Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 8, No. 4, April 2023

 

IMPLEMENTASI SANITASI TEMPAT-TEMPAT UMUM

(STUDI KASUS: WISATA ALAM SEBAPO KABUPATEN MUARO JAMBI)

 

Arnild Augina Mekarisce, Zuli Rodhiyah, Samsidar

Universitas Jambi

Email: [email protected]

 

Abstrak

Tempat Wisata Alam Sebapo merupakan tempat wisata yang cukup ramai dikunjungi wisatawan yaitu sebanyak 2.798 kunjungan pada tahun 2020. Namun, hasil survei pendahuluan diketahui pengimplementasian standar STTU belum optimal seperti masih cukup banyak sampah bertebaran di berbagai titik, jarak antar tempat sampah yang terlalu jauh, bak penampungan air yang kotor, dan beberapa toilet dalam keadaan kotor, sehingga kondisi ini menyebabkan lingkungan rentan menjadi mata rantai penularan penyakit. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis bagaimana implementasi STTU di Tempat Wisata Alam Sebapo Kabupaten Muaro Jambi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan evaluasi di Wisata Alam Sebapo. Informan menggunakan teknik purposive sampling sebanyak 7 informan. Pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen pada April-Oktober 2022, keabsahan data secara triangulasi sumber dan teknik, dan dianalis dengan analisis konten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan SDM dan sarana prasarana Puskesmas Pondok Meja sudah sesuai standar namun Wisata Alam Sebapo belum pernah diinspeksi sanitasi. Dari hasil inspeksi sanitasi diketahui bahwa fasilitas sanitasi di wisata alam sebapo masih kurang dari segi kuantitas dan kualitas, didapatkan bahwa penilaian inspeksi sanitasi sebesar 51,76%. Diharapkan segera disahkannya peraturan daerah tentang STTU, serta pengelola tempat wisata bersinergi dengan Dinas Kesehatan dalam mengimplementasikan standar STTU dengan optimal.

 

Kata kunci: Inspeksi Sanitasi, STTU, Tempat Wisata

 

Abstract

Sebapo Nature Tourism Site is a tourist spot that is quite crowded with tourists, which amounted to 2,798 visits in 2020. However, the results of the preliminary survey showed that the implementation of STTU standards was not optimal, such as there was still quite a lot of garbage scattered at various points, the distance between trash bins was too far, the water reservoir was dirty, and some toilets were dirty, so this condition made the environment vulnerable to becoming a chain of disease transmission. The purpose of this study was to analyze how the implementation of STTU in Sebapo Nature Tourism Site, Muaro Jambi Regency. This research is a descriptive qualitative research with an evaluation approach at Sebapo Nature Tourism. Informants using purposive sampling technique as many as 7 informants. Data collection using in-depth interviews, observation and document review in April-October 2022, data validity by triangulating sources and techniques, and analyzed by content analysis. The results showed that the availability of human resources and infrastructure of Pondok Meja Health Center is in accordance with the standards but Sebapo Nature Tourism has never been sanitized. From the results of the sanitation inspection, it is known that sanitation facilities in Sebapo Nature Tourism are still lacking in terms of quantity and quality, it is found that the sanitation inspection assessment is 51.76%. It is hoped that the regional regulation on STTU will be ratified soon, and that tourism site managers will synergize with the Health Office in implementing STTU standards optimally.

 

Keywords: Sanitation Inspection, STTU, Tourist Attractions

 

Pendahuluan

Lingkungan yang sehat dapat mencegah hampir seperempat beban penyakit global. Pada tahun 2016 dengan angka kematian 13,7 juta kematian/tahun, sebesar 24% merupakan kematian yang diakibatkan oleh faktor lingkungan yang seharusnya dapat dihindari (Andriani, 2019). Ini berarti hampir 1 dari 4 total kematian di dunia berkaitan erat dengan lingkungan. Indonesia sendiri merupakan negara agraris dengan tingkat pengetahuan, keadaan sanitasi lingkungan, sosial ekonomi, dan hygiene masyarakat yang masih rendah. Kondisi ini menyebabkan Indonesia masih harus berhadapan dengan kejadian penyakit, khususnya yang berhubungan dengan kondisi sanitasi lingkungan (Sumaryati, 2016).

Sanitasi diartikan sebagai suatu usaha untuk mencegah penyakit yang berfokus pada upaya meningkatkan kualitas lingkungan hidup manusia. Kondisi sanitasi yang buruk akan memberikan dampak negatif pada banyak aspek kehidupan, seperti menurunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat, sumber air minum tercemar, peningkatan kasus diare, serta penyakit-penyakit lain yang ikut bermunculan (Suryani, 2018). Salah satu masalah sanitasi yang mendesak adalah sanitasi tempat-tempat umum. Tempat umum merupakan tempat berkumpul atau melakukan suatu kegiatan yang dapat diakses oleh semua orang. Tempat umum terdiri dari hotel, salon kecantikan, pasar tradisional atau swalayan pertokoan, terminal angkutan umum, bioskop, gedung pertemuan, tempat rekreasi, tempat ibadah, pondok pesantren, objek wisata, dan lain-lain. Tempat umum menjadi tempat bertemunya masyarakat dari berbagai latar belakang dan beragam penyakit yang dideritanya (Marinda & Ardillah, 2019). Dengan demikian, tempat umum dapat menjadi area menyebarnya penyakit, terutama penyakit yang mudah menular melalui makanan, minuman, udara, dan air. Selain itu, tempat umum juga berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan.

Hal inilah yang menjadi alasan pentingnya peningkatan, perbaikan, dan pengawasan sanitasi di tempat-tempat umum. Sanitasi tempat-tempat umum diartikan sebagai suatu usaha untuk mencegah penyakit dengan memfokuskan pada usaha-usaha kebersihan/kesehatan tempat-tempat umum (Sheila, 2022). Secara nasional, persentase tempat umum yang sudah melalui pengawasan sesuai standar pada tahun 2020 adalah 56,6%. Pencapaian ini sudah melampaui target Renstra yaitu 55% pada tahun 2020. Persentase tertinggi terdapat pada provinsi Kalimantan Selatan (94,6%), Kalimantan Tengah (83,8%), dan Aceh (83,5%). Capaian terendah pada provinsi Bali (4,2%), DI Yogyakarta (14,7%), dan Jawa Barat (28,6%). Sedangkan, Provinsi Jambi berada di urutan kesepuluh dengan 74,3%.

Berdasarkan data BPS, terdapat 2.945 objek daya tarik wisata di seluruh Indonesia tahun 2019. Objek daya tarik wisata yang dimaksud terbagi menjadi daya tarik wisata alam, wisata budaya, taman hiburan dan rekreasi, wisata buatan, kawasan pariwisata, dan wisata tirta. 380 dari 2.945 objek daya tarik wisata yang terdata, tidak memiliki fasilitas toilet. Bahkan 1.865 objek daya tarik wisata membuang limbah langsung ke alam karena tidak memiliki instalasi pengolahan limbah internal (Illahi & Megawati, 2022) (BPS Indonesia, 2019)(BPS Indonesia, 2019)(BPS Indonesia, 2019). Hal ini menggambarkan bahwa masih banyak tempat wisata yang belum memenuhi standar sanitasi tempat umum, khususnya sanitasi tempat wisata. Kondisi ini berpotensi membahayakan kesehatan dan pencemaran lingkungan.

Salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pulau sumatera adalah Provinsi Jambi. Provinsi Jambi memiliki luas wilayah 53,435 KM2 dengan 11 kabupaten/kota. Setiap kabupaten/kota memiliki potensi wisata yang beragam dengan daya tarik tersendiri. Salah satu kabupaten di Provinsi Jambi yang memiliki daya tarik wisata yang beragam adalah Kabupaten Muaro Jambi. Data BPS Kabupaten Muaro Jambi mencatat setidaknya terdapat 6 objek wisata di Kabupaten Muaro Jambi. Salah satu diantaranya yaitu Candi Muaro Jambi. Candi Muaro Jambi yang terletak di Maro Sebo� memiliki jumlah pengunjung mencapai 60.600 atau kurang lebih 57,4% dari total pengunjung daerah wisata di Kabupaten Muaro Jambi tahun 2020 (Anwar et al., 2021).

Berdasarkan data kunjungan wisatawan tahun 2020, destinasi wisata di Kabupaten Muaro Jambi cukup ramai dikunjungi wisatawan, sudah seharusnya objek wisata menerapkan standar sanitasi termasuk di Wisata Alam Sebapo Kecamatan Mestong yang menyediakan enam objek wahana dengan jumlah kunjungan sebanyak 2.798 kunjungan. Namun, dari data survei pendahuluan diketahui bahwa kondisi sanitasi tersebut masih belum optimal. Permasalahan yang ditemukan di lapangan antara lain masih cukup banyak sampah bertebaran di berbagai titik, jarak antar tempat sampah yang terlalu jauh, bak penampungan air yang kotor, dan beberapa toilet dalam keadaan kotor, sehingga kondisi ini menyebabkan lingkungan rentan menjadi mata rantai penularan penyakit.

 

 

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan evaluasi (indikator masukan, proses, dan keluaran) di wisata taman alam sebapo (Yuliani, 2018). Teknik penentuan informan berdasarkan teknik purposive sampling yang memahami secara mendalam indikator kondisi sanitasi, yaitu 1 orang Dinas Kesehatan Kabupaten Muaro Jambi, 1 orang Puskesmas Pondok Meja, 2 orang pengelola tempat wisata, dan 3 orang pengunjung. Pengumpulan data diambil dari data primer dan data sekunder pada April-Oktober 2022. Data primer diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan pengamatan secara langsung menggunakan instrumen panduan wawancara dan lembar ceklist, sedangkan data sekuner diperoleh dari telaah dokumentasi (Ratu et al., 2021). Analisis data menggunakan metode analisis konten, dan dilengkapi dengan teknik keabsahan data dengan triangulasi sumber dan teknik (Hendrawanto & Mulyani, 2017).

 

Hasil dan Pembahasan

Sumber Daya Manusia (SDM)

Sumber daya manusia (SDM) dalam penerapan sanitasi tempat wisata alam sebapo terbagi menjadi dua, yaitu SDM dari Puskesmas sebagai pelaksana program dan SDM dari pengelola tempat wisata sebagai petugas kebersihan. Puskesmas Pondok Meja memiliki 1 orang petugas kesehatan lingkungan dengan latar belakang pendidikan D3 Kesehatan Lingkungan dan sudah menjalani pelatihan di bidang kesehatan lingkungan. Pelatihan tersebut dilakukan dalam bentuk pertemuan, pemberian materi atau seminar dan praktik, dengan frekuensi dua kali dalam satu tahun. Sumber daya manusia dalam upaya pemenuhan sanitasi di area wisata alam sebapo di dominasi oleh masyarakat sekitar juga Petugas Juru pelihara yang berjumlah empat orang dengan tamatan sekolah menengah.

Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu organisasi adalah ketersediaan sumber daya manusia yang cukup, baik dari segi kuantitas maupun kualitas (Marinda & Ardillah, 2019). Berdasarkan peraturan Menteri kesehatan No. 32 tahun 2013 mengenai penyelenggaraan pekerja tenaga sanitarian sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas sebagai sanitarian pada suatu badan harus berasal dari tenaga kompeten dan memiliki kualifikasi pendidikan dibidang kesehatan lingkungan (Indonesia, 2013). Berdasarkan Permenkes Nomor 13 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas, tenaga kesehatan lingkungan adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan minimal Diploma Tiga di bidang kesehatan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Secara kuantitas, setiap puskesmas harus didukung dengan minimal 1 orang Tenaga.

Kesehatan Lingkungan yang memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dalam penyelenggaraan kegiatan kesehatan lingkungan(Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lingkungan Di Puskesmas, 2015). Jika dibandingkan dengan peraturan tersebut, ketersediaan SDM atau petugas kesehatan lingkungan di Puskesmas Pondok Meja sudah sesuai standar. Sedangkan untuk juru pelihara sudah cukup sesuai dengan luas kawasan wisata, tingkat kesulitan pemeliharaan, dan jumlah kunjungan, namun pemeliharaan kebersihannya belum mencakup seluruh indikator cakupan sanitasi tempat wisata.

Dana

Dana merupakan aspek penting dalam menunjang tercapainya program sanitasi disuatu tempat wisata, terhambatnya pemberian dana, tidak tepatnya pengelolaan dana dapat menghambat keberhasilan program sanitasi atau kesehatan (Marinda & Ardillah, 2019). Pada pendanaan program pengawasan STTU (Sanitasi Tempat-Tempat Umum), Puskesmas Pondok Meja berasal dari Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), namun belum pernah dialokasikan untuk penilaian dan pengawasan inspektasi sanitasi di wisata alam sebapo. Selanjutnya, meskipun tidak didapatkan informasi pasti mengenai besaran dana pengelolaan dan pemenuhan sanitasi, namun informan mengatakan bahwa tersedia dana yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan kebersihan. Dana tersebut berasal dari dana yayasan dan juga retribusi pengunjung.

Dana merupakan uang atau anggaran yang disediakan untuk suatu keperluan (KBBI, n.d.). Dana yang dikeluarkan oleh pengelola wisata fokus kepada kebersihan kawasan, belum mencakup keseluruhan indikator minimal syarat sanitasi laik sehat. Permenkes Nomor 13 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas, kegiatan kesehatan lingkungan di puskesmas harus didukung dengan pendanaan yang memadai. Adapun pendanaan tersebut dapat bersumber dari anggaran pemerintah, pemerintah daerah, maupun sumber yang sah lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan(Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lingkungan Di Puskesmas, 2015). Pada pendanaan program pengawasan SDTTU Puskesmas Pondok Meja berasal dari Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). Pendanaan tersebut diangkarkan untuk setiap program. Berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Puskesmas diketahui bahwa anggaran untuk program pengawasan STTU adalah sebesar Rp. 2.400.000,-/triwulan. Dana tersebut dialokasikan untuk biaya trransportasi petugas dalam kegiatan pemeriksaan STTU. Namun dalam pelaksanaannya, Puskesmas belum menjadikan tempat wisata alam sebapo sebagai sasaran penilaian dan pengawasan STTU karena belum menjadi prioritas dalam program Puskesmas.

Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana dalam penerapan sanitasi Wisata Alam Sebapo terbagi menjadi dua, yaitu sarana prasarana dalam pelaksanaan program puskesmas dan sarana prasarana berupa fasilitas sanitasi di Wisata Alam Sebapo. Sarana dalam pelaksanaan program pengawasan STTU sudah cukup memadai, sarana yang tersedia di Puskesmas berupa sanitasi kit, komputer, dan printer. Sarana yang tersedia dalam kondisi yang baik dan layak.

Sarana dan prasarana yang terdapat pada Wisata Alam Sebapo tergolong masih belum lengkap, diantaranya yaitu terdapat air limbah mengalir dengan kurang lancar, kurang tersedia kran umum dalam jumlah yang cukup (minimal 1 buah kran untuk tiap radius 20 meter), pembuangan air limbah kurang baik, kurang tersedia tempat sampah dengan jumlah yang cukup, tidak terdapat tanda-tanda sanitasi (slogan, poster), tidak tersedia poliklinik/balai pengobatan, serta tidak tersedia alat pemadam kebakaran yang berfungsi baik dan mudah dijangkau.

Penerapan sanitasi tempat wisata juga harus didukung dengan adanya fasilitas sanitasi yang memadai(Marinda & Ardillah, 2019). Sumber air bersih yang digunakan di Wisata Alam Sebapo saat ini berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan sumur bor. Namun, pendistribusian air bersih saat ini masih belum merata, sehingga akses air bersih untuk kebutuhan higiene sanitasi hanya tersedia di beberapa lokasi saja, belum sesuai dengan standar minimal 1 buah kran untuk tiap radius 20 meter.

 

Kebijakan

Berdasarkan telaah dokumen berupa panduan pemeriksaan TTU Puskesmas Pondok Meja,� diketahui bahwa pengawasan STTU yang dijalankan Puskesmas Pondok Meja mengacu pada Permenkes RI Nomor 13 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas dan Permenkes RI Nomor 43 Tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, namun belum adanya peraturan daerah khusus mengenai sanitasi di tempat wisata Kabupaten Muaro Jambi.

Dalam penelitian (Marinda & Ardillah, 2018), tempat-tempat umum di Kota Palembang wajib memiliki Sertifikat Laik Sehat (SLS).� Hal ini berdasarkan pada Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pembinaan dan Pengawasan Higiene Sanitasi. SLS berlaku selama tiga tahun dan dapat diperpanjang dengan cara mengajukan permohonan baru. SLS diberikan oleh Pemerintah Kota kepada tempat-tempat umum yang sudah dinyatakan memenuhi syarat kesehatan. Dengan adanya kebijakan tersebut, setiap tempat umum akan berusaha untuk memperbaiki dan meningkatkan penerapan sanitasinya agar memenuhi syarat kesehatan.

Pemeriksaan, pencatatan, pelaporan, dan monitoring

Pemeriksaan, pencatatan, pelaporan, dan monitoring merupakan beberapa aspek yang diperlukan dalam upaya pengawasan, pengendalian dan penilaian sanitasi di suatu tempat. Pencatatan, pelaporan, dan monitoring diperlukan untuk memastikan upaya-upaya dan aktivitas pemenuhan sanitasi berjalan sesuai dengan kebutuhan dan peraturan yang ada. Mekanisme ini pada Wisata Alam Sebapo dilakukan lebih kepada aspek pemeliharaan dan kebersihan kawasan,� belum kepada keseluruhan indikator sanitasi.

Cakupan STTU dan hasil penilaian Inspeksi Sanitasi Wisata Alam Sebapo

Peneliti bersama dengan petugas kesehatan lingkungan Puskesmas Pondok Meja melakukan inspeksi sanitasi tempat Wisata Alam Sebapo. Hasil inspeksi sanitasi menunjukkan bahwa Wisata Alam Sebapo memperoleh skor 52,76% dengan masing-masing skor variabel upaya I sebesar 63,33%, variabel upaya II sebesar 58,2%, dan variabel upaya III sebesar 2,78%.

Suatu objek wisata dapat dikatakan memenuhi syarat kesehatan apabila memperoleh nilai sekurang-kurangnya 65% dengan catatan skor minimal variabel I 70%, variabel II 65,5%, dan variabel III 60%. Variabel upaya I mencakup persyaratan kondisi lingkungan yang bersih, tidak terdapat genangan air, dan air limbah mengalir dengan lancar. Variabel upaya II meliputi kesediaan air bersih, toilet umum, pembuangan air limbah, dan pembuangan sampah. Variabel upaya III meliputi sarana penyuluhan, sarana/fasilitas kesehatan, dan alat pemadam kebakaran. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa Wisata Alam Sebapo masih belum memenuhi syarat kesehatan dan belum dinyatakan laik sehat. Pihak pengelola tempat wisata masih berfokus terhadap upaya menjalankan kebersihan secara umum tanpa adanya pedoman dan target yang akan dicapai.

 

Kesimpulan

Penelitian ini mengungkapkan bahwa dari indikator input, faktor sumber daya kesehatan lingkungan sudah cukup, sarana dan prasarana di wisata alam sepabo belum memadai, serta belum ada regulasi tentang sanitasi di tempat wisata khususnya pada tingkat kabupaten maupun provinsi. Pada indikator proses dan output, pihak Puskesmas belum melaksanakan dan memonitoring inspeksi sanitasi ke Wisata Alam Sebapo.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Andriani, R. (2019). Pencegahan Kematian Ibu Saar Hamil Dan Melahirkan Berbasis Komunitas. Deepublish.

 

Anwar, A., Iqbal, M., & Huda, N. (2021). Kabupaten Muaro Jambi Dalam Angka 2021. Badan Pusat Statistik Muaro Jambi.

 

Bps Indonesia. (2019). Statistik Objek Daya Tarik Wisata Tourist Attraction Object Statistics.

 

Hendrawanto, Y., & Mulyani, M. (2017). Kelayakan Kebahasaan Dan Isi Buku Teks Bahasa Indonesia Kelas Xii Semester 1 Sma. Jp-Bsi (Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia), 2(2), 58�62.

 

Illahi, K. N., & Megawati, S. (2022). Evaluasi Program Instalasi Pengolahan Air Limbah Berbasis Masyarakat Di Rt 06 Kelurahan Kroman, Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik. Publika, 1215�1226.

 

Indonesia. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

 

Kbbi. (N.D.). Kamus Besar Bahasa Indonesia Versi Online.

 

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lingkungan Di Puskesmas, Pub. L. No. 13, 13 Ekp 1576 (2015).

 

Marinda, D., & Ardillah, Y. (2018). Evaluasi Penerapan Sanitasi Tempat-Tempat Umum Pada Rekreasi Benteng Kuto Besak Kota Palembang Tahun 2018. Sriwijaya University.

 

Marinda, D., & Ardillah, Y. (2019). Implementasi Penerapan Sanitasi Tempat-Tempat Umum Pada Rekreasi Benteng Kuto Besak Kota Palembang. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 18(2), 89. Https://Doi.Org/10.14710/Jkli.18.2.89-97

 

Ratu, M., Rahayu, E. P., Masribut, M., Herniwanti, H., & Nopriadi, N. (2021). Analisis Pencegahan Dan Penanggulangan Darurat Kebakaran Di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas Ii Pekanbaru Tahun 2020. Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat (Bahana Of Journal Public Health), 5(1), 25�30.

 

Sheila, A. S. (2022). Pemberdayaan Masyarakat Dalam Meningkatkan Kesehatan Melalui Program Gerakan Serentak Penanaman Kelor (Gertak Pelor) Di Desa Sidoasri Kecamatan Candipuro Kabupaten Lampung Selatan. Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.

 

Sumaryati, M. (2016). Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Lansia Tentang Penyakit Dermatitis Di Wilayah Kerja Puskesmas Batua Kota Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 4(2), 11�23.

 

Suryani, A. S. (2018). Pengaruh Kualitas Lingkungan Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Dasar Di Provinsi Banten. Jurnal Aspirasi, 9(1), 35�63.

 

Yuliani, W. (2018). Metode Penelitian Deskriptif Kualitatif Dalam Perspektif Bimbingan Dan Konseling. Quanta, 2(2), 83�91.

������

Copyright holder:

Arnild Augina Mekarisce, Zuli Rodhiyah, Samsidar (2023)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: