Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia �p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No. 3, Maret 2023
DERIVASI DALAM BAHASA ARAB DAN BAHASA
INDONESIA: HUBUNGAN BENTUK DAN MAKNANYA
Ruslan, Najamuddin Abd Safa, Muh. Fihris Khalik, Muhammad
Alqadri Burga
Fakultas Sastra, Universitas Muslim Indonesia,
Indonesia
Fakultas Agama Islam, Universitas Islam Makassar,
Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan bentuk dan makna derivasi dalam
bahasa Arab dan bahasa Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian pustaka.
Sumber utama yang digunakan adalah kata dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia
dari beberapa buku morfologi dan sharaf, kemudian dianalisis dengan menggunakan
teknik content analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tataran
morfologi, terdapat persamaan pada titik penempatan prefiks, infiks, dan
sufiksnya. Sedangkan pada ranah penggunaan konfiks atau klofiks keduanya
mempunyai aturan masing-masing. Letak perbedaan keduanya bisa dilihat pada
penempatan morfem afiks pada stemnya. Sedangkan pada tataran semantik,
kehadiran afiksasi dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia yang berpengaruh pada
perubahan dan peningkatan makna yang disebabkan empat hal; (1) adanya afiks
yang melekat pada kata dasar; (2) pengaruh gramatikal; (3) proses analogi; dan (4)
pengaruh kontekstual. Keempat faktor tersebut menjadi dasar pendistribusian
makna baru, sekaligus menjadi indikator utama yang menghubungkan antara bahasa
Arab dan bahasa Indonesia secara derivatif.
Kata kunci:
derivasi; bahasa Arab; bahasa Indonesia; makna.
Abstract
The purpose of this study is to
analyze the relationship of derivation forms and meanings in Arabic and
Indonesian. This research is literature research. The main sources used are
Arabic words and Indonesian from several morphology and sharaf books, then
analyzed using content analysis techniques. The results showed that at the
morphological level, there are similarities at the point of placement of
prefixes, infixes, and suffixes. Meanwhile, in the realm of using prefixes or
clofiks, both have their own rules. The difference between the two can be seen
in the placement of the affixes morphemes in the stem. Meanwhile, at the
semantic level, the presence of affixation in Arabic and Indonesian has an
effect on the change and increase in meaning caused by four things; (1) the
presence of affixes attached to the base word; (2) grammatical influences; (3)
analogy process; and (4) contextual
influences. These four factors form the basis for the distribution of new
meanings, as well as being the main indicators that link between Arabic and
Indonesian derivatively.
Kata kunci: Derivation;
Arabic; Indonesian; meaning.
Pendahuluan
Penelitian bahasa Arab pada awalnya
dilakukan untuk kepentingan �melayani� kebutuhan pemahaman terhadap ajaran
Islam. Setelah banyak orang �ajam (non-Arab) masuk Islam, bahasa Arab
menjadi semakin urgen untuk dikaji sebagai instrument untuk lebih mendalami
sumber-sumber syari�at Islam. Menu�rut sebuah riwayat yang dikutip oleh Muhbib (Muhbib
2014) dalam disertasinya, bahwa �Alī ibn Abū Ṭālib
(600-661 M) adalah khalifah yang mula-mula menggagas perlunya penyusunan kaidah
tata bahasa Arab. Ia menginstruksikan Abū Aswad al-Du�alī (16-19 H)
untuk mengkodifikasi apa yang menjadi pokok pemikiran �Alī ibn Abū Ṭālib,
seperti al-kalimah (kata) dibagi menjadi tiga macam, yaitu isim (kata
benda), fi�il (kata kerja), dan ḥarf (huruf). Bermula dari �tunas
klasifikasi kata� inilah penelitian kebahasaan berkembang, lalu membuahkan
hasil berupa ilmu naḥwu, ṣaraf, balāgah,
dan dalālah (semantik)(�Akkawi
1993).
Al-Isytiqāq (derivasi) sebagai rintisan
sejarah penelitian kebaha�saan mengalami banyak pengembangan di kalangan para
peneliti bahasa dari masa ke masa. Seperti yang telah dirintis oleh
al-Khalīl, al-Sarrāfī, al-Māzinī, al-Rumānī,
kemudian dikembangkan oleh Ibnu Jinnī dan al-Sakkākī. Fenomena
ini menggambarkan bahwa ternyata bahasa Arab terus menerus mengalami banyak
perkembangan yang sangat signifikan.
Studi
tentang derivasi dalam bahasa Arab sudah pernah dilakukan oleh Abdullah Amin (Amin 1960),
dalam bukunya �al-Isytiqāq� menyatakan bahwa al-naht sebagai
bagian isytiqāq kubbār. Sedangkan Abdul Wāhid
Wāfi (Wāfi 1962),
dalam bukunya �Fiqh al-Lugah� tidak memasukkan al-naht
dalam kategori isytiqāq kubbār.
Sementara
itu, David Conan (Conan 1958)
dalam �An Introduction to Modern Literary Arabic� membagi morfhem dalam lima
bentuk. (1) Afiksasi atau zawāid, yaitu tambahan huruf yang masuk
dalam huruf aslinya. (2) Adanya tanwin atau nunation yang secara umum
bermakna umum. (3) Tasydid atau doubled consonants biasanya
terjadi dalam proses asimilasi huruf dan bunyi karena terdapatnya dua huruf
sejenis dalam kata tersebut. Makna yang dihasilkan dari asimilasi huruf dan
bunyi tersebut diantaranya taktsir (banyak) atau ganda. (4) Accent
atau intonasi (stress). Biasanya hal ini hanya ditemukan dalam bahasa lisan,
khususnya dalam bacaan panjang pendeknya huruf. (5) Vowels atau harakah
(Conan 1958).
Clive
Holes (Holes 1995),
dalam bukunya �Modern Arabic Structure, Function, and Varieties�
menjelaskan bahwa prinsip dasar derivasi (isytiqāq) dalam kajian
morfologi terletak pada tiga dasar huruf (konsonan) yang kemudian melahirkan
perubahan bentuk kata secara teratur. Bentuk perubahan yang dimaksud adalah
perubahan dari kata benda menjadi kata kerja, kata kerja menjadi kata benda,
kata benda menjadi kata sifat dan sebagainya (Holes 1995).
Selanjutnya,
penelitian Faiz Dāyah menemukan bahwa isytiqāq atau derivasi
secara umum merupakan proses perubahan atau pembentukan kata yang disebabkan
oleh adanya sawābiq (awalan atau prefiks), dawākhil
(sisipan atau infiks) dan lawāhiq (akhiran atau sufiks) dari bentuk
aslinya. Dari perubahan tersebut melahirkan makna baru yang masih relevan
dengan makna kata asalnya (Dāyah 1996).
Adapun
penelitian tentang perbandingan derivasi da�lam bahasa Arab dan bahasa
Indonesia secara khusus belum penulis temukan. Namun, penelitian yang mendekati
kajian ini telah ditulis oleh Abdul Muin (Muin 2004)
dengan judul �Studi Kontrastif Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia: Telaah
terhadap Fono�logi dan Morfologi�. Penelitian tersebut hanya membandingkan
aspek bentuk persamaan dan perbedaan se�cara morfologis pada sisi ṡulātṡi
mujarrad-nya saja, se�hing�ga tidak masuk dalam wilayah makna yang
dihasilkannya.
Penelitian
tentang derivasi (isytiqāq) secara khusus dalam bahasa Arab hanya
berkisar pada persoalan ikhtilaf ulama (ahli) bahasa tentang klasifikasi dan
keberadaan ziyādah ahruf (penambahan huruf) sebagai
pembentuk kata. Sedangkan kajian tentang derivasi dalam bahasa Indonesia hanya
meliputi persoalan afiksasi sebagai pembentuk kata dan variasi makna secara
gramatikal. Sementara itu kajian perbandingan derivasi bahasa Arab dan bahasa
Indonesia belum dikaji secara komprehensif.
Berdasarkan penelusuran penelitian
relevan dan permasalahan al-isytiqāq (derivasi) dalam bahasa Arab,
penting untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengoparasikan derivasi
dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia baik dari aspek bentuk maupun maknanya. Selanjutnya,
menjawab hubungan kontak bahasa Arab dan bahasa Indonesia yang telah dimulai
sejak awal masuknya Islam di Indonesia. Fokus penelitian ini dibatasi pada
proses afiksasi sebagai pembentuk kata baru dan implikasi maknanya, baik secara
morfologis, sintaksis mau�pun semantiknya. Pembatasan tersebut disebabkan bentuk
derivasi lain seperti reduplikasi, internal change, zero modification, taqlīb,
dan pemendekan kata (naht), menu�rut hemat penulis termasuk bentuk yang
tidak produktif dan cenderung tidak mengalami perubahan dan pengembangan makna.
Metode Penelitian
Jenis
penelitian ini adalah library research de�ngan pendekatan content
analysis, di mana penulis membaca teks yang berbentuk kata yang disebabkan
oleh adanya zawāid atau afiksasi. Selain itu, digunakan pendekat�an
komparatif untuk melihat dan menganalisis aspek persa�ma�an dan perbedaan derivasi
bahasa Arab dan bahasa Indonesia (Keraf 1990).
Setelah data terkumpul, penulis menganalisis dengan meng�gunakan empat teknik,
yaitu: (1) Teknik Analisis Unsur Bawahan Langsung untuk menyatakan bahwa
setiap satuan bahasa terdiri atas dua unsur langsung yang mem�bangun satuan
bahasa itu; (2) Teknik Model Kata dan Paradigma merupakan model analisis
morfologi tertua dalam sejarah linguistik. Dalam model ini yang dijadikan
satuan dasar adalah �kata�; (3) Teknik Model Tata Nama dapat disajikan
dalam bentuk unsur-unsur gramatikal, yakni mor�fem, serta mencoba
memperlihatkan bagaimana hubungan di antara unsur-unsur itu; dan (4) Teknik
Model Proses digunakan untuk menganalisis proses setiap bentuk kompleks
yang diakui terjadi sebagai sebuah hasil atau proses yang melibatkan dua
komponen yaitu kata dasar dan proses (Mahsun 2007).
Hasil
dan Pembahasan
Hubungan Bentuk Derivasi dalam
Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia
Bahasa Arab dan bahasa Indonesia
merupakan dua ba�hasa yang lahir dari dua rumpun bahasa yang sangat berbeda.
Bahasa Arab berasal dari rumpun semitik (Wāfi
1962), sedangkan bahasa Indonesia berasal dari rumpun
Astronesia atau Melayu Polenesia (Ngateman
1990). Bahasa Indonesia adalah bahasa yang berasal dari
bahasa Melayu, kemudian berkembang dan mendapat pengaruh dari bahasa-bahasa
asing dan bahasa-bahasa daerah yang tersebar di berbagai wilayah nusantara,
yang ke�mudian ditetapkan sebagai bahasa resmi atau nasional bang�sa Indonesia
pada tahun 1982 melalui Sumpah Pemuda (Rumingsih
1990).
Meskipun asal-usul kedua bahasa
tersebut berbeda, namun sebagai bahasa komunikasi, kedua bahasa tersebut
mengalami perkembangan pesat yang tentunya memiliki hubungan dari berbagai
aspek. Salah satu bentuk hubungan tersebut dapat dilihat dari aspek pembentukan
kata atau masyhur dan lazim kita sebut dengan derivasi (isytiqāq),
ditinjau dari sisi persamaan dan perbedaan keduanya.
1.
Aspek
Persamaan
Derivasi Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia
Sekurang-kurangnya
terdapat lima hal penting yang bisa menghubungkan antara bahasa Arab dan bahasa
Indo�nesia ditinjau dari aspek persamaannya. Kelima bentuk yang dimaksud adalah
dari aspek sarana pengembangan bahasa�, media pengembangan makna, pemakaian
istilah afik�sasi, dasar pembentukan verba, dan dasar pembentukan nomina.
a.
Sarana Pengembangan Bahasa
Salah
satu khaṣāiṣ bahasa adalah bahwa bahasa ter�sebut
mengalami pengembangan, baik dari aspek mufradat, ashwat, morfem,
dan gramatikal. Salah satu ciri khas tersebut dapat dilihat melalui proses ta�rīb,
taulīd, isytiqāq, naht, dan irtijāl yang
dalam bahasa Indonesia disebut proses penyerapan bahasa asing (Qunaiby
1992). Baik bahasa Arab maupun bahasa Indonesia mengenal
dan menerima proses tersebut sebagai langkah taṭawwur al-lugah.
Hal mendasar yang mempengaruhi taṭawwur adalah karena kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, dan semakin meningkatnya kebutuhan manusia
terhadap kehidupan dunia yang tak terbatas (Al-foadi
2018).
b.
Media
Pengembangan
Medan Makna
Afiksasi
sebagai bahagian komponen bahasa memiliki peranan penting dalam proses
pengembangan bahasa (Muzaffar
2018). Dengan penambahan satu atau lebih fonem atau bahkan
morfem dapat membawa dan melahirkan makna baru tanpa harus bersusah payah
mencari kata-kata lain secara mu�jāmī (Hanif 2016). Misalnya kata �tani�
(farm) dengan masuknya afiks �pe-� maka kata tersebut akan bermakna �orang
yang bertani� (farmer). Dalam bahasa Arab misalnya kata كتب (he has written) mendapat afiks -alīf- maka
kata tersebut berubah menjadi كاتب yang berarti orang yang menulis (writer).
c.
Pemakaian Istilah Afiksasi
Secara
khusus memang tidak ditemukan istilah sawā�biq, dawākhil,
lawāḥiq, dan jawāmi� dalam bahasa Arab,
kare�na istilah yang lazim digunakan adalah huruf mazidiyah yang di dalamnya
terdiri atas biziyādah ḥarf wāḥid, biziyādah
ḥarfain, dan biziyādah ṡalāṡah aḥruf
dengan bentuk variasi�nya (Al-Galayain
1999). Namun, penulis mencoba memformat sedemikian rupa
hingga mampu menyejajarkan istilah tersebut sebagai�mana bahasa lainnya, tanpa
melakukan penambahan atau pun pengurangan huruf mau pun kalimatnya. Dengan
demikian tampak secara jelas hubungan yang erat antara bahasa Arab dan bahasa
Indonesia dari aspek bentuknya.
d.
Dasar
Pembentukan
Kata Kerja
Pola
pembentukan kata kerja dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia dapat dibentuk
melalui dasar kata verba, nomina, adjektiva, dan bilangan. Kehadiran afiksasi
sangat membantu dalam proses pembentukan tersebut (Bibi
and Ibrarullah 2016). Dalam bahasa Indonesia afiks yang
dapat membentuk kata kerja adalah prefiks ber-, konfiks dan klofiks
ber-an, klofiks ber-kan, sufiks -kan, sufiks -i, prefiks
per-, konfiks per-kan, konfiks per-i, prefiks me-, prefiks
di-, prefiks ter-, prefiks ke-, dan konfiks ke-an. Sedangkan
afiks pembentuk fi�il dalam bahasa Arab adalah hamzah-, ista-, in-,
ta-alif, tasydid, -alif-, dan ta-tasydid (Nur 2010).
e.
Dasar
Pembentukan
Kata Benda
Pola
pembentukan kata benda (isim) dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia
dapat dilakukan dengan cara men�distribusikan afiks-afiks tersebut pada kata
yang memi�liki dasar nomina, verba, adjektiva, dan bilangan (Nur
2019). Sehingga tampak jelas benang merah yang menghubungkan
keduanya, meskipun alat pembentukannya berbeda. Bahasa Arab memi�liki
morfem-morfem tertentu dalam pembentuk kata, begitu pun bahasa Indonesia juga
memiliki hal yang sama. Namun secara morfologis keduanya memiliki hubungan yang
signifikan dengan segala bentuk plus-minusnya (Albantani,
Fauziah, and Sumiantia 2020).
2.
Aspek
Perbedaan
Derivasi Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia
Faktor
utama yang mendasari perbedaan proses pembentukan kata melalui afiksasi dalam
bahasa Arab dan bahasa Indonesia dapat dilihat pada empat persoalan fundamental,
yaitu: pemakaian istilah kala (tense), medan nominal bahasa Arab bersifat
khusus dan spesialistik, keterlibatan makna dalam setiap kata, dan pola
pembentukan adjektiva.
a. Pemakaian tense (kala)
Ditinjau
dari aspek tense terjadi perbedaan yang sangat dominan atau menonjol antara
bahasa Arab dan bahasa Indonesia. Dalam bahasa Arab kata kerja dibagi menjadi
tiga, yaitu mādhi (bentuk lampau), mudhāri (bentuk
sekarang dan yang akan datang), dan amr (kata perintah) (Bibi
and Ibrarullah 2016). Ketiga bentuk tersebut memiliki
ciri-ciri atau tanda-tanda khusus, misalnya fi�il mādhi dikenal
dengan penambahan di akhir kata dasar�nya. seperti kataجلس �menjadi جلست,
جلسنا,جلستم dan se�ba�gainya. Fi�il amer dapat
diidentifikasi melalui penam�bahanأنيت
�di awal kata dasar dan ا/ون/ين/ات
di akhir kata. Sedangkan fi�il amr dapat dikenali dengan harakah
sakinah-nya di akhir kata (Bibi
and Ibrarullah 2016). Sedangkan dalam bahasa Indonesia tense
tidak secara inheren masuk dan menyatu dalam satu kata, akan tetapi tense-nya
hanya dapat dikenal melalui adverbi�a-nya saja, misalnya dalam kalimat �Muhammad
pergi ke pasar kemarin pagi�.�
b. Medan nominal
Nomina
dalam bahasa Indonesia digambarkan secara umum atau nomina-nya tidak
terklasifikasi. Berbeda halnya dengan bahasa Arab, istilah isim (kata benda) dibagi
dan diuraikan secara rinci sesuai dengan hakekatnya. Isim dibagi dalam beberapa
bentuk, di antaranya; isim fa�il, isim maf�ul, isim zaman,
isim makan, isim alat, isim tafdhil, isim marrah, isim
haeah, isim maushul, isim dhomir, dan tashgir (Smr� 2007). Setiap pembagian tersebut
memiliki bentuk yang berbeda-beda dengan fungsi yang bervariasi pula (Nur
2019). Klasifikasi seperti inilah yang tidak ditemukan
dalam bahasa Indonesia, karena memang bahasa Indonesia kekurangan kata (istilah)
dan lebih mengutamakan kata keterangan atau ad�verbial.
c. Inherensi makna
Dalam
bahasa Arab setiap kata (isim atau fi�il) secara inheren memiliki
makna khusus. Kata كتب ��misalnya memiliki makna jenis kelamin dan
jumlah, yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia �ia seorang
laki-laki telah menulis� (he has written). Kata مسجد
��misalnya memiliki makna jenis, jumlah, dan
tempat yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia �ini adalah sebuah
masjid� (Sulthāni
2001). Sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak mengenal
istilah ini. Coba kita bandingkan dengan kata �sekolah� dalam bahasa Indonesia
kata tersebut tidak memi�liki identitas khusus selain kata yang makna
konotasinya �tempat belajar dan mengajar� (place to learn and teach)
selain itu tidak ada.
d. Pola pembentukan adjektiva
Pola
pembentukan adjektiva dalam bahasa Indonesia dapat dibentuk melalui dasar
verba, nomina, adjektiva, dan bilangan. Sedangkan dalam bahasa Arab kata sifat
hanya merupakan musytaq dari fi�il mādhi (Albantani, Fauziah, and Sumiantia 2020). Meskipun kedua bahasa tersebut
memiliki kesamaan bentuk adjektiva, namun pema�kai�an dan makna abstraknya jauh
berbeda. Misalnya kata �ma�kan�an� dalam bahasa Indonesia dan kata اكلا dalam bahasa Arab. Kata �makanan� bila diterjemahkan dalam
bahasa Arab, maka kalimatnya bukan اكلا
��akan tetapi terjemahan yang sesuai adalah طعام.
Berdasarkan
uraian di atas menunjukkan bahwa ter�dapat hubungan atau korelasi bentuk dan
pembentukan kata dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia. Hal ini dapat dilihat
pada proses penempatan afiks pada kedua bahasa tersebut, misalnya prefiks,
infiks, dan sufiks. Di sisi lain, terdapat perbedaan pada penempatan afiks pada
konfiks dan klofiks. Hal ini dapat dilihat pada stemnya, misalnya dalam bahasa
Indonesia antara afiks dan stem ini bersifat utuh, sedangkan dalam bahasa Arab
tidak demikian halnya.� Selain itu, derivasi
dalam bahasa Arab jauh lebih kaya dari pada bahasa Indo�nesia. Penyebab
utamanya adalah bahasa Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh bahasa daerah
yang beraneka ragam dan bahasa asing sebagai proses pengembangan kosakatanya.
Sedangkan dalam baha�sa Arab dalam filterisasi bahasa asing yang masuk ke da�lam
bahasanya menggunakan istilah al-ta�rīb (Al-foadi 2018).
Rajab
Abdul Jawād Ibrāhim menilai bahwa bahasa itu sama halnya dengan
makhluk hidup yang selalu berkembang, dan selalu melaku�kan hubungan dengan
bahasa lain, yang dalam interaksinya saling mempengaruhi antara satu dengan
yang lainnya (Ibrahim
2001). Ketika bahasa itu tidak mengikuti perkembangan
zaman, maka bahasa tersebut akan hidup miskin dan pada akhirnya akan mati (Rahim
1975). Meskipun sebahagian ulama bersepakat bahwa al-ta�rīb
memang dikenal dalam bahasa Arab, namun bahasa al-Qur�an bebas dari al-ta�rīb
dengan asumsi untuk menghin�dari keraguan yang ada di dalamnya (Imam
al-Suyuthi 1989).
Berdasarkan
uraian tersebut di atas menunjukkan bah�wa pembentukan kata secara derivative,
khususnya yang di�se�babkan oleh adanya afiksasi dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok, yaitu: (1) Bentuk prefiks, infiks, dan sufiks dalam bahasa Arab dan
bahasa Indonesia memilki kesamaan. (2) Bentuk konfiks dan klofiks bahasa Arab
dan bahasa Indonesia sangat berbeda. Letak perbedaan dapat dilihat pada titik
posisi afiks tersebut. Pendistribusian afiks pada konfiks dalam bahasa
Indonesia memiliki rumus afik-stem-afiks untuk konfiks dan rumus
afiks-afiks+stem-afiks atau afiks-stem+afiks untuk klofiks, sedang
pendistribusian afiks atau zawāid dalam bahasa Arab tidak mengikuti
rumus atau pola tersebut karena ia masuk secara acak pada stemnya, yang disebut
dengan istilah transfiks.
Hubungan
Semantik Derivasi Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia
�� Mengawali
hubungan semantik derivasi bahasa Arab dan bahasa Indonesia, terlebih dahulu
akan diu�raikan secara singkat tentang awal munculnya hubungan kebahasaan dari keduanya.
Secara histories hubungan kontak bahasa Arab dan bahasa Indonesia dapat dilacak
melalui dua hal, yaitu melalui babak masuknya Islam ke Indonesia dan munculnya
para pelajar Indonesia yang belajar ke Timur Tengah.
�� Menurut
Azyumardi Azra (Azra
1998) masuknya Islam di Indonesia dapat dilacak melalui
banyaknya versi atau teori, di antaranya teori Pijnappel dan Snouck Hurggrunje
yang mengatakan bahwa asal-muasal Islam di nusantara adalah Anak Benua India
bermazhab Syafi�i yang bermigrasi dan menetap di nusantara. Teori lainnya,
seperti Moquette yang mengatakan bahwa asal-muasal masuknya Islam di Indonesia
dibawa oleh pedagang dari Gujarat, yang kemudian ditentang oleh Fatimi.
�� Namun,
dari mana pun asal-muasalnya yang jelas kedatangan orang-orang arab tersebut
telah menjalin kontak bahasa dengan bahasa nusantara. Hal ini disebabkan
kedatangan para pedagang Arab tersebut tidak mengenal bahasa nusantara dan
tentunya bahasa yang mereka gunakan sebagai alat komunikasi adalah bahasa Arab.
Sebagai salah satu bukti nyata pengaruh bahasa Arab terhadap bahasa Indonesia
adalah ditemukan serapan bahasa Arab dalam bahasa Indonesia.
�� Indikator
kedua hubungan kontak bahasa keduanya adalah munculnya nama-nama ulama besar Indonesia
yang pernah mengecap pendidikan ke Timur Tengah adalah Nur al-Din al-Raniri,
Abd al-Ra�uf al-Sinkli, Muhammad Yusuf al-Makassari, Abd al-Samad bin �Abdullah
al-Palimbani, Muhammad Arsyad al-Banjari, dan ulama-ulama lainnya pada abad
XVII dan XVIII. Tujuan utama mereka ke Timur Tengah untuk menimba ilmu
keislaman yang menunjukkan bahwa hubungan kedua bahasa ini semakin kuat.
Terjadinya kontak sosial otomatis juga men�jalin kontak bahasa dan akhirnya
akan saling, mempengaruhi antara satu dengan lainnya (Azra
1998).
�� Pada
tataran semantic, setiap kata dalam semua bahasa tentu memiliki aturan makna zahir
dan makna batin. Makna batin adalah makna yang memang melekat pada kata
tersebut, baik secara abstrak mau pun secara leksikologi, sedangkan makna lahir
adalah makna yang muncul melalui proses dan prosedur tertentu, misalnya melalui
proses deri�vasi atau afiksasi. Baik bahasa Arab mau pun bahasa Indo�nesia
mengenal istilah derivasi dan bahkan menjadikannya sebagai instrument penting
dalam pengembangan bentuk dan maknanya.
Ada tiga belas makna yang memiliki
kesamaan dan perbedaan makna dalam menginterpretasi pengaruh afiksasi pada
dasar kata kedua bahasa tersebut. Klasifikasi persamaan makna kedua bahasa
tersebut, dia antaranya: (1) menyatakan sapaan atau al-tarhīb, (2) menyatakan
banyak atau al-taktsīr, (3) menyatakan memberi atau a�thā,
(4) menyatakan saling atau al-musyārakah, (5) menyatakan menjadikan
atau al-ta�diyah atau ja�ala, (6) menyatakan lakukan akan atau amer,
(7) menyatakan tempat atau al-tamkīn, (8) menyatakan jadikan lebih
atau ista�la atau tafdhīl, (9) menyatakan anggap sebagai
atau al-ittikhādz, (10) menyatakan jadi seperti atau al-shairurah,
(11) menyatakan menuju atau al-tawajjuh, (12) menyatakan terjadi secara
tiba-tiba atau al-muthāwa�ah, (13) menyatakan meminta atau al-thalab
(Bibi and Ibrarullah 2016) (Al-foadi 2018).
Ketiga belas bentuk makna tersebut
dapat ditemukan dalam pembentukan kata kerja, baik dalam bahasa Arab mau pun
bahasa Indonesia. Perolehan makna tersebut se�sungguhnya sangat ditentukan oleh
dua faktor, yaitu; perta�ma, kata yang biasanya menempati posisi objek kemudian
berubah menjadi kata kerja melalui proses afiksasi; kedua, dipengaruhi oleh siyāq
al-kalām atau konteks kalimat dengan kondisi riilnya. Sedangkan faktor
yang membedakan keduanya dapat dilihat pada empat aspek utama, yaitu; pertama,
aspek jenis kata (identitas maskulin atau feminism); kedua, aspek jumlah
(tunggal/mufrad, dua/mutsanna, dan banyak/jamak); ketiga,
aspek waktu (lampau, sekarang, dan akan datang untuk verba); dan keempat, aspek
umum dan khusus makna kata (nakirah dan ma�rifah). Keempat
komponen makna tersebut hanya ditemukan dalam bahasa Arab dan tidak ditemukan
dalam bahasa Indonesia.
Berdasarkan uraian tersebut di
atas, dapat diketahui bahwa terdapat empat indikator utama yang mempengaruhi
terjadinya perubahan makna, yaitu; pertama, karena masuk�nya afiks pada stem
kata; kedua, karena terjadinya perubahan bentuk dan kelas kata dalam kalimat;
ketiga, karena adanya pengaruh secara gramatikal; dan yang keempat, karena
kondisi subjek atau objek pada saat kalimat itu diucapkan. Misalnya dalam
bahasa Arab أجملت
فاطمة وجهها. Kata tersebut menunjukkan bahwa berhias
bukanlah karakter si Fatimah, namun suatu ketika si Fatimah muncul dengan wajah
yang telah di make up, sehingga dipahami bahwa kata أجملت dimaknai �memulai�. Adapun contoh kalimat dalam bahasa
Indonesia, misalnya �Ali membaca buku matematika di kamarnya�. Kata
tersebut menunjukkan bahwa waktu Ali membaca buku bisa saja bermakna �sedang�
dan bisa juga bermakna �telah�, namun untuk mengetahui hal yang sesungguhnya
sangat ditentukan oleh kondisi riil saat Ali membaca buku tersebut.
Keempat indikator tersebut tidak
hanya ditemukan dalam bahasa Arab, namun ditemukan juga dalam bahasa Indonesia.
Oleh karena itu, penulis berasumsi bahwa derivasi dalam bahasa Arab dan bahasa
Indonesia memiliki hubungan baik dari aspek morfologi maupun semantik meskipun
kedua bahasa ini memiliki latar belakang sejarah dan budaya yang sangat
berbeda. Kajian ini juga menunjukkan bahwa perban�dingan (muqāran)
terhadap dua bahasa dapat dilakukan dengan catatan bahwa kedua bahasa tersebut
memiliki aspek persamaan pada titik tertentu, baik secara fonetik, morfologi,
gramatika (sintaksis), dan secara leksikal.
Kesimpulan���
Penelitian ini menyimpulkan bahwa kehadiran
morfem afiks atau zāidah yang melekat pada stem tidak hanya mampu
memformulasi bentuk kata, melainkan juga mampu melahirkan variasi makna. Hubungan
bahasa Arab dan bahasa Indonesia dapat dilihat pada dua aspek, yaitu pertama,
pada tataran morfo�logi, terdapat persamaan pada titik penempatan prefiks,
infiks, dan sufiksnya. Sedangkan pada titik penggunaan kon�fiks atau klofiks
keduanya mempunyai aturan masing-ma�sing. Letak perbedaan keduanya bisa dilihat
pada penem�patan morfem afiks pada stemnya, misalnya dalam bahasa Indonesia
hubungan antara afiks dan stem terpisah (misalnya mem-baca-kan),
sedangkan dalam bahasa Arab afiks masuk secara acak pada bentuk dasarnya
(misalnya تفاعل ta- dan -alif-
masuk dan mengantarai fa fi�il yang menjadi bagian stemnya). Selain itu,
huruf vocal dalam bahasa Indonesia hanya berfungsi sebagai pembentuk suku kata,
sedangkan huruf vocal (harakah) dalam bahasa Arab turut berperan dalam
pembentukan dan pengembangan makna.
Sementara itu, pada tataran
semantik, kehadiran afiksasi me�nem�patkan bahasa tersebut semakin komplit dan
sempurna karena satu kata dapat dimaknai lebih dari satu. Perolehan makna tersebut
muncul karena empat hal, yaitu; pertama, karena terjadinya perubahan
status dan fungsi serta kelas kata dari objek atau adverbial menjadi kata
kerja; yang kedua, karena fungsi gramatikalnya; ketiga, karena
makna leksikal dasar yang melekat pada kata tersebut; dan keempat,
karena perolehan makna tersebut dipengaruhi oleh kondisi riil saat kalimat itu
diucapkan. Keempat indikator tersebut membuktikan bahwa ada hubungan atau
korelasi pada aspek morfologi dan semantik. Meskipun bahasa tersebut memiliki
asal-usul yang berbeda.
BIBLIOGRAFI
Akkawi, Rihab Khudhar. 1993. Mausu�ah �Abaqirah
Al-Islam Fi Al-Nahwi, Wa Al-Lughah Wa-Al-Fiqh, Al-Mujallad Al-Tsalits.
Baerut, Libanon: Dār al-Fikr al-�Arabi.
Al-foadi, Raheem Ali. 2018. �Derivation as the Main Way of
Adapting New Terms to Arabic.� Modern Journal of Language Teaching Methods
(MJLTM) 8 (3): 175�180.
Al-Galayain, Mushtahafa. 1999. Jami� Al-Durus Al-Arabiyah.
Semarang: Toha Putra.
Albantani, Azkia Muharom, Afwa Uzna Fauziah, and Iis
Sumiantia. 2020. �Perkembangan Kosakata Bahasa Arab Melalui Isytiqāq.� Alsuniyat:
Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra, dan Budaya Arab 3 (2): 125�38.
Amin, Abdullah. 1960. Al-Isytiqāq. Cairo, Egypt:
Lajnah al-Ta�lif wa al-Tarjamah.
Azra, Azyumardi. 1998. Jaringan Ulama Timur Tengah Dan
Kepulauan Nusantara Abad XVII Dan XVIII. Bandung, Indonesia: Mizan.
Bibi, Nasihat, and Hafiz Muhammad Ibrarullah. 2016.
�Methodology of Derivation in Arabic Language.� Al Basirah 5 (1):
205�19.
Conan, David. 1958. An Introduction to Modern Literary
Arabic. London, UK: Cambridge University Press.
Dāyah, Faiz. 1996. �Ilm al-Dilalah al-�Arabi:
Al-Nazhariyah wa al-Thathbiq. Damaskus: Dār al-Fikr.
Hanif, Akhyar. 2016. �Sistem Derivasi (الإشتقاق) dalam Bahasa Arab dan Urgensinya dalam
Pengajaran Bahasa.� Ta�dib 15 (1): 33�39.
http://dx.doi.org/10.31958/jt.v15i1.215.
Holes, Clive. 1995. Modern Arabic Structure, Function, and
Varieties. London & New York: Longman.
Ibrahim, Rajab Abdul Jawad. 2001. Dirasat fi �Ilm fl-Dilalah
wa al-Ma�Ajim. Cairo, Egypt: Maktabah al-Adab.
Imam al-Suyuthi. 1989. Al-Muhādzat fi Ma Waqa�a fi al-Qur�an
min al-Mu�arrab. Baerut, Libanon: Dār al-Kutub al-�Ilmiyah.
Keraf, Gorys. 1990. Linguistik Bandingan Tipologis.
Jakarta, Indonesia: Gramedia.
Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan, Metode dan
Strategi. Jakarta, Indonesia: RajaGrafindo Persada.
Muhbib, Abdul Wahab. 2014. �Peran Bahasa Arab dalam
Pengembangan Ilmu dan Peradaban Islam.� Disertasi, Syarif Hidayatullah State
Islamic University of Jakarta.
Muin, Abdul. 2004. Analisis Kontrastif Bahasa Arab dan
Bahasa Indonesia: Telaah terhadap Fonetik dan Morfologi. Jakarta,
Indonesia: Pustaka al-Husna Baru.
Muzaffar, Asyraf. 2018. �Derivasi Indikator Hasil Belajar
Bahasa Arab.� LISANUNA: Jurnal Ilmu Bahasa Arab dan Pembelajarannya 7
(2): 213�25.
Ngateman, Muhammad. 1990. Kamus Etimologi Bahasa Indonesia.
Effhar & Dahara Prize: Semarang, Indonesia.
Nur, Tajudin. 2010. �Fungsi Afiks Infleksi Penada Pesona,
Jumlah, dan Jender pada Verba Bahasa Arab: Tinjauan dari Perspektif Morfologi
Infleksi dan Derivasi.� Humaniora 22 (1): 75�85.
Nur, Tajudin. 2019. �Infleksi dan Derivasi dalam Bahasa Arab:
Analisis Morfologi.� Metalingua: Jurnal Penelitian Bahasa 16 (2):
273�83.
Qunaiby, Hamid Shadiq. 1992. Dirasat fi Ta�shili al-Mu�arrab
wa al-Mushthalah. Dhahran, Saudi Arabia: Dār �Ammar.
Rahim, Abdul. 1975. Al-Dakhil fi al-Lugah al-�Arabiyah al-Haditsah
wa Lahajatiha. Cairo, Egypt: Dār al-Kutub.
Rumingsih, Endang. 1990. Fungsi dan Peranan Bahasa
Indonesia dalam Pengajaran. Semarang: Walisongo.
Smr�, Otakar. 2007. �Functional Arabic Morphology: Formal
System and Implementation.� Univerzita Karlova, Matematicko-Fyzik�ln� Fakulta.
https://dspace.cuni.cz/handle/20.500.11956/13736.
Sulthāni, Muhammad Ali. 2001. Syarah Abyāt
Sibawaih li Abi Muhammad Yusuf ibn Abi Sa�ỉd Al-Sarrāfi.
Damascus, Syria: Dār al-�Ashmā�.
Wāfi, Abdul Wāhid. 1962. Fiqh Al-Lugah.
Mesir: Lajnah al-Bayān al-�Arabi.
Copyright
holder: Jeaneta J. Rumerung, Muhammad K. Bakary,
Grace J.N. Rumimper (2023) |
First publication
right: Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is
licensed under: |