Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 8, No.
3, Maret 2023
PENYETARAAN APARATUR SIPIL NEGARA KE DALAM JABATAN FUNGSIONAL DALAM
PERSPEKTIF PEMBANGUNAN EKONOMI
Picesco Andika Tulus
Universitas Borobudur
Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kebijakan penyetaraan Aparatur Sipil Negara kedalam jabatan fungsional dalam sudut pandang pembangunan ekonomi. Penelitian ini menggunakan mix method dengan literatur riview dengan menguji data menggunakan Uji Statistik Deskriptif. Penerapan kebijakan penyetaraan Aparatur Sipil Negara kedalam jabatan fungsional masih memiliki banyak kendala dalam penerapannya sehingga masih perlu dilakukan pengkajian dan sosialisasi lebih lanjut. Dilihat dari sudut pandang pembangunan ekonomi, kebijakan ini dapat membantu meningkatkan kualitas pelayanan publik dan sumber daya manusia pada pemerintah, Hasil Uji Deskriptif menunjukan bahwa pelayanan publik diangka tertinggi 4,00 yang merupakan tertinggi dari 5 tahun terakhir. Kepuasan masyarakat akan pelayanan publik berada pada nilai 88,2. Indeks Reformasi Birokrasi mengalami peningkatan setiap tahunnya hingga pada titik tertinggi yaitu 74,93. Pengujian tersebut menunjukan bahwa pelayanan publik yang merupakan indikator dari pembangunan ekonomi mengalami peningkatan dengan adanya penyetaraan Aparatur Sipil Negara dalam jabatan fungsional ini.
Kata kunci: aparatur sipil negara, pembangunan ekonomi, jabatan fungsional
Abstract
This
study aims to examine the policy of equalizing state civil apparatus into
functional positions in the point of view of economic development. This study
used a mix method with literature review by testing data using a descriptive
statistical test. The implementation of the equalization state civil apparatus
into functional positions still has many obstacles in its application so that
it still needs to be further studied and disseminated. Viewed from the point of
view of economic development, this policy can help improve the quality of
public services and human resources in the government, the descriptive test
Results show that public services are estimated to be the highest at 4.00 which
is the highest of the last 5 years. Public satisfaction with public services
stood at 88.2. The Bureaucratic Reform Index has increased every year to a high
of 74.93. The test showed that public services, which are indicators of
economic development, have increased with the equalization of state civil
apparatus in this functional position.
Keywords: �state
civil apparatus, economic development, functional position
Pendahuluan
Kebijakan penyetaraan jabatan Aparatur Sipil Negara merupakan bagian dari program strategi untuk memangkas atau perampingan birokrasi. Penyetaraan Aparatur Sipil Negara pada instansi pemerintah sudah lama digaungkan dan menjadi suatu wacana. Penyetaraan Aparatur Sipil Negara sudah diagendakan sejak masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudoyono melalui Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementiran PANRB). Tujuan dari agenda tersebut adalah untuk memindahkan orientasi pegawai dari jabatan struktural ke jabatan fungsional (Pratiwi et al., 2022).
Kebijakan penyetaraan jabatan ASN diharapkan dapat meminimalisir biaya yang tidak diperlukan untuk memberikan fasilitas dinas dan jabatan kepada pejabat eslon III dan IV (Lestari, 2019). Pengambilan kebijakan ini melalui pertimbangan pencepatan pengambilan keputusan pemerintah dan menggantinya dengan jabatan fungsional. Pejabat eselon saat ini memiliki 4 level bahkan ada sampai 5 level dibeberapa kementerian. Menurut Abbas dan Sadat (2020) dengan adanya banyak level eslon membuat semua kebijakan yang diambil menjadi sangat lama. Disamping itu penyetaraan jabatan ASN dikarenakan banyak tugas yang bisa dilakukan oleh satu orang baik itu pada pemerintah darah maupun pusat kenyataannya dilakukan banyak orang. Hal tersebut dipandang menjadi pemborosan uang negara serta kinerja ASN menjadi kurang efektif. Selain itu melihat dari ASN yang lebih mementingkan untuk mengejar jabatan dari pada memberikan kualitas pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat (Winoto & Handayani, 2022). Sehingga perlu dirubah pola fikir ASN tersebut melalui penyetaraan jabatan ASN.
Kementrian PANRB akan lebih
memaksimalkan jabatan fungsional yang sudah ada serta akan
menambah pos jabatan fungsional bagi ASN yang terkena dampak. Terdapa 222 jabatan fungsional dengan instansi pembina sejumlah 51 Kementrian/lembaga sampai dengan Juni 2020. Apabila terjadi penyetaraan jabatan manajerial maka jabatan fungsional dikembangkan sehingga jumlahnya akan bertambah. Melalui pengembangan jabatan fungsional ini diharapkan dapat mempermudah dan mempelancar pelayanan publik. ASN Pegawai Negeri Sipil merupakan mayoritas pengisi jabatan fungsional dengan persentase sebesar 50,88% atau 2.096.876 PNS yang terdiri dari: 69,23% Tenaga Guru (1.451.591), 15,28% Tenaga
Kesehatan (320.427), 11,86% Tenaga Teknis (248.709) dan 3,63% Tenaga Dosen
Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, penyetaraan ASN kedalam jabatan fungsional terus digaungkan dan dipercepat pelaksanaannya. Melalui pidato pertamanya saat pelantikan presiden di Gedung DPR/MPR menyampaikan bahwa struktur jabatan yang ada di lembaga terlalu banyak. Beliau menginginkan menyederhanakannya kedalam 2 level saja dan diganti dengan jabatan fungsional yang menghargai keahlian, keterampilan, serta kompetensi. Kondisi yang ada menunjukan bahwa pada rentang struktur birokrasi pemerintahan terdapat 4 (empat) tingkatan birokrasi dari jabatan pimpinan tinggi madya (eselon 1), jabatan pimpinan tinggi pratama (eselon 2), administrator (eselon 3) dan pengawas (eselon 4). Tingkatan alur birokrasi pemerintahan tersebut rentangnya terlalu tinggi, panjang, dengan prosedur pelayanan yang tentunya membutuhkan waktu lama. Intinya restrukturisasi birokrasi pemerintah tujuan utamanya adalah untuk mengurangi rentang eselonisasi untuk memperpendek pengambilan keputusan dan mempercepat rentang tindakan sistem kerja pelayanan publik dalam birokrasi pemerintahan.
Menurut Rakhmawanto dkk (2021) penyetaraan ASN kedalam jabatan fungsional melalui program reformasi birokrasi sangat diperlukan mengingat seiring berjalannya waktu perkembangan masyarakat akan kebutuhan semakin kompleks serta persaingan masyarakat global yang kian ketat. Dengan adanya peningkatan kualitas pelayanan publik maka tingkat kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan, Perkembangan zaman yang ditandai dengan ekspektasi tinggi dan kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks maka harus diiringi dengan peran birokrasi yang aktif serta dapat menyesuaikan dan memecahkan masalah dalam masyarakat yang menjadi bagian dari kewajibannya (Haning, 2018).
Metode Penelitian
Jenis
Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan mix method yang mengkaji kebijakan penyetaraan Aparatur Sipil Negara kedalam jabatan fungsional jika dilihat dari perspektif pembangunan ekonomi serta mengukurnya melalui penilaian angka-angka. Ide/gagasan kajian ini diasumsikan bahwa terdapat permasalahan mendasar pada struktur organisasi pemerintahan yang cenderung kurang efektif untuk memberikan pelayanan publik yang tepat dan cepat sehingga perlu disederhanakan.
Populasi dan Sampel
Data populasi dan sampel dalam penelitian bersumber dari Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Data yang diambil sudah diolah sebelumnya oleh Kementrian PANRB berupa survei kepada populasi yaitu masyarakat Indonesia yang dilakukan secara random sampling. Data yang peneliti dapatkan berupa data Indeks Pelayanan Publik (IPP), Survei Kepuasan Masyarakat, dan Indeks Reformasi Birokrasi.
Teknik Analisis Data
Kajian ini
menggunakan pendekatan analisis deskriptif untuk menjelaskan penyetaraan jabatan ASN dalam perspektik pembangunan ekonomi. Data kajian berupa data sekunder yang diperoleh melalui studi literatur
terkait. Fokus kajian pada pengaruh analisis penyetaraan jabatan ASN dalam perspektik pembangunan ekonomi. Teknik analisis data penelitian menggunakan pola tiga jalur
kegiatan: pertama, reduksi data dilakukan dengan proses pemilihan, penyederhanaan, pengabstrakan dan
transformasi data dari catatan-catatan tertulis dari studi literatur;
kedua, penyajian data dengan melakukan penyusunan atau penggabungan dari kumpulan informasi yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan serta pengambilan tindakan; ketiga, penarikan kesimpulan/verifikasi dilakukan dengan menghubungkan antara pokok permasalahan, tinjauan teoritis, dan analisis data untuk menguji kebenaran data. Pengujian data menggunakan
Uji Statistik Deskriptif untuk menemukan nilai mean, minimal, maximal, dan standard
deviation.
Hasil dan Pembahasan
Penyetaraan Aparatur Sipil Negara Ke Dalam Jabatan
Fungsional
Penyetaraan ASN dalam jabatan fungsional sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2021 Tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi Ke Dalam Jabatan Fungsional. Aparatur Sipil Negara menduduki jabatan fungsional terbanyak dalam kebijakan Penyetaraan Jabatan Administrasi Ke Dalam Jabatan Fungsional. Dengan adanya pemangkasan dari jabatan struktural berupa Aparatur Sipil Negara maka, pemerintah telah menentukan kebijak pemberian gaji yang setara serta menambah jumlah jabatan fungsional yang ada, Kebijakaan penyetaraan Aparatur Sipil Negara ini diharapkan dapat meningkatkan tingkat pelayanan publik kepada masyarakat.
Pemerintah telah menambah 32 jabatan fungsional baru dalam rangka mendungkung kebijakan ini. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Tjahjo Kumolo menyampaikan bahwa hingga Oktober 2020 ada total 231 jabatan fungsional. Dalam mendukung kebijakan penyetaraan Aparatur Sipil Negara pemerintah. Saat ini masih memproses 109 jabatan fungsional baru dari berbagai kementerian/lembaga terus ditambah. Sesuai dengan arahan presiden, dimana jalur birokrasi dipersingkat dengan pemangkasan hirarki dan level eselonisasi pejabat struktural menjadi 2 level saja, dan mengganti dengan jabatan fungsional yang menghargai keahlian dan kompetensi.
Jika ditinjau dari syarat dan kriteria penerapan kebijakaan penyetaraan jabatan administrasi ke dalam jabatan fungsional, memang benar kebijakan ini tertuju kepada ASN yaitu pegawai negeri sipil (PNS). Adapun syarat penyetaraan adalah sebagai berikut:
a. PNS
yang masih menjalankan tugas dalam jabatan administrator, jabatan pengawas, dan
jabatan pelaksana yang merupakan eselon V berdasarkan keputusan pejabat pembina
kepegawaian atau pejabat lain yang diberikan kewenangan
b. Me miliki ijazah paling rendah; (1) sarjana atau diploma
empat bagi yang disetarakan ke dalam jabatan fungsional yang mensyaratkan
jenjang pendidikan paling rendah sarjana atau diploma empat; (2) magister bagi jabatan
fungsional yang mensyaratkan jenjang pendidikan paling rendah magister; (3) sesuai dengan
kualifikasi dan jenjang pendidikan yang dipersyaratkan dalam pengangkatan
jabatan fungsional yang mensyaratkan kualifikasi pendidikan tertentu pada
jenjang tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Memiliki
kesesuaian tugas, fungsi, pengalaman, atau pernah melaksanakan tugas yang
berkaitan dengan tugas jabatan fungsional. Dalam hal tidak memiliki kualifikasi
atau jenjang pendidikan yang berkesesuaian dengan kualifikasi atau jenjang
pendidikan yang disyaratkan, administrator, pengawas, dan pejabat pelaksana
yang merupakan eselon V dapat disetarakan ke dalam jabatan fungsional.
Penyetaraan jabatan dapat dilakukan setelah mengikuti dan lulus uji kompetensi
yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang bersangkutan setelah
berkoordinasi dengan instansi pembina jabatan fungsional. Dalam hal tidak
mengikuti dan tidak lulus uji kompetensi, pejabat administrasi dapat dialihkan
ke jabatan fungsional lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Administrator, pengawas, dan pejabat pelaksana yang merupakan eselon wajib
memiliki pendidikan sesuai dengan persyaratan jabatan paling lama 4 (empat)
tahun sejak diangkat dan dilantik dalam jabatan fungsional. Administrator yang
akan diangkat dalam jabatan fungsional jenjang ahli madya harus memperhatikan
ketentuan jabatan fungsional yang mensyaratkan kualifikasi pendidikan magister
untuk menduduki jenjang ahli madya dan wajib memiliki pendidikan sesuai dengan
persyaratan jabatan paling lama 4 (empat) tahun sejak diangkat dan dilantik
dalam jabatan fungsional.
Adapun kriteria penyetaraan jabatan fungsional diantaranya:
a. Pejabat
yang diusulkan dalam penyetaraan jabatan merupakan pejabat administrasi yang
pada saat penyederhanaan struktur organisasi duduk dalam jabatan yang terdampak
penyederhanaan struktur organisasi.
b. Tugas
dan fungsi jabatan administrasi berkaitan dengan pelayanan teknis fungsional
c. Tugas
dan fungsi jabatan dapat dilaksanakan oleh pejabat fungsional.
d. Jabatan
yang berbasis keahlian atau keterampilan tertentu.
Ditinjau dari syarat dan kriteria tersebut banyak permasalahan yang timbul dari kebijakan ini. Dalam hal jabatan fungsional yang diduduki mensyaratkan pendidikan dan pelatihan dan sertifikasi kompetensi tertentu dan belum terpenuhi pada saat pengangkatan dan pelantikan, pejabat fungsional wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan dan memiliki sertifikat sesuai yang disyaratkan paling lama 2 (dua) tahun setelah diangkat dan dilantik dalam jabatan fungsional. Mayoritas ASN dalam hal ini PNS yang merupakan pejabat administrator merasa keberatan apabila harus kembali menempuh pendidikan hanya untuk memenuhi syarat penyetaraan.� Para ASN yang terdampak mayoritas berada pada jabatan administrasi diharuskan kembali menempuh pendidikan karena kualifikasi pendidikannya tidak sesuai dengan persyaratan jabatan fungsional yang akan didudukinya. Ditinjau dari waktu studi jika harus menempuh pendidikan kembali, maka diperlukan waktu sekitar 4-5 tahun lagi. Ini bukanlah waktu yang singkat mengingat lagi kebanyakan ASN yang terdampak penyetaraan jabatan fungsional sudah berumur diatas 50 tahun. Apabila dilihat dari segi biaya ini memerlukan biaya yang tidak sedikit.�
Keputuasan mengabaikan kompentesi keahlian dalam kebijakan penyetaraan ASN dalam jabatan fungsional ini di dukung dengan penghasilan yang semakin menurun. Berdasarkan identifikasi penyetaraan jabatan dilihat dari kelas jabatan dan penghasilan apabila dialihkan ke dalam jabatan fungsional, kelas jabatan dan penghasilannya menurun. Sehingga kebanyakan pejabat administrasi akan dialihkan ke dalam jabatan fungsional analis kebijakan yang memiliki kelas jabatan dan tunjangan jabatan yang lebih besar dibandingkan dengan kelas dan tunjangan jabatan pada jabatan fungsional yang lainnya.
ASN masih berfikir bahwa dengan adanya penyetaraan ASN kedalam jabatan fungsional maka jenjang karir akan sangat terbatas. Namun melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2021 Tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi Ke Dalam Jabatan Fungsional ini menjadi suatu instrumen untuk memberikan peluang pengembangan karier agar organisasi tetap dapat berjalan dengan sistem karier berbasis fungsional. Dengan adanya peraturan tersebut maka pengangkatan jabatan administrasi ke jabatan fungsional dilakukan lebih simpel. Pemerintah didorong mengusulkan paling lambat 30 Juni 2020 yang kemudian akan menjadi dasar untuk sistem pengembangan karier dan kesejahteraannya. Jika melewati 30 Juni 2020 instansi pemerintah masih bisa melakukan pengalihan jabatan administrasi ke jabatan fungsional dengan penyesuaian/inpassing dan perpindahan jabatan. Hal ini dikarenakan basis kerja di organisasi tidak hanya di jabatan struktural saja tetapi juga di jabatan-jabatan fungsional. Mekanisme pengembangan karier, pengembangan kompetensi, penataan kelas jabatan, formasi dan peta jabatan serta pola karier jabatan fungsional harus sudah menjadi perhatian. Namun sayangnya masih saja mekanisme penyetaraan yang masih belum selaras.
Sesuai penjelasan tersebut masih saja terdapat beberapa permasalahan ketika melakukan penyetaraan jabatan ASN administrasi ke jabatan fungsional, yakni:
a. Terbatasnya
ruang lingkup tugas jabatan fungsional pada unit kerja yang menggantikan
jabatan struktural (administrator dan pengawas)
b. Masih
adanya pemahaman bahwa pengembangan karier ASN hanya dalam jabatan struktural
(Pengawas, Administrator, JFT)
c. Masih
terjadi disparitas kesejahteraan pejabat fungsional (kelas jabatan, tunjangan
jabatan dan fasilitas lainnya)
d. Belum
selarasnya proses pengalihan jabatan melalui penyetaraan jabatan dengan
penataan struktur organisasi dan tata kerja.
Penyetaraan Aparatur Sipil
Negara Ke Dalam Jabatan Fungsional Dalam Perspektif Pembangunan
Ekonomi
Penyetaraan Aparatur Sipil Negara Ke Dalam Jabatan Fungsional merupakan kebijakan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan pelayanan publik yang dilakukan oleh aparatur sipil negara (ASN). Menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo adanya penyetaraan jabatan fungsional ASN merupakan bagian dari reformasi birokrasi yang menghendaki ASN agar profesional dan dinamis. Salah satu langkah konkret dalam melaksanakan tujuan reformasi birokrasi adalah melalui penyetaraan jabatan fungsional ASN. Penyetaraan jabatan fungsional ASN untuk menghasilkan aparatur negara yang memiliki keahlian, kemampuan dan kompetensi tertentu dan dengan itu mereka dapat diarahkan pada bidang yang relevan.
Pada kebijakan penyetaraan ASN ke dalam jabatan oprasional ini mengacu kepada peningkatan kemampuan dan kualitas sumber daya manusia yang dalam kasus ini yaitu ASN di pemerintahan dalam melakukan pelayanan. Kualitas ASN adalah cerminan dari kualitas pemerintaahan itu sendiri. Ketika kualitas pelayanan yang diberikan berkualitas maka pembanguan ekonomi seharusnya akan meningkat.
Pemerintah diharapkan mampu menjamin pemberian pelayanan publik yang baik kepada masyarakat. Sesuai dengan Undang-Undang Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan Indonesia merupakan Negara Kesejahteraan (welfare state) yang mempunyai tujuan antara lain melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Untuk mewujudkan welfare state, negara harus berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan standar minimum tertentu. Perwujudan welfare state dilaksanakan antara lain melalui pengentasan kemiskinan dan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), peningkatan kesehatan masyarakat, dan pembangunan ekonomi. Pelaksanaan kebijakan dalam mencapai welfare state sangat erat kaitannya dengan kualitas layanan publik. Negara sejahtera berbanding lurus dengan kualitas pelayanan publik yang tinggi, sebaliknya negara yang kurang sejahtera/maju, kualitas pelayanan publiknya juga rendah.
Peningkatan layanan publik juga merupaka faktor penting dalam persaingan global untuk menarik investasi dan menciptakan iklim berusaha yang baik. Hal ini terlihat dari indikator Ease of Doing Business (EODB). Pada tahun 2019, peringkat EODB Indonesia berada pada posisi ke-73 dari 190 negara. Peringkat kemudahan bisnis yang baik menunjukkan kualitas layanan publik, keadaan ekonomi, dan sosial yang juga baik.
Dengan adanya kebijakan penyetaraan fungsional ASN dituntut untuk memiliki kualitas pendidikan dan kualitas diri yang baik. Sesuai dengan syarat dari penyetaraan fungsional yaitu harus sesuai dengan tingkat pendidikan yang sesuai dengan jabatan fungsional yang dituju. Ketika adanya syarat ini artinya kualitas dari ASN sudah ada standar yang baik. Apalagi dengan adanya sistem kredit point yang merupakan penilaian dari pelayanan publik yang diberikan ASN menjadi suatu penilaian pasti bagi ASN itu sendiri. Kredit point ini menjadi suatu standar untuk jenjang karir kedepannya untuk ASN. Selain itu dengan adanya penyederhanaan dari birokrasi yaitu hanya menjadi 2 Eslon sehingga memempercepat pemberian pelayanan kepada masyarakat yang sebelumnya harus melalui rangkaian yang panjang.
Dari penjelasan diatas penyetaraan ASN ini jika dilihat dari 2 indikator pembanguan ekonomi yaitu peningkatan kualitas sumber daya manusia dan peningkatan pelayanan publik. Adanya kebijakan penyetaraan ASN ke dalam jabatan fungsional seharunya menjadi langkah pembangunan ekonomi di Indonesia.
Penilaiaan Kualitas
Pelayanan Publik di Indonesia
Pelayanan publik merupakan cerminanan dari pembangunan ekonomi suatu negara. Selain itu pelayanan publik juga merupakan cerminan kualitas SDM di pemerintahan.
Penyajian Data
Sebagai bentuk penelian bagaimana penyetaraan ASN kedalam jabatan fungsional jika dilihat dalam perspektif pembangunan ekonomi bisa dinilai dari tiga aspek penilaian yaitu: indeks pelayanan publik, survei kepuasan masyarakat, serta indeks reformasi birokrasi (RB).
Indeks pelayanan publik adalah indeks yang digunakan untuk mengukur kinerja pelayanan publik di lingkungan K/L pemda di Indonesia berdasarkan aspek kebijakan pelayanan, aspek profosionalisme SDM, aspek sarana prasarana, aspek sistem informasi pelayanan publik, aspek konsultasi dan pengaduan serta aspek inovasi pelayanan.
Berikut merupakan data indeks pelayanan publik sepanjang tahun 2017-2020 di Indonesia.
Tabel 1
Indeks Pelayanan Publik 2017-2020
Tahun |
IPP Pemerintah Daerah |
IPP Kementerian / Lembaga |
IPP Nasional |
2017 |
3,33 |
3,39 |
3,28 |
2018 |
3,14 |
3,66 |
3,38 |
2019 |
3,43 |
3,83 |
3,63 |
2020 |
3,68 |
4,00 |
3,84 |
Berikut merupakan grafik pergerakan indeks pelayanan publik sepanjang tahun 2017-2020 di Indonesia:
Gambar 1
Pergerakan Indeks Pelayanan Publik 2017-2020
Survey kepuasan
masyarakat adalah survey yang dilakukan dalam rangka menilai kepuasan
masyarakat akan pelayanan yang diberikan pemerintah. Survey ini dilakukan oleh
kementerian Deputi Bidang Pelayanan Publik. Survey dilakukan kepada 5 layanan
publik diantaranya: layanan konsultasi, layanan audiensi, layanan sosialisasi,
layanan data dan informasi, dan layanan pengaduan kepada publik. Pada tahun
2020 dilakukan 2 kali survey untuk triwulan pertama dengan responden sejumlah
76 orang dan triwulan kedua dengan jumlah responden 54 orang. Adapun data hasil
nilai SKM yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Tabel 2
Survey Kepuasan Masyarakat 2022
Periode |
SKM |
Triwulan I |
89,07 |
Triwulan II |
88,19 |
Berikut merupakan grafik pergerakan kepuasan masyarakat akan pelayanan pemerintah pada tahun 2022:
Gambar 2
Pergerakan Kepuasan Masyarakat Tahun 2022
����������� Indeks Reformasi Birokrasi (RB) adalah tingkat perkembangan instansi pemerintah dalam penerapan budaya anti korupsi, pelaksanaan anggaran secara efektif dan efisien, serta kualitas pelayanan publik kepada masyarakat. Adapun data indeks reformasi birokrasi (RB) sebagai berikut:
Tabel 3
Indeks Reformasi Birokrasi (RB) 2019-2020
Tahun |
RB Pemerintah Daerah |
RB Kementerian / Lembaga |
RB Nasional |
2019 |
55,97 |
73,91 |
64,23 |
2020 |
53,85 |
74,93 |
64,28 |
Berikut merupakan grafik pergerakan indeks reformasi birokrasi pada tahun 2019-2020:
Gambar 3
Pergerakan Kepuasan Masyarakat Tahun
2022
Uji
Statistik Diskriptif
Pengujian dilakukan
melalui uji statistik deskriftif yaitu mencari nilai min, max, mean,
dan standard
deviation.
Pengujian Indeks Pelayanan Publik
Tabel 4
Uji Deskriptif - Indeks Pelayanan Publik
Keterangan |
Hasil |
|
Mean |
= |
3,55 |
Min |
= |
3,14 |
Max |
= |
4,00 |
Standard Deviation |
= |
0,25 |
����������� Hasil
Uji Deskriptif pada Indeks Pelayanan Publik di Indonesia pada tahun 2017-2020
menemukan hasil mean sebesar 3,55, �min sebesar 3,14, max sebesar 4,00,
dan standard deviation sebesar 0,25. Pengujian ini menunjukan bahwa
pemerintah daerah pernah memiliki pelayanan publik paling rendah yaitu diangka
3,14. Dan kementrian atau lembaga di tahun 2020 mendapat indeks tertinggi yaitu
4,00. Dilihat dari nilai standard deviation yang memiliki
nilai 0,25 yang artinya resiko terjadi ketidakpuasan masyarakat akan pelayanan publik rendah karena
nilai 0,25 lebih kecil dari 1. Dilihat
dari pergerakan IPP setiap tahunnya sudah semakin meningkat
dari tahun tahun sebelumnya.
Pengujian Survei Kepuasan Masyarakat
Tabel 5
Uji Deskriptif - Survei Kepuasan Masyarakat
Keterangan |
Hasil |
|
Mean |
= |
88,63 |
Minimal |
= |
88,19 |
Max |
= |
89,07 |
Standard Deviation |
= |
0,44 |
Hasil Uji Deskriptif pada survie kepuasan
masyarakat di Indonesia pada tahun 2022�
menemukan hasil mean sebesar 88,63, �min sebesar 88,19, max sebesar
89,07, dan standard deviation sebesar 0,44. Pengujian ini menunjukan
bahwa kepuasan masyarakat paling rendah yaitu diangka 88,19 dan mendapat
kepuasan tertinggi yaitu 89,07. Dilihat dari nilai standard deviation yang memiliki nilai 0,44 yang artinya resiko terjadi kelalayan pelayanan publik rendah karena nilai
0,44 lebih kecil dari 1. Dilihat dari pergerakan kepuasan masyarakat terjadi penurunan dari triwulan I ke triwulan II sebesar 0,88.
Pengujian Indeks Reformasi Birokrasi (RB)
Tabel 6
Uji Deskriptif � Indeks Reformasi Birokrasi (RB)
Keterangan |
Hasil |
|
Mean |
= |
68,49 |
Min |
= |
53,85 |
Max |
= |
74,93 |
Standard Deviation |
= |
0,42 |
Hasil Uji Deskriptif pada Indeks Pelayanan
Publik di Indonesia pada tahun 2017-2020 menemukan hasil mean sebesar
68,49, �min sebesar 53,85, max
sebesar 74,93, dan standard deviation sebesar 0,42. Pengujian ini
menunjukan bahwa pemerintah daerah pernah memiliki pelayanan publik paling
rendah yaitu diangka 3,14. Dan kementrian atau lembaga di tahun 2020 mendapat
indeks tertinggi yaitu 4,00. Dilihat dari nilai standard deviation yang memiliki nilai 0,42 yang artinya resiko terjadi kelalayan pelayanan publik rendah karena nilai
0,42 lebih kecil dari 1. Dilihat dari pergerakan RB setiap tahunnya sudah semakin meningkat
dari tahun tahun sebelumnya hanya pada pemerintah daerah yang mengalami penurunan
Kesimpulan
Berdasarkan kajian kebijakan penyetaraan Aparatur Sipil Negara ke dalam jabatan
fungsional ternyata masih banyak terjadi
permasalahan seperti terbatasnya ruang lingkup tugas jabatan
fungsional pada unit kerja
yang menggantikan jabatan struktural (administrator dan pengawas),
masih adanya pemahaman bahwa pengembangan karier ASN hanya dalam jabatan
struktural (pengawas,
administrator, JFT), masih terjadi
disparitas kesejahteraan pejabat fungsional (kelas jabatan, tunjangan jabatan dan fasilitas lainnya) sera belum selarasnya proses pengalihan jabatan melalui penyetaraan jabatan dengan penataan struktur organisasi dan tata kerja. Ditinjau dari sudut
pandang pembangunan ekonomi penyetaraan ASN kedalam jabatan fungsional akan membantu peningkatan dari kualitas pelayanan
publik dan sumber daya manusia dalam
pemerintahan. Hal ini dibuktikan dengan Indeks Pelayanan Publik, Survey Kepuasan Masyarakat, dan Indeks Birokrasi (RB) yang semakin tahun semakin meningkat.
BIBLIOGRAFI
Abbas,
F., & Sadat, A. (2020). Model Pelayanan Publik Terhadap Reformasi
Birokrasi. Jurnal Studi Ilmu Pemerintahan, 1(1), 16�25. https://doi.org/10.35326/jsip.v1i1.525
Bagianto, A., Wandy, & Zulkarnaen. (2020). Faktor
Faktor Yang Mempengaruhi Pembangunan Ekonomi. Jurnal Ilmiah Mea, VOL4
NO 1(1), 316�332. www.journal.stiemb.ac.id/index.php/mea/article/view/263
Daraba, D. (2019). Reformasi Birokrasi dan Pelayanan
Publik. In News.Ge. Leisyah.
Dwiyanto, A., Partini, Ratminto,
Wicaksono, B., Tamtiari, W., Kusumasari, B., & Moh, M. (2021). Reformasi
Birokrasi Republik Indonesia. Sleman: Tim UGM Press.
Hamiddin, M. I. N., & Rapanna, P. (2020). Kebijakan
Publik dan Tantangan Pembangunan Ekonomi. https://osf.io/preprints/8b3fk/
Haning, M. T. (2018). Reformasi Birokrasi di
Indonesia: Tinjauan Dari Perspektif Administrasi Publik. Jurnal Analisis
Kebijakan Dan Pelayanan Publik, 4(1), 25�37.
Kementrian PANRB. (2022). Reformasi
Birokrasi. Retrieved from Kementrian PANRB.
Lestari, R. A. (2019). Reformasi Birokrasi Sebagai
Pelayan Publik. Dinamika Governance : Jurnal Ilmu Administrasi Negara,
9(1). https://doi.org/10.33005/jdg.v9i1.1421
Pratiwi, M. A., Yuwono, T., Astuti, R. S., &
Afrizal, T. (2022). Analisis Reformasi Birokrasi untuk Mewujudkan Good
Governance pada Pemerintah Kabupaten Pemalang. 11(3), 1033�1042.
https://doi.org/10.31289/perspektif.v11i3.6272
Rakhmawanto, A., Pengkajian, P., Aparatur, M., Negara,
S., & Negara, B. K. (2021). Analisis Dampak Perampingan Birokrasi Terhadap
Penyetaraan Jabatan Administrator Dan Pengawas. 11�24.
Ridwan, M. (2018). Wakaf Dan Pembangunan Ekonomi. ZISWAF :
Jurnal Zakat Dan Wakaf, 4(1), 105.
https://doi.org/10.21043/ziswaf.v4i1.3034
Rohman, & Hardianto, W. T. (2019). Reformasi
Birokrasi dan Good Govermance. In Imtrans Publising.
Sahban, M. A. (2018). Koloborasi Pembangunan
Ekonomi di Negara Berkembang. Makasar: CV Sah Media
Winoto, S., & Handayani, M. T. (2022). Penguatan
Reformasi Birokrasi di Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam Perspektif Policy
Leadership. 2515(1).
Copyright holder: Picesco Andika Tulus (2023) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |