2014
Indonesia. Peraturan Mentri Kesehatan no 67 tahun 2016
tentang penanggulangan tuberculosis
Indonesia. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia no
21 tahun 2020 tentang Rencana strategis Kementrian Kesehatan tahun 2020 � 2024
Indonesia. Peraturan Presiden Republik Indonesia No 67 tahun
2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis
Kemenkes, Laporan Nasional Riset Kesehatan dasar tahun 2018
dan Laporan provinsi Jawa Barat Riset Kesehatan dasar tahun 2018)
Kemenkes (2016), buku Petunjuk Teknis Manajemen dan
tatalaksana TB pada anak melalui
Kemenkes (2021) Global Tuberculosis Report 2021
Kemenkes, (2018) pusat data dan informasi kementrian
kesehatan RI
Kemenkes, (2020) jadikan penerus bangsa bebas tbc dimulai
dari diri sendiri dan keluarga
Moleong, Lexy J.(2018). Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT Rosdakarya.
Nuroctavia, M. M., Supriatin, T., & Cikwanto, C. (2021).
Analisis Gambaran Self-Efficacy Ibu Dengan Anak Yang Sedang Menjalani Pengobatan
Tuberkulosis Di Ruang Poliklinik Rs Mitra Plumbon Cirebon. Journal of Nursing
Practice and Education, 1(2), 159-168.
Price, Sylvia A. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Alih Bahasa: Brahm U. Pendit. Editor: Huriawati Hartanto.
Edisi VI. Jakarta: EGC.
Puskemas Tarogong Garut, (2022). Laporan Sistem informasi
tuberculosis (SITB) Januari 2021 sampai dengan februari 2022
Sabri Luknis, priyo sutanto, (2018). Statistik Kesehatan.
Depok: PT Raja Grafindo Persada
Septiyono, E. A., & Wahyudi, P. (2020). Stigma dan
Tuberkulosis Anak di Jember, Jawa Timur. JOURNAL OF HOLISTIC NURSING, 7(1),
01-09.
Setyaningrum E, (2017), Buku ajar tumbuh kembang anak 0-12
tahun, Sidoarjo.
Indomedia Pustaka
Setyaningsih, L. (2016). pengalaman orangtua dalam merawat
anak penderita asma bronchiale di wilayah kerja puskesmas pusat wates kulon
progo yogyakarta (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA).
Sidabutar, R. R. (2018). Hubungan peran keluarga dengan
tingkat keberhasilan pengobatan tbc paru anak usia sekolah di balai pengobatan
penyakit paru- paru (bp. 4) medan. Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera, 16(1),
60-71.
Soetjiningsih. (2012). Perkembangan Anak dan Permasalahannya
dalam Buku Ajar Ilmu Perkembangan Anak Dan Remaja. Jakarta :Sagungseto
Widadi, S. Y., & Oktaviani, S. (2019). Pengalaman Ibu
Merawat Anak Thalasemia di RSUD Dr. Slamet Garut. Jurnal Medika Cendikia, 6(2),
88- 96.
Sugiarto, Eko. (2017). Menyusun Proposal Penelitian
Kualitatif : Skripsi dan Tesis. Yogyakarta : Suaka Media
Sugiyono, (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sujarweni, V. Wiratna. (2014). Metode Penelitian: Lengkap,
Praktis, dan Mudah Dipahami. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Swarjana, I. K. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan.
Yogyakarta: ANDI OFFSET
Copyright holder: Sri Yekti Widadi, Tantri
Puspita, Wahyudin, Rudi Alfiyansah, Yana Saefulrohman (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed
under: |