Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia �p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 8, No. 3, Maret
2023
KUNJUNGAN KASUS TUBERKULOSIS KELENJAR DAN
GIZI BURUK PADA AN. A DENGAN PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA
Cindy Marcellina, Rudi, Priscilla Clara Agatha, Dewi Indah Lestari�
Program Studi Profesi Dokter Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Indonesia
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Indonesia
Email: ����
Abstrak
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi Mycobacterium tuberculosis. TB dapat terjadi pulmonal dan ekstra pulmonal. Menurut WHO, TB secara global mengakibatkan mortalitas sebanyak 1,3 juta penderita. Kasus TB sebesar 217 per 100.000 penduduk. Indonesia merupakan negara ketiga dunia dari jumlah total pasien TB. Menurut RISKESDAS 2018, provinsi Banten sebesar 0,90%. Komplikasi akut dan kronik dapat terjadi pada TB. Jika tidak diobati segera bahkan dapat terjadi kematian. An.A berusia 1 tahun 11 bulan datang ke Puskesmas Sindang Jaya untuk kontrol dan meminta rujukan ke RSU Dinda yang telah terdiagnosis Tuberkulosis sejak 3 bulan yang lalu. Keluhan awal yang dialami pasien berupa benjolan. Pasien mengeluh adanya gejala berat badan yang tidak meningkat selama pengobatan TB, batuk terus menerus, dan nafsu makan yang menurun. Berdasarkan anamnesis, pemeriksan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan diagnosis Tuberkulosis Kelenjar dan Gizi Buruk. Tujuan pada penelitian ini yakni tercapainya pengobatan TB kelenjar pada An. A diagnostik holistik didapatkan melalui analisis masalah dengan menggunakan pendekatan kedokteran keluarga dan konsep Mandala of Health. Tatalaksana secara komprehensif dilakukan dan didapatkan keluhan pasien mulai membaik. Edukasi dilakukan dan didapatkan pemahaman keluarga mengenai penyakit serta pencegahannya. Kunjungan kedokteran keluarga telah membantu An. A dalam mengontrol pengobatan TB serta mengendalikan komplikasinya yaitu gizi buruk. Kunjungan yang dilakukan telah memberikan hasil berupa meningkatnya pengetahuan keluarga pasien tentang pola hidup bersih dan sehat, penyakit serta komplikasi yang dialami An. A. Juga mampu memperbaiki keluhan batuk terus menerus, dan nafsu makan sehingga terjadinya peningkatan pada data antropometri yaitu berat badan, tinggi badan, serta lingkar lengan atas.
Kata kunci: Tuberkulosis, Kedokteran Keluarga, Gizi Buruk.
Abstract
Tuberculosis is an infectious disease of Mycobacterium
tuberculosis. TB can occur both pulmonary and extra-pulmonal. According to WHO,
TB globally results in the mortality of as many as 1.3 million patients. TB
cases are 217 per 100,000 population. Indonesia is the third country in the
world in the total number of TB patients. According to RISKESDAS 2018, Banten
province is 0.90%. Acute and chronic complications may occur in tuberculosis.
If not treated immediately there can even be death. An.A aged 1 year and 11
months came to the Sindang Jaya Health Center for control and asked for a
referral to Dinda Hospital which had been diagnosed with Tuberculosis since 3
months ago. The initial complaint experienced by the patient is in the form of
a lump. Patients complain of symptoms of not increasing body weight during TB
treatment, continuous cough, and decreased appetite. Based on the anamnesis,
physical examination and supporting examinations obtained a diagnosis of
Tuberculosis Glands and Malnutrition. The goal in this study is to achieve
treatment of glandular TB in An. A holistic diagnostic is obtained through
problem analysis using a family medicine approach and the Mandala of Health
concept. Comprehensive management was carried out and patient complaints began
to improve. Education is carried out and family understanding of the disease
and prevention is obtained. Family medicine visits have helped An. A in
controlling TB treatment and controlling its complications, namely
malnutrition. The visit has resulted in increasing the patient's family
knowledge about clean and healthy lifestyles, diseases and complications
experienced by An. A. Also able to improve complaints of continuous cough, and
appetite so that there is an increase in anthropometric data, namely weight,
height, and upper arm circumference.
Keywords: tuberculosis, family medicine, poor
nutrition.
Pendahuluan
Kedokteran
keluarga merupakan suatu spesialisasi di bidang medis yang memberikan perawatan
di bidang kesehatan yang berkelanjutan dan komprehensif bagi setiap individu
dan keluarga (Andrianto & Fajrina,
2021). Kedokteran keluarga bertujuan untuk mengintegrasikan ilmu biologi,
klinis, dan perilaku (Widiastuti, 2020). Kedokteran keluarga memiliki peran sebagai komponen vital
dalam sistem kesehatan masyarakat (Luti et al., 2012). TB merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yang dapat terjadi pada pulmonal dan ekstra
pulmonal (Hidayat & Wiguna, 2021).
Apabila
TB tidak diobati maka dapat menyebabkan terjadinya morbiditas dari komplikasi
akut dan kronik (Diantara et al., 2022). Komplikasi ini diakibatkan oleh kelainan sistemik,
metabolik, infeksi, atau kelainan structural (Arsita, 2017). Komplikasi dapat timbul seiring perjalanan penyakit TB,
meski pengobatan TB yang sesuai telah diberikan (Astuti, 2014). Komplikasi yang dapat muncul antara lain seperti
bronkiektasis, empiema, dan pneumothorax (Hardiyanti, 2017). Gangguan fungsi pulmonal merupakan gejala sisa dari TB.
Jika tidak dilakukan pengobatan TB segera, maka dapat menimbulkan kematian (Djasang, 2019).
Berdasarkan
World Health Organization, TB secara global mengakibatkan mortalitas sebanyak
1,3 juta penderita (Hanif et al., 2020). Insidensi TB di Dunia, menurut data Global TB Report
2020, yakni sebesar 320 per 100.000 penduduk, sementara Asia Tenggara sebesar
217 per 100.000 penduduk (Ulva, 2019). Pada salah satu negara Asia Tenggara lain seperti
Thailand dengan insidensi sebesar 150 per 100.000 penduduk dan Indonesia
sebesar 312 per 100.000 penduduk (Purwanto, 2019). Menurut data Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2018,
Provinsi Banten khususnya kabupaten Tangerang berdasarkan diagnosa dokter
sebesar 0,9% (Pangaribuan et al., 2020). Prevalensi berdasarkan jenis kelamin yakni laki-laki
sebesar 0,9% dan perempuan sebesar 0,63% (Silvia et al., 2020). Sebagian besar kasus TB terjadi di Benua Asia sebesar 58%
dan Afrika sebesar 27%. Delapan negara berikut memiliki insidensi TB tertinggi
di dunia yakni India sebesar 27%, Cina sebesar 9%, Indonesia sebesar 8%,
Filipina sebesar 6%, Pakistan sebesar 6%, Nigeria sebesar 6%, Bangladesh
sebesar 4%, dan Afrika Selatan sebesar 3% (Jabani & Kusnan, 2021).
Secara
geografis, pada tahun 2020, sebagian besar kasus TB menurut WHO yakni berada di
wilayah Asia Tenggara (43%), Afrika (25%), dan Pasifik Barat (18%), Mediterania
Timur (8,3%), Amerika (3,0%), dan Eropa (2,3%) (Palele et al., 2022). Indonesia merupakan negara ketiga dunia dari jumlah total
pasien TB setelah negara India dan Cina (Nurjana, 2015). Jika, TB yang dimiliki oleh anak tidak mendapat
pengobatan yang tepat maka dapat menjadi sumber infeksi TB pada saat dewasa (Rokhmah, 2013). Secara global pada tahun 2020, diestimasikan 1,3 juta
kematian pada orang dengan HIV negatif yang mengalami kenaikan dari 1,2 juta
pada tahun 2019, dan tambahan 214.000 kematian diantara orang HIV-positif dan
terdaapat sedikit peningkatan dari 209.000 pada tahun 2019 (Suryanto & Nurjanah,
2021).
Berdasarkan
data kasus TB Puskesmas Sindang Jaya pada periode bulan Januari hingga bulan
Juni 2021 sebanyak 38 kasus yang meningkat menjadi 53 kasus pada periode bulan
Juli hingga bulan Desember 2021. Kasus TB di Puskesmas Sindang Jaya pada bulan
Maret tahun 2022 menjadi 10 peringkat penyakit teratas. Seorang anak perempuan
berusia 1 tahun 11 bulan merupakan salah satu pasien dengan diagnosis TB
kelenjar yang sedang menjalani pengobatan on OAT dan hingga kini belum
mengalami peningkatan berat badan. Kunjungan kedokteran keluarga penting
dilakukan terhadap pasien ini untuk menjamin pengobatan yang adekuat secara
medis dan mencegah komplikasi sehingga tumbuh kembang akan optimal. Pasien
sudah mengonsumsi obat TB selama 3 bulan, dan untuk berat badan pasien belum
meningkat. Penting untuk dilakukan kunjungan kasus kedokteran keluarga guna
melakukan pendekatan secara komprehensif dan holistik. Diharapkan dengan
dilakukannya kunjungan terhadap pasien maka akan dapat meningkatkan kualitas
hidup serta menghindari terjadinya komplikasi serta perburukan gejala.
Metode Penelitian
����������������������� Laporan ini merupakan
Case Report. Data primer diperoleh melalui anamnesis (alloanamnesis dengan
kedua orangtua pasien) dan melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang. Kegiatan
kunjungan keluarga, melengkapi data keluarga, dan psikososial serta lingkungan.
Penilaian berdasarkan diagnosis holistik dari awal, proses dan akhir laporan
secara kuantitatif dan kualitatif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan metode wawancara dan observasi dengan pasien dan keluarganya. Studi
kasus dilakukan pertama kali saat pasien datang berobat di Puskesmas Sindang
Jaya pada tanggal 5 Mei 2022. Selanjutnya dilakukan kunjungan rumah untuk
mengetahui secara holistik keadaan dari penderita serta memberikan intervensi
sehingga pasien diharapkan dapat memperoleh penatalaksaan yang adekuat.
Hasil dan Pembahasan
Identitas Pasien
Nama �������� : An. A
Jenis Kelamin : Perempuan
�Usia���������������� : 1 tahun 11 bulan
TTL���������������� : Tangerang, 23/05/2020
Alamat �������� : Kp. Baru RT 04 RW 07,
�����Sindang panon, Sindang Jaya
Suku Bangsa � : Jawa
Agama������������ : Islam
Dilakukan alloanamnesis terhadap keluarga An. A �pada tanggal 10 Mei 2022 di Rumah An.A.
Keluhan Utama
Berat badan yang tidak
meningkat dalam pengobatan TB.
Anamnesis
An.A datang ke Puskesmas Sindang Jaya bersama kedua orangtuanya untuk kontrol serta mengambil rujukan ke Rumah Sakit Umum Dinda, Cibodas, Tangerang. Pasien pertama kali pergi ke Puskesmas Sindang Jaya untuk diperiksa bulan Februari tahun 2022. Sejak Januari 2022, pasien memiliki keluhan batuk terus menerus dan keringat pada malam hari serta mengalami penurunan nafsu makan. Berat badan pasien juga tidak mengalami peningkatan sejak 4 bulan terakhir. Ibu pasien juga menyebutkan terdapat benjolan seukuran koin di ketiak tetapi tidak tampak merah dan tidak mengeluh sakit bila disentuh. Keluhan demam disangkal oleh orangtua pasien. Aktivitas pasien lakukan sehari- hari di rumah yaitu duduk sambil menonton televisi dan bermain bersama dengan kedua kakaknya, serta pada sore hari pasien juga sering bermain dengan tetangga sekitar rumahnya. Tetangga sekitar rumah An.A sedang dalam pengobatan TB.
Pada hasil pemeriksaan pada ketiak kanan terdapat benjolan ukuran diameter 5x5cm dan tidak nyeri tekan, mobile, tidak terdapat tanda peradangan. Orangtua pasien mengaku benjolan awalnya muncul dengan ukuran kecil sebesar jarum pentul dan membesar perlahan. Keluhan lainnya yaitu berat badan pasien yang tidak kunjung meningkat. Saat diperiksa oleh dokter Spesialis Anak di Rumah Sakit Umum (RSU) Dinda, dilakukan aspirasi pada benjolan tersebut dan tidak dilakukan pemeriksaan patologi anatomi. Pasien diminta untuk melakukan pemeriksaan penunjang yaitu rontgen paru dan memperoleh hasil terdapat bronkopneumonia. Dokter Spesialis Anak RSU Dinda mendiagnosa An.A terkena tuberkulosis kelenjar dengan gizi buruk.
Pada fase awal pengobatan selama dua bulan pasien diberikan obat seperti Isoniazid 300mg (8Tablet) ditambahkan dengan Vitamin B6 10mg (30Tablet) dijadikan 30 puyer, Pyrazinamide 500mg (3Tablet) dijadikan 30 puyer, dan Rifampicin 450mg dijadikan 30 puyer selama 2 bulan. Pada saat ini pasien sudah memasuki fase lanjutan pengobatan yaitu pengobatan bulan ketiga dan diberikan pengobatan berupa Isoniazid 300mg (8Tablet) ditambahkan dengan Vitamin B6 10mg (30Tablet) dijadikan 30 puyer, Rifampicin 450mg dijadikan 30 puyer, Curcumin Extra syrup 60ml dengan dosis 1x5mL. Pasien sudah diberitahukan bahwa tidak boleh memberhentikan konsumsi obat dan pasien sudah menjalankannya. Pasien tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan atau pun makanan. Penggunaan obat-obatan herbal seperti jamu disangkal. Pasien merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara, lahir spontan di �RS Umum Dinda dengan usia kehamilan cukup bulan dan langsung menangis setelahnya. Berat badan lahir pasien adalah 2400 gram dan panjang badan lahir adalah 46 cm. Imunisasi dasar lengkap sesuai usia. Pertumbuhan tidak sesuai anak seusianya dan perkembangan berdasarkan KPSP pada anak umur 24 bulan terdapat meragukan. Kebiasaan makan pasien makan 3 kali dengan makanan selingan 2 kali sehari. Ibu pasien mengaku pasien makan dengan �porsi sedang yaitu 1/2 centong nasi dengan menu lauk pauk yang bervariasi. Makanan selingan �yang biasa diberikan seperti singkong rebus dan buah-buahan seperti jeruk bali, alpukat dan pisang ambon.
�����������������������������������
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum:
Tampak sakit ringan
2. Kesadaran: Compos mentis,
Glasgow Coma Scale (GCS) 15
3. Frekuensi nadi: 100 x/menit,
reguler, isi cukup,
kuat angkat
4. Frekuensi nafas:
22 x/menit, reguler
5. Suhu: 36,8 C (Thermo pada frontal)
Data Antopometri:
1.
Berat badan: 7,5 kg
2.
Tinggi badan: 85 cm
3.
Lingkar Kepala: 45 cm
4.
LiLa: 11,3 cm
5.
Status gizi :
a.
Interpretasi Kurva
WHO :
i.
TB/U : Perawakan normal
(Z-score diantara -2 s/d 2)
ii.
BB/U : Gizi Buruk
(Z-score dibawah -3)
iii.
BB/TB : Sangat Kurus (Z-score dibawah -3)
b.
LK/U : Normocephali
(Z-score diantara -1 s/d -2)
Pada kepala yaitu rambut berwarna hitam tidak �terdistribusi merata, rambut tampak tipis, dan regio axilla dextra terdapat scar post aspirasi limfadenopati.
Pemeriksaan Penunjang
Pada rontgen thorax terdapat kesan cor tidak teraba membesar, cenderung suatu bronkopneumonia (24/02/2022). Berdasarkan scoring TB didapat skor 8 yaitu TB secara klinis.
Diagnosis
Tuberkulosis Kelenjar dan Gizi Buruk
Farmakologis:
KDT Fase Awal (selama 2 bulan pengobatan)
1.
Isoniazid 300mg (8Tablet) ditambahkan dengan Vitamin B6 10mg (30Tablet)
dijadikan 30 puyer
2.
Pyrazinamide
500mg (3Tablet) dijadikan 30 puyer
3.
Rifampicin 450mg dijadikan 30 puyer
KDT Fase Lanjutan (selama 4 bulan pengobatan)
1.
Isoniazid 300mg (8Tablet) ditambahkan dengan Vitamin B6 10mg (30Tablet)
dijadikan 30 puyer
2.
Rifampicin 450mg dijadikan 30 puyer
3.
Curcumin
Extra syrup 60ml
Terapi yang telah
diberikan di Puskesmas Sindang Jaya
������������� Keluhan
batuk yang dialami pasien diberikan ambroxol
syrup 15mg/5mL 60mL dengan dosis
3x1/2 cth selama 5 hari.
Non-Farmakologis����� :
1.
Pentingnya minum obat ��������������������yang teratur
serta mengikuti aturan minum obat yang diberikan oleh dokter
2.
Penerapan
etika batuk� yang benar.
3.
Pentingnya
mengatur pola makan.
4.
Kegiatan
stimulasi tumbuh kembang anak yang dapat dilakukan.
5.
Kontrol rutin �sesuai jadwal
yang diberikan tenaga kesehatan.
Anjuran Pemeriksaan
1. Darah Perifer Lengkap
2.
Fungsi Hati
Prognosis
Ad Vitam: dubia ad bonam
Ad Sanationam: dubia
Ad Functionam: dubia
Pendekatan
Holistik
Struktur Keluarga
An. A berusia 1 tahun 11 bulan merupakan seorang anak ketiga
dari 3 bersaudari. An. A tinggal
�bersama
dengan kedua orang tua dan saudara perempuan kandung yaitu kakak pertama dan kedua pasien (anak pertama dan kedua dari orang tua pasien).
Karakteristik Demografi Keluarga
1.
Keturunan: Patrilinier
2.
Perkawinan: Monogami.
3.
Pemukiman: Patrilokal
4.
Jenis anggota
keluarga: Nuclear Family
5.
Kekuasaan: Equalitarium
Tabel 1
Struktur Keluarga
yang Tinggal Serumah
dengan An. A
Nama |
Usia |
Pendidikan |
Pekerjaan |
Agama |
Status |
Keterangan |
Tn. I Ny. S |
37 tahun 30 tahun |
SLTA SLTP |
Satpam Ibu Rumah Tangga |
Islam Islam |
Menikah Menikah |
Ayah Pasien Ibu Pasien |
Nama |
Usia |
Pendidikan |
Pekerjaan |
Agama |
Status |
Keterangan |
An. J |
11 tahun |
SD |
Belum Bekerja |
Islam |
Belum Menikah |
Kakak Pertama
/ Saudara Perempuan� �Pertama Pasien |
An. S |
9 tahun |
SD |
Belum Bekerja |
Islam |
Belum Menikah |
Kakak Kedua
/ Saudara Perempuan Kedua Pasien |
An. A |
1 tahun 11 bulan |
Belum Sekolah |
Belum Bekerja |
Islam |
Belum Menikah |
Pasien |
Pola Berobat
1.
Jenis tempat
berobat: Rumah Sakit Umum Dinda
2.
Asuransi
/ Jaminan Kesehatan: BPJS
Pola Makan
Pasien makan 2-3 kali sehari dengan makan selingan. Pasien selalu makan �masakan ibunya, namun sesekali juga membeli lauk di luar. Ibu pasien mengaku anaknya makan dengan porsi sedang yaitu 1/2 centong nasi dengan menu �lauk pauk yang bervariasi. Makanan selingan yang biasa diberikan berupa makanan �ringan seperti singkong dan biskuit. Pasien juga terkadang diberikan buah-buahan seperti pisang, jeruk, dan alpukat. Pasien sampai saat ini masih diberikan Air Susu���������������������� Ibu (ASI) dan Ibu pasien mengaku anaknya tidak menyukai susu formula. Ibu pasien����������������������������� mengeluh sejak 4 bulan terakhir nafsu makan pasien menurun sehingga makanan yang dikonsumsi sering tidak habis.
Pola Dukungan Keluarga
1.
Faktor Pendukung
Terselesaikannya Masalah Dalam Keluarga
Ibu An.A selaku menjadi PMO
yang selalu mengontrol dalam pengobatan OAT, rutin tiap bulannya untuk kontrol
ke dokter spesialis Anak serta keluarga yang selalu memberikan dorongan serta stimulasi agar An.A dapat mengejar pertumbuhan dan perkembangannya.
2.
Faktor Penghambat
Terselesaikannya
Masalah Dalam Keluarga
Di antara yang merupakan faktor penghambat
terselesaikannya masalah dalam keluarga yaitu kurangnya pengetahuan keluarga mengenai
penyakit yang diderita pasien yaitu Tuberkulosis dan Gizi Buruk,
disertai dukungan pola hidup bersih dan sehat
yang kurang dari keluarga. Keadaan
rumah yang belum termasuk rumah ideal.
Fungsi
Fisiologis (APGAR score)
Fungsi
fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu keluarga dengan menilai 5
fungsi pokok keluarga, antara lain:
1. Adaptation: 2
2. Partnership: 2
3. Growth: 2
4. Affection: 2
5. Resolve: 2
APGAR score: 10 (highly functional family) yaitu keluarga An.A memiliki fungsi fisiologis yang baik.
Pembahasan
Kegiatan kunjungan An.A dilakukan sebagai berikut:
Tanggal
dan Tempat |
Kegiatan
Kunjungan |
5 Mei 2022 pukul 08.50 di
Puskesmas Sindang Jaya |
1. Melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan antropometri pada An.A didapatkan tinggi
badan 85 cm, berat badan 7,5 kg, lingkar kepala 45 cm dan LiLA 11,3 cm� 2. An.A datang untuk berobat dan
meminta rujukan ke Spesialis Anak RSU Dinda. 3. Di RSU Dinda pasien mendapatkan
obat: a. Isoniazid (Kombipak Dinkes) 100
mg tablet (8), dan vitamin B6 10 mg tablet (30) dalam bentuk pulveres diminum
sore hari 1 bungkus sebelum makan. 4. Rifampisin (Kombipak Dinkes)
450 mg tablet (7) dalam bentuk pulveres diminum pagi 1 bungkus sebelum makan. 5.
Mengedukasi,
memotivasi keluarga mengenai pentingnya mengonsumsi obat TB secara rutin terutama
ibu sebagai PMO dalam mendampingi dan mengawasi pasien dalam pengobatan
penyakitnya. |
10 Mei 2022, pukul 15.00 di
Rumah An.A |
6. Melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan antropometri pada An.A didapatkan tinggi
badan 85 cm, berat badan 7,5 kg, lingkar kepala 45 cm dan LiLA 11,3 cm 7. Melakukan anamnesis mengenai
data, struktur, fungsi keluarga, serta lingkungan keluarga dan melihat
kondisi rumah serta lingkungan disekitar rumah An.A 8. Melakukan pemeriksaan pola
makan dan dietary recall 1 hari
sebelumnya kepada ibu An.A 9. Memotivasi serta mengedukasi
keluarga terutama orang tua pasien kontrol rutin setiap bulan, serta rutin
mengonsumsi obat |
14 Mei 2022 pukul 15.30 di
Rumah An.A |
10. Melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan antropometri pada An.A didapatkan tinggi
badan 85 cm, berat badan 7,5 kg, lingkar kepala 45 cm dan LiLA 11,3 cm 11. Memberikan intervensi berupa
RUTF dan melakukan tes nafsu makan |
18 Mei 2022 pukul 15.00 di
Rumah An.A |
12. Melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan antropometri pada An.A didapatkan tinggi
badan 85 cm, berat badan 7,6 kg, lingkar kepala 45 cm dan LiLA 11,3 cm 13. Memberikan intervensi berupa
RUTF dan susu Nutrinidrink, serta menu anjuran jadwal seminggu untuk keluarga
An.A terhadap pasien |
24 Mei 2022 pukul 15.30 di Rumah An.A |
14. Melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan antropometri pada An.A didapatkan tinggi
badan 85 cm, berat badan 7,7 kg, lingkar kepala 45 cm dan LiLA 11,4 cm 15. Memantau untuk pasien telah
menerapkan yang diberikan menu anjuran jadwal seminggu yang telah diberikan,
dan RUTF |
28 Mei 2022 pukul 15.00 di Rumah An.A |
16. Melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan antropometri pada An.A didapatkan tinggi
badan 86 cm, berat badan 7,8 kg, lingkar kepala 45 cm dan LiLA 11,4 cm 17. Memantau untuk pasien telah
menerapkan yang diberikan menu anjuran jadwal seminggu yang telah diberikan,
dan RUTF |
Diagnosis Holistik
Aspek I (Aspek
Personal) |
||||
1.
Berat
badan yang tidak meningkat dan nafsu makan yang menurun |
||||
Farmakologis: Pemberian RUTF�(setara dengan F-100) |
Non farmakologis:� Menyarankan
untuk memperhatikan pasien agar�mengonsumsi makanan dalam porsi
makan yang sedikit namun sering dan jumlah kandungan pada makanan seperti
karbohidrat, protein, dan lemak serta |
Hasil Intervensi: Terjadi
peningkatan pada berat badan pasien
Bersambung ke halaman 10 |
||
Sambungan dari halaman 9 |
||||
Berat badan yang tidak
meningkat dan nafsu makan yang menurun |
||||
|
pemberian
makanan sebaiknya tiga kali sehari dalam bentuk makan besar ditambah dengan
dua kali pemberian makanan selingan seperti buah dan snack. |
|
||
2.
Batuk terus-menerus |
||||
Farmakologis: Ambroxol Syrup 15mg/5mL 60mL dengan dosis
pemberian 3x1/2 cth� |
Non farmakologis: Memberikan
edukasi terhadap keluarga An. A untuk menerapkan etika batuk yang baik dan benar seperti menutup hidung
dan� mulut dengan lengan atas bagian
dalam, atau menggunakan tisu dan menggunakan masker serta untuk
melakukan� cuci tangan dengan
menggunakan sabun dan air mengalir selama 60 detik. |
Hasil Intervensi: - Farmakologis: keluhan batuk pasien berkurang bahkan sudah tidak ada. - Non Farmakologis: meningkatkan kewaspadaan keluarga pasien terhadap hygiene, serta meningkatkan kualitas
hidup pasien beserta keluarga. |
||
Aspek II
(Aspek Klinis) |
||||
Diagnosis Utama�������� : Tuberkulosis kelenjar Diagnosis Tambahan�� : Gizi buruk |
||||
Farmakologis: Pengobatan pada anak A meliputi 2 fase yaitu KDT awal dan KDT lanjutan.�Pemberian Rifampisin 450mg pada
pagi hari sebelum makan. Sedangkan pemberian Isoniazid 300mg dan Vitamin B6
10mg pada sore hari sebelum makan. Serta mengenai obat harus diminum setiap
hari dan pada jam yang sama sehingga pengobatan yang diberikan akan menjadi
lebih efektif. �� |
Non farmakologis: 1.
Edukasi
terhadap keluarga An. A mengenai penyakit tuberkulosis�mulai dari apa itu tuberkulosis, penyebab, faktor risiko, perjalanan
penyakit, cara
penularan, tanda dan gejala,
tatalaksana,�komplikasi, serta pencegahannya juga menerapkan etika batuk
sebagai upaya pencegahan penularan. 2.
Memberikan
edukasi terhadap keluarga An. A mengenai cara pemakaian obat�dan tuberkulosis dapat disembuhkan, namun�harus
berobat secara rutin dan
teratur sesuai anjuran dokter. 3.
Memberikan
edukasi terhadap keluarga An. A bahwa tidak terdapat pantangan makanan dan menerapkan pola makan gizi seimbang serta pola hidup
bersih dan sehat (PHBS) untuk meningkatkan daya tahan tubuh. |
Hasil Intervensi: a. Farmakologis: gejala An.A
membaik b. Non Farmakologis: 2.
Keluarga
An. A telah memahami mengenai penyakit tuberkulosis serta�telah memahami serta
melaksanakan tindakan menerapkan etika batuk sebagai
upaya pencegahan penularan tuberkulosis 3.
Keluarga
An. A telah memahami mengenai cara pemakaian obat�dan tuberkulosis dapat disembuhkan. 4.
Keluarga
An.�A telah memahami bahwa tidak terdapat pantangan makanan dan menerapkan pola makan gizi seimbang serta PHBS. |
||
Aspek
III (Aspek Internal) |
||||
Aspek Internal: 1.
Kurangnya
pengetahuan keluarga pasien mengenai penyakit tuberkulosis, tatalaksana�dan
komplikasinya 2.
Keluarga
pasien masih kurang paham mengenai pola hidup bersih dan sehat |
Rencana Penatalaksanaan: 1.
Edukasi
mengenai penyakit tuberkulosis,
tatalaksana�dan komplikasinya. 2.
Edukasi
mengenai pola hidup bersih dan sehat, seperti penggunaan air bersih, mencuci
tangan dengan air dan sabun, menggunakan jamban sehat, makan makanan gizi
seimbang dan melakukan aktivitas setiap hari. |
Hasil Intervensi: 1.
Keluarga
An.A memahami mengenai penyakit tuberkulosis, tatalaksana�dan
komplikasinya. 2.
Keluarga
An.A telah memahami mengenai pola hidup
bersih dan sehat. |
||
Aspek IV (Aspek Eksternal) |
||||
Aspek Eksternal: 1.
Pengetahuan
keluarga pasien mengenai penyakit tuberkulosis, penanganan dan
komplikasinya masih kurang baik sehingga pasien tidak kunjung sembuh 2.
Secara
fisik, total ventilasi permanen pada rumah keluarga An. A belum ideal 3.
Keadaan
rumah An. A dekat dengan
tempat pembakaran sampah 4.
Ayah
An.A merokok |
Rencana Penatalaksanaan: 1.
Menjelaskan
kepada keluarga mengenai penyakit tuberkulosis, penanganan dan
komplikasinya untuk meminimalisir kekambuhan dan reinfeksi ke anggota
keluarga atau teman yang lainnya. 2.
Menganjurkan
untuk memberitahu�keluarga An. A�untuk menambah
ventilasi permanen agar sirkulasi udara di rumah lebih baik�serta menyalakan
kipas angin agar menjadi ventilasi buatan sehingga sirkulasi udara adekuat. 3.
Menganjurkan
untuk membersihkan rumah setiap harinya, menutup pintu dan jendela sewaktu pembakaran sampah sedang dilakukan. 4.
Menganjurkan
untuk ayah An.A berhenti merokok dan sewaktu merokok tidak
dalam posisi berdekatan dengan An. A. 5.
Menganjurkan
untuk ayah An.A jika ingin menggendong�dan bersentuhan dengan An.A
diharapkan mandi dan mengganti pakaian terlebih dahulu serta membersihkan
area hidung dan mulut. |
Hasil Intervensi: 1. Keluarga An.A telah memahami mengenai tuberkulosis, penanganan dan
komplikasinya untuk meminimalisir kekambuhan dan reinfeksi. 2. Keluarga
An.A telah memahami dan mencoba untuk
membersihkan rumah setiap harinya, menutup pintu dan jendela sewaktu pembakaran sampah sedang dilakukan. 3. Ayah An.A berusaha untuk
mengurangi jumlah konsumsi rokok. 4. Ayah An.A telah mencoba untuk
menerapkan agar sewaktu merokok tidak dalam posisi berdekatan dan membersihkan
diri terlebih dahulu jika ingin menggendong dan bersentuhan dengan An.A. |
||
Aspek IV (Aspek Fungsional) |
||||
Aspek Fungsional: Status Fungsional An.A adalah 4, yaitu terdapat sedikit hambatan dalam
melakukan tugas sehari-hari. |
Rencana Penatalaksanaan: Memberikan edukasi kepada keluarga An.A untuk memberikan dorongan dan
stimulasi agar An.A dapat mengejar pertumbuhan dan perkembangannya sesuai
usia meliputi motorik kasar, motorik halus, bicara dan bahasa, serta
sosialisasi dan kemandirian. |
Hasil Intervensi: Keluarga An.A telah memahami dan memberikan dorongan serta stimulasi
agar An.A dapat mengejar pertumbuhan dan perkembangannya. |
Diagnosis Klinis
Diagnosis pada pasien ini adalah Tuberkulosis Kelenjar diserta gizi buruk, didapatkan berdasarkan anamnesis secara holistik yaitu, aspek personal, aspek klinik, aspek risiko internal, dan aspek risiko eksternal serta pemeriksaan penunjang dengan melakukan pendekatan menyeluruh dan pendekatan diagnostik holistik. Pasien mengeluhkan batuk terus menerus dan keringat pada malam hari serta mengalami penurunan nafsu makan. Ibu pasien mengatakan terdapat benjolan seukuran koin di ketiak kanan tetapi tidak tampak merah dan tidak mengeluh sakit bila disentuh. Benjolan pada ketiak awalnya muncul dengan ukuran kecil sebesar jarum pentul dan membesar perlahan. Saat diperiksa oleh dokter Spesialis Anak di Rumah Sakit Dinda, dilakukan aspirasi pada benjolan tersebut.
Pada pemeriksaan fisik pada kepala yaitu rambut berwarna
hitam tidak terdistribusi merata, rambut tampak tipis, pada regio axilla dextra terdapat scar post
aspirasi limfadenopati. Berdasarkan skoring TB didapatkan skor total sebesar 8
yaitu TB secara klinis. Dari
pemeriksaan penunjang yaitu rontgen
thorax terdapat kesan cor tidak teraba membesar, cenderung suatu
bronkopneumonia (24/02/2022).
Pertumbuhan tidak sesuai anak seusianya dan perkembangan berdasarkan KPSP pada anak umur 24 bulan terdapat meragukan. Dari pemeriksaan antropometri yaitu berat badan 7,5 kg, tinggi badan 85 cm dengan interpretasi kurva WHO pada BB/U yaitu gizi buruk (Z-score dibawah -3), BB/TB yaitu sangat kurus (Z-score dibawah -3).
Kesimpulan
Dari studi kasus yang telah dilakukan, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut: (1) Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang dapat ditegakkan diagnosis klinis pasien yaitu
Tuberkulosis kelenjar dan Gizi buruk. (2) Diketahuinya bagaimana penularan yang
menyebabkan tuberkulosis dan gizi buruk pada An. A adalah dicurigai berasal
dari tetangga An. A yang sedang dalam pengobatan OAT dan sering bermain dengan
An. A setiap sore hari. (3) Faktor risiko yang menyebabkan tuberkulosis dan
gizi buruk pada An. A merupakan ventilasi rumah yang kurang ideal, pencahayaan
dalam rumah yang kurang. (4) Diketahuinya aspek internal dan eksternal secara
holistik yang menyebabkan berat badan pasien belum meningkat dalam pengobatan
tuberkulosis pada An. A sehingga pentingnya untuk membentuk tatalaksana yang
holistik dan komprehensif.
BIBLIOGRAFI
Andrianto, W., & Fajrina, A. R. (2021). Tinjauan
Perbandingan Penyelenggaraan Telemedicine Antara Indonesia dan Amerika Serikat.
Jurnal Hukum Kesehatan Indonesia, 1(02), 70�85.
Arsita, E. (2017). Pendekatan Diagnosis dan Tata
Laksana Sindroma Nefrotik. Jurnal Kedokteran Meditek.
Astuti, W. (2014). A Holistic Approximation to
Management of Tuberculosis Cases Relapse in the Second Month of Treatment an
Intensive Phase From Patient Widower Geriatric Without a Job. Jurnal Medula,
3(02), 136�145.
Diantara, L. B., Hasyim, H., Septeria, I. P., Sari, D.
T., Wahyuni, G. T., & Anliyanita, R. (2022). Tuberkulosis Masalah Kesehatan
Dunia: Tinjauan Literatur. Jurnal�Aisyiyah Medika, 7(2).
Djasang, S. (2019). Studi Hasil Pemeriksaan Ureum dan
Asam Urat pada Penderita Tuberkulosis Paru yang Mengonsumsi Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) Fase Intensif. Jurnal Media Analis Kesehatan, 10(1),
59�71.
Hanif, A., Jatmiko, S. W., Dewi, L. M., & Lestari,
N. (2020). Perbedaan Parameter Hematologi Pada Pasien Tuberkulosis (Tb) Dengan
dan Tanpa Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Biomedika, 12(2),
72�78.
Hardiyanti, S. (2017). Karakteristik Pasien Tb Paru
Berdasarkan Pemeriksaan Foto Thorax di Bagian Radiologi Rsup Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar Rsup Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Juni
2016-Juni 2017. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makasar,(November).
Hidayat, H. R., & Wiguna, W. (2021). Aplikasi
Diagnosa Penyakit Tuberculosis Menggunakan Metode Certainty Factor Berbasis
Android. Jurnal Responsif: Riset Sains Dan Informatika, 3(1),
20�29.
Jabani, A. S., & Kusnan, A. (2021). Prevalensi dan
Faktor Risiko Hipertensi Derajat 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota
Kendari. NURSING UPDATE: Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan P-ISSN: 2085-5931
e-ISSN: 2623-2871, 12(4), 31�42.
Luti, I., Hasanbasri, M., & Lazuardi, L. (2012).
Kebijakan pemerintah daerah dalam meningkatkan sistem rujukan kesehatan daerah
kepulauan di kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Kebijakan
Kesehatan Indonesia: JKKI, 1(1).
Nurjana, M. A. (2015). Faktor risiko terjadinya
tuberculosis paru usia produktif (15-49 tahun) di Indonesia. Media
Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, 25(3), 20736.
Palele, B., Simak, V. F., & Renteng, S. (2022).
Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan Keluarga tentang Perawatan pada
Penderita TB Paru: Studi Deskriptif. Jurnal Keperawatan, 10(1),
110�118.
Pangaribuan, L., Kristina, K., Perwitasari, D.,
Tejayanti, T., & Lolong, D. B. (2020). Faktor-Faktor yang mempengaruhi
kejadian tuberkulosis pada umur 15 tahun ke atas di Indonesia. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan, 23(1), 10�17.
Purwanto, H. (2019). Hubungan Usia dan Jenis Kelamin
dengan Kejadian Karsinoma Nasofaring di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung Tahun 2013-2014. Jurnal Medika Malahayati, 2(3), 146�150.
Rokhmah, D. (2013). Gender dan Penyakit Tuberkulosis:
Implikasinya Terhadap Akses Layanan Kesehatan Masyarakat Miskin yang Rendah. Kesmas:
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional (National Public Health Journal), 7(10),
447�452.
Silvia, E., Anggunan, A., Effendi, A., &
Nurfaridza, I. (2020). Hubungan antara jenis kelamin dengan angka kejadian
dermatitis seboroik. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 9(1),
37�46.
Suryanto, Y., & Nurjanah, U. (2021). Kepatuhan
Minum Obat Anti Retro Viral (ARV) Pada Pasien HIV/AIDS. Jurnal Ilmu
Keperawatan Indonesia (JIKPI), 2(1), 14�22.
Ulva, M. (2019). Gambaran Karakteristik Kecelakaan
Lalulintas di Kota Makassar Tahun 2014-2018. Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar.
Widiastuti, N. L. G. K. (2020). Layanan pendidikan
anak berkebutuhan khusus dengan gangguan emosi dan perilaku. Indonesian
Journal Of Educational Research and Review, 3(2), 1�11.
�
Copyright holder: Cindy Marcellina, Rudi,
Priscilla Clara Agatha, Dewi Indah Lestari (2023) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |