Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 3, Maret 2023

 

ANALISIS LOGO ANARKIS MELALUI PENDEKATAN SEMIOTIKA ROLAND BARTHES

 

Eliana Frisca

Universitas Tarumanagara

Email: [email protected]

 

Abstrak

Anarkis secara umum dikenal sebagai istilah yang menunjukkan orang atau ekspresi desktruktif, chaos, dan huru-hara. Tetapi sebenarnya, anarkis sebagai ideologi, anarkisme, ialah sebuah teori politik atau ideologi yang bertujuan menciptakan suatu masyarakat tanpa lembaga yang menguasai mereka. Anarkisme lahir sebagai alternatif dalam melawan penindasan kelas penguasa kepada yang dikuasai. Logo anarkis dengan logo �A� dengan lingkaran hitam melekat menjadi simbol dari ideologi ini. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui arti logo anarkis melalui pendekatan semiotika. Metode penelitian yang difungsikan ialah deskriptif kualitatif dengan objek penelitian ialah logo anarkis. Analisis yang difungsikan dalam mengungkapkan arti logo anarkis menggunakan analisis semiotika Roland Barthes. Analisis melalui pendekatan semiotika Roland Barthes membagi dua tataran arti yakni pertama denotatif dan kedua konotatif serta mitos. Hasil penelitian menunjukkan bahwa logo anarkis menunjukkan arti denotatif yang mengungkapkan informasi fundamental dari logo tersebut kepada masyarakat luas. Pada peartian konotatif logo anarkisme menunjukkan arti tentang perlawanan, kekerasan, huru-hara, dan kerusuhan. Terakhir, pada tataran mitos logo anarkis memunculkan mitos akan pemberontakan, teror, aktivitas subversif, serta barbarisme.

 

Kata kunci: anarkis; logo; semiotika.

 

Abstract

Anarchy is generally known as a term that denotes destructive people or expressions, chaos, and riots. But actually, anarchism as an ideology, anarchism, is a political theory or ideology that aims to create a society without institutions that govern them. Anarchism was born as an alternative against the oppression of the ruling class to the ruled. The anarchist logo with the �A� logo with a black circle attached is a symbol of this ideology. The purpose of this study was to determine the meaning of the anarchist logo through a semiotic approach. The research method used is descriptive qualitative with the object of research is the anarchist logo. The analysis used in revealing the meaning of the anarchist logo uses Roland Barthes' semiotic analysis. Analysis through Roland Barthes' semiotic approach divides two levels of meaning, the first is denotative and the second is connotative and myth. The results of the study show that the anarchist logo shows a denotative meaning that reveals the fundamental information of the logo to the wider community. In the connotative meaning of the anarchism logo, it shows the meaning of resistance, violence, riots, and riots. Finally, at the mythical level, the anarchist logo raises myths about rebellion, terror, subversive activities, and barbarism.

 

Keywords: anarchy; logo; semiotics.

 

Pendahuluan

Anarkis secara umum dikenal sebagai suatu paham atau gerakan yang anti-ketertiban dan cenderung merusak. Anarkis atau anarkisme sebenarnya tidaklah melulu berarti seperti itu, melainkan bahwa anarkisme ialah filsafat politik yang menganjurkan masyarakat tanpa negara atau sering didefinisikan sebagai lembaga sukarela yang mengatur diri sendiri (Reyhan, 2021). Anarkisme ialah pola kelompok hidup secara kolektif yang berorientasi pada kepemilikan alat produksi yang dikuasai dan dikelola masyarakat secara bersama-sama. Anarkisme meyakini bahwa kemerdekaan atau kebebasan hanya mampu diraih melalui kekuatan dan upaya sendiri, dan bukan dengan dukungan suatu otoritas gigantik seperti negara atau bentuk lainnya (Tamara, 2021).

Sebagaimana setiap kelompok, institusi, ideologi, gerakan, dan lain-lain, anarkis juga mempunyai tanda identitas yang melekat pada dirinya. Tanda identitas ini bisa disebut sebagai logo. Logo ialah elemen grafis yang berbentuk ideogram, simbol, emblem, ikon, tanda yang difungsikan sebagai simbol sebuah brand (Yulianto, Prastowo, & Lukitasari, 2022). Logo ialah atribut inti yang bisa ditangkap secara indrawi. Meski begitu, logo juga biasanya memuat nilai-nilai visi dan misi, budaya, serta sejarah dari brand yang ia tandai.

Sebagai suatu tanda, logo bisa diuraikan artinya melalui pendekatan semiotika. Salah satu penggagas teori semiotika yang termahsyur ialah Roland Barthes yang membagi tanda ke dalam dua tahapan, yakni tahapan denotasi dan kedua tahapan konotasi. Kedua tahap ini kemudian menentukan mitos sebagai tanda denotatif yang mengakar dalam alam pikiran suatu masyarakat (Putri & Kartika, 2022).

Anarkis, yang ditandai oleh sebuah logo, mempunyai artinya sendiri dalam setiap tahapan semiotika Roland Barthes dalam masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan arti secara denotatif, konotatif, dan mitos pada logo anarkis yang erat kaitannya dengan paradigma serta praktik anarkisme. Kebaruan yang dibisa ialah sistemasi arti melalui pendekatan semiotika Roland Barthes ke dalam dua tahapan serta argumen yang mengkritik konotasi dan mitos yang sudah melekat dalam masyarakat sehubungan dengan representasi anarkisme (Muharrama, 2021).

 

Metode Penelitian

Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Metode ini dipilih oleh penulis lantaran pertimbangan objek kajian dalam penelitian yang menuntut pengpenjelasan arti. Teknik pengumpulan data yang difungsikan dalam penelitian ini yakni menggunakan studi kepustakaan, artinya penulis mengumpulkan berbagai bahan seperti buku, jurnal, serta penelitian lain yang relevan serta kemudian menganalisisnya. Metode analisis yang difungsikan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan semiotika Roland Barthes yang membagi arti objek penelitian ke dalam dua tahap; tahap pertama yakni arti denotatif, tahap kedua yakni arti konotatif dan mitos. Tahap terakhir ialah menyusun konsklusi secara deduktif dari data-data yang dibisakan (Anwar & Wulandari, 2022).

 

Hasil dan Pembahasan

Dari hasil analisis melalui literature review maka dibisakan beberapa data yang bisa dirumuskan untuk membahas hubungan logo dan ideologi, kemudian logo anarkis, dan pembahasan mengenai logo anarkis itu melalui pendekatan semiotika Roland Barthes yang membagi tanda ke dalam dua tataran, yakni denotasi dan konotasi serta mitos.

1.      Logo dan Ideologi

Logo ialah simbol khusus yang menjadi penanda dari identitas suatu hal, baik itu kelompok, perusahaan, ideologi, dan lain sebagainya. Logo berkaitan erat dengan sistem tanda atau simbol yang berkaitan dengan kajian semiotika. Dengan demikian, logo tidak bisa dipisahkan dari bahasa (Pinandoyo, 2021). Sobur (2013) menyebutkan bahwa menurut Roland Barthes bahasa ialah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu.

Dari penjelasan di atas, maka bisa dirumuskan bahwa logo, sebagai sistem tanda dan juga ialah bagian integral dari bahasa, tidak terlepas dari pemikiran suatu masyarakat. Pada taraf tertentu, logo bisa menjadi representasi dari suatu ideologi masyarakat. Dalam sebuah gambar, tak terkecuali logo, terbisa dua pesan: pesan tertunjukkan (denoted message) yang ialah analogon itu sendiri, dan pesan terartikan (connoted message) yang dipengaruhi oleh konvensi komunikasi masyarakat.

Penjelasan di atas mengacu pada semiotika Roland Barthes yang memaparkan bahwa semiotik terbagi menjadi dua aspek, pertama ialah denotasi dan kedua ialah konotasi. Denotasi ialah arti sebenarnya atau bisa disebut sebagai sebuah fenomena yang bisa ditangkap oleh panca indra. Sementara itu, konotasi ialah deskripsi hasil interaksi tanda dengan perasaan atau emosi subjek yang memikirkannya berlandaskan dengan nilai kultural yang ia anut. Maka dengan begitu bisa dianggap bahwa konotasi ialah arti yang terbentuk dari konstruksi persepsi subjek yang memikirkannya (Mujahidah, 2021). Pada dasarnya, citra yang dibisa oleh seseorang dalam melihat suatu tanda tidak bisa dipisahkan dari nilai-nilai kultural dan norma yang ia jadikan pedoman. Terakhir, mitos ialah konotasi yang telah menjadi perspektif populer dalam suatu masyarakat, yang dengan demikian telah membuat suatu tanda menjadi mitos.

Contoh kecil yang bisa dirujuk ialah logo palu dan arit di Indonesia yang secara denotatif ialah perkakas untuk bekerja di sawah dan di pabrik, kemudian pada tataran konotatif menjadi suatu representasi dari perjuangan kelas, dan akhirnya pada tataran mitos menjadi suatu simbol dari komunisme terlepas dari perspektif positif dan negatifnya dalam suatu masyarakat. Mitos komunisme di Indonesia, misalnya, telah menjadi pemikiran populer di masyarakatnya sebab dianggap tabu atau bahkan kriminal. Demikianlah suatu tanda, suatu logo, bisa mewakili ideologi tertentu yang membuatnya bisa menjadi sebuah identitas yang tidak terlepas dari sejarah dinamika konkret ideologi itu sendiri.

 

2.      Arti Denotatif Logo Anarkis

Anarki mempunyai logo yang menggambarkan secara denotatif istilah filsafat politik itu sendiri. Logo anarkis diawali dengan huruf �A� yang berada di dalam lingkaran hitam atau abjak �O� dengan bendera berwarna hitam. Huruf �A� sendiri ialah karakter pertama dalam alfabet, yang juga ialah huruf awal dari anarki itu sendiri. Sementara itu, lingkaran atau huruf �O� mengawali arti order atau perintah. Mengacu pada selogan Proudhon, �Anarchy is Order�, berarti bahwa logo ini secara denotatif menggambarkan anarki sebagai suatu keharusan. Sementara itu, bendera hitam yang kerap difungsikan bersama logo ini mempunyai arti penentangan pada batasan-batasan, baik itu batasan negara, bangsa, dan lain-lain. Bendera hitam kerapkali difungsikan oleh kaum anarkis untuk mesimbolkan peringatan mereka pada negara yang mereka nilai menindas dan ialah semacam bendera pernyataan perang tanpa hendak menyerah.


Gambar 1

Simbolisasi Anarkis

 

 

3.      Arti Konotatif Logo Anarkis

Logo anarkis sebagai representasi dari ideologi anarkisme mendapatkan arti konotasi yang kurang lebih sebagai pemberontakan pada negara. Hal ini bisa dirujuk pada penjelasan Bakunin dalam McLaughlin (2002) sebagai berikut:

 

Negara itu seperti rumah jagal raksasa atau kuburan mahaluas, di mana semua aspirasi riil, semua daya hidup sebuah negeri masuk dengan murah hati dan suka hati dalam bayang-bayang abstraksi tersebut, untuk membiarkan diri mereka dicincang dan dikubur.

Dari penjelasan di atas maka tidak bisa dielakkan bahwa pada akhirnya suatu persepsi negatif terhadap sistem bernama negara cenderung melahirkan gerakan-gerakan subversif. Negara memang ialah sasaran utama kritik terhadap otoritas para anarkis klasik. Bagi kaum anarkis klasik, negara ialah penindasan fundamental dalam masyarakat, dan sebab itu harus dilenyapkan pada saat aksi revolusi yang pertama kali (Rahman, Haryanti, & Ziaulhaq, 2021).

Maka tidak heran apabila istilah anarkis sering digolongkan sebagai suatu cara berpikir, gerakan, atau ideologi yang berbahaya bagi negara, yang dengan demikian mengancam keutuhan negara (Putra, 2021). Dalam konteks ini, tentu anarkisme sudah sepatutnya dilenyapkan sebab mengancam kedaulatan bangsa. Pemerintah dan aparatur negara yang kerapkali menggunakan melarang sikap anarkis melahirkan suatu cara berpikir kultural bahwa anarkis secara per se ialah hal yang negatif dan subversif, sampai mendapatkan arti konotasi yang buruk pada sebagian subjek yang memandang logo anarkis.

 

4.      Arti Mitos Logo Anarkis

Mitos dalam pengertian Barthes tidak seperti pengertian tradisional yang mengartikan kepada mistis atau klenik. Barthes menyebut mitos sebagai suatu sistem komunikasi atau suatu pesan (Kussanti, 2022). Mitos berada pada penandaan tingkat kedua dalam menghasilkan arti konotasi yang kemudian berkembang menjadi denotasi, pada perubahan menjadi denotasi ini, disebut dengan mitos. Barthes mengartikan mitos tidak sebagai objek pesannya tetapi cara menyatakan pesan (Kussanti, 2022).

Dari konteks ini ditemukan arti mitos dalam logo anarkis. Apabila kita mendengar istilah �Anarkis�, yang ada dalam pikiran kita barangkali bukanlah sebagai suatu ideologi, apalagi suatu filsafat politik, melainkan suatu istilah untuk menyebutkan ekspresi yang desktruktif, yang merusak (Al-Rasyid, 2021). Bisa kita telusuri bahwa begitu banyak aparatur negara, polisi, militer, menggunakan istilah anarkis untuk menggambarkan sikap agresif dan kekerasan. Dalam demonstrasi mahasiswa, misalnya, polisi kerap berkata, �Jangan Berlaku Anarkis!�, dan dalam konteks ini istilah anarkis difungsikan untuk merujuk pada arti negatif. Masyarakat juga sudah memahami bahwa konotasi anarkis sudah menjadi mitos atau denotasi, yakni mempunyai arti buruk. Satu hal yang pasti, mitos di masyarakat ini bisa disimpulkan terdistorsi cukup jauh, sebab istilah anarkis tidak melulu merujuk pada perilaku agresif dan kekerasan.

Dari penjelasan di atas, maka kita menbisa hipotesis bahwa arti mitos ini beredar sebab penggiringan opini struktural. Tetapi, Sudut pandang lain yang mengasumsikan bahwa mitos ini terbentuk dari ketidaktahuan aparatur negara dijelaskan oleh Anjani (2020) sebagai berikut:

 

�Minimnya literasi aparat mengenai paham anarkisme juga mengaburkan kekerasan �biasa� (penganiayaan, penculikan, pembunuhan) dengan tindakan kekerasan simbolik (perusakan, vandalisme) yang dikenal dalam paham anarkisme. Akibatnya, pelanggaran ketertiban umum melalui vandalisme, perusakan, dan seterusnya sering ditanggapi secara tidak proporsional. Terlebih aparat terlalu mudah mengeluarkan klaim bahwa anggota kelompok anarko berada di balik suatu kejadian tanpa terlebih dahulu mengusut secara tuntas tentang keterkaitan individu dengan paham dan kelompok anarkisme�.

 

Hal ini bisa kita rujuk pada lingkaran para pemikir anarkis sendiri, kekerasan tidaklah bersifat absolut, dan bahkan ada yang menentangnya. Salah satu pemikir anarkis yang menentangnya ialah Alexander Berkman (1929) dengan ucapan sebagai berikut:

 

�Anarkisme bukan bom, ketidakteraturan atau kekacauan. Bukan perampokan dan pembunuhan. Bukan pula yang sedikit melawan semuanya (Hermawan, Habibi, Hazbullah, & Hidayatullah, 2021). Bukan berarti kembali pada kehidupan barbarisme atau kondisi manusia yang liar. Anarkisme ialah kebalikan dari itu semua. Anarkisme berarti bahwa Anda harus bebas. Bahwa tidak ada seorang pun yang boleh memperbudak Anda, menjadi majikan Anda, merampok Anda, ataupun memaksa Anda. Itu berarti bahwa harus bebas untuk melakukan apa saja yang Anda mau, mempunyai kesempatan untuk memilih jalan hidup serta menjalaninya tanpa ada yang mengganggu, mempunyai hak yang setara, serta hidup damai dan harmonis seperti keluarga. Itu berarti bahwa tidak boleh ada perang, kekerasan, monopoli, kemiskinan, penindasan, sampai bisa menikmati hidup bersama-sama dengan setara�.

 

Dari penjelasan di atas, maka mitos yang beredar di masyarakat yakni bahwa anarkis ialah suatu gerakan yang diilhami oleh barbarisme tidak melulu tepat. Tentu dalam fenomena membaca tanda dalam masyarakat, terlebih yang sifatnya ideologis, muncul dari begitu banyak variabel yang memengaruhi (Effendi, Kahmad, Solihin, & Wibisono, 2021). Misalnya, suatu ideologi kalah dominan oleh ideologi yang berseberangan, maka ideologi tersebut bisa saja �dijelek-jelekkan� sampai menbisa arti konotatif yang negatif. Apabila doktrin semacam ini dilakukan secara intens dan kontinyu, maka tidak mungkin konotasi negatif itu akan melekat dan menjadi pemikiran populer sampai menjadi mitos (Situmorang, 2021).

 

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini yakni bahwa logo anarkis ialah representasi dari gerakan anarkisme. Logo itu menampilkan arti denotatif yang mengungkapkan informasi fundamental dari logo tersebut kepada masyarakat luas. Pada peartian konotatif logo anarkisme menunjukkan arti tentang perlawanan, kekerasan, huru-hara, dan kerusuhan. Terakhir, pada tataran mitos logo anarkis memunculkan mitos akan pemberontakan, teror, aktivitas subversif, serta barbarisme, meski dalam beberapa bagian tidak merepresentasikan melulu kenyataan mengenai ideologi anarkisme.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

al-Rasyid, Hamzah Harun. (2021). Radikalisme Berbasis Agama.

 

Anwar, Ludy Putra, & Wulandari, Happy. (2022). Analisis Semiotika Tentang Representasi Disfungsi Keluarga Dalam Film Boyhood. journal of discourse and media research, 1(1), 60�78.

 

Effendi, Muhammad Ridwan, Kahmad, Dadang, Solihin, Muhtar, & Wibisono, M.Yusuf. (2021). Relasi agama dan masyarakat: studi tentang interaksi masyarakat bandung barat dan jamaah tabligh. Hayula: indonesian journal of multidisciplinary islamic studies, 5(1), 1�24.

 

Hermawan, Deni, Habibi, Fikri, Hazbullah, M.Najmudin, & Hidayatullah, Muhamad Sopian. (2021). Kado guru: Dinamika Pendidikan Dalam Konteks. Penerbit nem.

 

Kussanti, Devy Putri. (2022a). Representasi inai pada tangan calon mempelai wanita dalam pernikahan adat. Jurnal Multidisiplin Madani, 2(3), 1367�1378.

 

Kussanti, Devy Putri. (2022b). The Representation Of Henna In The Hands Of The Prospective Bride In Traditional Wedding. Jurnal multidisiplin madani (mudima), 2(3), 1367�1378.

 

Muharrama, Hawa. (n.d.). Analisis semiotik sosial pemberitaan persekusi terhadap neno warisman pada program dua sisi tv one. fakultas dakwah dan ilmu komunikasi universitas islam negeri syarif �.

 

Mujahidah, Fikriyatul Islami. (n.d.). Problematika Perempuan Karier Dalam Film Hanum Dan Rangga: faith and the city analisis semiotika roland barthes. kalijaga journal of communication, 3(2), 121�140.

 

Pinandoyo, M.Rido Wono. (2021). simbol dan arti dalam ritual cembengan (cing bing) pabrik gula madukismo.

 

Putra, M.Shandika. (2021). partisipasi politik terhadap isu-isu kontemporer (studi kasus mahasiswa di kota palembang). fakultas ilmu sosial dan ilmu politik.

 

Putri, eufrasia aurora sandra, & kartika, ajeng dianing. (2022). representasi cantik dalam iklan produk nivea di jerman dan di indonesia. identitaet, 11(2), 124�135.

 

Rahman, M.Taufiq, Haryanti, Erni, & Ziaulhaq, Mochamad. (2021). moderasi beragama penyuluh perempuan: konsep dan implementasi. prodi s2 studi agama-agama uin sunan gunung djati bandung.

 

reyhan, Muhammad. (2021). mekanisme pembubaran ormas hti ditinjau dari undang undang nomor 16 tahun 2017 tentang kelompok kemasyarakatan dan tinjauan perspektif siyasah dusturiah. universitas islam negeri sumatera utara.

 

Situmorang, Jonar. (2021). kamus alkitab dan theologi: memahami istilah-istilah sulit dalam alkitab dan gereja. pbmr andi.

 

Tamara, Nasir. (2021). Bab 13 demokrasi ialah kebebasan dan keadilan. Demokrasi Di Era Digital, 13.

 

Yulianto, Arif, Prastowo, Heru, & Lukitasari, Evelyne Henny. (2022). Perancangan Logo �Rumah Makan Sate Sapi Suruh dan Bakso Salatiga� dan Media Promosinya. Jurnal Asosiatif, 1(2), 55�65.

���������

Copyright holder:

Eliana Frisca (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: